KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR
Oleh: ACHMAD SYAKUR A24103019
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY
ACHMAD SYAKUR. Soil Variability in Various Land Unit at Village Setu District Jasinga Bogor. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and DARMAWAN. Soil is a natural body that varies from one place to another. The variability of soil properties occurs both vertically and laterally which together form spatial variability. This variability is associated with factors such as soil-forming parent materials, climate, organisms, topography and time. Changes in these factors will cause changes in soil characteristics. A study that aims to observed soil variability on a landform unit was carried out at Setu District, Jasinga Bogor. Upon the study, soils were observed through mini profiles (mini pits) and soil sampling at surface layer every 50meter. Land forms were delineated based on slope contour with vertical interval of 0.5 m and classified according to Savigear Classification. Results showed that land form in the study area has a high level of variability. Top of the slope (crestslope) has a flat to moderate slope, back slope have a flat slope to very steep and footslope have flat to steep slopes. Variability of morphology and classification of land in the research area is also high. The variability occurs even in the the same land form. Based on minipit observation, soils in the study area were classified into 4 subgroups, i.e: (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults and (4) Lithic istrictArgiudalfs. The results of soil physical properties analysis showed that the overall variability of soil water content, bulk density, total pore space and water capacity available were medium, low – medium, low and medium to high respectively. Permeability of the soil has a high variability, ranging from very slow to very fast. The results of the analysis also showed that the internal variability of soil properties in a subgroup tend to be higher than the variability of soil properties on the overall study area. This difference indicated that difference in soil properties are not directly related to soil classes.
RINGKASAN
ACHMAD SYAKUR. Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Di bawah bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKORO dan DARMAWAN. Tanah merupakan benda alami yang beragam dari satu tempat ke tempat lainnya. Keragaman sifat-sifat tanah ini terjadi baik secara vertikal maupun secara lateral. Keragaman ini terkait dengan faktor-faktor pembentuk tanah seperti bahan induk, iklim, organisme, topografi dan waktu. Perubahan pada faktor-faktor pembentuk tanah akan menyebabkan perubahan pada karakteristik tanah. Penelitian yang bertujuan untuk melihat keragaman beberapa sifat tanah pada satuan bentuk lahan dilakukan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor. Penelitian dimulai dengan pembuatan profil mini (mini pit) dan pengambilan contoh tanah pada lapisan permukaan setiap jarak 50 meter. Bentuk lahan dideliniasi berdasarkan kontur dengan mengklasifikasikan lereng berdasarkan Savigear. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bentuk lahan di daerah penelitian mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi. Puncak lereng (crestslope) mempunyai lereng datar hingga landai, punggung lereng (backslope) mempunyai lereng datar hingga sangat curam dan kaki lereng (footslope) mempunyai lereng datar hingga curam. Keragaman morfologi dan klasifikasi tanah di daerah penelitian juga tergolong tinggi, keragaman bahkan terjadi pada bentuk lahan yang sama. Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan secara tentatif ke dalam 4 subgroup tanah yaitu : (1) Typic Endoaquepts; (2) Typic Dystrudepts; (3) Typic Hapludults dan (4) Lithic Argiudalfs. Hasil analisis sifat fisik tanah menunjukkan bahwa secara keseluruhan daerah penelitian memiliki keragaman kadar air tanah, bobot isi, ruang pori total, dan kapasitas air tersedia yang tergolong sedang, rendah - sedang, rendah dan sedang – tinggi. Permeabilitas tanah memiliki keragaman yang tinggi, dimana kelas keragaman berkisar antara sangat lambat hingga sangat cepat. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa secara umum keragaman internal sifat-sifat tanah pada suatu subgroup cenderung lebih besar dibandingkan dengan keragaman sifat-sifat tanah tersebut pada lokasi penelitian secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan sifat-sifat tanah tidak terkait langsung dengan perubahan jenis tanah.
KERAGAMAN TANAH PADA BERBAGAI SATUAN LAHAN DI DESA SETU KECAMATAN JASINGA BOGOR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh: ACHMAD SYAKUR A24103019
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor
Nama Mahasiswa
: Achmad Syakur
Nomor Pokok
: A24103019
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. D. P. T. Baskoro, M.Sc NIP.19630126 198703 1 001
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc NIP. 19631103 199002 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 1982 03 1002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 03 Juli 1985 dari pasangan Bapak Jamaludin, S.Ag. dan Ibu Hairiyah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Annajah Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Setelah 1 tahun penulis melanjutkan pendidikan ke MI Darunnajah pada tahun 1991 dan lulus dari MI Darunnajah pada tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke MTs Soebono Mantofani Tanggerang dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU KOSGORO Bogor dan diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam Biro Lingkungan Hidup Azimuth sebagai Jaro PSDM periode 2004/2005.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Keragaman Tanah Pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, MAppSc., selaku dosen penguji. 4. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan do’a serta dukungan yang tak henti untuk sebuah kehidupan yang harus diperjuangkan. 5. Istri dan anakku tercinta Salsa Cynthia Zahra yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang serta motivasi yang tak henti-henti. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .....................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
iv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................
1
1.2 Tujuan .................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Tanah ...............................................................
3
2.2 Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan .................................
4
2.3 Sifat Morfologi Tanah di Lapang .......................................
6
2.3.1 Horison Tanah ...........................................................
6
2.3.2 Warna Tanah ..............................................................
8
2.3.3 Tekstur Tanah ............................................................
9
2.3.4 Struktur Tanah ...........................................................
10
2.3.5 Konsistensi Tanah ......................................................
11
2.4 Sifat Fisik Tanah .................................................................
11
2.4.1 Kadar Air Tanah ........................................................
12
2.4.2 Bobot Isi (Bulk Density) ............................................
12
2.4.3 Permeabilitas Tanah...................................................
13
2.5 Klasifikasi Tanah ................................................................
14
2.6 Pemetaan dan Peta Tanah ...................................................
15
BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................
18
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................
18
3.3 Metode Penelitian ...............................................................
18
3.3.1 Persiapan ................................................................... 3.3.2 Pelaksanaan lapang ..................................................
18 18
3.3.3 Analisis laboratorium .............................................. 3.3.4 Analisis Data ............................................................ 3.3.5 Analisis Statistika ....................................................
19 19 19
BAB IV. KEADAAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ................................................................
22
4.2 Formasi Geologi dan Bahan Induk .....................................
23
4.3 Vegetasi dan Penggunaan Lahan ........................................
23
4.4 Iklim ....................................................................................
25
4.5 Topografi ............................................................................
26
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Bentuk Lahan ........................................................
27
5.2 Keragaman Karakteristik Morfologi Tanah Menurut Bentuk Lahan .......................................................
29
5.3 Klasifikasi Tanah ................................................................
35
5.4 Keragaman Sifat Fisik Tanah .............................................
39
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................
42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
43
LAMPIRAN ......................................................................................
45
DAFTAR TABEL
No
Halaman Teks
1.
Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’neil,1951;
3.
dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999) ....... Data Curah Hujan, Suhu Tanah dan Suhu udara Rata-rata Bulanan Tahun 2004 – 2008 ......................................................... Kelas dan Persentase Kemiringan Lereng ....................................
25 26
4.
Sebaran Bentuk Lahan .................................................................
27
5.
Sebaran Subgroup, Bentuk Lahan dan Bahan Induk ....................
37
6.
Nilai Statistik Parameter Sifat Fisik Tanah
2.
Pada Berbagi Subgroup .................................................................
14
40
Lampiran 1.
Data Sifat Fisik Tanah ..................................................................
50
2.
Uji Nilai Tengah t-student ............................................................
53
3.
Rumus Statistik Nilai Tengah, Simpangna Baku 55
4.
dan Koefisien Keragaman ............................................................. Metode Pendugaan Suhu Tanah dan Perbedaan Suhu Tanah Rata-rata Musim Panas dan Musim Dingin ..................................
56
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman Teks
1. 2.
Klasifikasi Lereng Menurut Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) .................................................. Peta Sebaran Titik Pengamatan ....................................................
6 20
3.
Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ...........................................
21
4.
Peta lokasi Penelitian dan Sekitarnya ...........................................
22
5.
Peta Geologi Lokasi Penelitian dan sekitarnya ............................
24
6.
Sebaran Bentuk Lahan, Titik Pengamatan dan Posisi Transek ....
28
7.
a. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda ..............
32
8.
b. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda ............. Bentuk Lahan Berbeda, Sifat Morfologi Tanah Sama .................
33 34
9.
Peta Tanah Lokasi Penelitian .......................................................
38
10. Frekuensi Kelas Permeabilitas Terhadap Subgroup .....................
41
Lampiran 1.
Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 1 .....................
45
2.
Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 2 .....................
46
3.
Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 3 .....................
47
4.
Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 4 .....................
48
5.
Sifat Morfologi Tanah Pada Titik Pemboran ...............................
49
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam hasil interaksi antara iklim, organisme,
bahan induk, relief dan waktu. Akibat hasil interaksi faktor pembentuk tanah tersebut, akan menyebabkan keragaman sifat-sifat tanah baik secara vertikal maupun secara lateral. Keragaman vertikal dan keragaman lateral secara bersamasama akan membentuk keragaman ruang (spatial). Keragaman sifat-sifat tanah baik secara lateral maupun vertikal merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan penggunaan lahan, terutama dalam menentukan berbagai tindakan yang berhubungan dengan aspek pengelolaan pertanian, seperti penggunaan pupuk, kebutuhan air irigasi, dan sebagainya. Perencanaan penggunaan lahan yang baik memerlukan data yang baik yang dapat menggambarkan keragaman tanah secara akurat. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui survei dan pemetaan yang baik. Pemetaan tanah yang biasa dilakukan selama ini umumnya berbasis satuan lahan. Satuan lahan biasanya dibuat dengan mengelompokkan suatu wilayah yang mempunyai lingkungan fisik seperti iklim, bentuk lahan, tanah dan bahan induk yang relatif sama. Kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama penyebarannya dituangkan dalam satuan peta lahan yang berbentuk polygon. Dalam penentuan batas-batas polygon yang merupakan batas satuan peta lahan karakteristik tanah dianggap sama. generalisasi.
Hal ini tentu saja mengandung unsur
Makin kecil skala peta yang digunakan makin besar unsur
generalisasinya. Beberapa kasus di lapang menunjukkan bahwa karakteristik tanah dapat berubah dalam rentang spaisal yang sempit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satuan lahan yang sama dapat dijumpai karakteristik tanah yang berbeda-beda. Bahkan seringkali dijumpai bahwa di dalam satuan peta lahan yang dihasilkan
masih memiliki keragaman karakteristik tanah yang tinggi. Di dalam satuan bentuk lahan yang sama pada suatu wilayah yang sama, masih bisa dijumpai perbedaan karakteristik tanah yang signifikan. Perbedaan ini tentunya bisa makin nyata bila karakteristik tanah yang dibandingkan adalah karakteristik tanah dalam satuan lahan tetapi dengan wilayah yang berbeda. Bagaimana hubungan yang sebenarnya antara karakteristik tanah dengan satuan bentuk lahan masih belum teridentifikasi tergambarkan dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat keragaman sifat-sifat tanah tersebut.
1.2
Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
melihat keragaman sifat morfologi dan sifat fisik tanah dan mencari hubungannya dengan bentuk lahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keragaman Tanah Keragaman tanah merupakan keragaman ruang (spasial) dan keragaman
waktu (temporal). Keragaman ruang (spasial) terbentuk dari keragaman yang terjadi secara lateral maupun vertikal secara bersama-sama (Wilding dan Dress, 1983). Tanah yang berada pada puncak lereng akan berbeda dengan tanah yang berada pada tengah lereng atau di lembah. Keragaman temporal adalah keragaman yang tergantung waktu. Sifat-sifat tanah tertentu akan berbeda bila diukur pada saat sebelum tanam dan sesudah tanam pada musim kemarau atau musim penghujan, dan sebagainya. Menurut Sitorus (2000) faktor-faktor yang menyebabkan keragaman tanah adalah : 1. Tipe bahan induk; tanah yang terbentuk dari bahan-bahan yang diangkut atau endapan cenderung beragam dari tanah yang melapuk in situ. 2. Daerah berbukit dipengaruhi sekurang-kurangnya interaksi dari lima faktor yaituu aspek lereng, ketinggian, vegetasi, pemudaan tanah kembali dan letak/posisi lereng. 3. Aktivitas biologi tanah dapat meningkatkan keragaman setempat. 4. Alur-alur yang dibuat cacing tanah menghasilkan perbedaan pada jarak pendek. 5. Gradient wilayah dalam iklim menghasilkan perbedaan dalam tanah atau perubahan secara gradual dalam jangka panjang. 6. Pengelolaan manusia terutama pada lahan-lahan yang ditanami. Sifatsifat kimia tanah dapat dipengaruhi penambahan bahan organik, pemupukan, pengapuran dan pengambilan unsur hara oleh tanaman. Sifat fisik tanah dapat dipengaruhi oleh pengelolaan tanah, pembajakan atau pembalikan lapisan bawah permukaan tanah dan drainase. 7. Vegetasi
alami
penutup
tanah.
Pada
lahan-lahan
yang
tidak
dibudidayakan atau diusahakan, perbedaan vegetasi tanah dapat
mengakibatkan perbedaan dalam kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas. Untuk membandingkan keragaman sifat-sifat tanah yang berbeda dapat digunakan
Koefisien
Keragaman
(KK).
Wilding
dan
Drees
(1983)
mengelompokkan keragaman sifat-sifat tanah menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat kehomogenannya, yaitu : 1. Keragaman rendah (KK<15%) 2. Keragaman sedang (KK15-35%) 3. Keragaman tinggi (KK>35%) Pola keragaman tanah sangat tergantung pada skala pengamatan, macam, sifatsifat tanah dan metodologi yang digunakan untuk penelitian (Wilding dan Drees, 1983).
2.2
Proses Geomorfik dan Bentuk Lahan Semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan
bentuk permukaan bumi disebut proses geomorfik. Menurut Wiradisastra et al. (1999) bentuk-bentuk lahan yang ada dimuka bumi terjadi melalui proses geomorfik yaitu semua perubahan, baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi. Faktor penyebabnya berupa tenaga geomorfik yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan dipermukaan bumi. Tenaga tersebut antara lain berupa air mengalir, air tanah, gletser, angin, dan gerakan air lainnya (gelombang laut, pasang surut dan tsunami). Menurut Thornbury (1969) secara garis besar proses geomorfik yang membentuk rupa bumi terdiri dari proses eksogenetik (epigenetik), endogenetik (hipogenetik), dan ekstraterestrial. Proses eksogenetik terjadi melalui proses gradasi dan aktivitas organisme termasuk manusia. Proses gradasi dapat berupa degradasi yang dapat terjadi melalui proses hancuran iklim (weathering processes), gerakan massa (mass wasting), dan erosi. Proses gradasi dapat pula terjadi melalui agradasi yang penyebabnya berupa air mengalir, air tanah, gelombang air (laut atau danau), arus pasang surut, tsunami, gerakan angin dan
gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor. Bentuk muka bumi yang terbentuk melalui proses geomorfik di atas dapat didefinisikan sebagai bentuk lahan. Bentuk lahan (landform) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan masing-masing dari setiap satu kenampakan dari kenampakan secara menyeluruh dan sinambung (multitudineous features) yang secara bersama-sama membentuk permukaan bumi. Hal ini mencakup semua kenampakan yang luas, seperti dataran, plato, gunung dan kenampakankenampakan kecil seperti bukit, lembah, ngarai, arroyo, lereng, dan kipas aluvial (Desaunettes, 1977). Wiradisastra et al. (1999) menambahkan bahwa bentuk lahan merupakan konfigurasi permukaan lahan (land surface) yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Suatu bentuk lahan akan dicirikan oleh struktur atau batuannya, proses pembentukannya, dan mempunyai kesan topografi spesifik. Lereng merupakan unsur topografi yang mempengaruhi sifat-sifat dan perkembangan tanah. Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng (Hardjowigeno, 1995). Kemiringan lereng ditunjukkan oleh besarnya sudut yang terbentuk antara permukaan bumi dengan bidang datar. Betuk lereng merupakan wujud permukaan lereng yang dapat berbentuk cembung, cekung maupun datar. Lereng terdiri dari bagian puncak (crest), bagian cembung, bagian cekung dan kaki lereng (Hardjowigeno, 1993). Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) mengklasifikasikan lereng berdasarkan kemiringan dan posisinya menjadi tiga bagian (component), yaitu : (1). Puncak lereng (crestslope), (2) Punggung lereng (backslope), dan (3). Kaki lereng (footslope). Puncak lereng adalah bagian lereng mulai dari bagian teratas hingga bagian yang mulai curam, punggung lereng adalah bagian berikutnya yang mempunyai kamiringan maksimum dan hampir tetap, sedangkan kaki lereng adalah bagian yang melandai mulai dari batas terakhir punggung lereng hingga pusat lembah (Gambar 1).
Gambar 1. Klasifikasi Lereng Menurut Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987)
Secara ringkas proses-proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan dan sering terjadi secara bersamaan adalah erosi, transportasi dan deposisi. Erosi tidak berpengaruh nyata jika tida ada selisih ketinggian (lereng). Secara umum proses erosi lebih banyak terjadi pada bagian atas lereng, sedangkan proses transportasi lebih banyak terjadi pada lereng bagian tengah dan proses deposisi terjadi pada lereng bagian bawah (Wiradisastra et al., 1999).
2.3
Sifat Morfologi Tanah di Lapang Sifat morfologi adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di
lapang. Pengamatan sifat morfologi tanah yang dilakukan di lapang dapat melalui pengamatan secara pemboran dan pembuatan profil. Beberapa sifat morfologi tanah yang umum diamati di lapang antara lain: horison tanah, warna tanah, tekstur dan struktur tanah, dan konsistensi tanah.
2.3.1. Horison Tanah Menurut Soil Survey Staff (1975) Horison tanah merupakan lapisan di dalam tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah yang terbentuk sebagai hasil dari proes pembentukan tanah. Horison tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu horizon horizon genetik dan horizon diagnostik (penciri). Horison genetik mencerminkan jenis perubahan sifat tanah yang terjadi akibat dari proses pembentukan tanah. Sedangkan horison diagnostik adalah horison yang mungkin terdiri dari beberapa horison genetik yang sifat-sifatnya dinyatakan secara kuantitatif dan digunakan sebagai penciri dalam klasifikasi tanah (Soil Survey Staff, 1998).
Soil survey Staff (1998) mengemukakan bahwa terdapat enam horison genetik utama (lapisan utama) di dalam tanah yang masing-masing diberi simbol huruf kapital O, A, E, B, C, dan R. Huruf-huruf kapital tersebut merupakan simbol dasar. Huruf dan angka kemudian ditambahkan untuk melengkapi penamaan horison. Horison O merupakan lapisan yang didominasi oleh bahan organik, baik yang pernah jenuh air dalam waktu yang lama maupun tidak pernah jenuh air. Horison A merupakan horison tanah mineral yang terbentuk pada permukaan tanah di bawah horison O, horison A merupakan akumulasi bahan organik halus yang bercampur dengan bahan mineral yang tidak didominasi oleh sifat horison E atau menunjukkan sifat sebagai pengolahan tanah. Horison E adalah horison tanah mineral yang mempunyai ciri utama hilangnya liat silikat, Fe, Al, bahan organik, atau kombinasinya. Horison B merupakan horison yang terbentuk di bawah horison A, E atau O, dan didominasi oleh hilangnya seluruh atau sebagian besar struktur batuan asli. Horison B adalah lapisan penimbunan dari unsur-unsur yang tercuci pada horison E. Horison C adalah horison yang tidak termasuk batuan induk keras yang sedikit dipengaruhi oleh proses pedogenesis dan tidak mempunyai sifat-sifat horison O, A, E, dan B. Sedangkan horison R merupakan batuan keras yang tidak dapat hancur bila direndam dalam air selama 24 jam. Dalam sebuah horison terjadi lapisan perubahan dari satu horison utama ke satu horison utama lain dibawahnya, seperti AB, EB, BA, BE, BC. Horison ini memiliki campuran sifat kedua horison utama yang berkaitan. Lambang horison utama yang ditulis di depan menunjukkan bahwa sifat horison utama mendominasi sifat horison peralihan dan sebaliknya. Horison AB adalah horison peralihan yang memiliki sifat horison A dan B, tetapi didominasi oleh sifat horison A. Sedangkan horison kombinasi adalah horison yang terdiri dari dua bagian yang berbeda yang memiliki sifat-sifat yang dapat dikenal sebagai dua horison utama dan dengan garis miring seperti A/B, E/B, B/C. dalam hal ini bagian horison diukur menurut volumenya, apakah lebih besar atau lebih kecil sebagai penyusun horison kombinasi. Horison A/B berarti volume bagian horison A lebih besar dari pada volume bagian horison B pada horison kombinasi tersebut (Rachim dan Suwardi, 1999).
Dalam pengamatan horison dalam suatu profil di lapang, harus ditentukan batas antar horison dan kejelasan topografi serta batas dan bentuk topografi. Kelas batas dan kejelasan topografi horison ditentukan berdasarkan: sangat jelas (lebar peralihan <2cm), jelas (lebar peralihan 2-5 cm), berangsur (lebar peralihan 5-12 cm), baur (lebar peralihan >12 cm). Sedangkan batas dan bentuk topografi ditentukan berdasarkan: rata, berombak, tidak teratur dan putus.
2.3.2. Warna Tanah Warna tanah merupakan sifat morfologi yang paling mudah diidentifikasi dan merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna tanah dicatat dengan menggunakan notasi dalam Munsell Soil Color Chart. Notasi ini menggambarkan warna dalam tiga variabel yaitu: hue, value dan kroma. Hue adalah spektrum yang dominan dan sesuai dengan panjang gelombang. Value menunjukkan gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Kroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum (Buol et al. 1980). Hue terdiri dari lima warna utama (biru, hijau, kuning, merah, ungu) dan lima warna campuran (hijau kebiruan, kuning kehijauan, merah kekuningan, ungu kemerahan, biru keunguan). Setiap hue memiliki skala dari 0 sampai 10, dengan selang 2.5 sehingga urutan skalanya adalah 0, 2.5, 5, 7.5 dan 10. Value mempunyai nilai 0-8, semakin tinggi nilai value warna makin terang. Kroma juga mempunyai nilai 0-8, semakin tinggi nilai kroma menunjukkan niai spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Warna tanah semakin gelap menunjukkan kandungan bahan organik semakin tinggi, warna merah menunjukkan tanah berdrainase baik karena senyawa Fe dalam keadaan oksidasi, warna abu-abu menunjukkan tanah berdrainase buruk yaitu tanah yang selalu tergenag air dimana senyawa Fe dalam keadaan reduksi. Perbedaan warna digunakan untuk membeda-bedakan deret lapisan dalam profil. Pada umumnya lapisan teratas lebih tua dibandingkan dengan lapisan dibawahnya. Terkadang lapisan yang berwana lebih muda diikuti oleh lapisan yang lebih tua lagi. Seringkali warna dipergunakan untuk memberikan nama pada suatu tanah. Selain warna pokok terdapat jenis warna lain sehingga terdapat
berbagai jenis (variasi) warna dalam satu profil atau horison (Wirdjodihardjo, 1953).
2.3.3. Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif diantara fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung dalam suatu massa tanah (Suwardi dan Wiranegara, 2000). Fraksi pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada fraksi debu dan liat. Pasir berukuran 2 mm-50 µm, debu berukuran 50 µm-2 µm, dan liat berukuran <2 µm. Berdasarkan perbandingan banyaknya butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur : 1.
Kasar
: pasir, pasir berlempung.
2.
Agak kasar : lempung berpasir.
3.
Sedang
4.
Agak halus : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu.
5.
Halus
: lempung, lempung berdebu, debu.
: liat berpasir, liat berdebu, liat.
Tekstur merupakan sifat fisik yang penting dalam menentukan aerasi tanah, konsistensi tanah, permeabilitas dan infiltrasi. Selain itu tekstur berkaitan erat dengan luas permukaan, daya adsorbsi, plastisitas dan daya kohesi yang semuanya merupakan penentu bagi semua reaksi fisik-kimia yang terjadi di dalam tanah (Staff Pusat Penelitian Tanah, 1990). Tanah-tanah yang bertekstur pasir dan debu mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menahan air dan menjerap unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1995). Penetapan tekstur di lapang dilakukan dengan membasahi massa tanah kemudian dipijid dan dipirid antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan memperhatikan adanya rasa kasar untuk tekstur pasir, rasa licin untuk tekstur debu dan rasa lekatuntuk tekstur liat di antara kedua jari tersebut. Berdasarkan rasa kasar, licin, kelekatan dan gejala piridan dapat ditentukan kelas tekstur di lapang (Suwardi, 2000).
2.3.4. Struktur Tanah Menurut Soil Survey Staff (1993), struktur merupakan gumpalangumpalan kecil dari butir-butir tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat antara lain bahan organik, oksidaoksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Apabila unit-unit struktur tersebut tidak terbentuk, maka tanah tersebut dapat dikatakan tidak berstruktur. Menurut bentuknya struktur dapat dibedakan menjadi: lempeng, prisma, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat, granular dan remah. Bentuk tanah yang tidak berstruktur disebut lepas dan pejal (massif). Ukuran struktur berbeda-beda sesuai dengan bentuknya (Hardjowigeno, 1995). Struktur lempeng mempunyai ketebalan kurang dari 1 mm sampai lebih dari 10 mm, struktur prisma dan tiang antara kurang dari 10 mm sampai lebih dari 100 mm, struktur gumpal antara kurang dari 5 mm sampai lebih dari 50 mm, struktur granular kurang dari 1mm sampai lebih dari 10 mm dan struktur remah kurang dari 1mm sampai lebih dari 5 mm. Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasarkan atas kemantapan atau ketahanan bentuk struktur tanah tersebut terhadap tekanan. Ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi : 1. Tingkat perkembangan lemah (butir-butir struktur tanah mudah hancur). 2. Tingkkat perkembangan sedang (butir-butir struktur tanah agak sukar hancur). 3. Tingkat perkembangan kuat (butir-butir struktur tanah sangat sukar hancur). Ketahanan struktur tersebut ditetapkan sesuai dengan jenis tanah dan tingkat kelembaban tanah (Hardjowigeno, 1995).
2.3.5. Konsistensi Tanah Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk (Hardjowigeno, 1995). Menurut Rachim dan Suwardi (1999), konsistensi tanah mencakup :
1. Ketahanan bahan tanah terhadap perubahan bentuk atau pecah. 2. Ketahanan tanah terhadap penetrasi. 3. Plastisitas, kekerasan, dan kelekatan bahan tanah terhadap jenuh air. 4. Sifat yang ditunjukkan oleh bahan tanah terhadap tekanan. Sifat-sifat konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air pada tanah tersebut, apakah tanah dalam keadaan lembab, basah atau kering. Konsistensi tanah dalam keadaan lembab, dibedakan menjadi konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit diolah). Dalam keadaan kering, dibedakan menjadi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya yaitu dari tidak lekat sampai lekat. Dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Bila gumpalan tersebut mudah hancur maka tanahnya dikatakan berkonsistensi gembur (lembab) atau lunak (kering). Bila gumpalan tanah sukar hancur dengan remasan tersebut, tanah dikatakan berkonsistensi teguh (lembab) atau keras (kering). Sedangkan dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya membentuk bulatan dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (Soil Survey Staff, 1998).
2.4
Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah merupakan salah satu sifat yang digunakan untuk
menentukan kemampuan tanah baik untuk pengelolaan maupun penggunanan suatu lahan. Beberapa sifat fisik tanah antara lain: kadar air tanah (kadar air kapasitas lapang, kadar air titik layu permanen dan kadar air tersedia), bobot isi dan permeabilitas tanah.
2.4.1. Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan fase cair tanah yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori tanah. Kadar air tanah sangat berperan dari segi pedogenesis maupun hubungannya dengan pertumbuhan tanaman (edafologis). Kadar air tanah dapat dinyatakan dalam persen berat kering dan persen volume.
Menurut Hardjowigeno (1995), air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya kohesi, adhesi dan gravitasi. Karena pengaruh gaya tersebut air dapat dibedakan menjadi : Air higroskopik yaitu, air yang sangat kuat diserap oleh tanah sehingga air tidak dapat digunakan oleh tanaman (gaya adhesi antara tanah dan air). Air kapiler yaitu, air dalam tanah dimana gaya kohesi (gaya tarikmenarik antara butir-butir air) dan gaya adhesi (gaya tarik-menarik antara air dengan tanah) lebih kuat dari gaya gravitasi. Air ini dapat bergerak ke samping atau ke atas karena gaya kapiler. Dalam menentukan jumlah air yang tersedia bagi tanaman terdapat beberapa istilah antara lain: kadar air kapasitas lapang yaitu, keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air yang ditahan oleh tanah lebih besar dari gaya gravitasi sehingga air dapat diserap oleh akar tanaman. Kadar air titik layu permanen yaitu, kandungan air dalam yang tidak dapat diserap oleh tanaman akibat gaya garavitasi lebih besar dari gaya adhesi. Kadar air tersedia yaitu, selisih kadar air pada kapasitas lapang dengan kadar air pada titik layu permanen. Kemampuan tanah menahan air antara lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil dibandingkan tanah bertekstur halus.
2.4.2. Bobot Isi (Bulk Density) Menurut
hardjowigeno
(1995),
bobot
isi
(bulk
density)
adalah
perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah, termasuk volume pori-pori tanah. Satuan bobot isi dinyatakan dalam g/cm3. Semakin tinggi bobot isi, semakin padat tanah dan semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Bobot isi berbeda dengan bobot jenis partikel (particle density). Bobot jenis partikel adalah perbandingan antara bobot kering padat tanah terhadap volumenya (tidak termasuk pori yang terdapat diantara partikel tanah). Satuan bobot jenis partikel dinyatakan dalam g/cm3. Pada umumnya bobot jenis partikel pada tanah mineral adalah 2.65 g/cm3. Ruang pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah, baik bahan mineral maupun bahan organik (terisi oleh udara dan air). Ruang pori total
terdiri atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat tanah. Menurut ukurannya ruang pori total terdiri dari ruang pori kapiler yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler dan ruang pori non kapiler tempat pergerakan udara dan perkolasi air secara cepat atau disebut pori drainase. Tanah dengan struktur granular atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan tanah berstruktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur kasar seperti tekstur pasir mempunyai pori makro lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air. Porositas tanah dipengaruhi oleh: kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 1995).
2.4.3. Permeabilitas tanah Permeabilitas adalah kecepatan bergeraknya air pada suatu media tanah dalam keadaan jenuh, dan dinyatakan dalam cm/jam. Penetapan permeabilitas dilakukan dengan menggunakan hukum Darcy. Menurut Hillel (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain: tekstur tanah, porositas dan distribusi ukuran pori serta kadar bahan organik tanah. Stallings (1957) dan Baver et al., (1972) mengemukakan bahwa vegetasi biasanya akan menentukan distribusi ukuran pori tanah. Tanaman dengan erakaran lebih banyak dan menyumbangkan bahan organik yang lebih tinggi cenderung meningkatkan pori makro yang lebih banyak dengan demikian permeabilitas tanah akan meningkat. Klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’neal (dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O’neil,1951 dalam Hardjowigeno, Widiatmaka, dan Yogaswara, 1999).
2.5
Kelas
Permeabilitas (cm/jam)
Sangat lambat
< 0.125
Lambat
0.125 – 0.50
Agak lambat
0.50 – 2.0
Sedang
2.0 – 6.25
Agak cepat
6.25 – 12.5
Cepat
12.5– 25
Sangat Cepat
> 25
Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah penggolongan tanah dalam berbagai kumpulan
berdasarkan ciri-ciri tertentu secara bertingkat, dan berfungsi untuk membedabedakan tanah berdasarkan atas sifat-sifat yang dimilikinya (Hardjowigeno, 1993). Tujuan klasifikasi tanah menurut Buol et al. (1980) adalah : 1. Menata atau mengorganisir pengetahuan tentang tanah. 2. Memudahkan mengingat sifat dan perilaku tanah. 3. Mengetahui hubungan antar individu tanah. 4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan yang lebih praktis antara lain: menaksirkan sifat-sifat dan produktivitasnya, menentukan kemampuan lahan, menentukan areal untuk penelitian atau kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di tempat lain dan sebagainya. 5. Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat tanah baru. Salah satu sistem klasifikasi tanah yang dikenal sekarang ini adalah Taksonomi Tanah atau Soil Taxonomy yang diperkenalkan oleh USDA pada tahun 1975. Indonesia termasuk negara yang merekomendasikan penggunaan sistem ini dalam pembuatan peta tanah pada setiap survei tanah. Sistem ini dinilai lebih komprehensif dibanding dengan sistem yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) maupun FAO/UNESCO (1974) (Rachim dan Suwardi, 2002). Sistem ini menggunakan enam kategori yaitu Order, Suborder, Greatgroup, Subgroup, Family dan Series (sangat berbeda dengan klasifikasi
yang telah ada sebelumnya). Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi-definisi mengenai horison-horison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis-jenis tanah (Buol et al., 1980). Menurut Hardjowigeno (1993), kategori order menggunakan faktor pembeda ada tidaknya horison atau sifat penciri tertentu serta jenis atau sifat dari horison penciri tersebut. Suborder menggunakan faktor pembeda keseragaman genetik, misalnya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan penggaruh pengendapan oleh aliran air, regim kelembaban tanah, bahan induk pasir, horison dan sifat-sifat penciri tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah organik). Kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim kelembaban, ada tidaknya lapisan penciri, seperti plintit, fragipan, duripan menunjukkan sifat pembeda kategori great group. Sedangkan pada kategori subgroup, terdiri dari sifat-sifat inti dari great group (subgroup typic), sifat-sifat tanah peralihan ke great group lain, suborder atau order, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. Kategori famili sifat-sifat pembeda antara lain: sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada kedalaman 50 cm. sedangkan pada tingkat seri faktor pembedanya antara lain : susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horison.
2.6
Pemetaan dan Peta Tanah Pemetaan tanah merupakan suatu usaha untuk menggambarkan sebaran
jenis-jenis tanah yang terdapat pada suatu daerah. Kegiatan pemetaan tanah mencakup identifikasi dan klasifikasi tipe-tipe tanah yang terdapat pada suatu wilayah serta membatasi distribusinya dan dituangkan kedalam peta tanah. Andahl (1958, dalam Buol et al., 1980) menyatakan bahwa pemetaan tanah merupakan suatu kegiatan mengorganisasikan dan memperkenalkan ilmu pengetahuan mengenai karakteristik, kualitas dan tingkah laku tanah yang diklasifikasikan dan digambarkan ke dalam suatu peta. Peta tanah biasanya dibuat dengan memperhatikan berbagai peta lainnya yang bersifat lebih umum, seperti peta geologi, peta topografi dan potret udara. Ketiga peta tersebut merupakan alat
yang umum dipakai dalam membantu pemetaan tanah sesuai dengan skala peta yang dibuat. Menurut Hardjowigeno et al. (1999), peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dari masingmasing satuan peta. Peta tanah biasanya disertai pula dengan laporan pemetaan tanah yang menerangkan lebih lanjut sifat-sifat dan kemampuan tanah yang digambarkan dalam peta tersebut. Tujuan pemetaan adalah melakukan pengelompokkan tanah kedalam satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat yang sama. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama-nama tanah yang terdapat di daerah tersebut, tetapi juga beberapa sifat penting dari tanah tersebut. Peta umumnya dibuat dari hasil pengamatan lapang melalui survei tanah. Secara umum ada empat sistem yang digunakan sebagai dasar dalam pengamatan lapang yaitu : (a). Sistem titik potong (grid system) berdasarkan pada selangselang jalur tertentu dan dilakukan pada lahan yang datar. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasarnya kurang lengkap. (b). Sistem bebas berdasarkan perubahan faktor-faktor pembentuk tanah dan hasil interpretasi foto udara serta land system. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjangnya lengkap. (c). Sistem sistematik yang hampir serupa dengan grid system, tetapi jarak pengamatannya berbeda-beda berdasarkan garis potong pada lereng. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjang lainnya lengkap. (d). Sistem bebas sistematik yang merupakan kombinasi grid system, sistem bebas dan sistem sistematik, pengamatan ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan waktu pengamatan di lapang dengan peta dasar dan data penunjang lengkap, serta berdasarkan hasil interpretasi foto udara. Hardjowigeno (1985) menambahkan bahwa metode grid lebih cocok untuk daerah-daerah yang mempunyai bentuk wilayah datar, sedangkan untuk daerah yang bergelombang dapat memberikan hasil yang salah. Hal ini disebabkan karena penyebaran tanah di suatu daerah tidak terjadi secara acak tetapi lebih bersifat sistematis.
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai September 2009.
Pengambilan contoh tanah dan pengamatan lapang dilakukan di Lokasi Demplot milik Badan Pertanahan Nasional, Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan analisis sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah peta kontur skala 1:1000 dengan
interval kontur 0.5 m dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional, peta geologi Lembar Serang dan Lembar Jakarta, dan data iklim. Adapun alat yang digunakan adalah : GPS, ring sampel, pisau lapang, meteran, munsel soil color chart, abnney level, kompas, cangkul alat-alat tulis dan perangkat lunak yaitu : GIS (Software Arcview GIS 3.3) dan perangkat statistik (Minitab 13).
3.3
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan
lapang, analisis laboratorium (analisis sifat fisik tanah) dan analisis data.
3.3.1 Persiapan Tahap awal yang dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi yang menunjang untuk tahap pelaksanaan di lapang seperti peta kontur. Menentukan titik pengamatan berdasarkan bentuk lahan pada daerah penelitian. 3.3.2 Pelaksanaan Lapang Pelaksanaan pengamatan di lapang dilakukan dengan sistem grid, dimana jarak antara titik pengamatan + 50 m. Titik pengamatan disajikan pada Gambar 2. Pengamatan dilakukan dengan membuat profil mini (mini pit) dengan kedalaman + 40 cm yang disusul dengan pemboran untuk pengamatan sifat morfologi tanah
dan pengambilan contoh tanah utuh untuk analisis sifat fisik tanah di laboratorium. 3.3.3 Analisis Laboratorium Analisis yang dilakukan, hanya analisis sifat fisik tanah dari setiap titik pengamatan. Contoh tanah utuh setiap pengamatan diambil dari kedalaman 0-30 cm. Analisis yang dilakukan antara lain : penetapan bobot isi, kadar air, kadar air kapasits lapang, kadar air titik layu permanen dan permeabilitas. 3.3.4 Analisis Data Data karakteristik tanah dan sifat fisik tanah pada masing-masing pengamatan dikorelasikan dan ditabulasikan terhadap sebaran bentuk lahan dan sebaran bahan induk. Pengklasifikasian tanah dilakukan secara tentatif menurut Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998) sampai dengan kategori subgroup yang didasarkan pada data morfologi. 3.3.5 Analisis Statistika Hasil analisis sifat fisik tanah (kadar air, bobot isi, kadar air tersedia dan ruang pori total) diolah secara statistika untuk mendapatkan nilai tengah, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tengah, simpangan baku, koefisien keragaman dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk mengetahui keragaman sifat fisik tanah yaitu : kadar air, bobot isi, kadar air tersedia dan ruang pori total, berdasarkan klasifikasi tanah terhadap bentuk lahan, dilakukan uji nilai tengah menggunakan uji t-student.
0 0 1 4 6 6
0 0 0 4 6 6
0 0 9 3 6 6
0 0 8 3 6 6
0 0 7 3 6 6
0 0 6 3 6 6
0 0 5 3 6 6
0 0 4 3 6 6
0 0 3 3 6 6
0 0 2 3 6 6
0 0 1 3 6 6
PETA SEBARAN
#
TITIK PENGAMATAN #
0 0 9 4 8 2 9
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
LOKASI PENELITIAN DESA S ETU KE CAMATAN JASING A KABUPATEN BOGO R
SKALA PETA
N
0
100 Meter
#
# 0 0 9 4 8 2 9
0 0 0 5 8 2 9
#
#
0 0 1 5 8 2 9
0 0 1 5 8 2 9
#
#
0 0 0 5 8 2 9
#
#
0 0 2 5 8 2 9
0 0 2 5 8 2 9
KETERANGAN
T.1
Transek 1 Transek
#
Titik sampel
#
Batas
#
#
T.1
0 0 7 4 8 2 9
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
T.3 #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
T.4
T.2# 0 0 1 4 6 6
0 0 0 4 6 6
0 0 9 3 6 6
0 0 8 3 6 6
0 0 7 3 6 6
0 0 6 3 6 6
0 0 5 3 6 6
0 0 4 3 6 6
0 0 3 3 6 6
0 0 2 3 6 6
0 0 1 3 6 6
Gambar 2. Peta Sebaran Titik Pengamatan
0 0 6 4 8 2 9
#
0 0 7 4 8 2 9
#
0 0 8 4 8 2 9
0 0 8 4 8 2 9
0 0 6 4 8 2 9
0 0 3 5 8 2 9
0 0 3 5 8 2 9
Kontur
Tahap Pelaksanaan Pengamatan
Pengamatan lapang dengan pembuatan profil mini (mini pad) dan Pengambilan contoh tanah pada jarak + 50m
Tahap Persiapan
Pengumpulan data dan informasi serta penentuan sebaran titik pengamatan
Analisis Laboratorium
Analisis Statistika Gambar 3. Diagram Alir pelaksanaan Penelitian
Tahap Analisis Data
Analisis Data
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Lokasi penelitian Penelitian dilakukan pada kebun percobaan milik Badan Pertanahan
Nasional yang terletak di desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 60.27’.00” dan 60.28’.00” Lintang Selatan, serta 1060.28’.00” sampai 1060.29’.00”. Lokasi penelitian memiliki luas 43,3 hektar dengan ketinggian + 150 meter diatas permukaan laut. Batas wilayah darah penelitian sebelah utara dibatasi oleh desa Cikopomayak, sebelah selatan dibatasi oleh desa Barengkok, sebelah timur dibatasi oleh desa Sipak dan sebelah barat dibatasi oleh desa Pamagersari.
Daerah Penelitian
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian dan Sekitarnya
4.2
Formasi Geologi dan Bahan Induk Berdasarkan peta geologi lembar Serang dan Jakarta, daerah penelitian
termasuk ke dalam formasi Bojongmanik (Tmb) yang mempunyai susunan terdiri dari perselingan batu pasir dan batu liat dengan sisipan batu gamping dan formasi ini berumur miosen. Peta Geologi Lokasi Penelitian dan Sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan adanya indikasi bahwa batu liat dan batu gamping merupakan bahan induk tanah di lokasi ini. Selain kedua bahan tersebut sebagian tanah berkembang dari bahan induk volkan. Hal ini terjadi pada bagian-bagian dimana batu liat atau batu gamping tertutup oleh hasil erupsi dari volkan. Pada lembar Serang, formasi Bojongmanik (Tmb) ini tertindih oleh tufa batu apung dan breksi andesit formasi Genteng (Tpg). Sedangkan pada lembar Jakarta, formasi Bojongmanik (Tmb) ini tertindih oleh breksi, tuf breksi dan tuf batu apung oleh formasi Batu Gunung Api Muda (Qv).
4.3
Vegetasi dan Penggunaan lahan Penggunaan lahan di lokasi penelitian diantaranya adalah sebagai kebun
percobaan, lahan yang pengusahaan dan lahan yang diberakan. Adapun jenis tanaman yang terdaat di lokasi penelitian adalah sengon (Paracereanthes falcataria), Mangium (Acacia mangium wild), pepaya (Carica papaya, Linn), karet (Havea brasiliensis), singkong (Manihot esculenta), pisang (Musa sp.), ubi (Ipomea batatas), Rumpia (Metroxylon sagu) dan beberapa tanaman sayuran lainnya. Lainnya merupakan lahan yang diberakan yaitu lahan yang sudah dibersihkan, dan lahan yang masih ditumbuhi oleh alang-alang dan semak belukar.
Gambar 5. Peta Geologi Lokasi Penelitian dan Sekitarnya
4.4
Iklim Faktor iklim yang berpengaruh besar pada pembentukan tanah di daerah tropika
adalah suhu dan curah hujan. Data curah hujan daerah penelitian diambil dari Stasiun Pengamat Perkebunan Jasinga, Desa Setu. Sedangkan data suhu udara diambil dari Stasiun Pengamat Klimatologi Darmaga Bogor, disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Curah Hujan, Suhu Tanah dan Suhu udara Rata-rata Bulanan Tahun 2004 – 2008 Suhu Udara (0C)b Suhu Tanah Curah Hujan Bulan Rata-rata Rata-rata (0C)a maksimum minimum Rata-rata 0 c ( C) Januari 30.6 22.5 25.5 28.0 348.8 Februari 29.9 22.7 25.1 27.6 284.4 Maret 31.1 22.8 25.7 28.2 236.1 April 31.8 22.9 25.9 28.4 267.6 Mei 31.8 22.8 26.1 28.6 168.7 Juni 31.5 22.2 25.6 28.1 189.6 Juli 31.7 21.7 25.6 28.1 81.75 Agustus 31.9 21.5 25.5 28.0 63.5 September 32.8 21.7 25.9 28.4 117.3 Oktober 32.8 22.3 26.1 28.6 205.9 November 32.0 22.7 26.0 28.5 233.3 Desember 30.6 22.8 25.6 28.1 282.9 Rata-rata 31.5 22.4 25.7 28.2 2479,9 Tahunan Keterangan : a. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun Perkebunan Jasinga dari tahun 2004-2008 b. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun Klimatologi Darmaga Bogor dari tahun 2004-2008 c. Didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan perhitungan Van Wambeke (1982, dalam Hardjowigeno, 1993) Jumlah curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian tergolong tinggi dengan nilai rata-rata tahunan mencapai 2479,9 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu mencapai rata-rata 348,8 mm/tahun dan terendah terjadi pada bulan Agustus rata-rata 63,5 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, lokasi penelitian tergolong tipe B2 dengan jumlah bulan basah (>200 mm/bln) selama 7
bulan terjadi pada bulan Oktober sampai April dan bulan kering (<100 mm/bln) selama 2 bulan terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Dengan sebaran curah hujan yang demikian maka tanah cenderung lembab sepanjang tahun - tidak akan mengalami kekeringan selama > 90 hari secara kumulatif. Oleh karena itu regim kelembaban tanah di lokasi penelitian tergolong regim kelembaban udik. Suhu udara di lokasi penelitian tidak terlalu bervariasi dari bulan ke bulan. Perbedaan rata-rata suhu minimum dan suhu maksimum bulanan tidak terlalu besar. Suhu rata-rata minimum sebesar 21,5 0C terjadi pada bulan Agustus dan suhu ratarata maksimum sebesar 32,8
0
C terjadi pada bulan September dan Oktober.
Berdasarkan suhu udara tersebut maka dapat diduga suhu tanah melalui model pendekatan yang dikemukakan oleh Wambeke (1982; dalam Hardjowigeno, 1993). Detail metode pendugaan suhu tanah disajikan pada Lampiran 4. Hasil pendugaan suhu tanah dapat dilihat pada Tabel 2. Suhu tanah rata-rata tahunan lokasi penelitian sebesar 28,3 0C. Variasi suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin adalah 3,0 0C atau kurang dari 5,0 0C sehingga regim temperatur tanah pada lokasi penelitian tergolong isohiperthermik.
4.5
Topografi Dari hasil pengkelasan lereng dari peta kontur, lokasi penelitian memiliki kelas
lereng datar hingga sangat curam. Dimana lokasi penelitian lebih didominasi oleh lereng landai. Kelas dan persentse kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelas dan Persentase Kemiringan Lereng Kemiringan Simbol Nama (%) A B C D E F Total
0-3 3-8 8-15 15-25 25-40 >40
Datar Agak landai Landai Agak curam Curam Sangat curam
Luas (Ha)
Jumlah (%)
3.9 11.8 13.9 10.7 2.5 0.5
9.00 27.16 32.14 24.78 5.69 1.23
43.3
100.00
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Sebaran Bentuk Lahan Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng
berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. Bentuk lahan diklasifikasikan menurut klasifikasi Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) yaitu (1) Puncak lereng (crestslope), (2) Punggung lereng (backslope), dan (3). Hasil klasifikasi disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 5. Tabel 4. Sebaran Bentuk Lahan Bentuk Lahan
Kemiringan (%)
Nama
Kelas
Puncak Lereng
0-3
Datar
A
Puncak Lereng
3-8
Agak landai
B
Puncak Lereng
8-15
Landai
C
Punggung Lereng
0-3
Datar
A
Punggung Lereng
3-8
Agak landai
B
Punggung Lereng
8-15
Landai
C
Punggung Lereng
15-25
Agak curam
D
Punggung Lereng
25-40
Curam
E
Punggung Lereng
>40
Sangat curam
F
Kaki Lereng
0-3
Datar
A
Kaki Lereng
3-8
Agak landai
B
Kaki Lereng
8-15
Landai
C
Kaki Lereng
15-25
Agak curam
D
Kaki Lereng
25-40
Curam
E
Gambar 6. Sebaran Bentuk Lahan, Titik Pengamatan dan Posisi Transek
Tabel 4 dan Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa di lokasi penelitian dijumpai semua bentuk lahan menurut Klasifikasi Savigear yaitu puncak lereng, punggung lereng dan kaki lereng. Bagian puncak lereng terbagi lagi berdasarkan kemiringannya, yaitu datar sampai landai. Bagian punggung lereng mempunyai kemiringan yang bervariasi dari datar sampai sangat curam. Hal yang sama juga terjadi pada bagian kaki lereng, mempunyai kemiringan lereng datar sampai agak curam. Bagian punggung lereng merupakan satuan bentuk lahan dengan variasi kemiringan lereng yang bervariasi. Bentuk lahan yang bervariasi yang terjadi pada areal yang sempit, memiliki iklim yang sama dan penggunaan lahan sama, dapat menurunkan sifat dan ciri tanah berbeda. 5.2
Keragaman Karakteristik Morfologi Tanah Menurut Bentuk Lahan. Karakteristik tanah yang diamati di lapang meliputi susunan dan ketebalan
horison, warna tanah, tekstur tanah dan konsistensi tanah. Untuk melihat bagaimana sifat morfologi tanah bervariasi pada suatu bentuk lahan maka dibuat transek lereng yang disajikan pada Gambar 6 dan Gambar Lampiran 1-4. Lokasi penelitian memiliki sifat morfologi tanah yang beragam. Keragaman tersebut ditunjukkan dengan perkembangan susunan horison, wana, tekstur dan konsistensi pada setiap horison. Secara umum di lokasi penelitian dijumpai 4 kelompok morfologi tanah dengan variasi yang cukup besar. Di dalam masingmasimg kelompok sebenarnya masih dijumpainya perbedaan-perbedaan morfologi, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Kelompok tersebut merupakan kelompok dengan sifat morfologi yang mempunyai susunan horison A, AB dan Bt, mempunyai warna berkisar dari cokelat gelap hingga merah (7,5 YR 3/2 - 2,5 YR 4/6), dengan tekstur lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu (agak halus), liat berdebu, liat berpasir dan liat (halus), adanya selaput liat pada horison bawah dan kemungkinan adanya horison argilik, tanah tersebut berbahan induk batu liat. Sedangkan sifat morfologi tanah dengan susunan horison A, AB dan B dan A, B dan BC, memiliki warna cokelat gelap hingga merah (7,5 YR 3/2 - 2,5 YR 4/6), konsistensi gembur
dalam keadaan lembab pada semua lapisan, tidak adanya selaput liat dan horison argilik pada lapisan bawah, dan pada beberapa lokasi, terdapat tanah yang sering jenuh air sehingga memiliki warna kelabu kebiruan dibawah horison A, tanah tersebut berbahan induk abu volkan. Dan sifat morfologi tanah dengan susunan horison A, B dan Bt, memiliki warna cokelat gelap hingga cokelat kuat (7,5 YR 3/45/8), konsistensi teguh dalam keadaan lembab, terdapat horison penciri argilik dan pada kedalaman < 50 cm terdapat batu kapur, tanah tersebut berbahan induk batu kapur. Titik-titik pengamatan yang memiliki bentuk lahan sama tetapi memiliki sifat morfologi tanah berbeda disajikan pada Gambar 7a-7b. Hal ini ditunjukkan oleh sifat morfologi pada puncak lereng B, dengan perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu B dan Bt, warna tanah dan tekstur tanah pada setiap lapisan. Pada kaki lereng A, memiliki perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu B, Bt dan Bg, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada setiap lapisan, bahkan pada titik pengamatan ST 50 terjadi proses gleisaisi dibawah horison A sehingga memiliki horison Bg. Pada punggung lereng C, memiliki perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu Bt dan B, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada setiap lapisan, pada pengamatan ST 32 dan 33 terdapat batu kapur pada kedalaman < 50cm. Pada punggung lereng B memiliki perbedaan warna tanah dan tekstur pada setiap lapisan. Sedangkan pada punggung lereng D, memiliki perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu Bt, B dan BC, warna tanah, tekstur dan konsistensi pada setiap lapisan. Dan pada punggung lereng E memiliki perbedaan susunan horison pada lapisan bawah yaitu Bt dan B, warna tanah dan tekstur pada setiap lapisan. Sebaliknya data hasil pengamatan sifat morfologi pada empat transek, menunjukkan bahwa pada bentuk lahan yang berbeda dijumpai sifat morfologi tanah yang sama (Gambar 8). Contohnya yaitu ST 43 (transek 4) berupa punggung lereng 8 % (B) dengan ST 54 (transek 4) berupa punggung lereng 27 % (E), ST 99 (transek 2) berupa punggung lereng 8 % (B) dengan ST 137 (transek 2) berupa kaki lereng 2 % (A), ST 94 (transek 2) berupa punggung lereng 20 % (D) dengan ST 91 (transek 2)
berupa punggung lereng 13 % (C) dan ST 33 (transek 2) berupa punggung lereng 11 % (C) dengan ST 31 (transek 2) berupa kaki lereng 10 % (C). Masing-masing penggamatan memiliki susunan, tekstur, warna tanah dan konsistensi yang sama. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang konsisten antara bentuk lahan dengan sifat morfologi tanahnya. Kemunginan pengaruh dominan berasal dari sifat dari bahan induk tanah tersebut. Sehingga pada bentuk lahan yang sama memiliki sifat morfologi yang berbeda bahkan pada tanah dengan bahan induk yang sama memiliki karakteristik sifat morfologi tanah yang berbeda.
Transek 4 ST 04 7,5 YR 4/6 S.l
A
7,5 YR 5/6 Si.cl.l
AB
7,5 YR 4/3 Cl
B
Transek 2 ST 25 0-10 cm ps/ss/f
5 YR 4/6 Cl
10-25cm ps/ss/f
5 YR 4/6 Cl
AB
25-43 cm p/s/f
5 YR 5/8 Cl
B
Puncak Lereng 5 % (B)
Transek 1 ST 77
7,5 YR 4/6 Si.cl.l
A
7,5 YR 5/6 Cl
AB
7,5 YR 6/4 Cl
Bt
0-12 cm ps/ss/f
A
0-12 cm ps/ss/f
5 YR 4/4 Cl
12-25 cm ps/ss/f
5 YR 4/6 Cl
25-41 cm p/s/f
5 YR 4/6 Cl
Puncak Lereng 5 % (B)
A
12-28 cm 7,5 YR p/s/t 4/4 S.l
AB
28-44 cm 7,5 YR p/s/t 5/4 Cl
Bt
A
0-12 cm p/s/t
AB
12-26 cm p/s/t
Bt
26-40 cm p/s/t
A
10-27 cm 7,5 YR ps/ss/t 5/8 Cl
B
7,5 YR 27-40 cm 5/8 p/s/t Cl
Bt
Punggung Lereng 12 % (C)
7,5 YR 4/4 S.cl.l
A
5 YR 4/4 Si.cl.
AB
2,5 YR 4/6 Cl
Bt
Transek 2 ST 33
0-12 cm ps/ss/f
7,5 YR 3/4 S.cl.l
A
7,5 YR 3/4 Cl
AB
>30 cm 7,5 YR batu kapur 5/8 Cl
Bt
12-30 cm p/s/t
Punggung Lereng 13 % (C)
A
10-28 cm p/s/t
5 YR 4/4 Cl
AB
12-26 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 S.cl
28-40 cm p/s/t
2,5 YR 4/6 Cl
Bt
26-40 cm p/s/t
7,5 YR 5/3 Cl
A
14-27 cm 2,5 YR p/s/t 4/6 S.cl.l
AB
Punggung Lereng 11 % (C)
0-12 cm ps/ss/f
Kaki Lereng 2 % (A)
5 YR 3/4 S.l
27-38 cm p/s/t
7,5 YR 3/4 S.cl
5 YR 3/4 S.cl.l
Transek 2 ST 90
0-14 cm p/s/f
Transek 1 ST 81
0-10 cm ps/ss/f
Puncak Lereng 8 % (B)
Transek 2 ST 32
0-10 cm 7,5 YR ps/ss/f 4/4 S.cl
Transek 2 ST 137
Transek 1 ST 102
Puncak Lereng 5 % (B)
Transek 3 ST 135
7,5 YR 3/4 S
Punggung Lereng 10 % (C)
Transek 3 ST 21
2,5 YR 4/8 Cl
B
12-30 cm 5 YR p/s/f 4/6 Cl 30-40 cm 5 YR p/s/f 5/8 Cl
Punggung Lereng 13 % (C)
0-10 cm p/s/f
A
7,5 YR 4/6 Si.cl.l
AB
10-24 cm p/s/t
Bt
24-38 cm p/s/t
4/5 GY Si.cl.l
A
Bg
Transek 1 ST 130 5 YR 4/4 L.s
0-15 cm ps/ss
15-40cm ps/ss
Kaki Lereng 2 % (A)
Kaki Lereng 2 % (A)
5 YR 3/4 S.cl.l
A
0-12 cm ps/ss/f
AB
12-25 cm p/s/f
5 YR 4/6 Cl
B
25-41 cm p/s/f
2,5 YR 4/6 Cl
Punggung Lereng 14 % (C)
7,5 YR 4/2 Cl
AB
12-28cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
Bt
28-40 cm p/s/t
7,5 YR 5/6 Cl
Punggung Lereng 8 % (B)
Gambar 7a. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda
0-12 cm ps/ss/f
5 YR 5/6 S.l
AB
12-27 cm ps/ss/f
2,5 YR 5/8 S.l
B
27-40 cm p/s/f
Transek 4 ST 43
0-10 cm ps/ss/f
A
A
Kaki Lereng 2 % (A)
Transek 2 ST 99
Transek 2 ST 24 0-12 cm ps/ss/f 7,5 YR 4/4 S.l
Transek 2 ST 50
A
0-10 cm p/s/t
AB
10-25 cm p/s/t
Bt
25-41 cm p/s/t
Punggung Lereng 8 % (B)
Transek 1 ST 78
7,5 YR 3/4 Si.cl.l 7,5 YR 4/4 Si.cl 7,5 YR 4/6 Cl
Transek 1 ST 84
A
0-10 cm ps/ss/f
AB
10-24 cm p/s/t
5 YR 5/8 Si.cl
Bt
24-38 cm p/s/t
2,5 YR 5/8 Cl
7,5 YR 4/4 S.l
0-12 cm ps/ss/f
5 YR 4/6 S. l
AB
12-28 cm p/s/t
2,5 YR 4/6 Si.cl
Bt
28-40 cm p/s/t
2,5 YR 4/8 Cl
A
Transek 1 ST 114
7,5 YR 4/4 L.s
A
7,5 YR 5/8 S.cl.l
B
7,5 YR 5/6 – 8/1
BC
A
0-10 cm ps/ss/f
AB
10-26 cm p/s/f
B
26-38 cm p/s/f
Punggung Lereng 20 % (D)
Punggung Lereng 20 % (D)
Punggung Lereng 17 % (D)
Transek 3 ST 67
Transek 2 ST 94
7,5 YR 3/4 S.cl.l
A
0-10 cm ps/ss/f
7,5 YR 4/4 S.l
A
0-16 cm ps/ss/f
5 YR 4/4 Cl
A B
10-23 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 S.cl.l
AB
16-30 cm p/s/f
23-38 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Si.cl.l
B
30-43 cm p/s/f
2,5 YR 4/6 Cl
10-28 cm ps/ss/f 28-40 cm p/s/f
S.cl.l
Punggung Lereng 22 % (D)
7,5YR 4/4 Cl
Bt
Punggung Lereng 28 % (E)
Punggung Lereng 35 % (E)
Transek 4 ST 56
Transek 3 ST 29
0-10 cm ps/ss/f
Transek 4 ST 08
A
0-12 cm p/s/t
7,5YR 4/6 Cl
AB
12-25 cm p/s/t
5 YR 4/6 Cl
Bt
25-41 cm p/s/t
Punggung Lereng 18 % (D)
Transek 4 ST 54
7,5 YR 4/3 Cl
A
0-10 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Cl
A
0-10 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Cl
AB
12-24 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
AB
10-25 cm p/s/t
10 YR 4/6 Cl
Bt
24-40 cm p/s/t
7,5 YR 5/8 Cl
Bt
25-40 cm p/s/t
Punggung Lereng 27 % (E)
Gambar 7b. Bentuk Lahan Sama, Sifat Morfologi Tanah Berbeda
Punggung Lereng 27% (E)
Transek 4 ST 43
Transek 4 ST 54
Transek 2 ST 99
0-10 cm p/s/t
7,5 YR 4/2 Cl
A
0-10 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Cl
A
7,5 YR 4/6 Cl
AB
10-25 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
AB
10-25 cm p/s/t
7,5 YR 5/6 Cl
Bt
25-41 cm p/s/t
7,5 YR 5/8 Cl
Bt
25-40 cm p/s/t
Punggung Lereng 8 % (B)
Transek 2 ST 94
5 YR 4/6 S.l
A
2,5 YR 4/6 Si.cl
AB
2,5 YR 4/8 Cl
B
5 YR 3/4 S.cl.l 5 YR 4/6 Cl 2,5 YR 4/6 Cl
5 YR 3/4 S.cl.l
A
AB
12-28cm p/s/t
5 YR 4/4 Cl
AB
12-26 cm p/s/t
Bt
28-40 cm p/s/t
2,5 YR 4/6 Cl
Bt
26-40 cm p/s/t
0-12 cm ps/ss/f
7,5 YR 3/4 S.cl.l
10-26 cm p/s/f
2,5 YR 4/6 Si.cl
AB
12-30 cm p/s/f
26-38 cm p/s/f
2,5 YR 4/8 Cl
B
30-40 cm p/s/f
Punggung Lereng 13 % (C)
0-12 cm ps/ss/f
Kaki Lereng 2 % (A)
Transek 2 ST 51
Transek 2 ST 33
Transek 2 ST 91
A
Punggung Lereng 20 % (D)
0-10 cm ps/ss/f
A
Punggung Lereng 8 % (B)
Punggung Lereng 27% (E)
5 YR 4/6 S.l
0-10 cm ps/ss/f
Transek 2 ST 137
A
0-14 cm p/s/f
7,5 YR 3/4 Cl
7,5 YR 3/4 Cl
AB
14-27 cm p/s/t
7,5 YR 5/8 Cl
Bt
27-38 cm p/s/t
Punggung Lereng 11 % (C)
Gambar 8. Bentuk Lahan Berbeda, Sifat Morfologi Tanah Sama
A
0-12 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Cl
AB
12-25 cm p/s/t
7,5 YR 5/6 Cl
Bt
25-38 cm p/s/t
Kaki Lereng 10 % (C)
5.3
Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah dilakukan berdasarkan hasil pengamatan sifat morfologi tanah di
lapang tanpa analisis laboratorium yang digunakan untuk mempertegas dan melengkapi sifat morfologi di lapang. Hasil klasifikasi tentu saja tidak mencerminkan klasifikasi tanah yang sebenarnya. Akan tetapi karena fokus penelitian adalah keragaman maka yang dipentingkan dari hasil klasifikasi adalah pengelompokkan bukan pada penamaannya. Sifat morfologi yang memiliki bahan induk batu liat, horison penciri bawah argilik yang dicirikan oleh peningkatan liat pada horison eluviasi (A) ke horison iluviasi (B), memiliki selaput liat, tekstur terasa lebih halus dari horison diatasnya dan memiliki regim kelembaban udik. Berdasarkan ciri tersebut, sifat morfologi tanah ini dikategorikan kedalam subgroup Typic Hapludults. Sifat morfologi tanah yang berasal dari bahan induk abu vulkan, tidak memiliki horison penciri bawah yaitu argilik dicirikan oleh peningkatan liat dari horison eluviasi (A) ke horison iluviasi (B) yang tidak terlalu nyata, memiliki konsistensi gembur dan tingkat perkembangan struktur sedang, tidak adanya selaput liat dan memiliki regim kelembaban udik. Berdasarkan ciri tersebut, sifat morfologi tanah ini dikategorikan kedalam subgroup Typic Dystrudepts. Sedangkan sifat morfologi tanah yang memiliki ordo Inceptisol, berasal dari bahan induk abu vulkan, terjadi proses gleisasi sehingga warna tanah kelabu kebiruan sampai kelabu kehijauan dibawah horison A. tekstur terasa agak halus dan mempunyai regim kelembaban aquik. Berdasarkan ciri tersebut, sifat morfologi tanah ini dikategorikan kedalam subgroup Typic Endoaquepts. Dan sifat morfologi tanah yang berasal dari bahan induk batu kapur, memiliki horison penciri bawah yaitu argilik dicirikan oleh kandungan liat yang tinggi pada horison B, konsistensi lekat dalam keadaan basah, adanya selaput liat, terdapat batu kapur pada
kedalaman < 50 cm dan memiliki regim kelembaban udik. Berdasarkan ciri tersebut, sifat morfologi tanah ini dikategorikan kedalam subgroup Lithic Argiudalfs. Sifat morfologi tanah berdasarkan titik pemboran dapat dilihat pada Gambar lampiran 5. Tanah pada kategori subgroup Typic Hapludults mempunyai susunan horison A, AB, Bt1, Bt2 dan Bt3. Setiap lapisan horison memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Pada lapisan 1 terdapat horison A dengan warna cokelat gelap kekuningan 7,5 YR 3/4 memiliki tekstur lempung berpasir dengan konsistensi gembur (lembab) dan konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis. Pada lapisan 2 memiliki horison AB yaitu horison transisi dari A ke B dimana sifat horison A lebih dominan. Memiliki warna cokelat 7,5 YR 4/4, lapisan 3 berwarna cokelat gelap kekuningan 10 YR 3/6, lapisan 4 dan 5 berwarna cokelat kuat dengan hue 7,5, value 4-5 dan kroma 6. Tekstur lapisan 2 sampai 5 adalah liat dengan konsistensi (lembab) teguh, sedangkan konsistensi (basah) lekat dan plastis. Tanah pada kategori subgroup Typic Dystrudepts mempunyai susunan horison A, AB dan B. Warna pada semua lapisan adalah cokelat gelap kekuningan dengan hue 10 YR, value 3 dan kroma 3-6. Sedangkan tekstur pada lapisan 1 adalah lempung berpasir, lapisan 2 dan 3 memiliki tekstur pasir. Konsistensi dalam keadaan (lembab) adalah gembur, konsistensi dalam keadaan (basah) agak lekat dan plastis pada semua lapisan. Tanah pada kategori subgroup Typic Dystrudepts memiliki susunan horison A dengan ketebalan 0-35 cm dan Bg dengan ketebalan 35-120 cm. Lapisan 1 memiliki warna cokelat kuat 7,5 YR 4/6 dan lapisan 2 dengan warna kelabu kehijauan 4/5 GY dimana lapisan ini sering jenuh air sehingga terjadi reduksi. Pada semua lapisan memiliki tekstur lempung liat berdebu dan konsistensi dalam keadaan basah yaitu agak lekat dan agak plastis. Sedangkan tanah pada kategori subgroup Lithic Argiudalfs memiliki susunan horison A dengan ketebalan horison 0-12 cm, AB dengan ketebalan 12-37 cm dan Bt dengan ketebalan 37-60 cm terdapat batuan kapur. Semua lapisan memiliki cokelat gelap sampai cokelat kuat dengan hue 7,5 YR, value 3-4 dan kroma 4-6, dengan tekstur liat, konsistensi dalam keadaan lembab teguh dan konsistensi dalam keadaan lembab lekat dan plastis.
Tabel 5. Sebaran Subgroup, Bentuk Lahan dan Bahan Induk Subgroup
Bentuk Lahan Puncak (crestslope)
Typic Hapludults
Typic Dystrudepts
Lithic Argiudalfs Typic Endoaquepts
Lereng A, B dan C
Punggung (backslope) Lereng A, B, C, D, E dan F Kaki (footslope)
Lereng A
Puncak (crestslope)
Lereng B
Punggung (backslope) Lereng B, C, D dan E Kaki (footslope)
Bahan Induk
Batu Liat
Abu Volkan
Lereng A, B dan C
Punggung (backslope) Lereng B dan C Batu Kapur Kaki (footslope)
Lereng A dan C
Kaki (footslope)
Lereng A
Abu Volkan
Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa subgroup Typic Hapludults dijumpai pada puncak lereng dengan kelas lereng datar hingga landai, punggung lereng dengan kelas lereng datar hingga sangat curam dan kaki lereng dengan kelas lereng datar. Subgroup Typic Dystrudepts berada pada puncak lereng dengan kelas lereng agak landai, punggung lereng dengan kelas lereng agak landai hingga agak curam dan kaki lereng dengan kelas lereng datar hingga landai. Pada subgroup Lithic Argiudalfs berada pada punggung lereng dengan kelas lereng agak landai dan landai dan kaki lereng berada pada kelas lereng datar dan landai. Sedangkan pada tanah Typic Endoaquepts berada pada kaki lereng dengan kelas lereng datar. Sebaran-sebaran subgroup ini pada suatu bentuk lahan menunjukkan hubungan yang tidak konsisten, dimana subgroup yang sama dijumpai pada bentuk lahan yang berbeda dan sebaliknya pada bentuk lahan yang sama bisa dijumpai subgroup yang berbeda. Hasil klasifikasi Taksonomi Tanah kategori subgroup disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Peta Tanah Lokasi Penelitian
5.4. Keragaman Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis meliputi kadar air, bobot isi tanah, Ruang pori total, kapasitas air tersedia dan permeabilitas. Hasil analisis statistik dilakukan untuk mencari nilai maksimum, minimum, rata-rata, simpangan baku dan koefisien keragaman. Untuk membandingkan keragaman sifat-sifat tanah yang berbeda digunakan nilai Koefisien Keragaman (KK). Wilding dan Drees (1983) mengelompokkan kergaman sifatsifat tanah menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat kehomogenannya, yaitu : 4. Keragaman rendah (KK<15%) 5. Keragaman sedang (KK15-35%) 6. Keragaman tinggi (KK>35%) Nilai statistik parameter sifat fisik tanah pada berbagai subgroup dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar air pada keseluruhan dan masing-masing jenis tanah memiliki koefisien keragaman sedang. Sedangkan bobot isi pada keseluruhan jenis tanah memiliki koefisien keragaman rendah, kecuali pada tanah Lithic Argiudalfs yang mempunyai keragaman sedang. Ruang pori total pada keseluruhan dan masing-masing jenis tanah memiliki keragaman yang rendah. Dan kapasitas air tersedia pada semua jenis tanah memiliki keragaman yang tinggi kecuali pada tanah Lithic Argiudalfs mempunyai keragaman yang sedang. Secara umum keragaman internal sifat tanah di dalam masing-masing subgroup cenderung lebih besar dibandingkan keragaman sifat fisik tanah tersebut pada lokasi secara keseluruhan (antar subgroup). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan karakteristik tanah yang diuji tidak terkait langsung dengan perubahan jenis tanah atau subgroup tersebut. Perubahan khrarakteristik tanah yang terjadi terkait dengan perbedaan prosesproses geomorfik yang terjadi pada suatu satuan lahan yang tercemin pada perbedaan sifat morfologi dan heterogenitas bentuk lahan dalam hal posisi dan kemiringan lereng. Oleh karena itu pada satuan lahan yang sama dapat dijumpai karakteristik tanah berbeda-beda.
Tabel 6. Nilai Statistik Parameter Sifat Fisik Tanah Pada Berbagi Subgroup Jenis
Nilai
Tanah
Statistik
Typic Hapludults
Typic Dystrudepts
Lithic argiudalfs
Total
Parameter sifat Fisik Tanah Kadar air (%)
BI (g/cm³)
RPT (%)
Kapasitas air Tersedia (%)
Maksimum
85.00
1.21
73.78
40.86
Minimum
34.98
0.69
54.15
2.35
rata-rata
59.71
0.89
66.47
15.99
simpangan baku
9.14
0.10
3.66
8.87
KK (%)
15.30
10.93
5.51
55.43
Maksimum
78.42
1.01
73.40
38.72
Minimum
39.29
0.70
62.02
2.63
rata-rata
56.77
0.86
67.60
13.48
simpangan baku
9.78
0.07
2.76
8.36
KK (%)
17.23
8.59
4.08
62.02
Maksimum
78.12
1.16
73.83
13.88
Minimum
39.18
0.69
56.09
6.37
rata-rata
55.87
0.94
64.44
9.02
simpangan baku
13.41
0.17
6.34
2.91
KK (%)
24.00
17.82
9.83
32.30
Maksimum
85.00
1.21
73.83
40.86
Minimum
34.98
0.69
54.15
2.35
rata-rata
58.59
0.88
66.75
14.87
simpangan baku
9.54
0.09
3.54
8.51
KK (%)
16.28
10.21
5.30
57.23
Permeabilitas tanah secara keseluruhan mempunyai kelas permeabilitas dari sangat lambat sampai sangat cepat, kelas permeabilitas permeabilitas lambat dan cepat mendominasi kelas permeabilitas secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa permeabilitas tanah pada suatu wilayah tidak terkait langsung dengan subgroup tanahnya. Kelas permeabilitas berdasarkan jenis tanah secara cara keseluruhan di disajikan pada Gambar 10. 25 20 15
5
Lithic endoaquepts Typic Endoaquepts Typic Hapludults Kategori Subgroup
cepat
sedang
lambat
sangat cepat
agak cepat
agak lambat
sangat lambat
cepat
sedang
lambat
sangat cepat
agak cepat
agak lambat
0 sangat lambat
Frekuensi
10
Typic Dystrudepts
Gambar 10.. Frekuensi Kelas Permeabilitas Terhadap Subgroup
BAB VI KESIMPULAN
6. 1. Kesimpulan Lokasi penelitian terbentuk dari bahan induk yang berbeda yaitu batu liat, abu vulkan dan batu kapur. Oleh karena itu keragaman sifat-sifat tanah pada lokasi penelitian tergolong tinggi. Karakteristik tanah di lapang menunjukkan bahwa pada jarak pengamatan yang rapat terdapat variasi yang sangat tinggi yang ditunjukkan oleh keragaman ketebalan horison, konsistensi, warna dan tekstur tanah, bahkan pada bentuk lahan yang sama. Klasifikasi yang dilakukan berdasarkan sifat morfologi lapang (tentatif), diperoleh bahwa di daerah penelitian ditemukan 4 subgroup, yaitu Typic Hapludults, Typic Dystrudepts, Typic Endoaquepts dan Lithic Argiudalfs dan kategori subgroup yang paling dominan adalah Typic Hapludults. Keragaman sifat tanah di dalam masing-masing subgroup cenderung lebih besar dibandingkan keragaman sifat-sifat tanah tersebut pada lokasi secara keseluruhan (antar subgroup). Hal ini mengindikasikan bahwa sebaran keragaman sifat tanah pada suatu wilayah tidak terkait langsung dengan perbedaan subgroup. 6. 1. Saran Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut dengan dilengkapi analisis laboratorium untuk menentukan klasifikasi tanah kedalam kategori yang lebih rendah sehingga keragaman klasifikasi tanah pada bentuk lahan yang sama akan jelas terlihat.
DAFTAR PUSTAKA Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. McCracken. 1980. Soil Genesis and Classification. Lowa State Univ. Press, Ames. Darmawan. 1987. Penelahaan Hubungan antara Satuan Bentuk Permukaan Lahan dan Satuan Tanah, Sebagai Studi Kasus dalam Survei dan Pemetaan tanah Semi Detil Pada Lahan Perkebunan Kelapa Hibrida di Daerah Pakuwon, Parungkuda, Sukabumi. Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of Landform for Indonesia. Example of Physiographic Approach to Land Evaluation for Agricultural Development. Prepared for The Land Capability Appraisal Project at TheSoil Research Inst., Bogor-Indonesia. Hardjowigeno, S. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. ______________. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. ______________. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S., Widiatmaka, Yogaswara, S. A. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hilel, D. 1971. Soil and Water Physical Principles and Processes. Academic Press. New York and London. Priyanto, B. 2009. Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang dan Hubungannya dengan Pola Spasial Bentuk Lahan di Agrotechnopark Koleberes, Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachim, D.A. 1989. Evaluasi Ketelitian Pemetaan Tanah Detail dan Keragaman Spasial Tanah pada Dua Satuan Peta di Daerah Bogor. Tesis Magister Sains Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Rachim, D. A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sitorus, S.R.P. 1988. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi Ketiga. Penerbit TARSITO. Bandung. ___________. 2000. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Survey. Soil conserv, service, USDA Hanb.U. S. Gov. Printing Office, Washington D. C. Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Stallings, J.H. 1959. Soil Conservation. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs. New York. Staff Pusat Penelitian Tanah. 1990. Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Suwardi dan H Wiranegara. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Thornbury, W. D. 1969. Principles of Geomorphology 2nd ed. Department of Geology. Indiana University. United States of America. Walpole. E. Ronald. 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. 1995. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wilding, L.P. and L.R. Drees. 1983. Spatial Variability and Pedology. in Wilding, L.P.,N.E. Smeck, and G.F. Hall, (Ed). Pedogenesis and Soil Taxonomy I. Concept and Interaction. Elsevier Sci. Publ. B. V. Amsterdam, pp: 83-116. Wiradisastra, U. S., B. Tjahjono, K. Gandasasmita, B. Barus, dan K. Munibah. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wirdjodihardjo, M,W. 1953. Ilmu Tanah. Jilid III. Tanah, Pembentukannya, Susunannya dan Pembagiannya. Bogor.
50 m
50 m
50 m
50 m
.
ST 77 86.50 m
7,5 YR 4/6 Si.cl.l
73.50 m
7,5 YR 5/6 Cl
.
0-12 cm ps/ss/t
A
7,5 YR 6/4 Cl
AB
Bt
50 m
.
ST 127
.
ST 84
ST 78
.
7,5 YR 4/4 S.cl.l
12-28 cm 7,5 YR p/s/t 3/4 Si.cl.l 28-44 cm 7,5 YR p/s/t 4/4 Si.cl 7,5 YR 4/6 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 10 % (C) Keterangan : Warna 7,5 YR 3/2-3/4 7,5 YR 4/2-5/4 7,5 YR 4/6-5/8 5 YR 4/3-5/4 5 YR 4/6-5/8 2,5 YR 4/6-5/8
A
0-10 cm ps/ss/t 7,5 YR 3/4 S.cl
AB
10-24 cm p/s/t
Bt
7,5 YR 4/6 24-38 cm S.cl p/s/t 7,5 YR 5/3 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 17 % (D)
( Cokelat gelap) (Cokelat) (Cokelat kuat) (Cokelat kemerahan) (Merah kekuningan) (Merah)
A
AB
Bt
7,5 YR 4/4 0-10 cm S.cl p/s/f 5 YR 5/8 10-24 cm Si.cl p/s/t 2,5 YR 5/8 24-38 cm Cl p/s/t
AB
Bt
S Si S.l S.cl.l Si.cl
5 YR 4/4 Si.cl.l
12-28 cm p/s/t 2,5 YR 4/6 Cl 28-40 cm p/s/t
Typic Hapludults Punggung Lereng 20 % (D)
Typic Hapludults Kaki Lereng 2 % (A)
Tekstur g : Kerikil l : Lempung Cl : Liat Cl.l : Lempung berliat S.cl : Liat berpasir
A
0-12 cm ps/ss/f
: Pasir : Debu : Lempung berpasir : Lempung liat berpasir : Liat berdebu
A
50 m
50 m
.
ST 102
ST 81 80.00 m
50 m
0-10 cm ps/ss/f 7,5 YR 4/4 S.cl.l
AB
10-28 cm p/s/t
Bt
5 YR 4/6 28-40 cm Cl p/s/t 2,5 YR 4/6 Cl
A
.
0-12 cm ps/ss/f
ST 114
AB
Bt
24-40 cm 7,5 YR p/s/t 5/8 S.cl.l 7,5 YR 5/6-8/1 S.cl.l
Typic Hapludults Puncak Lereng 8 % (B)
.
ST 130 12-24 cm 7,5 YR p/s/t 4/6 L.s
Typic Hapludults Puncak Lereng 13 % (C)
Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
B
BC
10-28 cm ps/ss/f
28-40 cm p/s/f
Typic Dystrudepts Punggung Lereng 22 % (D)
Plastisitas (Basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : plastis vp : sangat plastis
Gambar Lampiran 1. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 1
A
0-10 cm ps/ss/f 5 YR 4/4 L.s
A
0-12 cm ps/ss/f
5 YR 5/6 S.l
AB
12-27 cm ps/ss/t
2,5 YR 5/8 S.l
B
27-40 cm p/s/f
Typic Dystrudepts Kaki Lereng 2 % (A)
Kelekatan (Basah) so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : lekat vs : sangat lekat
Gambar Lampiran 2. 2 Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 2
.
100 m
100 m
100 m
100 m
100 m
100 m
ST 21 97.50 m
.
. .
ST 29 90.00 m 5 YR 4/4 Cl 88.50 m 5 YR 4/6 Cl 5 YR 4/6 Cl
A
AB
Bt
0-12 cm p/s/t 12-26 cm 7,5YR p/s/t 4/4 Cl 26-40 cm 7,5YR p/s/t 4/6
A
AB
Cl
68.00 m
5 YR 4/6 Cl
Bt
ST 17
ST 40
0-12 cm p/s/t 12-25 cm p/s/t 25-41 cm p/s/t
7,5 YR 3/3 S.cl.l 7,5 YR 4/4 Si.cl.l
7,5 YR 5/6 Cl 7,5 YR 5/8 Cl
A
AB
Bt
0-12 cm p/s/t
12-25 cm p/s/t 25-40 cm p/s/t
7,5 YR 6/8 Cl 10 YR 5/8 Cl
A
AB
Bt
.
0-10 cm ps/ss/f
ST 47
10-25 cm 7,5 YR p/s/t 4/4 S.l 25-40 cm 7,5 YR p/s/t 4/6 Cl 7,5 YR 5/6 Cl
A
AB
Bt tt
0-12 cm ps/ss/f
.
12-27 cm 7,5 YR p/s/t 3/4 S.cl.l 27-45 cm p/s/t 5 YR 4/4 Cl 2,5 YR 4/6 Cl
Typic Hapludults Typic Hapludults Puncak Lereng Punggung Lereng 5 % (B) 18 % (D) Keterangan : Warna 7,5 YR 3/2-3/4 ( Cokelat gelap) 7,5 YR 4/6-5/8 (Cokelat kuat) 5 YR 4/3-5/4 (Cokelat kemerahan) 5 YR 4/6-5/8 (Merah kekuningan) 10 YR 5/4-5/8 (Cokelat kekuningan) 7,5 YR 6/8-7/8 (Kuning kemerahan)
Typic Hapludults Punggung Lereng 4% (B)
A A
AB
Bt
. .
ST 70
ST 67 ST 67
.
ST 68
0-10 7,5 YR cm 4/4 ps/ss/f S.cl.l 10-23 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
23-38 cm p/s/t
7,5 YR 5/6 Cl
A
AB
Bt
. .
ST 61
7,5 YR 4/4 0-10 Si.cl cm ps/ss/f 7,5 YR 5/6 10-24 Cl cm p/s/t 7,5 YR 24-40 5/8 cm Cl p/s/t
A
AB
Bt
7,5 YR 4/4 0-10 Cl.l cm p/s/t 5 YR 4/6 Cl 10-25 cm p/s/t 25-40 cm p/s/t
2,5YR 4/6 Cl
A
ST 71
40
0-12 cm p/s/t
ST 135
AB
7,5 YR 12-26 4/6 cm S.cl.l p/s/t
A
Bt
7,5 YR 26-42 5/6 cm Cl p/s/t
AB
7,5 YR 5/8 Cl
Bt
0-10 cm 7,5 YR ps/ss/f 3/4 S 10-26 cm 7,5 YR p/s/t 4/4 26-42 cm p/s/t
A
AB
S.l 7,5 YR 5/4 Cl
Bt
Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Hapludults Typic Hapludults Punggung Lereng Punggung Lereng Punggung Lereng Puncak Lereng Punggung Lereng Punggung Lereng Kaki Lereng 16% (D) 45 % (F) 17% (D) 2 % (A) 17 % (D) 2 % (A) 28 % (E)
Tekstur 7,5 YR 4/2-5/4 (Cokelat) g : Kerikil 2,5 YR 4/6-5/8 (Merah) l : Lempung Cl : Liat Cl.l : Lempung berliat S.cl : Liat berpasir
S Si S.l S.cl.l Si.cl
: Pasir : Debu : Lempung berpasir : Lempung liat berpasir : Liat berdebu
Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
Gambar Lampiran 3. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 3
Plastisitas (Basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : plastis vp : sangat plastis
Kelekatan (Basah) so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : lekat vs : sangat lekat
50 m
.
50 m
50 m
50 m
.
ST 12
.
ST 19
50 m
50 m
.
ST 56
50 m
50 m
ST 04 96.50 m
7,5 YR 4/6 S.l
83.50 m
76.00 m
7,5 YR 5/6 Si.cl.l 7,5 YR 4/3 Cl
A
AB
B
ST 08
0-10 cm ps/ss/f
10-25cm 7,5 YR 4/6 ps/ss/f S.l 25-43 cm 7,5 YR p/s/f 4/6 S.cl.l 7,5 YR 4/4 Si.cl.l
Typic Dystrudepts Puncak Lereng 5 % (B) Keterangan : Warna 7,5 YR 3/2-3/4 7,5 YR 4/2-5/4 7,5 YR 4/6-5/8 7,5 YR 6/6-7/8 10 YR 3/4-4/6
A
AB
B
0-16 cm ps/ss/f
16-30 cm p/s/f
30-43 cm p/s/f
Typic Dystrudepts Punggung Lereng 35 % (E)
( Cokelat gelap) (Cokelat) (Cokelat kuat) (Kuning kemerahan) (Coelat gelap kekuningan)
7,5 YR 3/3 S.cl.l 7,5 YR 5/6 Cl 7,5 YR 5/8 Cl
A
.
AB
Bt
A
10-25 cm p/s/t 7,5 YR 4/4 25-40 cm Cl p/s/t 7,5 YR 5/6 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 6 % (B)
Tekstur g : Kerikil l : Lempung Cl : Liat Cl.l : Lempung berliat S.cl : Liat berpasir
ST 43
0-10 cm ps/ss/f 7,5 YR 3/3 S.cl.l
S Si S.l S.cl.l Si.cl
AB
Bt
.
0-10 cm 7,5 YR ps/ss/f 4/2 Cl 10-25 cm 7,5 YR p/s/t 4/3 Cl 25-40 cm 7,5 YR p/s/t 4/4 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 10 % (C)
: Pasir : Debu : Lempung berpasir : Lempung liat berpasir : Liat berdebu
A
AB
Bt
0-10 cm p/s/t
7,5 YR 4/3 Cl
7,5 YR 10-25 cm 4/4 p/s/t Cl 10 YR 25-41 cm 4/6 p/s/t Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 8 % (B)
A
AB
Bt
.
ST 54
7,5 YR 4/4 12-24 cm Cl p/s/t 7,5 YR 4/6 24-40 cm Cl p/s/t 7,5 YR 5/8 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 27 % (E)
Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
.
ST 131
0-10 cm p/s/t
AB
Bt
0-10 cm p/s/t
0-12 cm p/s/f
7,5 YR 5/6 Si.cl
A
10-25 cm 7,5 YR p/s/t 5/8 Cl
AB
12-25 cm p/s/t
Bt
25-40 cm p/s/t
25-40 cm 7,5 YR p/s/t 6/8 Cl
Typic Hapludults Punggung Lereng 27% (E)
Plastisitas (Basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : plastis vp : sangat plastis
Gambar Lampiran 4. Penyebaran Sifat Morfologi Tanah Pada Transek 4
A
Typic Hapludults Punggung Lereng 30% (E)
Kelekatan (Basah) so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : lekat vs : sangat lekat
Typic Dystrudepts
Typic Hapludults
10 YR 3/4 S.l
A
7,5 YR 4/4 Cl
AB
0-23 cm ps/ss/f 23-40 cm p/s/t
10 YR 3/6 Cl
Bt1
40-60 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
Bt2
60-90 cm p/s/t
7,5 YR 5/6 Cl
Bt3
90-120 cm p/s/t
Keterangan : Warna 7,5 YR 3/2-3/4 7,5 YR 4/2-5/4 7,5 YR 4/6-5/8 5 YR 4/3-5/4 5 YR 4/6-5/8 2,5 YR 4/6-5/8 10 YR 3/4-4/6
( Cokelat gelap) (Cokelat) (Cokelat kuat) (Cokelat kemerahan) (Merah kekuningan) (Merah) (Coelat gelap kekuningan)
10 YR 3/3 S.l
A
10 YR 3/6 S
AB
10 YR 3/3 S
Tekstur g : Kerikil l : Lempung Cl : Liat Cl.l : Lempung berliat S.cl : Liat berpasir
B
S Si S.l S.cl.l Si.cl
0-12 cm ps/ss/f 12-32 cm ps/ss/f
32-80 cm ps/ss/f
: Pasir : Debu : Lempung berpasir : Lempung liat berpasir : Liat berdebu
Typic Endoaquepts
Lithic Argiudalfs
7,5 YR 3/4 Cl
A
0-12 cm p/s/t
7,5 YR 4/4 Cl
AB
12-37 cm p/s/t
7,5 YR 4/6 Cl
Bt
37-60 cm p/s/t
Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
Gambar Lampiran 5. Sifat Morfologi Tanah Pada Titik Pemboran
7,5 YR 4/6 Si.cl.l
A
4/5 GY Si.cl.l
Bg
Plastisitas (Basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : plastis vp : sangat plastis
0-35 cm ps/ss
35-60 cm ps/ss
Kelekatan (Basah) so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : lekat vs : sangat lekat
Lampiran 1. Data Sifat Fisik Tanah No
kode
Kadar Air (b/b)
BI (g/cm³)
RPT (%)
KA KL
KA TLP
pF 2.54 (%V)
pF 4.2 (%V)
KA T (%V)
Permeabilitas
Kelas
K (cm/jam)
1
ST 01
53.732
0.892
66.344
46.948
25.974
20.974
0.540
Agak Lambat
2
ST 02
64.793
0.816
69.191
48.797
21.487
27.310
0.000
Sangat Lambat
3
ST 03
60.048
0.920
65.275
53.681
27.317
26.364
0.000
Sangat Lambat
4
ST 04
59.399
0.952
64.086
49.698
24.652
25.046
0.099
Sangat Lambat
5
ST 05
62.954
0.737
72.181
39.284
18.407
20.877
224.884
Sangat Cepat
6
ST 06
49.913
0.900
66.046
39.059
18.275
20.784
1.217
Agak Lambat
7
ST 07
69.639
0.942
64.442
58.920
20.204
38.716
0.354
Lambat
8
ST 08
61.073
0.936
64.670
46.735
35.241
11.494
6.239
Sedang
9
ST 09
58.408
0.890
66.431
49.232
20.327
28.904
1.246
Agak Lambat
10
ST 10
69.406
0.906
65.826
56.051
23.774
32.277
0.097
Sangat Lambat
11
ST 11
59.466
0.996
62.433
51.595
13.355
38.240
0.000
Sangat Lambat
12
ST 12
56.374
0.902
65.964
48.689
14.047
34.642
0.016
Sangat Lambat
13
ST 13
76.209
0.821
69.017
55.754
18.077
37.677
0.401
Lambat
14
ST 14
68.161
0.766
71.086
49.322
18.056
31.266
0.511
Agak Lambat
15
ST 15
66.364
0.800
69.809
45.643
31.765
13.878
0.000
Sangat Lambat
16
ST 16
45.638
0.929
64.957
42.711
21.518
21.193
0.990
Agak Lambat
17
ST 17
66.173
0.916
65.430
53.674
12.815
40.859
0.107
Sangat Lambat
18
ST 18
57.013
0.843
68.174
42.821
23.594
19.227
0.000
Sangat Lambat
19
ST 19
63.692
0.934
64.751
55.462
17.398
38.064
21.024
Cepat
20
ST 20
60.517
0.830
68.661
44.685
26.695
17.990
16.848
Cepat
21
ST 21
44.942
0.890
66.428
39.120
31.921
7.199
18.218
Cepat
22
ST 22
41.472
1.006
62.021
47.577
36.399
11.178
7.539
Agak cepat
23
ST 23
44.453
0.842
68.208
37.974
30.863
7.111
21.809
Cepat
24
ST 24
53.836
0.815
69.244
40.745
34.535
6.211
4.668
Sedang
25
ST 25
44.072
0.999
62.303
42.626
34.467
8.159
1.489
Agak Lambat
26
ST 26
43.162
0.999
62.318
49.324
36.429
12.895
1.020
Agak Lambat
27
ST 27
62.179
0.827
68.781
49.647
42.338
7.308
1.267
Agak Lambat
28
ST 28
65.220
0.821
69.036
46.428
40.621
5.806
0.080
Sangat Lambat
29
ST 29
61.305
0.880
66.809
42.566
32.740
9.826
0.093
Sangat Lambat
30
ST 30
67.439
0.874
67.036
44.661
36.613
8.048
0.135
Lambat
31
ST 31
65.961
0.784
70.425
54.049
31.981
22.068
0.835
Agak Lambat
32
ST 32
63.150
0.835
68.500
44.576
37.649
6.927
0.573
Agak Lambat
33
ST 33
39.182
1.164
56.092
46.347
39.976
6.371
15.966
Cepat
34
ST 34
50.020
1.009
61.939
52.022
42.924
9.098
0.782
Agak Lambat
35
ST 35
74.295
0.845
68.114
50.439
32.135
18.304
4.515
Sedang
36
ST 36
78.121
0.693
73.831
37.306
30.304
7.002
0.902
Agak Lambat
37
ST 37
49.757
0.900
66.023
60.402
46.525
13.877
0.141
Lambat
38
ST 38
60.500
0.823
68.932
44.812
38.461
6.351
0.351
Lambat
39
ST 39
47.556
0.770
70.942
37.527
34.894
2.633
6.419
agak cepat
40
ST 40
84.999
0.737
72.207
56.665
30.715
25.950
0.206
Lambat
41
ST 41
59.901
0.875
66.986
51.970
35.891
16.079
0.117
Lambat
42
ST 42
59.278
0.882
66.735
51.295
39.590
11.705
0.455
Lambat
43
ST 43
69.394
0.824
68.893
57.862
43.980
13.882
3.247
Sedang
44
ST 44
45.874
1.073
59.520
49.856
37.842
12.014
0.145
Lambat
45
ST 45
53.615
0.969
63.448
53.430
36.394
17.036
0.106
Lambat
46
ST 46
61.031
0.911
65.604
54.505
30.669
23.836
6.423
Agak cepat
47
ST 47
69.422
0.796
69.966
56.279
39.905
16.375
0.207
Lambat
48
ST 48
57.795
0.819
69.084
45.847
32.378
13.469
12.963
Cepat
49
ST 49
58.865
0.888
66.476
51.641
36.980
14.661
7.101
Agak cepat
50
ST 50
196.300
0.394
85.126
45.725
20.271
25.454
2.468
Sedang
51
ST 51
54.990
1.054
60.238
61.847
50.981
10.866
0.021
Lambat
52
ST 52
59.577
0.888
66.503
49.072
34.469
14.602
0.077
Lambat
53
ST 53
57.182
0.920
65.280
57.130
40.074
17.057
0.418
Lambat
54
ST 54
68.146
0.766
71.080
50.389
34.945
15.444
0.026
Lambat
55
ST 55
56.201
0.943
64.419
53.085
38.050
15.034
0.007
Lambat
56
ST 56
61.151
1.004
62.127
61.923
44.158
17.765
0.131
Lambat
57
ST 57
52.144
0.927
65.029
52.548
38.522
14.026
0.246
Lambat
58
ST 58
71.562
0.863
67.424
57.418
22.815
34.602
6.700
Agak cepat
59
ST 59
62.901
0.921
65.253
55.315
40.226
15.089
7.937
Agak cepat
60
ST 60
66.177
0.875
66.999
58.881
36.728
22.153
3.782
Sedang
61
ST 61
62.407
0.894
66.251
54.648
36.699
17.950
25.973
Cepat
62
ST 62
67.227
0.794
70.037
50.316
34.480
15.835
3.817
Sedang
63
ST 63
63.089
0.788
70.260
45.901
32.137
13.764
0.772
Agak Lambat
64
ST 64
60.361
0.941
64.486
56.184
40.919
15.265
7.453
Agak cepat
65
ST 65
41.229
0.897
66.156
39.816
31.997
7.819
7.344
Agak cepat
66
ST 66
60.325
0.914
65.513
51.754
25.923
25.831
9.260
Agak cepat
67
ST 67
54.490
0.902
65.969
46.624
35.485
11.139
1.425
Agak Lambat
68
ST 68
63.413
0.836
68.447
51.782
35.194
16.587
5.250
Sedang
69
ST 69
48.276
1.056
60.165
52.017
41.200
10.818
10.117
Agak cepat
70
ST 70
67.245
0.880
66.784
61.293
37.348
23.946
15.012
Cepat
71
ST 71
55.097
0.918
65.343
47.670
34.160
13.510
11.757
Agak cepat
72
ST 72
70.329
0.695
73.782
45.296
42.194
3.101
4.164
Sedang
73
ST 73
64.384
0.713
73.112
47.898
33.970
13.928
0.207
Lambat
74
ST 74
65.487
0.911
65.636
56.219
38.424
17.795
1.399
Agak Lambat
75
ST 75
67.151
0.805
69.614
55.429
35.156
20.274
0.055
Lambat
76
ST 76
71.789
0.841
68.264
56.319
36.519
19.800
19.006
cepat
77
ST 77
67.049
0.759
71.344
47.866
31.790
16.076
0.179
Lambat
78
ST 78
70.892
0.761
71.289
56.669
39.930
16.739
15.527
cepat
79
ST 79
70.442
0.861
67.514
65.114
40.979
24.136
0.768
Agak Lambat
80
ST 80
53.842
0.999
62.302
52.522
35.406
17.116
11.418
agak cepat
81
ST 81
61.160
0.865
67.372
52.256
47.811
4.444
2.076
Sedang
82
ST 82
59.606
0.913
65.553
52.603
46.891
5.713
0.200
Agak Lambat
83
ST 83
47.428
0.996
62.424
42.101
37.981
4.120
0.025
Lambat
84
ST 84
57.159
0.872
67.089
43.300
28.842
14.458
2.224
Sedang
85
ST 85
48.056
1.024
61.356
47.222
37.243
9.979
2.058
Sedang
86
ST 86
47.256
1.041
60.721
47.912
43.434
4.477
5.219
agak cepat
87
ST 87
60.951
0.926
65.055
53.539
36.026
17.513
0.041
Lambat
88
ST 88
59.290
0.842
68.228
46.382
35.790
10.591
0.902
Agak Lambat
89
ST 89
55.098
0.914
65.516
37.709
33.720
3.989
0.018
Lambat
90
ST 90
50.101
0.799
69.836
37.906
32.011
5.895
66.665
Cepat
91
ST 91
51.935
0.919
65.321
56.685
39.454
17.231
26.837
Cepat
92
ST 92
48.594
0.953
64.053
43.053
35.037
8.016
3.944
Sedang
93
ST 93
62.274
0.903
65.928
55.825
36.597
19.228
37.637
Cepat
94
ST 94
54.235
0.998
62.354
68.293
39.794
28.498
62.273
Cepat
95
ST 95
63.204
0.848
67.985
51.182
37.115
14.067
3.572
Sedang
96
ST 96
61.382
0.819
69.103
51.236
36.460
14.776
8.013
agak cepat
97
ST 97
69.881
0.889
66.436
60.218
43.197
17.021
0.481
Lambat
98
ST 98
62.258
0.775
70.773
47.869
38.012
9.858
0.394
Lambat
99
ST 99
60.528
0.755
71.514
46.443
33.298
13.145
20.684
Cepat
100
ST 100
63.011
0.739
72.110
58.046
31.820
26.226
4.473
Sedang
101
ST 101
59.596
0.819
69.100
47.772
35.654
12.118
3.804
Sedang
102
ST 102
48.621
0.999
62.304
44.420
37.733
6.687
75.577
Cepat
103
ST 103
47.273
0.894
66.273
43.346
39.062
4.284
7.865
agak cepat
104
ST 104
75.060
0.789
70.216
57.488
38.701
18.787
7.526
agak cepat
105
ST 105
53.285
0.903
65.936
52.030
38.725
13.305
2.729
Sedang
106
ST 106
63.146
0.862
67.464
52.839
31.481
21.358
97.351
Cepat
107
ST 107
39.289
0.849
67.966
32.142
31.200
0.942
94.831
Cepat
108
ST 108
44.156
0.847
68.054
34.986
31.375
3.611
47.420
Cepat
109
ST 109
65.771
0.773
70.838
52.375
34.665
17.710
0.108
Lambat
110
ST 110
74.794
0.743
71.976
51.875
29.100
22.775
1.296
Agak Lambat
111
ST 111
49.614
0.913
65.555
44.955
29.751
15.204
80.004
Cepat
112
ST 112
42.193
0.845
68.110
46.893
37.071
9.822
36.472
Cepat
113
ST 113
40.429
0.890
66.421
35.474
31.058
4.415
4.233
Sedang
114
ST 114
45.565
0.889
66.458
35.986
30.036
5.949
6.441
agak cepat
115
ST 115
50.487
0.705
73.398
46.222
16.097
30.125
5.070
Sedang
116
ST 116
58.401
0.791
70.167
55.545
39.342
16.203
53.597
Cepat
117
ST 117
57.795
0.822
68.996
50.472
39.539
10.933
67.913
Cepat
118
ST 118
59.834
0.819
69.085
50.540
38.881
11.659
53.958
Cepat
119
ST 119
53.140
0.896
66.179
48.636
38.784
9.853
0.380
Lambat
120
ST 120
63.402
0.714
73.038
47.229
36.516
10.713
6.540
Agak Lambat
121
ST 121
51.694
0.809
69.462
41.704
37.699
4.005
2.086
Sedang
122
ST 122
55.108
1.085
59.073
55.102
41.382
13.720
23.290
Cepat
123
ST 123
58.472
1.051
60.346
32.751
26.405
6.345
53.822
Cepat
124
ST 124
78.420
0.810
69.433
60.051
40.120
19.930
2.927
Sedang
125
ST 125
66.037
0.817
69.178
48.525
46.175
2.350
1.193
Agak Lambat
126
ST 126
51.277
0.829
68.715
38.107
33.014
5.092
69.762
Cepat
127
ST 127
46.778
0.937
64.657
38.683
30.636
8.046
7.249
agak cepat
128
ST 128
50.198
0.866
67.332
40.603
34.148
6.455
0.035
Lambat
129
ST 129
48.012
0.939
64.548
43.558
39.231
4.327
1.074
Agak Lambat
130
ST 130
65.316
0.883
66.685
46.775
34.825
11.950
1.998
Agak Lambat
131
ST 131
71.743
0.853
67.811
48.943
43.847
5.096
0.275
Lambat
132
ST 132
48.593
1.005
62.086
45.101
38.165
6.936
1.912
Agak Lambat
133
ST 133
46.074
1.068
59.699
50.447
44.609
5.838
0.022
Lambat
134
ST 134
55.367
1.052
60.321
58.071
45.013
13.057
9.294
agak cepat
135
ST 135
34.978
1.215
54.152
47.123
37.636
9.486
23.881
136
ST 136
77.164
0.704
73.450
42.033
33.815
8.218
63.571
Cepat Cepat
137
ST 137
67.248
0.873
67.041
48.777
40.214
8.563
13.511
Cepat
Lampiran 2. Uji Nilai Tengah t-student One-Sample T: Bi (Lithic Argiudalfs)
One-Sample T: KA (Lithic Argiudalfs)
Test of mu = 0.88 vs mu not = 0.88
Test of mu = 58.59 vs mu not = 58.59
Variable
StDev SE Mean
Variable
N
0.1683 0.0687
KA1
6
N
Mean
Bi1
6 0.9400
Variable
95.0% CI
Bi1
( 0.7634, 1.1166)
T
P
0.87 0.422
Variable KA1
Mean
StDev SE Mean
55.87
13.41
95.0% CI
T
5.47 P
( 41.80, 69.94) -0.50 0.640
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
One-Sample T: Bi (Typic Hapludults)
One-Sample T: KA (Typic Hapludults)
Test of mu = 0.88 vs mu not = 0.88
Test of mu = 58.59 vs mu not = 58.59
Variable
N
StDev SE Mean
Variable
N
Bi2
86 0.8878
0.0971 0.0105
KA2
86 59.711
9.138
95.0% CI
T
Variable Bi2
Mean
95.0% CI ( 0.8670, 0.9086)
T
P
0.74 0.459
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
Variable KA2
Mean
StDev SE Mean
( 57.752, 61.670)
0.985 P
1.14 0.258
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho One-Sample T: KA (Typic Dystrudepts)
One-Sample T: Bi (Typic Dystrudepts) Test of mu = 58.59 vs mu not = 58.59 Test of mu = 0.88 vs mu not = 0.88 Variable
N
Mean
Bi3
44
0.8589 0.0736 0.0111
Variable
N
Mean
KA3
44
56.76
Variable Variable Bi3
95.0% CI
StDev SE Mean
StDev SE Mean
T
95.0% CI
9.78 T
1.47 P
P
( 0.8365, 0.8812) -1.91 0.063
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
KA3
( 53.79, 59.74) -1.24 0.222
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
One-Sample T: RPT (Lithic Argiudalfs)
One-Sample T: KAT
Test of mu = 66.75 vs mu not = 66.75
Test of mu = 14.87 vs mu not = 14.87
Variable
N
StDev SE Mean
Variable
N
Mean
P1
6
6.34
At1
6
9.02
Variable P1
Mean 64.44 95.0% CI
T
2.59 P
( 57.79, 71.09) -0.89 0.412
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
Variable At1
StDev SE Mean 2.91
95.0% CI
1.19 T
P
( 5.96, 12.08) -4.91 0.004
P<0.05 dan F hit. > F.tabel sehingga tolak Ho
One-Sample T: RPT (Typic Hapludults)
One-Sample T: KAT
Test of mu = 66.75 vs mu not = 66.75
Test of mu = 14.87 vs mu not = 14.87
Variable
N
StDev SE Mean
Variable
N
P2
86 66.473
3.663
At2
86 15.992
8.865
95.0% CI
T
95.0% CI
T
Variable P2
Mean
0.395 P
( 65.688, 67.259) -0.70 0.485
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
Variable At2
Mean
( 14.092, 17.893)
StDev SE Mean 0.956 P
1.17 0.244
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
One-Sample T: RPT (Typic Dystrudepts)
One-Sample T: KAT
Test of mu = 66.75 vs mu not = 66.75
Test of mu = 14.87 vs mu not = 14.87
Variable
N
StDev SE Mean
Variable
N
Mean
StDev SE Mean
P3
44 67.596
2.755
At3
44
13.48
8.36
95.0% CI
T
95.0% CI
T
Variable P3
Mean
( 66.758, 68.434)
0.415 P
2.04 0.048
P<0.05 dan F hit. > F.tabel sehingga tolak Ho
Variable At3
1.26 P
( 10.93, 16.02) -1.11 0.274
P>0.05 dan F hit. < F.tabel sehingga Terima Ho
Lampiran 3.
Rumus Statistik Nilai Tengah, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman
Nilai Tengah (Nilai Rata-rata)
=
∑
Simpangan baku
s=
∑ ∑
Koefisien keragaman (%)
V = 100% Dimana : = Nilai tengah S = Simpangan baku V = Koefisien keragaman = Data ke-i
= Banyaknya data
Lampiran 4. Metode Pendugaan Suhu Tanah dan Perbedaan Suhu Tanah Rata-rata Musim Panas dan Musim Dingin
Metode pendugaan suhu tanah dan variasi suhu tanah dikemukakan oleh Wambeke (1982; dalam Hardjowigeno, 1993) yaitu : Suhu Tanah = 2,50C + Suhu udara rata-rata tahunan (0C) Untuk mengetahui perbedaan suhu rata-rata musim panas dan musim dingin (TS(d-c)) digunakan rumus : (TS(d-c)) = 0,33 x (TAd – TAc) dimana : TAd adalah suhu udara rata-rata musim terpanas TAc adalah suhu udara rata-rata musim terdingin