KESETIMBANGAN CAIR-CAIR UNTUK SISTEM MINYAK SAWIT KASAR + α-TOKOFEROL + ISOPROPANOL Wisnu Wardana1, Widodo Wahyu Purwanto2 1
2
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail :
[email protected];
[email protected]
Abstrak Minyak sawit kasar mengandung tokoferol dan tokotrienol yang merupakan senyawa dari vitamin E. Proses pemurnian minyak sawit menyebabkan tokoferol dan tokotrienol menghilang. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menjadi produk samping industri sawit. Isomer dari tokoferol yang mempunyai aktivitas terbesar adalah α-tokoferol. Salah satu cara pemisahan α-tokoferol dari minyak sawit kasar adalah dengan ekstraksi cair-cair. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kesetimbangan cair-cair sistem minyak sawit kasar + α-tokoferol + isopropanol serta melihat kinerja pelarut yang dipilih sehingga akan berguna untuk perancangan alat ekstraksi. Metode yang digunakan adalah mencampur dan mengendapkan larutan hingga mencapai keadaan yang setimbang kemudian dianalisis fraksi massa tiap komponen pada fase ekstrak dan rafinat untuk rasio massa pelarut yang berbeda-beda. Pada penelitian ini didapat data kesetimbangan cair-cair pada rasio massa minyak sawit kasar dibanding isopropanol sebesar 1:0,2; 1;0,4; dan 1:0,6. Kinerja pelarut isopropanol rendah sebab koefisien distribusi dari α-tokoferol yang terbesar yaitu 0,85 dan selektivitas pelarut yang terbesar yaitu 0,89 bernilai kurang dari 1. Ekstraksi cair-cair secara langsung untuk memisahkan α-tokoferol dari minyak sawit kasar sulit dilakukan karena banyaknya fraksi cair minyak sawit yang ada pada fase ekstrak.
Abstract Liquid-Liquid Equilibrium for System Crude Palm Oil + α-Tocopherol + Isopropanol. Crude palm oil contains tocopherols and tocotrienols which are the main compounds of vitamin E. In palm oil refining process tocopherols and tocotrienols is removed. The function of vitamin E is as an antioxidant and can be makes as side product of palm oil industry. Isomer of tocopherol that has the greatest activity is α-tocopherol. Liquid-liquid extraction can be use as a separation method for α-tocopherol from crude palm oil. This study was conducted to obtain liquid-liquid equilibrium data for system of crude palm oil + α-tocopherol + isopropanol and to identificate performance of the selected solvent so it can be use for extractor design. The method used is mixing and settling the solution until it reach equilibrium state then analyzed the mass fraction of each component in extract and rafinat phase for different mass ratio of solvent. The liquid-liquid equilibrium data obtained is in mass ratio of crude palm oil to isopropanol at 1:0.2; 1:0.4; and 1:0.6. The performance of isopropanol is poor because the largest distribution coefficient of α-tocopherol is 0.85 and the largest solvent selectivity is 0.89 still below than unity. Using liquid-liquid extraction to directly separating α-tocopherol from crude palm oil is hard to do because a lot of liquid fraction of palm oil in extract phase. Keyword: Extraction, liquid-liquid equilibrium, crude palm oil, α-tocopherol, isopropanol
1. Pendahuluan Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan [1]. Melihat potensi minyak sawit Indonesia yang begitu besar maka diperlukan
peningkatan diversifikasi produk hilir sawit. Dengan pengolahan minyak sawit kasar menjadi berbagai produk turunannya, maka akan memberikan nilai tambah lebih besar lagi bagi negara karena harganya yang relatif lebih mahal dan stabil [2]. Salah satu produk turunan yang dapat dihasilkan adalah konsentrat vitamin E karena kandungan tokoferol dan
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013
tokotrienol dalam minyak sawit kasar yang sebesar 600-1000 ppm. Tokoferol dan tokotrienol merupakan dua kelas molekul dari vitamin E. Hal ini didukung dengan terbuangnya tokoferol yang ada pada minyak sawit kasar yang menguap saat dilakukan pengolahan dengan suhu tinggi pada saat proses pemurnian sehingga menurunkan konsentrasi vitamin E menjadi 356-630 ppm pada minyak sawit yang telah dimurnikan [3]. Tokoferol memiliki beberapa bentuk isomer yaitu α-, β-, γ-, dan δ-tokoferol. Aktivitas terbesar dimiliki oleh komponen α-tokoferol [4]. Fungsi dari tokoferol adalah sebagai antioksidan alami paling kuat diantara anggota vitamin E yang mampu mencegah dan meminimalisir akibat dari radikal bebas yang mengakibatkan risiko penyakit-penyakit seperti kanker, serangan jantung atau katarak. Vitamin E juga mendukung pertahanan tubuh dan melindungi dari aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) [5]. Pemisahan tokoferol dari minyak nabati dapat dilakukan dengan menggunakan ekstraksi cair-cair dengan pelarut alkohol [6]. Metode ini tepat untuk digunakan karena didukung dengan sifat fisik, kimia, dan struktur pemisahan tokoferol dari minyak sawit kasar yang termasuk suatu biomaterial kompleks. Selain itu, ekstraksi cair-cair dapat dilakukan pada suhu yang tidak tinggi dan sering menjadi metode yang paling efisien untuk memisahkan suatu komponen dari umpan yang kompleks [7-8]. Untuk melakukan perancangan suatu alat ekstraksi serta melihat kinerja suatu pelarut dalam mengekstrak, dibutuhkan data tentang kesetimbangan cair-cair dari campuran fluida yang berinteraksi. Penelitian mengenai data kesetimbangan untuk minyak sawit yang sudah dilakukan adalah data kesetimbangan caircair dari minyak sawit + asam lemak + etanol + air [9], minyak sawit + asam lemak + etanol + air + komponen nutrisi (tokoferol dan karoten) [10] dan fraksi minyak sawit + asam lemak + etanol + air [11]. Penelitian yang ada masih berfokus untuk proses penghilangan asam lemak bebas (deacidification) tetapi belum terdapat data kesetimbangan untuk sistem minyak sawit kasar, α-tokoferol, dan pelarut berupa isopropanol yang terdapat dalam literatur untuk produksi vitamin E. Penggunaan isopropanol sebagai pelarut dikarenakan sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan akan mampu mengekstrak α-tokoferol dengan maksimal tetapi tidak banyak terlarut terhadap minyak sawit yang bersifat non polar [12]. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kesetimbangan cair-cair berupa komposisi fasa ekstrak dan rafinat sistem minyak sawit kasar + α-tokoferol + isopropanol pada suhu ruang dengan rasio massa minyak sawit kasar dibanding pelarut yang berbeda-
beda. Kemudian dari data tersebut digunakan untuk melihat kinerja dari pelarut yang digunakan ditinjau dari koefisien distribusi α-tokoferol dan selektivitas pelarut.
2. Metode Penelitian 2.1 Material Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. (Riau). Pelarut yang digunakan adalah isopropanol dari Merck (Jerman) dengan kemurnian 99,9%. Untuk kalibrasi High Performance Liquid Chromatography (HPLC) digunakan α-tokoferol murni dari Merck (Jerman). Sementara itu, untuk fase gerak HPLC digunakan nheksana dari Merck (Jerman) dengan kemurnian 99,0%, etil asetat dari Merck (Jerman) dengan dari Merck kemurnian 99,9%, dan asam asetat (Jerman) dengan kemurnian 99,9%. 2.2 Eksperimental Minyak sawit kasar yang digunakan dikarakterisasi dengan menggunakan HPLC dengan spesifikasi oven kolom CTO-10AS VP, kolom silika CLC-SIL, pompa LC-20AB, penghilang gas DGU-20A3, dan detektor UV/Vis SPD-20A dimana seluruh komponen tersebut berasal dari Shimadzu (Jepang) untuk melihat kandungan α-tokoferolnya dengan mengikuti prosedur yang sesuai dengan Xu [13]. Untuk menentukan waktu kesetimbangan ekstraksi dilakukan ekstraksi menggunakan gelas beaker dan hotplate stirrer IKA C-MAG HS7 (Malaysia) selama 2 jam dengan rasio massa minyak sawit kasar dibanding pelarut 1:1 kemudian diambil sampel sebanyak 30 mL tiap 15 menit untuk dilihat profil konsentrasinya menggunakan HPLC. Waktu kesetimbangan pengendapan dilakukan dengan mengendapkan hasil ekstraksi selama 36 jam kemudian ditinjau tiap 12 jam sekali untuk melihat profil fase ekstrak dan rafinat yang terbentuk. Data kesetimbangan ditentukan dengan cara melakukan ekstraksi dan pengendapan pada waktu kesetimbangannya dengan memvariasikan rasio massa minyak sawit kasar dibanding isopropanol sebesar 1:0,2; 1;0,4; 1:0,6; 1:0,8; 1:1; 1:1,2; 1:1,4; dan 1:1,6. Setelah kesetimbangan tercapai, fase ekstrak yang didapatkan kemudian dikarakterisasi kandungan αtokoferol dengan HPLC dan kandungan isopropanol dengan metode evaporasi mengikuti Silva et al. [11].
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Karakterisasi Minyak Sawit Kasar
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013
Warna dari minyak sawit kasar yang digunakan memiliki warna jingga kemerah-merahan sesuai yang diperlihatkan pada Gambar 1, hal ini menandakan masih banyak kandungan mikronutrien seperti karoten yang menyebabkan munculnya warna tersebut, kejadian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Choo et al. [14] bahwa kandungan non trigliserida pada minyak sawit kasar dapat mempengaruhi karakternya, salah satunya adalah warnanya. Dengan demikian dapat diketahui pula bahwa kandungan tokoferol di dalamnya juga masih banyak karena minyak sawit kasar yang digunakan belum melalui tahap pengilangan dan pemurnian lebih lanjut. Selain itu dari bentuk fisik yang diamati, minyak sawit kasar ini memiliki fasa berupa cairan kental yang menunjukkan bahwa minyak sawit kasar tersebut terdiri dari trigliserida yang disusun oleh asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Sementara itu untuk konsentrasi α-tokoferol yang ada pada minyak sawit kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 4627 µg/g hasil ini berbeda dengan Goh et al. [3] karena minyak sawit dan proses yang berbeda.
Gambar
2.
Hubungan waktu konsentrasi sampel
ekstraksi
dengan
kasar. Tinggi hasil fasa rafinat nampak lebih tinggi pada pengendapan setelah 12 jam dibandingkan dengan 24 jam dan 36 jam. Perbedaan tersebut menunjukkan pengendapan yang terjadi belum mencapai kesetimbangan disaat 12 jam sehingga perlu pengendapan yang lebih lama lagi minimal 24 jam.
3.2 Waktu Kesetimbangan
3.3 Komposisi Fasa Ekstrak dan Rafinat
Untuk menentukan waktu kesetimbangan ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan hubungan antara waktu ekstraksi dengan konsentrasi αtokoferol pada sampel dimana diperlihatkan bahwa konsentrasi yang stabil didapatkan setelah 60 menit waktu ekstraksi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem minyak sawit kasar + α-tokoferol + isopropanol telah mengalami kesetimbangan setelah diaduk selama minimal 60 menit.
Untuk mengidentifikasi lebih dalam mengenai komponen-komponen apa saja yang menyusun fasa ekstrak dan rafinat maka dari pengolahan data yang diperoleh dari analisis HPLC dan metode evaporasi dihasilkan fraksi massa untuk masing-masing rasio yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan hanya didapat fraksi massa dari ketiga komponen untuk rasio 1:0,2; 1:0,4; dan 1:0,6, sementara itu untuk rasio sisanya tidak dapat diidentifikasi dikarenakan kolom HPLC yang digunakan untuk menganalisis mengalami kejenuhan. Akan tetapi, dari hasil ini sudah membuktikan bahwa
Sementara itu, untuk penentuan waktu pengendapan dilihat dari penampakan larutan setelah proses ekstraksi dari waktu ke waktu yang terdapat pada Gambar 3 dengan bagian atas merupakan fasa ekstrak yang kaya akan pelarut sementara bagian bawah merupakan fasa rafinat yang kaya akan minyak sawit
Gambar 1. Minyak sawit kasar
Gambar 3. Larutan hasil ekstraksi setelah diendapkan selama (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan (c) 36 jam
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013
Tabel 1. Fraksi massa pada ekstrak dan rafinat
pelarut berupa isopropanol mampu untuk mengekstrak komponen tersebut dan sesuai dengan yang disampaikan Othman et. al.[8]
Gambar 4. Hubungan distribusi dari fraksi massa tokoferol pada ekstrak dan rafinat
Dari komposisi yang didapatkan tampak suatu kejanggalan. Fasa ekstrak yang seharusnya didominasi oleh fraksi dari pelarut memiliki fraksi minyak sawit kasar sebesar 61%, 73%, dan 82% untuk rasio massa pelarut 0,6; 0,4; dan 0,2 secara berturut-turut, meskipun terlihat penurunan dengan bertambahnya jumlah pelarut. Fenomena ini menunjukkan adanya suatu komponen besar dalam minyak sawit yang ikut terekstrak oleh pelarut. Hal ini akan dibahas lebih dalam pada bagian selektivitas pelarut.
memberikan nilai sebesar 0,66 dan 0,75 penggunaan pelarut isopropanol ini memberikan nilai yang lebih tinggi dimana hanya dengan menggunakan rasio 1:0,2 sudah memberikan koefisien distribusi sebesar 0,79. Hal ini disebabkan oleh polaritas dari isopropanol yang lebih rendah sehingga mampu mengekstrak tokoferol lebih banyak dibanding dengan etanol yang polaritasnya lebih tinggi.
3.4 Koefisien Distribusi α-Tokoferol Koefisien distribusi merupakan rasio saat kesetimbangan yang menggambarkan perbandingan antara konsentrasi dari solut yang berada di fasa ekstrak dan fasa rafinat. Gambaran umum mengenai fraksi ini dapat dilihat pada kurva distribusi yang ditunjukkan Gambar 4 dengan masing-masing nilai perbandingan minyak sawit dengan pelarut pada 1:0,2: 1:0,4: dan 1:0,6 memberikan nilai fraksi massa α-tokoferolnya masingmasing pada fase ekstrak dan fase rafinat. Dari Gambar 4 tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan akan memperkecil fraksi massa dari α-tokoferol yang berada pada ekstrak maupun rafinat karena meningkatnya konsentrasi dari pelarut pada kedua fasa tersebut. Untuk melihat hubungan dari rasio pelarut dan koefisien distribusi tokoferol ditunjukkan pada Gambar 5. Semakin besar rasio pelarut yang digunakan memberikan hasil yang semakin tinggi pada αtokoferol yang berhasil dipisahkan dari minyak sawit kasar. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Zhang et al. [15] dengan tren perubahan koefisien distribusi yang sama. Jika dibandingkan dengan besarnya distribusi koefisien dengan pelarut etanol pada rasio massa antara pelarut dengan minyak sawit 1:2 dan 1:1 pada penelitian Goncalves et al. [10] hanya
Jadi bila ditinjau dari segi koefisien distribusi αtokoferol dapat dinyatakan bahwa penggunaan isopropanol memberikan hasil yang baik untuk mengekstraksi komponen vitamin E tersebut dari minyak sawit kasar. Akan tetapi, berdasarkan yang disampaikan Treyball [16] bahwa pelarut yang baik seharusnya memiliki koefisien distribusi lebih besar dari 1, sementara pada penelitian ini dengan rasio 1:0,6 hanya memberikan nilai 0,85. Nilai yang masih kecil tersebut membuat dibutuhkannya lebih banyak pelarut untuk mengekstraksi. 3.5 Selektivitas Isopropanol Selektivitas merupakan rasio dari koefisien distribusi dari dua solut yang ada di dalam proses ekstraksi untuk
Gambar 5. Hubungan koefisien distribusi dengan rasio massa pelarut yang digunakan
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013
melihat performa dari pelarut yang digunakan, biasanya digunakan perbandingan dari koefisien distribusi solut yang dinginkan dibandingan dengan koefisien distribusi dari fasa umpan. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa tidak terlihat hubungan yang nyata antara besarnya rasio pelarut dengan selektivitas, padahal seharusnya berdasarkan Zhang et al. [15] semakin banyak pelarut yang digunakan akan semakin memperkecil selektivitas dari pelarut sebab kemungkinan untuk melarutkan fasa umpan semakin besar apabila digunakan pelarut dengan selektivitas yang tinggi. Akan tetapi, bila dilihat dari nilai selektivitas yang diberikan masingmasing rasio pada 1:0,2; 1:0,4; dan 1:0,6 hanya didapat sebesar 0,79; 0,77; dan 0,89. Nilai tersebut sangatlah kecil karena kurang dari satu yang memperlihatkan bahwa lebih besar koefisien distribusi minyak sawit kasar dibanding α-tokoferol, seharusnya nilai untuk pelarut yang baik memberikan nilai yang jauh lebih besar dari 1 seperti yang disampaikan Treyball [16]. Sehingga penggunaan pelarut isopropanol tidaklah selektif dalam memisahkan tokoferol dari minyak sawit kasar secara langsung. Untuk penelusuran lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 7 mengenai hasil tiap tahap penelitian. Dari gambar tersebut dapat dilihat kondisi awal (a) minyak sawit kasar yang berwarna merah dan berbentuk kental karena berada pada suhu ruang dan juga cairan isopropanol yang bening dengan berat yang sama. Ketika dicampurkan (b) menjadi suatu campuran larutan yang berwarna merah kemudian diendapkan (c) terlihat bahwa terbentuk dua fasa, yaitu fasa ekstrak dan rafinat, yang memiliki perbandingan tinggi yang berbeda dimana fasa ekstrak dapat memiliki jumlah volume sekitar 75% total volume dan sisanya adalah fasa rafinat. Fenomena yang terjadi ini mirip dengan proses fraksinasi minyak sawit kasar dengan menggunakan pelarut seperti yang dilakukan Hasanah [17] yang digunakan untuk memisahkan karotenoid tetapi diawali dengan pemisahan minyak sawit kasar menjadi fraksi
Gambar 7. Kondisi (a) minyak sawit kasar (kiri) dan isopropanol (kanan) sebelum ekstraksi, (b) minyak sawit kasar + isopropanol setelah ekstraksi, dan (c) minyak sawit kasar + isopropanol setelah pengendapan
cair (olein) dan fraksi padatnya (stearin). Menurut Ketaren [18] olein sawit yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh memiliki polaritas yang lebih tinggi dibanding stearin sawit sehingga akan lebih mudah larut dalam pelarut organik. Hal ini juga ditunjukkan oleh kandungan karoten, yang memiliki sifat lebih polar dibanding trigliserida, lebih tinggi di dalam olein sawit dibanding pada fraksi stearin [19]. Apabila fasa ekstrak ini diproses lebih lanjut seperti yang dilakukan Tanabe et al. [6] maka akan menghasilkan proses yang tidak efektif karena banyak sekali fraksi cair minyak sawit yang terbawa.
4. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Data kesetimbangan cair-cair untuk minyak sawit kasar + α-tokoferol + isopropanol berupa komposisi fasa ekstrak dan rafinat telah didapatkan pada rasio massa minyak sawit kasar dibanding isopropanol 1:0,2; 1:0,4; dan 1:0,6 pada suhu ruang. 2. Kinerja pelarut isopropanol kurang baik karena koefisien distribusi α-tokoferol dan selektivitas pelarut pada rasio pelarut 1:0,2; 1:0,4; dan 1:0,6 lebih kecil daripada 1. 3. Ekstraksi cair-cair secara langsung untuk mendapatkan α-tokoferol dari minyak sawit kasar sulit dilakukan karena terjadi fraksinasi.
Daftar Acuan
Gambar 6. Selektivitas isopropanol untuk distribusi αtokoferol dibanding minyak sawit kasar
[1] DITJENBUN. (2013). Ekspor Produk Sawit Naik Terus. Retrieved 30 March 2013, 2013, from http://www.ditjenbun.deptan.go.id/index.php?start =55.
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013
[2] Hidayat, Mohamad S. (2010). Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit. Jakarta: Kementrian Perindustrian. [3] Goh, S. H., Choo, Y. M., & Ong, A. S. H. (1985). Minor Constituents of Palm Oil. JAOCS, 62(2), 237-240. [4] Daily, Jim. (2010). Understanding Vitamin E Chemistry & Physiology. In J. D. Jr. (Ed.). Rockwell. [5] Salma. (2011). Sekilas Tentang Vitamin E. Retrieved 13 Mei 2013, 2013, from http://www.majalahkesehatan.com/sekila-tentangvitamin-e/. [6] Tanabe, Keizo, Yamaoka, Masakazu, & Kato, Akio. (1982). Concentration of Tocopherols and Tocotrienols from Vegetable Oil. Japanese Patent. JP57059885. [7] Adinata, Donni. (2011). Single-Drop Based Modelling of Solvent Extraction in High-Viscosity Systems. (Dissertation), Aachen University, Germany. [8] Othman, N., Manan, Z. A., Alwi, S. R. Wan, & Sarmidi, M. R. (2010). A Review of Extraction Technology for Carotenoids and Vitamin E Recovery From Palm Oil. Journal of Applied Sciences, 10(12), 1187-1191. [9] Gonçalves, Cintia B., & Meirelles, Antonio J.A. (2004). Liquid–Liquid Equilibrium Data for The System Palm Oil + Fatty Acids + Ethanol + Water at 318.2K. Fluid Phase Equilibria, 221, 139-150. [10] Goncalves, Cintia B., Filho, Pedro A. Pessoˆa, & Meirelles, Antonio J.A. (2007). Partition of Nutraceutical Compounds in Deacidification of Palm Oil by Solvent Extraction. Journal of Food Engineering, 81(1), 21-26. [11] Silva, Alessandra Eluan da, Lanza, Marcelo, Batista, Eduardo A. C., Rodrigues, Antonio M. C., Meirelles, Antonio J. A., & Silva, Luiza Helena Meller da. (2011). Liquid-Liquid Equilibrium Data for System Containing Palm Oil Fractions + Fatty Acids + Ethanol + Water. Journal of Chemical Engineering Data, 56, 18921898. [12] Amaya, Rodriguez-Delia B., & Kimura, Mieko. (2004). Harvestplus Handbook for Carotenoid Analysis. Washington, DC: International Food Policy Research Institute (IFPRI). [13] Xu, Zhimin. (2002). Analysis of Tocopherols and Tocotrienols. Current Protocols in Food Analytical Chemistry, D1.5.1-D1.5.12. [14] Choo, Y. M., Goh, S. H., Ong, A. S. H., & Kam, T. S. (1989). Palm Oil Carotenoids. Malaysia Patent No. 5019668. [15] Zhang, Wenlin, Hou, Kaihu, Mi, Guanjie, & Chen, Na. (2010). Liquid-Liquid Equilibria of the Ternary System Thiopene + Octane + Dimethyl Sulfoxide at Several Temperaturs. Applied Biochemical Biotechnology, 160, 516-522.
[16] Treyball, R. E. (1980). Mass Transfer Operations. Singapore: McGraw-Hill. Inc. [17] Hasanah, Uswatun. (2006). Proses Produksi Konsentrat Karotenoid dari Minyak Sawit Kasar dengan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi. (Tesis), Institut Pertanian Bogor, Bogor. [18] Ketaren, S. (2008). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. [19] Casiday, Rachel, & Frey, Regina. (2001). Nutrients and Solubility: Solubility Product Experiment. (Experiment Report), Washington University, St. Louis.
Kesetimbangan cair..., Wisnu wardana, FT-UI, 2013