KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU
AHMAD JUAIDI KHAMSANI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2010
Ahmad Juaidi Khamsani C24050121
RINGKASAN Ahmad Juaidi Khamsani. C24050121. Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Dibawah bimbingan Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo. Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar cenderung menurun, diduga karena tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di sungai Kampar. Pengambilan contoh ikan dilakukan pada bulan Mei-November 2009 pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Analisis data meliputi analisis komponen utama (PCA), analisis diskriminan, analisis kelompok (cluster) dan indeks fluktuasi asimetri. Ikan belida yang diperoleh selama penelitian sebanyak 45 ekor dengan kisaran panjang standar antara 28,24 – 81,00 cm. Berdasarkan Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dan meristik dari 45 spesimen, total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama sangat kecil, maka informasi yang didapat dari hasil PCA tidak optimal sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Bedasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik, terlihat adanya pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Sedangkan untuk karakter meristik, tidak terlihat adanya pengelompokan yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri. Hasil ini diduga karena adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Berdasarkan indeks fluktuasi asimetri, secara keseluruhan fluktuasi asimetri gabungan dari kelima stasiun pengamatan menunjukkan nilai fluktuasi asimetri yang cukup tinggi. Kajian mengenai karakter morfologi ikan belida diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman jenis ikan ini di alam sehingga dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut, sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan di masa mendatang.
KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU
AHMAD JUAIDI KHAMSANI C24050121
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian
: Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau.
Nama Mahasiswa
: Ahmad Juaidi Khamsani
Nomor Pokok
: C24050121
Program studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Arif Wibowo, SP., M.Si. NIP. 19770226 200312 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 15 April 2010
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau”. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei – November 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan.
Bogor, April 2010
Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku dosen penguji dari komisi pendidikan MSP atas saran, masukan dan perbaikan yang diberikan.
3.
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
4.
Keluarga tercinta; Terutama Ayah dan Mama yang selalu mendukung baik secara moril maupun materiil, Ayahcak, Mamacak, Tante Ica, Bang Yan, Tante Lusi, Tante Pipin, Tante Eci, Om Yadi, Om Supri, Adik – adikku (Dwita, Rizki, Ridho) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
5.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan seluruh staf BRPPU (Pak Subagja, Mba Melfa) yang telah banyak membantu penelitian ini.
6.
Seluruh
staf
Laboratorium
Biologi
Makro
Departemen
Manajemen
Sumberdaya Perairan ( Pak Ruslan, Ka Selly ) atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 7.
Staf tata usaha MSP terutama Mba Widar, serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
8.
Team Belida (Muning, Rahmah, dan Octo), Agus, Qq, Ebith, Avie, Endah, Lenggo, Erys, Moro, Tia, Mecin, Bonit dan seluruh teman-teman MSP 42 lainnya atas kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan serta memberikan bantuan, dukungan, semangat, saran, kritik, doa dan kebersamaannya selama ini.
vii
9.
Rekan-rekan MSP 40, MSP 41, MSP 43, MSP 44 dan MSP 45 atas dukungan, semangat dan kebersamannya.
10. Rekan-rekan Ikamusi, Wisma Himaja, Serta Rekan-rekan dari Departemen lain atas dukungannya.
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 20 Juni 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Jurinto S.Pd. dan Khomsiah S.Pd. Pendidikan formal pertama diawali SDN 02 Inderalaya (19931997), SD Taman Siswa 02 Sungai Gerong (1997-1999), SLTP YKPP 03 Sungai Gerong (1999-2001), SLTP Negeri 01 Inderalaya (2001-2002), dan SMA Negeri 01 Inderalaya (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2006-2008 penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen
Sumberdaya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota
Bidang Sportainment. Pada tahun 2005 – 2008 penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IKAMUSI (Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya), sebagai Ketua Divisi Internal periode 2005/2006, Ketua Umum IKAMUSI periode 2006/2007, dan Penasehat Umum IKAMUSI periode 2007/2008. Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkungan maupun di luar lingkungan kampus IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau”.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...................................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
xxii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xxiii 1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3. Tujuan dan Manfaat...............................................................................
1 1 2 3
2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 2.1. Deskripsi Spesies.................................................................................... 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) ..................................... 2.1.2. Karakter Morfologis................................................................... 2.2. Habitat dan Distribusi ........................................................................... 2.3. Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri ................. 2.4. Hubungan Kekerabatan ........................................................................ 2.5. Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar...........................................
4 4 4 5 5 6 8 8
3. METODE PENELITIAN................................................................................. 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................ 3.2. Metode Kerja........................................................................................... 3.2.1. Pengambilan ikan contoh ............................................................ 3.2.2. Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium ................................................................................ 3.3. Analisis Data........................................................................................... 3.3.1. Analisis Komponen Utama (PCA)........................................... 3.3.2. Analisis Diskriminan ................................................................. 3.3.3. Analisis Kelompok (Cluster) .................................................... 3.3.4. Indeks Fluktuasi Asimetri.........................................................
10 10 11 11
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 4.1. Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida ..................... 4.2. Sebaran Populasi dan Karakter............................................................ 4.2.1. Analisis Komponen Utama (PCA) ............................................. 4.2.2. Analisis Diskriminan.................................................................... 4.3. Analisis Kelompok (Cluster Analysis) ................................................ 4.4. Keragaman Karakter Morfometrik dan Meristik .............................. 4.4.1. Keragaman Karakter Morfometrik............................................. 4.4.2. Keragaman Karakter Meristik .................................................... 4.5. Analisis Indeks Fluktuasi Asimetri ..................................................... 4.6. Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Belida Secara Umum.....
18 18 20 20 21 28 31 31 33 34 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
42
12 15 15 16 16 17
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 5.2. Saran.........................................................................................................
42 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ x LAMPIRAN............................................................................................................
43 48
DAFTAR xi TABEL Halaman
1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan
ikan belida (Chitala lopis) ...............................................................................
6
Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar ...............................................................................................
11
3. Karakter morfometrik dan meristik ............................................................
12
4. Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan .......................
18
5. Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun ..............................................
20
2.
6. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan
belida ..............................................................................................................
26
7. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan .........................................................
27
8. Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida di setiap
lokasi ..............................................................................................................
32
9. Koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida di setiap lokasi ..............................................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR xii
Halaman
1.
Ikan Belida (Chitala lopis)...............................................................................
4
2. Lokasi penelitian ...........................................................................................
10
3. Karakter morfologi ikan tampak samping ................................................
14
4. Karakter morfologi ikan tampak atas .........................................................
14
5. Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran
panjang standar ..............................................................................................
6. Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida
berdasarkan hasil analisis diskriminan ......................................................
7. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan
19 22
hasil analisis diskriminan .............................................................................
24
8. Jarak kelompok ikan belida .........................................................................
29
9. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel
ikan belida (Chitala lopis) ..............................................................................
10. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel
ikan belida (Chitala lopis) ..............................................................................
11. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter morfometrik
bilateral ...........................................................................................................
12. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter morfometrik
bilateral ...........................................................................................................
13. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik
bilateral ...........................................................................................................
14. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter meristik
33 34 35 35 36
bilateral ...........................................................................................................
37
15. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) overall ..............................
38
16. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) overall ..............................
38
DAFTAR LAMPIRAN xiii
Halaman
1.
Lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis).............................
50
2.
Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) ........................................................................................
51
3.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian .............................................
52
4.
Nilai Partial Lambda hasil analisis diskriminan .......................................
54
5.
Total ketepatan klasifikasi dan Jarak Mahalanobis ...................................
55
6.
Hasil PCA karakter morfometrik dan meristik..........................................
56
7.
Data fluktuasi asimetri karakter morfometrik ...........................................
57
8.
Data fluktuasi asimetri karakter meristik ...................................................
57
9.
Nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik dan meristik ..............
59
10. Data karakter morfometrik (persentase panjang standar) .......................
61
11. Data karakter meristik ...................................................................................
63
xiv
1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sungai Kampar merupakan sungai besar yang terletak di Provinsi Riau
dengan panjang 400 km dan kedalaman rata-rata sekitar 6 m. Sungai Kampar merupakan habitat berbagai jenis organisme perairan air tawar, diantaranya ikan belida (Chitala lopis). Ikan belida adalah ikan asli perairan Indonesia dengan penyebaran meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Jawa. Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting. Ikan ini banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias, sehingga banyak diburu oleh masyarakat. Spesies ikan belida telah disadari memiliki arti penting sebagai sumber makanan bagi manusia (Kottelat dan Wijanarti 2006). Penangkapan yang berlebihan dan tidak terkendali dikhawatirkan dapat merusak habitat ikan belida dan dapat menyebabkan populasi ikan tersebut di alam semakin menyusut. Bila hal ini terus dibiarkan maka populasinya akan semakin berkurang dan akhirnya akan punah. Studi mengenai ikan belida (Chitala lopis) sampai saat ini belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan aspek populasi sehingga informasi tentang ikan ini masih sangat minim. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai aspek populasi pada karakter morfologi, sehingga dapat dilihat karakteristik dan pola fragmentasi ikan belida di Sungai Kampar. Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi, meliputi studi morfometrik dan meristik dari ikan. Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku, sedangkan meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh dari ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jarijari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi et al. 1992 in Akbar 2008). Adapun fluktuasi asimetri adalah perbedaan rata-rata antara karakteristik bilateral (karakter sebelah kiri dan kanan) dalam suatu populasi (van Valen 1962). Pembatas utama karakter morfologi dalam tingkat intra spesies adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Faktor Lingkungan dapat menyebabkan perubahan morfologi,
2 reproduksi dan survival pada ikan sebagai hasil modifikasi fisiologi dan perilaku akibat respon adaptif mereka terhadap perubahan lingkungan (Stearns 1983 in Wibowo et al. 2008). Organisme bisa dimasukkan dalam satu grup spesies melalui berbagai pendekatan, salah satunya penampakan luar tubuh atau morfologi (Mayr 1970 in Wibowo et al. 2007). Pengukuran keragaman suatu populasi ikan bisa didekati melalui pengamatan variasi karakter morfometrik (Turan et al. 2004) dan dapat juga dengan menggunakan indeks fluktuasi asimetrik (Palmer 1996 in Wibowo et al. 2008). Sedangkan karakter meristik dan variasinya telah digunakan sebagai suatu alat dasar dalam memisahkan populasi pada spesies ikan yang berbeda (Seymour 1959 in Wibowo et al. 2008). Untuk menghindari ikan belida dari kepunahan dan memastikan kelestarian ikan belida di Sungai Kampar maka perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan berdasarkan kajian stok ikan di perairan. Studi keragaman morfologi ikan belida (Chitala lopis) merupakan salah satu pendukung
upaya
pengelolaan
tersebut.
Sehingga
masyarakat
dapat
memanfaatkan ikan belida secara optimal dan berkelanjutan.
1.2.
Perumusan Masalah Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar
cenderung menurun. Produksi tahunan ikan belida pada tahun 2003 sebesar 50,2 ton (DKP DT I Riau 2003) menjadi hanya 7,6 ton pada tahun 2007 (DKP DT I Riau 2007). Hal ini diduga karena adanya berbagai tekanan seperti tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Adanya kegiatan eksploitasi yang terus meningkat terhadap ikan ini serta kerusakan habitat alami akibat adanya penangkapan dapat menyebabkan populasi ikan belida di alam semakin berkurang, sehingga dapat menurunkan kekayaan hayati ikan belida. Keberadaan ikan belida yang semakin berkurang dapat menekan fitness populasi yang mengakibatkan kepunahan. Kondisi ini mendatangkan permasalahan dalam kaitannya dengan kelestarian populasi ikan belida serta upaya pengelolaan populasinya di masa mendatang. Dalam rangka merealisasikan upaya pengelolaan sumberdaya ikan belida (habitat dan populasi), dibutuhkan seperangkat data dan informasi baik biologi maupun ekologi ikan belida. Untuk memperoleh informasi yang jelas dari
3 permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian berupa kajian populasi mengenai karakter morfologi ikan belida (morfometrik, meristik dan fluktuasi asimetri), sehingga dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman populasi ikan ini di alam yang dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut. Sehingga dapat memberikan informasi untuk upaya pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi dan
kondisi kesehatan populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di Sungai Kampar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai keragaman populasi dan kesehatan populasi ikan belida di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Serta sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan ikan belida baik di Sungai Kampar maupun di perairan Indonesia lainnya di masa mendatang.
4i
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Deskripsi Spesies
2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi
ikan
belida
(Chitala
lopis)
menurut
Bleeker
(1851)
in
www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Osteoglossiformes
Famili
: Notopteridae
Genus
: Chitala
Spesies
: Chitala lopis
Sinonim
: Notopterus chitala
Nama lokal
: Pangaju
(Jawa),
Lopis
(Jawa
Barat),
Belidah/Blidah
(Kalimantan Barat), Pipih (Kalimantan Selatan) (Schuster & Djajadiredja 1952), Belido (Palembang) (www.dkp.go.id) Nama umum
: Giant featherback
Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) Ikan belida (Chitala lopis) merupakan spesies ikan air tawar yang menghuni perairan umum di Indonesia. Ikan belida tergolong ikan purba dengan bentuk tubuh yang unik. Bersifat predator dan nokturnal pada siang hari mereka
5 bersembunyi di antara vegetasi (Kottelat et al. 1993). Sebagai predator air tawar ikan belida hidup di habitat sungai dan daerah yang sering tergenang banjir di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Menurut Robert (1913) in Madang (1999) genus Notopterus hanya terdiri dari satu spesies yaitu Notopterus notopterus. Notopterus chitala merupakan anggota genus Chitala dan N. borneensis digolongkan sebagai junior Chitala lopis. Famili Notopteridae telah direvisi oleh Robert (1992b) in Wibowo et al. (2008) yang menyatakan bahwa semua Chitala yang berasal dari Indonesia merupakan satu spesies yaitu Chitala lopis.
2.1.2. Karakter Morfologis Ikan belida memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, kepala kecil dan bungkuk di bagian tengkuk. Sirip ekor langsung bersambungan dengan sirip anal. Mulut dapat disembulkan dengan posisi terminal. Posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal. Sirip dorsal kecil seperti bulu. Tubuh agak licin, bagian atas kehitaman agak kelabu sedangkan bagian bawah keperakan. Garis lurus (linea lateralis) satu buah, lengkap tidak terputus (Direktorat Bina Sumberhayati 1990). Morfologi khusus dari ikan belida (Chitala lopis) antara lain memiliki bentuk kepala dekat punggung cekung, rahang semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampui batas belakang mata. Sisik preoperkulum lebih dari 10 baris, 117-127 jari-jari pada sirip dubur, 43-49 pasang duri kecil di sepanjang perut. Pola warna berkisar dari 3 fase yaitu, fase maculosus (150-270 mm), dimana seluruh badan ditutupi bintik bulat kecil. Fase borneensis, (300-600 mm), banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan bagian belakang, dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan. Tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal sirip dada pada fase hypselonotus (> 600 mm) dan beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda pada badan pada fase lopis dengan kisaran ukuran tidak dikenal (Kottelat et al. 1993).
2.2.
Habitat dan Distribusi Ikan belida termasuk kategori spesies yang seluruh daur hidupnya berada di
air tawar (Adjie et al. 1999) dan hidup pada perairan bersifat reaksi sekitar netral,
6 bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah (Adjie dan Utomo 1994). Hidup di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Sjafei et al. in Madang (1999) menyatakan bahwa ikan Notopteridae merupakan contoh ikan yang berdistribusi di dataran rendah. Gambaran kondisi kualitas perairan yang banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak merupakan habitat ikan belida yaitu: Tabel 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Chitala lopis) No. Parameter Satuan Nilai o 1. Suhu C 27 – 30 2. Kecerahan cm 15 – 45 3. pH unit 5,5 – 7,5 4. Oksigen terlarut ppm 1,7 – 9,4 Sumber: Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006) Sebagian besar ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenangi air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun mencari makan (Adji dan Utomo 1994 in Wibowo dan Sunarno 2006). Ikan ini menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1.52 m di bawah permukaan air (Adjie dan Utomo 1994). Dalam perikanan, ikan belida memiliki nilai ekonomis sebagai ikan hias dan konsumsi. Ikan belida hidup pada perairan danau, rawa dan sungai yang banyak hutan rawa dataran rendah (Utomo dan Krismono 2006). Ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Penyebaran ikan belida di Sumatra Selatan banyak ditemukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Kotamadya Palembang dan sebagian kecil di Kabupaten Lahat (Widyastuti 1993).
2.3.
Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri Menurut Imron (1998) perbedaan morfologis antar populasi atau spesies
digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan
7 ciri-ciri anatomis tertentu. Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan sebagainya sedangkan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung dan sebagainya (Affandi et al. 1992 in Widiyanto 2008). Afrianto et al. (1996) menyatakan bahwa morfometrik adalah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar organisme, sedangkan meristik adalah sifat-sifat yang menunjukkan jumlah bagian-bagian tubuh luar seperti jumlah jari-jari sirip yang digunakan untuk penentuan klasifikasi. Fluktuasi asimetri adalah perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal dengan rataan mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal (van Valen 1962). Fluktuasi asimetri sering digunakan sebagai ukuran ketidakstabilan / ketidaksamaan perkembangan, di bawah asumsi bahwa organisme memiliki mekanisme homeostatik yang mengendalikan sifat perkembangan (van Valen 1962). Pada ikan, peningkatan fluktuasi asimetri dapat diamati melalui jari-jari sirip perut, jari-jari sirip dada, tapis insang atas bagian bawah serta pori-pori rahang atau mandibular pores. Dewantoro (2001) in Widiyanto (2008) menyatakan bahwa perbedaan ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu perairan dan salinitas, atau karena faktor genetik yang tidak seimbang. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda. Pengukuran ciri morfometrik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu metoda pengukuran baku dan metoda “truss morfometrik”. Namun metoda baku mengandung kelemahan misalnya pengukuran lebar badan tidak mengikuti anatomi ikan sehingga tidak konsisten dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dan pengukuran panjang tubuh masih terlalu umum dalam menggambarkan bentuk ikan. Sedangkan metoda “truss morfometrik” digunakan untuk menggambarkan secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu di sepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Dengan cara ini pengukuran lebih konsisten, memberikan informasi yang terinci dengan
8 menggambarkan bentuk ikan dan memperkecil kesalahan pengukuran (Nugroho et al. 1991 in Brojo 1999).
2.4.
Hubungan Kekerabatan Studi
morfometrik
secara
kuantitatif
memiliki
tiga
manfaat
yaitu,
membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga hubungan filogenik (Strauss dan Bond 1990 in Imron 1998). Karakter morfometrik juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya (Madang 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat yang berbeda dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi 1990 in Dewantoro 2001 in Widiyanto 2008). Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya ratarata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuran-ukuran tersebut). Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik dimana ciri-ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan sampai ukuran tubuh mantap tercapai sedang karakter morfometrik (panjang badan dan bobot badan) berubah secara kontinu seiring dengan ukuran dan umur (Strauss & Bond 1990 in Hidayat 2007).
2.5.
Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar Sungai Kampar adalah salah satu sungai besar di Sumatera, tepatnya di
Provinsi Riau. Sungai Kampar memiliki panjang 400 km dengan kedalaman ratarata sekitar 6 m, hulunya dari pegunungan Bukit Barisan (Lubuk Bangkul, Payakumbuh) dan bermuara di Selat Malaka (Tanjung Alai) (Sunarno et al. 2005). Sungai Kampar mempunyai dua anak sungai utama yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan (Siregar 1989). Salah satu bentuk badan air dari Sungai
9 Kampar adalah rawa banjiran (flood plain) yang merupakan habitat yang sangat sesuai untuk migrasi makan dan reproduksi ikan belida (Adjie dan Utomo 1994 in Sunarno et al. 2005). Daerah Aliran Sungai Kampar terletak antara 0o10’ LU – 0o19’ LS dan 100o38’-102o34’ BT. Perairan umum Sungai Kampar beserta rawa dan danau yang terdapat di sepanjang aliran sungai ini merupakan salah satu sumber utama hasil ikan air tawar daerah Riau, dan memegang peran penting dalam penyediaan protein hewani terutama bagi penduduk di daerah Kabupaten Kampar yang berdiam di bagian pedalaman dan daerah lain yang berdekatan seperti Kotamadya Pekanbaru (Fauzi 1982 in Siregar 1989).
10
3. METODE PENELITIAN 3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai bulan November 2009
di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dan tim peneliti pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Penentuan titik sampling didasarkan pada informasi banyaknya ikan belida yang tertangkap oleh nelayan di lokasi tersebut. Ikan yang tertangkap diawetkan dengan alkohol absolut, kemudian sampel dibawa untuk dianalisis di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
1 45'
Peta Lokasi Penelitian Sungai Kampar Provinsi Riau
Keterangan : Stasiun Sungai Pantai Batas WS Bengkalis Indragiri Kampar Reteh Rokan Siak
0 30'
RANTAU BARU
LANGGAM WADUK KUTO PANJANG
1 SUNGAI TESO
3 2
4 5 Kuala Tolam
Inset
0 45'
Sumber : BRPPU Palembang
100 15'
101 30'
102 45'
Gambar 2. Lokasi penelitian
104
11 Stasiun Waduk Kuto Panjang memiliki tipe substrat berpasir dan terdapat pohon yang sudah mati. Stasiun Sungai Teso perairannya berwarna coklat, memiliki substrat berpasir, dan di tepi sungai terdapat banyak tumbuhan. Untuk stasiun Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam tipe substratnya berlumpur dan warna perairan agak kecoklatan (Lampiran 1). Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Kampar selama penelitian di kelima stasiun pengambilan ikan contoh secara umum dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2.
Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar
Parameter
Kisaran Satuan
WD
ST
LG
RB
KT
A. Fisika 1. Suhu air
oC
28,0-33,0
26,6-29,8
27,7-31,5
25,8-29,6
29-31,9
2. Kedalaman
m
4,1-9,3
0,2-4,6
3,0-19,7
1,2-6,9
4,1-6,1
3. Kecerahan
cm
9,0-20,0
9,9-16,5
40,0-53,3
21,7-48,0
27,5-65,8
1. DO
mg/l
5,5-7,3
7,6-7,9
2,3-3,5
2,4-7,9
3,6-7,4
2. pH
unit
6,5-8,6
5,0-8,0
5,5-6,9
5,0-6,6
5,0-6,6
B. Kimia
Keterangan: WD: Waduk Koto Panjang; ST: Sungai Teso; LG: Langgam; RB: Rantau Baru; KT: Kuala Tolam
3.2.
Metode Kerja
3.2.1. Pengambilan ikan contoh Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2009 di lima lokasi sampling. Pengambilan sampel ikan belida dilakukan oleh nelayan lokal dan juga tim peneliti menggunakan alat tangkap pancing dan lukah pada stasiun Sungai Teso, serok pada stasiun Rantau Baru, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang (Lampiran 2). Ikan yang tertangkap dibawa ke daratan dan langsung diukur panjang dan bobotnya. Panjang ikan diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm, sedangkan bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gram. Ikan kemudian ditandai dengan Tagging Dynamo Machine berdasarkan stasiun penangkapan. Kemudian tubuh ikan belida diawetkan dengan larutan alkohol 5%, 10%, 20%, 50%, 70% secara gradual agar alkohol meresap ke dlam tubuh ikan
12 sehingga bagian dalam tubuh ikan tidak hancur. Selanjutnya ikan belida di analisa karakter morfometrik, meristik, dan fluktuasi asimetrik di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2.2. Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan di laboratorium adalah alat bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm, electronic digital caliper dengan ketelitian 0,01 mm, dan tissue (Lampiran 3). Bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan belida, alkohol, formalin 5% untuk mengawetkan insang dan aquades. Dalam pengerjaannya ikan yang telah diawetkan dicuci terlebih dahulu, kemudian diukur karakter morfometriknya menggunakan penggaris dan electronic digital caliper dan dihitung karakter meristiknya secara manual. Penentuan karakter morfometrik-meristik dilakukan berdasarkan morfologi ikan. Galman (1987) in Brojo (1999) menentukan 12 karakter morfometrik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) sedangkan Priyanie (2006) in Widiyanto (2008) menentukan 34 karakter morfometrik dan 13 karakter meristik pada ikan kurisi (Pristipomoides filamentosus). Hal ini menandakan tidak adanya standar tetap dalam penentuan jumlah karakter morfometrik-meristik yang akan diukur maupun dihitung pada tiap spesies ikan melainkan disesuaikan dengan morfologi ikan. Pada penelitian ini ditentukan 25 karakter morfometrik dan meristik yang didasarkan pada morfologi ikan. Karakter meristik yang dihitung dan morfometrik yang diukur dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 serta pada tabel 3. Tabel 3. Karakter morfometrik dan meristik No
Karakter
Abreviation
Keterangan
1
Panjang standar (Standard length)
SL
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan pangkal ekor
2
Jarak ke operculum kedua (Distance to second operculum)
DSO
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan operculum kedua
3
Panjang hidung (Snout length)
SNL
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan lubang hidung
4
Lebar kepala (Head width)
HW
Jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup insang pada kedua sisi kepala
13 5
Lebar antar mata (Interorbital width)
IOW
Jarak lurus antara kedua mata
6
Rahang atas (Upper jaw mouth)
UJM
Jarak dari ujung terdepan mulut bagian atas dengan ujung terbelakang tulang rahang atas
7
Rahang bawah (Lower jaw mouth)
LJM
Jarak dari ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terbelakang tulang rahang bawah
8
Panjang pectoral (Pectoral length)
PTL
Jarak dari ujung kepala sampai operculum pertama
9
Diameter mata (Eye diameter)
ED
Panjang garis tengah rongga mata
10
Panjang sebelum sirip pectoral (Prepectoral fin length) Panjang sebelum sirip ventral (Prepelfiv length)
PPFL
Jarak antara ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terdepan dari sirip pectoral
PPL
Panjang prepelfiv, jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip ventral
12
Panjang sebelum sirip anal (Pre-anal length)
PAL
Jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip anal
13
Lebar mulut (Mouth width)
MW
Bukaan mulut paling lebar, jarak antara sudut sisi kiri dan kanan mulut
14
Lebar tubuh (Body width)
BW
Jarak paling lebar sisi kanan dan kiri tubuh ikan
15
Panjang sirip pectoral (Pectoral fin length)
PFL
Jarak antara ujung sirip pectoral dengan pangkal sirip pectoral
16
Panjang sirip ventral (Pelvic fin length)
PEFL
Jarak antara ujung sirip ventral dengan pangkal sirip ventral
17
Panjang sirip dorsal (Dorsal fin length)
DFL
Jarak tertinggi antara ujung sirip dorsal dengan dasar sirip dorsal
18
Jumlah duri ventral (Number of ventral spines)
NVS
Jumlah duri-duri pada bagian ventral di dekat kepala
19
Jumlah jari-jari sepanjang sirip anal (Number of anal fin length rays) Jumlah jari-jari sirip pectoral (Number of pectoral fin rays) Jumlah jari-jari sirip dorsal (Number of dorsal fin rays) Tinggi kepala (Head depth)
NAFL
Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip anal
NPF
Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip pectoral
NDF
Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip dorsal
HD
Panjang garis tegak antara pangkal kepala bagian atas dengan pangkal kepala bagian bawah
23
Lebar sirip anal (Anal fin width)
AFW
24
Panjang kepala (Head length)
HL
Jarak antara ujung mulut dan ujung operculum terakhir
25
Tinggi badan (Body depth)
BD
Jarak lurus terpanjang antara bagian atas dan bawah tubuh ikan
11
20 21 22
Ukuran paling lebar sirip anal
14
Gambar 3. Karakter morfologi ikan tampak samping
Gambar 4. Karakter morfologi ikan tampak atas
14
15 Untuk fluktuasi asimetrik, karakter morfometrik dan meristik bilateral yang diukur dan dihitung yaitu : 1. Lengkung insang terluar (Tapis insang) 2. Jari-jari sirip dada 3. Diameter mata (Diameter Panjang dan Lebar mata)
3.3.
Analisis Data Selang kelas panjang ditentukan berdasarkan Walpole (1995). Banyaknya
selang kelas ditentukan oleh rumus k = 1 + 3,322 log n (n adalah banyaknya data panjang total yang diukur).
Wilayah data adalah selisih antara ukuran ikan
terpanjang dengan terpendek sedangkan lebar selang kelas ditentukan dengan membagi wilayah data dengan banyaknya selang kelas. Pembandingan besarnya keragaman
morfologis
antar
lokasi
dilakukan
secara
deskriptif
dengan
membandingkan rata-rata koefisien keragaman (CV). Data morfometrik dan meristik yang berasal dari metode pengukuran konvensional dianalisis menggunakan program Statistica 6.0. Untuk melihat penyebaran karakter dilakukan dengan Analisis Komponen Utama (PCA) dan Analisis Canonical, untuk melihat keeratan korelasi dengan Analisis Diskriminan. Data bobot tidak disertakan dalam analisis ini. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh akibat perbedaan ukuran sampel (Heales Polzin & Staples 1995 in Imron 1998). Karakter yang mempunyai hubungan korelasi yang dekat dapat dianggap memiliki sifat-sifat yang sama ataupun berlawanan (Rachmawati 1999). Untuk meminimalisir pengaruh perbedaan ukuran sampel, maka sebelum dilakukan analisis, seluruh hasil pengukuran panjang pada tubuh ikan yang merupakan karakter morfometrik distandarisasikan ke dalam bentuk persentase panjang standar.
3.3.1. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Komponen Utama merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan sebagian besar informasi yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil analisis dari program PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian
16 besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah (Sartono et al. 2003). Dari hasil analisis akan didapat suatu matriks data yang nilai-nilainya menunjukkan seberapa dekat suatu karakter memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Dari hasil analisis pula akan didapat penurunan satuan suatu karakter akan diikuti oleh peningkatan satuan dari karakter yang lain (Dewi 2005 in Widiyanto 2008). Selain itu, hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat
digunakan
untuk
menentukan banyaknya
pengelompokkan secara
sederhana.
3.3.2. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah teknik analisis untuk mendeskripsikan, mengelompokkan dan membandingkan grup individu yang dikarakteristikkan oleh sejumlah variabel kuantitatif (Bengen 2000). Pada analisis diskriminan kita dihadapkan dengan dua permasalahan, yaitu : a.
Mendefinisikan variabel-variabel yang dapat membedakan dengan baik grupgrup individu yang terbentuk.
b.
Mengenal karakteristik individu yang tidak terklasifikasi dan menemukan grupnya. Tujuan penggunaan analisis ini antara lain, untuk menguji apakah terdapat
perbedaan nyata antar beberapa grup yang ditentukan oleh sejumlah variabel kuantitatif
dan
mendeterminasi
variabel-variabel
yang
paling
mengkarakteristikkan perbedaan-perbedaan.
3.3.3. Analisis Kelompok (Cluster) Analisis kelompok dimaksudkan untuk mengelompokkan ikan belida dari setiap stasiun ke dalam kelompok masing-masing dari sejumlah variabel atau karakter yang dianalisis. Teknik ini ditujukan untuk membentuk kelompokkelompok individu yang memiliki karakteristik sama (Bengen 2000). Pada prinsipnya analisis ini menggunakan pengukuran jarak Euclidean.
17 3.3.4. Indeks Fluktuasi Asimetri Pendekatan persentase asimetri dan fluktuasi asimetri dilakukan dengan cara menghitung dan membandingkan karakter morfometrik dan meristik bilateral pada sisi kiri dan kanan setiap individu ikan uji (Nurhidayat 2000). Karakter morfometrik bilateral yang diamati adalah diameter panjang dan lebar mata, sedangkan karakter meristik bilateral yang diamati adalah jumlah jari-jari sirip dada dan tapis insang pada lengkung insang bagian luar. Hasil perhitungan selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai fluktuasi asimetrinya, baik besaran maupun bilangan, dengan rumus yang dikemukakan Leary et al. (1985) sebagai berikut :
FAn
(Zi) n
FAm
( Xi Yi) n
Keterangan : FAn FAm Xi Yi Zi n
= fluktuasi asimetri bilangan = fluktuasi asimetri besaran = Jumlah karakter sisi kiri = Jumlah karakter sisi kanan = Jumlah individu asimetri untuk ciri meristik tertentu = Jumlah seluruh sampel yang diamati Dari masing-masing karakter yang diamati dapat dicari nilai fluktuasi
asimetri gabungan (Overall). Fluktuasi asimetri gabungan merupakan hasil penjumlahan nilai fluktuasi asimetri dari semua karakter morfometri dan meristik bilateral yang diamati. Rumus : FAgab = FAn + Fam Keterangan : FAgab = fluktuasi asimetri gabungan FAn = fluktuasi asimetri bilangan FAm = fluktuasi asimetri besaran
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida Jumlah ikan belida yang diperoleh di beberapa lokasi penangkapan ikan
belida selama penelitian sebanyak 45 ekor. Ikan uji kemudian diberi kode berdasarkan stasiun atau lokasi penangkapan, yaitu KT untuk lokasi Kuala Tolam, RB untuk lokasi Rantau Baru, LG untuk lokasi Langgam, ST untuk lokasi Sungai Teso, dan WD untuk lokasi Waduk Kuto Panjang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan belida pada setiap lokasi pengambilan ikan berbeda-beda, sehingga menyebabkan perbedaan hasil tangkapan pada setiap lokasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh distribusi alami dari ikan tersebut. Pada stasiun Sungai Teso menggunakan alat tangkap pancing dan lukah, pada stasiun Rantau Baru menggunakan serok, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang. Jumlah tangkapan ikan belida selama penelitian berdasarkan stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan Stasiun Hasil tangkapan
Total
Kuala Tolam
Langgam
Rantau Baru
Sungai Teso
4
8
19
5
Waduk Kuto Panjang
9
Jumlah hasil tangkapan ikan belida tertinggi berasal dari lokasi Rantau Baru sebanyak 19 ekor sedangkan jumlah tangkapan terendah berasal dari Kuala Tolam yaitu 4 ekor. Menurut Kaswadji et al. (1995) in Rosita (2007), perbedaan hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perbedaan jumlah upaya tangkapan (effort), tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan ikan itu sendiri. Dari hasil pada tabel 4 di atas dapat diduga bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah ikan d stasiun Rantau Baru dipengaruhi oleh alat tangkap. Ikan belida merupakan ikan yang berenang lambat, sehingga mudah tertangkap oleh alat tangkap serok. Selain itu, stasiun Rantau
19 Baru mempunyai karakteristik habitat yang disukai ikan belida yaitu perairan sungai yang banyak terdapat tempat berlindung seperti ranting-ranting kayu, karena tempat semacam ini bermanfaat pula untuk menempelkan telur-telurnya. Disamping itu, ikan belida juga menyenangi perairan yang banyak terdapat hutannya, misalnya hutan rawang, dimana ikan-ikan kecil yang merupakan makanan utama bagi ikan belida banyak juga berlindung di daerah tersebut (Adjie dan Utomo 1994). Menurut Effendie (1997) suatu spesies di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan makanan. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Shaklee dan Tamaru (1981) in Rizal (2005) menyatakan bahwa perbedaan populasi sering ditandai dengan adaptasi lingkungan dan variabel biologis yang menandai masing-masing lokasi. Ukuran panjang standar ikan belida yang berhasil ditangkap cukup beragam. Beragamnya ukuran ikan yang tertangkap dapat disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang berbeda dan kemampuan tangkap yang berbeda. Ikan belida yang tertangkap memiliki kisaran panjang standar antara 28,24 – 81,00 cm. Untuk mengetahui distribusi frekuensi panjang standar ikan belida, maka panjang standar
Frekuensi (ekor)
dikelompokkan ke dalam 6 selang kelas dengan lebar kelas 8,79 cm. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Selang kelas panjang standar (cm)
Gambar 5.
Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang standar
Berdasarkan histogram selang kelas ukuran di atas, ikan belida paling banyak tertangkap pada selang ukuran 37,04 – 45,83 cm yaitu sebanyak 16 ekor dan pada selang ukuran 45,84 – 54,62 cm yaitu sebanyak 12 ekor. Sedangkan jumlah
20 tangkapan yang paling sedikit terdapat pada selang ukuran 72,22 – 81,00 cm yaitu sebanyak 2 ekor dan 28,24 – 37,03 cm yaitu sebanyak 1 ekor. Dari histogram di atas, walaupun jumlah tangkapan paling sedikit terdapat pada selang 28,24 – 37,03 cm, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran ikan belida maka semakin kecil frekuensi ikan belida yang tertangkap. Menurut Soumakil (1996) in Makmur (2003) ukuran ikan berbanding terbalik dengan jumlahnya, semakin besar ukuran ikan jumlah tangkapan cenderung semakin sedikit begitu juga sebaliknya. Tabel 5. Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun stasiun Panjang (X + SD) Berat (X + SD) (cm) (gram) KT 42.74 - 68.61 623.21 - 3608.79 LG 43.83 - 61.90 574.51 - 1687.99 RB 38.38 - 51.60 440.42 - 1390.58 ST 34.55 - 62.06 46.01 - 2393.99 WD 53.10 - 72.19 1151.59 - 3970.63 Untuk distribusi panjang dan berat ikan dapat dilihat pada tabel 5. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kisaran distribusi ukuran ikan terbesar baik panjang maupun berat berada pada stasiun Waduk Kuto Panjang, yaitu dengan kisaran panjang 53,10 – 72,19 cm dan berat 1151,59 – 3970,63 gram. Dilihat dari hasil tersebut dapat diduga bahwa stasiun Waduk Kuto Panjang mempunyai karakteristik habitat yang baik dan terdapat ketersediaan makanan yang cukup untuk pertumbuhan ikan belida baik panjang maupun berat. Menurut Effendie (1997), besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia di perairan tersebut. Kemudian, adanya makanan yang tersedia dalam perairan amat dipengaruhi pula oleh kondisi biotik (jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudah atau tidaknya mendapatkan makanan, lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut) dan abiotik (suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan) yang terdapat di dalam lingkungan.
4.2.
Sebaran Populasi dan Karakter
4.2.1. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Komponen Utama (AKU) atau Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk mereduksi banyaknya peubah (variabel) yang digunakan dalam
21 sejumlah data hingga mendapatkan suatu komponen utama yang dapat menggambarkan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total yang terkandung di dalam sejumlah variabel. Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dari 45 spesimen dan 20 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 37,44% dan 10,70% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 48,14% sedangkan hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter meristik dari 45 spesimen dan 4 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 42,15% dan 24,10% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 66,25%. Karena total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama dari hasil PCA karakter morfometrik maupun meristik sangat kecil, maka kedua komponen utama tersebut tidak mampu memberikan atau mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur, sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Dengan demikian, sebaran populasi dan karakter ikan belida diolah lebih lanjut menggunakan analisis diskriminan untuk menentukan karakter morfometrik dan meristik dominan yang paling berpengaruh dalam persebaran populasi ikan belida di Sungai Kampar.
4.2.2. Analisis Diskriminan a. Sebaran Karakter Morfometrik Sebaran karakter morfometrik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan atas dan kiri atas garis axis Y, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kiri bawah garis axis Y, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X. Sebaran karakter morfometrik kelima
22 populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 6.
Root 1 vs. Root 2 6 5 4
Root 2
3 2 1 0 -1 -2 -3 -6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
KT LG RB ST WD
Root 1
Gambar 6. Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Pada grafik hasil analisis karakter morfometrik, terlihat bahwa terjadi pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Adanya daerah himpitan dari kelima pengelompokan ikan belida yang diamati menunjukkan bahwa ikan belida tersebut berasal dari sumber genetik induk yang sama yang mengalami perubahan akibat adanya perbedaan lingkungan masing-masing populasi (Saputra, 2005). Menurut Mayr (1970) in Wibowo et al. (2007) terbentuknya beberapa kelompok populasi pada ikan belida pada lokasi studi, diduga disebabkan karena faktor lingkungan dan genetik. Populasi ikan belida yang dahulu merupakan satu populasi, kemudian menjadi populasi yang terpisah dan terisolasi di antara Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa karena naiknya permukaan air laut. Populasi yang terisolasi kemudian mengalami perubahan genotip dan atau fenotip, khususnya sifat adaptif yang berkembang melalui seleksi alam yang berbeda sebagai respon kondisi lingkungan yang berbeda pada daerah yang secara geografi terpisah.
23 Selanjutnya pengaruh lingkungan, seleksi dan genetik pada tahap ontogeny individu menyebabkan perbedaan morfometrik di dalam suatu spesies (Poulet et al. 2005 in Wibowo et al. 2007). Berdasarkan hasil analisis diskriminan didapatkan 13 karakter morfometrik dominan yang berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis dan secara signifikan memberikan kontribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati. Karakter tersebut yaitu PAL (Preanal length), MW (Mouth width), UJM (Upper jaw mouth), ED (Eye diameter), HW (Head width), BW (Body width), PEFL (Pelvic fin length), PPFL (Prepectoral fin length), BD (Body Depth), SNL (Snout length), PPL (Prepelfiv length), HL (Head length), DSO (Distance to second operculum). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter morfometrik (Lampiran 4), didapatkan hasil bahwa karakter yang memberikan kostribusi paling besar adalah PEFL (Pelvic fin length). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel.
b. Sebaran Karakter Meristik Sebaran karakter meristik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan Kiri bawah garis axis Y, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 7. Adanya variasi karakter meristik ini dapat terjadi karena umur dan ukuran sampel ikan belida bervariasi. Bailey dan
24 Gosline (1995) menyatakan bahwa perbedaan meristik diantara populasi ikan mungkin saja dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan, atau keduanya. Berbagai penelitian telah mengidentifikasi perbedaan karakter meristik karena pengaruh lingkungan seperti cahaya, temperatur dan kandungan oksigen terlarut dari periode pembuahan sampai pembukaan telur (Tanning, 1955 in Wibowo et al. 2007). Fowler (1970) in Wibowo et al. (2007) menambahkan perubahan karakter meristik mungkin saja terjadi selama perkembangan awal yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, cahaya dan substansi terlarut.
Root 1 vs. Root 2 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 Root 2
1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 -2.5 -5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
KT LG RB ST WD
Root 1
Gambar 7. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan Walaupun terdapat variasi karakter meristik, pada gambar 7 tidak terlihat adanya pengelompokan populasi yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Hadie et al. (2002) menyatakan bahwa ukuran bagian tubuh tertentu perkembangannya tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan beberapa ukuran tubuh lainnya berkembang sesuai dengan stress lingkungan di tempat hidupnya. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa di setiap lokasi, variabel tertentu tumbuh dalam laju yang berbeda yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini persamaan ukuran variabel merupakan
25 gejala percampuran antar masing-masing lokasi melalui percampuran gen masa lalu (Rizal 2005). Menurut Strauss dan Bond (1990) terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan katrakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur. Berdasarkan hasil analisis diskriminan 4 karakter meristik didapatkan 3 karakter meristik dominan yang secara signifikan memberi konstribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati dan berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis, yaitu NVS (Number of ventral spines), NPF (Number of pectoral fin rays) dan NDF (Number of dorsal fin rays). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter meristik (Lampiran 4), didapatkan hasil
bahwa karakter yang memberikan
kostribusi paling besar adalah NDF (Number of dorsal fin rays). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel.
c. Keeratan Korelasi dan Klasifikasi Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel-variabel yang ada. Analisis korelasi dilakukan bila data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel dan perlu untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel itu terjadi (Sudjana 1986 in Suci 2007). Nilai koefisien korelasi dapat berkisar dari -1,00 sampai 1,00. Nilai -1,00 menyatakan korelasi negatif yang sempurna, sementara nilai 1,00 merupakan korelasi positif yang sempurna. Nilai 0,00 menyatakan kurangnya korelasi. Berdasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik kelima populasi yang diamati terdapat variasi korelasi, baik korelasi positif, korelasi negatif, maupun kurangnya korelasi. Nilai korelasi positif tertinggi pada pada populasi ikan belida secara keseluruhan diperoleh antara PAL (Pre-anal length) dengan PPL (Prepelfiv length) dengan korelasi sebesar 0,95 dan korelasi positif terendah antara SNL (Snout length) dengan PEFL (Pelvic fin length), PAL (Pre-anal length) dan BW (Body width) dengan AFW (Anal fin width) dengan korelasi sebesar 0,01. Nilai korelasi negatif
26
Tabel 6. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida DSO
SNL
HW
IOW
UJM
LJM
PTL
ED
PPFL
PPL
PAL
BW
PFL
PEFL
DFL
HD
AFW
HL
BD
DSO
1.00
SNL
0.17
1.00
HW
0.21
0.08
1.00
IOW
0.34
0.67
0.12
1.00
UJM
0.79
0.11
0.20
0.24
1.00
LJM
0.48
0.28
0.22
0.34
0.66
1.00
PTL
0.78
0.33
0.24
0.40
0.75
0.67
1.00
ED
0.21
0.47
0.10
0.67
0.20
0.22
0.20
1.00
PPFL
0.76
0.38
0.23
0.42
0.72
0.51
0.75
0.22
1.00
PPL
0.59
0.35
0.11
0.56
0.55
0.48
0.54
0.44
0.52
1.00
PAL
0.54
0.23
0.04
0.46
0.50
0.44
0.49
0.43
0.47
0.95
1.00
BW
0.37
0.36
0.14
0.15
0.30
0.37
0.49
-0.01
0.51
0.12
0.11
1.00
PFL
0.56
0.24
0.00
0.31
0.52
0.33
0.57
0.23
0.55
0.44
0.42
0.17
1.00
PEFL
0.25
0.01
0.24
0.17
0.08
-0.15
0.16
-0.06
0.39
0.13
0.11
0.19
0.24
1.00
DFL
0.30
0.15
-0.26
0.13
0.28
0.14
0.33
0.32
0.22
0.28
0.31
0.16
0.63
0.00
1.00
HD
0.39
0.45
-0.04
0.27
0.38
0.37
0.45
0.04
0.56
0.29
0.25
0.37
0.42
0.32
-0.06
1.00
-0.06
-0.08
0.35
0.23
-0.03
0.27
0.17
0.02
-0.06
-0.02
0.01
0.01
-0.06
0.02
-0.21
-0.20
1.00
HL
0.86
0.21
0.32
0.32
0.81
0.51
0.74
0.27
0.81
0.57
0.53
0.35
0.56
0.36
0.18
0.57
-0.13
1.00
BD
0.09
-0.30
0.16
-0.11
0.11
-0.08
0.00
-0.30
-0.18
0.08
0.07
-0.08
0.19
0.08
-0.11
-0.04
0.23
0.13
1.00
MW
0.36
0.53
0.31
0.40
0.42
0.51
0.54
0.16
0.55
0.21
0.13
0.47
0.27
-0.17
0.02
0.32
0.13
0.34
-0.20
AFW
MW
1.00
26
27 tertinggi diperoleh antara SNL (Snout length) dan ED (Eye diameter) dengan BD (Body Depth) dengan korelasi sebesar -0,30 dan korelasi negatif terendah antara ED (Eye diameter) dengan BW (Body width) dengan korelasi sebesar -0,01. Serta terdapat karakter dengan korelasi 0,00 yaitu antara HW (Head width) dengan PFL (Pectoral fin length), BD (Body Depth) dengan PTL (Pectoral length) dan PEFL (Pelvic fin length) dengan DFL (Dorsal fin length). Nilai korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah diantara kedua karakter tersebut. Jika pada salah satu karakter terjadi pertambahan maupun pengurangan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi positif dengan karakter tersebut juga akan bertambah maupun berkurang ukuran panjangnya. Sedangkan nilai korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan diantara kedua karakter yang berkorelasi tersebut. Jika salah satu karakter mengalami pertambahan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi negatif dengan karakter tersebut akan mengalami pengurangan ukuran panjang, demikian juga sebaliknya (Hadi 1976 in Suci 2007). Brojo (1999) menyatakan bahwa keeratan korelasi positif maupun negatif dapat menunjukkan karakter tersebut dapat diwakili oleh salah satu karakter yang berkorelasi tinggi. Korelasi positif menurut Rachmawati (1999), menunjukan adanya karakter yang berhubungan erat atau suatu karakter bergantung pada karakter yang lain. Matrik
korelasi karakter
morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 7. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan Asal
Klasifikasi
lokasi KT jumlah
LG %
RB
ST
WD
Total
jumlah
%
jumlah
%
jumlah
%
jumlah
%
jumlah
%
KT
3
75
0
0
1
25
0
0
0
0
4
100
LG
6
75
0
0
0
0
0
0
2
25
8
100
RB
18
95
0
0
0
0
0
0
1
5
19
100
ST
4
80
0
0
0
0
0
0
1
20
5
100
WD
9
100
0
0
0
0
0
0
0
0
9
100
Tabel 7 menunjukkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan yang terbentuk, hal ini mengindikasikan seberapa besar model diskriminan yang ada dapat mengklasifikasi sampel uji. Pada data awal 4 sampel ikan yang berasal dari Kuala
28 Tolam (KT), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 3 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Kuala Tolam (KT) sedangkan 1 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Rantau Baru (RB). Pada data awal 8 sampel ikan yang berasal dari Langgam (LG), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 6 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Langgam (LG) sedangkan 2 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 19 sampel ikan yang berasal dari Rantau Baru (RB), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 18 (95%) spesimen tetap berada pada kelompok Rantau Baru (RB) sedangkan 1 (5%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 5 sampel ikan yang berasal dari Sungai Teso (ST), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 4 (80%) spesimen tetap berada pada kelompok Sungai Teso (ST) sedangkan 1 (20%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Sedangkan pada data awal 9 sampel ikan yang berasal dari Waduk Kuto Panjang (WD), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 9 (100%) spesimen tetap teridentifikasi berada pada kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Total ketepatan klasifikasi model diskriminan yang terbentuk sebesar 89 % (Lampiran 5). Dengan demikian model diskriminan yang terbentuk memiliki ketepatan tingkat prediksi yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasi sampel ikan belida. Dalam pengklasifikasian berdasarkan fungsi diskriminan yang diperoleh menerangkan bahwa seluruh sampel ikan belida dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok populasi yang ada. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan karakter morfologis yang jelas dari kelima populasi ikan belida di Sungai Kampar. Hal ini dapat diduga terjadi akibat adanya persamaan dan perbedaan kondisi ekologis maupun geografis antara kelima lokasi pengambilan ikan belida.
4.3.
Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Analisis Kelompok atau juga sering disebut analisis jarak genetik digunakan
untuk melihat jauh dekatnya matrik jarak genetik dari masing-masing populasi ikan yang diamati (Hidayat 2007). Analisis kelompok bertujuan untuk membentuk kelompok-kelompok individu atau populasi yang memiliki karakteristik yang
29 sama (Bengen 2000). Jarak genetik diantara populasi ikan belida terbentuk berdasarkan matriks Jarak Mahalanobis yang didapat dari hasil analisis diskriminan (Lampiran 5). Semakin kecil jarak antar dua variabel, maka semakin dekat kemiripan antar variabel satu sama lain. Tree Diagram for 5 Cases Complete Linkage Euclidean distances
KT
RB
LG
ST
WD
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
Linkage Distance
Gambar 8. Jarak kelompok ikan belida
Berdasarkan hasil analisis jarak kelompok terlihat bahwa pada dasarnya kelima populasi ikan belida cenderung memiliki kemiripan karakter morfometrik karena nilai matriks jarak berkisar antara 0,63 – 2,86. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi yang digunakan merupakan kelompok populasi yang mempunyai jarak genetik yang dekat, berasal dari populasi dengan sumber genetik yang hampir sama. Bila melihat hasil dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean yang terbentuk, terlihat bahwa terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri ataupun dekat dengan keduanya. Hasil ini diduga disebabkan adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Defira (2004) menyatakan bahwa karakter morfologi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Faktor
30 lingkungan selain banyak berpengaruh terhadap fisiologi ikan, juga mempengaruhi variasi morfologi ikan. Variasi morfologi ini dapat terjadi pada individu-individu dalam satu spesies yang hidup dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya variasi morfologi adalah faktor fisik, terutama arus (Nuryanto 2001). Pada stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) memiliki karakteristik substrat perairan yang berpasir. Sedangkan pada stasiun Rantau Baru (RB), Kuala Tolam (KT), dan Langgan (LG) memiliki karakteristik substrat perairan yang berlumpur, akan tetapi pada stasiun Langgam (LG) yang merupakan bagian tengah sungai memiliki kedalaman ratarata yang lebih dalam atau besar dibandingkan dengan keempat stasiun lainnya. Adanya perbedaan dan kesamaan karakteristik substrat dan kedalaman di kelima stasiun tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan kesamaan kecepatan arus pada lima stasiun pengamatan. Dari uraian tersebut dapat diduga bahwa stasiun WD dengan ST dan RB dengan KT memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif sama serta memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda pada kelompok stasiun WD dan ST dengan RB dan KT. Sedangkan stasiun LG memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda dengan kedua kelompok tersebut. Maka, adanya variasi ukuran beberapa bagian atau karakter pada ikan belida yang sebenarnya satu spesies, diduga sebagai variasi yang merupakan hasil adaptasi terhadap kondisi lingkungan perairan seperti substrat dasar sungai, kedalaman, dan lebar sungai yang dapat menyebabkan adanya perbedaan kecepatan arus di kelima lokasi pengambilan ikan belida. Menurut Ehlinger (1991) in Nuryanto (2001) variasi bentuk dan ukuran pada ikan dapat dihasilkan oleh pengaruh lingkungan, terutama arus. Lowe-McConnell (1975) in Nuryanto (2001) menyatakan bahwa peningkatan keragaman tubuh ikan ditentukan oleh penurunan kemiringan dasar sungai dan kenaikan arus air. Turan et al. (2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan fenotip pada ikan. Sifat plastisitas yang dimiliki ikan membuat mereka dapat memberi tanggapan secara adaptif pada perubahan lingkungan dan kondisi lingkungan yang ada dengan cara melakukan modifikasi fisiologi dan perilaku mereka. Hal ini akan membawa perubahan morfologi, reproduksi atau kemampuan bertahan hidup yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Jawad 2001). Selain itu, adanya tingkat isolasi yang cukup dengan wilayah geografis yang
31 terbatas juga dapat menghasilkan perbedaan morfologi, meristik dan genetik yang nyata di antara stok atau populasi dalam spesies yang sama karena tidak adanya aliran gen di antara populasi tersebut (Turan et al. 2004). Seleksi alam juga memberikan konstribusinya, ketika terjadi isolasi sempurna perbedaan genetik diantara populasi sejalan dengan waktu akan terbentuk (Jawad 2001).
4.4.
Keragaman Karakter Morfometrik dan Meristik Keragaman karakter morfometrik dan meristik dinyatakan dalam bentuk
koefisien keragaman (CV) setiap populasi dan koefisien keragaman rata-rata seluruh karakter. Nilai-nilai karakter morfometrik dan meristik yang meliputi ratarata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) disajikan pada lampiran 9.
4.4.1. Keragaman Karakter Morfometrik Karakter morfometrik dengan keragaman paling tinggi yaitu Standard length (SL) dan Body depth (BD) dengan masing-masing kisaran antara 41,43 - 125,48 dan 7,12 - 25,79. Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga bahwa keragaman karakter morfometrik dipengaruhi oleh ukuran ikan belida tersebut. Sehingga semakin beragam ukuran belida yang tertangkap, maka semakin besar nilai keragaman karakter morfometrik ikan tersebut. Sedangkan karakter morfometrik dengan keragaman paling rendah yaitu Eye diameter (ED) dengan kisaran antara 0,01 - 0,06. Nilai koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida (Chitala lopis) di setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 8. Dari tabel didapatkan hasil koefisien keragaman rata-rata dari setiap lokasi pengamatan. Koefisien keragaman (CV) rata-rata paling tinggi terdapat pada populasi Sungai Teso (11,87) diikuti oleh populasi Kuala Tolam (9,01), Waduk Kuto Panjang (6,88), Langgam (5,28), dan Rantau Baru (3,21). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum populasi Sungai Teso memiliki pola keragaman morfometrik paling tinggi di antara kelima stasiun pengamatan tersebut. Pola keragaman morfometrik kelima populasi dapat dilihat pada gambar 9.
32 Tabel 8.
Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida di setiap lokasi
Karakter Morfometrik
Kuala
Langgam
Rantau
Sungai
Waduk Kuto
Baru
Teso
Panjang
Tolam Standard length (SL)
125.48
71.44
41.43
151.38
80.97
Distance to second operculum (DSO)
4.81
4.27
2.45
9.26
5.14
Snout length (SNL)
0.15
0.26
0.05
0.04
0.24
Head width (HW)
0.52
0.23
0.19
0.52
0.44
Interorbital width (IOW)
0.10
0.03
0.02
0.11
0.08
Upper jaw mouth (UJM)
0.78
0.58
0.38
1.37
1.21
Lower jaw mouth (LJM)
1.14
0.65
0.46
1.04
1.91
Pectoral length (PTL)
2.83
2.12
1.84
4.81
3.22
Eye diameter (ED)
0.06
0.01
0.02
0.06
0.03
Prepectoral fin length (PPFL)
3.51
2.98
2.04
7.55
6.20
Prepelfiv length (PPL)
5.35
2.20
2.72
14.64
11.00
Pre-anal length (PAL)
5.12
4.00
3.05
17.91
8.31
Body width (BW)
1.23
0.92
0.73
1.29
0.88
Pectoral fin length (PFL)
1.78
1.21
0.92
2.47
1.42
Pelvic fin length (PEFL)
0.27
0.03
0.04
0.08
0.02
Dorsal fin length (DFL)
0.60
0.56
0.81
2.29
0.96
Head depth (HD)
1.83
1.84
0.39
0.64
1.64
Anal fin width (AFW)
1.01
0.32
0.36
1.03
0.44
Head length (HL)
6.59
5.28
2.30
8.56
6.08
Body depth (BD)
25.79
11.82
7.12
23.87
13.88
Mouth width (MW)
0.19
0.16
0.16
0.33
0.42
Rata-rata
9.01
5.28
3.21
11.87
6.88
100.00
CV
10.00 1.00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
0.10 0.01 0.00
karakter morfometrik KT
LG
RB
ST
WD
33 Keterangan : 1.Standard length (SL) 2.Distance to second operculum (DSO) 3.Snout length (SNL) 4.Head width (HW) 5.Interorbital width (IOW) 6.Upper jaw mouth (UJM) 7.Lower jaw mouth (LJM) 8.Pectoral length (PTL) 9.Eye diameter (ED) 10.Prepectoral fin length (PPFL) 11.Prepelfiv length (PPL) 12.Pre-anal length (PAL) 13.Body width (BW) 14.Pectoral fin length (PFL) 15.Pelvic fin length (PEFL) 16.Dorsal fin length (DFL) 17.Head depth (HD) 18.Anal fin width (AFW) 19.Head length (HL) 20.Body depth (BD) 21.Mouth width (MW).
Gambar 9. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis)
4.4.2. Keragaman Karakter Meristik Karakter meristik dengan keragaman paling tinggi yaitu Number of anal fin length (NAFL) dengan kisaran antara 16,75 – 33,85. Sedangkan karakter meristik dengan keragaman paling rendah yaitu Number of dorsal fin (NDF) dengan kisaran antara 0,11 - 0,25. Nilai koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida (Chitala lopis) di setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 9. Koefisien keragaman (CV) rata-rata paling tinggi terdapat pada populasi Rantau baru (10,61) diikuti oleh populasi Langgam (8,27), Kuala tolam (8,05), Waduk kuto panjang (7,11), dan Sungai teso (5,44). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum populasi Rantau baru memiliki pola keragaman meristik paling tinggi di antara kelima stasiun pengamatan tersebut. Pola keragaman meristik kelima populasi dapat dilihat pada gambar 10.
Tabel 9. Koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida di setiap lokasi Karakter Meristik
Kuala
Langgam
Tolam
Rantau
Sungai
Waduk
Baru
Teso
Kuto Panjang
Number of ventral spines (NVS)
13.50
4.86
7.82
2.16
2.10
Number of anal fin length rays
16.75
27.23
33.85
18.96
24.89
1.69
0.86
0.53
0.40
1.21
Number of dorsal fin rays (NDF)
0.25
0.11
0.24
0.24
0.25
Rata-rata
8.05
8.27
10.61
5.44
7.11
(NAFL) Number of pectoral fin rays (NPF)
34
100.00
CV
10.00
1.00 0
1
2
0.10
3
4
5
Karakter Meristik KT
LG
RB
ST
WD
Keterangan : 1. Number of ventral spines (NVS). 2. Number of anal fin length rays (NAFL). 3. Number of pectoral fin rays (NPF). 4. Number of dorsal fin rays (NDF).
Gambar 10. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) 4.5.
Analisis Indeks Fluktuasi Asimetri Nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan besaran (FAm) pada karakter
morfometrik dan meristik bilateral ikan belida dianalisis berdasarkan lokasi pengambilan ikan yang terdiri dari lima stasiun, yaitu Kuala Tolam (KT), Langgam (LG), Rantau Baru (RB), Sungai Teso (ST), dan Waduk Kuto Panjang (WD). Nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) merupakan perbandingan jumlah individu yang asimetri (sisi kiri dan kanan berbeda pada setiap karakter morfometrik dan meristik bilateral) dengan jumlah individu contoh ikan (Nurhidayat 2000).
a. Hasil Analisis Fluktuasi Asimerti Karakter Morfometrik Bilateral Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa karakter diameter mata panjang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter diameter mata lebar. Karakter diameter mata panjang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,50 – 1,00 sedangkan diameter mata lebar mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,25 – 1,00. Ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi untuk kedua karakter morfometrik bilateralnya dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun lainnya.
35
1.20 1.00
1.00
1.00
0.80 0.60
1.00 0.94
0.83
0.82 0.50
1.00
0.50
0.40 0.20
0.25
0.00 D.M. Panjang KT
Gambar 11.
LG
D.M. Lebar RB
ST
WD
Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter morfometrik bilateral
Dari hasil nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang tinggi, dapat dijelaskan bahwa diameter mata panjang dan lebar untuk sisi kiri dan kanan ikan belida pada kelima stasiun berbeda. Dengan asumsi bahwa nilai fluktuasi asimerti bilangan (FAn) merupakan perbandingan jumlah individu yang asimetri dengan jumlah sampel keseluruhan, maka semakin besar nilai fluktuasi asimerti bilangan (FAn) semakin besar pula jumlah individu dengan karakter sisi kiri dan kanan yang asimetri. Dari hasil fluktuasi asimerti bilangan (FAn) yang mencapai nilai 1,00 dapat diasumsikan bahwa dalam 100 sampel ikan, semua individu karakter sisi kiri dan kanannya asimetri.
0.05
0.04
0.04
0.03
0.03 0.02 0.01
0.02 0.01
0.01 0.01
0.02 0.02 0.02 0.01
0 D.M. Panjang KT
Gambar 12.
LG
D.M. Lebar RB
ST
WD
Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter morfometrik bilateral
Pada gambar 12 dapat dilihat bahwa karakter diameter mata lebar ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAm) yang lebih
36 tinggi dibandingkan dengan karakter diameter mata panjang. Karakter diameter mata panjang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,01 – 0,03 sedangkan diameter mata lebar mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,01 – 0,04. Pada karakter diameter mata panjang, nilai fluktuasi asimetri besaran ikan belida yang berasal dari stasium Langgam (LG) lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain. Sedangkan pada karakter diameter mata lebar, ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain.
b. Hasil Analisis Fluktuasi Asimerti Karakter Meristik Bilateral
0.75
0.80
0.63
0.60 0.40
0.53
0.50 0.32
0.25
0.20
0.60 0.63
0.20
0.13
0.00 J.J. Sirip Dada KT
LG
J. Tapis Insang RB
ST
WD
Gambar 13. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter Sirip Dada. Karakter Tapis Insang mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,53 – 0,75 sedangkan sirip dada mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,13 – 0,50. Ikan belida yang berasal dari stasiun Kuala Tolam (KT) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang lebih tinggi untuk kedua karakter morfometrik bilateralnya dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun lainnya. Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida yang dari kelima stasiun memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter Sirip Dada. Karakter Tapis Insang mengalami
37 fluktuasi asimetri berkisar antara 0,58 – 0,75 sedangkan sirip dada mengalami fluktuasi asimetri berkisar antara 0,13 – 0,38. Pada karakter sirip dada, nilai fluktuasi asimetri besaran ikan belida yang berasal dari stasium Waduk Kuto Panjang (WD) lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain. Sedangkan pada karakter tapis insang, ikan belida yang berasal dari stasiun Sungai Teso (ST) memiliki nilai fluktuasi asimetri besaran lebih tinggi dibandingkan ikan belida dari 4 stasiun yang lain.
1 0.58
0.6 0.4 0.2
0.80 0.75
0.75 0.75
0.8 0.38 0.25
0.2 0.13 0.16
0 J.J. Sirip Dada KT
LG
J. Tapis Insang RB
ST
WD
Gambar 14. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter meristik bilateral Secara keseluruhan karakter tapis insang mempunyai nilai fluktuasi asimetri yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter sirip dada. Hal ini bisa disebabkan oleh lebih beragamnya fungsi tapis insang dibandingkan dengan sirip dada. Tapis insang berperan dalam fungsi osmoregulasi, respirasi, metabolisme dan ekskresi bahan-bahan yang tidak berguna, sedangkan sirip dada hanya berfungsi untuk bergerak (berenang). Beragamnya fungsi insang tersebut mengakibatkan tapis insang lebih peka terhadap berbagai perubahan dalam proses perkembangannya (Nurhidayat 2000). Handoyo (2002) menyatakan tingginya nilai fluktuasi asimetri jumlah tapis insang dikarenakan faktor genetik, yaitu akibat organ tapis insang mendapat prioritas energi yang lebih kecil dalam perkembangannya sewaktu proses organogenesis dibandingkan dengan karakter meristik bilateral yang lain. Wilkins et al. (1995) pada pengamatan asimetri ikan salmon dan trout memperoleh hasil yang sama, yaitu nilai fluktuasi asimetri bilangan dan besaran karakter tapis insang (0,65 dan 0,86) lebih besar dari karakter sirip dada (0,32 dan 0,68). Demikian pula Sugiarto (1991) pada pengamatan asimetri ikan mas
38 mendapatkan hasil fluktuasi asimetri bilangan dan besaran karakter tapis insang (0,94 dan 1,94) lebih besar daripada karakter sirip dada (0,74 dan 0,80).
c. Hasil Analisis Fluktuasi Asimetri Gabungan (Overall) Nilai fluktuasi asimetri gabungan (overall) merupakan nilai asimetri keseluruhan kerakter morfometrik dan meristik bilateral untuk setiap nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) (Wagner 1996).
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
2.76
2.96
2.61 2.05
2.00
FAn gabungan KT
LG
RB
ST
WD
Gambar 15. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) overall 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
1.02
0.93
1.03
1.19
0.77
FAm gabungan KT
LG
RB
ST
WD
Gambar 16. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) overall Berdasarkan histogram di atas terlihat bahwa ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dan besaran (FAm) gabungan (overall) yang paling tinggi dibandingkan
39 dengan 4 stasiun lainnya. Sedangkan ikan belida yang berasal dari stasiun Kuala Tolam (KT) mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) gabungan yang paling rendah dibandingkan dengan 4 stasiun lainnya, dan stasiun Rantau Baru (RB)
mempunyai
nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) paling rendah
dibandingkan dengan 4 stasiun lainnya. Tingginya nilai fluktuasi asimetri ikan belida yang berasal dari stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) menunjukkan tingkat homozigositas yang semakin tinggi yang kemungkinan besar adalah sebagai akibat telah mengalami tekanan silang-dalam yang kuat. Tekanan silang dalam yang kuat dapat diakibatkan oleh perkawinan sekerabat dan penggunaan jumlah induk yang terbatas dalam pemijahan (Hardjamulia 1999). Fluktuasi asimetri semakin meningkat dengan meningkatnya homozigositas, hibridisasi, inbreeding, mutasi, kondisi fisik yang ekstrim, dan pencemaran atau kerusakan habitat (Palmer & Strobeck 1986, 1992; Leary & Allendorf 1989; Clarke, 1992; Leary et al. 1992; Muller & Swaddle 1997 in Vollestad et al. 1999). Secara keseluruhan fluktuasi asimetri gabungan karakter meristik dan morfometrik bilateral dari kelima stasiun pengamatan dengan nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang berkisar antara 2,00 – 2,96 dan nilai fluktuasi asimetri besaran (FAm) yang berkisar antara 0,77 – 1,19 menunjukkan nilai fluktuasi asimetri
yang
cukup
tinggi.
Nilai
tersebut
mengindikasikan
stabilitas
perkembangan yang rendah dan tingkat homozigositas yang tinggi akibat telah mengalami tekanan silang-dalam (Nurhidayat 2000). Adapun jika Melihat hubungan antara nilai rata-rata koefisien keragaman karakter morfometrik setiap stasiun dengan nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) dengan asumsi bahwa semakin tinggi nilai fluktuasi dan semakin rendah kosfisien keragaman maka populasinya semakin tidak sehat, begitu pula sebaliknya. Mengacu pada uraian diatas dapat diduga bahwa, pada stasiun Langgam, Rantau Baru dan Waduk Kuto Panjang kesehatan populasinya telah menurun. Hasil ini dapat dilihat pada nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang tinggi (gambar 15) dengan didukung oleh nilai koefisien keragaman yang rendah (tabel 8) dari ketiga stasiun tersebut. Sedangkan pada stasiun Kuala Tolam dan Sungai Teso dapat diduga bahwa kesehatan populasinya masih bagus. Hasil ini dapat dilihat pada nilai fluktuasi asimetri bilangan (FAn) yang rendah (gambar 15) dengan didukung oleh nilai koefisien keragaman yang tinggi (tabel 8) dari ketiga stasiun tersebut.
40 4.6.
Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Belida Secara Umum Pengelolaan sumberdaya merupakan upaya manusia untuk mengelola
sumberdaya ikan dengan tujuan untuk memanfaatkannya bagi masyarakat dan tetap mempertahankan kelestariannya. Ikan belida di alam sudah terancam kelestariannya akibat penangkapan yang tidak terkontrol (Kristanto dan Subagja 2008). Meningkatnya permintaan pasar terhadap ikan belida menyebabkan semakin tingginya kegiatan penangkapan dan penggunaan alat tangkap oleh nelayan. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi suatu spesies di alam yaitu terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya kerusakan lingkungan perairan dapat mengganggu pertumbuhan biota perairan terutama ikan. Dengan demikian perlu dibuat strategi pengelolaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kepunahan dan ikan belida dapat tetap lestari. Menurut Dahuri (1996), empat aspek berikut harus benar-benar diperlihatkan secara sungguh-sungguh dalam rangka pembangunan berkelanjutan, yaitu : (1) kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada lokasi yang secara ekologis sesuai tata ruang, (2) laju pemanfaatan sumberdaya pulih tidak melebihi potensi lestari, (3) laju pembuangan limbah ke lingkungan tidak melebihi kapasitas asimilasinya, dan (4) tidak merusak bentang alam. Banyak cara untuk mencegah kepunahan ikan, khusus untuk ikan belida, pendirian suaka perikanan, domestikasi, penebaran kembali, dan pengembangan budidaya menjadi alternatif tindakan pencegahan kepunahan yang strategis. Mengacu pada uraian di atas, serta dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka perlu adanya strategi pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar agar tidak merusak kelestarian ikan belida, antara lain : 1.
Melakukan penentuan ukuran ikan belida yang boleh ditangkap. Perlu adanya pembatasan penangkapan ikan belida matang gonad dan ikan yang masih berukuran kecil. Sebaiknya ikan belida yang ditangkap adalah ikan yang ukuran panjangnya di atas matang gonad agar ikan yang telah matang gonad diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan belida di alam tetap terjaga.
2.
Pengaturan musim dan daerah penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan belida sebaiknya tidak dilakukan pada musim pemijahan. Penutupan musim dan daerah penangkapan bertujuan untuk melindungi ikan belida muda dan
41 induk siap memijah, yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi secara keseluruhan. 3.
Mengatur jumlah upaya penangkapan atau laju eksploitasi dengan melakukan pembatasan penggunaan alat tangkap dan megatur ukuran alat tangkap, serta pengaturan lokasi dan posisi alat tangkap.
4.
Pembangunan suaka perikanan. Khususnya pada daerah pemijahan, menjadi penting dalam tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Pembangunan suaka perikanan akan memberi peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal di alam, sehingga dapat meningkatkan produksi perikanan sekaligus menjaga kelsetarian sumberdaya ikan.
5.
Domestikasi ikan belida. Domestikasi merupakan upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai keinginan. Proses domestikasi dilakukan dengan cara melakukan pemeliharaan ikan belida kecil yang berasal dari alam di wadah budidaya.
6.
Pengembangan budidaya. Berhasilnya upaya domestikasi dapat mendorong pengembangan budidaya sehingga tekanan penangkapan dapat berkurang, sehingga diharapkan populasi ikan belida dapat meningkat dan produksi ikan dapat cepat tercapai. Dengan meningkatnya produksi melalui kegiatan budidaya diharapkan penangkapan di alam dapat diminimalisir sehingga keberadaan sumberdaya ikan belida dapat tetap lestari. Agar upaya pengelolaan dapat diterapkan dan berjalan dengan baik, maka
perlu adanya kerjasama dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemerintah setempat.
42
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis karakter morfometrik, meristik dan fluktuasi
asimetrik di 5 stasiun pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan karakter morfometrik dan meristik kelima populasi ikan belida di setiap lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan terdapat pengelompokkan populasi di beberapa lokasi penelitian berdasarkan analisis diskriminan dengan sebaran karakter morfometrik individu kelima populasi saling berhimpitan antara satu populasi dengan populasi lainnya. Karakter morfometrik yang paling menentukan untuk membedakan morfologi ikan belida adalah PAL (Pre-anal length), MW (Mouth width), UJM (Upper jaw mouth), ED (Eye diameter), HW (Head width), BW (Body width), PEFL (Pelvic fin length), PPFL (Prepectoral fin length), BD (Body Depth), SNL (Snout length), PPL (Prepelfiv length), HL (Head length), DSO (Distance to second operculum). Sedangkan karakter meristik yang paling menentukan untuk membedakan morfologi ikan belida adalah NVS (Number of ventral spines), NPF (Number of pectoral fin) dan NDF (Number of dorsal fin). Berdasarkan hasil analisis kelompok pada kelima stasiun pengambilan ikan belida mempunyai jarak kelompok yang berdekatan. Lingkungan merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi variasi morfologi ikan. Ikan belida yang berasal dari kelima stasiun pengamatan mempunyai nilai fluktuasi asimetri yang tinggi. Untuk itu perlu dibuat strategi pengelolaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kepunahan dan ikan belida dapat tetap lestari. 5.2.
Saran Perlu dilakukan suatu kajian yang lebih mendalam pada aspek genetik,
seperti pengujian DNA ikan belida dari setiap stasiun pada lokasi penelitian ataupun lokasi lainnya di perairan Indonesia. Untuk kemudian hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil analisis karakter morfometrik dan meristik, sehingga hasil yang didapat lebih akurat. Juga perlu diadakan penelitian lanjutan dengan membedakan antara populasi jantan dan betina, sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan karakter morfologi antara ikan jantan dan betina.
43
DAFTAR PUSTAKA Adjie S dan AD Utomo. 1994. Aspek biologi ikan belida (Notopterus chitala) di Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Prosiding Seminar PPEHP Perikanan Perairan Umum Palembang. 174-177 hlm. Adjie S, Husnah dan AK Gaffar. 1999. Studi biologi ikan belida (Notoptherus chitala) di Daerah Aliran Sungai Batanghari, Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) 5(1). 38-43 hlm. Afrianto E, Rivai SA, Liviawaty E, Hamdhani E. 1996. Kamus istilah perikanan. Kanisius. Yogyakarta. 148 p. Akbar H. 2008. Studi karakter morfometrik–meristik ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di DAS Mahakam Tengah, Propinsi Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Bailey RM, W Gosline. 1995. Variation and systematic significance of vertebral counts in the American fishes of the family Percidae. Misc. Publ. Mus. Zool. Univ. Michigan, 93. Bengen DG. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 88 hlm. Brojo M. 1999. Ciri-ciri morfometrik ikan nila (Oreochromis niloticus) strain chitralada dan strain gift. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, VI (2) : 21-38. Dahuri R, J Rais, SP Ginting, dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradanya Paramita. Jakarta. Defira CN. 2004. Variasi morfologi, kariotip dan pola isozim ikan lalawak (Barbodes belleroides) dan lalawak jengkol (Barbodes sp.) dari sungai Cikandung dan kolam budidaya desa buah dua kabupaten Sumedang [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 43-56 hlm. Direktorat Bina Sumberhayati. 1990. Identifikasi dan penyebaran beberapa jenis sumberdaya ikan air tawar di perairan umum Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama. Yogyakarta. 159 hlm. Hadie W, S Komar, C Odang, EH Lies. 2002. Pendugaan jarak genetic populasi udang galah (Macrobranchium rosenbergii) dari Sungai Musi, Sungai Kapuas,
44 dan Sungai Citanduy dengan Truss morphometric untuk mendukung program pemuliaan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8(2): 1-7. Handoyo B. 2002. Fluktuasi asimetri pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 12-18 hlm. Hardjamulia A. 1999. Pengelolaan dan penyebaran induk penjenis ikan air tawar mendukung pelepasan varietas. Prosiding Pertemuan Perekayasaan Teknologi Perbenihan Agribisnis Ikan Air Tawar, Payau dan Laut. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hidayat A. 2007. Keragaman genetic udang jari (Metapenaeus elegans de Man 1907) berdasarkan karakter morfometrik di Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 64 hlm. Imron. 1998. Keragaman morfologis dan biokimiawi beberapa stok keturunan udang windu (Penaeus monodon) asal laut yang dibudidayakan di tambak [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm. Jawad LA. 2001. Variation in meristic characters of a tilapian fish, Tilapia zilli (gervais, 1848) from the inland water bodies in Libya. Acta Ichthyol. Piscat. 31 (1): 159-164. Kottelat MSN, Kartikasari JW, Anthony and Soetikno W. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited Press. 293 hlm. Kottelat, M and E. Widjanarti. 2006. The fishes of danau sentarum national park and kapuas lake area, West Borneo. The raffles bulletin zoology. Supplemental 13 : 139-173. Kristanto AH dan Subagja J. 2008. Penguasaan domestikasi ikan belida. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Tahun Anggaran 2008. Departemen Kelautan dan Perikanan. 137-141 hlm. Leary RF, FW Allendorf dan KL Knudsen. 1985. Development instability as an indicator of reduced genetic variation in hatchery trout. Transaction of the American Fisheries Society, 114:230-235. Madang K. 1999. Morfologi, habitat dan keragaman genetik kerabat ikan belida (Malacopterygii; Notopteridae) di Perairan Sumatera Selatan [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 hlm. Makmur S. 2003. Biologi reproduksi, makanan dan pertumbuhan ikan gabus (Channa striata) di Daerah Banjiran Sungai Musi, Sumatera Selatan [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hlm.
45 Nurhidayat MA. 2000. Fluktuasi asimetri dan abnormalitas pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang berasal dari tiga daerah sentra budidaya di pulau Jawa [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 12-23 hlm. Nuryanto A. 2001. Morfologi, kariotip dan pola protein ikan nilem (Osteochilus sp.) dari Sungai Cikawung dan kolam budidaya Kabupaten Cilacap [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 38-40 hlm. Rachmawati R. 1999. Karakter morfologis dan beberapa varietas ikan gurame (Osphronemus gouramy, Lacepede) [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 107 hlm. Rizal M. 2005. Hubungan filogenetik ikan botia (Botia macracanthus Bleeker) dari perairan Sumatera dan Kalimantan [skripsi]. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan. Universitas Padjadjaran Jatinangor. Bandung. 62 hlm. Rosita R. 2007. Studi kebiasaan makanan ikan tembang (Clupea fimbriata) pada bulan Januari-Juni 2006 di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 98 hlm. Saputra SW. 2005. Dinamika populasi udang jari (Metapenaeus elegans de Man 1907) dan pengelolaannya di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sartono B, Affendi FM, Syafitri UD, Sumertajaya IM, Angraeni Y. 2003. Modul teori, analisis peubah ganda. Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. vi + 317 p. Schuster WH & Djajadiredja RR. 1952. Local common name of Indonesian fishes. W.Van Hoeve. Bandung. p. 237. Siregar S. 1989. Kemungkinan pembudidayaan ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr.) dari Sungai Kampar, Riau [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19 hlm. Strauss RE and CE Bond. 1990. Taxonomic Methods : Morphology. Pages 281-283. In methods for fish biology : C. B. Shreck & P. B Moyle (Eds). Am. Fish. Soc. Bethesda, Maryland, USA. Suci RS. 2007. Keragaman morfometrik populasi udang windu (Panaeus monodon) keturunan induk alam dan hasil domestikasi [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 37 hlm. Sugiarto. 1991. Karakter kuantitatif generasi pertama gigogenetik diploid meiotic dan ginogenetik diploid mitotic ikan mas (Cyprinus carpio L.) majalaya [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 70 hlm.
46
Sunarno MT, A Wibowo dan Subagja. 2005. Belida kuning dari Sungai Kampar. Buletin Warta Penelitian Perikanan Indonesia Volume 11 Nomor 5:8-10. Turan C, E Deniz, F Turan dan M Erguden. 2004. Genetic and morphologic structure of liza abu (Heckel, 1843) populations from the rivers Orontes, Euphrates and Tigris. Turk J Vet Anim Sci. hlm 729-734. Utomo AD & Krismono. 2006. Aspek biologi beberapa jenis ikan langka di Sungai Musi Sumatera Selatan. In: Rahardjo MF, Sjafei DS, Rachmatika I, Simanjuntak CPH, & Zahid A (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006. 318-319 hlm. Van Valen L. 1962. A study of fluctuating asymmetry. Evolution 16:p.125-142. Volesstad LA, K Hindar, AP Moller. 1999. A meta-analysis of fluctuating asymmetry in relation to heterozygosity. Norwegian Institute for Nature Research. Department of Biology, Division of Zoology, University of Oslo, Norway. Heredity 83 (1999) : 206 218. Wagner EJ. 1996. History and fluctuating asymmetry of Utah salmonid broodstocks. The Progressive Fish-Culturist, 58:92-103. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Eds ke-3. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm. Wibowo A dan Sunarno MTD. 2006. Karakteristik habitat ikan belida (Notoptera chitala). In Bawal. Widya Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Utara. 19-23 hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja. 2007. Analisis morfometrik populasi ikan belida (Chitala lopis) dari Pangkalan Buluh DAS Musi. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 14 hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja. 2008. Status keragaman ikan belida (Chitala spp) di Sungai Tulang Bawang berdasarkan karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 13 hlm. Wibowo A, MTD Sunarno dan Subagdja. 2008. Variasi karakter meristik ikan belida (Chitala spp) di Perairan Umum Provinsi Riau. Jurnal staf peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang. 14 hlm. Wibowo A, Sunarno MTD, Makmur S, & Subagja. 2008. Identifikasi struktur stok ikan belida (Chitala spp.) dan implikasinya untuk manajemen populasi alami in Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Jakarta Utara. 14(1): 32.
47 Widiyanto IN. 2008. Sebaran frekuensi panjang dan ciri morfometrik-meristik beberapa spesies ikan layur (Superfamili trichiuroidea) di perairan Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hlm. Widyastuti YE. 1993. Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm. Wilkins NP, E Gosling, A Curatolo, A Linnane, C Jordan, dan HP Courtney. 1995. fluctuating asymmetry in Atlantic salmon, European trout and their hybrids, including triploids. Aquaculture, 137:77-85. berkala]. Chitala lopis. [terhubung www.fishbase.com. http://fishbase.com/Summary/speciesSummary.php?ID=8765&genusname =Chitala&speciesname=lopis [24 Feb 2009]. www.fishbase.com. Notopteridae. [terhubung berkala]. http://fishbase.com/Photos/FamilyPictureSummary.cfm?fampic=NOTOPT T0&Family=Notopteridae [19 Mei 2009].
48
LAMPIRAN
49 Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala ( lopis)
Waduk Koto Panjang
Sungai Teso
Rantau Baru
Langgam
Kuala Tolam
50 Lampiran 2. Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis)
Serok
Pancing
Sempirai
Lukah
51 Lampiran 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
Electronic digital caliper
Alat bedah
Secchi disc
GPS
Penggaris (ketelitian 1 mm)
Timbangan (ketelitian 1 g)
Alat tulis, tagging
Kamera digital
52 Lampiran 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (lanjutan)
Pengawet
Tissue
53 Lampiran 4. Nilai Partial Lambda hasil analisis diskriminan Discriminant Function Analysis Summary (Morfometrik) N=45 Wilks'
Partial F-remove p-level
Toler.
1-Toler.
PAL 0.057666 0.715494 2.783452 0.045918 0.078143 0.921857 MW 0.052722 0.782578 1.944798 0.130673 0.311355 0.688645 UJM 0.065706 0.627944 4.147496 0.009202 0.159055 0.840945 ED 0.056949 0.724504 2.661778 0.053326 0.438428 0.561572 HW 0.050874 0.811007 1.631247 0.194155 0.683263 0.316737 BW 0.059252 0.696340 3.052562 0.033095 0.460940 0.539060 PEFL 0.079047 0.521961 6.410971 0.000857 0.258609 0.741391 PPFL 0.061657 0.669177 3.460608 0.020333 0.095935 0.904065 BD 0.053086 0.777215 2.006523 0.120883 0.503484 0.496516 SNL 0.054294 0.759932 2.211347 0.093418 0.286654 0.713346 PPL 0.052930 0.779504 1.980074 0.124984 0.064234 0.935766 HL 0.049655 0.830925 1.424342 0.251836 0.131542 0.868458 DSO 0.048977 0.842419 1.309404 0.290654 0.213920 0.786080
Discriminant Function Analysis Summary (meristik) N=45 Wilks'
Partial F-remove p-level Lambda
Toler.
1-Toler.
NVS 0.732631 0.821468 2.064667 0.104687 0.797317 0.202683 NDF 0.780253 0.771331 2.816381 0.038503 0.708398 0.291602 NPF 0.717880 0.838348 1.831813 0.142824 0.831901 0.168099
54 Lampiran 5. Total ketepatan klasifikasi dan Jarak Mahalanobis Classification Matrix Group
Percent KT LG RB ST WD correct
KT
75.0000
3
0
1
0
0
LG
75.0000
0
6
0
0
2
RB
94.7368
0
0
18 0
1
ST
80.0000
0
0
0
4
1
WD 100.0000 0
0
0
0
9
3
6
19 4
13
Total 88.8889
Squared Mahalanobis Distances abreviation
KT
LG
RB
ST
WD
KT
0.000000 2.659278 0.628818 2.798003 1.591036
LG
2.659278 0.000000 2.859529 2.096302 0.997142
RB
0.628818 2.859529 0.000000 1.103794 1.094425
ST
2.798003 2.096302 1.103794 0.000000 1.014277
WD
1.591036 0.997142 1.094425 1.014277 0.000000
55 Lampiran 6. Hasil PCA karakter morfometrik dan meristik Eigenvalues of correlation matrix, and related statistics (Morfometrik) Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative 1
7.487982
37.43991
7.48798
37.4399
2
2.140366
10.70183
9.62835
48.1417
3
1.973627
9.86813
11.60198
58.0099
4
1.729832
8.64916
13.33181
66.6590
5
1.404318
7.02159
14.73612
73.6806
6
1.026222
5.13111
15.76235
78.8117
7
0.920585
4.60293
16.68293
83.4147
8
0.722344
3.61172
17.40528
87.0264
9
0.634227
3.17113
18.03950
90.1975
10
0.453541
2.26771
18.49304
92.4652
11
0.437992
2.18996
18.93104
94.6552
12
0.247244
1.23622
19.17828
95.8914
13
0.227512
1.13756
19.40579
97.0290
14
0.151672
0.75836
19.55746
97.7873
15
0.127780
0.63890
19.68524
98.4262
16
0.105377
0.52688
19.79062
98.9531
17
0.081562
0.40781
19.87218
99.3609
18
0.065832
0.32916
19.93802
99.6901
19
0.033379
0.16689
19.97139
99.8570
20
0.028605
0.14303
20.00000
100.0000
Eigenvalues of correlation matrix, and related statistics (Meristik) Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative 1
1.686032
42.15079
1.686032
42.1508
2
0.963814
24.09535
2.649846
66.2461
3
0.765176
19.12940
3.415021
85.3755
4
0.584979
14.62446
4.000000
100.0000
56 Lampiran 7. Data fluktuasi asimetri karakter morfometrik Stasiun KT 02 KT 04 LG 04 LG 07 RB 01 RB 02 RB 03 RB 04 RB 05 RB 06 RB 07 RB 07 RB 08 RB 09 RB 10 RB 11 RB 12 RB 14 RB 15 RB 17 RB 18 ST 02 ST 03 ST 04 ST 05 WD 06 WD 07 WD 10 WD 11 WD 12 WD 13
DM.Panjang (cm) kiri kanan 1.76 1.76 1.41 1.39 1.49 1.48 1.47 1.42 1.42 1.45 1.22 1.20 1.27 1.25 1.31 1.34 1.05 1.05 1.31 1.32 1.31 1.25 1.33 1.31 1.12 1.12 1.32 1.35 1.25 1.27 1.37 1.34 1.32 1.34 1.35 1.35 1.21 1.24 1.42 1.32 1.29 1.27 1.34 1.31 1.43 1.41 1.93 1.95 1.23 1.21 1.56 1.59 1.29 1.29 1.71 1.62 1.65 1.72 1.48 1.45 1.62 1.55
DM. Lebar (cm) kiri kanan 1.63 1.63 1.23 1.21 1.27 1.26 1.24 1.22 1.27 1.20 1.12 1.01 1.21 1.10 1.13 1.11 0.95 0.96 1.11 1.20 1.29 1.21 1.20 1.18 1.03 1.12 1.25 1.30 1.15 1.17 1.25 1.18 1.29 1.20 1.23 1.17 1.12 1.13 1.24 1.25 1.21 1.21 1.29 1.21 1.20 1.20 1.65 1.65 1.02 1.02 1.43 1.40 1.15 1.17 1.40 1.35 1.41 1.31 1.30 1.27 1.34 1.31
Lampiran 8. Data fluktuasi asimetri karakter meristik Stasiun KT 02 KT 04 KT 05 KT 06
JJL.S. dada (bh) kiri kanan 15 14 18 18 15 15 15 15
TI (bh) kiri 14 12 13 12
kanan 13 12 12 11
57 LG 01 LG 02 LG 03 LG 04 LG 05 LG 06 LG 07 LG 08 RB 01 RB 02 RB 03 RB 04 RB 05 RB 06 RB 07 RB 07 RB 08 RB 08 RB 09 RB 09 RB 10 RB 11 RB 12 RB 14 RB 15 RB 17 RB 18 ST 02 ST 03 ST 04 ST 05 ST 06 WD 06 WD 07 WD 10 WD 11 WD 12 WD 13 WD 15 WD 16
18 16 15 15 16 15 16 16 16 16 15 15 15 16 15 15 17 16 16 15 16 15 15 15 15 14 14 14 16 16 15 15 15 17 16 15 16 16 18 14
18 15 15 15 16 15 16 16 16 15 16 16 15 16 15 15 15 16 16 15 16 14 15 15 14 14 14 14 15 16 15 15 15 15 16 14 15 16 18 15
12 12 13 13 11 12 13 13 14 13 12 13 12 13 13 13 13 13 13 11 13 14 14 13 13 13 13 13 13 14 13 13 14 12 13 14 14 14 12 12
11 12 12 13 11 11 12 11 14 12 11 13 12 11 12 13 13 12 13 10 13 13 14 12 12 13 12 12 13 13 11 13 13 12 13 13 13 14 10 11
58 Lampiran 9. Nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik dan meristik Karakter Morfometrik
Kuala Tolam
Langgam
X
SD
CV
SL
55.68
12.93
125.48
DSO
11.77
2.53
4.81
SNL
1.63
0.45
0.15
HW
3.11
0.83
0.52
IOW
1.53
0.37
UJM
4.68
1.02
LJM
3.96
PTL
8.74
ED PPFL PPL PAL
X
Rantau Baru
SD
CV
52.87
9.04
71.44
12.07
2.21
4.27
1.74
0.54
0.26
2.61
0.51
0.23
0.10
1.43
0.18
0.78
4.62
0.81
1.23
1.14
4.00
1.94
2.83
8.87
1.54
0.28
0.06
10.17
2.16
3.51
14.01
2.67
5.35
14.99
2.61
5.12
BW
4.15
1.28
PFL
6.97
1.54
PEFL
0.99
DFL
6.16
HD AFW
X
Sungai Teso
Waduk kuto Panjang
SD
CV
X
SD
CV
44.99
6.61
41.43
48.31
13.76
151.38
10.49
1.61
2.45
11.46
3.40
9.26
1.23
0.23
0.05
1.31
0.23
0.04
2.15
0.45
0.19
2.78
0.80
0.52
0.03
1.24
0.16
0.02
1.36
0.37
0.58
4.17
0.64
0.38
4.58
1.31
0.86
0.65
3.48
0.70
0.46
4.30
1.14
1.56
2.12
7.75
1.39
1.84
8.52
2.45
1.49
0.10
0.01
1.29
0.13
0.02
1.49
0.27
10.56
1.84
2.98
9.08
1.47
2.04
10.09
3.07
14.52
1.58
2.20
13.26
1.70
2.72
14.86
15.86
2.14
4.00
14.24
1.79
3.05
15.74
1.23
4.28
1.03
0.92
3.22
0.88
0.73
1.78
6.89
1.18
1.21
6.06
0.99
0.92
0.60
0.27
0.71
0.19
0.03
0.74
0.20
0.90
0.60
6.32
0.80
0.56
5.52
0.92
4.50
1.56
1.83
4.39
1.45
1.84
3.71
4.20
1.16
1.01
3.61
0.60
0.32
3.16
HL
12.04
2.96
6.59
12.14
2.46
5.28
BD
17.88
5.86
25.79
16.17
3.67
MW
2.41
0.51
0.19
2.51
0.43
X
SD
CV
62.65
9.54
80.97
14.61
2.41
5.14
1.68
0.52
0.24
3.63
0.70
0.44
0.11
1.69
0.31
0.08
1.37
5.84
1.16
1.21
1.04
5.13
1.47
1.91
4.81
10.89
1.90
3.22
0.06
1.63
0.19
0.03
7.55
12.94
2.64
6.20
4.28
14.64
18.30
3.52
11.00
4.73
17.91
19.62
3.06
8.31
3.88
1.27
1.29
4.56
1.00
0.88
6.37
1.76
2.47
8.28
1.26
1.42
0.04
0.65
0.31
0.08
0.93
0.15
0.02
0.81
5.71
1.69
2.29
7.22
1.04
0.96
0.64
0.39
3.70
0.90
0.64
5.15
1.36
1.64
0.62
0.36
3.68
1.13
1.03
4.65
0.70
0.44
10.65
1.56
2.30
11.97
3.27
8.56
14.80
2.62
6.08
11.82
14.81
2.74
7.12
16.62
5.46
23.87
21.11
3.95
13.88
0.16
1.89
0.41
0.16
2.22
0.65
0.33
3.06
0.69
0.42
58
59
Lampiran 9. Nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik dan meristik (Lanjutan) Karakter Meristik
Kuala Tolam
Langgam
Rantau Baru
Sungai Teso
Waduk kuto Panjang
X
SD
CV
X
SD
CV
X
SD
CV
X
SD
CV
X
SD
CV
NVS
44.00
4.24
13.50
46.13
2.36
4.86
45.16
2.87
7.82
46.80
1.64
2.16
46.89
1.54
2.10
NAFL
138.50
4.73
16.75
134.63
5.58
27.23
143.58
18.09
33.85
135.20
4.87
18.96
136.00
5.29
24.89
NPF
15.75
1.50
1.69
15.88
0.99
0.86
15.32
0.75
0.53
15.00
0.71
0.40
15.89
1.17
1.21
NDF
9.50
0.58
0.25
9.13
0.35
0.11
9.58
0.51
0.24
9.40
0.55
0.24
9.56
0.53
0.25
59
60 Lampiran 10. Data karakter morfometrik (persentase panjang standar) abreviation DSO SNL HW IOW UJM LJM PTL ED PPFL PPL PAL BW PFL PEFL DFL HD AFW HL
BD MW
1
KT
16.10 2.21 4.58 2.41
6.21 4.73 11.44 2.61 13.60 18.68 21.34 5.02 10.93 0.96
9.82 6.59
7.48 15.98 30.13 3.81
2
KT
21.76 2.89 7.13 2.81
8.26 5.96 15.89 2.61 20.39 26.50 28.48 7.94 12.07 3.09 10.61 7.33
7.63 22.57 29.43 3.78
3
KT
24.16 3.14 5.10 2.75 10.18 9.58 18.72 3.17 20.29 30.10 31.23 7.88 13.48 0.89 13.46 7.72
6.75 23.87 28.35 5.18
4
KT
24.17 3.59 5.60 3.06
9.79 9.17 18.29 2.81 20.19 27.97 28.97 9.35 14.00 2.05 11.33 10.56 7.98 25.51 38.84 4.86
5
LG
22.44 2.89 5.00 2.10
8.73 6.87 16.58 2.42 20.56 22.19 25.38 8.98 13.24 1.52 12.01 9.60
6
LG
22.32 4.28 4.15 2.80
9.10 7.85 16.64 2.90 20.56 29.44 32.28 9.44 12.30 1.44 11.73 10.13 6.16 23.88 30.21 4.78
7
LG
21.73 2.81 5.31 2.75
8.92 6.54 16.31 2.88 19.69 26.60 28.90 8.19 12.73 1.17 12.10 5.65
7.10 21.25 31.73 5.06
8
LG
24.49 2.11 4.92 2.55
8.09 5.85 15.82 2.55 17.98 25.42 26.89 6.82 11.86 1.29 11.23 6.53
6.67 22.42 32.48 4.01
6.56 23.25 31.03 4.07
9
LG
22.82 6.81 4.79 3.69
8.15 7.83 17.66 3.77 21.02 34.19 34.29 8.20 13.99 1.20 13.29 8.53
6.96 22.17 28.85 5.51
10
LG
23.17 2.87 5.03 2.57
8.82 8.46 16.79 3.10 19.55 27.88 31.07 7.79 13.21 1.20 12.83 7.19
6.90 22.51 23.70 4.93
11
LG
22.47 2.38 5.27 2.77
9.23 8.48 16.80 2.83 20.01 30.39 32.40 6.28 13.80 1.27 12.42 7.57
7.53 22.87 33.52 4.57
12
LG
22.96 3.27 4.98 2.75
8.81 8.75 17.71 2.56 20.53 26.90 31.10 8.92 13.25 1.50 10.81 10.41 6.79 24.61 31.48 5.39
13
RB
23.20 2.67 5.03 2.71
9.02 8.29 17.05 2.35 19.62 27.91 30.51 8.08 13.44 2.17 12.45 7.84
7.70 23.15 37.84 4.04
14
RB
22.71 3.06 4.91 2.76
9.45 8.75 17.10 3.09 19.99 31.62 33.12 7.17 12.91 1.42 12.10 8.19
7.51 23.35 33.01 3.76
15
RB
22.14 2.58 4.61 2.58
8.80 8.32 16.59 2.79 19.01 29.26 32.76 4.65 13.27 1.38 12.21 7.86
7.93 22.24 29.88 3.78
16
RB
23.68 2.83 5.94 2.85
9.10 8.82 16.96 3.09 20.00 30.24 33.25 6.98 13.73 1.65 12.05 8.56
8.44 23.16 34.91 4.27
17
RB
23.30 2.87 4.67 3.33
9.24 8.68 17.25 3.72 19.23 32.26 35.13 6.44 12.18 1.42 10.45 8.32
8.71 23.16 30.74 4.18
18
RB
23.76 2.60 5.31 2.71
9.46 8.65 17.21 2.64 20.20 29.31 31.12 9.15 13.38 1.55 13.06 7.61
7.73 23.43 31.75 4.27
19
RB
22.65 2.53 5.32 2.81
9.01 8.41 16.98 2.85 19.58 29.96 32.32 7.51 12.31 1.59 12.33 7.61
6.73 22.90 30.88 4.12
20
RB
24.39 2.50 4.13 2.84
9.47 6.25 14.79 2.93 21.62 30.77 32.52 6.68 14.22 1.86 11.99 9.04
5.50 24.82 33.55 4.22
21
RB
23.96 2.60 4.93 2.71
9.36 6.04 17.81 2.90 20.28 28.61 30.63 7.01 13.85 1.59 12.33 7.87
7.23 24.03 35.69 4.28
22
RB
24.16 3.03 4.28 2.90
9.38 7.43 17.96 3.28 21.14 31.04 32.54 6.28 14.23 2.45 13.23 9.50
6.35 25.89 31.77 4.10
23
RB
23.48 2.85 4.47 2.80
9.47 8.00 17.05 3.02 19.36 28.24 30.84 6.99 13.62 1.18 13.08 7.88
5.42 23.33 30.77 3.88
60
61 24
RB
22.70 2.28 4.31 2.58
9.21 6.37 16.69 2.97 20.01 29.81 33.23 7.67 13.77 1.73 13.09 8.74
6.07 24.43 35.75 3.88
25
RB
22.93 2.57 4.34 2.57
8.78 5.98 16.76 2.78 20.09 28.55 30.87 6.91 12.97 1.87 11.77 7.41
6.40 23.42 32.81 3.68
26
RB
22.70 2.70 3.71 2.63
9.31 7.94 16.59 2.70 20.07 30.05 32.32 5.89 12.86 1.37 11.99 7.74
6.46 24.14 30.37 4.37
27
RB
23.03 2.95 4.03 2.75
9.33 8.05 16.96 2.64 20.64 30.04 30.95 6.61 13.52 1.42 10.97 9.00
6.41 23.12 32.56 4.01
28
RB
22.98 2.52 5.53 2.72
9.71 8.88 17.54 3.19 19.87 27.32 29.29 6.12 13.94 1.39 12.39 7.40
6.79 24.51 32.53 4.32
29
RB
23.27 2.49 4.89 2.80
8.76 6.36 17.08 2.80 19.73 29.67 31.43 7.07 13.43 1.82 12.30 8.14
7.30 23.71 34.41 3.96
30
RB
24.48 3.28 5.22 2.80
9.51 9.25 20.88 2.46 22.48 31.62 32.76 9.44 14.42 1.75 12.18 10.06 7.76 24.66 31.66 5.09
31
RB
23.22 3.23 4.96 2.68
9.78 7.06 17.44 2.99 19.93 25.99 28.54 7.70 13.15 1.31 12.31 7.82
7.02 22.47 32.06 5.33
32
ST
22.87 2.46 5.08 2.68
9.22 9.16 17.29 2.92 18.77 27.36 30.00 8.02 12.36 0.55 11.16 6.93
7.83 23.81 36.65 4.38
33
ST
23.34 2.83 5.31 2.90
9.42 8.59 17.51 3.38 20.63 31.41 33.47 8.35 14.49 1.58 13.64 7.15
8.26 24.03 34.22 4.48
34
ST
24.06 2.12 4.59 2.78
9.48 8.64 17.68 2.66 21.29 30.79 33.19 8.34 13.02 1.49 11.84 7.18
7.73 24.22 35.78 4.60
35
ST
22.59 2.75 5.17 2.75
9.00 8.55 16.74 3.07 19.67 29.66 30.86 6.75 12.87 1.20 11.37 8.12
7.42 23.29 32.11 4.27
36
ST
25.65 3.83 9.63 3.02 10.32 9.80 18.99 3.69 24.03 34.94 35.23 8.48 13.42 1.94 11.06 9.43
6.76 29.09 31.92 5.31
37
WD
23.49 2.87 7.41 2.81
9.39 6.62 17.28 2.71 20.00 26.55 29.19 5.52 13.21 1.41 10.87 7.00
8.56 24.38 36.53 4.97
38
WD
22.86 2.30 4.88 2.63
8.36 6.11 16.36 2.82 19.20 29.49 33.02 6.48 13.99 1.55 12.13 8.34
6.77 23.03 34.42 4.09
39
WD
22.51 2.47 5.92 2.83
9.04 8.56 17.49 2.63 20.27 29.46 31.67 7.20 14.01 1.62 12.13 7.77
7.97 22.99 36.69 5.11
40
WD
22.61 1.75 5.31 2.50
9.00 6.30 16.84 2.43 19.14 30.47 32.84 6.89 12.00 1.44 11.27 7.28
7.22 22.32 33.54 4.13
41
WD
22.88 2.41 6.81 2.57
8.75 8.07 16.76 2.64 18.92 28.56 31.20 7.87 12.95 1.51 11.62 7.20
7.45 22.22 35.52 4.65
42
WD
22.57 2.38 5.74 2.38
9.04 8.46 16.61 2.51 18.71 27.95 30.94 7.59 12.85 1.25 11.91 7.05
7.26 22.60 35.44 4.31
43
WD
23.99 3.28 5.10 2.61
9.96 9.43 17.52 2.51 22.16 32.72 33.57 8.88 13.01 1.42 10.55 9.21
6.94 24.34 31.66 5.40
44
WD
24.92 3.19 5.11 3.11
9.90 9.76 19.44 3.05 25.82 26.32 29.08 9.24 13.61 1.90 12.18 9.55
7.87 25.53 24.74 5.77
45
WD
23.78 3.28 5.85 2.80
9.95 9.40 17.69 2.35 21.04 30.44 30.54 5.91 13.43 1.30 11.27 9.91
6.91 24.68 34.88 5.19
61
62 Lampiran 11. Data karakter meristik
abreviation NVS NAFL NPF NDF 1
KT
38
135
15
9
2
KT
45
139
18
10
3
KT
45
135
15
9
4
KT
48
145
15
10
5
LG
49
136
18
9
6
LG
43
145
16
9
7
LG
45
136
15
9
8
LG
47
131
15
9
9
LG
43
125
16
9
10
LG
47
134
15
9
11
LG
49
135
16
10
12
LG
46
135
16
9
13
RB
44
139
16
10
14
RB
45
132
16
9
15
RB
42
134
15
10
16
RB
49
129
15
10
17
RB
48
131
15
9
18
RB
45
140
16
10
19
RB
47
135
15
10
20
RB
42
132
15
9
21
RB
43
169
15
9
22
RB
44
138
16
10
23
RB
49
137
16
10
24
RB
44
189
15
10
25
RB
45
187
15
9
26
RB
49
131
17
10
27
RB
49
137
15
10
28
RB
39
138
14
9
29
RB
42
153
14
9
30
RB
46
136
15
10
31
RB
46
141
16
9
32
ST
48
127
14
10
33
ST
46
136
15
9
34
ST
49
136
16
10
35
ST
45
137
15
9
36
ST
46
140
15
9
63
37
WD
49
145
15
9
38
WD
47
137
17
10
39
WD
45
134
16
9
40
WD
47
134
15
9
41
WD
48
136
16
10
42
WD
49
141
16
10
43
WD
45
128
18
10
44
WD
46
130
14
9
45
WD
46
139
16
10