PERBEDAAN KETAHANAN BENllI ANTAR VARIETAS KEDELAI
TERHADAP DERAAN CUACA LAPANG
(lbrietal differences ofsoybean seed resistance to field weathering)
Asep Setiawan dan Wabju Qamara Mugnisjab
I)
ABSTRACT Government ofthe Republic of Indonesia realizes the impol1ant ofhigh quality seeed for increasing soybean production. Field weathering is considered to be among the factors res ponsible for this low quality seed. Therefore, efforts should be done to overcome this problem. This experiment has been conducted in Bogor to evaluate varietal differences ofsoybean seed resistance to field weathering. Seed production was held on farmer'S field at Cihideung, Bogor, whereas seed viability test was held in the Laboratory of Seed Science and Technology, Department ofAgronomy Faculty ofAgriculture. Bogor Agricultural University. Treatments consisted of 18 varieties and two harvest dates. There were three replicates in this experiment, and a randomized complete block design was arranged in factorial. lbrietal differences in seed resistance to field weathering was found in this experiment. The most resistant varieties to field weathering were BI3432335-11, Lokon, No. 29, Guntur, Muria, Tidar, Ringgit, Shakti and Hitam; the less resistant varieties were Americana, Wilis, Kerinci, Orba and F-25; the most nonresistant ones were Merbabu, Galunggung and Tambora.
RINGKASAN Pemerintah Republik Indonesia menyadari pentingnya benih bermutu tinggi untuk meningkatkan produksi kedelai. Deraan cuaca lapang berkontribusi terhadap rendahnya mutu benih tersebut sehingga perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengatasinya. Penelitian yang dilaksanakan di Bogor ini bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan ketahanan benih antar varietas kedelai terhadap deraan cuaca lapang. Kegiatan produksi benih dilakukan di lahan petani Cihideung, Bogor, sedangkan pengu jian viabilitas benih yang dihasilkan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPS. Perlakuan terdiri dad 18 varietas kedelai dan dua waktu panen. Diperoleh perbedaan ketahanan benih antar varietas terhadap deraan cuaca lapang. Varietas-varietas kedelai yang tergolong tahan deraan cuaca lapang adalah B134 32335-11, Lokon, No. 29, Guntur, Muria, Tidar, Ringgit, Shakti, dan Hitam; yang kurang tahan adalah Amerikana, Multivar, Wilis, Kerinci, Orba, dan F-75; yang tidak tahan adalah Merbabu, Galunggung, dan Thmbora. I)
Laboratorium I1mu dan Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB
Bul. Agr. \hI. XX No.2
PENDAHULUAN
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap perlunya penggunaan benih bermutu tinggi sangat besar. Saat ini kesenjangan an tara produksi dan konsumsi kedelai sangat dirasakan sebagai akibat laju pertambahan produksi kedelai nasional yang tidak seimbang dengan laju pertambahan kebutuhannya. Sampai sekarang Indonesia masih tetap mengimpor kedelai, padahal pada tahun 1973 pernah berkelebihan produksi sampai 36000 ton (Sihombing, 1985). Deraan cuaca lapang terhadap benih dapat terjadi jika benih dipanen pada pascamasak fisiologis. Deraan oleh cuaca selama masa pematangan benih ini dapat menyebabkan mundur nya mutu benih (Delouche, 1980). Hal ini sering dibuktikan dalam berbagai penelitian di luar negeri (Mugnisjah dan Nakamura, 1984a, 1984b; Dassou dan Kueneman, 1984; Mugnisjah et al., 1987). Ada pun hasil penelitian serupa di dalam negeri belum pernah dipublikasikan. Pendekatan untuk menghasilkan benih kedelai bermutu tinggi hendaknya beranjak dari usaha penyelamatan benih dari deraan lapang produksi. Karena mutu benih yang diproduksi dapat dipengaruhi pula oleh faktor genetik di samping oleh kondisi lingkungannya, maka pendekatan tersebut sebaiknya ditempuh dengan mempelajari : (1) keterkaitan faktor-faktor genetik pada ketahanan benih kedelai terhadap deraan cuaca lapang produksi, (2) pengaruh teknik budidaya tanaman untuk meningkatkan ketahanan benih terhadap deraan cuaca lapang produksi, dan (3) pengaruh teknik budidaya tanaman untuk menghindarkan benih dari deraan cuaca lapang produksi (Mugnisjah dan Setiawan, 1990). Pendekatan demikian sangat rei evan di Indonesia yang wilayahnya beriklim tropis basah. Penelitian ini bertujuan mengelompokkan benih berbagai varietas kedelai menurut ketahanannya terhadap deraan cuaca lapang dan menilai keterkaitan sifat-sifat genetik dan faktor lingkungan dengan deraan cuaca lapang. HasH penelitian diharapkan bermanfaat sebagai suatu arahan bagi pemuliaan kedelai yang benih nya berketahanan tinggi terhadap deraan cuaca lapang atau penyimpanan di lingkungan suboptimum. BAHAN DAN METODE
Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok disusun secara faktorial, dengan tiga ulangan (blok). Perlakuan terdiri dari 18 varietas kedelai (Lokon, Multivar, Muria, Galunggung, Kerinci, Thmbora, Amerikana, B13432335-1I, Guntur, Shakti, Tidar, Hitam, Orbaa, Wilis, Merbabu, Ringgit, F-75. dan No. 29) dan dua waktu panen (pada stadium masak fisiologis dan seminggu sesudahnya). Kedelapanbelas varietas kedelai itu terdiri dari 7 tipe determinat, 8 tipe semi determinat, dan 3 tipe indeterminat dan meliputi yang berumur genjah (75-85 hari), sedang (85-90 hari), dan dalam ( 90 hari) menurut penggo]ongan Sumarno dan Harnoto (1983). Percobaan lapang ini memer]ukan lahan se]uas 1200 m2 yang terdiri dari 108 petak satuan percobaan berukuran masing-masing 3 m x 3 m. Jarak antarpetak satuan percobaan dalam setiap blok adalah 0.50 m, sedangkan jarak antar blok adalah 0.75 m. Penanaman kede lai dilakukan di lapang pada tanggal 12 Juli 1990.
46
Pupuk dasar digunakan 22.5 kg N/ha, 90 kg P 20/ha, dan 60 kg ~O/ha. Pupuk N dua per tiganya dan pupuk P dan K seluruhnya diberikan pada saat tanam, sedangkan sisa pupuk N diberikan 6 minggu setelah tanam. Kapur dengan dosis 2 ton/ha diberikan pada saat pengolahan tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 em x 15 em dengan 2 butir benih per lubang. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam, sedangkan penyiangan pada saat 3 dan 6 minggu setelah tanam. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan setiap minggu, masing masing menggunakan Azodrin (mIll) dan Dithane M-45 (2g/1). Furadan 3G (30 kg/ha) diguna kan pula pada saat tanam. Pemanenan dilaksanakan sesuai dengan perlakuan, dilanjutkan dengan pengolahan benih sampai siap untuk disimpan di gudang bersuhu 20°C sebelum pengujian viabilitasnya. Data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban nisbi (RH), eurah hujan, dan intensi tas penyinaran matahari diperoleh dari stasiun Klimatologi Klas I Darmaga untuk menganalisis deraan euaea lapang pada benih. Stadia reproduktif tanaman ditentukan berdasarkan kriteria Fehr dan Caviness (1979). Untuk keperluan ini digunakan 10 tanaman eontoh teracak dari setiap satuan percobaan. Penentuan masak fisiologis benih yang berdasarkan pada keadaan visual pertanamaan di lapangan dilaksanakan per satuan petak percobaan, menurut kriteria Sumarno dan Harnoto (1983). Pengisian benih ditelaah berdasarkan peru bah an kadar air dan bobot keringnya sejak tanaman mencapai stadium R2 sampai dengan seminggu pascamasak fisiologis (masak panen). Satu tanaman contoh digunaKan untuk keperluan ini yang dipanen selang dua hari, kemudian diukur kadar air dan bobot kering benihnya yang berasal dari batang utama. Kadar air benih ditetapkan berdasarkan bobot basah pada suhu 60°C selama 3 hari. lumlah benih diperhitung kan sebagai pengoreksi data yang diinginkan. Kecepatan pengisian benih juga ditentukan untuk menelaah pengisian benih tersebut setelah tanaman mencapai stadium R6 dengan menggunakan rumus berikut : KPB
mp
=
BK2- BKo
BK4-B~
2
4
____ +
mp
B~,
BK6-BK4
6
BK -BK -2
+ .... +_
mp
mp
mp
: Kecepatan pengisian benih sampai benih mencapai masak panen berda sarkan keragaan pertanaman.
KPBmp BKo'
+
.... BK mp
: Bobot kering rata-rata sebutir benih pada hari ke-O, ke-2, .... ketika mencapai masak panen dihitung sejak tanaman meneapai stadium R6 , : lumlah hari benih mencapai masak panen sejak tanaman mencapai stadi um R6 yang nilainya tidak sama antar varietas.
Pengujian viabilitas benih meliputi daya berkecambah benih, vigor benih setelah didera dengan metode pengusangan cepat secara fisik (40° C, 100% RH), dan vigor benih setelah didera secara kimia (uap etanol 95 %). Metode pengusangan cepat tersebut dipertimbangkan sebagai metode simulasi untuk menilai daya tahan benih terhadap deraan euaea lapang, seba gaimana xang pernah dilaporkan oleh Dassou dan Kueneman (1984) untuk penderaan benih secara fiSIko 47
,
J
~
Sebagai upaya mengoreksi pengaruh lingkungan saat pematangan benih yang berbeda akibat saat masak fisiologis antar varietas yang berbeda,serta vigor genotis yang tidak sarna pada saat masak fisiologis antar varietas yang diuji maka dalam penilaian ketahanan benih terhadap deraan cuaca lapang dilakukan pembakuan peubah-peubah viabilitas benih sebagai berikut : (1) Peubah viabilitas tertentu dari benih yang ditunda panennya ditetapkan persentasenya terha dap peubah yang sarna dari benih yang dipanen pada saat masak fisiologis. (2) Semua peubah viabilitas benih, baik yang dipanen pada masak fisiologis maupun yang ditunda panennya, ditetapkan persentasenya terhadap peubah daya berkecambah benih pada saat masak fisiologis. (3) Ketahanan benih nisbi terhadap deraan cuaca lapang ditetapkan dengan menjumlahkan nHai semua peubah tersebut dalam butir (2) di atas. Data viabilitas benih yang asH dianalisis ragamnya untuk menilai perbedaan viabilitas benih antar varietas, sedangkan data viabilitas benih yang telah dibakukan dianalisis korelasi nya dengan sifat-sifat genetis dan unsur cuaca untuk membahas perbedaan ketahanan benih terhadap deraan cuaca lapang, tetapi dengan mengbilangkan satuannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Daya berkecambah benih(Gambar 1) dan vigor benih dengan deraan uap etil alkohol (Gambar 2a) dipengaruhi o.leh interaksi an tara varietas dan waktu panen, sedangkan untuk vigor benih dengan deraan 40° C dan lOO%RH dipengaruhi oleh varietas (Gambar 2b). Tidak terdapat korelasi yang nyata an tara viabilitas benih berdasarkan semua peubah yang diuji dengan umur tanaman mencapai stadium masak penuh (Rs) (Tabeli). Hal ini berarti bahwa secara umum tidak ditemukan adanya keunggulan kedelai genjah, sedang, dan dalam antara satu dengan yang lainnya terhadap deraan cuaca lapang. Tiadanya pengaruh umur tanaman terhadap perbedaan vigor antar varietas kedelai telah dilaporkan oleh Mugnisjah (1986) dari berturut-turut tiga tahun percobaan (1983-1985) menggunakan kedelai musim gugur dalam kondisi iklim Jepang. Tetapi, jika baik kedelai musim panas maupun kedelai musim gugur digunakan bersama-sama atau kedelai musim panas ditanam juga pada musim gugur, umur tanaman berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan. Hal demikian terjadi karena yang berpengaruh adalah faktor Iingkungan pada saat panen berlangsung. Varietas kedelai musim gugur yang dipanen di bawah kondisi akhir musim gugur sebelum terjadi frost dalam kasus yang pertama dan varietas kedelai musim panas yang dipanen terlambat karen a ditanam terlambat dalam kasus kedua memiliki vigor yang tinggi.
48
I t
.;~
1'.:0-' /\ .' ,,;
t'"
I ",~;:''' ~
..... t~ . '
\:~f~:''; "'~ ...) "7 ~
t,»
1"" ......
C:?I
1
',,- "}t
!:,.,/)
~ ,." -;'"
I~
' ' ' _ : f -",,'
"
.
:" "
F.: \-"'- t;'
l~
1\)11).> r.\ !'.I 1::.r;'T,ll\!H.,,' '9.....
......
, ' "
r''''
.'"
.J •
i;
Tabel 1. Koefisien Korelasi (r) antara Viabilitas Benih dengan Umur Thnaman-paaa-Stadiu~ MatangPenuh (i~8) Table I. Correlation Coe.ffisien (r) between Seed Viability and Plant Age at Full Ripe Stage (R) Peubah Viabilitas Viability \briable Nilai r dengan Rg r \blue with R8
I
DBMF
DB(T)
VFMF
VSF(T)
VKMF
VK(T)
0.154
-0.525
-0.278
-0.181
0.061
-0.339
°OBMF, daya berkecamhah benib yang dipanen pada masak fisiologis (gennination capacity of seed harvested at physiological maturity stage) OB(T) , daya berkecambah benib yang ditunda seminggu panennya (gennination capacity of one week-delayed harvested seed) VFMF, vigor benih yang dipanen pada masak fisiologis dengan deraan 40" C, l00%RH (vigor of seed harvest ed at physiological maturity, accessed by accelerated ageing test of 4(1', lOO%RH). VF(T) , vigor benih yang ditunda seminggu panennya dengan deraan 40"C, 100%RH (vigour ofone week-de layed harvested seed, accessed by accelerated ageing test of 4(1' C, IOO%RH) VKMF, vigor benih yang dipanen pada masak fisiologis dengan deraan etil alkohol (vigor of seed harvested at physiological maturity, accessed by accelerated ageing test oferyl alcohol damp) VK(T), vigor benih yang ditunda seminggu panennya dengan deraan etil alkohol (vigor ofone week-delayed harvested seed, accessed by accelerated ageing test ofetyl alcohol damp).
11)1.'
r·
f"
r'
f,'
I" ~
~tf!, tf!,' ~
..::: '0 !:II
.D
!:II
a.
p
'-1' "
EU B c: <'$
<'I
i:
.g
al
.5
U
<'I
<'$
E
,~,(.
>. ...
'" u co jl,"
.1 ".'
Nomor Gcnotipe Keddai Numher of Soyhean Genotypes
Gambar 1. Pengaruh Interaksi antara Varietas dan Waktu Panen terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai (buruf f dan p menunjukkan waktu panen, berturut-turut masak fisiologis dan seminggu ditunda : nomor pada sumbu x menunjukan nama 18 varietas kedelai, berturuHurut Lokon, Multivar, Muria, Galunggung, Kerinci, Tambora, Amerika. BI3432335-I), Guntur, Shakti. Tidar, Hitam, Orba, Wilis, Merbabu, Ringgi, F-75, dan No. 29) Figure 1. The influence of Interaction between Varietas and Harvest Dates on Seed Germination Capacity of Soybeans (f and p characters denote harvest dates at physiological maturity and one week-delayed. respectively; numbers on x-axis deflote 18 soybean varieties of Lokon, Multivar, MUria, Galunggung, Kerinci, Tambora, Americana, BJ3432335-11, Guntur. Shakti, 1idar, Hitam, Orba, Wilis, Merbabu, Ringgi, F-75, and No. 29, respectively)
49
.
~
r
::1Ii:
jm
1 Tipe pertumbuhan tanaman juga tidak berpengaruh terhadap perbedaan viabilitas benih antar varietas yang diuji (Gambar 1.2a dan 2b). Memperhatikan pola pertumbuhan ketiga tipe kedelai sebagaimana yang dibahas oleh Bernard (1972). Hanway dan Weber (1971), dan Hinson dan Hartwig (1977), ditinjau dari ketahanannya terhadap deraan cuaca lapang, kemungkinan viabilitas benih yang dihasilkan dapat ditelaah sebagai berikut : pola pertumbu han tanaman tipe indeterminat memungkinkan adanya persaingan hara antar benih yang diben tuk; benih yang terbentuk kemudian mungkin lebih marginal dalam perolehan mutu asimilatnya dibanding benih yang terbentuk terdahulu. Dari segi kesempurnaan bahan pembangunnya, benih kedelai indeterminat kurang menguntungkan; tetapi, dari segi kemungkinan mengalami deraan cuacanya, benih kedelai indeterminat lebih aman karena benih yang terbentuk kemudian lebih ringan kadar deraannya. Hal yang sebaliknya mungkin berlaku untuk kedelai tipe deter minat, sedangkan kedelai semi determinat berposisi di antara keduanya. Jadi, dalam keadaan kesuburan tanah yang baik, kedelai tipe indeterminat mungkin lebih tahan terhadap deraan cuaca lapang daripada kedelai tipe determinat, sedangkan yang semi determinat berada di antara keduanya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan jalan pemikiran yang teJah diuraikan yakni tidak ada pengaruh tipe pertumbuhan terhadap viabilitas benih. Pengaruh umur tanaman dan tipe pertumbuhan terhadap viabilitas benih kedelai telah dilaporkan oleh Elviani (1990) berdasarkan penilaian atas lima varietas. Kedelai berumur genjah bervigor lebih tinggi daripada yang berumur sedang/dalam, sedangkan yang bertipe determinat lebih vigor daripada yang semi determinat. Hasil penelitian ini kurang tepat untuk diperbandingkan secara langsung dengan hasil penelitian Elviani (1990) karena perbedaan jumlah varietas yang digunakan sangat besar. Penggunaan jumlah varietas yang banyak memungkinkan turut andilnya pengaruh sifat atau sifat-sifat genetik lainnya yang tidak sedang dinilai. Johnson dan Bernard (1963) telah mencatat lebih dari 100 gen yang pernah dilaporkan pada kedelai, padahal baru sebagian kedl dari gen tersebut yang dievaluasi pengaruhnya pada viabilitas benih, khususnya pada ketahanan benih terhadap deraan cuaca lapang. Hasil penelitian ini membuktikan adanya keragaman daya tahan benih antar varietas tertentu terhadaap deraan cuaca lapang (Gambar 1, 2a, dan 2b), tetapi tidak dapat membukti kan adanya keterkaitan tipe pertumbuhan (Gambar 1, 2a, dan 2b) dan umur tanaman saat matang penuh (Tabel 1). Karena itu, sifat-sifat genetik dan unsur-unsur cuaca yang mung kinberperan terhadap keragaman daya tahan terhadap deraan cuaca akan dibahas berikut ini.
so
· LOO ~
,
f
f
n
p
rn ~
"0
~
..; ~o
"
,
c
f
>,
n r
f
n r
n r
p
~
0
f
n F n
f
~
n
r
n
I.)
~<
f
f
f
f
,~:.J()
-« .c: 0
c::
f
~
~
n~
n
3()
f
"
~
p
Lit)
{) .D "0 ... ... ::l
o
0()
,~
0()
:;;;
.I:::~}
i: (j
::1
()
J ()
::'?I)
..L :'.)
Nomor Gcnotipe Kedcla i Number of Soyhcan Genotypes
Gambar 2a. Pengamh Interaksi antara Varietas dan Waktu Panen terhadap Vigor Benih Kede lai dengan Deraan uap etil alkohol (Keterangan gambar seperti pada Gambar 1) Figure 2a. The influence 0/ Interaction between 'W1rietas and Harvest Dates on Seed Vigour Accessed by Ethyl Alcohol Treatment (Legends as in Fig. 1)
I
,~;;
)
::r:
0::
~::r:
00:: o~
uSo
o
,,==,;)
~r.5
c::'b '" ~ ~ ~ 0) .D
"0
....
»?n
.
.
...
'(I
1--.
_____________________.____-,______________
~~--------------~'
I
!
Nomor Genotipe Kedelai Numher of Soybean Genotypes /'
Gambar 2b. Pengaruh Varietas terhadap Vigor Benih Kedelai dengan Deraan 40 C, lOO%RH (humf v menunjukkan data vigor benih seperti tersebut dalam Gambar 1) Figure 2b. The irifluence 0/ lbrietas on Soybean Seed Vigour Accessed by Accelerated Ageing 0/40 C, 100%RH (v character denotes vigour data o/the varieties written in Figure 1) 51
jiiW
1I
I TItbel 2 memperlihatkan koefisien korelasi antara viabilitas benih yang ditunda panen nya, setelah dibakukan terhadap viabilitas benih yang dipanen pada masak fisiologis, dengan besaran unsur iklim yang menderanya selama pematangan bcnih. Korelasi yang nyata positif untuk peubah daya berkecambahh benih dengan total suhu maksimum dan ratarata intensitas cahaya harian menunjukkan bahwa deraan oleh suhu dan intensitas cahaya tidak berperan, bahkan malah sebaliknya. Hal yang sarna berlaku untuk korelasi nyata positif antara vigor benih setelah didera etanol dengan total suhu maksimum. Korelasi yang tidak nyata antara peubah lainnya dengan komponen cuaca, walaupun ada yang negatif, memperkuat tidak berp perannya deraan cuaca selama pematangan benih tersebut. Untuk meyakinkan hasil ini, maka dinilai pula korelasi antara vigor benih setelah didera suhu dan kelembaban tinggi dan etil alkohol dipanen pada masak fisiologis atau ditunda panen setelah dibakukan terhadap daya berkecambah benih yang dipanen pada masak fisiologis dengan komponen cuaca di atas. TItbel 3 ternyata meyakinkan hasil di atas. Korelasi ncgatif yang nyata an tara , misal nya, DTF(MF), DTF(T), dan DTA(MF) dengan rata-rata intensitas cahaya harian selama pematangan benih menunjukkan bahwa jika kadar deraannya diperkuat, artinya dengan mem periama penundaan panen, maka pengaruh deraan cuaca itu akan diperlihatkan oleh tanggap viabilitas benih yang menurun. Peubah DTDN ternyata juga memberikan viabilitas benih yang menurun. Peubah DTDN ternyata juga memberikan indikasi adanya deraan itu, walaupun hanya dari unsur hujan.
Tabel2. Koefisien Korelasi antara Viabilitas Benih yang Panennya Ditunda setelah Dibakukan terhadap Viabilitas Benih yang Dipanen pada Masak Fisiologis dengan Total Suhu Maksimum Harian (Suhumaks), Total Curah Hujan Harian (Hujan), Rata-rata Kelembaban Nisbi Harian (RH), dan Rata-rata lntensitas Penyi naran Matahari Harian (Cahaya). Table 2. Correlation Coefficient between Viability ofDelayed-harvested Seed, after Standardized to Its Viability at Physiological Maturity Stage, and Total Maximum Temperature (Maxtemp), Total Daily Raitifall (Rain fall), Average ofDaily Relative Humidity (RH) and Average ofDaily Light Intensity (Light) Peubah Viabilitas Benih (Seed Viability
\briables)
Koefisien Korelasi (r)
(Correlalion Co(1jiciml, r)
Suhu maks (Max temp)
Daya berkecambah 0.622** (Germination Capasity) Daya Tahan Dera Fisik 0.059 (Resistence to l\katering, Simulated by Accelerated Ageing) Daya Tahan Dera Kimia. 0.503* (Resistance to l\kalhering,
Simulated by Ethil Alcohol Treatment)
S2
Hujan (Rain/all)
Cahaya (Light)
RH
RH
-0.206
0.614**
-0.192
-0.327
0.077
-0.099
-0.367
0,418
0.191
Thbe14 menyajikan koefisien korelasi antara daya tahan deraan disimulasi yang dibak ukan dan stadia pertumbuhan tanaman, bobot 100 butir benih, bobot kering per butir benih, dan kecepatan pengisian benih. Kecuali untuk korelasi daya tahan dera yang diuji dengan alkohol untuk benih yang ditunda panennya dengan stadium R dan kecepatan pengisian benih, tiada peubah lain yang berkorelasi nyata. Ini berarti bahwa, terdapat kemungkinan pengaruh faktor lain yang berinteraksi dengan sifat genetik yang sedang diuji terhadap keragaan ketahan an terhadap deraan cuaca lapang. Thbel 3. Koefesien korelasi antara Daya Tahan Didera, untuk Benih yang Dipanen pada Masak Fisilogis atau Ditunda setelah Dibakukan terhadap Daya Berkecambah Benih yang Dipanen pada Masak Fisiologis, dengan Total Suhu Maksimum Harian (Suhumaks), Total Curah Hujan Harian (Hujan), Rata-rata Kelembaban Nisbi Hrian (RH), daan Rata-rata Intensitas Penyinaran Malabari Harian (Cahaya) 11JbeI3. Correlation Coefficient between Resistance to ,*athering of Seed, orgininatedjrom Both Harvest Dates after Standardized to Germination Capacity at Physiological Maturity, and Total Daily Rainfall (Raitifall), Average ofDaily Relative Humidity (RH) and Average ofDaily light Intensity (Light) Peubah Viabilitas Benih (Seed Viability \briab/e/)
DTF (MF) DTF (T) DTA (MF) DTA (T) DTDN
Koefisien Kolerasi (r) (Correlation Coefficient, r) Suhu maks (Max temp)
-0.416 -0.543* -0.624** 0.208 0.564*
Hujan (Rainfall)
0.349 -0.039 0.432 -0.640** -0.568*
Cahaya (Light)
-0.488* -0.589** -0.495* 0.284 0.538*
RH (RH)
0.037 -0.272 0.037 -0.009 0.012
(MF), daya laban didera (fisik), benih dipanen masak fisiologis (resistance to weathering. seed harvested at physiological maturity and accessed by acclerated ageing) DTF (T), daya lahan didera, benih ditunda panennya (resistance to weathering. delayed harvested seed and acceseed by acclerated ageing) DTA (MF), daya
J)DTF
53
i
Tabel 4. Koefisien Korelasi antara Daya Tahan Didera, untuk Benih yang Dipaanen pad a Masak Fisiologis atau Ditunda setelah Dibakukan terhadap Daya Berkecambah Benih yang, Dipanen pada Masak Fisiologis, dengan Sifat Genetik Benih atau Tanaman. Table 4. Correlation Coefficient between Resistance to Weathering of Seed, originated from Both Harvest Dates after Standardized to Germination Capacity at Physiological Maturity, and Genetical Traits of Seed or Plant Koefisien Korelasi (r) (Correlation Coefficient, r)
Sifat Genetik (Genetical Traits) DTF(MF)
DTF(T)
DTA(MF)
DTA(T)
DTDN
R) R2 R) R4 Rs R6 R7 Rs
-0.163 -0.225 -0.158 -0.087 -0.093 -0.094 0.005 -0.346
-0.117 -0.119 0.030 0.056 -0.042 -0.074 -0.061 -0.220
0.109 0.069 0.174 0.225 0.270 0.328 0.279 0.030
-0.038 -0.060 -0.066 -0.229 0.305 -0.376 -0.583** -0.341
-0.007 0.015 -0.008 -0.158 -0.193 -0.290 -0.383 -0.071
B 100 benih (lOO-seed weight) Bobot keringfbenih (Dry weight/seed) Pengisian (Seed Filling)
-0.228
-0.039
-0.070
-0.292
-0.204
-0.234
-0.005
-0.087
0.048
-0.036
-0.289
0.080
-0.102 .
0.468*
0.203
I)
Peubah yang dipakai sarna seperti dalam Tahel 3 (lhriables as ill Table 3)
Usaha untuk menganalissa pengaruh sesuatu sifata secara pasti, sejauh ini sering di lakukan dengan menggunakan galur-galur isogenik atau yang hampir isogenik (Fehhr, Lynk, dan Carlson, 1984; Starzinger dan Weist, 1982) yang hanya berbeda pada sifat yang sedang diperbandingkan. Nemun cara demikian menghadapai masalah tentang sulitnya mencari galur galur isogenik tersebut, disampinng terbatasnya informasi yang dapat dihasilkan dari penelitian semacam itu. Penggunaan ban yak varietas lebih n\menguntungkan dalam hal yang disebut terakhir. Daya tahan nisbi terhadap deraan cuaca lapang dari varietas-varietas yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu tahan, sedang dan rentan. Kelompok tahan meliputi : BI342335-II, Lokon, No.29, Guntur, Muria, Tidar, Ringgir,Shak ti, dan Hitam. Kelompok sedang terdiri dari : Amerikana, Multivar, Wilis, Kerinci, Orba, dan F-75. Kelompok rentan terdiri atas : Merbabu, Galunggung dan Thmbora. Pengelompokan ini didasarkan pada nilai daya tahan deraan nisbi dengan menggunakan nilai 75-90 masing-masing sebagai batas bawah bagi benih yang sedang dan tinggi ketahanannya.
54
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat perbedaan ketahanan antar varietas kedelai terhadap deraan cuaca lapang. Berdasarkan peubah daya tahan nisbinya diperoleh tiga kelompok ketahanan berikut: varietas varietas yang tahan deraan adalah BI342335-11, Lokon No.29, Guntur, Muria, Tidar, Ringgit, Shakti, dan Hitam yang berketahanannya adalah Amerikana, Multipar, Willis, Kerinci, Orba, dan F-75; yang rentan daerah adalah Merbabu. Gahmggung, dan Tambora. Terdapat kemungkinan bahwa pengelompokan ketahanaan benih kedelai terhadap deraan cuaca lapang dapat berbeda-beda tergantung pada metode peniJaian yang digunakan. Karena itu disarankan agar dilakukan penelitian yang ditujukan untuk membakukan metode penilaian tersebut untuk kedeelai Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Ienderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebu dayaan, yang telah membiayai penelitian ini. Keepada saudara Cecep Santiwa dan karyawan lairinya di Laboratorium IImu dan Teknologi Benih Iurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB, juga diucapkan terima kasih alas bantuan mereka selama penelitian ini berlangsung. DAFTAR PUSTAKA
Bernard, R.L. 1972. 1Wo genes affecting stem termination in soybean. Crop Sci. 12:235-239. Dassou, S. and E.A. Kueneman. 1984. Screening methodology for resistance to field weather ing of soybean seed. Crop Sci. 24:774-779. Delouche, J.C: 1980. Environmental effects on seed development and seed quality. HortSci. 15:775-780. Elviani, D. 1990. Pengaruh Tipe Pertumbuhan dan Umur Tanaman pada Ketahanan Benih Kedelai (Glycine max (L) Merr.) terhadap Deraan Cuaca Lapang. Karya Ilmiah, Faper la IPB. 8th. Fehr. W.R. and C.E. Caviness. 1979. Stage of soybean development. Iowa Agric. Exp. Stn. Special Rep 80. , B.D. Lynk, and G.E. Carlson. 1984. Performance of semi determinate and ----'-in-d'-e""'terminate soybean varieties subjected to defoliation. Crop Sci. 25:24-26. Hanway, 1.1. and C.R. Weber. 1971. Dry mattre production in eight soybean (Glycine max (L» Merr.) varieties. Agron. 1. 63:227-230. Hinson, K. and E.E. Hartwig. 1977. Soybean Production in the Tropics. FAO-UN. 92p. Johnson, H.W. and R.L. Bernard. 1963. Soybean genetics and breeding, p.1-73. In A.G. Norman, ed. The Soybean. Academic Press. New York.
I "-~-:'~~;~~':;:-;;:T',V," ~-;1' ."",,} ~ ',... ~
" "'-.;:",:;"" " ,,~of,.,.. 1 !; J ~ & T', '{.... .C!'
• ,-
\
:
!
.;: 1J:,
1
·~,n.-.II'
\..,." " " " ••, (1.
,~!::..y
.,," I.". 1'i;. "-,, " ~UR .." ~", ..;" 1',1
'C1L1lJh.J·· '1\ f'~", f~' .:'::~
',,'
'","
~:~'"
,
r,..i.=n"r~'\:;',"'~ ):
~ ,'~
.
55
~ ""~ l'~,.
fI
!
Mugnisjah, W.Q. 1986. Agronomical Approaches toward the Improvement of Soybean Seed Vigour. Doctor of Agriculture Thesis, Kyushu Univ. Fukuoka, Japan. 232p.
-- and S. Nakamura. 1984a. Vigour of soybean gen and phosphorus fertiliser application. Seed Sci.
seed produced from different nitro Technol. 12:475-482 .
. 1984b. Vigour of soybean seed produced from different ---h:-arv-e-s""-t-;d-:-ato-e-an-d""-p'-ho-s-p'-ho-rus fertiliser application. Seed Sci. Techno!. 12:483-491.
I
_ _ _ _ _ _ dan A. Setiawan 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Pers. 61Oh. _ _ _---.----,;"..-;;-, L Shimano and S. Matsumoto. 1987. Studies on the vigour of soybean seeds: I. Varietal differences in seed vigour. Jour. Fac. Agr. Kyushu Univ. 31(3):213 226.
f. '
Sihombing, D.A. 1985. Prospek dan kendala pengembangan kedelai di Indonesia, p. 1-36. In Sadikin ~ at. ed. Kedelai. Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan Pangan. Bogor. Starzinger, E.K. and S.H. Weist. 1982. An observation on the relationship of soybean seed coat colour to viability maintenance. Seed Sci. Technol. 10:301-305. ' Sumarno dan Harnoto. 1983. KedeJai dan Cara Bercocok Tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Thnaman Pangan. Bogor 53h.
l
56