KERAJINAN KACA GRAFIR SEBAGAI SOUVENIR INTERIOR DI SURAKARTA Supriyatmono Abstract The traditional wealth of art in Indonesia which are several area include Surakarta region is still took care and everlasting. The are like various kinds of form of Industry to nuance/variation ethniqe which is home industry potential is the most important enough to effort in home small industry. Grafir glass is the form of one system in the work of art instrument of glass painting can be done as work of art although industry, and so it is beside other techniques as like glass and lood, glass etsa, paint of glass and so on. Key words : industry, painting of art grafir glass
1. Pendahuluan Di Eropa, bahan kaca sebagai media seni kerajinan telah dikenal manusia sejak abad sebelum Masehi, yaitu pada jaman Egyption, Mesopotamia dan Syria dengan karya-karya seni bentuk bejana. Kemudian berkembang dengan teknik-teknik pengolahan kaca mosaic dan sebagainya (Frederic, 1970:14). Pada masa Gothic di Eropa sekitar abad 13, banyak karya seni kaca yang diterapkan pada bangunan Cathedral sebagai efek cahaya(Ballaste, 1992:70). Ada pula teknik pewarnaan dengan bahan warna yang dicampur langsung pada bahan kaca yang akan dibentuk dengan teknik tiup, ini berkembang di Roma sejak tahun 1920-an (Frederic, 1970:24). Kaca grafir merupakan salah satu teknik dan media karya seni lukis kaca yang dapat diolah sebagai karya seni maupun kerajinan di samping teknikteknik lain, seperti glass and lood (kaca patri), kaca lukis, kaca grafir, kaca etsa dan sebagainya. Media kaca grafir yaitu kaca bening dan kaca cermin. Pewarnaan dilakukan dengan teknik lukis (painting) (Frederic, 1970:53). Proses dan teknik pengerjaan kaca grafir ini, disesuaikan dengan konsep desain dan disesuaikan pula bentuk kaca, seperti kaca cermin yang dibentuk sesuai dengan desainnya. Pewarnaan kaca dengan pelapisan warna maupun dari warna kaca itu sendiri setelah digrafir disesuaikan dengan desainnya. Bahan pewarnaan kaca grafir yaitu menggunakan bahan cat akrilik dengan teknik lukis (Frederic, 1970:51).
21
Di Indonesia kekayaan seni tradisional di beberapa daerah termasuk di wilayah Surakarta masih terpelihara dan dilestarikan, termasuk di dalamnya beraneka jenis kerajinan yang bernuansa etnik merupakan potensi industri kerajinan yang cukup diandalkan dalam usaha industri kecil. Salah satu potensi yang perlu dikembangkan yaitu kerajinan kaca grafir sebagai souvenir (cindera mata) yang belum banyak digarap di Surakarta dan perajinnya makin langka. Perluasan industri kerajinan ini perlu pula adanya koordinasi pemasaran, yang kini belum dimiliki oleh para pengrajin khususnya bagi produk kerajinan kaca grafir sebagai souvenir di Surakarta. hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memenuhi selera pasar untuk barang kerajinan antra lain, desain, mutu dan jenis bahan baku yang digunakan (Deperindag, 1997: 1-4, 10). Istilah “kerajinan” berasal dari sisa-sisa jaman kolonial di Indonesia. Menurut Yusuf Efendi, orang Belanda menyebut “kerajinan” dengan menggunakan kata “handycraft” (Inggris) dengan istilah Belanda “kunstnijverheid” atau seni “kerajinan” (Efendi, 1986). Sedangkan kata “craft” dari handycraft (Inggris) sebetulnya berarti “keahlian”. Craftsman (Inggris) berarti ahli atau juru, memiliki ketrampilan tertentu. Seni kerajinan tergolong seni pakai selalu dihubungkan pada sifat-sifat, seperti kegunaan/fungsi praktis yang berkaitan dengan bentuknya, ataupun seni itu diciptakan hanya sebagai pelengkap keindahan dari sebuah bentuk tertentu (The Liang Gie, 1976:65). Interior adalah karya seni yang mengungkapkan dengan jelas dan tepat akan tata kehidupan manusia dari suatu masa melalui media ruang (Pamuji Suptandar, 1982:4). Souvenir dalam bahasa Inggris berarti, tanda mata, oleh-oleh atau sering disebut juga cindera mata. Souvenir sebagai bentuk visual dari karya seni kerajinan, memiliki anasir keindahan yang harus pula didasari dengan kemampuan teknis. Sedangkan pencurahan perasaan yang dapat dinyatakan seni hanya merupakan unsur dekoratif atau kombinasi antara bentuk, fungsi dan seni, dengan kata lain cabang seni ini disebut “seni minor” (Bernard, 1962:211). Jenis souvenir yang dimaksudkan adalah produk kerajinan souvenir dalam bentuk kegunaan dengan dimensi kecil sampai sedang, seperti, kotak tempat tissue, kotak permen, kotak tempat perhiasan, tempat kartu nama, tempat pensil, kaca hias (kaca benggala), dan sebagainya. Permasalahan dan tujuan penelitian ini difokuskan pada keberadaan dan potensi pengembangan kerajinan kaca grafir sebagai souvenir di kotamadya Surakarta yang berupaya mengacu pada ungkapan ciri seni budaya etnik sebagai lokal genius dengan persyaratan desain yang sesuai serta bagaimana upaya peningkatan produktivitas maupun pemasarannya.
22
Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai dokumen penting salah satu khasanah produk industri kecil bernuansa etnik yang tercantum dalam daftar wisata belanja di Lembaga Dinas Perindustrian dan Dinas Pariwisata Kotamadya Surakarta. memberikan wawasan para pengrajin dan pendesain kerajinan dalam upaya memenuhi selera pasar lebih luas, tidak terbatas pada kerajinan yang bersifat tradisional/nuansa etnik, tetapi memenuhi standar desain masa kini yang bermutu dan sesuai tuntutan orientasi konsumen lokal maupun ekspor. 2. Proses Penciptaan Proses penciptaan kerajinan kaca sebagai souvenir melalui proses diawali daria desain, yaitu : fungsi souvenir, mutu dan jenis bahan yang digunakan teknik/teknologi pada proses pembuatannya serta keindahannya/estetika. Sedangkan proses penciptaan kerajinan kaca grafir secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : A. Desain Desain merupakan bagian pertama dalam proses pengerjaan kerajinan kaca grafir ini melalui gambar desain di atas kertas gambar. Bisa juga dengan foto copy desain yang sudah ada dan ukuran sesuai dengan fungsi produk, ditentukan pula hiasan motifnya, warna dan bahan pewarnaannya serta asessoris pendukung seperti bahan rangka/list dan sebagainya. Gambar desain tersebut dibuatkan contoh produk hingga hasilnya dapat diperbanyak (dibuat partai banyak sesuai dengan pesanan). Motif yang digunakan lebih banyak mengacu dari perkembangan motif batik bernuansa etnik, ada juga pengembangan dari motif geometric primitive, terdapat pula yang lebih umum lagi yaitu desain motif-motif bunga, flora dan fauna. B. Fungsi Benda Souvenir Karya seni kerajinan kaca grafir dapat dimanfaatkan sebagai souvenir, terutama produk benda fungsional yang menarik sekaligus sebagai cindera mata yang berukuran kecil dan sedang. Fungsi utamanya sebagai benda hias untuk keperluan cindera mata sekaligus untuk menyimpan barang maupun makanan dengan ukuran kecil. Adapun jenis produk kerajinan kaca grafir yang selama ini dibuat para pengrajin sebagai fungsi souvenir tersebut, yaitu: kotak perhiasan/hias, kotak tempat permen, kotak tissue, tempat pensil, tempat surat, alas gelas, kap lampu duduk/lampu dinding/lampu gantung, kaca hias (kaca benggala), dan sejenisnya.
23
C. Mutu dan Jenis Bahan Pnggunaan bahan lebih banyak menggunakan bahan kaca cermin. Adapun jenis bahan baku utama, yaitu kaca cermin ukuran 5 mm, yang mudah didapatkan di toko kaca karena merupakan produk bahan kaca bermutu lokal. Bahan penunjang lain sebagai penguat/konstruksi maupun pelengkap umumnya menggunakan bahan list kuningan, tembaga, kayu lapis (block board). Pemilihan bahan tersebut pada awalnya menggunakan list tembaga, namun berkembang lebih banyak menggunakan list kuningan karena mutu bahan ini kuat dan lentur sehingga mudah dibentuk, awet dan memiliki warna lebih cerah dan bersih serta lebih mudah perawatannya. Pewarnaan digunakan cat pewarna bermutu baik yang ada di pasaran, yaitu cat akrilik condytone yang biasa digunakan untuk mengecat sepeda motor, tinner ND dengan campuran milamic impra sebagai perekat bahan cat dipermukaan kaca yang menghasilkan daya rekat yang tinggi. D. Teknologi Proses Pembuatan Adapun proses pembuatan untuk semua produk souvenir tersebut yaitu proses paling awal membuat gambar/desain atau pola di atas kertas sebagai model yang akan dipindahkan ke permukaan kaca. Dilanjutkan menyiapkan kaca diukur sesuai dengan kebutuhan desain. Kemudian desain tersebut digambar di atas kaca kemudian baru di grafir. Untuk pewarnaan disiapkan cat candytone/akrilik dicampur dengan tinner ND dan milamic impra, kemudian menggambar di atas kaca yang sudah di grafir. Untuk memberi warna lebih dari satu warna, harus menunggu warna pertama agak kering baru memberi warna kedua dan seterusnya. Setelah selesai kemudian dijemur sekitar ½ sampai 1 jam, makin lama dijmur makin baik karena warnanya tidak mudah luntur/terkelupas. Tahap berikutnya proses merangkai kaca menjadi benda produk souvenir seperti misalnya produk kotak hias/perhiasan, diawali dengan pembuatan list/ plipit kuningan, setelah selesai kaca diplipit/di list kemudian dirangkai dengan dipatri, kemudian finishing akhir dihaluskan dengan gerindra kain setelah halus dan mengkilap baru dilapis dengan melamic agar tidak mudah buram. E. Estetika Secara proporsional bentuk-bentuk produk souvenir yang ditampilkan cukup baik/seimbang antara panjang, lebar dan tinggi. motif yang digunakan dari motif etnik Jawa disesuaikan dengan bidang kaca dengan pertimbangan ingin menampilkan nuansa etnik Jawa. Untuk motif bunga/flora maupun fauna banyak diterapkan pada hampir semua jenis produk souvenir. Sedangkan penggunaan motif yang jarang diterapkan dan tergantung dari pesanan.
24
Penggunaan warna pada kerajinan kaca grafir yang dihasilkan didominasi warna putih dop. Sedangkan warna isian pada bagian motif disesuaikan dengan jenis motif yang diterakan seperti warna etnik Jawa yang cenderung menggunakan warna-warna natural dan tajam (hijau, coklat, merat dan prada) untuk warna pada motif bunga/flora fauna cenderung menggunakan warnawarna cerah (merah, kuning, pink, jingga dan hijau). Penggunaan warna pada motif geometris dekoratif cenderung warna-warna agak kotor/gelap/buram (coklat tua, hitam, merah tua, hijau tua dan sebagainya). Sedangkan penggunaan warna untuk kaca hias (kaca benggala) cenderung warna-warna natural, biasanya putih dop. Untuk memenuhi selera konsumen luar negeri/tuntutan ekspor ada beberapa pengrajin yang menampilkan karyanya mengacu dari unsur-unsur etnik karena konsumen lebih tertarik pada produk-produk yang memiliki kekhasan yang unik. Sedangkan untuk konsumen lokal cenderung lebih banyak menampilkan produk yang sedikit ornamentiknya/tidak terlalu rumit. F. Upaya Peningkatan Produktivitas Upaya peningkatan produktivitas setiap pengrajin berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitas produknya. Hal tersebut tergantung pada jumlah pegawai masing-masing pengrajin, untuk tenaga kerja yang mengerjakan kerajinan kaca ini di Surakarta berkisar antara 5 sapai 20 orang pada tiap pengrajin. Kelengkapan peralatan yang digunakan pada masing-masing pengrajin masih terdapat peralatan yang bersifat manual sehingga dalam kecepatan kerjanya masih kurang. Ada beberapa pengrajin yang merencanakan proses pekerjaannya dengan alat-alat mekanik maupun elektrik yang mengarah pada mass product. Pelatihan dan pengarahan kepada tenaga kerja secara periodik diharapkan mampu meningkatkan terampil pengrajin. Intensitas kontrol kerja atau quality control yang dilakukan pengelola merupakan upaya sebagai sarana dalam mencapai produktifitas kerja yang memenuhi standard kualitas yang diharapkan. G. Optimalisasi Pemasaran Produk Sistem pemasaran berdasarkan order pesanan perorangan sebagai souvenir acara tertentu seperti pernikahan, rapat khusus dan sebagainya. Terdapat pula pengusaha yang telah menerima order besar kaca hias (kaca benggala) untuk ekspor ke manca negara seperti Australia, Jerman, Belgia, Timur Tengah, Belanda dan sebagainya. Beberapa pengrajin melayani kebutuhan ekspor ini dengan menjadi supplier dari eksport yang sudah kuat. Peluang pameran di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan
25
sebagainya merupakan sarana promosi diharapkan dapat bertemu dengan buyer sehingga besar kemungkinan untuk dapat melaksanakan ekspor sesuai pesanan yang ada. Pemanfaatan ruang pameran di Galeri, Workshop, Pusat Pertokoan, Dana Hadi dan sebagainya memungkinkan untuk dikenal secara dekat oleh para pembeli sehingga nama produk dan alamat perusahaan dapat lebih dikenal di pasaran. Dalam mengupayakan kerjasama dengan BUMN dimaksudkan sebagai langkah memperkuat permodalan dan jaringan pemasaran sehingga dapat memperkuat manajemen kerjasama tersebut antara lain dengan Peruri, Angkasa Pura, Program Ventura dan sebagainya. 3. Pembahasan Secara umum para pekerja pengrajin kaca berasal dari keluarga kurang mampu, kebanyakan remaja putus sekolah, berpendidikan paling tinggi SLTA, dan dari kelompok generasi muda. Dari hasil karya yang dibuat menunjukkan adanya potensi inovasi dan ketrampilan yang cukup sekalipun ketrampilan tersebut mereka peroleh dari pengalaman dari pendahulunya, ada pula dari orang tua maupun temannya. Yang mendorong pengarajin untuk berkarya seni kerajinan kaca ini, terutama adanya keinginan berwirausaha dan mengembangkan bakat ketrampilan di bidang seni kerajinan dengan rangsangan dari perkembangan potensi dunia kepariwisataan yang bersumber dari potensi kekhasan tradisi Jawa khususnya seni kerajinan dan motif batik terutama batik Surakarta dan sekitarnya. Motivasi untuk menciptakan usaha industri kerajinan kaca grafir khususnya sebagai souvenir yang menarik bagi masyarakat umum dan wisatawan domistik maupun manca negara pada khususnya tetap mengacu pada unsur-unsur khas daerah terutama yang bernuansa etnik Jawa seperti motif seni batik. Dengan motivasi dan peluang besar bagi pengrajin ini, kadang masih ada kendala terutama manakala mendapatkan pesanan (order banyak) terbentur masalah modal yang harus disiapkanoleh pengrajin. Konsekuensi yang terjadi kesempatan meningkatkan volume produksi kurang mendapatkan kesempatan. Dalam pembuatan kerajinan kaca grafir sebagai souvenir melalui beberapa proses dengan pertimbangan desain, yaitu fungsi benda sebagai aksesoris interior, kemudian mutu dan jenis bahan yang digunakan, teknik/teknologi pada proses pembuatannya serta keindahan atau estetika. Proses pembuatan produk kerajinan kaca grafir secara umum sama dari proses desain sampai tahapan teknik pengerjaan maupun pemilihan jenis bahan, hanya masing-masing pengrajin ada perbedaan kualitas penggarapannya
26
disebabkan ketersediaan kelengkapan peralatan maupun pengalaman ketrampilan tenaga pengrajin dan pengrajin desainernya. Secara keseluruhan visualisasi jenis produk mengacu pada fungsi souvenir yang cenderung sebagai fungsi praktis maupun hiasan dengan penampilan proporsi bentuk yang menarik dan motif desain yang digunakan didominasi dengan motif-motif bernuansa etnik atau batik, motif bunga atau flora dan fauna, motif primitif dan kaligrafi Arab. Komposisi warna cenderung nuansa etnik didominasi prada keemasan, merah, kuning, hijau, coklat, biru dengan warna cat akrilik candytone yang transparan. Upaya peningkatan produktivitas secara kuantitas maupun kualitas, setiap pengrajin memiliki kiat dan strategi yang berbeda baik melalui kontinuitas berupa pengarahan maupun memberi peluang refresing secara periodik. Pada umumnya disiplin kerja masih kurang sehingga strategi yang dilakukan lebih pada intensifitas control proses kerja oleh kepala pengrajin atau pengelola. Sistem pemasaran cenderung berdasarkan order atau pesanan pembeli perorangan maupun pengusaha yang menjangkau sampai luar kota bahkan ekspor ke beberapa negara. Di samping pemasaran yang dilakukan sendiri di rumah, showroom yang dimiliki sendiri maupun toko-toko dan galeri orang lain, juga memanfaatkan event-event pameran promosi dagang dan industri di beberapa kota besar. Juga melalui kerjasama kemitraan dengan BUMN dan pemasok permodalan dari bank untuk menjangkau pemasaran yang lebih besar dan luas. 4. Kesimpulan Berdasarkan masalah, tujuan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seni kaca yang telah berabad-abad ada di Eropa secara konvensional dapat dikembangkan menjadi kerajinan kaca melalui desain bernuansa etnik Jawa sebagai souvenir dan berukuran kecil atau sedang. Beberapa kesimpulan lebih lanjut, yaitu : (1) Pengrajin dalam berkarya seni kerajinan kaca grafir didasari atas ketrampilan dan motivasi untuk menciptakan usaha industri kerajinan kaca grafir sebagai souvenir yang fungsional dan menarik bagi masyarakat umum dan wisatawan domistik maupun manca negara pada khususnya. Sekaligus memperkenalkan produk yang tetap mengacu pada unsur khas daerah dengan desain yang bernuansa etnik Jawa seperti motif seni batik gaya Surakarta baik motif yang geometris maupun nongeometris (motif flora fauna), (2) Teknologi proses pembuatan secara umum antara pengrajin sama dari proses desain sampai tahapan teknik pengerjaan, (3) Peningkatan kuantitas dan mutu pada umumnya dipengaruhi disiplin kerja maupun quality control yang kurang, (4) Sistem pemasaran berdasarkan pesanan perorangan
27
maupun pengusaha lokal dan luar negeri. Pemasaran memanfaatkan tempattempat penjualan dan pameran promosi di dukung kemitraan permodalan bank dan BUMN.. 4. Daftar Pustaka Ballaste D.K., A.I.A. 1992. Interior Design Referencen Manual. Amerika : Profesiional Publications, Inc. Bernard S. Meyers. 1962. Understanding The Art. New York: Renehart and Winstan Inc. Deperindag, BPEN. 1997. Peluang Pasar Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung : Seminar Koperasi dan Pengusaha Kecil. Frederich and Lilli Schuler. 1970. Glassforming, Glassmaking For The Crostman. New York: Chilton Book Company. Huberman A.M., Miles M.B. 1984. Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods. Sage Publications Beverly Hills. London. Pamuji Suptandar, 1999. Desain Interior. Jakarta: Djambatan. Sutopo H.B. 1987, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan). Yogyakarta : Penerbit Karya.
28