ASPEK REPRODUKSI IKAN MOTAN (Thynnichthyspolylepis Bleeker, 1860) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU
SKRIPSI
VERA DEWIANA BAKHRIS
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAICULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
VERA DEWIANA B. C24104032. Aspek reproduksi ikan motan (Tlryizniclrtlrys polylepis Bleeker 1860) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Dibimbing oleh M. F. Rahardjo dan Ridwan Affandi. Ikan motan melupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang paling diminati dan dicari oleh nelayan di Kabupaten Kampar. Intensitas dan cara penangkapan ikan di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dikhawatirkan akan menurunkan populasi ikan motan di waktu yang akan datang, sehingga diperlukan pengelolaan yang tepat agar sumberdaya ikan ini tetap lestari. Salah satu aspek yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah reproduksi ikan. Informasi mengenai nisbah kelamin, IKG, TKG, ukuran ikan pertama kali matang gonad, fekunditas, dan diameter tel~rryang diperoleh melalui kajian aspek reproduksi ini bermanfaat untuk menentukan tempat, waktu, potensi, sel-ta pola pemijahan ikan motan. Ikan ditangkap menggunakan jaring insang eksperimental dan sempirai (perangkap). Frekuensi pengambilan contoh ikan motan adalah satu kali setiap bulan dari bulan Juli hingga Desember 2006. Ikan yang tertangkap kemudian diteliti di Laboratorium Biologi Makro I dan Biologi Mikro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Kegiatan di laboratorium meliputi pengukuran panjang dan berat tubuh, pemberian label berdasarkan nomor urut dan waktu pengambilan contoh, penentuan jenis kelamin dan TKG, pengukuran tinggi badan ikan yang matang gonad, kemudian penimbangan gonad. Data yang dianalisis antara lain hubungan panjang berat, faktor kondisi, nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, hubungan fekunditas dengan berat, serta hubungan fekunditas dengan panjang tubuh. Jumlah total ikan motan yang tertangkap selama penelitian adalah 479 ekor dengan rincian 251 ekor ikan jantan dan 228 ekor ikan betina. Ikan motan jantan yang tertangkap berada pada kisaran panjang 91 -190 mm dan ikan betina pada selang panjang 101-190 mm. Pola pertumbuhan ikan motan adalah allometrik positif (b>3). Kisaran nilai faktor kondisi ikan motan jantan dan betina adalah 0,86-1,44 dan 0,891,54 dengan rata-rata yang berbeda setiap tingkat kematangan gonadnya. Berdasarkan bulan penangkapan, nisbah kelamin ikan motan paling mendekati keseimbangan pada bulan Desember. Ikan motan mulai memasuki TKG 111 dan IV pada bulan September hingga bulan Desember. Nilai IKG pada ikan rnotan jantan adalah 0,03-4,83% dan pada betina antara 0,ll-15,2G%. Fekunditas total ikan motan berkisar antara 718-27.636 butir dari total 107 ikan betina yang telah matang gonad dengan kisaran panjang tubuh 105-189 mm dan berat 8,97-67,07 gram. Kisaran diameter ilcan motan yang telah matang gonad adalah 0,50-1,03 mm dengan frekuensi terbesar TKG I11 berada pada kisaran 0,62-0,67 mm dan TKG IV pada kisaran 0,74-0,79 mm. Berdasarkan pola penyebaran diameter telur ikan motan dapat diduga ikan ini memijah serentak. Alternatif pengelolaan antara lain perlindungan habitat saat pemijahan, penggunaan alat tangkap dengan mats jaring lebih besar dari 21 mm serta pemakaian alat tangkap sempirai setelah ikan selesai memijah.
ASPEK REPRODUKSI IKAN MOTAN (Thynnichthyspofylepis Bleeker, 1860) D l RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU
Oleh : VERA DEWIANA BAKHRIS C24104032
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN PAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berj~tdul:
Aspek reproduksi ikan rnotan (Tlzyittzichtlzyspolylepis Bleeker, 1860) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau Adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam telts dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Vera Dewiana Bakhris C24104032
Judul penelitian
: Aspek reproduksi ikan motan (Thynnichthyspolylepis
Bleeker, 1860) di rawa banjiran Sungai Icampar Kiri, Riau Narna mahasiswa
: Vera Dewiana B
NRP
: C24 104032
Program studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Pembimbing I
Dr. Ir. M. F. Rahard'o 130 536 685
Tanggal Lulus : 15 Mei 2008
Pembimbing 11
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Maninjau, Sumatra Barat pada tanggal 14 Oktober 1986, dari ayah bemama Bakhris dan ibu Aylis Yusuf. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan yang pemah ditempuh mulai dari Sekolah Dasar (SD) 1 Maninjau tahun 1992-1998, Sekolah Lanjutan Tinglcat Pertarna Negeri (SLTPN) 1 Tanjung Raya pada tahun 1998-2001 dan Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Tanjung Raya pada tahun 2001-2004. Pada tahun yang sama dengan kelu!usan SMU, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Masuk IPB (USMI). Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Avertebrata air pada periode 200612007 dan 200712008. Penulis menyusun skripsi dengan judul Aspek
reproduksi ikan motan (TltynniclztlzyspolyIepis Bleeker, 1860) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Riau, sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Penyusunan skripsi ini dilakukan dengan bimbingan Dr. Ir. M. F. Rahardjo dan Dr. Ir. H. Ridwan Affandi.
Salah satu strategi dalam pengelolaan secara berkelanjutan sumberdaya hayati ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau adalah dengan mengkaji aspek biologi reproduksinya. Pada kesempatan ini penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul Aspek reproduksi ikan motan (T/zynnic/zt/zys
polylepis, Bleeker 1860) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tak lepas dari bantuan herbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada kepada Bapak Dr. Ir. M. F. Rahardjo dan Dr. Ir. H. Ridwan Affandi yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, narnun dengan segala keterbatasannya semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2008
UCAPAN TERIMAKASlH
Puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan kepada penulis sehingga sltripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1) Bang Charles P. H. Simanjuntak atas bantuan dan kritikannya;
2) Keluarga penulis (Papa, Mama, Nenek, Pak Etek, Etek, Kak Vivien, Kak Vita, Mas Bayu, Bang Oday, Mbak Wik, Dim, serta Naya) yang tersayang; 3) Riko Yulrahrnen atas dukungan, semangat dan doanya; 4) Teman-teman Tim Kampar (Ichel, Kiwir, Evi dan Ipeh) atas kerjasama dan pengertian yang luar biasa;
5) Sahabat-sahabat penulis (Anier, Ani, Bunga, dan "Annur: Iren, Ninit, Ayu, dan Ipit"); 6) MSP 41 untuk kebersamaannya selama ini;
7) Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
1
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
11
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. I
..
...
111
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Tujuan ..........................................................................................
1 1
I1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Ciri Morfologis ........................................................ 2.2 Distribusi dan Habitat ....................................................................... 2.3 Reprodultsi .........................................................................................
2 3 4
111 METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Lokasi Penelitian ................. . ........................................ Alat dan Bahan ............................................................................... Metode Kerja .................................................................................... .. Analis~sData ......................................................................................
8 8 9 10
IV WASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 V
Kondisi Umum Stasiun Pengarnatan ............................................... Ko~nposisiHasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang .............. Hubungan Panjang Berat ................................................................... .. Faktor Kondisl .................................................................................. Aspek Reproduksi .............................................................................. Altematif Pengelolaan .......................................................................
13 15 17 19 20 28
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 5.2 Saran ..................................................................................................
30 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
31
LAMPIRAN ................................................................................................
34
DAPTAR TABEL
Tabel
Halaman
1 Tingkat kematangan gonad ikan berdasarkan metode Cassie in Effendie (1997) .............................................................................
2
Kisaran nilai parameter fisik dan kimiawi perairan pada masing-masing lokasi pengambilan contoh dari bulan Juli hingga Desember 2006 .........................................................................
3 Jumlah, kisaran panjang total dan berat ikan motan yang tertangkap selama bulan Juli-Desember 2006 .................................. 4 5
10
13 15
Faktor kondisi ikan motan jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad ...................................................................
19
Indeks kematangan gonad ikan motan pada setiap bulan selama pengambilan contoh .............................................................................
24
6 Indeks kematangan gonad ikan motan berdasarkan TKG ...................
25
DAFTAR GAMBAR
Ganlbar
Halaman
1 Ikan motan (Thynnichthyspolylepis,Bleeker 1860) ............................
2
.. 2 Lokasi penelltian ..............................................................................
8
3
Jumlah lteseluruhan ikan motan yang tertangkap selama bulan Juli-Desember 2006 berdasarkan kelas ukuran panjang ......................
16
Grafik hubungan panjang berat ikan motan di rawa banjiran Sungai .. Kampar Klrl .........................................................................................
18
5 Nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV di Simalinyang selama bulan penangkapan .............................................
21
6 Nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV di Mentulik selama bulan penangkapan ...................................................
21
7 Persentase tingkat kematangan gonad ikan motan setiap bulan ...........
22
8 Persentase tingkat kematangan gonad ikan motan berdasarkan kisaran ukuran panjang ...................................................
23
9 Hubungan fekunditas dengan panjang tubuh ikan motan ....................
26
10 Hubungan fekunditas dengan berat tubuh ikan motan ........................
26
11 Sebaran kelompok diameter telur ikan motan pada TKG 111 dan IV ....................................................................................
27
4
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1 Beberapa stasiun pengambilan sampel ikan motan ............................. .
.
2
Foto jems alat tangkap .......................................................................
3
Sebaran frekuensi jumlah ikan motan ......................... . . . . ...............
4
Uji t hubungan panjang berat iban rnotan jantan dan betina ...............
5
Uji f hubungan panjang berat ikan motan jantan dan betina ...............
6 Nilai faktor kondisi ikan motan ........................................................... 7
Uji Chi square terhadap nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV di Simalinyang dan Mentulik .....................................
.................. 9 Kisaran nilai IKG rata-rata ikan motan ................................................ 10 Fekunditas ikan motan pada TKG 111dan IV .................................... 11 Diameter telur ikan motan pada TKG I11 dan IV ................................. 8
Sebaran frekuensi tingkat kernatangan gonad ikan motan
35 36
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sungai Kampar merupakan sungai besar yang terletak di Riau. Sungai ini
terbagi menjadi dua aliran yaitu Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Sungai Kampar Kiri membentuk danau tapal kuda (oxbow lake) yang berasal dari aliran sungai yang terputus secara alami setelah mengalami penggerusan selama bertahun-tahun. Danau inilah yang menjadi habitat ikan motan (Thynnichthys polylepis), namun saat musim hujan tiba ikan-ikan motan beruaya ke daerah banjiran untuk melakukan pemijahan. Ikan motan merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang paling diminati dan dicari oleh nelayan (Simanjuntak et al., 2006). Harga ikan motan segar sekitar Rp. 15.000,OO per kg dan harga setelah diasapldisalai biasanya lebih mahal daripada ikan segar. Banyak masyarakat sekitar Sungai Kampar Kiri yang melakukan penangkapan terhadap ikan ini sehingga dikhawatirkan terjadinya penurunan populasi. Salah satu ha1 terpenting yang perlu diketahui untuk menentukan pengendalian terhadap ikan motan adalah aspek biologi reproduksinya. Dengan adanya informasi tentang aspek biologi reproduksi ikan motan diharapkan pengendalian penangkapan dapat terlaksana sehingga kepunahan dapat dihindari dan masyarakat dapat memanfaatkan ikan ini secara terus menerus. Pengetahuan ini juga diperlultan dalam pengembangan budidaya serta merupakan pengetahuan awal dalam penggunaan ikan motan (Thynnichthys
thynnoides dan Thynnichthys polylepis) sebagai ikan introduksi yang bisa dikembangkan di perairan lain (Kartamihardja, 2007).
1.2.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang beberapa aspek
reproduksi ikan motan yang meliputi nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad, ukuran ikan pertama kali matang gonad, fekunditas, dan diameter telur. Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi pengelolaan sumberdaya ikan motan di masa yang altan datang.
BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi dan Ciri Morfologis
Gambar 1. Ikan motan (ThynnichthyspolylepisBleeker, 1860) (Sumber: www.fishbase.org) Klasifikasi ikan motan adalah (Kottelat, 1993): Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Cyprinifonnes
Sub ordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Sub famili
: Cyprininae
Genus
: Thynnichthys
Spesies
: Thynnichthyspolylepis Bleeker, 1860
Nama Inggris : Minnows carp Nama lokal
: Lambak pipih (Jambi)
Motan (Sumatra Selatan) (Kartamihardja, 2007). Motan godang kapalo (Riau) (Simanjuntak et al., 2006) Mentukan (Kalimantan) (Torang dan Buchar, 1996) Ikan motan memililti ukuran tubuh maksimal 18 cm, wama tubuh mengkilat dan memiliki ciri khas yaitu matanya yang menonjol dan kepala yang agak besar. Panjang kepala biasanya berukuran 20,4% dari panjang total, panjang baku 78,1% dari panjang total, dan lebar badan 22,4% dari panjang total (www.fishbase.org). Sirip punggungnya memiliki 8 hingga 10 jari-jari lemah bercabang, tidak bersungut, sisik garis rusuk berju~nlah65-75, dan antara garis
rusuk dengan sirip punggung sebanyak 16-17 baris sisik (Saanin, 1968; Kottelat, 1993).
2.2.
Distribusi dan Habitat Ikan motan hidup di perairan tawar seperti sungai dan danau tapal kuda.
Di Indonesia ikan motan terdapat di Danau Sialong lotong (Palembang), Sungai Kapuas (Kalimantan) (www.fishbase.org), Waduk Koto Panjang (Suryaningsih, 2000), Danau Tundai Kalimantan Tengah (Torang dan Buchar, 1999), dan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri termasuk danau-danau tapal kuda di sekitamya (Simanjuntak et al., 2006). Danau tapal kuda adalah salah satu bagian dari badan air yang menjadi ekosistem penting karena merupakan tempat tinggal induk ikan saat musim kemarau (Utomo dan Krismono, 2006). Danau tapal kuda memiliki karakteristik yang berbeda dari perairan umum biasanya, yaitu:
a. Fisika Substrat rawa banjiran Sungai Kampar Kiri terdiri atas pasir, lumpur, dan liat (Simanjuntak, 2007). Suhu pada perairan ini umurnnya lebih hangat dibandingkan dengan sungai utarna dan suhu juga akan meningkat dengal menurunnya permukaan air saat musim kemarau. Rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki kisaran suhu antara 25-30°C (Simanjuntak, 2007). Menurut Boyd (1990) dalam Zweig et al., (1999), suhu antara 29-30°C di daerah tropis merupakan suhu optimal bagi biota perairan. Rawa banjiran Sungai Missisipi yang terletak di daerah dingin memiliki suhu yang lebih luas antara 14,33-35,47'C (Varble et al., 2007). Terdapat juga stratifikasi suhu dengan terpisahnya air yang suhunya rendah dengan air yang lebih hangat, biasanya terdapat pada danau tapal kuda yang sudah lama terbentuk. Kedalaman danau ini biasanya sekitar 5 meter saat musim hujan dan menyusut hingga 2 meter saat musim kemarau. Rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki kedalaman antara 1-10 m (Simanjuntak, 2007).
b. Kimia Di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri kelarutan oksigen berkisar antara 46,3 mg/l (Simanjuntak, 2007), dan pada rawa banjiran Sungai Missisipi antara 2,63-8,14 mg/l (Varble et al., 2007). Nilai pH perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkisar antara 4-5 (Simanjuntak, 2007). c. Biologi
Rawa banjiran Sungai Kampar Kiri termasuk perairan yang memiliki kekayaan fauna ikan yang tinggi dengan 86 spesies ikan dari 21 famili dan 44 genera (Simanjuntak et al., 2006). Selanjutnya juga dijelaskan bahwa tingginya keanekaragaman ikan yang ditemukan terkait dengan pertambahan luas rawa banjiran pada musim hujan ketika ikanikan yang berasal dari sungai melakukan ruaya lateral ke daerah rawa banjiran dan setelah air surut kembali ke sungai utama atau menetap di danau-danau tapal kuda. Ikan yang dominan tertangkap pada daerah rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berasal dari famili Cyprinidae (Simanjuntak
et al., 2006). 2.3. Reproduksi
Beberapa aspek reproduksi ikan yaitu rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan pola distribusi diameter telur memberikan info~masimengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan dan ukuran ikan (Nikolsky, 1963).
2.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan betina yang ada di suatu perairan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses pemijahan karena pemijahan akan berlangsung baik pada saat proporsi ikan betina sama dengan ikan jantan. Effendie (1997) menyatakan bahwa pemijahan akan berlangsung baik jika perbandingan jumlah ikan jantan dan betina mendekati 1: 1.
Nisbah kelamin kemungkinan besar mempunyai keterkaitan yang erat dengan habitat ikan. Pada habitat yang ideal untuk melakukan pemijahan umumnya komposisi ikan jantan dan betina seimbang. Ikan motan di Waduk Koto Panjang memiliki nisbah kelamin yang tidak seimbang dengan perbandingan jantan dan betina adalah 4 : 1 (Suryaningsih, 2000). Nisbah kelamin ikan besengbeseng (Telmatherina ladigesi) pada bulan Juni, Agustus dan Oktober berkisar antara 0,2-0,s : 1,O (Nasution et al., 2006). Kartamihardja (1996) memperoleh nisbah kelamin yang hampir seirnbang untuk iltan tawes (Puntius gonionotus), lelawak (Puntius bramoides), dan ikan wader (Mystacoleucus marginatus) yaitu 1 : 1,2; 1 : 1,07; dan 1 : 1,13.
2.3.2. Tingkat Kematangan Gonad Reproduksi ikan sangat ditentukan oleh tingkat kematangan gonadnya. Gonad yang telah mencapai tingkat kematangan yang sempurnalah yang dapat menjadi individu baru melalui pembuahan ekstemal. Kedewasaan pada ikan diawali dengan berkembangnya gonad. Saat mulai berkembang, gonad betina (telur) mulai terlihat dan akan memenuhi rongga tubuh saat memasuki tahap matang dan gonad jantan (testis) akan berwarna pucat saat mulai matang (Royce, 1972). Ikan rnotan jantan mencapai TKG IV pada bulan Oktober, sementara ikan motan betina pada bulan November (Suryaningsih, 2000). Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada rawa banjiran tropis di Cross River, Nigeria, matang gonad pada bulan Juli dan Agustus (Offem et al., 2007). Menurut Yustina dan Arnentis (2002), ikan kapiek yang hidup di Sungai Rangau mulai matang gonad dan beruaya ke daerah banjiran pada bulan September. Berdasarkan penelitian yang dilakultan terhadap ikan Irish pollan (Coregonus autunznulis) oleh Harrod dan Griffiths (2004), pada umulnnya gonad ikan jantan lebih dahulu matang dibandingkan dengan ikan betina. Menurut Chellapa et al. (2003), ikan Cichla monoculus (neotropical cichlid fish) jantan memiliki panjang dan berat tubuh yang lebih besar daripada betinanya pada saat pertamakali matang gonad. Kartamihardja (1996) menyatakan bahwa ikan tawes (Puntius gonionotus) pertarnakali matang gonad saat panjang tubuhnya mencapai
16,s em, ikan lelawak (Puntius bramoides) 15,s cm dan ikan wader (Mystacoleucus marginatus) lebih cepat yaitu pada saat panjang tubuhnya 12,s cm. 2.3.3. Indelts Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad merupakan perbandingan dari berat gonad dan berat tubuh ikan. Menurut Effendie (1997), indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan, pada ikan betina nilainya akan lebih besar daripada ikan jantan. Nilai indeks kematangan gonad akan tinggi jika tingkat kematangan gonadnya tinggi dan akan bernilai rendah jika tingkat kematangan gonadnya rendah. Menurut Effendie (1997) pada umumnya pertarnbahan berat gonad pada ikan betina 10-
25% dari berat tubuhnya, dan pada ikan jantan 10-15%. Berbeda dengan tingkat kematangan gonad yang dilihat secara kualitatif, indeks kematangan gonad diukur secara kuantitatif. Secara umum nilai IKG meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan dan mencapai nilai tertinggi pada TKG IV. Ikan motan yang diteliti di Waduk Koto Panjang, Riau, memiliki nilai IKG antara 1,12-2,28% dan meningkat seiring dengan peningkatan TKG (Suryaningsih, 2000). Pada ikan beseng-beseng, nilai IKG pada ikan jantan adalah
0,37-2,21% dan pada betina 0,61-8,81%. (Nasution et al., 2006). Menurut Kartamihardja (1996), ikan tawes (Puntius gonionotus) betina saat memijah memiliki nilai IKG 2,96-15,83% ; ikan lelawak (Puntius bramoides) 8,43-23,38% ; dan ikan wader (Mystacoleucus marginatus) 1,60-3,00%.
2.3.4. Feltunditas dan Diameter Telur
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina. Fekunditas relatif merupakan jumlah telur per berat tubuh atau panjang tubuh dan fekunditas total adalah telur yang dihasilkan oleh ikan betina selama hidupnya (Royce, 1972). Menurut Nikolsly (1963), fekunditas individu merupakan jumlah telur yang terdapat pada ikan betina yang dimiliki pada tahun tertentu dan dikeluarkan pada tahun itu juga. Selanjutnya, Nikolsky (1963) menjelaskan bahwa fekunditas pada ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Jika ikan hidup
di habitat dengan banyak ancaman predator maka jumlah telur yang dihasilkan alcan besar atau fekunditas semakin tinggi, sedangkan ikan yang hidup di habitat dengan sedikit predator akan memiliki jumlah telur yang lebih sedikit. Beberapa faktor yang berperan terhadap jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina yaitu fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk, ukuran telur, kondisi lingkungan dan kepadatan populasi (Moyle dan Cech, 2004). Menurut Suryaningsih (2000), ikan motan memiliki fekunditas antara 8.581-133.324 butir pada ukuran tubuh 142-255 mm d m berat 3,78-39,42 gram dari 9 ekor ikan yang diamati. Fekunditas ikan beseng-beseng (Thelmatherina ladigesi) dari beberapa sungai di Sulawesi Selatan berkisar antara 88-910 butir dengan panjang dan berat berkisar antara 35,8-43,3 mm dan 0,46-2,90 gram, dengan diameter telur berkisar antara 0,33-1,53 mrn dan memijah secara parsial (Nasution et al., 2006). Ikan semah (Tor douronensis) memiliki fekunditas 9.18063.360 butir telur pada panjang tubuh 40-80 cm dan diameter telur yang sudah matang kelamin berkisar antara 2,2-2,s mm (Utomo dan Krismono, 2006). Ikan Astyanax janeiroensis di sungai Ubatiba Brazil, pertamakali matang gonad pada panjang tubuh 5,5 cm, dengan berat dan fekunditas yang berhubungan positif. Makin besar ukuran tubuh ikan ini maka berpotensi memiliki telur lebih banyak (Mazzoni et al., 2005). Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan, termasuk pemijahan total atau bertahap. Dalam satu tingkat kematangan gonad komposisi telur yang dikandung tidak homogen melainkan terdiri atas bermacam ukuran telur, ha1 ini berhubungan dengan frekuensi dan lama musim pemijahan (Effendie,1997). Ikan yang memiliki diameter telur yang sama pada semua bagian gonadnya akan melakukan pemijahan secara total sedangkan ukuran telur yang berbeda dalaln tubuh ikan betina menandakan pemijahan secara bertahap. Ikan motan pada Waduk Koto Panjang rnemiliki kisaran diameter telur antara 0,68-
0,98 mm dengan pola pemijahan secara serentak pada satu kali pemijahan (Suryaningsih, 2000), sedangltan ikan kapiek yang hidup di Sungai Rangau adalah 0,27-0,40 mm (Yustina dan Amentis, 2002) dengan pola pemijahan secara bertahap.
111. METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel dilakukan selama enam bulan pada bulan Juli hingga
Desember 2006 di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, kemudian sampel dikirim ke Bogor untuk selanjutnya diamati di Laboratorium Biologi Makro I dan Biologi Mikro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2. Lokasi penelitian (Digambar ulang dan disederhanakan dari Peta Rupa Bumi Indonesia, BAKOSURTANAL, 1986) 3.2.
Alat dan Bahan Alat tangkap yang digunaltan adalah jaring insang eksperimental dan
perangkap (sempirai). Jaring insang eksperimental berukuran mata jaring l', 1,5', 2', 2,5', dan 3', panjang 20 m dan tinggi 2 m (Lampiran 2). Jaring insang ini dipasang pada sore hari (18.00 WIB) kemudian diangkat pada pagi hari berikutnya (06.00 WIB). Alat yang digunakan dalam analisis laboratorium antara
lain buku identifikasi (Saanin,1968; Kottelat,l993), penggaris dengan ketelitian hingga 1 mm, tirnbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram untuk menimbang ikan, timbangan digital dengan ketelitian 0,001 untuk menirnbang berat gonad, alat bedah, botol film, mikrometer okuler dan objektif, mikroskop, cawan petri,
hand tally counter, dan gelas objek. Bahan yang digunakan adalah formalin untuk pengawetan ikan selama pengarnatan,
3.3.
Metode Kerja
3.3.1. Pengambilan Contoh Ikan yang diamati diarnbil dari daerah Simalinyang dan Mentulik yang merupakan daerah dengan rawa banjiran terluas dan daerah penangkapan. Daerah Simalinyang meliputi Sungai Kampar Kiri dan Danau Baru. Di daerah Mentulik ikan berasal dari Sungai Kampar Kiri, dan Danau Belanti (Gambar 2 dan Lampiran 1). Ikan yang telah ditangkap diawetkan dengan formalin 10% kemudian dikirirn ke Bogor untuk diamati aspek biologi reproduksinya.
3.3.2. Pengukuran ikan contoh di laboratorium Ikan diukur panjang dan ditimbang berat tubuhnya dengan rnenggunakan penggaris dan timbangan digital, lalu diberi label berdasarkan setiap nomor urut dan waktu pengambilan contoh. Setelah itu ikan dibedah untuk mengambil contoh gonad dan menentukan jenis kelamin serta tingkat kematangan gonadnya (Tabel 1). Ikan yang diketahui memiliki TKG I11 dan IV diukur tinggi badannya. Selama diamati gonad ikan diawetkan dengan formalin 5%. Ikan yang sudah diketahui jenis kelaminnya dipisahkan, dikeringkan dari air dan ditimbang berat gonadnya. Gonad yang altan diamati fekunditas dan diameter telurnya adalah yang rnemiliki tingkat kematangan gonad 111 dan IV. Fekunditas total telur dapat dihitung pada contoh dengan menggunakan metode grafimetrik.
Keterangan : F : Fekunditas total (butir) : Fekunditas sub ovarium (butir) Fso Wso : Berat sub ovarium (gram) Po : Berat ovarium (gram)
Tabel. 1. Tingkat kematangan gonad ikan berdasarkan metode Cassie in Effendie (1997)
TKG
Betina
Jantan
I
Ovari seperti benang panjang sampai bagian depan tubuh, wama jemih, permukaan licin
Testes seperti benang, ujungnya berada di rongga tubuh, wama jernih
I1
Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap kekuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I
I11
Ovari berwarna kuning, butiran telur sudah terlihat
Permukaan testes narnpak bergerigi, wama makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah putus
IV
Ovari makin besar, telw berwarna kuning, mudah dipisahkan, tidak ada butir minyak, mengisi 112-213 rongga tubuh, usus terdesak
Seperti TKG I11 namun terlihat lebih jelas, testes makin pejal, rongga tubuh mulai penuh, wama putih susu
Pada tahap selanjutnya diameter telur diukur dengan mengambil contoh dari tiga bagian telur yaitu bagian anterior, tengah, dan posterior paling sedikit 100 butir setiap ikan, lalu dengan menggunakan mikro~neterokuler dan objektif diukur diameternya.
3.4.
Analisis data
3.4.1. Hubungan panjang berat Berdasarkan nlmus :
W =U L ~ Keterangan : W : Berat ikan (gram) L : Panjang ikan (mm) a dan b : Konstanta Analisa hubungan panjang dan berat ikan bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Rumus di atas dapat ditransformasi ke dalam bentuk logaritma sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut :
Untuk menguji nilai b sarna dengan 3 atau tidak, rnaka digunakan rurnus : 3 -b Thit = --
SP Jika nilai b
=
3, rnaka pola pertumbuhan ikan tergolong allornetrik, dan
jika b # 3 maka pola pertumbuhan ikan adalah isometrik (Effendie, 1979). Analisis hubungan panjang berat ikan dilakukan terhadap ikan jantan, betina, dan secara keseluruhan, sedangkan untuk menguji perbedaan antara ikan jantan dan betina digunakan uji f (Effendie, 1979). 3.4.2. Faktor Kondisi Jika perturnbuhan termasuk isometrik maka nilai faktor kondisi dihitung dengan rnenggunakan rumus :
Keterangan: K : Faktor kondisi W : Berat ikan (gram) L : Panjang total ikan (mrn) Jika pertumbuhan allometrik maka digunakan rumus:
3.4.3. Nisbal~Kelamin Nisbah kelamin= MIF, dengan M: jurnlah total ikan jantan (ekor) dan F: jumlah total ikan betina (ekor). Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji Chi-square (Walpole, 1992):
Iceterangan : 7 X-: nilai bagi peubah acak x2 yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran Chi-square jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati oi: ei: jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina
3.4.4. Indeks Kematangan gonad
Indeks ltematangan gonad diukur dengan membandingkan berat gonad dengan berat tubuh ikan (Effendie, 1997):
Keterangan: BG : Berat gonad (gram) BT : Berat tubuh (gram) 3.4.5. Hubungan fekunditas dengan berat
Hubungan fekunditas dengan berat ditentukan dengan persamaan: Keterangan : W : Berat tubuh (gram) F : Fekunditas (butir) L : Panjang tubuh (mm) 3.4.6. Hubungan fekunditas dengan panjang tubuh
Hubungan fekunditas dengan panjang ditentukan melalui persamaan:
F
=a
~'
Keterangan : F : Fekunditas (butir) L : Panjang tubuh (mm)
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Stasiun Pengamatan Kabupaten Kampar terletak diantara 10°25 Lintang Utara, 00'20 Lintang Selatan (LS), 100'42 103'28 Bujur Timur (BT). Secara geografis Kabupaten Kampar berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Rokan di bagian Utara, bagian Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi, bagian Barat dengan Propinsi Sumatra Barat, serta bagian Timur dengan Kabupaten Pelalawan Barat. Hampir seluruh dari daerah Kampar merupakan dataran rendah, kecuali beberapa daerah yang dilalui oleh bukit barisan dengan ketinggian 200-300 m di atas permukaan laut. Iklim di daerah ini adalah tropis dengan suhu rata-rata 22-31°C. Musim kemarau berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus dan musim hujan berlangsung pada bulan September hingga Februari. Kabupaten Kampar memiliki tiga sungai besar yaitu Sungai Siak, Sungai Rokan, dan Suugai Kampar. Sungai Kampar memiliki panjang 413,s km dengan kedalaman rata-rata 7,7 m dan lebar 143 Selama penelitian diperoleh hasil pengukuran parameter fisik dan kimiawi perairan seperti pada Tabel 2 (Simanjuntak, 2007). Tabel 2. Kisaran nilai parameter fisik dan kimiawi perairan pada masing-masing lokasi pengambilan contoh dari bulan Juli hingga Desember 2006 Parameter
Firiko
sahu
Daerah pengambilan contoh
sntuan
OC
1-1
1-2
1-3
1-4
1-5
1-6
11-1
11-2
27-29
27-29
25-28
25-27
25-29
24-30
27-30
28-30
cokla-
coklat-
coklat-
coklat
hitam
hitan,
hilam
hilnm
coklat
coklat
coklat
rvarna pel-airnn
coklat
kimirl PH
tenit
4-5
Oksigcnterhrat
mdl
4.8-6,O
4-5 4,;-6.2
4.5
4-5
4-5
4-5
4-5
4-5
4.4-5.8
4,7-6,O
4,2-6,3
4,l-5,9
4,O-6,l
4.1-6,2
Keterangan; 1-1 s.d 1-6 di daerah Mentulik; 11-1 s.d 11-2 di daerah Simalinyang; 1-1 = Anak Sungai Kampar; 1-2 = Sungai Tonan; 1-3 = Danau Belanti; 1-4 = D. Puyuh; 1-5 = D. Pakis; 1-6 = D.S. Kampar Lama; 11-1 = D.Baru; 11-2 = D.Belimbing; Ip = Lumpur; pa = pasir; li = liat Sumber : Simanjuntak (2007)
Variasi suhu di beberapa stasiun penangkapan berkisar antara 25-30°C, dengan suhu tertinggi pada danau Belimbing (Daerah Simalinyang). Suhu perairan rawa banjiran ini cenderung meningkat pada musim kemarau. Kisaran suhu ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada tahun 2005 di perairan yang sama (Husnah dan Aida, 2005). Menurut Samuel et al. (2002), suhu perairan yang berada pada kisaran 25-29°C masih berada dalan batas wajar dan tidak membahayakan bagi ikan yang hidup di perairan tropis. Kedalaman maksimum muka air selama penelitian mencapai 15 m. Tinggi muka air di rawa banjiran ini meningkat saat memasuki musim hujan dengan puncaknya pada bulan Desember (Simanjuntak, 2007). Danau Arang-arang yang merupakan rawa banjiran sungai Batanghari memiliki kedalaman 3,5-4,5 m pada bulan November (Samuel, et al., 2002). Kecerahan pada lokasi pengambilan contoh selama waktu penelitian berkisar antara 0,2-1,O m dengan warna antara coklat hingga coklat kehitaman. Substrat di lokasi tersebut terdiri atas tanah liat, lumpur, dan pasir. Nilai pH yang diperoleh adalah 4 3 . Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri bersifat asam. Menurut Samuel, et
al. (2002), perairan yang memiliki pH 4,5 akan didominasi oleh ikan rawa yang bersifat tahan terhadap perubahan derajat keasaman perairan, namun di rawa banjiran -derajat keasaman akan te~netralisirdengan masuknya air dari sungai utama. Konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian berkisar antara 4,O-6,3 mgll. Kandungan oksigen ini tergolong normal, sama halnya pada rawa banjiran Sungai Missisipi yang memiliki kandungan oksigen terlarut antara 2,63-8,14 mgll dengan pH 7,2 1-8,67 (Varble EI nl., 2007). Secara keseluruhan, dengan nilai parameter lingkungan tersebut rawa banjiran Sungai Kampar Kiri merupakan habitat yang dapat mendukung kehidupan 86 jeiiis spesies ikan yang didoininasi oleh ikan dari fanlili Cyprinidae (Simanjuntak
et al., 2006).
4.2. Komposisi hasil tangkapan clan sebaran ukuran panjang Jumlah total ikan motan yang tertangkap selama penelitian adalah 479 ekor dengan 251 ekor ikan jantan dan betina 228 ekor (Tabel 3 dan Lampiran 3). Jumlah tangkapan total paling banyak pada bulan Desember yaitu 133 ekor. Tabel 3. Jumlah, kisaran panjang total dan berat ikan motan yang tertangkap pada bulan Juli-Desember 2006 Jnntnn
Total
Bctina
Bulan
n
L (mm)
W(gram)
n
Juli
11
105-151
8,69-27.87
19
107-178
Agustus
42
103-155
73-2557
19
September
27
105-152
8,07-29,49
Oktober
74
91-175
November
25
Desember Total
L (mm)
W (gram)
n
L(mm)
W (gmm)
8,8749,68
30
105-178
8,6949.68
104-142
8,33-19.81
61
103-155
7.38-25,57
38
101-189
5,60-60,73
65
101-189
5,6-60.73
5,3849,60
48
109-186
9,20-67,07
122
91-186
$38-67.07
108-186
9,0044,64
43
117-175
11,19-52,24
68
108-186
9,OO-52,24
72
98-169
6,89-36.69
61
103-175
8,04-43.22
133
98-175
6,8943,22
251
91-186
5,3849,60
228
101-189
5,60-67,07
479
91-189
5,60-67,07
Ikan Cyprinidae merupakan fauna yang mendominasi di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Simanjuntak et al., 2006). Banyaknya ikan motan yang tertangkap pada bulan Desember seiring dengan tingginya muka air pada akhir musim hujan di rawa banjiran Kampar Kiri. Hal ini tidak berbeda dengan danau Arang-arang yang didatangi oleh ikan-ikan putihan dari sungai Kumpeh (anak sungai Batanghari) ketika musim hujan tiba (Samuel, et al., 2002). Selanjutnya dikatakan juga bahwa ikan-ikan ini akan dapat hidup di perairan danau bersamaan dengan ternetralisirnya keasaman air danau. Perubahan permukaan air pada musim hujan sangat berperan dalam menentukan kehadiran, kelimpahan dan siklus reproduksi ikan. Pertumbuhan populasi ikan di slam sangat tergantung pada strategi reprod~tksidan respon dari perubahan lingkungan. Saat memasuki musim hujan, banyak ikan yang bermigrasi dari sungai uta111a dan danau permanen ke daerah banjiran (Galat, Fredrickson, Humburg dan Bataille 1998 in Jurajda el nl., 2006). Ikan Perccottus glenii memiliki kelimpahan yang besar pada saat banjir meluap di sekitar sungai Tisza, Bulgaria (Jurajda
el
nl., 2006). Kelimpahan spesies ikan di perairan tidak hanya tergantung
kepada ketersediaan habitat yang memadai, suplai makanan, kompetisi antar spesies
maupun individu di dalam satu spesies, akan tetapi juga dipengaruhi oleh musim dan aktivitas (Kerle et a/., 1999). Ikan selais (catfish) yang hidup di perairan yang sama memiliki strategi reproduksi dengan memijah sebelum terjadinya banjir (Simanjuntak, 2007), sedangkan ikan motan (whiteJish) mencapai puncak pemijahan saat banjir terbesar. Keadaan tersebut memungkinkan telur dan larva ikan motan yang baru menetas dimangsa oleh ikan selais. Hal ini memperlihatkan suatu proses keseimbangan eltologis di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, kelimpahan populasi ikan motan dikendalikan oleh keberadaan ikan selais dan ikan sejenis lainnya.
Selang panjangtotal (mm)
Gambar 3. Jumlah keseluruhan ikan motan yang tertangkap selama penelitian berdasarkan kelas ukuran panjang Ikan motan jantan yang tertangkap selama penelitian berada pada kisaran panjang 91-190 mm dan ikan betina pada selang panjang 101-190 mm (Gambar 3 dan Lampiran 3). Jumlah ikan motan yang tertangkap selama penelitian, baik jantan maupun betina berada pada kisaran panjang tubuh yang sama yaitu 11 1-120 mm. Pada selang panjang tubuh 91-130 mm ikan motan jantan lebih banyak daripada ikan betina namun pada kisaran lebih besar (141-190 mm) ikan betina terdapat dalam jumlah yang lebih banyak sehingga dapat diduga bahwa ilcan motan betina dapat mencapai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan ikan jantan. Menurut Suryaningsih (2000), ikan motan yang diteliti di Waduk Koto Panjang, Riau, memiliki kisaran panjang antara 135-180 111m dengan berat 45,7-110 gram pada jantan dan 113-225 mm dengan berat 39,5-235,6 gram pada betina. Jika dibandingkan, maka ikan motan yang tertangkap di rawa banjiran Sungai Kampar
Kiri lnemiliki ukuran yang lebih beragarn. Perubahan dari perairan mengalir menjadi perairan tergenang dalam pembentukan Waduk Koto Panjang dapat mempengaruhi adaptasi ikan motan, sedangkan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri merupakan habitat asli yang tidak diubah oleh kegiatan manusia.
4.3. Hubungan panjang berat Model persamaan hubungan panjang total dengan berat ikan motan jantan dan betina adalah W
=
4 x 10-6L3,l 16 dan W
=
2 x ~ o - ~ L ~ , ' "sedangkan , secara
keseluruhan adalah W = 2 x 10-6L3,241 (Gambar 4). Berdasarkan uji T diperoleh nilai b yang berbeda nyata dengan 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan motan jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif yaitu pertumbuhan berat yang cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan panjang (Lampiran 4). Sudut regresi panjang dan berat tubuh antara ikan motan betina dan jantan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (fhitzmng (5,6041) > ftabel (3,8610), sehingga dengan nilai b yang lebih besar ikan rnotan betina memiliki tubuh yang lebih gemuk daripada ikan jantan pada kisaran panjang yang sama (Lampiran 5). Ikan motan di Waduk Koto Panjang memiliki pola pertu~nbuhanallometrik negatif yang ditandai dengan nilai b < 3 (Suryaningsih, 2000). Hal ini sangat berbeda dengan ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan kondisi perairan antara Waduk Koto Panjang dengan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Menurut Pulungan et al., (1998) in Su~yaningsih(2000), nilai b dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti spesies ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kernatangan gonad, tingkat kedewasaan ikan, musim dan waktu penangkapan. Di Waduk Koto Panjang terdapat 24 spesies ikan yang sebagian besar tergolong pemaltan plankton dan ikan motan bultan merupakan ikan yang mendominasi (Nastiti el nl., 2006), ha1 ini memperlihatkan kernampuan iltan motan dalanl bersaing mendapatkan makanan tergolong rendah sehingga pertumbuhannya tidak sebaik di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Jumlah keramba jaring apung yang terus rneningkat setiap tahun, limbah pertanian, limbah pabrik gambir, penangkapan ikan secara intensif di seluruh desa pesisir waduk yang berlangsung
sepanjang tahun, serta penggundulan hutan yang banyak terjadi di sekitar Waduk Koto Panjang dapat rnerusak lingkungan perairan dan biota di perairan tersebut (Nastiti et al., 2006). Dibandingkan dengan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Waduk Koto Panjang memiliki tekanan lingkungan yang lebih tinggi sehingga berpengaruh terhadap perkembangan ikan motan yang hidup di sana.
0
50
100
150
200
Panjang, L ( m m )
(Jantan dan Betina)
0
50
100
150
200
Panjang, L(mm)
(Jantan)
Panjang, L(mm1
(Betina) Gambar 4. Grafik hubungan panjang berat ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri
Pertumbuhan berat yang lebih cepat daripada panjang tubuh dapat terjadi pada saat ikan menjalani proses pematangan gonad (Pulungan et al., 1998 in Suryaningsih, 2000). Ikan semah (Tor dozrronensis) di Danau Kerinci dan Sungai Merangin, Jambi memiliki pola pertumbuhan isometrik dengan nilai b adalah 3 (Rupawan, et al., 1999). Pada ikan Silver Crucian Carp Carassius gibelio (Bloch
1782) di Danau ~ O i r d i r Turki, , nilai b ikan betina lebih besar daripada ikan jantan ltarena ikan betina terdapat lebih banyak pada ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Balik et nl., 2004). Pola pertumbuhan ikan motan yang diperoleh di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (allometrik positif) dapat memperlihatkan bahwa lingkungan ini termasuk habitat yang sesuai bagi perkembangan ikan motan. 4.4. Faktor Kondisi
Berdasarkan pola pertumbuhan ikan motan yang tergolong allometrik positif
(W
=2
x
maka dalam penghitungan faktor kondisinya digunakan faktor
kondisi relatif. Nilai faktor kondisi ikan motan jantan dan betina di rawa banjiran sungai Kampar Kiri dapat dilihat pada Tabel 4. Kisaran nilai faktor kondisi ikan motan jantan dan betina adalah 0,86-1,44 dan 0,89-1,76 dengan rata-rata yang berbeda setiap tingkat kematangan gonadnya (Lampiran 6). Dari data di atas terlihat bahwa faktor kondisi cenderung meningkat dengan meningkatnya TKG. Hal yang sama juga diperoleh pada ikan motan yang hidup di Waduk Koto Panjang, Riau (Suryaningsih, 2000). Tabel 4. Faktor kondisi ikan motan jantan dan betina berdasarkan tingkat ketnatangan gonad Faktor Kondisi Jantan
Betina
TKG
N
Kisaran
Rata-rata
N
Kisaran
Rata-rata
I
97
0,86-1,35
1,13
58
0,89-1,36
1,16
I1
48
0,96-1,31
1,16
44
0,76-1,57
1,14
111
39
0,92-1,42
1,16
75
0,71-1,76
l,lS
IV
67
0,89-1,44
1,20
51
1,04-1,54
1,30
Ikan nila (Oreochromis niloticus) di Cross river, Nigeria, juga mencapai nilai faktor kondisi maksimum saat mencapai TKG IV yang seiring dengan meningkatnya muka air karena banjir pada bulan Juli (Offem, 2007). Nilai faktor kondisi cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya berat gonad dan pada akhimya meningkatkan berat tubuh ikan secara keseluruhan (Simanjuntak, 2007). Effendie (1997) juga menyatakan ha1 yang sama bahwa peningkatan nilai faktor kondisi ikan dapat terjadi saat gonad mengalami perkembangan dan akan mencapai puncaknya saat akan meldcukan pemijahan 4.5. Aspek reproduksi 4.5.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV setiap bulan penangkapan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Ikan-ikan motan yang telah matang gonad paling banyak terdapat pada bulan Desember dengan perbandingan jumlah jantan dan betina yang paling seimbang dibandingkan bulan lainnya. Jika dibandingkan dengan tingginya muka air pada bulan Desember dapat diketahui bahwa ikan motan paling potensial memijah pada bulan tersebut karena kemungkinan besar telur yang dikeluarkan oleh ikan motan betina akan terbuahi oleh sperma ikan jantan. Ikan Gymnotur aff. carapo yang hidup di danau kecil di daerah Rio Grande, Brazil, memiliki nisbah kelamin yang seimbang yaitu 1:l (Cognato dan Fialho, 2006). Pada ikan semah (Tor douronensis) di Danau Kerinci dan Sungai Merangin diperoleh nisbah kelamin 3:2 (Rupawan et a/., 1999). Berdasarkan uji Chi Square pada selang kepercayaan 95%, diperoleh nisbah kelamin yang tidak berbeda nyata di daerah Simalinyang (db
=
rX2hihmng (4,55) < X2 tabel
5) (11,07), dengan kata lain nisbah kelamin ikan motan selama penelitian
seimbang (Lampiran 7). Berbeda halnya dengan daerdl Simalinyang, nisbah kelamin ikan motan di Mentulik tidak seimbang dengan
X2
hirung (13,12) > X2 tnbel (db = 5)
(1 1,07) (Lampiran 7). Penyimpangan nisbah kelamin ikan dari 1 : 1 dapat disebabkan oleh perbedaan distribusi, aktivitas, dan geralcan ikan (Tiirkmen et al., 2002 in Simanjuntak, 2007).
Pengurangan penangkapan ikan motan pada bulan Desember y puncak pemijahan, dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk pengelolaan ikan ini. Pengendalian yang tepat merupakan upaya terbaik dalam mempertahankan keberadaan ikan motan di dam. Wantan
Betina
Bulan pengambilan contoh
Gambar 5. Nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV di Simalinyang selama b~ilanpenangkapan 7 ;
.-C 6
.i
r 2
-i
0Jantan
E 5 4 m 4 3 3 .I Y
.-
Betina ......
...,.
Bulan pengambilan contoh
Gambar 6. Nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV di Mentulik selama bulan penangkapan
4.5.2. Tingkat kematangan gonad Tingkat kematangan gonad ikan motan selama penelitian disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 8. Pada bulan Juli hingga Agustus, baik ikan jantan maupun betina belum terdapat TKG 111dan IV. Tingkat kematangan gonad ikan motan mulai memasuki TKG 111 dan IV pada bulan September hingga bulan Desember, sebingga bisa dikatakan selama waktu tersebut iltan motan sudah melakulcan pemijahan. Jumlah ilcan jantan yang memiliki TKG IV paling banyak terdapat pada bulan Oktober, begitu juga ikan betina.
--- --
Perbandingan jumlah gonad yang telah matang pada ikan motan jantan dan betina terlihat seimbang saat memasuki awal bulan September hingga Desember. Hal ini memungkinkan tingkat keberhasilan pada pemijahan karena sebagian besar telur yang dikeluarkan oleh ikan betina akan terbuahi.
Bulan pengambilan contoh
(Jantan)
(Betina) G~ambar7. Persentase tingkat kematangan gonad ikan motan setiap bulan Bulan pengambilan contoh
Banyaknya ikan motan yang matang gonad pada bulan Oktober hampir sama dengan hasil penelitian Suryaningsih (2000) terhadap ikan motan di Waduk Koto Panjang, ikan motan jantan TKG IV paling banyak juga terdapat pada bulan Oktober namun berbeda dengan ikan betina yang matang gonad terbanyak pada bulan November. Dari keseluruhan bulan terlihat ikan motan jantan cenderung lebih dahulu mengalami kematangan gonad. Hal ini sama halnya dengan ikan Irish polland (Coregonus nutunzrzalis) di Irlandia (Harrod dan Griffiths, 2004).
Kisaran panjang total (rnrn)
(Jantan)
I(isaran panjangtotal (rnrn)
(Betina) Gambar 8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan motan berdasarkan kisaran ukuran panjang Tingkat kematangan gonad ikan motan pada setiap kisaran panjang disajikan pada Gambar 8 dan Larnpiran 8. Ikan motan jantan pada kisaran ukuran panjang 91100 mm hanya terdapat 1 ekor dengan TKG I, karena hanya terdapat satu ekor ikan maka belum dapat disimpulkan bahwa ukuran panjang tersebut merupakan awal ikan motan matang gonad. Ikan motan jantan maupun betina mulai memasuki TKG 111 dan IV pada ukuran tubuh 101-1 10 mm. Pada kisaran panjang 171-190 mm, semua ikan jantan pada ukuran ini telah mencapai TKG IV dan siap memijah, sedangkan ikan betina lebih banyak TICG IV pada ukuran 161-170 mm. Dari gambar di atas juga terlihat ukuran ikan lnotan jantan dan betina matang gonad pertama kali pada ukuran yang salna yaitu antara 10 1-1 10 mm dengan tinggi badan berkisar antara 21-
25 mm. Ikan Silver Crucian Carp Car-crssizrs gibelio (Bloch 1782) di Danau ~ f i i r d i r ,
Turki, matang gonad pada panjang tubuh 80 mm pada jantan dan 90 mm pada betina (Balik et al., 2004). Berbeda dengan ikan motan jantan, yang betina lebih memiliki tingkat kematangan gonad yang bervariasi pada setiap kisaran ukuran panjang tubuhnya. Ikan semah (Tor douronensis) memasuki TKG IV pada ukuran tubuh yang lebih kecil yaitu sekitar 48,8-64,8 mm (Rupawan et al., 1999).
4.5.3. Indeks kematangan gonad Secara lceseluruhan nilai IKG rata-rata ikan motan betina terlihat lebih besar daripada IKG ikan motan jantan (Tabel 5 dan Lampiran 9). Pada bulan Desember, ikan-ikan motan jantan maupun betina memiliki kisaran IKG maksimum masingmasing 0,08-0,93 dan 0,ll-15,26%. Nilai IKG semakin tinggi saat memasuki bulan September hingga puncaknya pada bulan Desember. Hal ini menandakan ikan motan banyak memijah pada bulan Desember bersamaan dengan tinggi muka air maksimum di perairan rawa banjiran sungai Kampar kiri. Tabel 5. Indeks kematangan gonad ikan motan pada setiap bulan selama pengambilan contoh Bulan
IKG Jantan (%)
IKG Betina (%)
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
0,19-1,28
0,23
0,20-0,78
0,40
0,03-0,48
0,14
0,l 1-0,34
0,22
September
0,03-0,73
0,24
0,OS-6,44
2,01
Oktober
0,04-0,85
0,39
0,04-13,17
2,20
November
0,OS-4,83
0,47
0,13-14,67
3,73
Desember
0.08-0,93
0,34
0,l 1-15,26
4,65
Juli
Ag~ist~~s
Ikan motan memiliki nilai IKG makin besar saat memasuki musim hujan, berbeda dengan ikan selais (Ontpok hypophthaltnus) pada perairan yang sama, kelompok iltan catfih ini memijah sesaat sebelum banjir besar tiba pada puncak musim hujan (Simanj~~ntak, 2007). Ikan kapiek di Sungai Rangau memiliki nilai IKG yang juga makin tinggi saat hujan membanjiri Sungai Rangau (Yustina dan Amentis,
2002).
Tabel 6. Indeks kematangan gonad ikan motan berdasarkan TKG IKG Jantan (%) Kisaran Rata-rata 0,Il-0,17 0,18 0,09-0,50 0,24 0,lO-0,69 0,34 0,12-4,84 0,5 1
TKG I 11
111
IV
IKG Betina (%)
Kisaran
Rata-rata
0,19-0,23 0,lG-4,34 0,57-9,59 3,12-15,26
0,19 1,31 2,94
8/55
Berdasarkan TKG, nilai IICG ikan motan dapat dilihat pada Tabel 6. Secara keseluruhan nilai IKG ikan motan semakin tinggi dengan meningkatnya TKG. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan berat gonad ikan akan berpengaruh terhadap peningkatan berat tubuhnya. 4.5.4. Fekunditas
Fekunditas total ikan motan berkisar antara 718-27.636 butir dari total 107 ikan betina yang telah matang gonad dengan kisaran panjang tubuh 105-189 mm dan berat 8,97-67,07 gram (Lampiran 10). Ikan dengan fekunditas terendah memiliki berat 12,6 gram dan panjang tubuh 114 mm, sedangkan ikan dengan fekunditas tertinggi memiliki berat 52,24 gram dengan panjang tubuh 175 mm. Menurut Suryaningsih (2000), fekunditas ikan motan di Waduk Koto Panjang pada tahun 2000 mencapai kisaran 8.581-133.324 butir.pada berat 3,78-39,43 gram dan panjang baltu 142-225 mm. Fekunditas pada ikan Chub (Leuciscus cephnltrs) memiliki hubungan sejajar dengan peningkatan panjang tubuh, berat tubuh, berat gonad, dan bertambahnya umur (Seyin, 2002). Beberapa faktor yang berperan terhadap jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina yaitu fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk, ukuran telur, kondisi lingkungan dan kepadatan populasi (Moyle dan Cech, 2004). Persaingan antara fauna ikan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dapat mengakibatkan berkurangnya makanan yang tersedia bagi ikan motan, sehingga persediaan energi untuk reproduksi juga terbatas. Hal ini menjadi salah satu sebab rendahnya jumlah dan kualitas telur ikan motan. Penggundulan hutan yang banyak terjadi di hulu sungai Kampar dapat mempengaruhi keberadaan plankton, dan secara tidak langsung juga berpengaruh
terhadap fekunditas ikan motan. Jika hutan di sekitar perairan ini ditebang maka pengikisan tanah oleh air hujan tidak dapat dihindari, sehingga partikel lumpur dan zat lainnpa akan langsung masuk ke perairan. Hal tersebut dapat meningkatkan kekeruhan sehingga penetrasi cahaya matahari herkurang dan fotosintesis plankton terganggu. Gangguan ini dapat mempengaruhi ketersediaan plankton yang dimanfaatkan oleh ikan motan sebagai makanan (Suryaningsih, 2000). Selain itu partikel berlebih di dalam air akan mengganggu hngsi insang sebagai pemasok oksigen, jika ha1 ini terjadi maka metabolisme dapat terganggu dan kualitas reprod~lksijuga akan menurun.
0
50
100
150
200
Panjangtotal (mm)
Gambar 9. Hubungan fekunditas dengan panjang tubuh ikan motan
Berat tubuh (gram)
Gambar 10. Hubungan fekunditas dengan berat tubuh ikan motan Hubungan fekunditas ikan motan dengan panjang total dinyatakan dengan persarnaan F
=
0 , 0 0 2 ~ *(Gambar , ~ ~ ~ 9) sedangkan hubungan fekunditas ikan motan
dengan berat tubuhnya dinyatakan dengan persamaan F
=
1 3 3 , 3 ~ ' ,(Gambar ~~' 10).
Kedua persamaan tersebut memperlihatkan hubungan yang tidak erat, tetapi jika dibandingkan berat ikan motan betina terlihat lebih berpenganlh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Hal yang sama juga dialami oleh dengan ikan rainbow selebensis yang ada di danau Towuti (Nasution, 2005). 4.5.5. Sebaran diameter telur dan pola pemijahan
Ikan motan yang diukur diameter gonadnya yaitu ikan motan betina dengan TKG 111(61 ekor) dan TKG IV (43 dari 49 ekor). Sebaran diameter telur ikan motan dapat dilihat pada Gambar 11, serta diameter telur ikan motan berdasarkan tingkat kematangan gonadnya pada Lampiran 11. Kisaran diameter ikan motan yang telah matang gonad adalah antara 0,50-1,03 mm. Pada TKG 111frekuensi terbesar diameter telumya berada pada kisaran 0,62-0,67 mm dan TICG IV pada diameter 0,74-0,79 mm. 50
:
Kelompolt okuran diameter telur (mm) Gambar 11. Sebaran kelompok diameter telur ikan motan pada TKG 111 dan IV
Iltan motan di Waduk Koto Panjang memiliki diameter telur 0,68-0,98 mm dengan sebaran terbanyak pada diameter 0,83 dari 3 ekor ikan dengan TKG IV yang diukur (Suryaningsih, 2000). Ikan rainbow selebensis di Danau Towuti memiliki kisaran diameter telur 0,02-1,79 mm (Nasution, 2005). Diameter maksimum dari telur ikan Chub (Leuciscus cephaltrs) di daerah dam Danau Topam berkisar antara 1,350-1,275 mm. Selanjutnya dijelaskan bahwa diameter telur ikut meningkat dengan peningkatan panjang tubuh, berat tubuh, dan umur, serta ikan yang lebih besar memiliki telur yang lebih besar (Seyin, 2002). Menurut Friedland et al. (2005) level reluutmen dipengaruhi oleh ukuran dan kualitas dari telur. Berdasarkan pola penyebaran diameter telur ikan motan (Gambar 1I), dapat diduga pola pemijahannya adalah sekaligus pada waktu yang bersamaan. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Suryaningsih (2000) pada ikan motan di Waduk Koto Panjang. Berbeda halnya dengan ikan kapiek di Sungai Rangau yang memiliki pola pemijahan bertahap ( Yustina dan Amentis, 2002). 4.6. Alternatif pengelolaan ikan motan Dalam perikanan
tangkap diperlukan pengelolaan yang tepat
agar
ketersediaan sumberdaya ikan di alam dapat dipertahankan. Pengelolaan yang tepat merupakan kunci bagi kelestarian ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa altematif pengelolaan yang dapat diterapkan yaitu: a. Perlindungan habitat Ikan motan yang matang gonad dan siap memijah beruaya dari danau tapal ltuda ke rawa banjiran Sungai Kampar Kiri saat memasuki musim hujan untuk bereproduksi. Perlindungan habitat dapat dilakukan dengan mengatur penangkapan ikan di daerah ini saat pemijahan dan membatasi pemanfaatan hutan sekitar perairan rawa banjiran tersebut. Hal ini akan memberi kesempatan ikan-ikan untuk bereproduksi sehingga dapat mempertahankan keberadaan sumberdaya ikan ini di alam. b. Pengaturan alat dan cara penangkapan Penangkapan ikan hendaknya dilakukan dengall menggunakan alat tangkap yang tepat. Berdasarkan ukuran tinggi badan ikan motan yang mulai
matang gonad maka t~kuranyang dianjurkan bagi jaring insang adalah lebih besar dari 21 mm (Gambar 9). Dengan menggunakan alat tangkap seperti ini maka ikan motan yang akan memijah dapat 1010s dari jaring dan melakukan reproduksi untuk mempertahankan jumlah populasinya. Alat tangkap berupa sempirai (perangkap) sebaiknya hanya digunakan setelah ikan motan selesai memijah. Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan ikan motan bereproduksi terlebih dahulu sebelum ditangkap oleh nelayan, dengan begitu sumberdaya ikan motan dapat dimanfaatkan terus-menerus.
V.
5.1.
ICESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Ikan motan memijah pada bulan September hingga Desember dengan
puncak pemijahan terjadi pada bulan Desember. Ikan ini matang gonad pertama kali pada kisaran panjang tubuh antara 101-120 mm yaitu 103 mm pada betina dan 104 mm pada betina, dengan tinggi badan antara 21-25 mm. Fekunditas total berkisar antara 71 8-27.636 butir dengan pola pemijahan berlangsung serentak.
5.2.
SARAN Ikan motan adalah salah satu dari sumberdaya perikanan yang harus
dilestarikan agar dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan. Beberapa alternatif pengelolaan ikan motan antara lain perlindungan habitat dan pengatur& alat tangkap. Alat tangkap berupa jaring insang sebaiknya memiliki mata jaring yang lebih besar dari 21 mm dan alat tangkap sempirai (perangkap) hanya dipasang ketika ikan-ikan motan selesai memijah.
Balik, U., Remziye, Z. K., H Y ~ Y U., ~ , Uysal, R. 2004. Investigation of some biological characteristics of the Silver Crucian Carp, Carassizrs gibelio (Bloch 1782) population in Lake ~ O i r d i r .Tzrrkey Journal of Zoology., 28:19-28 Chellappa, S., Camara, M. R., Chellapa, N. T., Beveridge, M. C. M., dan Huntinford, F. A. 2003. Reproductive ecology of Neotropical Chiclid fish, Cichla monoculus (Osteichthyes: Cichlidae). Brazil. Brazil Journal of Biology., 63(1): 17-26 Cognato, D. P., dan Fialho, C. B. 2006. Reproductive biology of a population of Gymnotus aff. Carapo (Teleostei: Gymnotidae) from Southern Brazil. Neotropical Ichthyology 4(3): 339-348 Effendie, M. I. 1979. Metode biologiperikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor Effendie, M. I. 1997. Biologiperikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta Friedland, K. D., Ama-Abashi, D., Manning, M. L., Claeke, Kligys, G., dan Chambers R. C. 2005. Automated egg counting and sizing from scanned images: Rapid sample processing and large data volumes for fecundity estimates. Journal ofSea Research 54: 307-3 16 Harrod, C., dan Griffiths, D. 2004. Reproduction and fecundity of Irish Pollan (Coregonus autumnalis Pallas, 1776), a threatened lake coregonid. Ann. Zoology ofFenici 41: 117-124 Husnah dan Aida, S. N. 2005. Jenis, jumlah dan distribusi ikan budidaya terlepas di Sungai Kampar, Propinsi Riau. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia ll(6): 1-9 Jurajda, P., Vassilen, M., Polacik, M., Trichkova, T. 2006. A first record of Perccottus glenii (Perciformes: Odontobutidae) in the Danube River in Bulgaria. Acta Zoology ofBulgaria., 58(2): 279-282 Kartamihardja, E. S. 1996. Structure of fish community and reproductive biology of three indigenous species of Cyprinids in Kedungombo Reservoir. Indonesian Fisheries Research Journal 2(1): 19-31 Kartamihardja, E. S. 2007. Spektra ukuran biomassa plankton dan potensi pemanfaatannya bagi komunitas ikan di zona limnetik waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Disertusi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kerle, F., Zollner, F., Schneider, M., Bohmer,J., Kappus, B., dan Baptist, M. J. 1999. Modelling of long-term fish habitat changes in restored secondary floodplain channels of the River Rhine. Hydro Ecology Research Group Stzrtfgart, Pfaffenwaldring 61, D-70550 Stuttgart, Germany
Kottelat, M., Whitten, A. J., Kartikasari, S. N., dan Wirjoatmojo, S. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi (edisi dwi bahasa). Barkeley books. Pte Ltd, Terrer road. Singapore Mazzoni, R., Mendonca, R. S., dan Caramaschi, E. P. 2005. Reproductive biology of Astanax janeiroensis (Ostheichthyes, Characidae) from The Ubatiba River, Marica, RJ, Brazil. Brazilian Jozrrnal of Biology., 65(4): 643-649 Moyle, P. B., dan Cech, J. J. 2004. Fishes an introduction to ichiyology. Edition. University of California, Davis
.
sth
Nastiti, A. S., Satria, H., Tjahyo, D. W. H., Purnomo, K., Nurdawati, S., Nurfiarini, A,, Suryandari, A,, Warsa, A,, Sugianti, Y., Endah, S., Purnamaningtyas, dan Mujianto. 2006. Rehabilitasi populasi ikan di Danau Teluk, Mahligai, Napal Sisik (Jambi), dan Waduk Koto Panjang (Riau). Laporan Tahunan. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Nasution, S. H., Djamhuriah, S. S., Lukman, Triyanto, dan Fauzi, Hasan. 2006. Aspek reproduksi ikan beseng-beseng (Thelmatherina ladigesi) dari beberapa sungai di Sulawesi Selatan, p: 83-93. In M.F.Rahardjo, Djadja Subardja Sjafei, Ike Raclunatika, Charles, P. H Simanjuntak, Ahmad Zahid (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Ikan IK Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006 Nasution, S. H. 2005. Karakteristik reproduksi ikan endemik rainbow selebensis (Telmatherina celebensis Boulenger) di Danau Towuti. Jurnal Penelitian Pe~ikananIndonesia 1 l(2): 29-37 Nikolsky, G. V. 1963. The ecology offishes. Academic Press. New York Offem, B.O., Akegbejo, Y. S., dan Omoniyi, I. T. 2007. Biological assessment of Oreochromis niloticus (Pisces : Cichlidae; Linne, 1985) in a tropical floodplain river. African Journal ofBiotechnology 6(16): 1966-1971 Royce, W. F. 1972. Introduction to the fishery science. Academic Press. New York Rupawan, Karim, A. G., dan Husnah. 1999. Beberapa sifat biologi dan ekologi ikan semah (Tor douronensis) di Danau Kerinci dan Sungai Menangin, Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5(4): 1-6 Saanin, klasanuddin. 1968. Taksonomi dun kuntji iclentifikasi ikan. Binatjipta. Bandung Samuel, Adjie, S., dan Nasution, 2.2002. Aspek lingkungan dan biologi ikan di danau Arang-arang, Propinsi Jarnhi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8(1): 1-13 Seyin, H. 2004. The reproduction biology of Chub (Leuciscus cephallrs L. 1758) in Topam Dam Lake, Turkey. Turkey Journal of Animals Science 28: 693699
Simanjuntak, C. P. H. 2007. Reproduksi ikan selais, Onzpok hypophthalmus (Bleeker) berkaitan dengan perubahan hidrologi perairan di rawa banjiran sungai Kampar Kiri. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Simanjuntak, C. P. H., M. F Rahardjo., dan S. Sukimin. 2006. Iktiofauna rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Jurnal Iktiologi Indonesia 6(2): 99-109 Suryaningsih. 2000. Beberapa aspek biologi ikan motan (Thynnichthys polylepis, Bleelter) dari Waduk PLTA Koto Panjang di sekitar Desa Gunung Bungsu Propinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau Torang, M., dan Buchar, T. 1996. Concept development of local fish resource in Central Kalimantan, p: 471-480. In Toshio Iwakuma, Takashi Inoue, Takashi Kohyama, Mitsuru Osaki, Herwint Simbolon, Harakuni Tachibana, Hidenori Takahashi, Noriyuki Tanaka, Kazou Yabe (penyunting). Prosiding of the International Symposium on Tropical Peat Lands. Bogor, Indonesia, 22-24 November 1999 Utomo, A. D., dan Krismono. 2006. Aspek biologi beberapa jenis ikan langka di Sungai Musi Sumatra Selatan, p: 309-315. In M. F. Rahardjo, Djadja Subardja Sjafei, Ike Rachmatika, Charles, P. H. Simanjuntak, Ahmad Zahid (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006 Varble, K. A,, Hoover, J. J., George, S. G., Murphy, C. E., dan Killgore, K. J. 2007. Floodplain wetlands as nurseries for Silver Carp (Hypophthalmichthys molitrix: a conceptual model for use in managing local populations. ERDUTNANSRP (07). 4 November 2007 Walpole, R. E. 1992. Pengantar statistika edisi ke-3. B, Sumantri, penerjemah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to statistics 3'* edition Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau - Riau, Sumatra. Jurnnl Matematika dun Sains 7(1): 5-14 Zweig, R. D., Morton, D. J., Steward, M. M. 1999. Source water qualily for aquaculture a guide assessment. The World Bank. Washington, D. C. http:l/ www. fishbase.org. 13 Mei 2007 http:/lwww.riau.go.id. 10 Juli 2007
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bebel-apa stasiun pengarnbilan sampel ikan motan
Simalinyang
Lampiran 2. Foto jenis alat tangkap
Jaring insang eksperimental
Lampiran 3. Sebaran frekuensi junlah ikan motan
a. Setiap selang kelas panjang Kelas ukuran
Rasio kelarnin
panjang (mm)
Jantan (Ekor)
Betina (Ekor)
(Jantan/Betina)
91-100
2
0
0,OO
101-1 10
29
21
1,39
1 1 1-120
93
56
1,66
121-130
46
34
l,35
131-140
38
44
0,86
b. Setiap bulan pada lokasi pengambilan sampel yang berbeda Simalinyang Jantan Bulan
(J)
Betina (B)
Juli Agustus September Oktober November Desember
1 0 9 7 16 34
3 0 19
Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember
Jantan (J) 10 42 18 80 S 38
'
9
30 27
Mentulik Betina (B) 16 19 19 39 13 34
Lampiran 4. Uji t hubungan panjang berat ikan motan jantan dan betina a. Jantan
n = 251
a = 0,000004
b=3,116
Sb = 0,0501
1. Ho : b = 3 (pola pertumbuhan isometrik) H1 : b # 3 (pola pertumbuhan allometrik) Jika b > 3, maka pola pertumbuhan allometrik positif Jika b < 3, maka pola pertumbuhan allometrik negatif 2. Taraf nyata 95% (a = 0,05) 3. Perhitungan thirung = b= 3,116 - 3 Sb 0,0501 = 2,3 154
4. t tabel= 1,9695 5. Keputusan : tolak Ho karena thilzmng> tfabel 6. Keputusan : b > 3, pola pertumbuhan allometrik positif b. Betina n = 228
a = 0,000002
b = 3,241
Sb = 0,0565
1. Ho : b = 3 (pola pertumbuhan isometrik) H1 : b # 3 (pola pertumbuhan allometrik) Jika b > 3, maka pola pertumbuhan allometrik positif Jika b < 3, maka pola pertumbuhan allometrik negatif 2. Taraf nyata 95% (a = 0,05) 3. Perhitungan t h i t ~ r = ~ ~b g = 3.241- 3 Sb 0,0565 = 4,2655
4. t label = 1,9705 5. Keputusan : tolak Ho karena t/~ilzmng> t tabel 6. Keputusan : b
3, pola pertumbuhan allometrik positif
Lampiran 5. Uji f hubungan panjang berat ikan motan jantan dan betina
Dari data yang telah diolah diperoleh perhitungan sebagai berikut: N
1x
1x2
1xu
Y
X Y2
1xZ
1xy
1y2
1 dY.xZ
Jantan
251
525,805
1102,158
608,71 1
289,565
341,lO
0,679
2.1 19
7,044
0,44
Betina
228
483,810
1027,526
608,602
285,421
367,67
0,893
2,947
10,364
0,64
Jumlah
479
1009,615
2129,684
1217,313
574,986
708,77
1,572
5,066
17,408
1,08
1x2 (total)
=
1x2- ( x X)'IN
= 2129,685 =
1xy (total)
= =
(1009,615)~1479
1,6632
C XY - (1X) (1Y)/N 1217,313 - (1009,615) (574,9853)1479
= 5,3844
1 Y2 (total)
1
= y2- ( x Y ) ~ / N = 708,77 - (574,9853)"479 = 18,5652
Sum of squares = 1y2- (1 xy)'/~x' Source of variation
d.f
C x2
7 XY
x y2
Szrm of squares
df
Total
478
1,6632
5,3844
18,5652
1,1088
477
Testfor adjzrsred means Deviationji.orn individzral means
Taraf nyata : 95% Ho : sudut regresi panjang berat antara ikan jantan
= ikan
betina
H1 : sudut regresi panjang berat antara ikan jantan f ikan betina Fhitxng = 0,012810,0023
=5,5652 Ftabei=
3,861
Keputusan : Tolak Ho karena fhirzrrs > ftabel Kesimpulan : sudut regresi panjang berat antxa ikan jantan dan betina berbeda
Mean sqzrares
Lampiran 6. Nilai faktor kondisi ikan motan Faktor Kondisi Jantan
TKG
N
Kisaran
Betina Rata-rata
N
Kisaran
Contoh perhitungan: Ikan ke 1 a (intersept) = 0,000002
b (slope) = 3,241 Berat tubuh (W) = 25,25 gram Panjang total (L) = 143 mm Faktor kondisi (K) = W= 25,25/(2.10-~x 1433,24')= 0,89 a.~'
Rata-rata
Lampiran 7. Uji Chi square terhadap nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG 111 dan IV
A. Di daerah Simalinyang Nisbah kelamin
Jumlah ikan (ekor) Jumlab
X2
Bulan
Jantan
Betina
harapan
Jantan:Betina
Juli
0
0
0
0
Agustus
0
0
0
0
September
7
13
10
1 : 1,9
Oktober
7
9
8
1 : 1,3
November
11
19
15
1 : 1,7
Desember
20
24
22
1 : 1,l
hitung = 1(7-10)~+(13-10)~)... + ~(20-22)~+(24-221~) 10
22
= 4,55
X2 hitung = 4,55
x2tabel
= X2 0,05
(V= 6-1)
= 11,07
Keputusan : x2hitung < x2tobel, maka gaga1 tolak Ho Kesimpulan : Nisbah kelamin ikan motan setiap bulannya seimbang
Lampiran 7. (sambungan) Uji Chi square terhadap nisbah kelamin ikan motan yang memiliki TKG I11 dan I V
B. Di Mentulik Jumlah ikan (ekor)
Nisbah kelamin Jumlah
Bulan
Jantan
Betina
harapan
Jantan:Betina
Juli
0
0
0
0
Agustus
0
0
0
0
September
0
7
33
0:7
Oktober
41
25
33
1 : 0,6
November
3
7
5
1 : 2,3
Desember
17
22
19,5
1 : 1,3
H1 : Jantan:Betina # 1 :1
+
X2 hitung = ~(0-3,5)~+(7-3,5)~) ~(17-19,5)~+(22-19,5)~)
3,5 =
13,12
X2 hitung =
13,12
19,5
Keputusan : X2 hilung > X2 label, maka tolak Ho Kesimpulan : Nisbah kelamin ikan motan tidak seimbang
Lampiran 8. Sebaran frekuensi tingkat kematangan gonad ikan motan
A. Berdasarkan kelas ukuran panjang total
Kelas ukuran panjang TKG I I 21 42 21 7
91-100 101-110 1 1 1-120 121-130 131-140 141-150 151-160 161-170 171-180 181-190
2 2 I 0 0
frekuensi jantan TKG TKG I1 I11 0 0 4 1 20 16 7 6 9 9 6 5 2 2 0 0 0 0 0 0
TKG IV 0 3 16 12 13 10 7 3
TKG I 0 14 28 7 6 2 0 1 0 0
2
I
frekuensi betina TKG TKG TKG I1 111 IV 0 0 0 2 3 2 8 11 9 12 9 6 4 24 10 8 14 6 7 4 5 0 4 7 3 2 5 0 4 1
B. Berdasarkan bulan pengambilan sampel ikan motan Bula~l
Juli Agustus September Oktober November Desember
TKG I 9 39 17 13 8 11
Frekuensi jantan TKG TKG 11 111 2 0 3 0 3 2 13 13 3 3 24 21
TKG IV 0 0 5 35 II 16
TKG I 14 18 10 8 2 6
Frekuensi betina TKG TKG TKG 11 I11 N 5 0 0 1 0 0 8 17 3 6 13 21 15 16 10 9 29 17
Lampiran 9. Kisaran nilai IKG rata-rata ikan moian
Bulan
Jantan
Betina
Kisaran
Rata-rata
Juli
0,19-1,28
0,25
0,20-0,78
0,40
September
0,03-0,73
0,24
0,OS-6,44
2,Ol
Oktober
0,04-0,85
0,39
0,04-13,17
2,20
November
0,08-4,83
0,47
0,13-14,67
3,73
Desember
0,08-0,93
0,34
0,ll-15,26
4,65
Contoh penghiiungan : Berat tubuh = 42,86 gram Berat gonad = 0,795 gram IKG (%) = Berai gonad x 100 Berat tubuh =
1,85%
Kisaran
Rata-rata
Lalnpiran 10. Fekunditas ikan motan pada TKG I11 dan IV A. TKG 3
Lampiran 10. (sambungan) Fekunditas ikan motan
B. TKG4
Lampiran 11. Diameter telur ikan motan pada TKG I11 dan IV TKG 111 Jumlah ikan = 61 ekor ICisaran diameter telur (mm)
Kelas
Frekuensi
Persentase (%)
0,50-0,s
A
0
0
0,56-0,61
B
1342
22
0,62-0,67
C
2684
44
0,68-0,73
D
1769
29
0,74-0,79
E
305
5
0,80-0,85
F
0
0
Kelas A
Frekuensi 57
Persentase (%) 1,33
TKG IV Jumlah ikan = 43 ekor Kisaran diameter telur (mm) 0,50-0,55