Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
397
Kesiapan Dan Adopsi E-Government Pada Negara Berkembang Aji Supriyanto Ilmu Komputer, Universitas Gajah Mada E-Mail:
[email protected] Abstrak Kesenjangan penerapan e-gov antara negara maju dan berkembang mengakibatkan terjadinya transfer informasi terutama dalam pelayanan masyarakat begitu berbeda. Hal ini dikarenakan belum adanya standar kesiapan dan adopsi e-gov yang dapat diterapkan khususnya pada negara berkembang. Makalah ini membahas tentang kesiapan dan adopsi e-gov pada negara berkembang. Metode yang digunakan adalah deskritif analitik tentang berbagai literatur model penilaian kesiapan dan adopsi e-gov, sehingga dapat diusulkan formulasi untuk melakukan penilaian kesiapan dan proses adopsi e-gov di negara berkembang. Analisis dilakukan terhadap kerangka kerja (framework), fitur, dan keterkaitan antara model satu dengan model yang lain tentang penilaian kesiapan dan adopsi e-gov. Manfaatnya agar memberikan pengetahuan, alternatif dan rekomendasi tentang model yang dapat diterapkan dalam menentukan kesiapan dan adopsi e-gov di negara berkembang. Hasil makalah ini adalah strategi penerapan, analisis penilaian kesiapan dan model adopsi e-gov pada negara berkembang. Kata Kunci: Kesiapan, Adopsi, e-gov, negara berkembang
1. PENDAHULUAN Pada negara-negara berkembang kesiapan (readiness) penerapan e-gov secara internal utamanya ditentukan pada kesiapan organisasinya[1]. Hal ini tentunya berbeda dengan kesiapan yang dilakukan oleh negara maju yang lebih menekankan pada teknologi dan infrastruktur[2]. Meskipun demikian pengukuran tingkat kesiapan e-gov pada negara berkembang sendiri dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda[3]. Guna menentukan tingkat kesiapan egov maka perlu dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan e-gov, agar sistem tata kelolanya selain dapat memberikan manfaat yang efektif juga efisien, baik kepada masyarakat maupun organisasi[4]. Heeks dalam penelitiannya di 40 pemerintah di negara-negara berkembang dan transisi menemukan kenyataan bahwa sebanyak 35% implementasi e-gov ini bisa dikategorikan sebagai kegagalan total, sementara 50% pemerintah separuh gagal mengimplementasikan e-gov. Dari sekian banyak, hanya sebesar 15% pemerintah yang sukses menjalankannya[5][6]. Padahal jaminan manfaat penggunaan dan penerapan e-gov di negara berkembang sama dengan negara maju. Perbedaannya, karena negara
ISBN: 979-26-0280-1
berkembang tidak mampu menuai manfaat sebagai akibat dari penggunaan terbatas dari e-gov[7]. E-gov adalah sebuah sistem interaktif komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dan warganya, badan usaha, dan unit pemerintah lainnya melalui penggunaan teknologi elektronik berbasis web dan lainnya[8]. Dalam memberikan pelayanan publik, ada empat tahap pelayanan dalam egov yaitu inisasi (publishing), interaksi, transaksi, dan transformasi[5]. Keberhasilan inisiatif e-gov tergantung pada beberapa faktor seperti strategi ekonomi, keputusan dan inisiatif negara, serta kesiapan negara untuk berkoneksi dengan masyarakatnya[9]. Kesiapan e-gov didefinisikan sebagai kemampuan dari pemerintah dalam menggunakan TIK untuk memindahkan layanan dan kegiatan kepada lingkungan baru[10]. Sedangkan e-readiness (electronic readiness) sebagai ukuran sejauh mana suatu negara, bangsa atau ekonomi yang mungkin siap atau mau untuk memperoleh manfaat yang timbul dari TIK[11]. Sedangkan tujuan utama program e-gov agar aplikasi sering dimanfaatkan oleh masyarakat, tidak sekedar menyediakan informasi, tetapi perlu adanya interaksi dan transaksi antara masyarakat
398
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
dengan pemerintah[12]. Tahap awal dalam inisiasi e-gov banyak terjadi pada negara berkembang. Keberhasilan inisiasi ini tergantung pada dukungan pemerintah serta adopsi masyarakat terhadap layanan egov[13]. Untuk mempelajari adopsi teknologi, TAM memperkenalkan dua konsep baru yaitu variabel eksternal dan penggunaan aktual[14]. Sebuah model konsep TAM diusulkan untuk mengatasi masalah ini, model yang diusulkan menjelaskan niat terhadap penggunaan aktual dari situs e-gov dengan mendalilkan empat faktor penentu langsung yaitu dirasakan kegunaan, dirasakan kemudahan penggunaannya, kepercayaan, dan resiko yang dirasakan. TAM juga mudah untuk digunakan dan memiliki kegunaan[15]. Dari latarbelakang tersebut maka tujuan makalah ini adalah melakukan studi yang membahas tentang kesiapan dan adopsi e-gov sebagai perangkat benchmarking e-gov di negara berkembang. Selain itu juga membahas tentang faktor penyebab sukses adopsi e-gov di negara berkembang, yang akan dijadikan formulasi alternatif dan rekomendasi penerapan e-gov di negara berkembang. Ini diperlukan karena belum ada referensi atau penelitian yang membahas tentang strategi penerapan e-gov dengan melakukan analisis terhadap kesiapan dan adopsi e-gov.
2. METODE Metode yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah analisis deskriptif dengan melakukan survey terhadap berbagai macam literatur relevan yang membahas tentang strategi, model kesiapan dan adopsi e-gov. Analisis dilakukan secara kualitatif terhadap kerangka kerja (framework), fitur, tools penilaian, dan keterkaitan antar model satu dengan model yang lainnya tentang penilaian kesiapan dan adopsi e-gov. Dalam hal ini dideskripsikan tentang peran strategi e-gov terhadap penilaian dan adopsi e-gov, dengan menunjukkan beberapa alasan produktivitas e-gov. Selanjutnya dilakukan perbandingan untuk menyusun strategi dan rekomendasi penilaian kesiapan dan adopsi e-gov untuk negara berkembang. Hasil rekomendasi
ISBN: 979-26-0280-1
tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan alternatif solusi menerapkan sistem penilaian kesiapan dan adopsi e-gov pada negara berkembang.
3.
PEMBAHASAN
Strategi E-gov Strategi e-gov adalah semua pendekatan pemerintah untuk mengubah bagaimana lembaga menggunakan teknologi untuk memberikan layanan, memberikan informasi, dan berinteraksi dengan orang-orang, karena mereka bekerja untuk mencapai hasil yang dicari oleh pemerintah[1]. Strategi TIK organisasi e-gov dan program e-gov nasional harus dianggap sama pentingnya sebagai komponen dari penilaian e-readiness. Dalam hal ini alat penilaian e-readiness mempertimbangkan strategi sebagai strategi e-gov nasional bukan sebagai strategi TIK organisasi pemerintah. Strategi e-gov harus mengidentifikasi sejumlah visi dan tujuan untuk memvalidasi biaya dan untuk memeriksa sejauh mana tujuan dicapai. Strategi juga harus mengidentifikasi kemungkinan tantangan, teknologi, ekonomi, dan politik. Untuk itu strategi e-gov harus selaras dengan bisnis organisasi dan strategi sistem informasi, dan harus kompatibel dengan strategi program nasional e-gov. Selain itu, juga perlu mengembangkan kerangka kerja untuk model penilaian e-readiness. Framework e-gov untuk penilaian ereadiness pada organisasional negara berkembang merupakan serangkaian strategi TIK organisasi e-gov yang meliputi kepemimpinan, rencana aksi, dan rencana pengembangan kedepan. Kepemimpinan meliputi visi, tujuan, tantangan, legislasi, jadwal kegiatan, dan tim pengarah. Sedangkan rencana aksi meliputi: organisasi (akuntabilitas, struktur, alokasi sumber daya, kebijakan dan prosedur TI). Selain itu, rencana aksi harus mempertimbangkan sumber pendanaan, dan mengenali stakeholder e-gov untuk menentukan tanggung jawab dan signifikansi yang ingin dicapai. Sehingga ketika strategi e-gov diterapkan dengan baik dalam organisasi, strategi dapat meningkatkan produktivitas egov di sektor publik. Model tersebut sangat tepat diterapkan di negara berkembang yang
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
terlibat dalam proses pengembangan visi TIK dan rencana untuk menuju menjadi negara maju di era digital. Hal itu akan menjadi penting bagi arah Program TIK, pengembang kebijakan TIK, dan profesional e-gov yang berusaha untuk menilai tingkat kesiapan TIK guna memastikan keberhasilan rencana organisasi e-gov. Dan jika diterapkan secara efektif di negara berkembang, maka strategi ini dapat memajukan produktivitas e-gov di sektor publik dengan dilakukan beberapa alasan sebagai berikut : a. Berorientasi pada kegunaan untuk masyarakat, bisnis, dan administrasi publik. Yang memiliki tujuan: akses untuk semua pengguna yang potensial dalam layanan, akses yang bebas hambatan dan mudah digunakan, mudah mengakses ke adminisrasi publik, Semua urusan administrasi yang sesuai dapat ditangani dari awal sampai akhir lewat internet, administrasi publik memiliki kompetensi e-gov. b. Biaya yang efektif dan efisien. Hal ini bertujuan untuk: cross-level, optimasi berorientasi klien, dan membentuk rantai digitalisasi yang sempurna, mengelola urusan bisnis secara elektornik, kerjasama antara pemerintah daerah propinsi dan kabupaten secara teratur menggunakan TIK. c. Transparansi, perlindungan data, dan keamanan data E-gov. Tujuannya: minimisasi dan keamanan data, user dapat meminta informasi tanpa harus mengolah data, aksi administratif dan pelaksanaan prosedur dan perundang-an yang transparan dan aman. d. Partisipasi Sosial. Tujuannya: mempromosikan partisipasi warga dan bisnis, Partisipasi warga dan bisnis akan memiliki dampak yang terlihat. e. Inovasi dan keberlanjutan. Tujuannya: administrasi publik secara vertikal dapat mendukung kapasitas inovasi dan terbuka terhadap perubahan, e-gov dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan. f. Dukungan TI berkinerja Tinggi. Tujuannya : Perluasan TI menjadi modular dan sederhana, konten, pela-
ISBN: 979-26-0280-1
399
yanan dasar, aplikasi dan infrastruktur dapat digabungkan dan digunakan kembali, berstandar internasional terutama untuk interoperabilitas, dan penerapannya, e-gov juga tetap berfungsi selama krisis. 3.1. Analisis Penilaian Kesiapan E-gov Setelah strategi TIK organisasi e-gov ditentukan, maka selanjutnya dilakukan penilaian kesiapan e-gov. Penilaian kesiapan e-gov memberikan pengetahuan yang penting untuk memberikan kebijakan dan untuk melakukan pengambilan keputusan[3]. Selain itu, penilaian kesiapan elektronik (e-readiness) memungkinkan pemerintah untuk mengatur, mengukur dan mencapai tujuan yang realistis untuk e-gov. Hal ini penting untuk mengembangkan dan melakukan penilaian e-readiness sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk mengkatalisasi tindakan, meningkatkan daya saing global, dan memanfaatkan sumber daya yang terbatas dengan bijaksana. Dalam penilaian kesiapan e-gov perlu melakukan pemeriksaan dimensi kunci dari lingkungan e-government guna membantu pengambil keputusan, mengidentifikasi prioritas tindakan, berdasarkan tingkat kesiapan dan strategi pembangunan nasional. Model yang dapat diterapkan untuk mengukur kesiapan e-gov pada negara berkembang, sesuai dengan kerangka kerja (framework) e-gov untuk penilaian ereadiness ditentukan beberapa langkah model sebagai berikut: a. Menentukan Model Penilaian: model penilaian yang diusulkan untuk penilaian Kesiapan e-gov yang telah dirancang yaitu dengan menerapkan kerangka kerja berbasis komponen[3]. Model berbasis komponen menyediakan fleksibilitas yang signifikan dalam mengembang-kan instrumen penilaian nyata dari komponen yang ada dan menyesua-ikan komponen-komponen tersebut untuk memenuhi kebutuhan nyata. Hal ini menentukan informasi yang diperlukan untuk setiap komponen selama desain survei, dan membantu mengembangkan instrumen untuk mengumpulkan data dari sumber yang berbeda.
400
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
b.
Menentukan Lingkup Penilaian. Yaitu mendefinisikan tingkat pemerintahan yang tercakup dalam penilaian, membantu untuk memperkirakan sumber daya manusia dan kerangka waktu yang dibutuhkan untuk latihan survei dan memastikan survei yang tepat dan desain instrumen . Dalam konteks ini direkomendasikan untuk negaranegara berkembang, dengan kurangnya kebutuhan sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan yang rendah. Sehingga untuk negara berkembang lingkupnya adalah nasional dan regional/lokal. c. Proses Penilaian. Proses penilaian yang diusulkan meliputi tahapan: desain survey, desain instrumen, pengembangan instrumen, koleksi data, konsulidasi data, dan analisis data. Ketentuan langkah model tersebut digunakan bersamaan dengan ketersediaan sumber daya, stageholder, dan instrumen. Jenis ketersediannya tergantung terhadap kebutuhan penilaian berdasarkan model dan lingkup penilaian. Instrumen yang digunakan adalah instrumen penilaian kesiapan untuk negara berkembang yang meliputi 6 komponen dimensi, dan 1 faktor yang mempengaruhi[1]. Namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan instrumen yang sudah ada seperti UNDESA, ITU, dan lainnya, namun hasilnya kurang fokus untuk penilaian kesiapan khususnya bagi negara berkembang. 3.2. Analisis Model Adopsi E-gov Guna menetukan model adopsi e-gov pada masyarakat di negara berkembang menggunakan model Bwalya yang merupakan pengembangan dari model Kumar. Hal ini menjadi alasan penting karena Bwalya dalam pembahasan makalahnya menggunakan studi kasus negara berkembang[16]. Sedangkan model adopsi yang dipakai merupakan pengembangan dari Kumar[12] yang menggunakan studi kasus negara maju(Kanada). Model adopsi yang dipakai kumar adalah pengambangan dari TAM. Sehingga model Bwalya merupakan pengembangan dari Kumar dan TAM. Oleh karena itu model adopsi yang diterapkan adalah sebagai berikut : a. Karakeristik Pengguna. Berupa resiko yang dirasakan (perceived risk), kontrol
ISBN: 979-26-0280-1
b.
yang dirasakan (perceived control), dan pengalaman Internet (internet) yang dapat memiliki dampak langsung pada adopsi Internet. Pengalaman berinternet mempengaruhi keperca-yaan warga negara dari e-gov. Jika pengguna puas, akan lebih mungkin untuk kembali menggunakan layanan e-gov. Variabel yang digunakan untuk mengukur pengalaman internet termasuk durasi pengalaman, frekue-nsi penggunaan, dan pola penggu-naan. Perasaan berisiko dapat didefinisikan sebagai risiko kehilang-an atau terbongkarnya data dan informasi pribadi melalui interaksi online seperti resiko keuangan, risiko kinerja, risiko psikologis, risiko sosial, risiko kenyamanan, dan resiko secara keseluruhan. Sedangkan kendali resiko dapat diartikan sebagai persepsi individu untuk mengontrol penggunaan informasi pribadi dan bagaimana serta kapan informasi yang dibutuhkan bisa diperoleh. Kontrol yang dirasakan individu akan memperbesar adopsi egov. Desain Website. Berupa kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness) dan kemudahan penggu-naan yang dirasakan (perceived easy of use). Perceived usefulness merupakan keyakinan para pengguna situs bahwa situs yang dikunjunginya akan menyediakan semua informasi yang dibutuhkannya. Jadi semakin tinggi keyakinan masyarakat bahwa kegunaan e-gov pemerintahnya tinggi, maka semakin besar kemungkinan masyarakat mau memanfaatkan e-gov tersebut, walaupun memang masih ada faktor-faktor lainnya yang bepengaruh akan hal ini. Sedangkan perceived easy of use merupakan sistem yang mudah untuk digunakan, terutama bagi individu yang belum memiliki keahlian menggunakan komputer. Sebuah website adalah komponen kunci dari strategi pemasaran online, ini berarti bahwa besar perawatan yang diperlukan dalam merancang untuk melayani target pasar secara efektif dan efisien. Hal ini memerlukan beberapa faktor pertimbangan seperti kemudahan navigasi, estetik , isi, aksesibilitas, dan
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
c.
d.
e.
fitur seperti personalisasi, kustomisasi, perawatan diri pelanggan dan masyarakat. Kualitas Layanan. Kualitas layanan umumnya memainkan peran yang sangat penting dalam lingkungan bisnis online. Hal ini sangat penting untuk memahami kebutuhan pelanggan dan layanan khusus untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sureschander et al.dalam Kumar telah mengidentifikasi lima faktor penting dalam mengukur kualitas layanan yaitu: layanan produk inti, unsur manusia dalam memberi pelayanan, pengaturan layanan, memberi layanan nyata, dan sebagai tanggung jawab sosial. Karena itu kebutuhan pelanggan sebaiknya merupakan prioritas utama pemerintah dalam memberikan pelayanannya. Kumar memberikan beberapa ukuran tentang kualitas pelayanan yang baik yaitu: kualitas content atau informasi yang diberikan, kecepatan menanggapi pengguna e-gov yang berwawasan kepada pemecahan masalah, ketersediaan nomor telepon atau faksimili untuk menjaga keterhubu-ngan pengguna dengan pemerintah. Kepuasan Pelanggan. Kepuasan Pelanggan sebagai akibat dari kualitas pelayanan. LaBarbera & Mazursky dinyatakan bahwa klien akan merasa puas ketika apa yang ia dapatkan dari produk yang dikonsumsinya melebihi harapannya. Sehingga semakin tinggi tingkat kepuasan klien, maka loyalitasnya akan terjaga pula. Komitmen Pemerintah. Pemerintah harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk penerapan TIK dalam kehidupan sehari-hari warganya. Pemerintah juga harus memainkan peran utama dalam mengembangkan infrastruktur TIK karena ini merupakan persyaratan untuk implementasi kesukesan e-gov. Komitmen pemerintah terdiri dari dua hal utama, yaitu pimpinan lembaga pemerinta, dan dan sumber daya lembaga pemerintah. Pemimpin pemerintahan harus memiliki komitmen tinggi dalam menjalankan tugasnya yaitu bersedia melayani
ISBN: 979-26-0280-1
f.
g.
401
rakyatnya, bukan dilayani rakyatnya. Komitmen pemimpin ini harus muncul dari kesadaran pemimpin untuk melakukan perubahan mulai dari visi, misi dan programnya, termasuk peruba-han mindset dirinya beserta seluruh jajarannya. Sedangkan sumber daya lembaga pemerintah meliputi uang (budget), tempat, content, koneksi internet yang memadai, dan SDM. Kesadaran Budaya. Berupa power distance, dan Uncertainty Avoidance. Power distance didefinisikan sebagai jarak antara kelas bawah dan kelas yang lebih atas dalam masyarakat. Warganegara yang berada di negaranegara yang jarak powernya lebih tinggi, dalam arti bahwa terdapat jarak yang lebih besar antara kelas atas dan bawah, akan lebih suka menjalankan tugas-tugas yang dispesifikan oleh pejabat yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena dalam perbedaan power ini terkandung adanya perbedaan yang besar antara mereka yang berpendidikan tinggi dan rendah. Uncertainty Avoidance didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menghindari resiko. Dimana individuindividu yang hidup dalam budaya yang cenderung tinggi menghindari resiko akan lebih memprioritaskan trust pada egov. Infrastruktur TI yang murah dan memadai. Ini merupakan faktor utama pemerintah dalam mengem-bangkan egov, selain modal SDM. Infrastruktur IT secara fisik yang berupa komputer untuk mengakses layanan elektronik bila harganya murah dan memadai, maka pengguna layanan ini akan lebih termotivasi untuk menggunakannya. Ketersediaan yang memadai infrasutrktur TI tentunya tidak hanya yang digunakan oleh pemakai layanan, tetapi juga penyedia layanan dalam hal ini pemerintah dan pihak ketiga sebagai provider.
402
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015
4. KESIMPULAN Hasil penyusunan strategi E-gov perlu memperhatikan beberapa alasan penting yaitu kemanfaatan pada masyarakat, efesiensi biaya, transparansi, keamanan, partisipasi msyarakat, inovasi yang berkelanjutan, dan dukungan TI.. Sedangkan adopsi e-gov perlu memperhatikan karakteristik pengguna, desain website, kualitas layanan, kepuasan pelanggan, komitmen pemerintah, kesadaran pemakaian, dan infrastruktur TI yang memadai.
5. SUMBER PUSTAKA [1] I. A. Alghamdi, R. Goodwin, and G. Rampersad, “A Suggested EGovernment Framework for Assessing Organizational E-Readiness in Developing Countries,” ICIEISSpringer-Verlag Berlin Heidelberg, no. II, pp. 479–498, 2011. [2] U. Nations, “E-Government Survey 2012,” UNDESA, pp. 1–160, 2012. [3] Z. Dzhusupova, M. Shareef, A. Ojo, and T. Janowski, “Methodology for eGovernment Readiness Assessment – Model , Instruments , Implementation,” in International Conference on Society and Information Technology, USA, 2010. [4] E. Commission, “Framework for a set of e-government core indicators,” Partnership On Measuring ICT For Development, no. March, pp. 1–54, 2012. [5] F. Mulyono, “Model Adopsi EGovernment Dalam Perspektif Sistem,” Jurnal Administrasi Bisnis, journal.unpar.ac.id, vol. 7, no. 2, pp. 61–74, 2012. [6] Z. Al-adawi, Yousafzai, J Pallister, “Conceptual Model of Citizen Adoption of e-government,” in The Second International Conference on Innovations in Information Technology (IIT’05), 2005, pp. 1–10. [7] V. Ndou, “E-Government for Development Countries : Opportunities and Challenges,” EJISDC, vol. 18, no. 1, pp. 1–24, 2004.
ISBN: 979-26-0280-1
[8] J. A. Farooquie, “A Review of EGovernment Readiness in India and the UAE,” International Journal of Humanities and Social Science, vol. 1, no. 1, pp. 6–13, 2011. [9] R. Helali, I. Achour, L. L. Jilani, and H. Ben Ghezala, “A Study of EGovernment Architectures,” SpringerVerlag Berlin Heidelberg, pp. 158–172, 2011 [10] Z. J. Kovacic, “National Culture and EGovernment Readiness,” International Journal of Communication Technologies and Human Development, vol. 1, no. 2, pp. 87–104, 2009. [11] D. Dada, “E-Readiness For Developing Countries : Moving The Focus From The Environment To The Users,” EJISDC, vol. 27, no. 6, pp. 1–14, 2006 [12] V. Kumar, B. Mukerji, I. Butt, and A. Persaud, “Factors for Successful eGovernment Adoption : a Conceptual Framework,” EJEG - www.ejeg.com, vol. 5, no. 1, pp. 63–76, 2007. [13] S. Alawadhi and A. Morris, “Factors Influencing the Adoption of Egovernment Services,” Journal Of Sotware- Academy Publisher, vol. 4, no. 6, pp. 584–590, 2009. [14] R. Mehra, “Paying for Goods and Services Using a Mobile Phone : Exploring Mobile Payment Use and Adoption Dissertation submitted to Auckland University of Technology in partial fulfilment of the requirements for the degree of Master of Computer and Information Scien,” Thesis -Master of Computer and Information Sciences AUT University, vol. 13, no. 3, pp. 1– 123, 2010. [15] E. A. Abu-Shanab, “Digital Government Adoption in Jordan : An Environmental Model,” Intrnational Arab Journal of eTechnology, vol. 2, no. 3, pp. 129–135, 2011. [16] K. J. Bwalya, “Factors Affecting Adaption of E-government in Zambia,” EJISDC, vol. 38, no. 4, pp. 1–13, 2009.