Kesenjangan: Faktor Utama Penyebab Kegagalan Proyek E-Government Muhammad Arief Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi – BPPT Jl. MH Thamrin No. 8 – Jakarta Pusat
[email protected], http://arief.ismy.web.id/
Abstraksi Implementasi e-Government dilingkungan pemerintah daerah berkembang dengan sangat pesat, tapi dalam banyak kasus terjadi kegagalan dalam pelaksanaannya. Kegagalan-kegagalan ini dapat menyebabkann berbagai pihak tidak mendukung penggunaan e-Government pada masa yang akan datang, karena pertimbangan besarnya biaya yang dikeluarkan sedangkan hasil yang didapat tidaklah terlalu memuaskan. Ada berbagai hal yang menyebabkan kegagalan ini. Dalam makalah ini, penulis akan membahas aspek-aspek kesenjangan antara desain dari sebuah proyek e-Government dan kondisi saat ini dari pemanfaatan teknologi informasi sebagai faktor utama penyebab kegagalan proyek e-Government.
Kata Kunci : e-Government, audit, MITOS, ITPOSMOO, kesenjangan
1.
PENDAHULUAN
Besarnya dorongan pemerintah pusat –baik secara formal melalui adanya inpres dan peraturan perundangan lainnya maupun secara informal melalui himbauan-himbauan- agar pemerintah daerah memanfaatkan e-Government untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jalannya pemerintahan, menyebabkan banyak pemerintah daerah berupaya untuk mengimplementasikan e-Government dalam lingkungan masing-masing. Berbagai proyek teknologi informasi dilaksanakan dengan biaya yang cukup besar, tapi pada kenyataannya hanya sedikit yang berhasil sesuai dengan apa yang direncanakan, banyak proyek teknologi informasi yang hanya berfungsi sebagian, atau bahkan gagal total. Hal ini dapat menjadi contoh yang kurang baik bagi pemanfaatan e-Government di daerah. Salahsatu penyebab utama dari kegagalan-kegagalan ini adalah kesenjangan antara desain yang dibuat dengan kondisi yang ada saat desain tersebut dibuat di lingkungan pemerintah daerah. Kesenjangan ini meliputi berbagai aspek yang berbeda, dimana semakin besar kesenjangan, akan semakin besar pula kemungkinannya bahwa sebuah proyek akan gagal. Pada makalah ini akan dibahas berbagai kesenjangan yang sering terjadi dalam implementasi e-Government dan penanganannya.
2. METODOLOGI Metodologi yang dipergunakan pada penelitian ini meliputi 4 tahap, yaitu: • Studi tentang Konsep Kesenjangan dan Kegagalan • Studi tentang Aspek Kesenjangan • Studi tentang Kondisi e-Government pada lingkungan pemerintah daerah • Strategi mencegah kegagalan Pada bab-bab berikut akan diterangkan hasil dari penelitian dan pengembangan ini.
3. PEMBAHASAN 3.1. Konsep Kesenjangan dan Kegagalan Konsep kesenjangan pertama kali dikembangkan oleh Richard Heeks, sebagai suatu alternatif framework yang dapat digunakan secara bebas dan sesuai untuk mengaudit proyek e-Government di negara berkembang. Konsep ini dipaparkan dalam framework ITPOSMOO yang merupakan singkatan dari Information, Technology, Processes, Objectives and Values, Staffing and Skills, Management Systems and Structures, Other Resources, Outside World. Menurut Heeks, ke-delapan aspek ini adalah aspek-aspek kesenjangan yang sangat berpengaruh dalam menyebabkan kegagalan pada proyek-proyek e-Government di negara berkembang. 1
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
Pada konsep ini dilakukan pengukuran kesenjangan antara realita yang ada dengan desain dari sistem yang akan dibangun, pertimbangan utama dari framework ini adalah bahwa semakin besar kesenjangan antara realita dan desain maka semakin besar resiko bahwa proyek tersebut akan gagal. Jika kesenjangan tersebut dapat diperkecil maka resiko kegagalan dari suatu proyek e-Government dapat dikurangi. Sebenarnya ada berbagai framework teknologi informasi yang dapat digunakan untuk meng-audit proyek eGovernment, tapi dari hasil studi yang dilakukan di BPPT disimpulkan bahwa framework-framework tersebut tidak dapat diterapkan di Indonesia karena: - Setiap framework memiliki keunggulan dan kegunaan masing-masing - Framework tersebut dikembangkan dengan perspektif negara maju yang seringkali berbeda dengan kondisi negara berkembang. Pada framework ITPOSMOO, proyek e-Government di klasifikasikan menjadi 3 kategori, sebagai berikut: Gagal total, yang dimaksud dengan gagal total adalah proyek tidak pernah diimplementasikan atau sudah mulai diimplementasikan, tapi tiba-tiba dibatalkan. Gagal sebagian, yang dimaksud dengan gagal sebagian adalah tujuan-tujuan utama dari proyek tidak berhasil dicapai dan / atau ada sangat banyak hasil-hasil yang tidak sesuai dengan rencana. Berhasil, yang dimaksud dengan berhasil adalah jika sebagian besar stakeholder mendapatkan / mencapai tujuan yang mereka inginkan dan tidak mengalami terlalu banyal hasil-hasil yang tidak dinginkan. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, Heeks menyimpulkan bahwa kondisi dari proyek-proyek eGovernment di negara berkembang adalah sebagai berikut: - 35% gagal total - 50% gagal sebagian - 15% berhasil Melihat kecilnya tingkat keberhasilan proyek e-Government di negara berkembang, maka Indonesia juga perlu memperhatikan dengan lebih seksama akan konsep ini, karena semakin tinggi tingkat kegagalan, maka resiko bahwa teknologi informasi akan dianggap sebagai sumber biaya dan ditinggalkan pun akan menjadi semakin besar.
3.2. Potensi dari Kegagalan Proyek e-Government Kegagalan merupakan suatu kata yang selalu dihindari dalam semua bidang, karena kegagalan biasanya diikuti oleh konsekuensi negatif bagi pihak-pihak yang terlibat pada proyek yang gagal tersebut. Demikian juga pada proyek eGovernment, tapi sebenarnya selain memiliki potensi
negatif, kegagalan suatu proyek e-Government juga memiliki potensi positif bagi penerapan teknologi informasi pada sebuah pemerintah daerah dimasa yang akan datang. Beberapa potensi negatif dan positif dari gagalnya suatu proyek e-Government tersebut diterangkan pada paragraf dibawah ini.
Potensi kerugian dari kegagalan proyek eGovernment Terdapat 6 kategori potensi negatif dari gagalnya suatu proyek e-Government, yaitu: 1. Kerugian keuangan secara langsung: kerugian dalam bentuk uang yang sudah diinvestasikan pada perlengkapan, biaya konsultansi, fasilitas baru, program training dll. 2. Kerugian keuangan secara tidak langsung: kerugian dalam bentuk uang yang diinvestasikan dalam bentuk waktu dan usaha dari pegawai yang terlibat dalam proyek tersebut. 3. Kerugian kesempatan: kerugian berupa hilangnya kesempatan untuk mengivestasikan uang dalam bentuk lain, jika tidak digunakan untuk proyek eGovernment yang gagal tersebut. 4. Kerugian Politis: kerugian dalam bentuk kehilangan muka dan image dari orang-orang, organisasi atau bahkan negara yang terlibat dalam proyek yang gagal tersebut. 5. Kehilangan prospek keuntungan: kerugian berupa kehilangan manfaat jika proyek eGovernment tersebut berjalan dengan baik. 6. Biaya dimasa yang akan datang: kerugian bahwa kegagalan dari suatu proyek e-Government meningkatkan kemungkinan terjadinya penolakan dari proyek e-Government lain dimasa yang akan datang. Permasalahan utama dari para praktisi eGovernment adalah kurangnya kepedulian terhadap resiko-resiko kerugian ini. Sebagian besar potensi kerugian ini bersifat intangible, hampir tidak ada yang melakukan pengukuran dan penganalisaan terhadap potensi-potensi ini jika terjadi kegagalan pada suatu proyek e-Government. Inilah salahsatu sebab, kenapa meskipun resiko yang harus dihadapi sangat besar, banyak pejabat pemerintahan dan politisi yang tetap bersemangat dengan proyek eGovernment.
Potensi Keuntungan/Manfaat dari Kegagalan Proyek eGovernment Selain memiliki potensi negatif, kegagalan suatu proyek eGovernment juga dapat memberikan sisi positif bagi pihakpihak yang terkait didalamnya. Beberapa potensi keuntungan yang mungkin diperoleh dari kegagalan suatu proyek e-Government antara lain:
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
2
1.
2.
3.
4.
5.
Penambahan Pengetahuan I: Pembelajaran Aplikasi: Kegagalan dapat dianggap sebagai pengembangan sebuah prototipe yang sangat mahal: dalam bentuk menyaring ide-ide yang tidak bekerja pada aplikasi yang gagal, sehingga dapat membuat desain yang lebih baik untuk versi selanjutnya. Penambahan Pengetahuan II: Pembelajaran eGovernment: Kegagalan dapat menjadi pelajaran yang sangat bermanfaat tentang e-Government bagi mereka yang terlibat didalamnya, misalnya kesadaran bahwa teknologi informasi dan komunikasi bukan suatu kata sakti untuk menyelesaikan permasalahan pemerintahan. Penambahan Pengetahuan III: Pembelajaran Situasi: Apakah suatu proyek gagal atau berhasil, proses analisa dan desain yang sudah dilakukan dapat membantu pihak-pihak yang terlibat untuk dapat mengerti lebih baik tentang proses yang ada dalam organisasi, struktur dan budayanya. Peningkatan Keahlian: Meskipun suatu proyek eGovernment dirasakan gagal, tapi didalamnya selalu ada program pelatihan dan pengembangan keahlian, yang dapat berbentuk pelatihan formal (misalnya training teknologi informasi dan komunikasi) atau on-the-job training (misalnya keahlian proyek manajemen) Peletakan Dasar-dasar Infrastruktur: Aplikasi e-Government yang dikembangkan mungkin memang tidak dapat digunakan, tapi proyek tersebut tetap meninggalkan infrastruktur teknologi informasi dan komputer (komputer, jaringan, sistem operasi dll) yang dapat digunakan bagi proyek e-Government pada masa yang akan datang.
Tapi meskipun banyak manfaat yang bisa diambil dari suatu proyek eGovernment yang gagal seperti yang sudah diterangkan diatas, ada lebih banyak lagi cara yang lebih efisien dan efektif untuk mendapatkan manfaat-manfaat tersebut tanpa harus menunggu gagalnya suatu proyek eGovernment. Bahkan disisi lain banyak proyek e-Government yang gagal pada akhirnya tidak menghasilkan manfaat yang disebutkan diatas. Hal ini disebabkan karena pengetahuan yang dapat diperoleh dari gagalnya suatu proyek eGovernment tidak didokumentasikan, tidak ditransfer ke pihak lain atau tidak diterapkan pada proyek pengembangan lainnya. Sebagai akibatnya, maka kesalahan yang sama terjadi berulangulang.
-
Pendapat bahwa keberhasilan sebuah proyek eGovernment dimasa yang akan datang, tidak dipengaruhi oleh gagalnya sebuah proyek saat ini. Kekhawatiran bahwa pembelajaran dari sebuah proyek e-Government yang gagal, akan memberikan kesan negatif bagi masyarakat. Pada pemerintahan di negara berkembang, pengakuan akan gagalnya suatu proyek seringkali berarti terhentinya jenjang karir pihak-pihak yang memiliki posisi kunci pada proyek tersebut.
-
-
3.3. Aspek Kesenjangan Framework kesenjangan yang dikembangkan oleh Heeks mengukur delapan aspek yang akan menentukan keberhasilan suatu proyek teknologi informasi, ke delapan aspek tersebut disebut juga dengan dimensi adalah aspekaspek: - Information (informasi) - Technology (teknologi) - Process (proses) - Objectives and values (objektif dan nilai) - Staffing and skills (staff dan keahlian) - Management systems and structures (sistem manajemen dan struktur organisasi) - Other resources (sumberdaya lainnya), - Outside world (dunia luar). Mengingat sangat luasnya lingkup dari masing-masing dimensi yang dinilai, misalnya dimensi teknologi yang dapat mencakup sangat banyak hal, proses yang mungkin menjadi sangat luas dan demikian juga dengan dimensi lainnya, maka penilaian kesenjangan antara realita dan desain dari kedelapan dimensi diatas sangat sukar untuk dilakukan secara langsung. Untuk mempermudah pemberian nilai maka masing-masing aspek dibagi menjadi beberapa subdimensi.
3.4. Strategi mencegah kegagalan Gagalnya suatu proyek e-Government bukanlah hal yang diharapkan akan terjadi, karena tentunya akan sangat banyak kerugian yang diakibatkan. Oleh karena itu, jika kesenjangan antara design dan realita sudah diidentifikasikan dengan baik, perlu dilakukan langkahlangkah untuk mencegah terjadinya kegagalan proyek eGovernment. Beberapa cara untuk mengurangi resiko tersebut adalah dengan memperkecil kesenjangan antara design dan realita, yaitu antara lain dengan cara: -
Disamping itu proses pembelajaran dari suatu proyek eGovernment yang gagal sangat jarang terjadi hal ini disebabkan oleh antara lain:
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
merubah kondisi yang ada: Jika berdasarkan hasil analisa kesenjangan ternyata bahwa kesenjangan yang ada tidak terlalu besar atau hanya meliputi sebagian kecil dari aspek yang di surveinndan desain yang dibuat diperkirakan masih dapat direalisasikan, 3
maka fokus yang harus dilakukan adalah untuk merubah kondisi yang ada sehingga dapat sesuai dengan desain. -
merubah design: Jika berdasarkan hasil analisa kesenjangan ternyata bahwa kesenjangan yang ada sangat besar dan meliputi sebagian besar dimensi yang di survei, dan desain yang dibuat sangat sulit untuk dicapai, maka hal yang harus dilaksanakan adalah merubah desain sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan kondisi yang ada.
-
mengembangkan strategi yang baik untuk memperkecil kesenjangan antara design dan reality
[5].R. Heeks, "Most e-Government-for-Development Projects Fail, How Can Risks be Reduced?", Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, UK [6]. "Laporan Akhir Pengembangan Kerangka Kerja dan Perangkat Lunak untuk Mengevaluasi Tingkat Keberhasilan Proyek e-Government", Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika, BPPT, Jakarta
Diantara kondisi-kondisi diatas, kondisi manapun yang terjadi dan tindakan apapun yang akan diambil, hal paling utama adalah untuk mengembangkan strategi memperkecil kesenjangan yang spesifik untuk setiap kasus yang ada.
4. PENUTUP DAN KESIMPULAN Makalah ini membahas tentang hasil studi yang dilakukan di BPPT dalam rangka audit atas kegagalan proyek-proyek eGovernment. Dalam kegiatan ini dibahas tentang kesenjangan antara desain dan kondisi yang ada sebagai aspek penyebab kegagalan suatu proyek e-Government. Dalam makalah yang berjudul ”MITOS: Kerangka Kerja Pengukuran Kesenjangan Antara Kondisi Existing dan Desain Project E-Government”, akan dibahas lebih mendalam tentang framework MITOS yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari ITPOSMOO dengan disesuaikan dengan kondisi e-Government di Indonesia
5. Daftar Pustaka [1]. M. Arief, “MITOS: Kerangka Kerja Pengukuran Kesenjangan Antara Kondisi Existing dan Desain Proyek E-Government", e-Indonesia Initiative 2008, 2123 Mei 2008, Jakarta [2]. C. K. Bertin, "Information Systems Implementation and IT-enabled Organisational Change in the Tourism Sector", Caribbean Technical and Advisory Support Facility (TASF) on eGovernment, UNDESA/ CARICAD [3].R. Heeks, "Assessing Success and Failure of eGovernment Projects: The Design— Reality/ITPOSMOO Method of Risk Assessment", IDPM, University of Manchester, UK [4]. R. Heeks, D. Mundi, A. Salazar, "Information Systems for Public Sector Management", Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, UK e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
4
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
5