PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2011
SAMBUTAN REKTOR Kami mengucapkan puji dan syukur pada Tuhan YME, karena LP3 Undana telah berhasil merampungkan sebuah naskah akademik, yaitu Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana. Naskah ini merupakan standar prosedur operasional bagi semua fakultas/program studi di lingkungan Undana di dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajarannya. Pada berbagai kesempatan, kami selalu menyampaikan bahwa Undana telah menegaskan visinya, yaitu menjadi Universitas Berwawasan Global, yang dimaknai sebagai organisasi dengan pandangan, pengharapan dan sikap global sambil berdiri kokoh di atas tanah yang memiliki kekayaan alam di Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya cita-cita Undana adalah: (a) menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas, mampu bersaing dalam dunia kerja baik lokal, nasional dan global, terutama mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara lokal; (b) mampu menciptakan produk-produk intelektual yang bernilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan dayasaing bangsa dengan optimalisasi sumberdaya alam dan aset sosial budaya yang tersedia di NTT dan sekitarnya; dan (c) mampu menjadi kekuatan moral bangsa dengan cara memelihara karakter kebangsaan Indonesia dalam diri sivitas akademika dan alumni Undana karena posisi yang sangat strategis secara geografis maupun geopolitik di Kawasan Timur Indonesia Bagian Selatan. Kenyataan di masa lampau, kita telah berbuat “salah” dalam pembelajaran kepada mahasiswa, antara lain dengan
memanfaatkan dan mendominasi kesempatan belajar mahasiswa melalui cara
mendikte maupun berbicara untuk diri sendiri. Pembelajaran demikian menghasilkan jumlah lulusan besar, yang: (a) kurang percaya diri dalam pemecahan masalah, (b) kurang terampil dalam berkomunikasi, kurang mampu berinteraksi dalam situasi berkelompok, kurang proaktif, kekurangan orang-orang berjiwa pemimpin, hampir tidak ada ketrampilan berwiraswasta, dan umumnya tidak mampu memberi keputusan dalam situasi kritis. Kondisi pembelajaran di atas, menuntut dilakukannya perubahan dalam hal cara mengajar, yakni lebih fokus kepada belajar mandiri mahasiswa. Untuk merealisasi belajar mandiri mahasiswa maka syarat yang diperlukan adalah: (a) dosen haruslah berperan sebagai supervisor/fasilitator belajar dengan berbekal pengetahuan terkini; (b) materi pembelajaran yang baik dan relevan serta mutakhir; (c) lingkungan pembelajaran (secara fisik maupun psikologis) yang baik dan (d) sumber belajar yang baik. Dengan demikian kebijakan operasional Undana adalah meningkatkan komitmen Undana terhadap
prioritas kebutuhan, yang meliputi standar kualitas dan relevansi pendidikan, mendorong kontribusi aktif dan konstruktif staf akademik, serta promosi “partnership” dalam hal penjaminan mutu. Penerbitan naskah Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana merupakan salah satu wujud komitmen Undana untuk meningkatkan standar kualitas dan relevansi pendidikan. Diharapkan pengelola fakultas/Program Studi akan memanfaatkan dokumen ini sebagai referensi baku dalam menyusun program pengembangan serta program perbaikan secara internal, baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam lingkupnya. Kami menyambut baik diterbitkannya naskah pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis KBK oleh LP3 Undana. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada semua Pihak, terutama Tim Pakar, Tim Penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya. Kiranya dokumen ini akan menjadi acuan untuk memperkaya proses pematangan dan juga sebagai penuntun bagi sivitas akademika Undana dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
Kupang, 20 Juni 2011
KATA PENGANTAR Naskah akademik Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi Universitas Nusa Cendana telah rampung disusun dan memperoleh pengesahan Senat Universitas Nusa Cendana pada Tanggal 29 Desember 2010 yang didanai oleh Nuffic Undana tahun anggaran 2010/2011. Setelah mendapatkan masukan dari anggota senat Undana dan para pakar, baik internal maupun eksternal, naskah ini direvisi dengan dana DIPA Undana tahun anggaran 2011/2012. Hal ini dilakukan bagi implementasi dokumen ini, dan ditetapkan dengan keputusan rektor.
Pedoman pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi ini mengacu kepada
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000, 045/U/2002 dan Standar Isi Pendidikan Tinggi yang dikeluarkan oleh BSNP tahun 2010 tentang kompetensi utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kompetensi lulusan sesuai tuntutan pasar dan keinginan stakeholder. Harapan kami, adanya Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal,
terutama oleh pengelola
fakultas/program studi dalam menyusun kurikulum serta program perbaikan secara internal, baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam lingkupnya. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim pakar, tim penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya atas kesempatan dan waktu yang tercurah. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, kami senantiasa mengharapkan adanya masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak, sebagai upaya proses pembelajaran dan perbaikan ke depan.
DAFTAR ISI
1
Sambutan Rektor ………………………………………………………………..
ii
2
Kata Pengantar …………………………………………………………………...
iii
3
Daftar isi ………………………………………………...………….....................
iv
4
Daftar Gambar …………………………………………………………………
vi
5
Daftar Tabel ……………………………………………………………………
vii
6
BAB I PENDAHULUAN .………………………………………………………
1
A. Latar Belakang …………………………………….…………………………
1
B. Dasar Hukum …………………………………..…………………………….
5
C. Tujuan …………………………………………………………………..….
5
D. Ruang Lingkup ……………………………………………………………….
6
E. Penyusun ………………………………………………………………….….
8
7
BAB II . PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI ……………………………………………………. 10 A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ………………………..…
10
B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002
12
…………………………………………………………………... C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ………………….
15
D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran …………………………………….
26
E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi ………………………
34
7
BAB III PENUTUP …………………………………..………………………….
67
8
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
68
10
Lampiran1.Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi ....
69
Lampiran 2. Sistimatika Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi Lingkup UNDANA ……………………………………………………………………….. 76
DAFTAR GAMBAR
1.
Skema Proses Penyusunan Kurikulum ……………..……………………………
11
2.
Struktur Kurikulum ……………………………………………………………...
24
3.
Contoh Struktur Kurikulum Kombinasi Serial-Paralel ………………………….
25
4.
Hard Skill dan Soft Skill …………………………………………………………
26
5.
Hard Skill vs Soft Skill ………………...…………………………………………
28
6.
Sumbu Kordinat 3 ranah Bloom .………………………………………………...
30
7.
Ilustrasi TCL versus SCL …………………………………….…………………
36
8.
Skema student centered …………………………………..……………………...
37
9.
Skema Sistem Pemelajaran KBK ………………………………………………..
49
10.
Sistem Pembelajaran 2 ….………………………………………………………
50
11.
Rancangan Pembelajaran SCL …………………………………………………
50
12.
Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Pembelajaran .…………………….
59
13.
Memilih Metode Dalam Pembelajaran …………………..……………………
60
DAFTAR TABEL
1.
Kepmendiknas 232/U/2000 dan Konsep UNESCO ……………………………..
13
2.
Kelompok Kompetensi Tahun 2002 dan 2010 …………………………………..
14
3.
Profil Lulusan Program Studi ……………………………………………………
15
4.
Profil & Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar
16
5.
Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum..
6.
Kaitan Rumusan Kompetensi dengan Bahan Kajian Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum ..
7.
18
21
Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya dengan Bahan Kajian dan Kompetensi ………………………………………………………………………..
22
8.
Atribut Soft Skills yang Dominan ………………………………………………..
27
9.
Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja ………………………………...
29
10.
Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama ……………...
33
11.
Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL ...................................................................
36
12.
Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….
13.
Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa …….……………………………………………………….
14.
41
42
Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….
42
15.
Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning
dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….. 16.
Ringkasan model pembelajaran Cooperative
Learning
dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….. 17.
Ringkasan model pembelajaran Collaborative
Learning
46
Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….
20.
45
Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……………………………………………………………..
19.
44
dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa …………………………………………………………….. 18.
43
47
Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……………………………………………………………. 48
21.
Format Rancangan Pembelajaran ………………………………………………..
51
22.
Matriks Pembelajaran ............................................................................................
54
23.
Skema Jenjang Kompetensi ……………………………………………………...
57
24.
Bentuk Umum Rubrik Deskriptif ..........................................................................
63
25.
Contoh Rubrik Deskriptif untuk menilai Presentasi Lisan ....................................
63
26.
Bentuk Umum Rubrik Holistik ………………………………………………….
64
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan secara global. Pengaruh globalisasi dicirikan oleh adanya aliran manusia, informasi, teknologi baru, modal dan gagasan serta citra. Keadaan ini mempengaruhi perubahan nilai kehidupan masyarakat, perubahan persyaratan dunia kerja sehingga diperlukan lulusan pendidikan yang memiliki kompetensi sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan seni, dunia kerja, profesi dan pengembangan kepribadian dengan ciri khas kebudayaannya masing-masing. Perubahan-perubahan yang disebutkan di atas membutuhkan penyesuaian penyelenggaraan pendidikan baik dasar, menengah maupun perguruan tinggi secara terus menerus. Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas juga bermakna adanya dinamika, khususnya dinamika pendidikan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi di Indonesia dalam mengemban tugasnya dituntut untuk mengantisipasi berbagai dinamika pembangunan pendidikan dan juga dituntut menampilkan kemampuan untuk menyesuaikan
berbagai
program dan aktivitas akademiknya sejalan dengan paradigma baru pendidikan. Universitas Nusa Cendana sebagai salah satu penyelenggara Perguruan Tinggi di Indonesia, dituntut untuk melaksanakan hal tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menyambut pendidikan berwawasan masa depan, dalam arti pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan, yaitu suatu proses guna melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era global. Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO melaporkan bahwa di era global ini, pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996). Dalam learning to know mahasiswa belajar pengetahuan yang penting sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti. Dalam learning to do mahasiswa
mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang memungkinkan mahasiswa memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Dalam learning to be, mahasiswa belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan sebaiknya dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Dalam learning to live together, mahasiswa dapat memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai, serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan demikian, melalui keempat pilar pendidikan ini mahasiswa diharapkan tumbuh menjadi individu yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk bekal hidupnya. Dengan adanya keempat pilar ini, penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah mengarah untuk menciptakan prinsip pembelajaran yang mengutamakan link and match yang pada akhirnya memberi peluang besar kepada lulusan untuk mendapat lapangan kerja. Artinya dengan adanya pilar learning to do dan learning to be yang juga tetap erat dengan kedua pilar yang lain, lulusan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja yang setidak-tidaknya untuk kepentingan diri sendiri dengan keterampilan yang dimiliki tanpa melupakan aspek kognisi. Hal semacam ini sesungguhnya ikut serta mengurangi problema pemerintah, yakni ikut mengurangi angka ketergantungan pada pemerintah. Berkurangnya angka ketergantungan pada pemerintah sudah barang tentu meringankan pemerintah dalam hal penganggaran, dimana alokasi anggaran untuk mengelola pengangguran bisa diarahkan pada masalah lain, misalnya pendidikan, dan kesehatan. Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia dalam era reformasi dewasa ini perlu dikembangkan. Pengembangan pendidikan di Indonesia di era reformasi, menurut Fasli Jalal dan Supriadi (2001), dilandaskan pada tiga acuan yang pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab tantangan global. Ketiga acuan yang dimaksud adalah acuan filosofis, acuan nilai kultural, dan acuan lingkungan strategis. Acuan filosofis, didasarkan pada abstraksi acuan hukum dan kajian empiris tentang kondisi sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis pendidikan perlu memiliki karakteristik seperti : (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban; (b) mendukung diseminasi dan nilai keunggulan, (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi,
kemanusiaan, keadilan dan keagamaan; dan (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral. Kesemuanya ini tidak terlepas dari cita-cita pembentukan masyarakat Indonesia Baru, yakni masyarakat madani. Acuan nilai kultural sebagai acuan yang harus dimiliki pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari penataan aspek legal. Tata nilai itu sendiri bersifat kompleks dan berjenjang mulai dari jenjang nilai ideal, nilai instrumental, sampai pada nilai operasional. Pada tingkat ideal, acuan pendidikan adalah pemberdayaan untuk kemandirian dan keunggulan, sedangkan pada tingkat instrumental, acuan ini berkiprah pada pengembangan otonomi, kecakapan, kesadaran berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan, moral, harkat, martabat dan kebanggaan, yang kesemuanya merupakan nilai-nilai penting yang kesemuanya dikembangkan melalui pendidikan. Pada tingkat operasional, pendidikan harus menanamkan pentingnya kerja keras, sportivitas, kesiapan bersaing, dan sekaligus bekerjasama dan disiplin nilai-nilai yang penting melalui pendidikan adalah diri. Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional dan lingkungan global. Lingkungan nasional ditandai oleh dua hal yang substansial yaitu: masih berlanjutnya krisis dimensional yang menerpa bangsa ini, dan tuntutan reformasi secara total yang belum berjalan secara baik dan optimal. Lingkungan nasional yang ditandai oleh dua hal substantial di atas meliputi perubahan demografis dan pengaruh ekonomi yang tidak merata, sehingga penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat, pengaruh sumber kekayaan alam yang pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan yang baik, pengaruh nilai sosial budaya di era global ini, dimana munculnya nilai-nilai baru di masyarakat seperti kerja keras, keunggulan, dan ketepatan waktu, pengaruh politik yang sejak era reformasi terasa sangat labil, serta pengaruh ideologi dimana pendidikan ideologi perlu terkait dengan yang universal. Lingkungan nasional yang saat ini masih dalam situasi reformasi, bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Secara nasional, acuan strategis ini mengandung arti keharusan, yakni bahwa pendidikan di Indonesia harus dapat menjawab tantangan reformasi dan membawa negeri ini keluar dari berbagai krisis. Lingkungan global ditandai antara lain dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi sehingga kita tidak bisa menjadi warga lokal dan nasional saja, tetapi juga warga dunia. Oleh karena itu, lingkungan strategis sangat berpengaruh terhadap pendidikan di
Indonesia yakni bagaimana pendidikan masa depan tersebut hendaknya dirancang untuk menjawab pesatnya perkembangan teknologi yang mendunia. Sebagai implikasi dari globalisasi dan reformasi tersebut, terjadi perubahan pada paradigma pendidikan yang menyangkut empat hal. Pertama, paradigma proses pendidikan yang berorientasi pada pengajaran dimana Dosen lebih menjadi pusat informasi, bergeser pada proses pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran dimana mahasiswa menjadi sumber (student center). Penggeseran ini memberi peluang bagi banyaknya sumber belajar alternatif untuk melengkapi dan memperkaya fungsi dan peran Dosen, sehingga peran Dosen berubah menjadi fasilitator. Kedua, paradigma proses pendidikan tradisional yang berorientasi pada pendekatan klasikal dan format di dalam kelas, bergeser ke model pembelajaran yang lebih fleksibel, seperti pendidikan dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu pendidikan menjadi prioritas (berarti kualitas menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan seumur hidup dan makin mencairnya batas antara pendidikan formal dan nonformal. Saat ini telah terjadi perubahan kurikulum di dunia Perguruan Tinggi di Indonesia, dari yang semula menitik beratkan pada pemecahan masalah internal Perguruan Tinggi dengan target penguasaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi (SK Mendiknas No. 056/U/1994), ke kurikulum sekarang yang lebih menekankan pada proses pendidikan yang mengacu pada konteks kebudayaan dan pengembangan manusia secara komprehensif, global/universal, dengan targetnya adalah menghasilkan lulusan yang berkebudayaan dan yang mampu berperan di dunia internasional. Rambu-rambu kurikulum baru kemudian ditetapkan dan dituangkan dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik yang kemudian dilengkapi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi menggantikan SK Mendiknas No. 056/U/1994, yang semula disebut sebagai Kurikulum Berbasis Isi (KBI), kemudian beralih ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dengan diberlakukannya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002, maka masing-masing Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen kurikulumnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan menjamin bahwa proses pembelajaran dan lulusannya sesuai dengan yang ditetapkan.
Dalam KBK terjadi perubahan dalam proses pembelajaran yang menyangkut juga perubahan dalam peran Dosen, perencanaan kurikulum, pelaksanaan proses pembelajaran, pengembangan
proses
pembelajaran,
dan
evaluasi
program
pembelajaran.
Dengan
diberlakukannya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002 maka masing-masing Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen kurikulumnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan menjamin proses pembelajaran dan lulusannya sesuai dengan yang ditetapkan. Sampai saat ini belum semua program studi di Undana menerapkan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagaimana tertera dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No. 045/U/ 2002 yang kemudian dilengkapai dengan Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2010. Dalam rangka mengakomodasi perubahan ekternal, maka Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Pembelajaran (LP3) Undana bekerjasama dengan Proyek NUFFIC Undana menyusun
Pedoman Pengembangan Kurikulum dan
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Pedoman ini dimaksudkan untuk membantu fakultas/program studi dalam rangka penerapan
KBK yang telah disepakati
bersama.
B. Dasar Hukum a) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. b)
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
c)
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
d)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e)
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen cq Psl 4 tentang peran guru, sebagai learning agent.
f)
Kepmendiknas No. 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
g)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
C. Tujuan Pedoman pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi ini berfungsi sebagai rambu-rambu bagi sivitas akademika Undana dalam rangka mengimplementasi dan menyempurnakan kurikulum; selanjutnya, sasaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah para pengelola/penanggung jawab penyelenggara kegiatan akademik di lingkungan Undana, baik tingkat universitas, fakultas, program studi maupun Dosen. Secara spesifik, tujuan pedoman pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran ini adalah untuk membantu: a) Setiap fakultas/program studi mempunyai patokan yang terukur dan jelas serta dapat didiskusikan oleh peer groups (task force or classcourses) dalam merancang dan mengembangkan baik KBK maupun kegiatan pembelajaran. b)
Setiap fakultas/program studi dapat menonjolkan keunggulannya disertai tanggung jawab khususnya pada stakeholders
c)
Pengelola akademik (Dekan, Pembantu Dekan bidang Akademik, Kaprodik, Peer groups (task force or class courses) dan Dosen dalam merencanakan, menyelenggarakan dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran.
d)
Membantu
pelaksana
penjaminan
mutu
kurikulum
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan kegiatan evaluasi internal kurikulum dan implementasinya. D. Ruang Lingkup Surat Keputusan Mendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik, menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan baik mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar di Perguruan Tinggi. Jadi kurikulum memuat materi-materi pembelajaran yang harus diketahui oleh mahasiswa serta bagaimana mahasiswa mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan. Kurikulum sebagai seperangkat rencana yang memuat materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang mudah dikomunikasikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) di dalam institusi pendidikan,
akuntabel dan mudah diaplikasikan dalam praktek serta harus responsif terhadap perubahan kebutuhan stakeholders akan lulusan program studi tersebut. Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan elemenelemen kompetensi yang dapat mengantar mahasiswa untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum versi Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan (dalam Kepmendiknas 032/U/2002, tidak disebutkan kompetensi umum). Kompetensi dimaksudkan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu Dalam KBK mata kuliah terdistribusi menurut bahan kajian dalam upaya pencapaian kompetensi lulusan, baik kompetensi utama yang menurut versi Keputusan BSNP tahun 2010 adalah penciri program studi yang dulu menurut versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut kurikulum inti maupun pencapaian kompetensi kompetensi khusus dalam versi Keputusan BSNP tahun 2010 adal;ah penciri universitas yang versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut kompetensi pendukung dan lainnya sebagai kurikulum institusional dan kompetensi umum yaitu penciri nasional yang diakomodir dalam mata kuliah (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris/bahasa asing, dan (5) Matematika/Statistika/Logika. Kompetensi utama sebagai pendiri program studi ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Kompetensi khusus sebagai penciri universitas ditetapkan oleh universitas sedangkan kompetensi umum sebagai penciri nasional ditetapkan oleh negara. Fakultas adalah penyelenggara kegiatan akademik Undana dalam dan/atau disiplin ilmu tertentu. Fakultas dapat terdiri dari satu program studi atau beberapa program studi, yaitu kesatuan rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik dan/atau profesi yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar para peserta didik mampu menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan sasaran kurikulum. Kurikulum mencakupi enam hal sebagai ruang lingkup cakupan, yakni: (a) kompetensi lulusan, (b) materi/isi pembelajaran, (c) sumber belajar, (d) strategi dan metoda pembelajaran, (e) beban dan masa studi, serta (f) sistem evaluasi hasil belajar mahasiswa.
Departemen/Program Studi merupakan penanggung jawab utama dalam mendesain, mengembangkan, merevisi dan melaksanakan kurikulum; sedangkan Senat Fakultas merupakan penanggung jawab utama dalam memantau efektivitas penyelenggaraan kurikulum di tingkat fakultas. Senat Universitas merupakan penanggung jawab utama dalam memantau efektivitas penyelenggaraan kurikulum di tingkat universitas. E. Penyusun 1.
Tim Penyusun Pembina
: Rektor Undana
Pengarah
: Pembantu Rektor Bidang Akademik
Penanggung Jawab Kegiatan
: Ketua LP3 Undana
Ketua Pelaksana
: Dr. Thontjie Makmara, M.Pd
Sekretaris
: Dr. Paulus Taek, MS
Anggota
: Ir. Herianus J.D. Lalel, M.Si, Ph.D Ir. Edi Djoko Sulistijo, MP Dr. Agustinus Semiun, M.A Dr. F. Sumantri, M.Si Dra. Maria A. Kleden, M.Sc I Wayan Sukarjita,S.Pd, M.Si
2.
Tim Pakar Undana
: Prof. Ir. F. Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Arjana, MS Prof. Dr. A.M. Mandaru, M.Pd Prof. Drs. Elias Kopong, M.Ed, Ph.D Prof. Dr. Erna Hartati, MS Prof. Dr. J. F. Bale Therik, MS Prof. Dr. Mientje Ratoe Oedjoe, M.Pd Dr. David B. W. Pandie, MS Drs. Josua Bire, MA., M.Ed., Ph.D. Dr. Intje Picauly, M.Si Dr. Ir. Robby Pellokila, MP Dr. Heru Sutejo, M.Agr. Sc. Ph.D
3. Tim Pakar P3 UGM
: Prof. dr. Harsono, Sp.S (K) : dr. Ova Emilia, M.M.Ed. Ed, SpOG, Ph.D
BAB II PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan lulusan yang berkompeten, yang memiliki life skill, yang mandiri secara individual untuk menciptakan lapangan kerja sebagai upaya dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan yang dihadapinya. Selain itu lulusan yang berkompeten juga mampu memperlihatkan kinerja yang inovatif, yang membuatnya mampu mengatasi tantangan hidup yang dihadapinya. Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyusun kurikulum adalah melakukan analisis SWOT dan Tracer Study serta Labor Market Signals. Baik kurikulum berbasis isi maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi, harus diawali dengan analisis SWOT terkait dengan visi keilmuan program studi dan kajian terhadap kebutuhan pasar kerja. Kendati demikian, proses penyusunan kedua jenis kurikulum itu berbeda sebagaimana terlihat pada Gambar 1 yang disajikan pada bagian berikut ini. Dalam penyusunan kurikulum yang sering dilakukan (lihat alur warna abu-abu pada Gambar 1), setelah didapat hasil dari analisis seperti hal-hal tersebut di atas, kemudian ditentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang dijabarkan dalam mata kuliah, yang kemudian dilengkapi dengan bahan ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah. Sejumlah mata kuliah ini disebarkan ke dalam semester-semester. Sebaran mata kuliah ke dalam semester, biasanya didasarkan pada struktur atau logika urutan sebuah IPTEKS, dengan tingkat kerumitan dan kesulitan ilmu yang dipelajari. Kurikulum semacam ini mempertimbangkan apakah lulusannya nanti relevan dengan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) bahkan kebutuhan masyarakat pengguna atau tidak.
%
% )
*
* * *+
$
" %
"
(1)
&"'
!
# !
%
% &
(2) (3) (4) !
(5)
(
(7)
(6)
" # %
!
(8) ,
Yang biasa dilakukan KBK yang diusulkan
-.
Berbeda dengan itu, penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi (lihat alur warna ungu pada Gambar 1), dimulai dengan langkah-langkah: (1) Penyusunan profil lulusan, yaitu peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2) Penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3) Penentuan Bahan Kajian yang terkait dengan bidang IPTEKS program studi; (4) Penetapan kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan antara kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5) Merangkai berbagai bahan kajian tersebut kedalam mata kuliah; (6) Menyusun struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata kuliah tersebut dalam semester; (7) Mengembangkan Rancangan Pembelajaran; (8) Memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensinya.
B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 memang terdapat hal–hal yang belum seluruhnya jelas dan karena tidak ada petunjuk teknis yang menyertainya, menjadikan perguruan tinggi sulit untuk melaksanakannya. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan oleh Tim Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi Kurikulum DIKTI di Perguruan Tinggi tahun 2003 yang mensurvai perguruan tinggi yang telah merekonstruksi dan mengimplementasikan kurikulumnya sesuai dengan isi Kepmen tersebut. Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan tersebut diperoleh data bahwa pemahaman terhadap isi Kepmen tersebut masih berbeda-beda dan kesiapan untuk melakukan perubahan kurikulum di perguruan tinggi juga berbeda. Berdasarkan kajian tersebut dikeluarkanlah Kepmendiknas no 045/U/2002 yang dimaksudkan untuk memperjelas dan melengkapi Kepmendiknas 232/U/200 agar bisa dilaksanakan dengan tepat. Untuk memahami konsep kurikulum berbasis kompetensi ini harus dipahami kedua Kepmen tersebut secara utuh. Kedua Kepmen tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada satu bagian Kepmen tersebut mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Konsep ini adalah runtutan pemikiran yang berusaha mensepadankan antara konsep UNESCO dengan persyaratan kerja hasil survai yang dijadikan referensi oleh DIKTI, kedalam pola lama yaitu adanya pengelompokan mata kuliah seperti tergambar pada tabel 1 berikut ini.
-/
%
%
)
(*
0102 2033 (
%
%
4
4
5
* (
*
*
* *
*
• • • • •
• • •
! ! "
• • •#
!
$
! !
%
Namun, pada SK Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan maknanya agar penyusunan kurikulum tidak terfokus pada usaha pengelompokan mata kuliah tetapi lebih kearah pencapaian kompetensi yang mengandung elemen-elemen kompetensi sebagai berikut: (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c) kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian pengelompokan mata kuliah menjadi tidak berperan lagi karena tidak terkait langsung dengan pencapaian kompetensi lulusan. Bisa terjadi satu mata kuliah dibangun untuk mencapai satu atau lebih kompetensi (learning to do, learning to know, learning tobe, learning to live together) , dan sebaliknya satu kompetensi dapat dicapai lewat lebih dari satu mata kuliah, sehingga pengelompokan mata kuliah menjadi sulit dilakukan atau dapat dikatakan tidak bisa dilakukan, kecuali dipaksakan. Jadi pencapaian kompetensilah yang menjadi tujuan/sasaran kurikulum, sedang pengelompokan mata kuliah bukan sasaran perubahan kurikulum. Kurikulum inti menurut Kepmendiknas no.045/U/2002, merupakan penciri dari kompetensi utama, bersifat dasar untuk mencapai kompetensi lulusan, merupakan acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi, dan ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi
(program studi sejenis) bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Jadi Kompetensi utama ini merupakan penciri suatu lulusan program studi tertentu, dan ini bisa disepakati dengan mengambil beban dari keseluruhan beban studi sebesar 40% – 80%. Sementara itu kurikulum institusional didalamnya terumuskan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya, yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama suatu program studi dan ditetapkan oleh institusi penyelenggara program studi. Kompetensi pendukung dapat bergerak antara 20% - 40% dari keseluruhan beban studi. Sementara itu kompetensi lainnya equivalen dengan beban studi sebesar 0%-30% dari keseluruhan. Untuk mewujudkan kompetensi terstandar, Keputusan Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2010 menetapkan tentang kompetensi utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum sebagai penyempurnaan Kepmendiknas No. 232/U/2000 sebagaimana terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kelompok kompetensi tahun 2002 dan 2010
0330
03-3
1
1
2
2
3
3
Kompetensi Utama ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
Kompetensi Utama ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
Kompetensi Pendukung dan Kompetensi lainnya ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi
Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara
C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 1. Penetapan Profil Lulusan. Profil lulusan adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program studi di masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan menetapkan profil, Perguruan Tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan, dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan: “Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini?” Profil ini bisa saja merupakan profesi tertentu misal dokter, pengacara, apoteker, dan lainnya, tetapi juga bisa sebuah peran tertentu seperti manajer, pendidik, peneliti, atau juga sebuah peran yang lebih umum yang sangat dibutuhkan didalam banyak kondisi dan situasi kerja seperti komunikator, kreator, pemimpin, dan sebagainya. Beberapa contoh profil lulusan dapat disimak pada Tabel 3.
Tabel 3. Profil Lulusan Program Studi No 1
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
2
Agribisnis
3
Peternakan
4
Arsitek
Contoh Profil (1) Guru kelas di SD; (2) Administrator pendidikan ke-SD-an; (3) Supervisor pendidikan ke-SD-an; (4) Peneliti pendidikan ke-SD-an (1) Pelaku bisnis pertanian; (2) Pengusaha di bidang pertanian; (3) Peneliti; (4) Pendidik (1) Peternak yang unggul (2) Manajer usaha peternakan (3) Entrepreuner (1) Arsitek professional; (2) Kontraktor; (3) Peneliti; (4) Akademisi
2. Perumusan Kompetensi Lulusan. Setelah menetapkan profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan program studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan kompetensi lulusan, dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “ Untuk menjadi profil (.......yang ditetapkan) lulusan harus mampu melakukan apa saja?” Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi lulusan secara lengkap. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga unsur yaitu nilainilai yang dicanangkan oleh Perguruan Tinggi (university values), visi keilmuan dari program studinya (scientific vision), dan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (need assesment). Kompetensi menurut Keputusan BSNP Tahun 2010, terbagi dalam tiga kategori yaitu (1) Kompetensi Utama yaitu penciri program studi berupa rumusan kompetensi yang berkaitan dengan mata kuliah penciri program studi; (2) Kompetensi Khusus yaitu penciri universitas berupa rumusan konpetensi yang selaras dengan tujuan Undana; dan
(3)
Kompetensi Umum yaitu penciri nasional berupa rumusan kompetensi yang berkaitan dengan mata kuliah Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris/bahasa Asing, dan Matematika/Statistika/Logika, masing-masing 2 SKS. Semua rumusan kompetensi itulah yang menjadi rumusan Kompetensi Lulusan. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan Tabel 4. Tabel 4. Profil dan Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar PROFIL
Kompetensi yang Seharusnya Dimiliki
(PERAN LULUSAN) 1
Guru kelas di SD
2
3
4
Administrator pendidikan keSD-an Supervisor pendidikan keSD-an Peneliti pendidikan keSD-an
Kompetensi Khusus
Kompetensi Utama 1. 2.
Mengajar secara professional di SD Dst
1. 2.
Ketelitian Kejujuran dan berpenampilan menarik Kesupelan dan kreatif
Kompetensi Umum 1.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Dst
Dst
3. Dst
Dst
Dst
Dst
Dst
Dst
Dst
Dst
Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi Setelah semua kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah mengkaji apakah kompetensi tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti yang diwajibkan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen kompetensi tersebut adalah: a) Landasan kepribadian, b) Penguasaan ilmu dan keterampilan, c) Kemampuan berkarya, d) Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, e) Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Setiap kompetensi lulusan dianalisis apakah mengandung satu atau lebih elemenelemen kompetensi tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menganalisis adanya muatan elemen kompetensi di setiap kompetensi adalah dengan mengecek kemungkinan strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut. Jika kompetensi mengandung elemen (a) landasan kepribadian yang lebih bersifat softskills, maka landasan yang bersifat demikian bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum. Jika kompetensi tersebut mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan ketrampilan, maka elemen tersebut diajarkan dalam bentuk mata kuliah. Jika kompetensi mengandung elemen (c) kemampuan berkarya, maka kompetensi tersebut bisa ditempuh dengan praktek kerja tertentu, dan bila kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan perilaku dalam berkarya, maka di dalam praktek kerja tersebut harus terkandung muatan sikap dan perilaku. Terakhir, bila kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat, maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan strategi praktek kerja di masyarakat. Pemeriksaan keterkaitan rumusan kompetensi lulusan dengan elemen kompetensi ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kurikulum yang disusun telah mempertimbangkan unsur-unsur dasar dari kurikulum yang disarankan oleh UNESCO (learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together) dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (landasan kepribadian). Agar dapat lebih mudah dalam menganalisis elemen kompetensi ini dapat digunakan matriks pada Tabel 5.
Tabel 5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya Program Studi: Pendidikan Guru Kelas Mata Kuliah : Pembelajaran Bhs. Ind. Lintas Kurikulum Kelompok Kompetensi Utama
Rumusan Kompetensi a 1
2 3 4 5 KHUSUS
6 7 8
UMUM
Menjabarkan tema pembelajaran ke dalam konteks pembelajaran Menetapkan jaringan tema Menyusun silabus pembelajaran tematis Menyusun RPP tematis Memraktikkan pembelajaran tematis Ketelitian**) Kejujuran dan berpenampilan menarik**) Kesupelan dan kreatif**)
9
Bertaqwa kepada Tuhan***) Yang Maha Esa
10
Dst
v
Elemen Kompetensi*) b c d v v
v
v
v
v
v
v
v
v
e
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
Catatan. 1. Matriks hubungan Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002 dan Keputusan BSNP 2010 2. *) Elemen Kompetensi a = Landasan kepribadian
b = Penguasaan ilmu dan keterampilan c = Kemampuan Berkarya d = Sikap dan perilaku berkarya e = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat 2. **) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensikompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi mata kuliah di tiap prodi. 3. ***) Sebagai penciri nasional, kompetensi pada no 9 dan seterusnya dikemas dalam mata kuliah umum
3. Pemilihan Bahan Kajian Setelah menganalisis elemen kompetensi, maka langkah selanjutnya adalah menentukan bahan kajian yang akan dipelajari dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni, obyek yang dipelajari, yang menunjukkan ciri cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain bahan kajian menunjukkan bidang kajian atau inti keilmuan suatu program studi. Bahan kajian dapat pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan, keilmuan yang sangat potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang. Pilihan bahan kajian ini sangat dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang bersangkutan, yang biasanya dapat diambil dari program pengembangan program studi.Tingkat keluasan, kerincian, dan kedalaman bahan kajian ini merupakan pilihan otonom masyarakat ilmiah di program studi tersebut. Bahan kajian bukan merupakan mata kuliah. Contoh bahan kajian yang sering ditemui misalnya pada bidang pendidikan adalah (1) kurikulum, (2) pembelajaran, (3) media pembelajaran, (4) strategi pembelajaran dll. Contoh lain adalah pada program studi pada bidang agroteknologi adalah (1) Ilmu Tanaman; (2) Media Tanaman; (3) Teknologi Tanaman; (4) Lingkungan dll.
4. Perkiraan dan Penetapan Beban (SKS) Selama ini pengertian SKS hanya berkaitan dengan waktu satu kegiatan pembelajaran tanpa dikaitkan dengan variabel lain. Hanya macam kegiatan yang dideskripsikan. Seperti pengertian 1 SKS mata kuliah yang dilakukan dengan perkuliahan (ceramah) diartikan tiga macam kegiatan, yaitu kegiatan tatap muka selama 50 menit, kegiatan belajar terstruktur selama 60 menit, dan kegiatan belajar mandiri selama 60-100 menit, semuanya dalam satuan per minggu, persemester. Banyak program studi yang hanya menerima SKS dari tahun ke tahun tanpa memahami cara menetapkannya. Selama ini perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah lebih banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut banyaknya bahan kajian yang harus disampaikan. Hal ini bisa dimengerti karena selain SKS hanya terkait dengan waktu, kurikulum yang dilaksanakan adalah kurikulum berbasis isi (KBI), serta kegiatannya lebih banyak berupa kuliah/ceramah (TCL). Sehingga besarnya SKS suatu mata kuliah sepertinya menjadi hak Dosen pengampunya, yaitu berdasar pada materi yang dikuasai dan
yang harus diajarkan. Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah SKS terkait dengan kompetensi yang harus dicapai. Pengertian SKS tetap berkaitan dengan waktu , hanya perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah atau suatu pengalaman belajar yang direncanakan, dilakukan dengan menganalisis secara simultan beberapa variabel, yaitu: (a) tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai; (b) tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari ; (c) cara/strategi pembelajaran yang akan diterapkan; (d) dan posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran dilakukan; dan (e) perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu semester. Dengan demikian, dalam KBK yang lebih menitik beratkan pada kemampuan/ kompetensi mahasiswanya, secara prinsip pengertian SKS harus dipahami sebagai: waktu yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui suatu bentuk pembelajaran dan bahan kajian tertentu. Untuk itu diperlukan pemetaan hubungan kompetensi dan bahan kajian, seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Kaitan Rumusan Kompetensi Dengan Bahan Kajian Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum
UTAMA
(penciri program studi)
Mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran Bhs Ind Lintas Kurikulum Menerapkan ciri pembelajaran Bhs Ind Lintas Kurikulum sebagai implementasi pembelajaran terpadu Menjabarkan tema pembelajaran ke dalam konteks pembelajaran Menetapkan jaringan tema
v
v
Pembel Sastra Lintas Kurikulum
Model Pembel Tematis
Konsep Dasar Pembel Tematis
Keterpaduan dalam Pembel Bahasa
Kaitan keempat Keter. Berbahasa
Kegiatan Pemb BI Lintas Kur
KOMPETENSI
Keterpaduan dlm Pemb Lintas Kur
RUMUSAN
Konsep Dasar Pemb BI Lintas Kur
BAHAN KAJIAN
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Menyusun silabus pembelajaran tematis Menyusun RPP tematis
v
v
v
v
v
v
Mempraktikkan pembelajaran tematis
v
v
v
Dst KHUSUS
Ketelitian*)
v
v
v
v
v
v
v
v
(penciri universitas)
Kejujuran dan berpenampilan menarik*) Kesupelan dan kreatif*)
v
v
v
v
v
v
v
v
UMUM
Bertaqwa kepada Yuhan yang Maha Esa**)
v
v
v
v
v
v
v
v
(penciri
Dst
nasional)
Catatan. 1. *) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensikompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi mata kuliah di tiap prodi. 2. **) Sebagai penciri nasional, dikemas dalam mata kuliah umum.
5. Pembentukan Mata Kuliah Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan untuk analisis pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan menganalisis keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian kompetensi bila beberapa bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan strategi atau pendekatan pembelajaran yang tepat, seperti contoh pada Tabel 7 yang disajikan di bawah ini.
Tabel 7. Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya dengan Bahan Kajian dan Kompetensi
MK1
MK1 & MK2 = beda jenis bahan kajian dalam satu elemen kompetensi MK3 = tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi MK5 = satu bahan kajian untuk mencapai banyak elemen kompetensi Dan seterusnya
KELOMPOK MATAKULIAH
Keterangan: A = Landasan kepribadian B = Penguasaan ilmu dan keterampilan C = Kemampuan Berkarya D = Sikap dan perilaku berkarya E = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat M1&M2 = Beda jenis bahan kajian dalam suatu elemen kompetensi MK3 = Tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi MK5 = Satu bahan kajian untuk mencapai banyak elemen kompetensi dan seterusnya
Dari contoh pembentukan mata kuliah seperti di atas, dimana beberapa bahan kajian dirangkai menjadi suatu mata kuliah dapat dilaksanakan melalui beberapa pertimbangan yaitu: (a) adanya keterkaitan yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara terintergrasi diperkirakan akan lebih baik hasilnya; (b) adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya mahasiswa akan menguasai suatu makna keilmuan dalam konteks tertentu; (c) adanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian kompetensi lebih efektif dan efisien serta berdampak positif pada mahasiswa bila suatu bahan kajian dipelajari secara komprehensif dan terintegrasi. Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibilitas yang tinggi, karena itu satu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus serangkain bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.
6. Menyusun Struktur Kurikulum Setelah diperoleh perkiraan besarnya SKS setiap mata kuliah, maka langkah selanjutnya adalah menyusun mata kuliah tersebut di dalam semester. Penyajian mata kuliah dalam semester ini sering dikenal sebagai struktur kurikulum. Secara teoritis terdapat dua macam pendekatan struktur kurikulum, yaitu
pendekatan serial; dan pendekatan paralel
sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Pendekatan serial adalah pendekatan kurikulum berdasarkan logika atau struktur keilmuannya. Pada pendekatan serial ini, mata kuliah disusun dari yang paling dasar (berdasarkan logika keilmuannya) sampai di semester akhir yang merupakan mata kuliah lanjutan (advanced). Setiap mata kuliah saling berhubungan, dengan ditunjukkan dari adanya mata kuliah prerequisite (prasyarat). Mata kuliah yang tersaji di semester awal akan menjadi syarat bagi mata kuliah di atasnya. Permasalahan yang sering muncul adalah siapa yang harus membuat hubungan antar mata kuliah antar semester? Mahasiswa atau Dosen? Jika mahasiswa, mereka belum memiliki kompetensi untuk memahami keseluruhan kerangka keilmuan tersebut. Jika Dosen, tidak ada yang menjamin terjadinya kaitan tersebut mengingat antara mata kuliah satu dengan yang lain diampu oleh Dosen yang berbeda dan sulit dijamin adanya komunikasi yang baik antar Dosen-Dosen yang terlibat.
BERDASAR LOGIKA KEILMUAN
!" #
Mathematic & Basic Science
!" #
Basic Engineering (E.P)
!"
!"
$
Engineering Design
$
%
%
Engineering Disp Specialization
BERDASAR STRATEGI PEMBELAJARAN
Gambar 2. Struktur Kurikulum Kelemahan inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial ini kurang memiliki kompetensi yang terintegrasi. Sisi lain dari adanya mata kuliah prasyarat sering menjadi penyebab melambatnya kelulusan mahasiswa karena bila salah satu mata kuliah prasyarat tersebut gagal dia harus mengulang di tahun berikutnya. Contoh penyusunan struktur kurikulum yang mengkombinasikan sistem paralel dan seri bisa diikuti pada Gambar 3.
STRUKTUR KURIKULUM BERDASARKAN KELOMPOK BAHAN KAJIAN DAN KOMPETENSI
()
*+ !
And technology
Building
Structure priciple
Architectural design
Architecture theory
Design principle&
environment
City planing and
and humanities
Social science, ethics
"
&
'
Gambar 3. Contoh Struktur Kurikulum kombinasi serial-paralel
Dengan demikian struktur kurikulum bisa disusun dengan lebih bervariasi. Dalam penyusunan struktur kurikulum yang terpenting bukan kebenaran strukturnya tetapi program untuk mencapai kompetensi lulusan. Sehingga kurikulum harus dilihat sebagai program untuk mencapai kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan. Kurikulum bukan hanya sekedar dokumen saja, kurikulum sebagaimana diungkapkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 adalah: ”Kurikulum pendidikan tinggi adalah sperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi.” Oleh karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur kurikulumnya saja, namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan kurikulum berarti juga perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola pikir dari peserta serta pelaku pembelajarannya, agar outcome pembelajaran yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai.
D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran 1. Hard Skills dan Soft Skils Faktor yang cukup dominan dalam menunjang kesuksesan lulusan perguruan tinggi memasuki dunia kerja adalah kemampuan mengembangkan potensi diri. Kompetensi yang dimiliki lulusan yang tergambarkan dengan gamblang dari IPK dan daftar nilai mata kuliah tidak secara otomatis menunjukkan bahwa seorang lulusan dengan prestasi demikian tinggi dapat dengan mudah sukses meniti karir profesionalnya di lingkungan lingkungan kerja. Pencapaian kompetensi lulusan ditempa selama kurang lebih 4 tahun, dengan model pembelajaran yang kebanyakan hanya mengukur pencapaian prestasi dari aspek kognitif belaka. Padahal masih ada ranah kecerdasan dan keterampilan lainnya yang justru cukup dominan dalam proses perjalanan karir seorang lulusan. Prestasi akademik yang lebih bersifat kognitif dalam bentuk kemasan Knowledge (“Pengetahuan”), seringkali disebut sebagai hard skills, skills, yaitu pengetahuan teoritik atau aplikatif secara teknis. Ada Ada aspek lain dari kemampuan lulusan yang umumnya baru nampak ke permukaan setelah terjun ke dunia kerja profesional. Potensi diri mahasiswa, dan nantinya adalah lulusan, yang mungkin karena kurang menyadarinya, seperti diterlantarkan dalam dunia akademik, potensi tersebut sering disebut sebagai Soft Skills. Soft Skills, Skills, dalam beberapa tulisan ilmiah dimaknai sebagai : “Personal “Personal and interpersonal behaviors that develop andmaximize human performance (e.g. e.g. coaching, team building, decision making,initiative). Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills” skills (Berthal Berthal).
Gambar 4. Hard skills dan Soft Skills
Berbagai sumber informasi tentang soft skills telah memberikan penyadaran bagi setiap pengelola perguruan tinggi untuk mengambil langkah-langkah strategis meningkatkan mutu lulusan di tengah ketatnya persaingan untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Dalam Buku “Lesson from The TOP” yang ditulis oleh Neff dan Citrin, tahun 1999, terdapat 22 atribut soft skills, yang didasarkan pada hasil interview terhadap sejumlah orang sukses, ada 10 atribut yang dominan, (nomor urut 1-10) sebagaimana terlihat pada tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Atribut Soft Skills yang Dominan 11. Kemampuan Analitis 12. Dapat mengatasi Stress 13. Manajemen diri 14. Menyelesaikan persoalan 15. Dapat meringkas 16. Berkooperasi 17. Fleksibel 18. Kerja dalam tim 19. Mandiri 20. Mendengarkan 21. Tangguh 22. Berargumen logis Data di atas menunjukkan hasil yang memang selama ini kurang diperhatikan 1. Inisiatif 2. Etika/ integritas 3. Berpikir kritis 4. Kemauan belajar 5. Komitmen 6. Motivasi 7. Bersemangat 8. Dapat diandalkan 9. Komunikasi lisan 10. Kreatif
oleh kalangan pengelola pendidikan tinggi. Sebagai Agent of Human Resource and Development, sebagian besar perguruan tinggi nyaris selalu ‘terlambat’ melakukan scanning terhadap kebutuhan industri terkait dengan profile lulusan. Demikian pula dengan hasil survey dari Mitsubishi Research Institute, faktor yang memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah : 1. Soft Skills (40%) 2. Net Working (30%) 3. Keahlian di bidangnya (20%) 4. Finansial (10 %) Proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini hanya sedikit memberi kontribusi, sehingga keberhasilan lulusan dalam dunia kerja lebih disebabkan oleh faktor bakat dan kemampuan bawaan personalnya sendiri. Perguruan tinggi harus menjalankan tanggungjawab
profesionalnya melalui pengorganisasian yang tepat, serta dilakukan secara sistematis untuk dapat memberdayakan seluruh mahasiswa, sehingga dapat mengembangkan potensi personalnya. Proses pembelajaran yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya dalam panduan ini, diharapkan dapat mengintegrasikan pengembangan Soft Skills di dalamnya. Untuk maksud tersebut, diperlukan kemampuan dosen yang dapat mengelola proses pembelajaran inovatif dalam kerangka mengakomodasi pengembangan potensi diri mahasiswa dalam bentuk atribut-atribut soft skills di atas. Selain itu diperlukan observasi intensif terhadap minat dan bakat mahasiswa untuk merumuskan dan melaksanakan metode yang tepat guna. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya suatu unit kerja fungsional yang secara khusus menangani masalah kurikulum, pengembangan proses pembelajaran, dan pengembangan kompetensi dosen dalam sistem manajemen mata kuliah, sekaligus dapat berfungsi sebagai Student Concellor. Pada diagram berikut, dapat dilihan komponen sukses dalam dunia kerja (kiri) dan proporsi dalam system pendidikan selama ini (kanan).
( 4 4
%
6
*
)
44 &
1-.
/-.
,-.
7
2-.
- /- 0-
,
8/
,- 1--
Muatan soft skills diupayakan untuk dapat diintegrasikan dengan kegiatan kurikuler (bukan bentuk matakuliah tersendiri), tapi ditumpangkan dalam muatan pembelajaran setiap matakuliah, dengan proporsi sesuai dengan karakteristik matakuliah bersangkutan. Dalam hal ini, dosen harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengayaan metode pembelajaran untuk mendorong dan memfasilitasi mahasiswa mengembangkan potensi diri sesuai dengan atributatribut soft skill yang cocok dikembangkan melalui matakuliah bersangkutan. Pengembangan Soft-Skills juga dapat diperkaya melalui kegiatan kemahasiswaan dengan program pendampingan yang berkelanjutan. Terwujudnya iklim akademik yang kondusif terhadap berbagai kegiatan pengembangan diri mahasiswa adalah keharusan, dan menjadi cita-cita pembinaan kemahasiswaan. Hasil survey yang diterbitkan oleh National Association of Colleges ang Employers (NACE) TAHUN 2002
di
Amerika Serikat, dari jajak pendapat pada 457 pengusaha,
diperoleh kesimpulan bahwa IP hanyalah nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari seorang lulusan universitas. Kualitas yang menempati peringkat atas, justru hal-hal yang kadang dianggap sekedar basa-basi ketika tertulis di iklan lowongan kerja. Misalnya, kemampuan berkomunikasi, integritas dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan ini, disebut juga soft skills. Hasil survey dimaksud dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Tabel 9. Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja No
Kualitas
Skor
1
Kemampuan berkomunikasi
4,69
2
Kejujuran/integritas
4,59
3
Kemampuan bekerja sama
4,54
4
Kemampuan Interpersonal
4,5
5
Etos kerja yang baik
4,46
6
Memiliki motivasi/berinisiatif
4,42
7
Mampu beradaptasi
4,41
8
Kemampuan analitikal
4,36
9
Kemampuan komputer
4,21
10
Kemampuan berorganisasi
4,05
11
Berorientasi pada detail
4
12
Kemampuaqn memimpin
3,96
13
Percaya diri
3,95
14
Berkepribadian ramah
3,85
15
Sopan/beretika
3,82
16
Bijaksana
3,75
17
IP
3,68
18
Kreatif
3,59
19
Humuris
3,25
20
Kemampuan enterpreneurship
3,23
3,0
Dalam dunia pendidikan, ketercapaian
hard skills (aspek pengetahuan dan keterampilan
bidang ilmu) dan soft skills (aspek afektif) merupakan target yang harus dicapai sebagai hasil pembelajaran. Banyak orang yang menaruh harapan terhadap lembaga pendidikan agar tidak hanya member bekal pengetahuan (knowledge) ataupun keterampilan (skill) saja kepada anak didik, melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skills seperti watak, sikap dan perilaku (attitude) didalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa tiga aspek tersebut (lihat gambar 11) akhirnya akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi (professional) seseorang sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan.
• • •
" • •% • •
• • • • •!
# $
# && '
(
)
*
#+
,
Karena berbagai alasan, selama ini hanya aspek kognitif dan psikomotorik yang sering dijadikan target yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran. Dengan disosialisasikannya pengintegrasian soft skills dalam pembelajaran oleh Dirjen Dikti (2006), ada kewajiban bagi dosen untuk mengembangkan soft skils mahasiswa. Pengintegrasian soft skills dapat dilakukan melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Dalam pedoman ini, yang akan diuraikan adalah pengintegrasian soft skills melalui pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah membuat desain instruksional mata kuliah dengan mengintegrasikan soft skills melalui pembelajaran. Untuk dapat membangun lulusan yang berkualitas dan berkarakter mulia, paling tidak ada tiga jalur pembinaan yang dapat ditempuh, yaitu (1) jalur ekstra kurikuler melalui kegiatan kemahasiswaan di luar kelas, misalnya melalui organisasi kemahasiswaan, (2) jalur kurikuler tak terintegrasi dengan mata kuliah khusus yaitu pendidikan karakter, khususnya etika, melalui beberapa mata kuliah seperti agama, atau secara khusus memunculkan mata kuliah etika & budi pekerti, (3) jalur kurikuler terintegrasi yaitu dengan mendorong setiap dosen secara sadar dan terencana memasukkan aspek soft skills dalam kegiatan pembelajarannya. Pedoman ini lebih menekankan strategi pengintegrasian aspek soft skills dalam perencanaan dan kegiatan pembelajaran. 2. Desain Instruksional Desain instruksional mata kuliah yang wajib dibuat dosen terdiri atas silabus/silabi dan rencana kegiatan program semester (RKPS). Dalam membuat desain instruksional yang mengintegrasikan soft skills, langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dosen adalah sebagai berikut. a. Melakukan analisis instruksional (AI) atau pemetaan kompetensi (PK), yaitu proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Hasil penjabaran berupa bagan AI/PK yang telah ditata berdasarkan struktur hierarkikal, struktur prosedural, struktur pengelompokkan atau struktur kombinasi. b. Menuliskan perilaku umum sebagai kompetensi tertinggi mata kuliah pada aspek hard skills (aspek kognitif dan/atau psikomotorik) dan soft skills (aspek afektif). Perilaku umum yang dulu disebut TIU (tujuan instruksional Umum), sekarang diistilahkan dengan
standar kompetensi. Pedoman ini menggunakan strandar kompetensi1 dan kompetensi dasar2. c. Mennuliskan perilaku khusus atau kompetensi dasar (KD) yang dulu disebut TIK (tujuan instruksional khusus), berupa pernyataan kompetensi dengan kata kerja tindakan (agar dapat diukur), yang akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan/unit yang lingkupnya lebih sempit dari standar kompetensi. Rumusan KD juga harus memasukkan aspek soft skills yang ditargetkan akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan. d. Bagan AI/PK yang telah dibuat, selanjutnya dikembangkan menjadi silabus mata kuliah yang dulu disebut GBPP (garis-garis besar program pengajaran). Komponen yang dituliskan
pada
silabus
adalah
identitas
mata
kuliah,
(mata
kuliah/kode),
semester/SKS, prasyarat, pembina mata kuliah), standar kompetensi, kompetensi dasar, deskripsi materi, kegiatan pembelajaran, materi dan rincian, asesmen dan referensi. e. Berdasarkan silabus, dosen mengembangkan rencana pembelajaran (RP) atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan/atau rencana kegiatan program semester (RKPS) dengan komponen yang lebih rinci (lihat bahasan tentang RKPS) untuk setiap kelompok KD. Pedoman ini menggunakan RKPS. Berbeda dengan SAP, yang harus dibuat setiap kali tatap muka dalam suatu kompetensi dasar,
RKPS dibuat untuk satu semester.
Dalam pemilihan metode pembelajaran, dosen menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student Centered Learning/SCL). f. Mengimplementasikan RKPS dan mengevaluasi kompetensi (hard skills dan soft skills) dalam setiap KD. 1
/
!
! "
#
!
! " $
$
! " !
%
!
!
$ &
'
!
#
3. Kisi-kisi Pengembangan Soft Skills. Untuk memudahkan dosen menjabarkan pembelajaran dan kegiatan evaluasinya, berikut ini disajikan contoh kisi-kisi salah satu aspek soft skils (aspek kerja sama) sehingga dosen dapat mengenali indikator-indikator soft skills, metode pembelajaran pendukungnya, dan strategi assesmen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi soft skills sebagaimana terlihat pada tabel 10 Tabel 10. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama No
Komponen
Indikator
Deskriptor
Strategi
soft skills 1
Kerjasama
Partisipasi
Berkontribusi pada kelompok
Pembelajaran
Metode
Instrumen
SCL
Cooperative Learning, Pemberian tugas,
Rubrik penilaian, lembar observasi, kuesioner, check list,
SCL
Problem solving
Rubrik penilaian, lembar observasi, kuesioner, check list,
Tidak mendominasi kelompok Mendorong dan memberi kesempatan Asertif (mampu menyampaikan pikiran, perasaan da keinginan tanpa merugikan pihak lain)3 Komunikasi
Mampu berkomunikasi secara lisan/tertulis, verbal, nonverbal secara jelas, sistematis dan tidak ambigu. Menjadi pendengar yang baik Merespon dengan tepat (sustansi dan cara) Menggunakan teknologi komunikasi dengan baik Memiliki komitmen dan disiplin Bersifat terbuka/menerima pendapat orang lain
Membangun saling percaya
Berbagi informasi (sharing) Memberi dukungan dengan tulus Menerima orang lain dengan tulus
Terampil mengelola
Mampu mengelola situasi kontroversi menjadi kondusif Mengkritisi ide, bukan orang
3
!
/--4% (
)
#
!
)
E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 1. Kondisi Pembelajaran di Perguruan Tinggi Saat ini Proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk penyampaian secara tatap muka (lecturing) searah. Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan. Pola proses pembelajaran Dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya rendah, dan tidak dapat menumbuh-kembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi sebagai akibat elemen-elemen terbentuknya proses partisipasi yang berupa, (i) dorongan untuk memperoleh harapan (effort), (ii) kemampuan mengikuti proses pembelajaran, dan (iii) peluang untuk mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya di dunia nyata/masyarakat tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian. Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diakses. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Perbaikan pola pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing, tanya-jawab, dan pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan ”pengalaman mengajar” Dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran proses pembelajaran tetap tidak dapat diakses, serta memerlukan waktu lama pelaksanaan perbaikannya. Pola pembelajaran di Perguruan Tinggi yang berlangsung saat sekarang perlu dikaji untuk dapat dipetakan pola keragamannya. Oleh karenanya, perlu dilakukan perubahan dalam proses dan materi pembelajaran di Perguruan Tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered ContentOriented (TCCO), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL) yang disesuaikan dengan keadaan Perguruan Tingginya. 2. Perubahan dari TCL ke arah SCL Pola pembelajaran yang terpusat pada Dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai alasan yang dapat dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat
dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang Dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Ketiga alasan pergeseran pembelajaran yang diuraikan di atas merupakan alasan diluar esensi proses pembelajaran itu sendiri. Bila ditinjau dari esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang
yang
belajar.
Sehingga
belajar
adalah
sebuah
proses
mencari
dan
membentuk/mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari Dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian materi (ceramah). Dalam hal demikian berlangsunglah proses pengajaran dimana Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan memberikan pengetahuan kepada mahasiswa sedangkan mahasiswa sebagai penerima pengetahuan hanya secara pasif menerima dan mendengar. Dengan pola ini perencanaan pengajarannya (GPPP dan SAP) lebih banyak mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengajar, sedang bagi mahasiswa perencanaan tersebut lebih banyak bersifat instruksi yang harus dijalankan. Konsekuensi paradigma baru adalah Dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama Dosen) memilih, menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan keterampilannya (method of inquiry and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning process) dilakukan. Dengan ilustrasi pada gambar 7 di bawah ini akan lebih jelas perbedaan TCL dengan SCL.
Gambar 7: Ilustrasi TCL versus SCL Teacher Cen tered Learning
Secara lebih rinci, perbedaan antara metode pembelajaran yan berpusat pada guru (TCL) dan pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), dapat disajikan dalam tabel 11 berikut. Tabel 11: Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL No 1
2 3
4 5 6
7
TEACHER CENTERED LEARNING
STUDENT CENTERED LEARNING
Pengetahuan ditransfer dari Dosen ke mahasiswa
Mahasiswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya Mahasiswa menerima pengetahuan secara Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam pasif mengelola pegetahuan Lebih menekankan pada penguasaan Tidak hanya menekankan pada pengetahuan materi materi tetapi juga dalam mengembangkan karakter mahasiswa (live long learning) Biasanya memanfaatkan media tunggal Memanfaatkan media (multimedia) Fungsi Dosen sebagai pemberi infor,masi utama dan evaluator Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan secara terpisah Menekankan pada jawaban yang benar saja
Fungsi Dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa Proses pembelajaran dan penilaian yang dilakukan, saling berkesinambungan dan terintegrasi. Penekanan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dipandang sebagai salah satu sumber belajar.
8 9 10
Sesuai untuk mengembangkan ilmu dalam suatu disiplin ilmu saja. Iklim belajar lebih individualis dan kompetitif Hanya mahasiswa yang dianggap melakukan proses pembelajaran
11
Perkuliahan merupakan bagian terbesar dalam proses pembelajaran
12
Penekanan pada tuntasnya materi pembelajaran Penekanan pada bagaimana cara Dosen melakukan pembelajaran
13
Sesuai untuk pengembangan ilmu dengan cara pendekatan interdisipliner Iklim yang dikembangkan lebih bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif Mahasiswa dan Dosen belajar bersama dalam mengembangkan pengetahuan, konsep dan keteramp keterampilan Mahasiswa belajar tidak hanya dari perkuliahan tetapi dapat menggunakan berbagai cara an kegiatan Penekanan pada pencapaian kompetensi peserta didik dan bukan tuntasnya materi Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa belajar dengan menggunakan berbagai bahan pelajaran , metode interdisipliner, penekanan pada problem based learning learning dan skill competency.
Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar, di dalam lingkungan belajar tertentu. Sehingga dengan mendeskripsikan setiap unsur yang terlibat dalam pembelajaran tersebut tersebut dapat ditengarai ciri pembelajaran yang berpusat pada siswa (student (student centered learning)) seperti pada Gambar 8..
Gambar 8:: Skema Student Centered
Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran SCL, Dosen masih memiliki peran yang penting seperti dalam rincian tugas berikut ini: a. Bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. b. Mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran dengan menyediakan berbagai pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dibebankan pada matakuliah yang diampu. d. Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan nyata. e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan kompetensinya.
Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah: a. Mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan Dosen b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan Dosen c. Membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya d. Belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individual maupun berkelompok. e. Mengoptimalkan kemampuan dirinya. 3. Model-model Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Terdapat beragam metode pembelajaran menurut model SCL, di antaranya adalah: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/Dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri.
Kesepuluh model pembelajaran tersebut di atas pada hakekatnya mengikutsertakan mahasiswa sebagai pebelajar pada dasarnya mengacu pada acuan historis, sosial, dan pembelajaran berdasarkan pengalaman. Secara historis sebetulnya kesepuluh model pembelajaran tersebut di atas boleh dibilang tidak dikembangkan dari satu model pembelajaran saja. Model pembelajaran misalnya diskusi, kooperatif dan kolaborasi ini semua menghendaki pebelajar belajar bersama teman. Hal ini diperkuat oleh pandangan filosof pada awal abad pertama yang mengatakan bahwa seseorang membutuhkan teman untuk belajar. Hal semacam ini dapat dilacak kembali dari hasil karya para ahli psikilogi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, misalnya John Dewey, dan Thelan. Dewey pada tahun 1916 mengemukakan gagasan berupa konsep pendidikan dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education. Konsepnya adalah bahwa kelas harus merupakan cerminnan masyarakat dan berperan sebagai laboratorium untuk mempelajari kehidupan riil. Pedagogi Dewey mengharuskan Dosen untuk menciptakan iklim pembelajaran atau perkuliahan yang bernuansakan sistem sosial yang dicirikan oleh prosedur demokrasi dan proses ilmiah, dimana melalui sistem semacam ini mahasiswa atau pebelajar terdorong dan termotivasi bahkan mengharuskan diri untuk: (1) belajar secara partisipasif dan kooperatif dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi saat itu, (2) belajar prinsipprisnsip demokrasi via interaksi dari satu sama lain. Gagasan Dewey yang mengandung muatan historis dan sosial ini masih diperkuat lagi oleh Thelan dengan premisnya yang sangat argumentatif bahwa: kelas harus merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan untuk menelaah masalah-masalah sosial dan individual atau masalah antar pribadi. Berdasarkan
pengalaman
tentang
pembelajaran
yang
ditingkatkan
menjadi
perkuliahan diketahui bahwa akan menjadi baik efesien dan bermakna, jikalau pembelajaran dilaksanakan dalam suasana partisitif-kooperatif. Karena melalui sifat pembelajaran (perkuliahan) demikian maka pebelajar lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit karena dibantu oleh teman-temannya dalam kelompok yang memposisikan atau diposisikan sebagai tutor, selain menumbuh-kembangkan kemampuan kooperatif dalam kelompok, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan membantu teman. Pengalaman
sebagai
landasan
pembelajaran
yang
bernuansa
SCL
yang
termanifestasikan dalam kesepuluh model pembelajaran yang akan diuraikan di bawah ini
adalah bahwa melalui sistem perkuliahan yang memberi peluang kepada mahasiswa (pebelajar) untuk mengalami fakta pembelajaran secara langsung dengan melibatkan pengalaman inderawi maka mahasiswa akan lebih menguasai konsep-konsep teoritis dan daya tahannya lebih lama dalam memori. Pengalaman sebagai landasan pembelajaran ini membuat para pemikir di aspek pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran (perkuliahan) dengan mengutamakan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi yakni: (1) pembelajaran akan dan niscaya baik atau paling baik kalau pebelajar terlibat dalam pengalaman perkuliahan, (2) pengetahuan (cognitio/notitia) harus ditemukan dan dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa (pebelajar) agar pengetahuan (cognitio/notitia) itu menjadi bermakna atau setidak-tidaknya jika mahasiswa ingin menjadikannya bermakna, dan (3) komitmen terhadap belajar akan paling tinggi manakala mahasiswa (pebelajar) sendiri menetapkan tujuan perkuliahan dan secara efektif mempelajari tujuan yang telah ditentukan itu dalam suatu framework tertentu. Perkuliahan dalam kelompok dan berbasis pengalaman jauh lebih efektif karena melalui pengalaman nyata pebelajar akan memperoleh impressions yang adalah apa-apa yang diperoleh secara langsung dari pengalaman inderawi yang bersifat hidup, jelas dan kuat serta wawasan, pemahaman (begriffvermörgen) atau ide-ide (c g t tio) serta teknik-teknik yang tidak bisa dipaparkan kepada mahasiswa lain yang tidak memiliki pengalaman yang serupa. Apa yang diperoleh dengan sifatnya seperti yang dipaparkan di atas lebih memperkuat daya ingat dan lebih menolong mahasiswa (pebelajar) untuk berpikir tingkat tinggi. 3.1 Small Group Discussion Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan bahan yang diberikan oleh Dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat dengan bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain). Adapun aktivitas diskusi kelompok kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b) Menyimpulkan poin penting; (c) Mengases tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji
kembali topic di kelas sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses outcome pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang jalannya kelas; (h) Membandingkan teori, isu, dan interpretasi; (i) Menyelesaikan masalah; dan (j) Brainstroming. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa KOMPETENSI YANG YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN DIPEROLEH MAHASISWA BELAJAR MAHASISWA membentuk kelompok Membuat rancangan bahan Kerja sama (5-10) dikusi dan aturan diskusi. Berfikir kritis memilih bahan diskusi Menjadi moderator dan Kreatif mepresentasikan paper sekaligus mengulas pada setiap Komunikasi dan mendiskusikan di akhir sesion diskusi Berargumentasi kelas mahasiswa. 3.2 Simulasi/Demonstrasi Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Misalnya, untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta membuat perusahaan fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian perusahaan tersebut diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya melakukan proses bidding, dan sebagainya. Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan peran (role playing). Dalam contoh di atas, setiap mahasiswa dapat diberi peran masing-masing, misalnya sebagai direktur, engineer, bagian pemasaran dan lain-lain; (b) Simulation exercices and simulation games; dan (c) Model komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a) mempraktekkan kemampuan umum (misalnya komunikasi verbal & nonverbal); (b) mempraktekkan
kemampuan
khusus;
(c)
mempraktekkan
kemampuan
tim;
(d)
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving); (e) menggunakan kemampuan sintesis; dan (f) mengembangkan kemampuan empati. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dapat dilihat dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa YANG DILAKUKAN MAHASISWA Mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan kepadanya. Atau mempraktekan/ mencoba berbagai model (komputer) yang telah disiapkan.
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
KOMPETENSI YANG DIPEROLEH MAHASISWA
Merancang situasi/ kegiatan yang mirip dengan yang sesungguhnya, bisa berupa bermain peran, model komputer, atau berbagai latihan simulasi. Membahas kinerja mahasiswa.
Ketrampilan sesuai peran Percaya diri Sikap kerja Pengalaman
3.3 Discovery Learning (DL) DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan Dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri. Ringkasan model pembelajaran Discovery Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa YANG DILAKUKAN MAHASISWA Mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan.
BENTUK KEGIATAN BELAJAR Menyediakan data, atau petunjuk (metode) untuk menelusuri suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Memeriksa dan memberi ulasan terhadap hasil belajar mandiri mahasiswa.
KOMPETENSI YANG DIPEROLEH MAHASISWA Berfikir kritis Kreatif Responsif Bertanggung jawab Berfikir sistimatis
3.4 Self-Directed Learning (SDL) SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara Dosen hanya bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut. Metode belajar ini bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa bahwa belajar adalah tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggungjawab terhadap semua pikiran dan tindakan yang dilakukannya. Metode pembelajaran SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi. Sebagai orang dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip yang digunakan di dalam SDL adalah: (a) pengalaman merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat; (b) kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi pembelajar mandiri; dan (c) orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan daripada dari isi matakuliah. Pengakuan, penghargaan, dan dukungan terhadap proses belajar orang dewasa perlu diciptakan dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, Dosen dan mahasiswa harus memiliki semangat yang saling melengkapi dalam melakukan pencarian pengetahuan. Ringkasan model pembelajaran SelfDirected Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
Merencanakan kegiatan
Sebagai fasilitator.
belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajarnya sendiri.
KOMPETENSI YANG YANG DIPEROLEH MAHASISWA -
3.5 Cooperative Learning (CL) CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh Dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkah-langkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh Dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh Dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teachercentered dan student-centered learning. CL bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggungjawab individu dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa; dan (d) keterampilan sosial mahasiswa. Ringkasan model pembelajaran Cooperatif Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Ringkasan model pembelajaran Cooperative Learning
dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
Membahas dan
KOMPETENSI YANG YANG DIPEROLEH MAHASISWA Merancang dan memonitor Kerjasama
menyimpulkan
proses
masalah/ tugas yang
kelompok mahasiswa.
diberikan Dosen
Menyiapkan suatu masalah/
secara berkelompok.
kasus
YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
untuk
dan hasil belajar
at au
Percaya diri
bentuk
tugas
diselesaikan
ol e h
mahasiswa
berfikir kritis
secara
berkelompok. 3.6 Collaborative Learning (CbL) CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan
pada
konsensus
yang
dibangun
sendiri
oleh
anggota
kelompok.
Masalah/tugas/kasus memang berasal dari Dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan
kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh Dosen. Semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa, dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa KOMPETENSI YANG YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
YANG DIPEROLEH MAHASISWA
Bekerja sama dengan anggota
Merancang tugas
Merancang tugas yang
kelompoknya dalam
yang bersifat open
bersifat open ended.
mengerjakan tugas
ended.
Sebagai fasilitator dan
Membuat rancangan proses dan
Sebagai fasilitator dan
motivator.
bentuk penilaian berdasarkan
motivator.
konsensus kelompoknya sendiri.
3.7 Contextual Instruction (CI) CI adalah konsep belajar yang membantu Dosen mengaitkan isi matakuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor. Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di pusat-pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut, atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai
teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan masukan lain dari seluruh anggota kelas. Pada intinya dengan CI, Dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk belajar satu sama lain. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan contoh kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
Membahas konsep (teori) kaitannya dengan situasi nyata Melakukan studi lapang/ terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori.
Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja profesional, atau manajerial, atau entrepreneurial. Menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan
KOMPETENSI YANG YANG DIPEROLEH MAHASISWA Analisis Percaya diri Berfikir kritis Sensitif / kepekaan Pengalaman
3.8 Project-Based Learning (PjBL) PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati. Ringkasan model pembelajaran Project-Based Learning dan contoh kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa KOMPETENSI YANG YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
DIPEROLEH MAHASISWA
Mengerjakan tugas
Merancang suatu tugas
Kreatifitas
(berupa proyek) yang telah
(proyek) yang sistematik agar
Inisiatif
dirancang secara
mahasiswa belajar pengetahuan
Bertanggung jawab
sistematis.
dan ketrampilan melalui proses
Berfikir komprehensif
Menunjukan kinerja dan
pencarian/ penggalian
mempertanggung
(inquiry), yang terstruktur dan
jawabkan hasil kerjanya di
kompleks.
forum.
Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen.
3.9 Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I) PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a) menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang dituntut matakuliah, dari Dosennya; (b) melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; (c) menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d) menganalis strategi pemecahan masalahPBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan
masalah
tersebut.
Ringkasan
model
pembelajaran
Problem-Based
Learning/Inquiry dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa, dapat dilihat pada table 20.
Tabel 20. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa KOMPETENSI YANG YANG DILAKUKAN MAHASISWA
BENTUK KEGIATAN BELAJAR
DIPEROLEH MAHASISWA
Belajar dengan menggali/
Merancang tugas untuk
Mengidentifikasi dan
mencari informasi
mencapai kompetensi tertentu
analisis
(inquiry) serta
Membuat petunjuk(metode)
Belajar mandiri
memanfaatkan informasi
untuk mahasiswa dalam
Kerjasama
tersebut untuk
mencari pemecahan masalah
Keberanian membuat
memecahkan masalah
yang dipilih oleh mahasiswa
keputusan
faktual/ yang dirancang
sendiri atau yang ditetapkan.
Berfikir kritis,
oleh Dosen .
bertanggung jawab
F. Menyusun Rencana Pembelajaran Tugas pertama yang harus dikerjakan Dosen dalam pembelajaran adalah menyusun rencana pembelajarannya. Bentuk rancangan pembelajaran yang lazim terdiri dari Garis-garis Besar perencanaan Pengajaran (GBPP) yang merupakan rencana kegiatan pengajaran selama satu semester, dan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang merupakan rincian kegiatan di setiap minggunya atau setiap kegiatan tatap muka. Dalam pedoman ini digunakan istilah silabus/silabi untuk menggantikan GBPP, sedangkan RKPS untuk menggantikan SAP sebagai mana dijelaskan pada bagian C. Silabus disusun berdasarkan analisis instruksional/pemetaan kompetensi yang merupakan rangkaian pencapaian tujuan instruksional/tujuan pengajaran. Rumusan tujuan instruksional lebih banyak pada ranah kognitif, karena rencana ini sangat dipengaruhi paradigma lama (yang telah diuraikan di atas) sehingga kegiatan yang disusun sebagian besar berupa perkuliahan/ceramah yang diakhiri dengan ujian tulis baik di tengah semester atau di akhir semester. Di sini kegiatan pengajaran sebagai proses dipisahkan dengan hasil belajar. Secara sistem semua uraian diatas tergambarkan dalam Gambar 9 berikut ini.
& (DO)
(ACT)
Dosen &' '
PROSES DAN HASIL BELAJAR sumber Mhs belajar
" %
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
(PLAN)
METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN SCL ( (CHECK)
Gambar 9: Skema Sistem Pembelajaran KBK
Dalam konsep KBK yang diusulkan, perencanaan pembelajaran didasarkan pada paradigma baru. Perbedaan yang sangat mendasar adalah proses pembelajaran tidak terpisahkan dari
hasil belajar. Ia menggunakan siklus yang lebih pendek dengan
mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi. Paradigma pembelejaran yang demikian membuat ujian akhir semester sebagai hasil belajar menjadi tidak penting lagi, karena dikembangkannya bentuk assesment yang lebih menekankan pada proses dan sekaligus hasil belajar (lihat gambar 9: Sistem Pembelajaran 2 dan Gambar 10: Contoh Perencanaan SCL).
* %
%
5
4
%
%
% %
*
0!
97 5
,
,
*
5
, %% %
7
(
* 5
% , %
, 5
7
+
*%
,
%
5
Gambar 10: Sistem Pembelajaran (2)
* * 5 7 5
* 5 7 5
8 * 5 7 5
'6 7 + * 5 7 5
* 5 7 5
) *
5 '
'6 7 + 5
Gambar 11: Rancangan Pembelajaran SCL Dalam pembelajaran SCL, perencanaan pembelajaran akan berisi rincian pengalaman belajar mahasiswa, apa yang harus mahasiswa kerjakan dan hasilkan. Terkait dengan struktur kurikulum yang telah tersusun sebelumnya, maka suatu mata kuliah telah ditetapkan posisi
semesternya, beban sks, serta kompetensi-kompetensi yang dibebankan atau harus dicapai oleh mahasiswa setelah pembelajaran mata kuliah ini dijalaninya. Dengan demikian, perencanaan pembelajaran suatu mata kuliah akan memuat : (a) rumusan kemampuan akhir yang harus dicapai disetiap tahapan pembelajaran yang bila semua tahap telah dilakukan diharapkan kompetensinya bisa tercapai; (b) waktu yang disediakan untuk mendapatkan kemampuan tahapan tadi; (c) strategi/bentuk pembelajaran yang diterapkan untuk mencapai kemampuan akhir tiap tahapan; (d) bahan kajian tiap tahap; (e) kriteria penilaian yang terkait dengan kemampuan akhir yang diharapkan untuk setiap kegiatan pembelajaran; dan (f) bobot nilai di tiap tahap pembelajaran. Contoh format rancangan pembelajaran ini dapat disimak pada tabel 21. Tabel 21. Format Rancangan Pembelajaran (1)
(2)
Minggu ke-
Kemampuan Akhir yang Diharapkan
(3) Bahan Kajian
(4) Bentuk Pembelajaran
(5)
(6)
Kriteria Penilaian (Indikator)
Bobot Nilai (%)
Secara rinci, keterangan tentang format rancangan pembelajaran disajikan dalam bentuk deskripsi sebagai berikut: a. Cara Mengisi format rencana pembelajaran Angka (1) menunjukkan kapan suatu kegiatan dilakukan, yaitu minggu ke-1 sampai ke- 16 (satu semester),(bisa 1/2/3/4) mingguan. Angka (2) menunjukkan rumusan kompetensi yaitu rumusan kemampuan akhir di bidang kognitif, psikomotorik, dan afektif (lengkap dan utuh, baik bersifat hard skills dan soft skills. Angka (3) menunjukkan pencantuman pokok/sub pokok bahasan atau topic bahasan.
Angka (4) menunjukkan pencantuman strategi pembelajaran yang dapat berupa kuliah, diskusi, presentasi tugas, seminar, simulasi, response, praktikum, kuliah lapangan, praktik bengkel, survei lapangan, bermain peran,
dsb. Angka (5) menunjukkan pencantuman
latihan atau yang dilakukan. Angka (6) menunjukkan pencantuman kriteria penilaian berupa indikator pencapaian kompetensi yang dicanangkan yaitu unsur kemampuan yang dinilai (bisa kualitatif seperti ketepatan analisis, kerapian sajian, kreativitas ide, kemampuan berkomunikasi dsb; dan bisa juga kuantitatif, seperti banyaknya kutipan acuan,/unsur yang dibahas, kebenaran hitungan). Angka (7) menunjukkan pencantuman bobot nilai, disesuaikan dengan waktu yang digunakan untuk membahas atau mengerjakan tugas atau tingkat pentingnya bahasan, atau
kompetensi utama/pendukung/lainnya.
b. Penjelasan Format Tugas Pemberian tugas sebagai bagian integral dari aktivitas pembelajaran, hendaknya dirancang untuk mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu contoh rancangan tugas, disajikan sebagai berikut: FORMAT RANCANGAN TUGAS Mata Kuliah: .... SEMESTER: ..... 1. Tujuan Tugas: ………………………………………………………………………. 2. Uraian Tugas: a. Obyek garapan: …………………………………………………………………. b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan ………………………….............. c. Metode/cara pengerjaan dan acuan yang digunakan: …………………………. d. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan: ……………………………………….. 3. Kriteria Penilaian: a. …………….. b. …………….. c. ……………..
Penjelasan tentang format rancangan tugas adalah sebagai berikut. Pertama, tentang tujuan tugas. Hal yang dicantumkan pada tujuan tugas adalah rumusan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa bila ia berhasil mengerjakan tugas dimaksud (hard
skills dan soft skills). Kedua, tentang uraian tugas, ada dua hal yang mutlak diperjelas yaitu obyek garapan tugas serta hal yang harus dikerjakan dengan batasan-batasan tertentu. Uraian tugas tentang obyek garapan, ditulis obyek materi yang akan dikaji dalam tugas dimaksud, misalnya tentang gaya hidup remaja di perkotaan terkait dengan mata kuliah psikologi perkembangan Pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Uraian tugas tentang hal yang harus dikerjakan
dan batasan-batasan, perlu
dipaparkan tentang uraian besaran, tingkat
kerumitan, dan keluasan masalah dari obyek material yang dikaji, tingkat ketajaman, dan kedalaman studi yang distandarkan, misalnya perihal gaya hidup remaja di perkotaan. Ketiga, tentang metode/cara pengerjaan tugas, dipaparkan hal-hal yang berupa petunjuk tentang teori/teknik/alat yang sebaiknya digunakan, alternatif langkah-langkah yang dapat ditempuh, data dan buku acuan yang wajib yang disarankan untuk digunakan serta ketentuan pengerjaan secara kelompok/individual. Keempat, tentang deskripsi luaran tugas yang dihasilkan, dikemukakan uraian tentang bentuk hasil studi/kinerja yang harus ditunjukkan, misalnya studi yang tersaji dalam makalah minimum 20 halaman, termasuk skema, tabel dan gambar, besaran huruf yang tertentu dan mungkin dilengkapi sajian dalam bentuk CD dengan format Power Point. Kelima, tentang kriteria penilaian, diberi uraian yang berisi butir-butir indikator yang dapat menunjukkan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam usaha mencapai kompetensi yang telah dirumuskan.
Contoh Rencana Kegiatan Pembelajaran Ssemester (RKPS) Nama Mata Kuliah
: Dasar Ilmu Lingkungan Ternak
SKS
: 2
Program Studi
: Peternakan
Fakultas
: Peternakan
Standar Kompetensi: Mampu menganalisis hubungan antara faktor-faktor lingkungan dan usaha peternakan dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak
Tabel 22. Matriks Pembelajaran Minggu 1
2-4
5-7
Minggu
8–9
Kriteria Penilaian (Indikator)
Kompetensi Dasar
Materi/Pokok Bahasan
Strategi Pembelajaran
Menjelaskan manfaat rancangan pembelajaran, kontrak kuliah dan lembar tanggapan
Rancangan pembelajaran, kontrak kuliah, lembaran tanggapan
Pemaparan Dosen mengenai materi, proses pembelajaran serta motivasi untuk pencapaian tujuan akhir yang diharapkan
a)
Menjelaskan I. Konsep-Konsep konsep- ekologi Dasar Ilmu sebagai dasar Lingkungan Ternak ilmu lingkungan, asas 1. Ekologi sebagai dasar dasar ilmu ilmu ling. lingkungan dan 2. Asas-asas dalil-dalil dasar ilmu pengaruh lingkungan lingkungan pada 3. Dalil-dalil ternak pengrh ling pd ternak Menjelaskan II. Lingkungan keterkaitan Fisik Ternak pengaruh II. 1. Unsur – Unsur unsur-unsur Lingkungan lingkungan fisik Mikro Ternak terhadap penampilan II.2. Pengaruh ternak Unsur Ling Fisik Terhadap Penampilan Ternak
Contextual Instruction
a) Menjawab pertanyaan pada LK1 sesuai teori yang ada dan kenyataan di lapangan b) Jawaban dibuat resume; secara berklpk @ 5 org c) Dipresentasi dan ditanggapi kelompok lain
Ketepatan penjelasan; daya tarik, komunikasi
10 %
Cooperative Learning
Ketepatan analisis/ penjelasan, daya tarik komunikasi, kreatifitas
20%
Kemampuan akhir yang diharapkan Mampu menguraikan peranan dari unsur-unsur lingkungan biologi bagi penampilan ternak
Strategi Pembelajaran
a) Membahas dan menyimpulkan masalah yang berhubungan dengan unsur ling fisik yang mempengaruhi penampilan ternak dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan internet (LK2) b) Jwban dibuat paper dan dipresentasi scr klpk, @ 5 org; paper maks 15 hal. Latihan yang dilakukan
Materi/Pokok Bahasan
b)
III.2. Flora (makro dan mikro) III.3. Fauna (makro dan mikro
b) Dibuat laporan kmd diperiksa oleh Dosen dan diberi ulasan
III.1. Lahan
Bobot
Memberikan tanggapan balik dan usul saran terhadap proses pembelajaran yang akan dijalani secara tertulis pada lembar tanggapan Teknik menjaga konsentrasi selama proses pembelajaran
a) Menelusuri berbagai bahan bacaan berkaitan dengan unsur2 ling biologi yang mempengaruhi ternak, dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan internet (LK3)
III.Lingkungan Biologi Ternak
Discovery learning
Latihan yang dilakukan
Kriteria Penilaian (Indikator) Kebrhasilan penjelasan/, daya tarik komunikasi
Bobot
15 %
10-11
Memberikan contoh tentang pengaruh unsurunsur lingkungan kimia (polutan dan toksit) yang membahayakan ternak
IV. Lingkungan Kimia Ternak
Discovery Learning
IV.1. Sumber daya air IV.2. Sumber daya lahan IV.3. Sumber daya udara
a) Menelusuri berbagai bahan bacaan berkaitan dengan unsur2 ling. kimia yang tdpt pada pakan yang mempengaruhi ternak, dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan internet (LK4)
Keberhasila n penjelasan/a nalisis, daya tarik komunikasi
15 %
b) Dibuat lap kmd diperiks Dosen dan diberi ulasan
IV.4. Sumber daya pakan 12-13
Menunjukkan lingkungan sosial antar ternak dan ternak, ternak dan manusia
V. lingkungan Sosial Ternak
Discovery Learning
V.1. Tingkah laku ternak (hubungan antar ternak) V2. Manajemen (hubungan antar ternak dan manusia)
14-16
Menjelaskan hasil analisis proses adaptasi tubuh ternak terhadap lingkungannya
VI. Kemampuan Tubuh Ternak Untuk Adaptasi V.1. Adaptasi Faali V.2.Adaptasi Morfologik V.3. Adaptasi Anatomik V.4. Adaptasi Tingkah Laku
a) Menelusuri berbagai bahan bacaan berkaitan dengan unsur2 ling. kimia yang tdpt pada pakan yang mempengaruhi ternak, dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan internet (LK4)
Ketepatan analisis/ penjelasan, daya tarik
15%
Ketepatan analisis/ penjelasan, daya tarik komunikasi, kretivitas
25%
b) Dibuat laporan kmd diperiksa oleh Dosen dan diberi ulasan Cooperative Learning
a) Membahas dan mnyimpulkan masalah dr berbagai bahan bacaan berkaitan dngn kemampuan tubuh ternak untuk melakukan adaptasi dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan internet (LK5) b) Jwban dibuat paper dan dipresentasi scr klpk, @ 5 org; paper maks 15 hal.
Format Rancangan Tugas Nama Mata Kuliah
: Dasar Ilmu Lingkungan Ternak
SKS
:2
Program studi
: Peternakan
Pertemuan ke : 2 – 4
A. Tujuan Tugas: Menjelaskan atau membahas teori ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas dasar dan komponen2 lingkungan mikro ternak dikaitkan dengan situasi nyata.
B. Uraian Tugas: 1. Obyek Garapan : konsep ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas dasar ilmu lingkungan dan unsur-unsur lingkungan mikro 2. Batasan yang harus dikerjakan: • Pengertian Istilah-istilah dalam ekologi • Prinsip, asumsi dasar atau mekanisme kerja dari 14 asas dasar lingkungan dan contoh nyata pada ternak selain yang sudah ada • Komponen Unsur-unsur lingkungan mikro 3. Metode Pengerjaan: • Menjawab pertanyaan pada lembar kerja 1 (LK1) • Menuangkan dalam bentuk makalah • Presentasi di depan kelas 4. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan: Paper mengenai summary ekologi, asas-asas lingkungan dan unsurunsur lingkungan ternak diketik dengan komputer minimal 5 halaman dengan font Times New Roman 12, spasi 1,5. Dijilid rangkap 3. Kertas A4, 80 gram C. Kriteria Penilaian (10%) 1. Ketepatan Penjelasan 2. Komunikasi - Tertulis - Lisan
Tabel 23. Skema Jenjang Kompetensi Kriteria 1: Ketepatan Penjelasan (Skor 40) DIMENSI
KEUTUHAN BAHASAN
KEBENARAN BAHASAN
Sangat Memuaskan Utuh dan berkaitan
Dibahas dengan tepat, argumentasi benar dan luas dilandasi dasar teori
Memuaskan
Utuh
Ungkapan bahasan tepat namun terlalu ringkas
Batas
Kurang Memuaskan
Di bawah Standard
Bahasan tidak lengkap, masih ada yang tidak diungkapkan
Bahasan sangat tidak utuh
Bahasan tidak sesuai yang diinstruksikan
Bahasan sudah benar tetapi kurang luas
Bahasan ada namun banyak berada di luar kawasan teori
SKOR
20
Bahasan tidak ada sama sekali 20
Kriteria 2a. Komunikasi Tertulis (Skor 30)
DIMENSI BAHASA PAPER
DIMENSI KERAPIAN PAPER
Sangat Memuaskan Bahasa menarik dan menggugah pembaca untuk lebih mendalami
Sangat Memuaskan Paper dibuat sangat menarik, rapi dan membuat pembaca tertarik melihat lebih jauh
Memuaskan Bahasa dikemas sedemikian sehingga pembaca memahami dengan baik Memuaskan Paper menarik dan rapi
Batas Bahasa sesuai kaidah yang berlaku
Batas Dijilid, biasa
Kurang Memuaskan Bahasa yang digunakan menyulitkan pembaca utk memahami maksud bahasa
Kurang Memuaskan Dijilid, kurang rapi
Di bawah Standard
SKOR
Kacau balau 15
Di bawah Standard
SKOR
Tidak ada hasil 15
Kriteria 2b : Komunikasi Lisan DIMENSI ISI
ORGANISASI
GAYA PRESENTASI
Sangat Memuaskan
Memuaskan
Memberi semangat bagi pendengar untuk menyimak bahasan lebih jauh
Membuka wawasan
Sangat integratif dan memuat semua informasi yang dibutuhkan
Data yang dibutuhkan terangkum dengan baik
Menarik dan membuat pendengar tertarik untuk berinteraksi
Membuat pendengar dapat menyelami dengan baik
Batas Data pendukung masih kurang
Kurang Memuaskan
Di bawah Standard
SKOR
Informasi yang disampaikan biasa-biasa saja
Tidak ada informasi
Ada informasi namun tidak didukung data yang kuat
Asal ada informasi walau tanpa didukung data
Bingung untuk menyampaikan informasi
10
Kaku dan tidak menguasai bahasan
Banyak berbicara di luar konteks
Tidak menyampaikan informasi
10
10
G. Memilih Metode Pembelajaran dengan Pendekatan SCL Pada dasarnya proses membuat rancangan pembelajaran adalah memilih metode pembelajaran yang tepat agar mencapai kompetensi yang ditetapkan. Dalam memilih metode pembelajaran perlu diperhatikan kaitan antar unsur-unsur berikut, yaitu: (1) mahasiswa; (2) materi ajar/bahan kajian; dan (c) sarana/alat pembelajaran. Kaitan pertama adalah hubungan antara mahasiswa dengan bahan kajian yang akan dipelajari, aspek yang penting adalah mengukur tingkat kesulitan atau kompleksitas bahan kajian terhadap tingkat kemampuan mahasiswa yang akan belajar. Mahasiswa tahun ketiga diasumsikan berbeda tingkat kemampuannya dengan mahasiswa di tahun pertama, sehingga bahan kajian yang sulit harus dicari cara yang lebih tepat yang sesuai dengan tingkat kemampuan agar mahasiswa bisa belajar dengan baik dalam mencapai kompetensinya. Kedua adalah kaitan antara mahasiswa dengan sarana pembelajaran, perlu diperhatikan tingkat efisiensinya. Jumlah mahasiswa per kelas tentu berbeda dalam menetapkan sarana/alat pembelajaran yang digunakan agar efisien
dalam mencapai kompetensi. Misalnya, pemberian ringkasan kuliah untuk jumlah mahasiswa yang besar kemudian dibahas berkelompok akan lebih efektif dari pada diceramahkan, bila yang akan dicapai adalah penguasaan teoritis. Ketiga adalah kaitan antara tingkat kesulitan dan macam bahan kajian/ keilmuan dengan sarana pembelajaran yang dipilih. Sebagai contoh, bila mengajarkan warna namun tidak menggunakan alat tayang visual, maka pembelajaran warna tersebut menjadi tidak dapat diserap oleh mahasiswa dengan baik. Dengan mempertimbangkan ketiga kaitan tersebut, yang tetap menjadi fokus dalam memilih metode pembelajaran adalah kesesuaiannya dengan kemampuan/ kompetensi (learning outcome) yang ingin dicapai dari suatu tahapan pembelajaran. (lihat Gambar 15 : kaitan unsur dalam memilih metode pembelajaran). Kompetensi dalam proses pendidikan dipahami sebagai gabungan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang tercermin dalam perilaku. Atau dalam dunia kerja digunakan istilah gabungan hardskills dan softskills, dimana hardskill dimaksudkan sebagai kemampuan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (kemampuan teknis), sedangkan softskills dimaknai sebagai kemampuan interpersonal dan intrapersonal (non teknis). Sehingga dalam pembelajaran yang mengarah tercapainya kompetensi akan dipilih model pembelajaran yang selain dapat menghasilkan hardskills juga harus dapat menumbuhkan softskills pada anak didik. Kesepuluh model pembelajaran yang telah diuraikan di atas akan dapat menghasilkan kemampuan hardskills dan softskills (lihat Gambar 12).
SARANA/ ALAT
Efektivitas
Efisiensi KOMPETENSI
MATERI AJAR/ BAHAN KAJIAN
MAHASISWA
Tingkat kesukaran – Tingkat kemampuan
Gambar 12. Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Memilih Metode Pembelajaran
&
&
*
%+
KULIAH
DISKUSI / PRESENTASI SEMINAR /
PRAKTIKUM / STUDI LAPANGAN
Computer Aided Learning
BELAJAR MANDIRI
Kemampuan komunikasi
)
Penguasaan hukum adat
)
Berenang
)
………………. ………………. , " -.'
%
/ !
,
0 "
H. Penilaian Kemampuan Peserta Didik Penilaian adalah tugas Dosen yang dipandang cukup sulit bagi Dosen. Beberapa permasalahan sering muncul dalam proses penilaian, diantaranya adalah: 1) Pemberian angka pada hasil belajar mahasiswa apakah termasuk penilaian. Banyak di antara Dosen yang terjebak hanya memberikan angka pada proses penilaiannya. Padahal esensi dari penilaian adalah memberikan umpan balik pada kinerja/kompetensi yang ditunjukkan mahasiswa agar dapat mengarah pada ketercapaian output dan outcome pembelajaran. Angka bukanlah tujuan akhir dari penilaian. 2) Jenis kemampuan apa yang kita nilai dari mahasiswa? Dosen sering mengalami kesulitan untuk menilai kemampuan siswa. Tidak jarang Dosen kurang mampu membedakan kemampuan akhir yang akan dinilainya. Sebagai contoh, pada saat Dosen hendak menilai kognitif, sering dipengaruhi oleh kemampuan afeksi mahasiswa seperti sikap dan penampilan mahasiswa.
3) Apakah teknik penilaian yang kita jalankan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa secara nyata dan benar? Dosen juga sering mengalami kesulitan dalam menentukan metode penilaian yang tepat untuk menilai kompetensi tertentu. Misalnya, pada saat Dosen menilai psikomotor, masih sering dilakukan secara ujian tertulis. 4) Bagaimana cara penilaian: paper/karangan, syair. Matematika, maket, patung, ujian tulis/ uraian, apakah sama caranya? 5) Apakah tes dan ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat kemampuan/kompetensi mahasiswa? Masih banyak di antara Dosen yang selalu menggunakan metode ujian tertulis mulai dari awal penilaian sampai ujian akhir. Melihat sedemikian rumitnya permasalahan penilaian, maka di dalam pembelajaran SCL untuk mencapai kompetensi maka diajukan model penilaian secara rubrik. Rubrik merupakan panduan asesmen yang menggambarkan kriteria yang digunakan Dosen dalam menilai dan memberi tingkatan dari hasil pekerjaan mahasiswa. Rubrik perlu memuat daftar karakteristik yang diinginkan yang perlu ditunjukkan dalam suatu pekerjaan mahasiswa dengan panduan untuk mengevaluasi masing-masing karakteristik tersebut. Manfaat pemakaian rubrik di dalam proses penilaian adalah: 1) Rubrik menjelaskan deskripsi tugas 2) Rubrik memberikan informasi bobot 3) Mahasiswa memperoleh umpan balik yang cepat dan akurat 4) Penilaian lebih objektif dan konsisten Secara konseptual rubrik memiliki tiga (3) macam bentuk, yaitu (a) rubrik deskriptif; (b) rubrik holistik; dan (3) rubrik skala persepsi. Di dalam pembelajaran sering menggunakan rubrik deskriptif dan rubrik holistik. Sementara rubrik skala persepsi sering digunakan untuk melakukan penelitian atau survai. 1) Rubrik Deskriptif Rubrik deskriptif memiliki empat komponen atau bagian, yaitu deskripsi tugas, skala nilai, dimensi, dan deskripsi dimensi. Bentuk umum rubrik deskriptif ditunjukkan pada Gambar 13. Keempat komponen tersebut adalah (1) Deskripsi tugas: menjelaskan tugas atau objek yang akan dinilai atau dievaluasi. Deskripsi tugas ini harus benar-benar jelas agar
mahasiswa memahami tugas yang diberikan; (2) Skala nilai: menyatakan tingkat capaian mahasiswa dalam mengerjakan tugas untuk dimensi tertentu. Skala nilai biasanya dibagi menjadi beberapa tingkat, misalnya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat memuaskan, memuaskan, dan cukup. Jumlah skala nilai ini bersifat fleksibel, dapat diperbanyak atau dikurangi sesuai kebutuhan. Pada umumnya tiga skala nilai telah dapat mencukupi keperluan penilaian; (3) Dimensi: Dimensi menyatakan aspek-aspek yang dinilai dari pelaksanaan tugas yang diberikan. Sebagai contoh, dalam tugas presentasi, aspek-aspek yang dinilai adalah pemahaman, pemikiran, komunikasi, penggunaan media visual, dan kemampuan presentasi. Aspek-aspek yang dinilai dapat saja diberikan bobot yang berbeda dalam penilaian, misalnya aspek pemikiran diberi bobot lebih tinggi daripada aspek lain dan kemampuan presentasi tidak terlalu tinggi dibandingkan aspek yang lain. Contoh: diberikan bobot 30% untuk pemikiran, 10% untuk kemampuan presentasi, dan 20% untuk yang lainnya. Pemberian bobot bergantung pada kepentingan penilaian; dan (4) Tolok Ukur Dimensi: disebut juga tolok ukur penilaian. Merupakan deskripsi yang menjelaskan bagaimana karakteristik dari hasil kerja mahasiswa. Hal itu digunakan untuk standar yang menentukan pencapaian skala penilaian, misalnya nilai sangat memuaskan, memuaskan, atau cukup. Rubrik deskriptif memberikan deskripsi karakteristik atau tolok ukur penilaian pada setiap skala nilai yang diberikan. Format ini banyak dipakai Dosen dalam menilai tugas mahasiswa karena memberikan panduan yang lengkap untuk menilai hasil kerja mahasiswa. Meskipun memerlukan waktu untuk menyusunnya, manfaat rubrik deskriptif bagi Dosen dan mahasiswa (sebagai umpan balik atas kinerja) melebihi usaha untuk membuatnya. 2) Rubrik Holistik Berbeda dengan rubrik deskriptif yang memiliki beberapa skala nilai, rubrik holistik hanya memiliki satu skala nilai, yaitu skala tertinggi. Isi dari deskripsi dimensinya adalah kriteria dari suatu kinerja untuk skala tertinggi. Apabila mahasiswa tidak memenuhi kriteria tersebut, penilai memberi komentar berupa alasan mengapa tugas mahasiswa tidak mendapatkan nilai maksimal. Tabel 18 menunjukkan bentuk umum dari rubrik holistik.
Tabel 24. Bentuk Umum Rubrik Deskriptif DIMENSI Dimensi 1 Dimensi 2 Dimensi 3 Dimensi 4 Dimensi 5
Skala 1
Skala 2
Skala 3
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tolok ukur dimensi
Tabel 25. Contoh Rubrik Deskriptif untuk menilai Presentasi Lisan Dimensi
Sangat Baik
Baik
Memuaskan
Organisasi
Presentasi terorganisasi dengan menyajikan fakta yang didukung oleh contoh yang telah dianalisis sesuai konsep. (9-10)
Presentasi terorganisasi dengan menyajikan fakta yang meyakinkan untuk mendukung kesimpulankesimpulan (6-8)
Presentasi mempunyai focus dan menyajikan beberapa bukti yang mendukung kesimpulankesimpulan (4-5)
Isi mampu menggugah pendengar untuk mengembangkan pikiran. (14-15)
Isi akurat dan lengkap. Para pendengar menambah wawasan baru tentang topic tersebut. (10-13)
Isi secara umum akurat, tapi tidak lengkap. Para pendengar bisa mempelajari beberapa fakta yang tersirat, tetapi mereka tidak menambah wawasan baru tentang topic tersebut. (6-9)
SKOR TOTAL
Batas Cukup focus, namun bukti kurang mencukupi untuk digunakan dalam menarik kesimpulan. (3-2) Isinya kurang akurat, karena tidak ada data factual, tidak menambah pemahaman pendengar. (3-5)
Dibawah Harapan Tidak ada organisasi yang jelas. Fakta tidak digunakan untuk mendukung pernyataan. (0-1)
Skor
Isinya tidak akurat atau terlalu umum. Pendengar tidak belajar apapun atau kadang menyesatkan. (0-3)
……..
Tabel 26. Bentuk Umum Rubrik Holistik DIMENSI
Kriteria
Dimensi 1
Harapan Dimensi 1
Dimensi 2
Harapan Dimensi 2
Dimensi 3
Harapan Dimensi 3
Dimensi 4
Harapan Dimensi 4
Dimensi 5
Harapan Dimensi 5
Komentar
Nilai
Kelemahan rubrik holistik adalah Dosen masih harus menuliskan komentar atas capaian mahasiswa pada setiap dimensi bila mahasiswa tidak mencapai kriteria maksimum. Karena tidak ada panduan terperinci mungkin sekali terjadi ketidakajegan pemberian komentar atau umpan balik kepada mahasiswa. Dosen perlu menuliskan komentar yang sama pada tugas mahasiswa yang menunjukkan karakteristik yang sama, sehingga akan memerlukan lebih banyak waktu. Diakui bahwa menyusun rubrik holistik lebih sederhana daripada rubrik deskriptif, namun waktu yang diperlukan untuk melakukan penilaian menjadi lebih lama. 3) Cara membuat Rubrik Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam membuat rubrik adalah: a) Mencari berbagai model rubrik Saat ini penggunaan rubrik mulai berkembang luas. Berbagai model rubrik dapat diperoleh dengan melakukan pencarian di website, karena banyak institusi pendidikan dan staf pengajar yang menaruh rubrik mereka dalam website. Berbagai model rubrik yang ada dapat dipelajari dengan membandingkan sebuah rubrik dengan rubrik lainnya sehingga menginspirasi ide-ide contoh dimensi dan tolok ukur yang selanjutnya diadaptasi sesuai dengan tujuan pembelajaran (menggunakan atau mengadaptasi rubrik Dosen lain, tentu dengan meminta ijin kepada penulis aslinya).
b) Menetapkan Dimensi Setelah mengetahui pokok-pokok pemikiran tentang tugas yang diberikan dan harapan terhadap hasil kerja mahasiswa dapat disusun komponen rubrik yang penting, yaitu dimensi. Pembuatan dimensi dilakukan dalam beberapa tahap: (a) membuat daftar yang berisi harapan-harapan Dosen dari tugas yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa; (b) menyusun daftar yang telah dibuat mulai dari harapan yang paling diinginkan; (c) meringkas daftar harapan, jika daftar harapan masih panjang. Daftar dapat disederhanakan dengan cara menghilangkan elemen yang kurang penting atau menggabungkan elemen yang memiliki kesamaan; (d) mengelompokkan elemen tersebut berdasarkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, setiap kelompok berisi elemen-elemen yang saling berhubungan; (e) langkah berikutnya adalah memberi nama masing-masing kelompok dengan nama yang menggambarkan elemen-elemen di dalamnya; (f) nama-nama yang diberikan pada langkah di atas disebut dengan dimensi dan elemen-elemen di dalamnya menjadi deskripsi dimensi untuk skala tertinggi.
c) Menentukan Skala Tingkat pencapaian hasil kerja mahasiswa untuk setiap dimensi ditunjukkan dengan skala penilaian. Jumlah skala yang dianjurkan sesuai dengan tingkatan penilaian yang ada di program studi masing-masing, misalnya penilaian sampai skala 5, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang. Semakin banyak skala yang dipergunakan semakin tidak mudah membedakan tolok ukur setiap dimensi, sehingga dapat menimbulkan subjektif. Tingkatan skala yang digunakan harus jelas dan relevan untuk Dosen dan mahasiswa. Berikut beberapa contoh nama tingkatan skala penilaian: (a) melebihi standar, memenuhi standar, mendekati standar, di bawah standar; (b) bukti yang lengkap, bukti cukup, bukti yang minimal, tidak ada bukti; (c) baik sekali, sangat baik, cukup, belum cukup; dan seterusnya. Apapun nama yang digunakan pada setiap tingkatan skala, Dosen dan mahasiswa mengerti dengan jelas, skala yang mencerminkan hasil kerja mahasiswa yang dapat diterima.
d) Membuat Tolok Ukur pada Rubrik Deskriptif Pada penyusunan rubrik deskriptif, setelah skala penilaian didefinisikan, langkah selanjutnya adalah membuat deskripsi dimensi (tolok ukur dimensi) untuk setiap skala. Tahapan pembuatan tolok ukur dimensi : 1
Tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi sudah dibuat sebelumnya, yaitu daftar daftar yang telah dibuat saat pada proses pembuatan dimensi. Daftar tersebut berupa harapan-harapan Dosen pada tugas mahasiswa;
2
Membuat tolok dimensi untuk skala terendah. Pembuatannya mudah karena merupakan kebalikan tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi;
3
Membuat deskripsi dimensi untuk skala pertengahan.
Semakin banyak skala yang digunakan, semakin sulit membedakan dan menyatakan secara tepat tolok ukur dimensi yang dapat dimasukkan dalam suatu skala nilai. Jika menggunakan lebih dari tiga skala, tolok ukur dimensi yang dibuat terlebih dahulu adalah yang paling luar atau yang lebih dekat ke skala tertinggi atau terendah. Kemudian selangkah demi selangkah menuju ke bagian tengah. Rubrik dan segala bentuk penilaiannya diharapkan dapat diketahui secara terbuka oleh mahasiswa di awal semester. Oleh karenanya, pada saat proses perencanaan studi (pengisian KRS), semua perencanaan dan alat pembelajaran harus telah diterimakan pada mahasiswa, hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
BAB III PENUTUP
Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Sistem pendidikan di Undana merupakan bagian integral dari perubahan itu sendiri, bahkan merupakan ujung tombak dari perubahan di Nusa Tenggara Timur pada khususnya dan umumnya perubahan ke arah dunia yang lebih sempurna. Pada saat seluruh variabel berkehidupan dan bermasyarakat dalam beragam aspeknya terus berubah dan berkembang, maka Undana sebagai bagian integral pendidikan tinggi, adalah agen penderivasi yang harus terus-menerus menyesuaikan diri. Undana sebagai institusi pendidikan tinggi yang berhubungan langsung dengan pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Timur, bahkan masyarakat luas jelas harus menjadi agen perubahan bagi kepentingan pengguna lulusan Undana. Oleh sebab itu naskah dokumen akademik ini merupakan wujud konsistensi Undana dalam merealisasikan visi dan misinya secara konsisten dan berkelanjutan mengawal penerapan system pembelajaran berbasis KBK di lingkungan
Undana.
Naskah
akademik
ini
diharapkan
akan
dilokakaryakan
dan
disosialisasikan kepada Senat Universitas Nusa Cendana yang pada akhirnya mengahasilkan naskah akademik yang dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA BNSP. 2010. Standar Isi Pendidikan Tinggi. Jakarta: BNSP Direktorat Akademik Dirjen Dikti. 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Keputusan Menteri Pendidikan nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Nomor 1999 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3859 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen cq psl 4 tentang peran guru, sebagai learning agent. Kemendiknas No 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
Lampiran 1: Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi
! # % ' (
"
$ $
& * *
)
&+ ,
$
*
Secara deskriptif, urutan penyusunan KBK diuraikan sebagai berikut. 1. Pembentukan Tim Penyusun KBK Program Studi Tiap jurusan/program studi membentuk tim penyusun KBK dalam koordinasi pembantu dekan bidang akademik. Tim penysun beranggotakan semua Dosen dari berbagai disiplin ilmu dalam jurusan/program studi yang bersangkutan dengan susunan personalia sebagai berikut: ketua (dijabat ketua jurusan), sekretaris (sekretaris jurusan jika tanpa program studi, sedangkan bagi jurusan yang memiliki program studi, sekretaris dijabat oleh ketua program studi. Bagi program studi yang memiliki rumpun bidang studi seperti Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, jabatan sekretaris yang dipegang oleh ketua program studi, dibantu oleh penanggung jawab tiap bidang studi). Tim penyusun KBK ditetapkan dengan surat keputusan denkan.
2. Penetapan Profil Lulusan Program Studi Pertanyaan umum terkait dengan penetapan profil lulusan program studi adalah:“Kelak setelah lulus, para lulusan PS ini akan menjadi apa saja?”Rincian “menjadi apa saja” terkait dengan:(1) kompetensi yang dicapai ketika dalam proses pembelajaran dan ciri program studi (2) pekerjaan sehari-hari yang kelak dilakukan oleh lulusan PS. Terkait dengan bisa apa saja, (lihat deskriptor). Perihal menjadi apa saja, dapat (1) bermuara di profesi masing-masing individu lulusan PS dan (2) berkonotasi dengan jabatan professional. Perihal profil lulusan bisa apa saja, ada descriptor umum dan descriptor spesifik. Deskriptor umum
sesuai
dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka
implementasi sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia pada setiap level kualifikasi pada KKNI mencakup proses yang membangun karakter dan kepribadian manusia Indonesia yang (1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (2) Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya,
(3)
Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia (4) Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya (5) Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain (6) Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas. Deskriptor spesifik – level 5 (KKNI) meliputi (1) , Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur, (2) Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural (3) Memiliki kemampuan mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara komprehensif (4) Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Parameter dan cara penulisan descriptor adalah sebagai berikut: (1) Mampu melakukan …dengan menggunakan … dengan cara … dan dapat menunjukkan hasil …
dalam … (kondisi); (2) Mempunyai pengetahuan … sehingga dapat …… (3) Memiliki kemampuan …. (pengelolaan) dan ..… (softskills).
3. Perumusan Kompetensi Lulusan Program Studi Kompetensi mengarah ke profil:lulusan harus mampu melakukan apa saja?” Yang dimaksud dengan profil lulusan disini adalah “peran” yang diharapkan bisa dilakukan nantinya oleh lulusan PS di dunia kehidupan. Peran ini bisa menunjuk kepada: (1) suatu profesi (dokter, arsitek, pengacara, guru, perawat, dokter hewan) atau (2) jenis pekerjaan yang khusus (manager perusahaan, praktisi hukum, akademisi) atau (3) bentuk kerja yang bisa digunakan dalam beberapa bidang yang lebih umum (komunikator, kreator, leader) yang dicanangkan oleh PS yang bersangkutan atau (4) Bidang yang sesuai dengan ciri khas PS. Klasifikasi kompetensi menurut BSNP tahun 2010 dapat dilihat pada table berikut ini.
1
2 3 Dst
Jika dibandingkan dengan klasifikasi kompetensi tahun 2002, terdapat perbedaan pada tahun 2010 sebagaimana tertera pada table berikut ini.
0330
03-3
1
1
2
2
3 Dst
3 Dst
Kompetensi Utama ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
Kompetensi Utama ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
Kompetensi Pendukung dan Kompetensi lainnya ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi
Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara
Dalam rangka standarisasi nasional pendidikan, BSNP menetapkan klasifikasi kompetensi sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini.
%
*
%
* 7
*
"
* 7
! • % • % • • •
%
"
%! 2 $ 5* .
# : # * / * ## 2 2
0 0 0 #/ 0 2 # 0
! ! ! ! !
#
*
"
#
* 7
7 *
-<0 %
* 7
"
'
!
* 7
;
; <
!
4. Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi Rumusan kompetensi pada tataran program studi perlu dikaji apakah mengangdung elemen kompetensi sebagaimana dipersyaratkan dalam SK Mendiknas RI No. 045/U/2002 dan keputusan BSNP tagun 2010 atau tidak. Elemen kompetensi dimaksud berdasarkan kedua keputusan tersebut dapat dilihat pada table berikut ini.
12 0 '
2
/
1
!
2 ! ' 3456 67337' 73-3 KOMPETENSI
Kompetensi Utama
Kompetensi Kompetensi Khusus Umum
1. Landasan kepribadian. 2. Penguasaan ilmu dan ketrampilan. 3. Kemampuan berkarya. 4. Sikap dan perilaku dalam berkarya.
Proporsi sks (142 sks)
Proporsi sks (4 sks)
Proporsi sks (10 sks)
5. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat. Kompetensi Utama ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi. Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara
5. Pemilihan Bahan Kajian Untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya, bahan kajian apa yang perlu dipelajari? Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni , obyek yang dipelajari, pengetahuan/bidang kajian yang akandikembangkan, keilmuan yang sangat potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang.
6. Perkiraan dan Penetapan Beban (SKS) Untuk mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan, berapa waktu yangdibutuhkan oleh mahasiswa? Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan besaran waktu yang dibutuhkan adalah (1) tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai (2) tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari (3) cara/strategi pembelajaran yang akan diterapkan,
(4) posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran dilakukan dan (5)
perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu semester. 7. Pembentukan Mata Kuliah Untuk membentuk mata kuliah, dilakukan analisis keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan keefektivan pencapaian kompetensi bila beberapa bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah? Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah (1) keterkaitan yang erat antar bahan kajian (2) pertimbangan konteks keilmuan dan (3) adanya metode pembelajaran yang tepat. Mata kuliah merupakan bungkus bahan kajian. Hubungan antara bahan kajian dengan kompetensi dalam bentuk mata kuliah, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
1
.
* 2-
+
/
0 2.
$ -
3
$ -
4
$ -
5 (
$ -
%
$
8. Menyusun Struktur Kurikulum Untuk mencapai kompetensi secara runtut, sebaran mata kuliah ditata semester demi semester. Penataan dimaksud berdasarkan hirarki tiap bidang keilmuan dan kebutuhan institusi. Sebagai contoh, mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan sebagai sarana pembelajaran mata kuliah lainnya di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, mutlak ditempatkan pada semester 1.
9. Pengesahan Kurikulum Program Studi Untuk melaksanakan kurikulum KBK, semua pemangku kepentingan mutlak menyetujui rancangan yang diajukan. Artinya rancangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dimaksud perlu disahkan oleh pemangku kepentingan untuk dilaksanakan. 10. Pelatihan Dosen Pengampu Mata Kuliah KBK untuk Merancang Pembelajaran Pelatihan Dosen pemangku mata kuliah KBK dalam merancang pembelajaran, mutlak dilakukan guna mendukung pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dalam koordinasi Pembantu Dekan Bidang Akademik bersama para Ketua Jurusan dan para Ketua Program Studi. Jika dipandang perlu, LP3 Undana dapat diminta untuk memberikan pendampingan dengan menghadirkan anggota tim pakar LP3 Undana.
11. Perancangan Pembelajaran Mata Kuliah oleh Dosen Pengampu Menggunakan Metode Pembelajaran dengan Pendekatan SCL Penerapan KBK dalam pembelajaran yang menuntut adanya keseimbangan antara hard skills dan soft skills, hanya dapat dilakukan dengan dengan pendekatan SCL. Metode pembelajaran yang relevan dengan pendekatan SCL, antara lain adalah : (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL).
12. Rancangan Penilaian Hasil Belajar Metoda penilaian harus tepat dan cocok dengan tujuan dan konteks penilaian itu sendiri. Ada berbagai strategi dan teknik penilaian, antara lain, (a) Observasi (b) Paper-andpencil tests, (c) Pertanyaan lisan, (d) Benchmark / reference sets, (e) Wawancara, (f) Peer - & self-assessment, (g) Performance assessment, (h) Contoh-contoh tulisan, (i) Pertunjukan, (j) Portofolio,
(k) Project/product assessment, (l) Standardized criterion refernce & norm
reference test. Lampiran 2: Sistimatika Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi Lingkup UNDANA
. ) / $ 0
& & &
!1 .. & &
" !2
3
32
$ $ .
&
, * $ *& 45 ... , *
&
!,
&"
"