eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 393-406 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
KERJASAMA INDONESIA – INGGRIS DALAM MULTISTAKEHOLDER FORESTRY PROGRAMME UNTUK MEMPERBAIKI TATA KELOLA HUTAN DI KALIMANTAN TIMUR Albert Stamos1 Abstrak Deforestation in Indonesia due to the lack of government attention impact on reduced of forest area and environmental damage. The cooperation between Indonesian government and UK government are supported forest governmance reform through Multistakeholder Forestry Programmed scheme. UK Provided 5 million punsterling grants that intended to improve forest governance by involved other stakeholders. This study aimed to describe and explain the result of aid cooperation UK to Indonesia, Multistakeholder Forestry Programme (MFP) with the aimed of improving forest governance in Indonesia, whiche in this study focused on one of the province of East Borneo. This Type of research is descriptive-analytic that is explained and analyzed how the cooperation between Indonesia and UK Scheme MFP work in Indonesia in general and particulary in East Borneo. This Study indicates that the cooperation between Indonesia and the UK are not separated from the interest of one of the parties to achieve one of the purposes. The outcome programmed of cooperation between Indonesia and the UK are implemented in one of the province in Indonesia, East Borneo, would be a benchmark for the implementation of this program in other areas that have forest resources. Kata Kunci: Indonesia-UK Programmed,East Borneo.
Cooperation,Multistakeholder
Forestry
Pendahuluan Indonesia adalah negara yang memiliki letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya negeri ini akan sumber daya alam dengan segala flora fauna dan potensi hidografis dan deposit sumber daya alamnya yang melimpah. Sumber daya alam negara ini berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, peternakan, perkebunan serta pertambangan dan energi.(http://www.indonesia.go.id) Indonesia adalah negeri yang berlimpah sumber daya alamnya, namun potret keadaan hutan dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kerusakan hutan masih tetap relatif tinggi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan sektor kehutanan yang sangat pesat dan 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
menggerakan ekspor bagi perekonomian pada awal periode 1980-an sampai akhir 1990-an telah mengorbankan hutan karena kegiatan eksploitasi yang tidak terkendali dan dilakukan secara masif tanpa memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan. (Http://green.kompasiana.com). Konesekuensinya Indonesia menjadi negera dengan emiter karbon terbesar ketiga didunia akibat hilangnya hutan karena terjadinya alih fungsi lahan hutan, kebakaran hutan, serta penebangan yang eksploitatif dan tidak terkontrol. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa deforestasi dan degradasi hutan terus terjadi akibat aktifitas pemanfaatan yang tidak terkendali. Penyebabnya tingginya deforestasi hutan Indonesia ditenggarai antaa lain karena konversi kawasan hutan untuk pembangunan sektor lain misalnya untuk perkebunan dan transmigrasi, perambahan dan okupasi lahan, kebakaran hutan dan yang paling signifikan adalah kegiatan pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal tersebut sangat bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang meluas diseluruh negara-negara khususnya negara berkembang.(Istiyah Sihsustiwi 2008:3) Kalimantan Timur adalah provinsi dengan luas hutan sekitar 10% dari luas daratan Indonesia. Pada saat ini wilayah hutan didominasi area bekas tebangan (logged over area), bekas bencana kebakaran hutan, perambahan, pertanian tradisional dan sebagainya sehingga banyak kawasan yang tidak produktif. Kalimantan Timur merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam batu bara yang melimpah, terbukti dari jumlah perusahaan batu bara yang sangat banyak berada diwilayah provinsi ini. Adanya eksploitasi yang dilakukan perusahaan batu bara ini dan proses penegakan hukum yang kurang efektif dalam tata kelola hutan tentusaja berdampak pada kondisi lingkungan di Kalimantan Timur. Inggris merupakan negara terpenting di Eropa Barat sebagai salah satu negara pengimpor kayu lapis terbesar dari Indonesia. Selain itu perhatian pemerintah Inggris terhadap pembangunan lingkungan dunia melalui DFID (Department For International Development) maupun melalui skema kerjasama bilateral antar pemerintah (Government to Government) maupun melalui skema multilateral. Kerjasama bilateral Indonesia-Inggris diawali pada tahun 1991 (dalam skema Overseas Development Asisstance- ODA), yakni proyek ”Integrated Forestry Radio Communication” dan ”Tropical Forest”.(http://www.dephut.go.id) Berlandaskan nota kesepakatan yang ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dan Inggris pada tanggal 12 Oktober 2000, Departemen Kehutanan dan DFID menandatangani Letter of Arrangemen pada tanggal 11 oktober 2007 oleh kedua belah pihak yang masing-masing ditandatangani oleh Sekertaris Jenderal Kementrian Kehutanan Boen M. Poernama dan Duta Besar Inggris untuk DFID Inggris dan Irlandia Utara Charles Humfrey CMG, dalam proyek hibah sebesar 5 juta Pounsterling untuk jangka waktu tiga tahun (2008-2011).( http://www.mfp.or.id) 408
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
Program ini bertujuan untuk mendukung reformasi tata kelola kehutanan dengan fokus pada negosiasi Perjanjian Kemitraan Sukarela dalam Penegakan Hukum Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT-VPA) dan antara Indonesia dan Uni Eropa. Tujuan program adalah untuk memperkuat pemerintah dan kemitraan masyarakat sipil di tingkat lokal dan nasional untuk membangun kapasitas, memberdayakan manajer komunitas hutan dan mengembangkan serta menerapkan kebijakan. Secara khusus, program ini bekerja untuk memelihara dan memperkuat jaringan Community Foundations di daerah yang telah didirikan dengan dukungan program sebelumnya. Selama tiga tahun, program ini bekerja dengan para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi dan melaksanakan reformasi tata pemerintah yang diperlukan dalam implementasi Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD). Skema Kemitraan terpadu diperlukan dimana implementasi semua rencana aksi dipantau secara ketat, sehingga rencana aksi individu tetap dalam rencana strategis MFP II. Skema ini akan mengikat dalam semua kegiatan ke arah mendukung tujuan dan mencapai tujuan utama, setiap program yang didukung pada tingkat nasional, regional, dan lokal, dan semua keterlibatan pemangku kepentingan dan pekerjaan mitra dalam skema kemitraan ini. Pengaturan untuk skema inisiatif dan kemitraan pembangunan digambarkan sebagai berikut.(http://www.mfp.or.id) 1. Strategi Kebijakan Nasional 2. Strategi Regional 3. Departement kehutanan dan Strategi Perjanjian Instansi Pemerintah Lainnya 4. Strategi Hibah Kecil MFP adalah Program bentuk kerjasama Indonesia dalam hal ini Kementrian Kehutanan dan Inggris dalam hal ini DFID bersama-sama berupaya untuk memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia, bekerjasama dengan instansi pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya termasuk masyarakat hutan, bersama-sama saling terlibat demi mewujudkan hutan yang lestari. Laju deforestasi yang cukup cepat disebabkan penegakan hukum yang belum mampu untuk memberantas pelanggaran hutan, kapasitas kelembagaan manajeman hutan yang belum memadai dan terjadinya tumpang tindih kebijakan pengelolaan hutan. Tata kelola hutan yang ada di Indonesia masih belum dapat menyempurnakan upaya untuk mengatasi permasalahan hutan saat ini sehingga pentingnya para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengatasi persoalan hutan yang terjadi. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana kerjasama Indonesia dan Inggris dalam Multistakeholder Forestry Programme untuk memperbaiki tata kelola hutan di Kalimantan Timur.
409
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
Kerangka Dasar Teori Bantuan Luar Negeri Salah satu insturmen yang sering digunakan dalam hubungan luar negeri adalah adanya bantuan luar negeri. Secara umum bantuan luar negeri adalah proses transfer barang atau dana dari suatu negara ke negara lain. Menurut teori Pearson dan Payasilian dalam buku pengantar Hubungan Internasional.(Umar Suryadi Bakri 1999:77) ”Aliran realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri adalah bukan untuk menunjukkan idealisma abstrak kemanusiaan tetapi untuk proyeksi power nasional. Bantuan luar negeri merupakan komponen penting bagi kebijakan keamanan nasional” Bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant), pinjaman luar negeri (loan) atau kerjasama teknik yang diberikan oleh negara-negara donor atau badang-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri. Bantuan luar negari adalah segala sesuatu yang berurusan dengan pemindahan sumber-sumber kebendaan material dan jasa-jasa dari negara tertentu terhadap negara lainnya yang memerlukan dalam suatu ikatan transaksi berbentuk pinjaman, pemberian dan penanaman modal asing. Bantuan luar negeri dapat diartikan juga transfer sumber-sumber keuangan yang dimiliki atau dijamin oleh suatu negara ke satu atau lebih negara berkembang, baik dalam bentuk subsidi komoditi dan barang oleh negara donor. Bantuan luar negeri dapat datang langsung dari sebuah negara (disebut bantuan bilateral) atau dari organisasi internasional atau konsorsium dana lainnya yang mengumpulkan dana dari beberapa negara donor (disebut bantuan negara multilateral).(Walter S John 1992:233) Bantuan luar negeri umumnya tidak ditujukan untuk kepentingan politik jangka pendek melainkan untuk prinsip-prinsip kemanusian atau pembangunan ekonomi jangka panjang. Dalam jangka panjang bantuan luar negeri dimaksudkan untuk membantu menjamin beberapa tujuan politik negara donor yang tidak dapat dicapai hanya melalui diplomasi, propoganda atau kebijakan publik.(Umar Suryadi Bakri 1999:77) Holsti membagi program bantuan luar negeri kedalam empat jenis, yaitu (http://pustaka.unpad.ac.id) 1. Bantuan Militar; 2. Bantuan Teknik; 3. Grant dan Program Komoditi Impor; 4. Pinjaman Pembangunan Alasan diberikannya bantuan luar negeri oleh suatu negara atau institusi tertentu terutama ialah Self-Interest politik, strategi, dan ekonomi, sekalipun pada umumnya alasan itu berupa motivasi moral dan bantuan kemanusiaan atau badan untuk kesinambungan proses hubungan komplenasi dan pembangunan 410
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
bantuan luar negeri selama periode tertentu yang menunjukan bahwa donor atau lembaga-lembaga kredit internasional membantu tanpa mengharapkan keuntungan tertentu. Perdebatan HI antara Neorealisme dan Neoliberalisme mengingatkan akan adanya keuntungan dari kerjasama internasional. Dua macam Relative gains merupakan suatu kondisi dimana besarnya keuntungan yang didapatkan oleh negara dalam suatu kerjasama bergantung besarnya power yang dimilikinya, sedangkan Absolute gains merupakan suatu kondisi dimana masing-masing pihak dalam suatu kerjasama internasional sama-sama memperoleh hasil yang sama atau bagi rata.(web.unair.ac.id) Progam bantuan luar negeri biasanya saling menguntungkan kedua pihak. Pihak penerima memperoleh pinjaman dana, perlengkapan, pengetahuan yang diharapkan mampu mengikuti dinamika ekonomi modern, stabilitas politik dan keamanan militer. Sedangkan pihak pemberi atau donor tanpa memperhitungkan jenis-jenis persyaratannya selalu mengharapkan keuntungan politik dan ekonomi baik langsung maupun jangka panjang, yang tidak bisa diperoleh sepenuhnya melalui diplomasi, propoganda, atau kebijakan militer. (Umar Bakrie 1999:83) Pada umumnya meskipun aktor-aktor internasional selain negara berusaha berinteraksi, akan tetapi bantuan ini dibatasi dan dipengaruhi oleh pemerintah setempat, dimana proses interaksi terjadi di negara tersebut. Sehingga, dengan sendirinya kelangsungan interaksi yang dilakukan oleh aktoraktor non-negara tersebut tetap mendapatkan pengawasan oleh pemerintah atau negara setempat, meskipun aktor-aktor tersebut mempunyai kemampuan untuk melibatkan diri secara langsung dalam hubungan internasional.(K.J Holsti 1988:159) Pengaruh pada dasarnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Sejumlah pemerintah atau negarawan mungkin mencari pengaruh demi kepentingan sendiri tetapi pada umumnya hal itu hanyalah sifat instrumental, persis seperti uang. Mereka menggunakannya untuk mencapai atau mempertahankan tujuan lain yang mungkin mencakup gengsi, wilayah, jiwa bahan mentah, keamanan atau persekutuan.Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang lengkap dan jelas serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. Ada beberapa negara yang memberikan hibah untuk Indonesia dalam rangka penyelamatan kondisi lingkungan antara lain Amerika, Jerman, Norwegia dan Inggris. Dana ini diberikan sebagai upaya mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi di dunia ini dan bukti kontribusi negaranegara maju untuk mencegah, menanggulangi dan memperbaiki kerusakan 411
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
lingkungan yang sedang terjadi pada saaat ini. MFP adalah skema kerjasama Indonesia dan Inggris dalam mengatasi permasalahan tata kelola hutan. Dalam hal ini Inggris memberikan hibah untuk mendanai kebutuhan teknis dan strategi yang akan dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan yang terkait. Kemitraan Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong-royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo, kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.(Soekidjo Notoadmodjo 2003:99) Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum meliputi:(http://lontar.ui.ac.id) a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”. b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama. c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing. d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu: a. Prinsip Kesetaraan (Equity). b. Prinsip Keterbukaan. c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit). Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy, ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu: (Berlyr Levinger dan Jean Mulroy 2004: 248) 1. Potential Partnership.. 2. Nascent Partnership. 3. Complementary Partnership.. 4. Synergistic Partnership. Tata Kelola Hutan Pengelolaan merupakan suatu usaha yang didalamnya meliputi beberapa aspek, seperti perencanaan, organisasi pelaksanaan, implementasi, monitoring, 412
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
dan evaluasi yang setiap fungsi saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Pengelolaan hutan bertujuan untuk menghasilkan sesuatu yang dikelola, sedangkan hutan berisi berbagai kehidupan yang saling ketergantungan. Keakuratan pengelolaan hutan, terutama hutan tanaman secara menyeluruh, memerlukan banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena makin banyak tuntutan terhadap fungsi hutan.(Arifin Arif 2001:93) Tata kelola (governance) tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sebagai unsur utama. (www.mongabay.co.id/tata-kelolaprinsip-tata-kelola-yang-baik) World Governance Assessment (WGA) mendefinisikan tata kelola sebagai ”the formation and stewardship of the formal and informal rules that regulate the public realm, the arena which state as well as economic and societal actors interact to make decisions.” (Abdul Wahid Situmorang 2013:39) Rameststeiner mendefinisikan “tata kelola hutan” untuk menggambarkan;“The way in which people and organizations rule and regulate forest. This relates to how they allocate and secure acces to rights over, and benefits from forest, including the planning, monitoring, and control of their use, management, and conservation” Berdasarkan definisi diatas dapat diidentifikasi sejumlah building blocks yang harus masuk dalam konsep tata kelola hutan, yaitu: seperangkat aturan hukum yang koheren dan jelas baik dalam sektor kehutanan dan antar sektor; implementasi hukum berjalan secara efektif; aturan mengenai proses pengambilan keputusan; pengaturan yang jelas dan terkait dengan mandat masing-masing pihak termasuk pemerintah dalam setiap tingkatan, masyarakat, bisnis dan LSM dalam pengelolaan hutan; dan kemampuan staf menjalankan tugas yang diberikan kepada mereka. Tata kelola hutan dan lahan mengacu pada proses mekanisme, aturan dan lembaga untuk memutuskan bagaimana lahan dan hutan yang dikelola. Mekanisme tata kelola dapat bersifat top-down, hukum formal, kebijakan, atau program pemerintah untuk mengatur pemanfaatan lahan dan hutan atau sebaliknya, bottom-up, seperti yang dilakukan oleh masyarakat dalam skema pemantauan informal yang menentukan bagaimana hutan, tanah dan sumber daya alam dimanfaatkan.(http://www.mongabay.co.id/bagaimana-tata-kelolahutan-harusnya -dilakukan/) Menurut UNDP, ada sejumlah prasyarat lainnya yang perlu dipertimbangkan secara serius dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, yaitu;(Abdul Wahid Situmorang 2013:21) Kelembagaan pengelolaan hutan yang efektif dengan peran dan tanggungjawab didefinisikan secara jelas. Kebijakan dan aturan yang memadai, termasuk aturan dan mekanisme pengaturan lahan yang jelas. 413
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
Perencanaan pengunaan lahan yang transparan. Pengelolaan dan distribusi pendapatan hutan yang berkeadilan. Insentif ekonomi untuk masyarakat lokal dan adat. Mekanisme dan otoritas untuk melaksanakan dan menegakan hukum dan kebijakan. Kemampuan pengawasan. Akses dan kemampuan mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Lemahnya kelembagaan kehutanan pada gilirannya merapuhkan sistem pengamanan asset sumberdaya hutan oleh pemerintah. Pemerintah (dan Pemerintah daerah) cenderung menjalankan administrasi perizinan pemanfaatan hutan. Sebaliknya, walaupun telah dimandatkan dalam Undangundang No. 41 tahun 1999, belum ada kebijakan yang kuat dan terarah untuk membentuk organisasi pemerintah yang berfungsi mengelola hutan ditingkat lapangan. Akibatnya, dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan tidak tersedia informasi yang cukup, sehingga secara de facto hutan dikuasai para pemegang izin. Apabila izin berakhir atau tidak berjalan, hutan tersebut dalam kondisi terbuka (open acces) yang memudahkan siapapun memanfaatkan tanpa kontrol dan kemudian terjadi kerusakan secara besar-besaran.(Haryanto Putro 2011:8) Tata kelola hutan yang tepat dapat menjaga kelestarian hutan. Tantangan yang dihadapi adalah, Sumber Daya Manusia (SDM) yang ditugaskan menangani lahan kehutanan Indonesia tidak paham mengelola lahan kehutanan yang benar, yang sebenarnya tidak sulit asalkan bekerja secara sistematik per unit homogen.(Porkas Sagala 2006:634) Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltitian ini adalah deskriptif analitik dimana metode yang digunakan dengan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dan dianalisis dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian seseorang, lembaga dan lain-lain. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer yaitu data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelaahan studi kepustakaan dan hasil browsing data melalui jaringan internet dan data primer adalah data yang diperoleh dari institusi pemerintah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka dan studi lapangan untuk mendapatkan informasi berdasarkan informan. Teknik analisis yang digunakan teknik analisis data kualitatif yaitu penulis menganalisis data sekunder dan primer yang kemudian dengan menggunakan teori dan konsep yang dapat digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena atau kejadian yang sedang diteliti oleh penulis yaitu analisis Program MFP di Indonesia di bidang tata kelola Hutan.
414
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
Hasil Penelitian Kerjasama Indonesia – Inggris dalam Multistakeholder Forestry Programme Indonesia dipandang dunia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah juga menjadi negaradengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Negara ini bahkan tercatat pada Gueiness Book of Record, sebagai negara dengan laju penebangan liar tercepat, dimana 2% (atau sekitar 2 juta Ha) dari total hutan keseluruhan di Indonesia menghilang setiap tahunnya.(www.globalforestwatch.org) Keadaan ini tak lepas dari permasalahan yang dialami Indonesia akibat permasalahan tata kelola hutan yang telah dijelaskan sebelumnya diatas yang masih kurang efektif dan menimbulkan dampak negatif. Sehubungan dengan itu, terkait kondisi yang terjadi, ini mendapat respon positif dari pemerintah Inggris sebagai salah satu negara yang memiliki perhatian besar terhadap kondisi hutan didunia dan mendukung implementasi REDD+. Peran Inggris sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB menjadikannya sangat berpengaruh dalam penerapan kebijakan persemakmuran untuk dunia. Negara ini juga merupakan salah satu aktor yang paling berpengaruh di kawasan Uni Eropa. Bagi Inggris, hubungan dengan negaranegara Eropa khususnya Uni Eropa merupakan prioritas utama karena negara ini menganggap stabilitas di kawasan Eropa akan menciptakan suatu kesejahteraan di kawasan ini.(www.kemlu.go.id) Salah satu tindakan untuk dunia adalah upaya menjalin kerjasama dengan negara-negara lain diluar Eropa yang terlibat dalam upaya untuk menciptakan kondisi ekonomi yang stabil bagi kawasan ini. Inggris memiliki departemen yang terlibat dalam proses pemenuhan kebijakan kerjasama terkait pembangunan dunia. Kebijakan kerjasama pembangunan internasional negara ini utamanya ditujukan kepada negaranegara miskin dikawasan Afrika dan Asia Selatan. Inggris memberikan berbagai bantuan finansial kepada negara-negara berkembang terkait isu yang menjadi agenda prioritas pemerintahan Inggris pada saat ini yaitu perjuangan melawan pemanasan global. Bantuan yang diberikan Inggris untuk Indonesia terkait dengan upaya untuk melawan pemanasan global adalah berupa dana hibah dalam skema kerja kehutanan multipihak. Bantuan ini diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki tata hutan tropis yang dimiliki oleh Indonesia yang berpotensi sangat penting baik bagi dunia maupun bagi kawasan Asia. Negara ini memberikan bantuan berupa hibah kepada Indonesia dalam bentuk kesepakatan jangka panjang yang sampai pada saat ini masih berlangsung. Hibah ini diharapkan dapat menciptakan sinergi antara para pemangku kepentingan agar dapat bekerja bersama-sama dalam menciptakan perubahan reformasi tata kelola hutan guna menyelamatkan hutan untuk keberlanjutan ekosistem yang ramah lingkungan. Inggris melalui DFID
415
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
menyalurkan dana dan bekerjasama dengan LSM dari Indonesia sebagai penyalur dana kepada mitra kerja lain di Indonesia. 1. Pemberian Dana Dana hibah merupakan salah satu instrumen yang paling penting didalam berlangsungnya program kehutanan multipihak ini. Adapun dana ini dikelola oleh kedua negara dalam bentuk program kerjasama multipihak untuk membangun mekanisme kelembagaan untuk memberikan hibah langsung kepada mitra nasional, daerah, dan lokal. Dalam pemberian bantuan luar negeri ini sesuai dengan Letter of Arrangement bahwa dana hibah yang diberikan tergolong kedalam bantuan jangka panjang. Pencairan dana tersebut dimulai dari 11 oktober 2007 dan berakhir pada 11 oktober 2010. Pelaksanaan Kegiatan MFP II selama 2 periode yaitu April 2008 - Maret 2009 dan April 2009 - Maret 2010 telah menyerap dana sebesar £ 1.389.982 atau Rp.23.583.891.992, Jumlah ini berarti 90.32% dari anggaran yang direncanakan selama 2 periode tersebut yaitu £ 1.538.928. Total anggaran yang dikelola oleh service provider (Yayasan KEHATI) berdasarkan Agreement adalah £ 1.700.000, sedangkan sampai dengan Maret 2010 dana yang telah diterima oleh Yayasan KEHATI adalah sebesar £ 1.391.199, sehingga sisa dana kegiatan adalah sebesar £ 308.801. Proses Perjalanan MFP Transisi yang dimulai sejak 11 November 2010 sampai dengan 30 Juni 2012 dimulai dengan anggaran sebesar £ 1,900,000. Program MFP Tranisisi sampai 31 Desember 2013 mengalami 3 (tiga) kali perpanjangan (amendment) yaitu : a) Amandemen I yaitu bulan July 2012 dengan tambahan dana sebesar £ 706,055 dengan durasi waktu menjadi 30 Desember 2012. Total anggaran sampai dengan Desember 2012 menjadi £ 2,606,055 b) Amandemen II pada awal Desember 2012, program ini diperpanjang lagi sampai 31 Maret 2013 dengan tambahan dana sebesar £ 587,135 menjadi total anggaran sebesar £ 3,193,190. c) Amandemen III yaitu tanggal 23 Maret 2013, UKCCU kembali membuat komitmen baru untuk program MFP II Transisi dengan perpanjangan waktu sampai 31 Desember 2013 dengan tambahan dana sebesar £ 1,597,689 sehingga total anggaran yang dikelola Yayasan KEHATI dalam program MFP II Transisi menjadi £ 4,790,879. 2. Multistakeholder Forestry Programme di Kalimantan Timur Kerjasama MFP II mengadopsi pendekatan berbasis wilayah yang sama dengan tahap pertama sebelumnya, yang bekerja melalui mitra yang ada di lokasi proyek seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Melalui Yayasan KEHATI sebagai Service Provider bersama seluruh stakeholders terkait dalam melaksanakan program MFP II memfokuskan pada pengembangan dan implementasi Sistem Verifikasi 416
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
Legalitas Kayu (SVLK) dalam pengelolaan hutan lestari di Indonesia menuju tata-kelola kehutanan yang baik. Dalam rangka mewujudkan tata-kelola kehutanan yang lestari tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan telah menetapkan secara wajib (mandatory) pelaksanaan SVLK berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009. Membangun hutan adalah program jangka panjang karena hasilnya akan kita lihat bukan satu dua tahun tapi bisa puluhan tahun. Oleh karena itu membangun hutan memerlukan keterlibatan dan partisipasi dari aktor-aktor yang berhubungan secara langsung dan dekat dengan lokasi pembangunan hutan. Keberhasilan pembangunan hutan akan sulit kita harapkan apabila keterlibatan dan partisipasi yang lebih besar dari aktor-aktor yang tidak merasakan dampak langsung dari kegagalan program pembangunan hutan.(Rahmi Hidayati D, Chareles Tambunan, Agung Nugraha, Iwanaminudin 2006:193) Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi bagian dari uji coba implementasi SVLK. Sebelum sistem ini diimplementasikan diseluruh areal hutan di wilayah Indonesia, terlebih dulu diadakan beberapa kegiatan persiapan pengimplementasian sampai dengan tahap pelaksanaan program. Kegiatan yang dimaksud ini antara lain meliputi: 1. Sosialisasi mengenai SVLK Sosialisasi dilakukan kepada seluruh stakeholders di Kalimantan Timur, terutama kepada unit manajemen yang akan mengimplementasikan SVLK. Sosialisasi ini diwujudkan dalam bentuk seminar yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan terkait dengan beberapa harapan pencapaian kedepannya. Sosialisasi ini bertujuan memberikan pemahaman awal mengenai akan diimplementasikannya SVLK diseluruh Unit Manajemen, sebagai salah satu instrument yang wajib diikuti untuk menciptakan proses legalitas dalam hal produksi dan peredaran hasil hutan kayu. 2. Pelaksanaan uji coba implementasi SVLK di Kalimantan Timur yang dilakukan di areal IPHHK/HPH Hutan Alam PT Balikpapan Forest Industry (PT. BFI) di Kabupaten Paser dan industrinya, yaitu pabrik kayu lapis di Balikpapan. 3. Pelatihan auditor Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) melalui training di Pusdiklat setempat. Pada pelatihan ini peserta dibekali dengan pemahaman yang komprehensif tentang mekanisme penyampaian dan penyelesaian keluhan dan banding dalam implementasi SVLK Terkait ujicoba yang telah dilaksanakan, diharapkan kegiatan ini dapat memberikan manfaat kepada masing masing pihak yang terlibat. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi Auditor/Verifikator, uji coba ini dapat menggambarkan berbagai kemungkinan apakah standar legalitas yang akan diterapkan ini apakah dapat diaplikasikan pada unit manajemen hutan maupun pada unit manajemen industri.
417
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
2. Bagi aparat pemerintah pusat dan daerah, uji coba ini untuk mengetahui apakah peraturan yang sudah dituangkan dalam bentuk standar tersebut masih terdapat kekurangan-kekurangan dan dapat disempurnakan ke dalam peraturan pelaksanaannya. 3. Bagi perusahaan, untuk mengetahui kesiapan apakah unit manajemennya sudah siap dengan standar legalitas yang ada, dan dapat menjelaskan tentang apa kekurangannya dan bagaimana menutupi kekurangan tersebut. 4. Bagi pengamat, uji coba ini juga bermanfaat untuk mengetahui bagaimana sistem ini bisa dilaksanakan, peran apa yang akan dimainkan oleh pengamat, kemungkinan celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan dan bahan untuk menyusun pedoman dalam proses pemantauan. Berdasarkan upaya dalam rangka uji coba sistem terbaru ini, ternyata didalam perjalanannya tidak semua berjalan dengan lacar. Terjadi hambatanhambatan lain dalam proses penerapan sistem ini. Hambatan tersebut antara lain : 1. Sehubungan dengan kegiatan teknis di lapangan, sangat luasnya lingkup kerja dalam prioritas program kerja Kemenhut menyebabkan proses internalisasi SVLK belum memadai dan berpotensi memperlambat proses yang ada, dan menjadi in-efisiensi. 2. Pengaduan keluhan/keberatan pihak terkait terhadap implementasi SVLK. 3. Belum harmonis dan sinergisnya kebijakan SVLK dengan beberapa kebijakan dan aturan lain yang terkait, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Hasil Hutan pada Hutan Produksi, Permenhut No 55 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman, Permenhut Nomer P.51 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan 2010-2014, Permendag Nomer 20 Tahun 2009 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, danbeberapa kebijakan lain. 4. Adanya Indikasi proses sertifikasi yang tidak berjalan efektif dari salah satu Lembaga Sosial Masyarakt yang harus dikaji ulang untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses implementasi SVLK. Kurang lebih pada saat ini terdapat sekitar 31 Unit masih dalam proses perizinan untuk diimplementasikannya sistem ini dan diharapkan proses ini segera terselesaikan. 3. Pelaksanaan Multistakeholder Forestry Programme Sebagai bagian dari negara Uni Eropa yang telah mengimplementasikan FLEGT/VPA. Inggris berharap agar Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu dapat menjadikan hasil kayu yang dimiliki menjadi hasil kayu yang legal sesuai standar yang telah ditentukan standar internasional. Sehubungan dengan permasalahan dalam negeri yang dimiliki oleh Indonesia berkaitan dengan lingkungan, dalam hal ini terkait pembalakan liar, Inggris 418
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
sebagai negara terpenting di Eropa dan salah satu negara pengimpor kayu lapis terbesar dari Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar akan pemasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Sehubungan dengan itu Inggris memberikan bantuan berupa hibah kepada Indonesia dengan harapan bahwa bantuan ini dapat menjadi bagian dari upaya bersama untuk perbaikan lingkungan global khususnya disektor kehutanan, dan disamping itu juga bantuan ini sebagai wujud reformasi tata kelola hutan yang lestari dan berkelanjutan. Kebijakan luar negeri Inggris sudah jelas bahwa negara ini juga berupaya untuk berjuang memperbaiki perubahan iklim global akibat dari pemanasan global. Diharapkan juga didalam kerjasama ini selain membantu kebijakan negara Indonesia, secara tidak langsung dapat memperbaiki sistem yang ada sehingga proses pemanasan global dapat berkurang seiring dengan perbaikan sistem yang ada selama ini. Bagi Indonesia, kesempatan ini merupakan suatu kesempatan yang baik karena selain mendapatkan dana untuk memperbaiki tata kelola hutan, kerjasama ini juga dapat meningkatkan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara di Eropa. Masing-masing negara memiliki keuntungan relatif dengan diadakan kerjasama ini. Keuntungan yang didapat Inggris antara lain : 1. Sebagai salah satu negara industri yang turut bertanggung jawab terhadap kondisi perubahan iklim dan pemanasan global, Inggris mampu membantu negara-negara berkembang yang terkait didalam hal ini adalah Indonesia dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan yang telah terjadi pada saat ini. 2. Inggris sebagai salah satu negara yang melaksanakan inisiatif mekanisme kredit karbon, dengan memberikan bantuan berupa dana kepada negara yang memiliki hutan tropis yang dalam hal ini adalah Indonesia. Kegiatan ini sebagai upaya negara untuk mengurangi emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan. 3. Sehubungan dengan kerjasama ini, Inggris dapat meningkatkan kepercayaan negara-negara Uni Eropa akan standar resmi legalitas kayu asal Indonesia. 4. Mengikat kerjasama antara Indonesia dan negara Uni Eropa didalam ekspor kayu. Sedangkan keuntungan yang didapat Indonesia adalah : 1. Indonesia mendapat bantuan dana dari Inggris untuk mengatasi permasalahan dibidang lingkungan. 2. Dana yang didapat dari Indonesia ini dapat memberikan pendanaan kepada lembaga terkait untuk memperlancar pelaksanaan reformasi tata kelola hutan. 3. Indonesia menjadi objek bagian dari upaya Inggris dalam rangka meningkatkan standar resmi legalitas kayu setara dengan standar negara-negara lain.
419
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
4. Mengurangi tingkat kerugian negara akibat pembalakan liar dan memperkokoh proses penambahan devisa negara. Sehubungan dengan sistem yang lahir dari kerjasama ini, Inggris yang merupakan pengimpor kayu terbesar asal Indonesia secara tidak langsung ingin mengikat Indonesia dalam lingkup kerjasama bilateral dimana selain memperbaiki kondisi lingkungan global, Inggris juga ingin menguasai pangsa pasar kayu asal Indonesia. Indonesia sebagai negara penerima bantuan berupaya secara optimal menerima kesempatan yang telah terjalin dengan memanfaatkan sebaik-baiknya peluang ini. Pelaksanaan kerjasama ini tidak lepas dari semua keterlibatan para pemangku kepentingan dalam mensinergikan tugas-tugas yang telah dipercayakan sebagai upaya pencapaian program. Mengingat kawasan hutan sedemikian luas dan terkait dengan pihak-pihak lain serta stakeholders, maka pengawasan secara langsung terhadap semua pihak merupakan pekerjaan yang tidak mungkin dapat dilakukan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka kebijakan pengelolaan hutan harus ditujukan untuk membangun kesadaran bersama akan pentingnya kelestarian fungsi hutan.( Ir. Arifin Arief 2001:93) Pelaksanaan program ini terkait dengan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan terkait. Adapun instrumen pelaksana MFP dikelola sebagai berikut: 1. Yayasan Kehati selaku Service Provider pengelola hibah, memfasilitasi kemitraan antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil serta mendukung analisis kebijakan dan pembangunan. 2. DFID selaku pemberi bantuan dana program ini. Bantuan dana berupa hibah ini merupakan salah satu instrumen terpenting didalam berlangsungnya program ini. 3. Kementrian Kehutanan selaku instansi utama yang memandu semua kegiatan yang dilakukan oleh mitra kerja yang lain baik lingkup regional maupun lokal dalam pembentukan kebijakan dan pengambilan keputusan. 4. Kementrian-Kementrian lain seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian keuangan, dan Bea Cukai sebagai stakeholder yang terlibat revisi dalam perumusan peraturan perundang-undangan sehubungan dengan proses pelaksanaan pencapaian program. 5. Dinas Kehutanan Provinsi sebagai instasi pemerintah daerah yang merangkul lembaga non pemerintah setempat dalam mendorong mitra-mitra yang lain untuk bekerja sama membantu dalam proses pelaksanaan program. 6. Mitra-mitra dan lembaga non pemerintah seperti Lembaga Swadaya masyarakat dan Asosiasi Industri Kayu yang berperan dalam menyiapkan calon peserta pelatihan 7. Unit Manajemen Program selaku penanggungjawab output dan memastikan terpenuhinya target capaian kegiatan. 8. Unit Manajemen Hutan Rakyat dan industri sebagai pelaksana program.
420
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
9. Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) sebagai satuan pelaksana program pelatihan selaku mitra kerja yang mengadakan berbagai pelatihan terkait kesiapan para auditor dalam proses implementasi SVLK di lapangan. 10. Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan Perhimpunan Lingkar Pembaruan Pedesaan dan Agraria (KARSA) selaku lembaga yang melakukan studi dan kajian terhadap implementasi Sistem Vertifikasi Legalitas Kayu. 11. Independent Forest Mandatory (IFM) selaku pemantau yang memastikan akuntabilitas dan kredibilitas SVLK serta menjadi ruang partisipasi masyarakat sipil dalam menuju Good Forestry Governance. Terkait pelaksanaan dari Program MFP II, Pengelolaan keuangan pada tataran Mitra MFP menjadi salah satu kunci keberhasilan yang cukup signifikan terhadap program selama ini. Namun demikian, dalam implementasinya terdapat kendala. Beberapa kendala yang ditemukan oleh team keuangan dalam melakukan monitoring, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Belum siapnya agenda program di beberapa mitra yang disebabkan oleh staff yang terlibat masih terikat dengan kegiatan lain di lembaga itu sendiri. 2. Luasnya wilayah kerja program, sehingga dibeberapa mitra agak sulit melakukan koordinasi pelaporan keuangan, baik itu dalam melengkapi dokumen keuangan maupun pelaporan penggunaannya. 3. Masih belum dimilikinya standar format keuangan maupun dokumen pendukung keuangan yang menyebabkan banyak koreksi dan kesalahan dalam pelaporan keuangan. 4. Keterbatasan pengetahuan akan prinsip-prinsip keuangan oleh staff keuangan sedikit memperlambat pelaporan keuangan 5. Pendeknya waktu kerja sama dengan mitra. Dibeberapa mitra dengan waktu yang tersedia serta dengan wilayah kerja yang cukup luas, akan sangat sulit mencapai target kerja apalagi ditemukan beberapa kendala yang menyebabkan tertundanya program lanjutan. Kemajuan yang didapat di provinsi Kalimantan Timur terkait hasil kerjasama MFP ini adalah kesuksesan sistem vertifikasi kayu yang telah diimplementasikan secara menyeluruh hampir di setiap unit hutan. Sistem verfitikasi yang merupakan standar baku yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut dapat menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan terkait khususnya perumus kebijakan untuk merumuskan rencana strategis guna memperoleh tata kelola hutan yang berkelanjutan. Unit hutan yang telah mengimplementasikan SVLK di Kalimantan Timur merupakan road map dalam memenuhi target utama kerjasama Indonesia-Inggris untuk menekan kerusakan hutan akibat laju deforestasi dan mengoptimalkan tata hutan yang lestari.
421
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
Pencapaian Multistakeholder Forestry Programme Secara keseluruhan di Indonesia MFP II memiliki beberapa pencapaian, terhitung dari tahun 2008 sampai dengan 2013. Hasil-hasil pencapaian tersebut secara tidak langsung secara keseluruhan berdampak pada semua daerah diseluruh Indonesia khususnya yang bergerak di sektor kehutanan karena hasil yang dicapai berlaku secara nasional. Hasil pencapaian program adalah sebagai berikut : 1. MFP bersama-sama dengan Pusdiklat dan LEI kemudian mengembangkan strategi penyiapan auditor yang lebih sistematis dengan mengembangkan materi pelatihan bagi calon auditor. MFP II menunjuk LEI untuk memfasilitasi pengembangan kurikulum dan silabus peningkatan kapasitas stakeholder. Kegiatan ini berhasil menyusun draft final kurikulum yang saat ini dikemas menjadi enam judul kurikulum dan silabus, yaitu: 2. Menghasilkan 350 calon auditor yang dilatih untuk memberikan auditor bersertifikat. 3. Menghasilkan 364 fasilitator dilatih untuk mendukung UKM dan Unit Pengelolaan Hutan Skala Kecil fasilitasi dalam menerapkan sertifikasi. 4. Menghasilkan 90 penyuluh kehutanan dilatih untuk mendukung percepatan sertifikasi dalam satuan pengelolaan hutan. 5. Menghasilkan 123 orang yang dilatih untuk mendukung Timber Inventory System (sebagai emiten SKAU + FAKO). 6. Menghasilkan 206 orang dari Independent Forest Monitoring (IFM) yang dilatih di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua untuk mendukung ketersediaan pekerja lapangan IFM. 7. Menghasilkan 21 Unit Pengelolaan Hutan Skala Kecil yang telah disertifikasi melalui dukungan MFP dan fasilitasi, meliputi 11, 701,59 hektar kawasan hutan masyarakat dan berdampak petani hutan 29,844 untuk mendukung ketersediaan kawasan hutan produksi untuk memperoleh sertifikasi. 8. Menghasilkan 7 UKM dan beberapa industri berbasis kayu yang telah diserfitikasi melalui dukungan dan fasilitas dari MFP, berdampak kepada lebih dari 300 keluarga yang mendukung ketersediaan produk kayu bersertifikat. 9. Lebih dari 50 rangkaian pertemuan diadakan oleh MFP II untuk membahas revisi peraturan menyangkut kebijakan yang sesuai dengan capaian program yaitu menciptakan tata kelola hutan yang lestari. Kerjasama Indonesia dan Inggris dalam skema MFP telah berjalan lebih dari satu dekade dan terus dikembangkan hingga sampai saat ini. Adapun yang telah dicapai pada tahap kedua ini adalah pada fokus pengembangan SVLK untuk mendukung pengelolaan hutan produksi lestari di daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya hutan di Indonesia. Kerjasama ini berdampak pada tingkat atau laju deforestasi yang dapat di kendalikan sehubungan dengan lahirnya kebijakan yang bekerja pada pelaksanaan pengelolaan lahan dan hutan. Lahan dan hutan yang terkendali 422
Kerjasama Indonesia-Inggris dalam Tata Kelola Hutan di Kaltim (Albert Stamos)
secara optimal dapat menekan angka kerusakan akibat deforestasi hutan. Semoga skema kerjasama ini kedepan dapat mendukung pemerintah Indonesia dalam rangka memperkuat hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya dan meningkatkan tata laksana kehutanan. Kesimpulan Kerjasama yang terjalin antara Indonesia dan Inggris dalam Multistakeholder Forestry Programme merupakan kerjasama yang telah berjalan lebih dari satu dekade dan telah menciptakan kebijakan baru mengenai tata kelola hutan. Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi yang terlibat dalam pencapaian tujuan dari program kerjasama ini dalam reformasi tata kelola hutan dimana hampir semua unit hutan yang ada mengimplementasikan kebijakan yang dibuat berdasarkan program ini. Pelaksanaan program dalam kerjasama ini tentunya memiliki perbaikan untuk kedepannya dimana pemangku kepentingan yang terkait baik itu instansi pemerintah, LSM dan mitra kerja yang lain belum secara maksimal dalam melaksanakan fungsi dan tugas mereka baik itu dari segi pelaksanaan, pembuatan laporan dan sebagainya. Masih adanya indikasi-indikasi tindakan yang menyimpang yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan terkait dari segi pelaksanaan kebijakan dilapangan. Adapun pemanfaatan kawasan hutan yang ada di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur menjadi lebih dapat dikendalikan sehubungan dengan diimplementasikannya kebijakan hasil dari kerjasama Indonesia-Inggris dalam MFP. Pelaksanaan Sistem Vertifikasi Legalitas Kayu yang sudah menjadi kewajiban sesuai dengan peranturan perundang-undangan, dapat diimplementasikan disetiap unit hutan dalam upaya penyempurnaan reformasi tata kelola hutan dalam rangka meningkatkan upaya menekan aktifitas pelanggaran hutan dan meningkatakan kapasitas manajemen kelembagaan hutan. Indonesia masih bergantung pada dana hibah yang diberikan oleh pemerintah Inggris untuk memperbaiki permasalahan intenal negara dan secara tidak langsung kebijakan negara kita dikendalikan oleh kepentingan pihak asing. Referensi Buku: Arief, Arifin. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisisus : Yogyakarta Bakri, Umar Suryadi. 1999. Pengantar Hubungan Internasional. Jakarta: Jayabaya Universitas Press. John, Walter S. 1992. Logika Hubungan Internasional : Persepsi Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
423
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 407-424
Jackson, Robert and Sorensen, Geoirg. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Belajar. KJ. Holsti.1988. Politik Internasional terjemahan M Tahrir Azhary. Jakarta: Erlangga. Levinger, Berlyl and Jean Mulroy. 2004. A Partnership Model for Public Health : Five variabels for Produktiv Collaboration. Washington, DC : Pact Publications. Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, Porkas.2002. Mengelola Lahan Kehutanan yang benar. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta Situmorang, Abdul Wahid Dkk. 2013. Indeks Tata kelola Hutan, Lahan dan REDD+2012 Di Indonesia . UNDP Indonesia Skripsi Sishustiwi, Istiyah. Kerjasama Indonesia dan Uni Eropa dalam pemberantasan pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal di Indonesia. Media Internet: Dewi Utariah Dra, Ekonomi Sebagai Instrumen Politik Luar negeri diunduh dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/ekonomi_sebagai_instrumen_politik_luar_neg ri.pdf Elvina dan Yudith, Neorealisme vs Neoliberalisme : suatu perdebatan kontemporer diunduh dari http://elvina-yudith-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-97184SOH%20201-Neorealisme%20vs%Neoliberalisme:%20Suatu%20 Perdebatan%20Kontemporer.html Informasi kerjasama Bilateral diunduh dari http://www.dephut.go.id/uploads/files/e39c92c96c4251883039778ba8a 70668.pdf Latar belakang terdapat di http://www.mfp.or.id/eng/?page_id=764 Multistakeholder Forestry Scemme diunduh di http://www.mfp.or.id/wp-content/uploads/2008/11/pm.pdf Mongabay. Bagaimana Tata Kelola Hutan Harusnya Dilakukan ? diakses dari www.mongabay.co.id/bagaimana-tata-kelola-hutan-harusnya dilakukan / Sumber daya Alam terdapat di http://www.indonesia.go.id/in/potensi-daerah/sumber-daya-alam
424