KERANGKA KOMPETENSI PROCESS ENGINEER DI REFINERY SEBAGAI ACUAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PRODI TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS Annasit STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada no. 38 Cepu Blora Jawa Tengah E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kompetensi process engineer yang bekerja di refinery dapat dibedakan menjadi empat level, yaitu beginner, intermediate, advanced, dan expert. Level kompetensi tersebut didasarkan pada kemampuan dalam hal problem solving, aspek kognitif dan dimensi pengetahuan yang dimilliki. Seorang fresh graduate dari perguruan tinggi ketika pertama kali berkarir sebagai process engineer, maka ruang lingkup tanggung jawab kerjanya terbatas pada masalah yang tingkat kompleksitasnya rendah. Seiring dengan berjalannya waktu melalui pengembangan yang terstruktur atau melalui pengalaman, maka kompetensi seorang individu process engineer akan semakin meningkat, dan ruang lingkup masalah yang ditangani akan semakin kompleks. Perumusan learning outcomes program studi teknik pengolahan migas, hendaknya mengacu pada profil process engineer pada level beginner. Sehingga kurikulum yang disusun akan lebih mudah diaplikasikan dan lulusan yang dihasilkan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kerja di refinery. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan dukungan sarana praktek kilang, serta pengembangan metode pembelajaran dalam bentuk problem based learning, sehingga kemampuan lulusan dalam hal problem solving di refinery semakin baik. Kata kunci: process engineer, kompetensi, problem solving
ABSTRACT Competenced of process engineer who worked in refineries can be divided into four levels: beginner, intermediate, advanced, and expert. Level of competence is based on the ability in terms of problem solving, cognitive and knowledge dimensions. A fresh graduate from college who is coming into his career as a process engineer, the scope of his responsibility is limited to the lower level of complexity. Over time through the structured development or experience, the competence of the individual process engineer will increase, and the scope of the problem being addressed will become more complex. Formulating learning outcomes oil and gas processing engineering courses, should refer to the process engineer profiles at beginner level. Curriculum is developed so that it would be easy to be applied and the graduates produced are more easily to adapt to the working environment at the refineries. To achieve these objectives, the necessary support facilities such as are needed refinery practices, the development of teaching methods in the form of problem based learning, thus the ability of graduates in terms of problem solving in the refineries, will be better. Key words: process engineer, competence, problem solving
1.
ngan lingkungan kerja serta memiliki ketrampilan problem solving. Mengacu pada rumusan KKNI, bahwa salah satu kualifikasi lulusan program diploma 4 atau sarjana adalah mampu mengaplikasikan dan memanfaatkan IPTEK pada bidangnya dalam
PENDAHULUAN
Salah satu tantangan yang dihadapi di dunia pendidikan, khususnya pada pendidikan keteknikan adalah bagaimana menyiapkan lulusannya agar mampu beradaptasi de-
105
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi1). ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology) juga menspesifikasi kemampuan dalam hal problem solving yang berupa kemampuan untuk mengidentifikasi, memformulasikan dan menyelesai-kan masalah-masalah keteknikan sebagai sa-lah satu pencapaian utama (learning outco-mes) dalam setiap program keteknikan2). Jika suatu program studi ingin menjawab tan-tangan tersebut, maka mereka harus mema-hami karakteristik masalah-masalah di dunia kerja serta menjadikannya sebagai salah satu acuan dalam merumuskan kompetensi lulu-sannya. Perumusan kompetensi lulusan merupakan tahapan awal dalam penyusunan kurikulum suatu program studi. Kurikulum sendiri merupakan sesuatu yang sangat penting yang ditawarkan suatu perguruan tinggi untuk solusi masa depan karier pribadi, sekaligus jalan kontribusi untuk masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan secara umum, melalui pengembangan, pengertian, dan penerapan ilmu pengetahuan3). Oleh karena itu, kurikulum dan ketetapan kompetensi di dalamnya harus disusun secara cerdas dengan melibatkan stake holder terkait. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Ditjen Dikti tidak mengeluarkan kurikulum nasional, namun mengeluarkan acuan dalam menyusun, menyelenggarakan dan mengevaluasi kurikulum bagi setiap program studi yang ada di Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia dalam bentuk Permendikbud nomor 49 tahun 2014. Peraturan tersebut merupakan suatu standar mutu dalam penyelenggaran kegiatan pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat suatu program studi. Kurikulum program studi, harus mengacu pada standar isi pembelajaran yang dirumuskan dalam Permendikbud tersebut, dimana tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran atau kurikulum untuk setiap program pendidikan harus mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan dari KKNI. Dalam menetapkan capaian pembelajaran/kompetensi lulusan, program studi dapat memberikan muatan visi dan misi keil-
muan di dalamnya, disamping harus mempertimbangkan sinyal pasar untuk melihat tingkat relevansi antara kurikulum dengan dunia kerja. Sinyal pasar dapat diperoleh dengan cara jajak pendapat (tracer study) kepada para pengguna lulusan (user), alumni dan asosiasi profesi. Hasil pemikiran para pakar terhadap sinyal pasar dirumuskan untuk mengetahui kebutuhan kompetensi di masa depan, terkait dengan kebutuhan profesi, sosial ataupun industri3). Kebutuhan kompetensi masa depan ini selanjutnya dikonfirmasi dengan visi dan misi keilmuan program studi, sehingga dapat dicarikan arah pengembangan IPTEK di masa depan. Rumusan kompetensi dan kurikulum selanjutnya dikonfirmasi kembali dengan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder). Proses tersebut dilakukan secara iteratif, sehingga kedalaman dan kesempur-naan kurikulum dapat dicapai. Dalam maka-lah ini, akan diulas studi kasus perumusan kompetensi pada program studi teknik pengolahan migas. Makalah ini merupakan review kegiatan pengembangan kurikulum silabi prodi teknik pengolahan migas konsentrasi refinery. Rumusan kompetensi tersebut telah dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum teknik pengolahan migas konsentrasi refinery diploma 4. Makalah ini juga menggambarkan proses penyusunan kerangka kompetensi serta inovasi, pengembangan dan aplikasinya. Hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi referensi pengembangan kurikulum program studi lainnya di STEM Akamigas. 2.
METODE
Perumusan kompetensi diawali dengan penentuan profil lulusan program studi Teknik Pengolahan Migas konsentrasi Refinery diploma 4. Lulusan program studi ini diharapkan memiliki kualifikasi sebagai process engineer di industri pengolahan migas dan petrokimia4). Berdasarkan profil lulusan, selanjutnya akan dipelajari informasi lowongan
106
Annasit, Kerangka Kompetensi Process Engineer...
kerja untuk process engineer di media cetak ataupun internet. Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan daftar tanggung jawab kerja seorang process engineer sebagai acuan untuk perumusan kompetensi lulusan. Di samping itu juga dilakukan jajak pendapat kepada pengguna lulusan mengenai arah kompe-tensi process engineer di masa depan. Tahap akhir perumusan kompetensi ini adalah mempertemukan para pakar dan pengguna lulusan sehingga diperoleh rumusan kompetensi atau capaian pembelajaran lulusan yang lebih mendalam dan sempurna. Untuk mendapatkan profil lulusan yang dapat diterima oleh pengguna dan diakui oleh komunitas keilmuan baik nasional atau-pun internasional, maka terlebih dahulu ha-rus ditetapkan induk disiplin ilmu program studi yang diselenggarakan. Hal ini perlu dilakukan mengingat nama program studi relatif tidak dikenal di dalam nomenklatur program studi yang biasa digunakan perguruan tinggi di Indonesia ataupun oleh komunitas internasional. Program studi Teknik Pengolahan Migas berdasarkan epistemologinya bisa dikategorikan dalam bidang ilmu Profesi dan Sains Terapan. Induk disiplin ilmu pada program studi ini adalah Teknik Kimia. Disiplin ilmu Teknik Kimia selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan keilmuan pada program studi Teknik Pengolahan Migas. Agar memperoleh rumusan kompetensi yang aplikatif, maka sebagai studi awal akan diujicobakan kerangka kompetensi yang telah disusun dalam kurikulum pembelajaran secara parsial. 3.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan format dokumen dalam iklan lowongan kerja, dan seringkali tidak jelas apakah tugas-tugas baru dapat ditambahkan dalam daftar ataukah tidak. Beberapa perusahaan menyatakan bahwa mereka mencari process engineer. Tetapi tidak dijelaskan tanggung jawab posisinya. Banyak iklan menggunakan kata-kata yang sulit diukur seperti: membantu, mendemonstrasikan, berpartisipasi, memahami. Kesulitan dalam membuat daftar tugas dan tang-gung jawab kerja disebabkan hal ini me-merlukan pengetahuan pada beberapa disi-plin kerja. Orang-orang di bagian Human Resource sering tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai aspek-aspek teknik di refinery, dan sebaliknya manager process engineer tidak memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai teori dan praktek pada masalah pengembangan pegawai. Berdasarkan pengamatan di berbagai iklan lowongan kerja, cakupan tugas dan tanggung jawab process engineer di refinery cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh beragamnya latar belakang perusahaan di indus-tri pengolahan migas. Namun demikian dari berbagai iklan tersebut, terdapat beberapa kata kunci berkaitan dengan ruang lingkup tanggung jawab process engineer di refine-ry, diantaranya adalah troubleshooting, optimasi, mengembangkan desain proses, dan problem solving proses operasi. Titik berat kompetensi process engineer pada licensing company adalah desain proses. Berdasarkan bahan baku yang diberikan oleh plant owner, licensor bisa mengestimasi yield produk yang dihasilkan oleh lisensinya, dapat menyusun neraca massa dan neraca panas berdasarkan integrasi panas, untuk memperoleh konsumsi energi yang seminimal mungkin. Kemudian dia bisa menjanjikan seberapa besar biaya operasinya dan biaya yang dibutuhkan jika membangun kilang dengan jumlah yield tertentu. Setelah lisensi prosesnya dipilih oleh plant owner dia akan melakukan tahap selanjutnya yaitu desain proyek yang meliputi equipment sizing, material konstruksi yang sesuai karakter bahan baku dan kondisi ope-
TUGAS PROCESS ENGINEER DI REFINERY
Hasil studi dari Ranade S.M, 2008, menunjukkan bahwa tidak ada suatu standar tunggal mengenai kompetensi atau tanggung jawab process engineer di refinery5). Beberapa iklan lowongan kerja mencoba membuat daftar tanggung jawab kerja secara spesifik, namun seringkali diakhiri dengan kalimat “dan tugas-tugas lain yang diperlukan”.
107
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
Gambar 1. Tanggungjawab Process Engineer di Berbagai Refinery dan Petrokimia6) rasi, membuat P&ID, melakukan HAZOP (Hazard Analysis and Operatibility) untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang muncul di masa depan, kemudian dilakukan revisi P&ID. Kemudian dari hal ini muncul spesifikasi project. Joko Lelono, dalam makalahnya menjabarkan tanggung jawab dan kompetensi process engineer di industri pengolahan migas dan petrokimia dengan lebih jelas. Tanggung jawab dan kompetensi process engineer dibedakan ke dalam tiga kategori berdasarkan sektor bisnis perusahaannya, yaitu licensing company, EPC (engineering-procurement-construction) company dan plant owner company6). Gambaran tanggung jawab dari masing-masing ditunjukkan pada Gambar 1. Kompetensi inti process engineer pada perusahaan EPC adalah mereview project spec dari lisensor. Berdasarkan hal tersebut dia akan memiliki databank untuk mengestimasi biaya yang diperlukan untuk membangun kilang dengan kapasitas tertentu. Selan-
jutnya perusahaan EPC akan membuat proposal kepada plant owner dengan biaya yang serendah mungkin dengan jalan kompromi spesifikasi, dimana spesifikasi dari lisensor akan diturunkan sedikit tetapi masih masuk batasan yang ditolerir. Setelah dipilih oleh plant owner, maka perusahaan EPC akan melakukan pengadaaan peralatan, instalasi, sampai mechanical completion. Setelah tahap konstruksi, selanjutnya dilakukan commissioning. Tahapan ini biasanya dilakukan oleh commissioning engineer dari tim EPC. Ada kemungkinan process engineer masuk ke dalam tim ini. Tugas yang dilakukan adalah melakukan persiapan peralatan supaya bisa digunakan untuk berproduksi, seperti leak test, mengeringkan furnace, mengeringkan vessel dan reaktor sebelum diisi dengan katalis, dan melakukan start up. Sehingga process engineer yang terlibat pada tahapan ini harus kuat dalam hal dasar-dasar operasi peralatan proses. Process engineer pada plant owner, bertanggung jawab dalam operasi kilang
108
Annasit, Kerangka Kompetensi Process Engineer...
secara komersil, memiliki cakupan tugas yang meliputi monitoring, troubleshooting, optimasi, modifikasi untuk meningkatkan reliabilitas atau profit sampai turn around dan capacity revamp. Namun demikian ada baiknya jika process engineer di plant owner memiliki dasar-dasar konsep yang dipakai pada sektor bisnis perusahaan lisensor dan EPC. Hal ini akan membantu process engineer tersebut membuat analisis dalam mengambil keputusan dalam memilih EPC atau lisensor, dan selama proses desain dan konstruksi dia bisa memonitor supaya semuanya berjalan sesuai dengan standar yang telah disepakati. Dari uraian di atas kita bisa menyimpulkan bahwa terdapat banyak profil process engineer di refinery, dimana masing-masing membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda. Setidaknya ada dua pendekatan yang bisa dilakukan dalam menentukan kompetensi lulusan yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum. Pertama adalah mengetahui banyak hal tetapi pada permukaannya. Kedua adalah mengetahui satu hal tetapi sampai mendalam. Dalam tulisan ini dipilih pendekatan kedua dan sebagai profil lulusan dipilih process engineer refinery pada plant owner company. Hal ini mengingat pengembangan kilang migas di Indonesia ke depan masih cukup prospektif, didukung dengan kebijakan Pemerintah untuk terus mengembangkan kilang migas dan petrokimia guna memenuhi kebutuhan BBM serta produk-produk petkim di dalam negeri yang terus meningkat. 4.
KERANGKA KOMPETENSI PROCESS ENGINEER
Dari hasil diskusi pada workshop kurikulum Teknik Pengolahan Migas, setidak-nya terdapat tiga aspek terkait kompetensi process engineer : Pertama, pada umumnya level kompetensi process engineer dapat dibedakan menjadi empat level kompetensi yaitu beginner, intermediate, advanced dan expert. Kedua, merupakan kelaziman, jika seseorang memiliki pengalaman selama lebih
109
dari 10 tahun maka dia akan menjadi expert di bidangnya. Ketiga, lulusan perguruan tinggi yang belum berpengalaman atau me-miliki pengalaman kerja kurang dari tiga ta-hun dikategorikan sebagai beginner. Kerangka kompetensi yang disusun hendaknya mengacu pada rumusan capaian pembelajaran luaran diploma 4 menurut KKNI, yaitu mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam menyelesaikan masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi. Kata kunci dalam rumusan tersebut adalah “menyelesaikan masalah”. Sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving) merupakan hal yang esensial di industri migas. Sehingga istilah sederhana yang dapat digunakan sebagai basis kerangka kompetensi ini adalah : Process Engineer adalah problem solver. Hanya saja kemampuan dalam menyelesaikan masalah tentu sangat relatif, bergantung pada level kompetensinya. Seorang expert engineer mampu menyelesaikan masalah yang kompleks dengan sumber daya minimal, sebaliknya seorang beginner dapat menyelesaikan masalah yang tidak terlalu kompleks namun dengan sumberdaya yang maksimal. Terdapat dua sudut pandang yang secara konseptual dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan process engineer sebagai problem solver. Pertama adalah kompetensi process engineer berbasiskan jenis masalah yang dipecahkan. Kedua adalah kompetensi process engineer berdasarkan kemampuannya memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Jhonassen, 2006, menyatakan bahwa masalah-masalah di engineering merupakan masalah yang kompleks, ambigu dan tidak terstruktur2). Masalah-masalah yang memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, sistemik dan banyak ketidakpastian diistilahkan dengan “ill structured”. Masalah-masalah dengan tingkat kerumitan yang rendah, terbatas pada single equipment atau single process unit diistilahkan dengan “well structured”. Level seorang
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
process engineer ditentukan terhadap respon mereka terhadap suatu masalah yang sama dan berdasarkan sifat masalah yang diselesaikan (mudah atau sukar), serta seberapa efisien dia menggunakan sumber daya yang ada untuk menyelesaikan masalah5), sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hal tersebut, untuk sudut pandang pertama, level kompetensi process engineer dapat dipetakan berdasarkan tingkat kompleksitas dan struktur masalah, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Pemetaan tersebut menggunakan dua sumbu untuk mengklasifikasikan jenis masalah yang diselesaikan. Sumbu horizontal
merepresentasikan derajat kesulitan masalah. Sumbu vertikal merepresentasikan kompleksitas atau ruang lingkup masalah. Karakteristik seorang process engineer pada level beginner adalah ruang lingkup masalah yang ditangani terbatas dengan tingkat kesulitan yang rendah, misalnya monitoring peralatan tunggal seperti kompresor. Sehingga seandainya dia sukses dalam melaksanakan tugasnya maka tidak banyak membawa untung bagi perusahaan, dan sebaliknya jika dia keliru maka dampak terhadap perusahaan juga tidak terlalu besar, karena sifatnya baru monitoring pada peralatan yang terbatas.
Tabel 1. Perbedaan Antara Beginner dengan Expert Dalam Problem Solving5) Beginner
Expert
Ruang lingkup/cakupan masalah
Nyaman dengan masalah yang hanya melibatkan satu atau dua item
Kedalaman atau dampak masalah (berdasarkan frekuensi kejadian dan konsekuensi dari setiap kejadian) Konsumsi sumber daya dan tingkat pembimbingan
Nyaman dengan pemecahan masalah yang memiliki solusi rutin
Nyaman dengan masalah yang melibatkan banyak interkoneksi (sebuah sistem) Nyaman dengan pemecahan masalah yang memerlukan keahlian terintegrasi dalam beberapa domain, banyak perspektif, metode dan tool Efisien dalam menggunakan sumber daya dan tidak perlu mentor.
Cakupan atau ruang lingkup masalah (kompleksitas)
Kategori
Kurang efisien dalam menggunakan sumber daya, kemungkinan masih memerlukan mentor.
LUARAN PERGURUAN TINGGI
1
Beginner (< 3 tahun)
2
Intermediate (3 – 7 tahun)
3
Advanced (7 - 10 tahun)
4
Expert (> 10 tahun)
4 3 2 1
Kedalaman masalah (struktur atau tingkat kesulitan penyelesaian masalah)
Gambar 2. Konsep Kompetensi Process Engineer berdasarkan Jenis Masalah
110
Annasit, Kerangka Kompetensi Process Engineer...
Contoh matriks yang menggambarkan peta kompetensi berdasarkan jenis masalah di refinery ditunjukkan pada Tabel 2. Sumbu horizontal merepresentasikan siklus operasi di refinery dari kondisi normal ke transisi dan sebaliknya. Masalah-masalah yang dijumpai pada kedua kondisi tersebut dituliskan dari kiri ke kanan berdasarkan tingkat kerumitan. Pada sisi kiri merupakan masalah yang dapat dikategorikan sebagai “well structured”. Semakin ke kanan permasalahan yang dijumpai akan semakin rumit dan relatif ill structured. Masalah-masalah pada kondisi transisi semuanya bisa dikategorikan ill structured, dimulai dari kondisi abnormal atau emergency, start-up, shut down, perubahan kapasitas, perubahan kondisi umpan, perubahan spesifikasi produk, dan ekspansi kilang atau revamping. Sumbu vertikal merepresentasikan kompleksitas kerja dan pengetahuan yang diper-
lukan. Kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan keahlian seorang process engineer. Sumbu horisontal menunjukkan aspek kemampuan berfikir berdasarkan taksonomi bloom. Dari tingkatan yang paling rendah yaitu mengingat, mengidentifikasi atau memiliki kesadaran sampai dengan tingkatan yang paling tinggi yaitu mampu merencanakan, mendesain atau memodifikasi. Sumbu vertikal menunjukkan aspek pengetahuan mulai dari yang kongkrit/faktual sampai dengan yang abstrak. Dimulai dengan yang paling sederhana yaitu aliran fluida, single equipment hingga yang paling kompleks yaitu inter refineries yang memiliki banyak interkoneksi. Sudut pandang yang kedua yaitu kompetensi engineer berdasarkan kemampuannya memanfaatkan sumber daya yang dimiliki diilustrasikan pada Gambar 3
3, 4
3, 4
3, 4
3, 4
3, 4
3, 4
3, 4
SINGLE REFINERY
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
3, 4
SINGLE PROCESS UNIT
1, 2
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
3, 4
REAKTOR & KATALIS
1, 2
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
2, 3
3, 4
DISTILASI & FURNACE
1
1, 2
2, 3
2, 3
2, 3
1, 2
1, 2
3, 4
KOMPRESOR
1
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
3, 4
EXCHANGER
1
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
3, 4
POMPA
1
1
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
2, 3
FLUID FLOW
1
1
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
2, 3
RUANG LINGKUP DAN KEDALAMAN MASALAH
TROUBLESHOOTING
MENURUNKAN PRODUK OFF SPEC
IMENAIKKAN YIELD
START UP DAN SHUT DOWN
DEBOTTLENECK DAN FLEKSIBILITAS
SITUASI EMERGENCY
3, 4
MENURUNKAN KONSUMSI ENERGI
INTER-REFINERIES
MONITORING
PENGETAHUAN DAN RUANG LINGKUP KERJA
Tabel 2. Matriks Peta Kompetensi dan Tanggungjawab Process Engineer di Refinery6)
OPTIMASI MODE OPERASI
NORMAL (STEADY STATE)
Keterangan : 1 = Beginner, 2 = Intermediate, 3 = Advanced, 4 = Expert
111
TRANSISI
Dimensi pengetahuan Factual konseptual procedural meta kognitif
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
LUARAN PERGURUAN TINGGI
4
1
Beginner (< 3 tahun)
2
Intermediate (3 – 7 tahun)
3
Advanced (7 - 10 tahun)
4
Expert (> 10 tahun)
3 2
1
Remember Apply Analyze Create Dimensi proses kognitif
Gambar 3. Konsep Kompetensi Process Engineer berdasarkan Kemampuan Memanfaatkan Sumber Daya Tabel 3, merupakan contoh ilustrasi peta kompetensi berdasarkan level pengetahuan process engineer berdasarkan taksonomi bloom7). Aspek kognitif dalam tabel tersebut merupakan ringkasan dari enam level taksonomi bloom. Seorang process engineer pada level beginner yang dituntut darinya adalah tahu dengan benar mengenai teori dari unit proses yang dihadapi serta mengerti cara mengambil datanya. Sehingga dimensi pengetahuan yang dikuasainya biasanya terbatas pada pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Adapun dari aspek kognitif, dia mengetahui fakta, konsep, batasan ataupun standar yang digunakan serta prosedur yang berlaku serta mampu mengaplikasikan pada ruang lingkup yang terbatas seperti mampu mengambil data kondisi operasi dengan benar, menjalankan prosedur operasi alat dengan benar, dll. Seseorang yang sudah memiliki expertise yang tinggi, maka dia memiliki dimensi pengetahuan yang bersifat meta kognitif, serta mampu mengkreasikan sesuatu. Sebagai contoh pada pekerjaan shut down, seorang
expert mampu untuk membuat rencana kerja, melakukan evaluasi, hingga memimpin pelaksanaan dan mengkoordinir seluruh pekerjaan shut down di refinery. 5.
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PROCESS ENGINEER
Kerangka kompetensi diatas dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi junior process engineer. Seorang fresh graduate dari perguruan tinggi ketika dia bergabung pertama kali dengan tim process engineer perlu menguasai pengetahuan dan kemampuan level 1. Ketika junior process engineer telah kompeten dalam hal pengetahuan dan keahlian pada level 1, maka dia dapat meningkatkan level keahliannya hingga mampu menyelesaikan masalah-masalah pada level 2. Ketika dia telah mampu menggunakan pengetahuan dan keahliannya di level 2, maka dia dapat mempelajari pengetahuan dan skill pada level selanjutnya, demikian seterusnya. Sehingga konsep belajar sepanjang hayat berlaku bagi seorang process engineer.
112
Annasit, Kerangka Kompetensi Process Engineer...
Tabel 3. Contoh Peta Kompetensi Process Engineer berdasarkan Taksonomi Bloom Obyek Peralatan, Kilang
Start-up dan shut down
Dimensi Pengetahuan
Aspek kognitif Remember, understand
Apply, Analyze
Evaluate, Create
Faktual
Mengenali komponenkomponen peralatan yang ada di refinery Memahami spesifikasi, mengenali tata letak dan simbol peralatan serta lokasinya di refinery Mengenali peralatan sa-fety dan instrumentasi peralatan
Mampu menentukan batasan-batasan kondisi operasi peralatan sesuai spesifikasi desain Mampu menghitung performa peralatan Mampu melakukan improvisasi untuk meningkatkan performa alat
Mampu mengembang-kan tata kerja operasi peralatan berdasarkan perubahan kondisi umpan dan produk Mampu mengidentifikasi akar masalah kegagalan operasi peralatan yang kompleks
Konseptual
Mengetahui standar dan batasan-batasan yang digunakan dalam desain dan operasi peralatan
Mampu mengambil data kondisi operasi dengan benar Mampu melakukan manajemen asset peralatan kilang secara terintegrasi
Mampu mengevaluasi hasil perancangan ber-dasarkan standart Mampu membuat best practice operasi dan maintenance peralatan
Prosedural
Mampu memahami dan menjelaskan prosedur shut down dan start up Mampu menerjemahkan prosedur start-up & shut down ke dalam langkahlangkah kerja, bar chart, atau kurva
Mampu menjalankan startup, shutdown serta emergency shutdown untuk single equipment Mampu melakukan penggantian katalis sesuai prosedur Mampu menjalankan startup, shutdown serta emergency shutdown untuk satu unit proses
Mampu melakukan inspeksi peralatan Mampu menyusun prosedur penggantian katalis Mampu memimpin dan mengkoordinasikan startup dan shut down untuk satu unit proses Mampu memimpin dan mengkoordinasikan startup dan shut down untuk seluruh kilang
Meta kognitif
Mampu mengevaluasi rencana dan pelaksanaan startup dan shut down berdasarkan standar yang ada Mampu membuat perencanaan start-up dan shut down untuk seluruh refinery
Keterangan : = beginner; = intermediate; = advanced; = expert
PT. Pertamina (Persero) sebagai pengguna jasa terbesar STEM Akamigas, memiliki mekanisme pengembangan kompetensi process engineer yang sudah mapan. Program pengembangan dibagi ke dalam beberapa strata. Strata 1 memiliki durasi waktu 0 – 3 tahun, diperuntukkan bagi fresh graduate yang belum memiliki pengalaman kerja. Setelah menyelesaikan program ini pegawai tersebut memiliki kompetensi sebagai junior process engineer. Selanjutnya dia dapat meningkatkan kompetensinya pada strata yang lebih tinggi. Fresh graduate pada saat masih berstatus sebagai calon pegawai, diberikan be-
kal pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai proses operasi di refinery, HSE, maintenance, process control, bisnis perusahaan serta pengetahuan lainnya dalam bentuk Bimbingan Profesi Sarjana Teknik (BPST)8). Setelah menyelesaikan program ini dan diangkat sebagai pegawai, yang bersangkutan akan menjalani proses pengembangan pegawai sebagaimana yang disebutkan di awal paragraf. Di berbagai industri pengolahan migas dan petrokimia, juga banyak dijumpai program pre-employment yang sejenis bagi fresh graduate teknik kimia yang akan ditu-gasi sebagai process engineer.
113
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
Hal ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan mengenai proses bisnis dan operasi perusahaan tersebut sehingga calon pegawai akan lebih siap ketika berkarir sebagai process engineer. Seiring berjalannya waktu, melalui proses pengembangan yang terstruktur ataupun melalui pengalaman, kompetensi individu process engineer akan semakin meningkat Berdasarkan kerangka di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kompetensi yang sebenarnya hanya bisa didapatkan dari pengalaman nyata di dunia kerja. Sebagian kecil dari kompetensi process engineer khususnya dari aspek pengetahuan dan keterampilan problem solving, kemungkinan bisa diajarkan di perguruan tinggi, terutama di perguruan tinggi yang memiliki program studi spesifik. Program studi Teknik Pengolahan Migas konsentrasi Refinery, memiliki kurikulum yang spesifik mengenai fundamental desain dan proses operasi di refinery. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa program studi ini memiliki peluang untuk mencetak lulusan yang memiliki kualifikasi yang mendekati junior process engineer. Melalui pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran yang mengacu pada kerangka kompetensi di atas, diharapkan lulusan program diploma 4 nantinya dapat memenuhi kualifikasi ini. 6.
katalitik, keselamatan lingkungan dan keekonomian, mengingat arah perkembangan teknologi pengolahan migas ke depan akan lebih banyak menggunakan proses katalitik dan juga penerapan peraturan dan standarstandar keamanan proses dan lingkungan akan semakin ketat. Adapun perubahan dari sisi teknik dan peralatan relatif lambat, sehingga sampai dengan 10 tahun ke depan peralatan yang digunakan di industri pengolahan migas relatif sama9). Teknik Kimia sebagai induk keilmuan program studi telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak tahun 1950-an. Namun demikian inti kurikulum teknik kimia pada hakekatnya sama yaitu berbasis chemical engineering tools yang meliputi neraca massa, neraca energi, kesetimbangan, prosesproses kecepatan, ekonomi dan humanitas. Mulai tahun 2000-an keilmuan teknik kimia mengalami penguatan pada teknik produk dan prinsip-prinsip inti yang berupa process molecular, multi scale analysis, system analysis and synthesis. Teknik produk merupakan perancangan produk dan proses dengan orientasi kualitas produk. Parameter kualitas produk sangat diutamakan bahkan bisa menggeser parameter konversi, yield, efisiensi, komposisi kimia dll10). Materi neraca panas dan neraca massa merupakan materi yang esensial bagi process engineer karena menjadi acuan dalam memonitor performa suatu unit operasi. Di samping itu seorang process engineer dituntut untuk memiliki kemampuan merancang, sehingga mahasiswa harus dibekali dengan materi-materi perancangan seperti perancangan proses, peralatan ataupun bahan. Berdasarkan hal tersebut, maka keilmuan program studi dapat diarahkan pada penguasaan dan penguatan fundamental teknik kimia dan proses-proses katalitik serta peningkatan kepedulian terhadap aspek keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang berorientasi pada aplikasi perancangan dan operasi di refinery dengan memanfaatkan komputasi maju dan penggunaan studi kasus nyata dalam metode pembelajarannya.
ARAH PENGEMBANGAN IPTEK PROGRAM STUDI
Perumusan kurikulum yang hanya mempertimbangkan sinyal pasar yang bersifat responsive, maka lulusannya akan selalu out of date. Di samping itu ketergantungan terhadap pasar menjadi tinggi, padahal pasar selalu berubah sesuai kemajuan isu-isu yang berkembang dan sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu dan teknologi di tingkat global. Sehingga perumusan kurikulum harus lengkap mengisi dua sisi yaitu sinyal pasar dan visi keilmuan program studi3). Djoko Suprapto dkk, 2009, dalam penelitian sebelumnya menyarankan untuk memperkuat materi-materi tentang proses safety,
114
Annasit, Kerangka Kompetensi Process Engineer...
7.
kan di tahun ketiga dan keempat kurikulum lebih diarahkan pada analisis, perancangan dan optimasi. Tahun pertama lebih banyak muatan materi yang bersifat prosedural, sedangkan di tahun kedua, mulai diberikan muatan materi yang bersifat analisis dan troubleshooting. Melihat contoh kurikulum Tabel 4, maka keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada akses terhadap sarana dan prasarana kilang. Konsekuensi selanjutnya adalah beban kurikulum akan menjadi lebih besar dibandingkan perguruan tinggi pada umumnya, disebabkan muatan materimateri kompetensi yang cukup banyak. Hal ini tentu akan berdampak pada beban pembelajaran bagi mahasiswa dan dosen yang lebih ketat, disamping diperlukan kompetensi pengajar yang tinggi untuk bisa menjalankannya (memiliki latar belakang teori dan fundamental keilmuan yang kuat serta pengalaman di bidang operasional dan engineering).
APLIKASI PADA KURIKULUM PROGRAM STUDI
Berdasarkan profil yang hendak dicapai, setidaknya ada dua hal yang ingin diraih dalam pengembangan kurikulum ini, yang pertama kurikulum dapat mereduksi kebutuhan program pre-employment bagi fresh graduate perguruan tinggi, dan yang kedua lulusan memiliki sebagian kompetensi process engineer level 1 setidaknya pada tataran dimensi pengetahuan faktual dan konseptual dan aspek kognitif berupa “pemahaman” sesuai tabel taksonomi bloom. Diharapkan dengan terpenuhinya kompetensi tersebut dapat menjembatani gap antara perguruan tinggi dengan industri pengolahan migas, serta dapat meminimalisir biaya pengembangan pegawai dengan tersedianya lulusan yang lebih siap pakai. Kurikulum diploma 4 program studi teknik pengolahan migas, karena menginduk pada teknik kimia, maka kurikulum tersebut harus memenuhi chemical engineering tools, dengan muatan materi-materi meliputi neraca massa, neraca panas, kesetimbangan, fenomena perpindahan, kinetika, ekonomi dan humanitas, ditambah dengan materi-materi perancangan seperti perancangan proses, perancangan peralatan dan perancangan produk. Sebagai bagian dari program keteknikan, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus memenuhi kriteria ABET yang terdiri dari 11 kemampuan dasar bagi lulusan program engineering. Kurikulum sebagai bagian dari pendidikan tinggi di Indonesia, maka harus memuat mata kuliah humanitas yang terdiri dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu Budaya/Alam Dasar dan Bahasa Inggris. Untuk mencapai kualifikasi process engineer level 1, maka kurikulum dapat mengacu pada kerangka kompetensi process engineer refinery sebagaimana dijelaskan di atas. Tabel 4 menunjukkan contoh sederhana pengembangan kurikulum program studi teknik pengolahan migas konsentrasi refinery. Di tahun pertama dan kedua kurikulum lebih menekankan pada aspek operasional, sedang-
8.
SIMPULAN
Kerangka kompetensi process engineer di refinery pada sub kategori plant owner merupakan acuan yang tepat untuk mengembangkan kurikulum program studi Teknik Pengolahan Migas dan untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi kualifikasi tersebut, maka kurikulum yang baru perlu lebih memperkuat materi chemical engineering tool dan perancangan, fundamental dan prinsip kerja peralatan dan unit proses, serta materi-materi kompetensi lain yang bersifat operasional terutama terkait dengan prosedur kerja, monitoring, trouble-shooting, dan optimasi. Kegiatan pembelajaran dapat dikembangkan dalam bentuk problem based learning atau student centered learning berdasarkan kasus nyata di refinery, sehingga ketrampilan problem solving akan lebih dikuasai. Implementasi kurikulum yang baru akan berdampak pada beban kerja dosen dan mahasiswa yang lebih besar serta kebutuhan sarana dan prasarana praktek kilang semakin meningkat.
115
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, hlm. 105-116
Tabel 4. Contoh Pengembangan Kurikulum Teknik Pengolahan Migas Cakupan Materi Tahun kePengetahuan proses dan peralatan
1
2
3
4
9.
Process flow diagram unit process; Prinsip dan fungsi unit process; Input dan output unit process; Kondisi operasi dan variable proses; Pemakaian bahan kimia dan katalis; Prosedur start-up, shutdown dan emergency shut down, operasi normal. Batasan kondisi operasi unit proses; Troubleshooting single equipment; Spesifikasi feed dan produk; Pengendalian kualitas produk; Dampak kegagalan suatu unit proses; Tindakan pengamanan; Emergency shutdown system; Safe guarding peralatan; Monitoring operasi peralatan. Monitoring/evaluasi performa berdasarkan neraca massa dan neraca panas; Optimasi peralatan atau unit proses yang sederhana; Interpretasi dan analisis data-data operasi dan desain untuk kebutuhan operasi. Root cause analysis masalah-masalah di unit proses; Perencanaan operasi kilang
Chemical engineering tools dan desain Humanitas
Neraca massa dan neraca panas; Mekanika Fluida; Perpindahan momentum; Perpindahan panas, Kesetimbangan
Perpindahan massa; Kinetika, Dasar-dasar perancangan; Ekonomi
Kinetika; Perancangan; Humanitas
DAFTAR PUSTAKA
1. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Lampiran, Deskripsi Jenjang Kualifikasi KKNI Jenjang Kualifikasi 6 2. Jhonnasen D, Strobel J, Beng Lee Chwee. Everyday Problem Solving in Engineering: Lessons for Engineering Educators. Journal of Engineering Education 2006; p139 – 151 3. Sudjarwadi. Kurikulum Program Studi: Orientasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Nopember 2010; p2-32 4. Mustakim. Kualifikasi dan Kompetensi Process Engineer Industri Migas dan Petrokimia. Workshop Pengembangan Kurikulum Teknik Pengolahan Migas; Solo Juli 2014. 5. Ranade SM. Competency Framework for Refinery Process Engineers. Hydrocarbon Processing Magazine; July 2008. p 107 – 111. Gulf Publishing Company; USA. 6. Lelono Joko. Refinery Plant Process Engineer: Bridging Competency Gap Between Universities and Industrial
Needs. Workshop Pengembangan Kurikulum Teknik Pengolahan Migas. Solo Juli 2014. 7. Krathwohl David R. A Revision of Bloom Taxonomy: An Overview, Theory Into Practice. Volume 41; number 4 2002. College of Education, Ohio State University. 8. Paringhadi Happy. Dinamika Kebutuhan SDM di Industri Hilir Migas. Workshop Pengembangan Kurikulum Teknik Pengolahan Migas. Solo Juli 2014. 9. Suprapto Djoko, Suparno, Risayekti, Annasit. Penelitian Kurikulum dan Silabi Program Studi Refinery PTK Akamigas di Era Globalisasi. Cepu : Januari 2010. 10. Sediawan Wahyudi B. Kerangka Keilmuan Process Engineer. Workshop Pengembangan Kurikulum Teknik Pengolahan Migas. Solo Juli 2014.
116