Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
Juli 2015
APAKAH KPH DAPAT MEMPERBAIKI TATA KELOLA HUTAN INDONESIA? Eno Suwarno Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Jl. Yos Sudarso Km. 8 Rumbai Pekanbaru Telp./Fax. (0761) 54092 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Since the early 2000s, Forestry Department of Indonesia has been implementing the Forest Management Unit (FMU) development program. The existence of FMU can be seen as a prerequisite for the implementation of sustainable forest management and equitable. How FMU institution prospects can improve forest governance in Indonesia? The aim of this study is to explore the prospects of FMU institution to improve forest governance in Indonesia. The study used forestry governance dimensions of Mayers and Macqueen (2002) as an analytical tool. The study results showed that both conceptual and is based on the processes of development, FMU has accommodated most of the values of good forestry governance. Keywords: forest management unit, institutions, fosretry governance
1
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
P E N D AH U L U AN
Juli 2015
Bank Dunia pada tahun 1989
Ditinjau dari perspektif ilmu
dalam laporannya yang sangat “Sub-Saharan
kelembagaan, kerusakan hutan
terkenal
Indonesia di luar Pulau Jawa pada
From
umumnya karena tidak adanya
Growth”.
organisasi pengelola di tingkat
dinyatakan bahwa tata kelola
tapak.
demikian
yang buruk (bad governance)
sebagian
menjadi
Situasi
menyebabkan
pada
Crisis
to
Dalam
Africa:
Sustainable laporan
sumber
ini
kegagalan
kawasan hutan negara secara de
pembangunan di negara-negara
facto menjadi sumberdaya open
Sub-Sahara Afrika.
access.
Praktek-praktek
Untuk
mengatasi
penebangan liar dan perambahan
permasalahan
hutan menyebabkan terjadinya
Departemen
deforestasi dan degradasi hutan
awal
(Kartodihardjo
menggulirkan
program
Kondisi open access ini akibat
pembangunan
Kesatuan
lemahnya pengelolaan hutan oleh
Pengelolaan
Hutan
(KPH).
pemerintah dan pemegang ijin
Keberadaan
KPH
dapat
usaha yang lebih berorientasi
dipandang
kepada mengeksploitasi komoditi
terselenggaranya
kayu, bukan berorientasi kepada
hutan
pengelolaan
berkeadilan (Kartodihardjo et al.
et
al,
kawasan
2011).
hutan
tersebut, Kehutanan
sejak
2000-an
telah
tahun
sebagai
prasyarat pengelolaan
berkelanjutan
dan
(ICCON 2006). Menurut Pratikno
2011).
(2005),
kelola
bagaimana prospek kelembagaan
(governance) adalah penyebab
KPH dalam memperbaiki tata
umum
kelola hutan Indonesia ditinjau
lemahnya
terjadinya
tata
kegagalan
Pertanyaannya adalah
pembangunan negara-negara di
dari
perspektif
dunia, sebagaimana dinyatakan
governance?
good
forestry
Tujuan penulisan 2
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
paper ini adalah untuk mengkaji
Juli 2015
Bank
Dunia
(2009)
prospek kelembagaan KPH dalam
menyatakan bahwa governance
memperbaiki tata kelola hutan di
dikatakan
Indonesia.
Kajian
mengalokasikan dan mengelola
menggunakan
dimensi-dimensi
ini
“baik”
ketika
sumber-sumber
dapat
daya
secara
forestry governance dari Mayers
efisien, efektif, dan pantas. Good
dan Macqueen (2002) sebagai
governance ditandai dengan sikap
alat analisis.
menghormati kepastian hukum, transparansi dan aliran informasi
TATA KELOLA HUTAN
yang bebas, keikutsertaan warga
Pengertian Tata Kelola Hutan (Forestry Governance) dan Ciri-Cirinya Menurut AusAID (2000),
negara
governance adalah penggunaan
sumber daya publik yang efektif,
kekuasaan atau otoritas – politis,
dan
ekonomi, administratif, dan lain-
korupsi.
yang
kesetaraan, tinggi,
lain – untuk mengelola sumber-
signifikan,
akuntabilitas
manajemen
pengendalian
Sejalan
yang
sumber-
terhadap
dengan
good
hubungan-
governance,
good
forest
hubungan di dalam negara. Ia
governance
ditandai
dengan
meliputi mekanisme, proses dan
adanya kepastian hukum, tingkat
institusi
pemerintah,
korupsi yang rendah, institusi
warga negara serta kelompok
yang sehat dan kuat, kompetensi
masyarakat
mengartikulasikan
aparat yang tinggi, kesediaan
kepentingan
mereka,
sumber
daya
dan
dimana
untuk
menghadapi
isu-isu
menggunakan hak hukum yang
kehutanan,
sesuai dengan kewajiban mereka,
mengatur
dan
yang kritis seperti property right,
memediasi
perbedaan-
perbedaan di antara mereka.
ketulusan
dalam
unsur-unsur
hukum
dan lain-lain. Sedangkan poor 3
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
forest
governance
memberikan
Vol.10, No.2
akan
dampak
negatif
Juli 2015
mekanisme
partisipasi
(keterwakilan, kesempatan yang
secara nyata kepada tiga pilar
sama,
tujuan pembangunan kehutanan,
(internalisasi
yaitu
pembangunan
efisiensi biaya); keahlian (efisiensi
pengurangan
dan keadilan dalam membangun
pada:
lingkungan,
akses);
kemiskinan dan pembangunan
modal
sosial,
sumberdaya
serta
pertumbuhan
ekonomi (Bank Dunia, 2009).
eksternalitas,
sosial
proses
dan
dasarnya adalah suatu tatanan kelembagaan
untuk
mencapai
tujuan yang melibatkan para aktor melalui
mekanisme
inter-relasi
yang dikontrol dengan instrumen pengontrol mekanisme. Outcome yang diharapkan adalah hutan lestari
dan
rakyat
sejahtera
(Mayers dan Macqueen, 2002). Rincian mekanisme inter-relasi dan
instrumen
pengontrolnya
sebagai sistem dasar dari good forestry informasi kualitas,
governance (akses,
adalah: cakupan,
transparansi);
modal
manusia),
dan;
perencanaan
pengelolaan Dimensi-Dimensi Kelembagaan Tata Kelola Hutan Governance pada
keuangan
dan
(pengaturan
prioritas, pengambilan keputusan, koordinasi dan akuntabilitas).
KONSEPSI KPH Pengertian KPH sebagai suatu
unit pengelolaan
hutan
secara formal mulai muncul di dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu pada penjelasan dari pasal 17: “Yang dimaksud dengan unit pengelolaan
adalah
kesatuan
pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007, Kesatuan
Pengelolaan
Hutan 4
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
Juli 2015
selanjutnya disingkat KPH adalah
organisasi
wilayah pengelolaan hutan sesuai
organisasi
fungsi pokok dan peruntukannya
merupakan organisasi perangkat
yang dapat dikelola secara efisien
daerah.
dan lestari. KPH meliputi KPH
perangkat KPHL
pusat,
dan
Menurut
KPHP
Peraturan
Konservasi (KPHK), KPH Lindung
Pemerintah PP Nomor 6 Tahun
(KPHL),
2007, organisasi KPH mempunyai
dan
(KPHP).
KPH
Produksi
Menurut Keputusan
tugas
dan
fungsi
:
(a)
Menteri Kehutanan Nomor P.6
menyelenggarakan
Tahun 2009, KPHK adalah KPH
hutan yang meliputi tata hutan dan
yang luas wilayahnya seluruhnya
penyusunan rencana pengelolaan
atau didominasi oleh kawasan
hutan,
hutan konservasi, KPHL adalah
penggunaan
KPH
rehabilitasi hutan dan reklamasi,
yang
luas
wilayahnya
pengelolaan
pemanfaatan kawasan
hutan, hutan,
seluruhnya atau didominasi oleh
perlindungan
kawasan
konservasi alam; (b) menjabarkan
hutan
lindung,
dan
KPHP adalah KPH yang luas
kebijakan
wilayahnya
provinsi
seluruhnya
atau
hutan
kehutanan dan
bidang
produksi.
diimplementasikan; dan
tupoksi
nasional,
kabupaten/kota
didominasi oleh kawasan hutan
Organisasi
dan
kehutanan
untuk (c)
melaksanakan
kegiatan
organisasi KPH merujuk kepada
pengelolaan hutan di wilayahnya
Peraturan Pemerintah Nomor 6
mulai
tahun 2007. Setiap wilayah KPH
pengorganisasian,
akan
dan
dikelola
oleh
organisasi
dari
perencanaan, pelaksanaan
pengawasan
serta
pengelola KPH yang merupakan
pengendalian; (d) melaksanakan
organisasi
di
pemantauan dan penilaian atas
Organisasi
KPHK
tingkat
tapak.
merupakan 5
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
pelaksanaan
Vol.10, No.2
kegiatan
pengelolaan hutan di wilayahnya; dan
(e)
investasi
membuka guna
Juli 2015
2. Keuangan: pembagian biaya dan penghasilan
peluang
3. Partisipasi:
mendukung
keterwakilan
tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
4. Informasi:
aturan
masalah
akses,
kualitas,
dan
cakupan,
transparansi informasi. METODE
5. Keahlian:
Kajian dalam tulisan ini
keadilan
efisiensi dalam pembangunan
menggunakan kerangka analisis
modal
dimensi-dimensi
sumberdaya manusia.
governance
forestry
dari
Mayers
Macqueen (2002).
dan
Dari bentuk
dan
6. Proses
sosial
dan
modal
perencanaan
dan
pengelolaan:
penetapan
analisis kebijakan menggunakan
prioritas,
pembuatan
analisis
keputusan,
integratif
yang
mengkombinasikan
analisis
(eks-post)
(lihat
Dunn, 2000).
Kajian kelembagaan KPH akan
dilakukan
pada
tataran
konsepsi KPH dan pada tataran
Adapun rincian mekanisme inter-relasi
dan
umpan balik perbaikan.
prospektif (eks-ante) dan analisis restropektif
koordinasi,
dan
instrumen
proses-proses
implementasinya
yang sedang berlangsung.
pengontrol mekanisme interrelasi yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Kejelasan
peran
dan
kewenangan: tata hubungan kerja
ANALISIS KELEMBAGAAN KPH 1. Kejelasan
peran
kewenangan:
ada
dan tata
hubungan kerja
6
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Berdasarkan
Vol.10, No.2
Juli 2015
Pemraturan
Kota) menyelenggarakan fungsi
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
pengurusan hutan. Bagan posisi
organisasi
KPH
dan matrik pembagian kegiatan
fungsi
dapat dilihat pada gambar berikut.
menyelenggarakan managemen hutan,
atau
pengelolaan
sedangkan
instansi
struktural pemerintah (Kemenhut, Dinas Kehutanan Provinsi/Kab/
Diselenggarakan Dephut/Dinas Prov/Kab/Kota
PENGURUSAN HUTAN
1. Perencanaan Kehutanan 2. Pengelolaan Hutan 3. Litbang, Diklat, Penyuluhan 4. Pengawasan
Diselenggarakan oleh KPH
1. Tata hutan dan Rencana Pengelolaan 2. Pemanfaatan Hutan 3. Penggunaan Kawasan Hutan
4. Rehabilitasi & Reklamasi 5. Perlindungan & Konservasi
Gambar 1. Posisi pengurusan dan pengelolaan hutan (Dirplanhut, 2009)
7
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
Tujuan utama dibangunnya KPH
adalah
untuk
kekosongan
atau
pengelolaan
hutan
mengisi
memperkuat di
Juli 2015
bersumber dari APBN, APBD, dan/atau dana lain yang tidak mengikat
sesuai
ketentuan
tingkat
peraturan perundang-undangan.
tapak. Kegiatan-kegiatan utama
Adapun penghasilan dari hutan
KPH mencakup tata hutan dan
menurut pasal 79 dapat berupa
penyusunan rencaa pengelolaan
IIUPH; PSDH; DR; dana hasil
hutan,
hutan,
usaha
hutan,
pungutan
pemanfaatan
penggunaan
kawasan
rehabilitas,
perlindungan
konservasi.
Dengan
penjualan dari
tegakan;
pengusahaan
dan
pariwisata alam; penerimaan dari
demikian
pungutan kunjungan wisata ke
maka secara konseptual KPH
kawasan hutan wisata, taman
menunjukan
nasional, taman hutan raya dan
adanya
pembagian
kejelasan
peran
kewenangan ditunjukan
pada
dan
taman
wisata
laut;
iuran
sebagaimana
pengambilan/penangkapan
dan
Gambar
pengangkutan
dan
1.
satwa
Instrumen pengontrol mekanisme
tumbuhan
interrelasi
dapat
dilindungi undang-undang serta
diidentifikasi adalah adanya tata
jarahan satwa buru; penerimaan
hubungan
kerja,
dari
instrumen
lainnya
nampak
bila
yang
sudah
sedangkan baru
KPH
akan sudah
alam
liar
denda
yang
tidak
pelanggaran
eksploitasi hutan;
penerimaan
dari jenis tumbuhan dan satwa
operasional.
liar,
1. Keuangan: pembagian biaya
undang, yang diambil dari alam
dan penghasilan Menurut
maupun Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, dana
yang
pembangunan
dilindungi
undang-
penangkaran;
dan
penerimaan pelayanan dokumen angkutan hasil hutan.
KPH 8
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Pembagian
Vol.10, No.2
penghasilan
Juli 2015
Berdasarkan peraturan di
dari Sumber Daya Hutan (SDH)
atas,
mengacu
tentang pembagian beban biaya
kepada
Undang-
sudah
ada
gambaran
Undang Nomor 33 tahun 2004
dalam
tentang Perimbangan Keuangan
maupun pembagian hasil dari
antara Pemerintah Pusat dan
SDH.
Pemerintah Daerah. Pada pasal
sampai
14 dinyatakan bahwa Pembagian
efisiensi biaya dan internalisasi
Penerimaan Negara yang berasal
eksternalitas.
dari Sumber Daya Alam (SDA)
2. Partisipasi:
ditetapkan:
(a)
kehutanan
yang
penerimaan
Penerimaan berasal Iuran
KPH
Dalam kajian ini belum kepada
tarap
menilai
aturan
keterwakilan
dari Hak
pembangunan
Pengaturan dapat
dilihat
partisipasi
pada
Peraturan
Pengusahaan Hutan (IHPH) dan
Kepala Badan Planologi Nomor
Provisi
Sumber
Daya
SK.80/VII-PW/2006
(PSDH)
yang
dihasilkan
wilayah
daerah
bersangkutan imbangan
Hutan
dibagi
20%
dari
Pedoman
yang
Kesatuan
dengan
(dua
puluh
(KPH)
tentang
Pembangunan Pengelolaan
Model. Pada
dinyatakan
bahwa
Hutan pasal
7
Rancangan
persen) untuk pemerintah dan
Pembangunan
80% (delapan puluh persen) untuk
disusun dengan menggunakan
daerah.
b.
metode
Kehutanan
yang
Penerimaan berasal
dari
pendekatan
KPH
modelling metode
Model
dengan berpikir
Dana Reboisasi dibagi dengan
sistemik, dan elibatkan pihak-
imbangan sebesar 60% (enam
pihak terkait (stakeholder) utama,
puluh persen) untuk Pemerintah
dan melibatkan pakar relevan.
dan 40% (empat puluh persen)
Pada pasal 8 menyatakan bahwa
untuk Daerah.
pelibatan
stakeholder
utama 9
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
didasarkan
pada
pencapaian
Vol.10, No.2
strategi
tujuan
Juli 2015
Kehutanan,
Unsur
Perguruan
yang
Tinggi, Dinas Provinsi, Bapeda,
merupakan kewenangan berbagai
BPPN, Dinas Kabupaten, Camat
stakeholder
hingga Kepala Desa.
sehingga
perlu
Demikian
adanya pembagian peran, dimana
juga dalam proses penyusunan
pembagian peran diarahkan untuk
rencana aksi.
dapat
3. Informasi: akses, cakupan,
mewujudkan
mobilisasi
kualitas, transparansi.
sumberdaya pembangunan KPH. Mencermati
bunyi
Pada
tataran
peraturan,
peraturan di atas, dapat dinilai
Bangsa Indonesia saat ini patut
bahwa
bergembira karena telah telah
semangat
partisipasi
menggalang
dari
berbagai
diterbitkan
Undang-Undang
stakeholder dalam pembangunan
Nomor 14 tahun 2008 tentang
KPH sudah dinyatakan secara
Keterbukaan
formal.
Undang-undang yang terdiri dari
Kemudian pencermatan
64
pembentukan
memberikan kewajiban kepada
Model
di
ini
Publik.
terhadap dokumen proses-proses KPH
pasal
Informasi
intinya
bebagai tempat, maupun kegiatan
setiap
yang
membuka akses bagi masyarakat
penulis
langsung
langkah-langkah
ikuti,
partisipatif
memang
telah
Contohnya,
dalam
ini
untuk
lembaga
pada
publik
mendapatkan
untuk
informasi
dilakukan.
publik, kecuali beberapa informasi
perumusan
tertentu. Sebagai penjabaran dari
rancang bangun KPH Model di
Undang-Undang
Provinsi
Kepulauan
Riau,
pemerintah
workshop
yang
Peraturan Pemerintah Nomor 61
melibatkan berbagai instansi serta
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
unsur
dari
UU Nomor 14 Tahun 2008. Pada
Kementerian
sektor kehutanan, Kementerian
dilakukan
terkait,
perwakilan
mulai
telah
tersebut, menerbitkan
10
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Kehutanan
telah
Peraturan
Menteri
Vol.10, No.2
menerbitkan
Juli 2015
tergantung
pada
manfaat
Kehutanan
sumberdaya hutan. Selain itu,
Nomor P.02 Tahun 2010 tentang
sangat dipahami bahwa berbagai
Sistem
Kehutanan.
ragam fungsi hutan pada faktanya
implementasi,
terletak dalam hamparan bentang
Kementerian Kehutanan, dinas-
alam yang secara manajemen
dinas di tingkat provinsi dan
lebih memungkinkan efisiensi dan
kabupaten,
efektivitas
Informasi
Pada
tataran
UPT-UPT,
sejumlah
KPH
terbentuk
umumnya
menyediakan melalui Guna
yang
sistem
situs
pengelolaan
lestari. Dalam hal ini KPH dapat
sudah
dimaknai sebagai pihak yang menghimpun
masing-masing.
sumberdaya
nasional,
hutan
sudah
informasi
menyediakan
secara
dan
informasi
Kementerian
informasi hutan
melakukan
untuk
pengelolaan
hutan
yang saat ini tidak dijalankan
Kehutanan telah membuat situs
secara
“Media Informasi KPH” dengan
Kementerian
alamat
Dinas Kehutanan (Kartodihardjo
http://www.kph.dephut.go.id/.
et al, 2011).
Selain itu Kemenhut juga telah mengeluarkan
beberapa
buku
tentang KPH. Pada hutan,
Kehutanan
Dengan tataran
oleh
demikian
normatif
atau
pada
maupun
implementasi, pemeritah sedang level
hal
langsung
pengelolaan
mendasar
mengarah
kepada
menyajikan
dari
berbagai informasi yang dapat
keberadaan KPH adalah akan
diakses langsung oleh publik.
lebih memastikan diketahuinya
Sedangkan pada level tapak,
potensi
keberadaan KPH menjadi faktor
hutan,
perubahan-
perubahan yang terjadi maupun
pemungkin
kondisi
informasi yang akurat tentang
masyarakat
yang
bagi
terkumpulnya
11
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
kondisi
hutan,
Vol.10, No.2
kondisi
Juli 2015
Adapun
terkait
keadilan
masyarakat, serta dinamika yang
dan efisiensi pembangunan modal
menyertainya.
sosial,
4. Pembangunan Keahlian: keadilan dan efisiensi pembangunan SDM dan modal sosial.
menjadi
Peraturan Kepala Badan Planologi
Nomor
SK.80/VII-
PW/2006 Pasal 14 menyatakan bahwa
organisasi
KPH
merupakan unit organisasi yang diisi oleh personal (SDM) yang memiliki
kompetensi
bidang
yang
sesuai
diperlukan.
Pengisian personil (SDM) antara lain
diarahkan
mendayagunakan tenaga
untuk
lebih
rimbawan
kehutanan
/
(lulusan
pendidikan menengah dan tinggi jurusan
kehutanan).
Bunyi
peraturan tersebut menekankan
dapat
dianggap
komitmen
telah baru
pemerintah yang tercermin dari kebijakan-kebijakannya. Misalnya
dalam
melakukan
penilaian
kinerja
pengelolaan
hutan oleh unit manajemen, salah satu
kriteria
SFM
adalah
kelestarian aspek sosial. Namun demikian,
sejauhmana
akurasi
dan keseriusan implementasi dari peraturan
dan
kebijakan
pemerintah ini, masyarakat dapat melakukan evaluasi dan penilaian dari waktu ke waktu. 5. Proses perencanaan dan pengelolaan: penetapan prioritas, pembuatan keputusan, koordinasi, dan umpan balik perbaikan.
SDM
Proses perencanaan dan
yang kompeten di bidangnya,
pengelolaan akan menjadi bagian
yakni
tenaga
dari tugas organisasi pengelola
pendidikan
KPH. Tugas ini dinyatakan pada
menengah dan tinggi jurusan
Peraturan Pemerintah Nomor 6
kehutanan).
Tahun
kepada
pendayagunaan
rimbawan
kehutanan
(lulusan
/
2007
pasal
13
yang
berbunyi ”Kepala KPH menyusun 12
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
rencana
pengelolaan
Vol.10, No.2
hutan
Juli 2015
KESIMPULAN
berdasarkan
hasil
kegiatan
Berdasarkan hasil kajian
inventarisasi
hutan,
dengan
terhadap
konsepsi
mengacu
pada
rencana
proses-proses
kehutanan
nasional,
provinsi,
implementasinya,
maupun
kabupaten/kota
dan
dengan memperhatikan aspirasi, nilai
budaya
setempat,
masyarakat
serta
kondisi
lingkungan.” yang
dibangun berdasarkan basis data yang lengkap dan akurat hasil inventarisasi
hutan
dapat
ditarik
kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah
tergambar
kejelasan
adanya
peran
dan
kewenangan di antara instansi (pemerintah,
pemerintah daerah) dengan pengelola KPH. 2. Dalam
hal
keuangan,
tingkat
pembagian pembiayaan dan
tapak, memberi peluang besar
penghasilan dari SDH untuk
untuk tercapainya tujuan-tujuan
pusat dan daerah telah diatur
dari
sendiri.
dalam Undang-Undang Nomor
Namun demikian belum dapat
33 Tahun 2004 dan Peraturan
diketahui hal-hal yang berkaitan
Pemerintah Nomor 6 Tahun
dengan
2007.
perencanaan
di
dan awal
pemerintah
Perencanaan
KPH
itu
penetapan
pembuatan
prioritas, keputusan,
koordinasi,
dan
umpan
balik
3. Dalam
hal
partisipasi,
peraturan-peraturan yang ada
perbaikan, karena hal ini baru
sudah
akan terlihat bila unit-unit
KPH
partisipasi yang cukup luas
dokumen
bagi multipihak, mulai dari
telah
tahap pembangunan konsep,
sudah
memiliki
perencanaan beroperasi.
dan
memberikan
ruang
penyusunan peraturan, hingga implementasi KPH. 13
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
4. Dalam
hal
Vol.10, No.2
keterbukaan
informasi, telah ada Undang-
budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan.
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan
Informasi
Publik.
Undang-
Juli 2015
Dengan
demikian
maka
baik secara konseptual maupun berdasarkan
proses-proses
Undang ini telah dijabarkan ke
pembangunannya,
ke
Peraturan
dikatakan
Peraturan
mengakomodir sebagian besar
dalam
Pemerintah
dan
bahwa
Menteri.
Dalam pengelolaan
nilai-nilai
hutan,
keberadaan
Governance.
KPH
dapat KPH
Good Oleh
telah
Forestry karena
menjadi faktor pemungkin bagi
melalui
terkumpulnya informasi yang
diharapkan dapat terwujud tata
akurat tentang kondisi hutan,
kelola hutan Indonesia yang lebih
kondisi
baik. Namun demikian kesimpulan
masyarakat,
serta
dinamika yang menyertainya. 5. Dalam
hal
pembangunan
kelembagaan
itu
KPH,
ini tidak menapikan kemungkinan ditemukannya
sejumlah
kapasitas para pihak, secara
kelemahan yang akan diketahui
konseptual
pada tahap implementasi lebih
telah
diatur
pendayagunaan SDM yang kompeten demikian
di
lanjut.
bidangnya,
juga
dalam
DAFTAR PUSTAKA
pembangunan modal sosial. 6. Dalam proses perencanaan dan
pengelolaan,
instansi
pemerintah dan KPH menjadi pelaku utama, namun dengan memperhatikan aspirasi, nilai
AusAID (2000). Good Governance: Guiding Principles for Implementation. Canberra: The Australian Government’s Overseas Aid Program (AusAID) Bank Dunia. 2009. Roots for Good Forest Outcomes: An Analytical Framework for 14
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.10, No.2
Governance Reforms. Report No. 49572-GLB. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank. [Ditjenplanhut] Direktorat Jenderal Planologi Departemen Kehutanan. 2009. Sekilas tentang KPH dan Perkembangan Pembangunan KPH. [Terhubung Berkala]. www.dephut.go.id [18 Jan 2010] Dunn, W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Terjemah. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press [ICCON] Information and Communication Center on Nusa Tenggara. 2006. Masyarakat Adat dan Pembangunan Kehutanan. [Terhubung Berkala] http://www.infonusra.org /html/Berita/Masyarakat Adat dan Pembangunan Kehutanan.htm. [19 Des 2009] Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Konsep, Peraturan Perundangn dan Implementasi. Jakarta: Kementerian Kehutanan RI. Mayers, S. S. Bass, dan D. Macqueen. 2002. The Pyramid: A Diagnostic and Planning Tool for Good
Juli 2015
Forestry Governance. London: International Institute for Environment and Development (IIED) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Kesatuan Wilayah Pengelolaan Hutan. Peraturan Kepala Badan Planologi Kehutanan Nomor SK. 80/VII-PW/2006 tentang Pedoman Pembangunan KPH Model Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan Pratikno. 2005. Good Governance dan Governability. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8, Nomor 3, Maret 2005 (231248). Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
15