39
Kerangka Kerja PABU
Artikel 3
Kerangka Kerja Prinsip Akuntansi Berterima Umum Indonesia Suwardjono Fakultas Ekonomi1 UGM Artikel ini telah dimuat di majalah Akuntansi edisi Februari 1991
Dalam artikel “Laporan Audit Standar yang Tidak Standar” (Artikel 2 dalam kumpulan artikel), penulis membahas makna generally accepted accounting principles (GAAP) sebagaimana digunakan di Amerika. GAAP sebenarnya lebih menggambarkan pengertian sebagai suatu konsep atau kerangka kerja (framework)2 daripada sebagai suatu buku atau dokumen. Penulis mengemukakan bahwa padan kata yang tepat untuk GAAP sebagai suatu konsep atau kerangka kerja tersebut adalah prinsip akuntansi berterima umum (PABU). Karena GAAP lahir dan berkembang di Amerika, istilah tersebut cenderung bersifat lingkungan dan historis Amerika sehingga kalau istilah tersebut tidak diberi pewatas tempat maka artinya adalah GAAP atau PABU Amerika. Konsep dan kerangka yang sama di Indonesia dengan demikian mestinya disebut PABU-Indonesia (PABUI). PABUI akan merupakan suatu kerangka kerja yang menjadi pedoman penyusunan laporan keuangan dan sekaligus merupakan kerangka kerja untuk menentukan kewajaran penyajian laporan keuangan. Untuk melengkapi gagasan yang telah dipaparkan dalam artikel tersebut, dalam artikel ini, penulis mencoba untuk menyajikan suatu kerangka kerja PABUI yang direkayasa dan dikembangkan atas dasar penalaran yang digunakan untuk menyusun kerangka kerja PABU Amerika.
1
Sejak tahun 2007 menjadi Fakultas Ekonomika dan Busines (FEB). Di sini, bisnis ditulis busines. Pengertian GAAP-Indonesia sebagai suatu kerangka kerja disebutkan dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntan (1986), Bab VIII pasal 5. Anton M. Moeliono mengusulkan kata rerangka sebagai padan kata framework untuk membedakannya dengan kerangka sebagai padan kata skeleton. Lihat Anton M. Moeliono, Santun Bahasa (Jakarta: PT Gramedia, 1986), hal. 83-84. Dalam artikel ini, penulis menggunakan istilah kerangka kerja atau kerangka acuan sebagai padan kata framework tersebut. Dalam beberapa tulisan yang lain, penulis menggunakan istilah rerangka. 2
Suwardjono1992
40
Artikel 3
Beberapa Pengertian yang Rancu Ada tiga istilah penting yang masing-masing mempunyai pengertian yang sangat berbeda tetapi dirancukan pemakaiannya. Kerancuan ini terjadi tidak hanya di dalam praktik tetapi juga di kalangan akademik termasuk dalam forum-forum ilmiah seperti seminar atau lokakarya. Buku-buku teks akuntansi pun sering tidak menjelaskan makna ketiga istilah tersebut dan perbedaannya. Istilah tersebut adalah prinsip akuntansi (accounting principles), standar akuntansi (accounting standards) dan prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles). Gambar 1 di bawah ini menjelaskan pengertian dan hubungan ketiga istilah tersebut. Gambar 1
Prinsip-prinsip akuntansi: (semua konsep, ketentuan, prosedur, metode, dan teknik yang tersedia secara teoretis maupun praktis)
dipilih yang sesuai dengan tujuan pelaporan keuangan oleh badan penyusun standar (yang berwenang) dalam lingkungan tertentu
Standar akuntansi (accounting standards)
ketentuan lain yang tidak diatur dalam standar akuntansi yang dapat berupa praktik pelaporan yang sehat (sound accounting practices) termasuk peraturan pemerintah atau ketentuan badan autoritatif lainnya
Prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles)
Penentuan prinsip yang akan dipilih sebagai standar atau penentuan praktik pelaporan yang dianggap sehat tentu saja didasarkan atas suatu rerangka konseptual (conceptual framework) yang telah disepakati. Rerangka konseptual ini akan berfungsi semacam konstitusi. Prinsip, metode, atau prosedur akan dianggap lebih baik dari yang lain kalau prinsip, metode dan prosedur tersebut lebih menjamin tercapainya tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi sebagaimana dituangkan dalam rerangka konseptual tersebut. Dengan kata lain, tanpa rerangka konseptual, badan penyusun standar tidak dapat memilih mana prinsip yang
[email protected]
Kerangka Kerja PABU
41
akan dijadikan standar dan praktisi juga tidak dapat menentukan mana prinsip yang harus dipakai kalau belum ada standar yang secara spesifik menggariskan prinsip yang harus digunakan. Dalam Artikel 2, penulis menunjukkan bahwa istilah prinsip akuntansi Indonesia (sering disingkat PAI) sebagaimana digunakan sekarang tidak tepat benar sebagai padan kata GAAP-Indonesia karena rancu dengan istilah PAI sebagai nama buku yang sebenarnya tidak tepat disebut demikian (kalau ditilik dari isi buku tersebut). Akibatnya, banyak pihak di kalangan akuntansi yang tidak dapat membedakan tiga pengertian penting (yang sangat berbeda antara satu dan lainnya) dan hubungannya yaitu prinsip akuntansi Indonesia sebagai suatu kerangka kerja (yang mestinya disebut PABU Indonesia), standar akuntansi, dan Prinsip Akuntansi Indonesia sebagai nama buku. Akibat lebih lanjut adalah banyak orang mempunyai pemahaman yang keliru bahwa buku PAI merupakan GAAP yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, cara terbaik untuk mengatasi kerancuan tersebut adalah istilah prinsip akuntansi Indonesia sebagai suatu kerangka kerja dipertegas menjadi prinsip akuntansi berterima umum Indonesia dan buku PAI dikembangkan menjadi suatu kerangka acuan atau rerangka konseptual (conceptual framework) pelaporan keuangan Indonesia sebagaimana akan dijelaskan pada bagian lain dalam artikel ini.
Arti Penting PABU Dalam suatu struktur akuntansi yang melandasi praktik akuntansi dalam suatu lingkungan (negara) tertentu, perlu adanya suatu acuan untuk dijadikan dasar dalam menyusun laporan keuangan dan menginterpretasi laporan keuangan tersebut. Dengan adanya acuan tersebut maka komunikasi antara penyaji dan pembaca laporan akan menjadi lancar dan efektif. Pedoman atau acuan tersebut mempunyai peran yang penting karena akuntansi menganggap bahwa pihak pemakai adalah pihak yang terpisah dari pihak yang menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Oleh karena itu, kedua pihak tersebut harus mempunyai kesepakatan mengenai apa yang dapat dianggap sebagai pedoman. Kesepakatan dapat terjadi dalam bentuk ketentuan resmi yang disebut standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Kesepakatan dapat juga terjadi dalam bentuk prinsip-prinsip, prosedur-prosedur, metode-metode dan kebiasaan-kebiasaan pelaporan yang diakui eksistensinya oleh profesi dan dianggap berterima sebagai pedoman walaupun semuanya tidak dituangkan dalam bentuk standar atau pengumuman/penerbitan resmi (pronouncements) lainnya. Karena tidak setiap kesepakatan dituangkan dalam bentuk ketentuan resmi dan dianggap bahwa semua pihak memakluminya (menjadi tacit agreement di kalangan profesi) maka perlu ada suatu konsep atau kerangka yang membatasi kesepakatan-kesepakatan mana saja yang dapat dianggap berterima sehingga laporan keuangan yang disusun atas dasar kesepakatan tersebut tidak akan menyesatkan. PABU merupakan kerangka yang membatasi pemilihan prinsip, prosedur, metode dan kebiasaan pelaporan yang dianggap tidak menyesatkan sebagai dasar penyajian laporan keuangan. Tentu saja, standar akuntansi akan merupakan sumber prinsip akuntansi Suwardjono1992
42
Artikel 3
yang paling tinggi otoritasnya karena secara sengaja (melalui prosedur resmi dan saksama) suatu prinsip dipilih dan dinyatakan sebagai pedoman utama oleh badan yang berwenang. Gambar 2 melukiskan struktur akuntansi dalam menyediakan informasi untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan. Gambar 2 Tujuan pelaporan tercapai didapatkan kesamaan interpretasi terhadap pesan informasi
Investor Sistem Informasi Akuntansi
Laporan Keuangan
Kreditor Pemerintah Laporan Audit
Manajemen
menyusun dan menyajikan berdasarkan
Pelangganan
Auditor
Masyarakat umum
mengaudit apakah laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai
mengartikan dan menganalisis berdasarkan
Prinsip akuntansi berterima umum termasuk standar
Kalau subjek yang berkewajiban menyampaikan laporan telah menyajikan laporan keuangannya sesuai dengan PABU tersebut maka diharapkan bahwa pemakai akan dapat menilai dan melakukan keputusan atas dasar analisis laporan keuangan tersebut tanpa ada keragu-raguan mengenai arti dan makna informasi yang dituangkan dalam laporan keuangan tersebut. Ini berarti bahwa komunikasi yang efektif terjadi antara penyaji dan yang dituju laporan. Tentu saja, keefektifan komunikasi akan terjadi kalau pembaca menggunakan kerangka kerja PABU yang sama untuk menginterpretasi laporan keuangan. Akan tetapi, karena pemakai tidak terlibat secara langsung dalam penyusunan laporan keuangan masalahnya adalah siapakah yang menjamin bahwa penyusun telah menyajikan laporannya sesuai dengan PABU. Di sinilah peran pihak ketiga (auditor independen atau akuntan publik) diperlukan untuk menentukan kesesuaian tersebut. Dengan demikian, bagi auditor, PABU juga merupakan pedoman untuk menentukan kewajaran penyajian laporan keuangan. Arti penting PABU terefleksi dalam ungkapan “...menyajikan secara wajar ... sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum” yang terdapat dalam paragraf opini dalam laporan audit standar.
[email protected]
43
Kerangka Kerja PABU
Kerangka Kerja PABU di Amerika Dalam melakukan audit, keputusan yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah apakah suatu prinsip, prosedur atau metode yang digunakan oleh subjek pelaporan masuk dalam kerangka kerja PABU. Pendapat auditor mengenai apakah seperangkat laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan posisi keuangan (aliran kas) sesuai dengan PABU harus didasarkan atas kebijaksanaan/pertimgangan (judgment) auditor apakah: (a) prinsip-prinsip akuntansi yang dipilih dan diaplikasi mempunyai keberterimaan umum; (b) prinsip-prinsip akuntansi tersebut tepat untuk kondisi perusahaan bersangkutan; (c) laporan keuangan termasuk penjelasannya memuat informasi yang cukup mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan, pemahaman dan interpretasinya; (d )informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasi dan diringkas dengan cukup layak dalam arti tidak terlalu rinci tetapi juga tidak terlalu ringkas; dan (e) laporan keuangan menggambarkan kejadian atau transaksi yang melandasinya dengan cara tertentu yang dapat menunjukkan posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan posisi keuangan dalam batasbatas penyajian yang terterima (acceptable) dalam arti bahwa penyajian tersebut layak dan praktis untuk dilaksanakan dalam penyusunan laporan keuangan.3 Auditor dapat menjawab masalah (a) sampai dengan (e) dengan sebaik-baiknya kalau ada kriteria yang jelas untuk dijadikan dasar pertimbangannya. Tanpa adanya suatu kriteria yang jelas maka auditor akan mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri mengenai kewajaran laporan keuangan dan apa yang dinyatakan wajar oleh auditor yang satu mungkin akan menjadi tidak wajar menurut auditor yang lain yang menggunakan kriteria yang berbeda. Bila terdapat standar akuntansi yang mengatur secara tegas perlakuan akuntansi tertentu maka tugas auditor adalah menentukan apakah perlakuan akuntansi yang terefleksi dalam laporan keuangan sesuai dengan standar tersebut. Akan tetapi, tidak semua prinsip atau perlakuan akuntansi dinyatakan secara tegas dalam bentuk standar akuntansi sementara itu banyak prinsip yang dapat dipilih. Hal ini mengharuskan auditor untuk menentukan apakah perlakuan akuntansi (prinsip yang dipilih perusahaan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan) masih dalam batas-batas tertentu untuk dapat dikatakan wajar. Dalam keadaan seperti ini, auditor akan 3 AICPA, Codification of Statements on Auditing Standards (New York: AICPA, 1986), SAS No. 5, Professional Standards, AU 411.04. Bandingkan dengan IAI, Norma Pemeriksaan Akuntan (Jakarta: PT Temprint, 1986), hal. 64 (Bab VIII, pasal 6).
Suwardjono1992
44
Artikel 3
menemui kesulitan untuk menentukan apakah prinsip yang tidak diatur dalam suatu standar dapat dikatakan berterima umum dan tepat untuk dasar perlakuan akuntansi. Oleh karena itu, profesi akuntansi dan pemakai jasa akuntansi harus menyepakati adanya suatu kerangka kerja prinsip akuntansi berterima umum (a body of generally accepted accounting principles) dan para auditor (akuntan publik) dianggap mempunyai keahlian teknis yang berkaitan dengan prinsip akuntansi tersebut dan mempunyai keahlian untuk menentukan keberterimaan umum suatu prinsip sebagai dasar penyajian suatu kejadian atau transaksi. Kerangka kerja PABU tidak lain adalah seperangkat ketentuan-ketentuan atau sumber-sumber acuan (baik berupa pernyataan resmi atau lainnya) yang menjadi pedoman untuk memilih prinsip-prinsip akuntansi yang dapat dijadikan dasar perlakuan akuntansi dan para akuntan (profesi) mengakui keandalan dan eksistensi prinsip tersebut sebagai suatu dasar perlakuan akuntansi. Para akuntan mengakui validitas suatu prinsip akuntansi karena badan berwenang menetapkan standar untuk menggunakan prinsip tersebut atau karena suatu prinsip akuntansi secara teoretis dapat mengungkapkan suatu kejadian atau transaksi ekonomik dengan cukup baik (layak). Di Amerika, sumber-sumber acuan yang merupakan kerangka kerja PABU adalah sebagai berikut:4 (a) Pengumuman atau penerbitan resmi (pronouncements) oleh badan otoritatif yang ditunjuk oleh AICPA Council untuk menetapkan prinsip akuntansi. Termasuk dalam kategori ini adalah: • • • • • •
FASB Statements of Financial Accounting Standards FASB Interpretations Accounting Principles Board Opinions AICPA Accounting Research Bulletins Statements and Interpretations of Governmental Accounting Standards Board (GASB)
(b) Pengumuman atau penerbitan resmi oleh badan atau lembaga yang anggotanya terdiri atas akuntan ahli yang pembuatannya mengikuti suatu prosedur berdasarkan proses yang saksama dengan maksud untuk menetapkan prinsip akuntansi atau memerikan (describing) praktik akuntansi yang ada yang berterima umum. Termasuk dalam kategori ini adalah: • AICPA Industry Audit Guides and Accounting Guides • AICPA Statements of Position • Technical Bulletins issued by the FASB or GASB
4 AICPA, Ibid., AU 411.05 s.d. AU 411.11. Section 411.05-411.08 dalam Statement tersebut telah diganti dengan diterbitkannya SAS No. 58 (1987). Kutipan ini telah menggambarkan perubahan tersebut.
[email protected]
45
Kerangka Kerja PABU
(c) Praktik akuntansi atau penerbitan resmi mengenai perlakuan akuntansi yang telah dikenal secara luas sebagai berterima umum karena praktik atau penerbitan tersebut merupakan praktik yang banyak digunakan dalam industri tertentu atau merupakan aplikasi pengumuman resmi berterima umum pada kondisi khusus dan aplikasi tersebut telah dikenal secara luas. Termasuk dalam kategori ini adalah: • AICPA Interpretations • Praktik-praktik akuntansi yang telah dikenal secara luas dan banyak digunakan dalam industri tertentu (d) Sumber atau literatur akuntansi lainnya. Termasuk dalam kategori ini adalah: • • • • • • •
APB Statements AICPA Issues Papers AcSEC Practice Bulletins Minutes of the FASB Emerging Issues Task Force FASB Statements of Financial Accounting Concepts (SFAC) Concepts Statements of the GASB International Accounting Standards Committee Statements of International Accounting Standards • Penerbitan/pengumuman resmi oleh asosiasi profesional atau badan pemerintah, dan buku teks dan artikel akuntansi Sumber-sumber acuan di atas secara keseluruhan membentuk kerangka kerja PABU berdasarkan urutan keotoritatifannya. Sumber yang disebutkan paling dahulu merupakan sumber yang paling otoritatif. Gambar 3 di halaman berikut merupakan kerangka kerja PABU tersebut yang dilukiskan Rubin sebagai suatu bangunan rumah bertingkat yang disebut The House of GAAP.5 Gambar ini sama dengan Gambar 2 dalam Artikel 1. Sekali lagi, GAAP merupakan suatu kerangka kerja (framework) dan bukan suatu nama buku atau dokument tertentu. Keautoritatifan suatu sumber digambarkan dalam bentuk tingkat (floor) bangunan rumah tersebut, tingkat paling bawah dan paling kiri dalam tiap tingkat adalah sumber yang paling otoritatif. Agar kuat, bangunan tersebut harus didirikan di atas fondasi yang dalam hal ini berupa konsep dasar akuntansi. The House of GAAP tersebut merupakan landasan operasional bagi penyusun laporan keuangan maupun bagi auditor (akuntan publik) dalam mengaudit laporan keuangan. Kerangka kerja seperti dilukiskan Rubin akan sangat berguna bagi auditor untuk menentukan kelayakan suatu prinsip akuntansi sebagai dasar perlakuan akuntansi. Sumber pertama yang harus diacu auditor adalah sumber pada tingkat pertama, khususnya pernyataan standar akuntansi. Standar akuntansi 5
Steven Rubin, “The House of GAAP,” Journal of Accountancy (June 1984), hlm. 123. Suwardjono1992
46
Artikel 3
(termasuk sumber lain pada tingkat pertama) menetapkan secara tegas prinsip akuntansi manakah yang harus diterapkan untuk suatu kejadian atau transaksi tertentu sehingga akuntan dan auditor tidak ragu-ragu lagi mengenai validitas prinsip akuntansi tersebut. Karena pemilihan prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam suatu standar telah dipertimbangkan dengan saksama dengan memperhatikan berbagai pendapat dan pandangan maka dapat diharapkan bahwa kepatuhan terhadap standar akuntansi tersebut akan menghasilkan laporan keuangan yang tidak menyesatkan. Untuk menetapkan kewajaran penyajian, tugas auditor adalah mengevaluasi dan menetapkan apakah prinsip akuntansi yang dianut untuk perlakuan akuntansi dalam suatu laporan keuangan ditentukan secara tegas dalam sumber-sumber pada tingkat pertama. Gambar 3
The House of GAAP
Fourth floor
APB Statements
FASB technical bulletins
Third floor
AICPA industry audit guides
Second floor
First floor
AICPA issues papers
FASB statements
Foundation
Other professional pronouncements
FASB concepts statements
AICPA accounting interpretations AICPA industry accounting guides
FASB interpretations
APB opinions
Textbooks and articles
Prevalent industry practices AICPA statements of position AICPA accounting research bulletins
Includes the going concern assumption, substance over form, neutrality, the accrual basis, concervatism, materiality.
Sumber: Steven Rubin, “The House of GAAP.” Journal of Accountancy (June 1984), hlm. 124
Kalau prinsip akuntansi sebagai dasar perlakuan akuntansi terhadap suatu kejadian atau transaksi tidak ditetapkan secara khusus dalam bentuk pengumuman/ketentuan resmi yang terdapat pada tingkat pertama, auditor dapat
[email protected]
Kerangka Kerja PABU
47
timbangkan dan mengevaluasi apakah prinsip akuntansi (perlakuan akuntansi) ditentukan secara khusus dalam sumber-sumber pada tingkat kedua atau ketiga. Kalau dua sumber atau lebih mengatur/menetapkan prinsip akuntansi yang berbeda untuk kejadian atau transaksi yang sama, auditor harus memilih dan dapat menjelaskan bahwa prinsip akuntansi tersebut berterima umum. Kalau terdapat konflik antara sumber-sumber dalam kategori tingkat kedua atau ketiga, auditor harus mempertimbangkan perlakuan yang paling menggambarkan substansi kejadian atau transaksi bersangkutan. Kalau sumber-sumber yang telah disebutkan di atas tidak menentukan secara tegas prinsip akuntansi yang harus dianut, auditor dapat mempertimbangkan sumber-sumber lain (tingkat keempat) bergantung pada relevansinya terhadap kondisi yang dihadapi auditor. Kelayakan sumber-sumber ini sebagai sumber prinsip akuntansi bergantung pada relevansi prinsip terhadap masalah yang dihadapi auditor, kekhususan/kejelasan pedoman yang diberikan, dan tingkat pengakuan umum terhadap otoritas penerbit atau pengarang. SFAC, misalnya, pada umumnya dipandang lebih otoritatif dan berpengaruh dibandingkan dengan buku teks atau artikel akuntansi.
Dua Pelajaran Penting Ada dua hal menarik yang dapat dijadikan pelajaran dari kerangka kerja PABU di atas. Pertama, sumber-sumber yang menjadi acuan yang membentuk PABU di Amerika berjumlah cukup banyak dan berasal dari berbagai badan. Dari sejarah perkembangan akuntansi di Amerika, sebelum ada badan penyusun standar, AICPA banyak mengeluarkan penerbitan yang dianggap dapat dijadikan sumber prinsip akuntansi. Karena dirasakan perlunya standar, dibentuklah APB yang ada dibawah AICPA untuk merumuskan standar akuntansi. Penerbitan APB sering dianggap bias dan menguntungkan auditor dan kliennya karena tidak ada wakil dari pemakai laporan yang duduk dalam keanggotaan APB. Kemudian badan tersebut diganti dengan FASB yang dipandang lebih netral dan tidak berada di bawah AICPA. Sebelum ada standar atau pengumuman resmi yang mengganti penerbitan badan sebelumnya maka penerbitan badan-badan yang sebelumnya telah ada tetap berlaku sehingga terdapat beberapa macam standar yang sama-sama berlaku. Badan penyusun standar di Indonesia adalah Komite Prinsip Akuntansi Indonesia yang berada di bawah IAI (semacam AICPA). Hal yang diharapkan adalah bahwa pengalaman yang tidak dikehendaki seperti di Amerika tidak perlu dialami oleh Indonesia. Artinya, sebelum telanjur banyak standar dan pengumuman resmi lain diterbitkan, kalau ada indikasi bahwa standar yang sekarang beredar mengandung bias maka mungkin sejak dini perlu dipikirkan adanya badan penyusun standar yang netral dari pengaruh IAI. Namun demikian perlu dicatat bahwa penyusunan standar akuntansi memang tidak pernah netral dan bebas dari pengaruh politik. Akuntansi akan kehilangan keefektifannya sebagai alat kalau segalanya ditentukan atas dasar pure logic tanpa memperhatikan dampak sosial dan ekonomik informasi yang dihasilkannya. Masih menjadi masalah apakah perekayasaan informasi akuntansi harus Suwardjono1992
48
Artikel 3
netral terhadap kepentingan pemerintah atau harus mendukung/menopang kepentingan pemerintah atau negara.6 Kedua, dari sudut perekayasaan akuntansi keuangan, SFAC mestinya menjadi landasan konseptual dari seluruh standar atau sumber yang ada sehingga letaknya ada di bawah sumber tingkat pertama. Akan tetapi, dalam The House of GAAP di atas, SFAC justru terletak paling atas dan ke kanan yang berarti dianggap kurang autoritatif. Hal ini terjadi juga karena sejarah perkembangan standar di Amerika. Setelah banyak standar diterbitkan, ternyata terdapat inkonsistensi antara standar yang satu dan lainnya dan bahkan dalam banyak hal terjadi konflik konsep yang melandasi standar. Inkonsistensi dan konflik terjadi justru dalam standar yang diterbitkan oleh badan yang sama (APB atau FASB). Oleh karena itu, timbullah gagasan untuk menciptakan suatu kerangka acuan konseptual (conceptual framework) yang dapat dijadikan pengarah dalam penyusunan standar akuntansi. Pada tahun 1973, FASB membuat projek untuk menyusun kerangka acuan ini yang dikenal dengan Conceptual Framework Project. Baru pada bulan Desember 1985, projek tersebut menghasilkan lima pernyataan konsep yang saling berkaitan (disebut Statement of Financial Accounting Concepts) yaitu SFAC No. 1 sampai No. 6 (SFAC No. 6 merupakan pengganti SFAC No. 3). Namun demikian, FASB menegaskan bahwa SFAC bukan merupakan standar baru yang mengganti standar yang telah ada. SFAC lebih merupakan suatu konsep (kerangka acuan) yang nantinya mendasari penerbitan standar baru. Kalau terjadi inkonsistensi antara prinsip akuntansi yang diatur dalam standar yang telah ada dengan prinsip akuntansi yang diturunkan dari SFAC, standar yang ada tetap berlaku tanpa perubahan apapun. FASB sendiri memandang bahwa SFAC merupakan “tools for solving problems” dan diharapkan di masa mendatang standar akuntansi akan menjadi lebih konsisten dan menuju ke pencapaian tujuan pelaporan keuangan. Jadi, seandainya SFAC telah disusun sejak dini sebelum banyak standar yang diterbitkan maka SAFC akan merupakan bagian dari fondasi dalam kerangka kerja PABU (The House of GAAP). Memetik pelajaran dari sejarah SFAC di atas, tentunya pengembangan akuntansi di Indonesia tidak perlu mengalami masalah atau kesalahan yang sama. Untuk memiliki suatu kerangka acuan konseptual barangkali kita tidak harus menunggu sampai banyak standar yang diterbitkan dan timbul inkonsistensi dan konflik antarstandar termasuk kerancuan istilah. Mengamati tingkat yang dicapai oleh perkembangan akuntansi di Indonesia sampai saat ini, barangkali tidak terlalu berlebihan untuk dikatakan bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk mengembangkan lebih dahulu suatu kerangka acuan konseptual Indonesia. Penulis mengusulkan nama Kerangka Acuan Pelaporan Finansial Indonesia (KAPFI) atau Rerangka Konseptual Pelaporan Finansial Indonesia (RKPFI).7 Kerangka 6 Lihat pembahasan mengenai hal ini dalam David Solomons, “The Politicization of Accounting,” Journal of Accountancy (November 1978), hlm. 65-72. 7 Gagasan mengenai arti pentingnya KAPFI telah penulis sampaikan pada Kongres ISEI ke XI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Bandung dalam suatu makalah berjudul “Perekayasaan Informasi Akuntansi Untuk Alokasi Sumber Daya Ekonomik Secara Efisien Melalui Pasar Modal.” Makalah tersebut disajikan kembali menjadi Artikel 1 dalam buku ini.
[email protected]
Kerangka Kerja PABU
49
tersebut berguna sebagai landasan konseptual badan penyusun standar agar standar-standar yang dihasilkan nantinya konsisten dan mengarah ke pencapaian tujuan pelaporan keuangan yang jelas. Kerangka tersebut dapat juga dijadikan acuan bagi akuntan dan praktisi untuk mengevaluasi kelayakan suatu prinsip akuntansi.
Kerangka Kerja PABU Indonesia Dengan kerangka pikir yang sama dengan apa yang telah dibahas di muka dan dengan mempertimbangkan faktor lingkungan di Indonesia, penulis mencoba untuk menggambarkan kerangka kerja PABUI yang dapat menjadi acuan baik bagi penyusun laporan keuangan maupun bagi auditor untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan. Gambar 4 di halaman berikut menunjukkan gagasan penulis tentang kerangka kerja tersebut. Gambar ini beserta penjelasannya sama dengan Gambar 3 di Artikel 1. Fondasi kerangka kerja PABUI adalah Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideologi. Segala ketentuan yang berlaku atau diberlakukan di Indonesia tentunya tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara. Di atas landasan tersebut akan terletak landasan konseptual yang akan menjadi pengarah praktik dan pengembangan akuntansi di Indonesia. Landasan ini akan terdiri atas Konsep Dasar dan Kerangka Acuan Pelaporan Finansial Indonesia. Penyusunan landasan ini merupakan tugas yang cukup berat dan serius mengingat ketidakjelasan dalam landasan konseptual ini akan menjadikan praktik akuntansi tidak terarah dan tidak membawa manfaat dalam pencapaian tujuan pelaporan keuangan yang pada gilirannya juga tidak akan bermanfaat sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara. Landasan konseptual ini akhirnya harus dijabarkan dan dioperasionalkan dalam bentuk aturan atau ketentuan pelaksanaan Tingkat 1 yang menjadi acuan utama para praktisi (pengusaha, manajemen, akuntan dan auditor) dalam pelaporan keuangan. Penjabaran ini tentunya akan dilakukan oleh suatu badan yang netral yang sengaja dibentuk untuk tujuan tersebut. Bila suatu prinsip akuntansi tidak ditentukan secara tegas dalam sumber di Tingkat 1 dan juga tidak dinyatakan secara tegas dalam KAPFI maka para praktisi dapat mengacu ke sumber pada Tingkat 2 atau Tingkat 3 dengan mempertimbangkan kesesuaian konsep yang melandasinya dengan konsep yang terdapat dalam KAPFI. Dengan demikian praktik yang terjadi masih tetap menuju ke pencapaian tujuan yang terdapat dalam KAPFI. Berikut ini adalah adalah gambaran yang lebih rinci mengenai isi komponen yang membentuk Kerangka Kerja PABUI di atas. ! Konsep Dasar. Sebagai landasan konseptual bagi beroperasinya akuntansi, konsep dasar ini merupakan abstraksi atau konseptualisasi faktor lingkungan politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya yang mempengaruhi akuntansi atau dipandang harus mempengaruhi akuntansi di Indonesia. Konsep dasar ini dapat ditentukan kalau tujuan pelaporan keuangan di Indonesia dapat diidentifikasi dan dispesifikasi secara jelas dan tegas. Konsep dasar ini dapat masuk dan dijadikan satu dengan KAPFI. Suwardjono1992
50
Artikel 3
Gambar 4
Kerangka Kerja Prinsip Akuntansi Berterima Umum Indonesia
Landasan Operasional/ Praktik
Tingkat 3
Praktik, konvensi, dan kebiasaan akuntansi/pelaporan yang sehat
Tingkat 2
Buletin Teknis
Tingkat 1
Landasan Konseptual
Landasan Ideologi/Konstitusional
Peraturan Pemerintah untuk Industri
Pernyataan Standar
Buku teks/ajar, artikel, dan pendapat ahli
Pedoman atau Praktik Akuntansi Industri
Simpulan Riset Akuntansi
Interpretasi
Kerangka Acuan Pelaporan Finansial Indonesia Konsep Dasar (Sebagai konseptualisasi faktor lingkungan akuntansi Indonesia) Pancasila dan UUD 1945
! Kerangka Acuan Pelaporan Finansial Indonesia. Kerangka ini merupakan hasil perekayasaan untuk menentukan informasi yang harus dihasilkan oleh akuntansi dan simbol-simbol serta pengukurannya yang digunakan untuk merepresentasi kondisi fisik (faktor ekonomik) sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan serta cara pelaporannya akan mempunyai peran yang nyata dalam rangka mencapai tujuan ekonomik negara.8 Berdasarkan kerangka acuan konseptual Amerika sebagai model, kerangka acuan ini akan memuat pernyataan: • • • •
Tujuan Pelaporan Finansial Indonesia Karakteristik Kualitatif Informasi Finansial Elemen-elemen Laporan Finansial Pengukuran dan Pengakuan Elemen Laporan Finansial
8 Untuk mempelajari secara lebih rinci proses perekayasaan akuntansi, lihat Suwardjono, Seri Teori Akuntansi: Perekayasaan Akuntansi Keuangan (Yogyakarta: BPFE, 1989), hlm. 3-6. Lihat juga Artikel 10 dalam kumpulan artikel ini.
[email protected]
Kerangka Kerja PABU
51
KAPFI di atas mencakup kerangka untuk akuntansi komersial maupun akuntansi nonprofit termasuk pemerintah. Dengan demikian, laporan audit terhadap laporan keuangan organisasi nonprofit dan pemerintah akan tetap dapat menggunakan frasa “... sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum Indonesia...” untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan tersebut. ! Pernyataan Standar. Merupakan penjabaran secara operasional KAPFI dalam bentuk pengumuman atau penerbitan resmi (oleh badan yang berwenang) yang berisi pedoman tentang prinsip-prinsip akuntansi apa saja yang boleh digunakan untuk memperlakukan (pengukuran, penilaian, pengakuan, penyajian dan pengungkapan) suatu kejadian atau peristiwa atau elemen laporan keuangan. Sebagai acuan praktik atau kode tertentu. Pembuatan standar ini dilakukan melalui prosedur resmi yang saksama sehingga hasilnya dapat diandalkan. ! Interpretasi. Bila ada hal-hal (misalnya pasal atau ungkapan) yang terdapat dalam suatu standar yang menimbulkan banyak interpretasi bagi pemakainya, badan penyusun standar dapat menerbitkan pengumuman resmi berupa Interpretasi yang berisi klarifikasi mengenai hal yang bersifat meragukan tersebut. Interpretasi ini tidak mengganti standar yang telah diterbitkan tetapi sekadar menjelaskan. ! Buletin Teknis. Karena standar hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok, hal-hal yang bersifat teknis pencatatan biasanya diserahkan kepada praktisi untuk menentukan sendiri berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Buletin ini dapat berisi petunjuk teknis yang diberikan oleh penyusun standar atau badan otoritatif lainnya untuk tujuan menjawab pertanyaan dari praktisi atau untuk tujuan memberi contoh pelaksanaan teknis yang dianggap bermanfaat. ! Peraturan Pemerintah. Banyak peraturan pemerintah yang mempengaruhi atau bahkan harus dijalankan dalam kaitannya dengan penyusunan laporan keuangan dan penyampaian informasi suatu industri tertentu. Misalnya peraturan pemerintah mengenai BUMN, asuransi, dan perbankan; demikian juga, Keppres tentang Pelaksanaan APBN dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara untuk pengauditan unit pemerintah. Karena harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan, sumber-sumber tersebut jelas merupakan bagian dari kerangka kerja PABUI. ! Pedoman/Praktik Akuntansi Industri. Karena kebutuhan atau karena kepraktisan, dalam industri tertentu berkembang praktik akuntansi yang banyak digunakan dalam industri tersebut. Untuk kepentingan industri, badan yang berwenang dalam suatu industri tidak jarang mengeluarkan pedoman akuntansi tertentu yang khusus berlaku dalam industri tersebut. Karena pedoman tersebut berlaku umum dalam industri dan sudah dikenal secara luas maka sumber ini jelas merupakan bagian dari kerangka kerja PABUI. Misalnya saja pedoman akuntansi Suwardjono1992
52
Artikel 3
tansi (accounting manuals) untuk industri pabrik gula, pedoman akuntansi untuk industri perbankan, dan pedoman akuntansi untuk suatu unit pemerintah. ! Simpulan Riset Akuntansi. Temuan para ahli mengenai perlakuan akuntansi yang dianggap baik dan informatif dapat dijadikan basis untuk mengungkapkan informasi keuangan dan dapat dijadikan basis untuk menentukan kelayakan perlakuan akuntansi tertentu yang mungkin kejadiannya sangat khusus. Sumber ini juga menjadi bagian dari kerangka kerja PABUI. Tentu saja auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan kelayakan perlakuan yang disarankan dalam sumber ini dalam kaitannya dengan kondisi yang dihadapi auditor. ! Praktik Akuntansi Yang Sehat. Praktik, konvensi, dan kebiasaan akuntansi/pelaporan yang dianggap sehat dapat juga dijadikan acuan untuk menentukan kelayakan perlakuan akuntansi tertentu. ! Sumber Lain. Dalam hal kejadian yang sangat khusus atau yang masih baru dalam dunia akuntansi (misalnya masalah off-balance sheet financing) yang perlakuannya tidak dapat dicari dalam berbagai sumber sebelumnya, akuntan dapat mendasarkan diri pada prinsip-prinsip akuntansi (termasuk metode dan teknik) yang dibahas dalam buku teks atau yang disarankan para ahli. Tentu saja kelayakan perlakuan harus dinilai atas dasar konsep yang terdapat dalam KAPFI. Dengan kerangka kerja PABU seperti di atas, auditor akan mempunyai pedoman yang jelas untuk menyatakan kewajaran suatu laporan keuangan dan apa yang dikatakan wajar oleh auditor yang satu akan wajar pula oleh auditor yang lain karena adanya kesamaan sumber dan pengertian mengenai tolok ukurnya. Dengan kerangka itu pula tidak perlu terjadi variasi penyebutan kriteria kewajaran karena para auditor bekerja dengan kriteria dan sumber yang sama. Hal yang lebih penting lagi adalah tidak perlu terjadi bahwa laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia (yang banyak diartikan sebagai buku PAI karena kerancuan istilah) ternyata menjadi tidak wajar kalau tolok ukurnya diperluas menjadi PABUI sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 4. Kasus Bank Duta yang menyangkut laporan audit untuk persyaratan go public barangkali merupakan pelajaran berharga yang perlu menjadi perhatian serius profesi akuntan publik untuk segera menegaskan dan menjelaskan atau mendeskripsi lingkup PABUI. Karena fiksasi fungsional terhadap buku PAI, jangan-jangan akuntan publik berani menerbitkan laporan audit dengan pendapat wajar tanpa kualifikasi tetapi kriteria kewajaran penyajiannya adalah buku PAI tersebut. Seperti telah disinggung dalam Artikel 2, kalau hal ini terjadi dan merupakan praktik umum yang benar-benar terjadi di Indonesia maka sebenarnya profesi telah melakukan malapraktik (malpractice) walaupun tanpa disadarinya. Dalam struktur pelaporan keuangan di Indonesia yang menggunakan kerangka kerja PABUI seperti diuraikan di atas, di manakah letak buku PAI? Kalau kita ingin menghindari kerancuan seperti ditunjukkan penulis dalam artikel
[email protected]
Kerangka Kerja PABU
53
nya, maka istilah Prinsip Akuntansi Indonesia sebagai nama buku seperti yang sekarang digunakan tidak semestinya diteruskan lagi walaupun nama tersebut mempunyai nilai historis. Nama tersebut jelas akan kita kenang sebagai bagian dari sejarah perkembangan akuntansi di Indonesia. Bukan berarti konsep-konsep dan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam buku tersebut tidak bermanfaat bahkan harus dimanfaatkan dan dikembangkan. Jerih payah dan upaya pihak yang telah berhasil memprakarsai dan menyusun buku tersebut jelas harus dihargai dan kita harus mengangkat topi untuk mereka. Untuk meningkatkan fungsinya dan juga untuk mempertegas kedudukan konsep-konsep dan pengertian-pengertian yang terkandung dalam buku tersebut, kandungan buku tersebut harus dimodifikasi dan dikembangkan untuk dapat menjadi bagian dari Kerangka Acuan Pelaporan Finansial Indonesia. Jadi, yang tidak dipakai adalah namanya bukan isinya. Mungkin ada orang yang bertanya: “Mengapa nama PAI kok harus diganti segala, apakah buku tersebut sakit?” Buku tersebut memang tidak sakit. Akan tetapi, ada suatu kepercayaan bahwa orang yang menyandang nama yang tidak cocok dengan keadaannya sering mengalami sakit-sakitan.
Penutup dan Harapan Gagasan penulis mengenai pengembangan kerangka kerja PABUI di atas mudah-mudahan dapat mengatasi kerancuan yang sekarang ini dijumpai dalam praktik maupun dalam dunia pendidikan. Kerangka kerja PABUI merupakan acuan bagi pihak yang harus menyusun laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal dan bersamaan dengan itu merupakan pula acuan bagi auditor untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Kesamaan pengertian dan persepsi mengenai acuan akan menjamin kelancaran komunikasi dalam akuntansi. Dalam usaha mengembangkan dan menjelaskan lingkup PABUI, harus ada usaha yang serius baik di tingkat profesi maupun akademik untuk menghilangkan fiksasi fungsional atau kerancuan bahwa buku PAI merupakan GAAP-Indonesia. Usaha tersebut mungkin “terpaksa” dilakukan dengan cara mengganti nama/istilah kalau hal tersebut memang merupakan cara yang terbaik, baik untuk masa sekarang maupun mendatang. Akuntansi dikembangkan bukan tanpa tujuan. Seandainya ada suatu tujuan maka tujuan tersebut harus dikaitkan dengan tujuan negara secara keseluruhan. Apa yang digambarkan penulis sebagai kerangka kerja PABUI merupakan suatu kemungkinan untuk membawa akuntansi di Indonesia merupakan suatu alat yang andal tidak hanya untuk kepentingan bisnis tetapi juga untuk pengendalian perekonomian negara secara keselurahan. Kemungkinan di atas juga merupakan tantangan bagi profesi dan pendidik untuk memikirkan wajah akuntansi Indonesia di masa mendatang. Tidak ada jeleknya mencontoh penalaran dan perekayasaan yang telah dilakukan negara lain asalkan faktor lingkungan tempat suatu struktur akuntansi akan diterapkan tetap dominan. Inilah hakikat suatu transfer teknologi dan bukan semata-mata transfer produk."
Suwardjono1992
54
Artikel 3
Halaman ini sengaja kosong untuk catatan.
[email protected]