KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu)
[email protected] Pengkajian Keragaan Produktifitas Beberapa Klon Unggul Karet Rakyat di Propinsi Bengkulu dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di 5 Kabupaten sentra produksi karet Rakyat Propinsi Bengkulu. Tujuan Pengkajian adalah untuk melihat keragaan produktifitas klon unggul karet yang diusahakan oleh petani karet di Propinsi Bengkulu. Metode pengkajian yang digunakan adalah survey dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Responden dipilih sebanyak 150 orang petani karet dengan rincian 30 orang setiap kabupaten. Data yang dihimpun meliputi Kepemilikan lahan setiap kepala keluarga petani, sebaran klon unggul karet, produktifitas setiap klon, dan analisis usahatani. Data diolah secara deskriptif dan statistik. Hasil pengkajian menunjukan luas kepemilikan lahan petani karet berkisar antara 0,25 sampai 1,5 ha, terdapat 5 klon unggul karet yang diusahakan petani yang meliputi klon PB 260, BPM 24, BPM 1, RRIC 100 dan GT 1. Tingkat produktifitas berkisar antara 777 kg/ha/th sampai 1185 kg/ha/th. Dari hasil analisis usahatani menunjukan bahwa keuntungan usahatani karet rata rata sebesar Rp 6.745.000/ha/th dengan RC ratio sebesar 2,68. Kata kunci : Karet rakyat, Klon unggul, Produktifitas
Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu Afrizon, Dedi Sugandi and Andi Ishak
(Center for Agricultural Technology Bengkulu)
[email protected] Assessment of variability productivity Some Clones Superior Rubber People in Bengkulu implemented in May to August 2012 in the 5th District People's rubber production centers Bengkulu. Purpose of assessment is to look at variability rubber clones productivity afforded by rubber farmers in the province of Bengkulu. Assessment method used is to use a questionnaire survey (questionnaire). Respondents selected as many as 150 rubber farmers with details of 30 people per district. Data collected include land ownership per head of family farmers, distribution of rubber clones, each clone productivity and farm analysis. Data processed and descriptive statistics. The results of the study show the vast land holdings of rubber farmers ranged from 0.25 to 1.5 ha, there are 5 rubber clones covering farmers cultivated clones PB 260, 24 BPM, BPM 1, RRIC 100 and GT 1. Productivity levels ranged from 777 kg / ha / year up to 1185 kg / ha / year. From the results of the analysis showed that the benefits of farming rubber farm average of Rp 6.745.000/ha/th with RC ratio of 2.68. Keywords: Rubber people, superior Klon, Productivity
I. PENDAHULUAN Salah satu komoditas utama sektor perkebunan adalah karet dan telah diusahakan dalam skala yang luas baik oleh perkebunan rakyat, perkebunan Negara, maupun perkebunan swasta. Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun, 2012) melaporkan bahwa produksi karet alam Indonesia selama 5 tahun terakhir (2007-2011) masih didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu sebesar 79,58%. Dari produksi nasional sebesar 13.769.000 ton, perkebunan rakyat menyumbang produksi 10.958.000 ton, selanjutnya perkebunan swasta 1.464.000 ton, dan perusahaan negara 1.348.000 ton. Namun demikian bila ditinjau dari produktivitas, perkebunan rakyat masih lebih rendah yaitu 0,91 ton/ha dibandingkan dengan produktivitas karet pada perkebunan negara (1,2 ton/ha) maupun perkebunan swasta (1,1 ton/ha). Tanaman karet telah diusahakan secara turun-temurun oleh masyarakat petani di Bengkulu. Sampai saat ini menjadi tanaman perkebunan kedua setelah kelapa sawit dan berkontribusi terhadap PDRB sektor pertanian sebesar 9,13% (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Luas pertanaman karet saat ini di Propinsi Bengkulu mencapai 269.367 ha yang sebagian besar terdiri dari perkebunan rakyat 258.934 ha (95,92 %). Produktivitas karet rakyat di Propinsi Bengkulu baru mencapai 0,9 ton/ha (Disbun Provinsi Bengkulu, 2010). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet rakyat akibat pengelolaan kebun yang belum optimal seperti penggunaan bibit asalan, pemupukan yang tidak tepat dan pemeliharaan yang belum sesuai serta cara penyadapan yang tidak tepat. Tanaman karet bisa berproduksi sampai umur 30 tahun dengan pemeliharaan yang intensif. Berbeda dengan tanaman semusim, bahan tanam untuk tanaman perkebunan seperti karet berpengaruh sangat penting terhadap pendapatan petani dalam jangka panjang. Penggunaan bibit karet yang kurang baik akan menyebabkan petani menderita kerugian yang sangat berarti. Oleh
karena itu saat ini telah dilepas berbagai klon unggul karet yang berpotensi hasil tinggi, namun penggunaannya oleh masyarakat masih belum optimal. Klon unggul karet merupakan hasil serangkaian seleksi dan pengujian yang dilakukan secara periodik dari suatu material genetik. Penggunaan klon unggul merupakan salah satu faktor penting dalam sistem produksi karet. Oleh karena itu pemilihan klon perlu dilakukan dengan tepat yang sesuai dengan kondisi agriekosistim setempat (...................). Klon unggul karet yang tersebar di perkebunan karet rakyat di Provinsi Bengkulu dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu klon penghasil lateks yakni PB 260, BPM 24, PR 261 dan klon penghasil lateks kayu yakni RRIC 100 dan BPM 1 (Ditjenbun, 2011). Klon BPM 1 dan PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateks terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu, sedangkan klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan air serta kemarau panjang sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara tepat. Setiap klon karet memiliki karakteristik berbeda.
Klon karet PBM 24 dapat
menghasilkan hasil yang baik, pertumbuhan batang yang cepat dan dapat diadaptasikan ke dalam kondisi perkebunan rakyat, toleran terhadap penyadapan yang kasar namun tidak mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit daun Colletotrichum. Sedangkan klon RRIC 100 memiliki pertumbuhan sangat baik, berproduksi tinggi, sangat baik untuk naungan, cukup tahan terhadap penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora (........., ). Berdasarkan informasi dari Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, sudah tersebar beberapa klon unggul karet seperti PB 260, BPM 1, BPM 24, PR 261, RRIC 100 di Bengkulu. Sayangnya keberadaan klon-klon unggul ini diduga belum mampu meningkatkan produktivitas karet rakyat. Untuk mengetahui tingkat produktivitas berbagai klon unggul karet pada perkebunan karet rakyat di Bengkulu maka diperlukan penelitian dan pengkajian spesifik. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui keragaan produktifitas klon unggul karet rakyat di Provinsi Bengkulu, dan (2) mengetahui tingkat penerapan teknologi petani karet rakyat di Provinsi Bengkulu.
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan : Kuesioner, ATK, komputer suplai, dan kamera digital. 2.2. Metode Kajian ini berupa survei diawali dengan studi literatur untuk melihat permasalahan karet di tingkat petani. Survei dilaksanakan pada daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Bengkulu di 5 kabupaten yaitu Kabupaten Bengkulu Utara, Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur dan Bengkulu Tengah. Survei dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Agustus 2012. Data yang dikumpulkan adalah keragaan petani karet rakyat, penerapan teknologi budidaya, penggunaan klon unggul dan keragaan produktifitasna. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah responden sebanyak 150 orang sebanyak, masing-masing 30 orang petani karet rakyat pada setiap kabupaten lokasi survei. Data dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN DISKUSI HASIL Karakteristik responden Survei dilakukan terhadap 150 responden dengan karakteristik responden disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik responden survei. No.
Uraian
1. 2. 3. 4. 5.
Umur petani (tahun) Pendidikan formal (tahun) Pengalaman usahatani karet (tahun) Luas kebun karet (ha) Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (orang)
Minimum 16 6 2 0,25 1
Keterangan Maksimum 76 16 40 5 4
Rata-rata 44 9 14 1,15 2
Penerapan Teknologi Budidaya Penerapan teknologi budidaya karet pada perkebunan karet rakyat di Bengkulu disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat penerapan teknologi budidaya karet rakyat di Bengkulu. No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Komponen teknologi Penggunaan klon unggul Jarak tanam Populasi Jarak tanam Penggunaan pupuk : Urea SP 36 KCl Intensitas pemupukan Penyiangan Pengendalian hama dan penyakit Frekuensi penyadapan Umur tanaman rata-rata Umur mulai sadap rata-rata Kualitas produk lateks
Uraian 30 – 45 % 3 x 5 m, 3 x 6 m 550 -700 batang/ha 3 x 5 m, 3 x 6 m 150 -200 gr/pohon 100 gr/pohon 100 gr/pohon 1 kali setahun 1 – 2 kali setahun Belum intensif Setiap hari 13 tahun 7 tahun Sedang
Produktivitas klon karet unggul Penggunaan klon unggul karet didominasi oleh klon RRIC seratus. Jumlah petani dan persentase penggunaan klon unggul ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggunaan klon karet unggul pada perkebunan karet rakyat di Provinsi Bengkulu. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Klon unggul GT1 PB260 BPM24 RRIC100 BPM1 Jumlah
Penggunaan responden Jumlah (orang) Persentase (%) 77 51,33 40 26,67 26 17,33 4 2,67 3 2,00 150 100,00
Produktivitas klon karet unggul yang digunakan pada perkebunan karet rakyat di Provinsi Bengkulu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat produktivitas klon karet unggul pada perkebunan karet rakyat di Provinsi Bengkulu. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian GT1 PB260 BPM24 RRIC100 BPM1 Jumlah
Produktivitas (kg/ha/tahun) Minimum Maksimum Rata-rata 220 1.760 1.067 410 1.760 1.185 352 1.760 996 660 1.100 878 700 880 777 220 1.760 1.076
DISKUSI Karakteristik responden Pada Tabel 1 terlihat bahwa umur petani karet rakyat di Bengkulu masih tergolong pada kelompok usia produktif, yaitu rata-rata 44 tahun dengan kisaran umur 16 – 76 tahun, sehingga secara fisik cukup potensial untuk mendukung aktivitas kegiatan usahatani karet. Pendidikan formal petani rata-rata relatif masih rendah yaitu 9 tahun atau tamat SLTP. Rendahnya tingkat pendidikan ini relatif akan mempengaruhi wawasan petani dan kemampuan mereka dalam menyerap inovasi teknologi khususnya penggunaan klon unggul.
Pengalaman rata-rata petani dalam usahatani karet yaitu 14 tahun sudah sangat memadai untuk memahami berbagai permasalahan yang terkait dengan usahatani karet. Dengan demikian pengalaman petani ini juga dapat berpengaruh pada keputusan mereka untuk memilih 7actor7tive usahatani terbaik disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Jumlah tenaga kerja keluarga ikut mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola kebun, karena tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang penting peranannya dalam suatu kegiatan usahatani. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga petani karet rakyat di Bengkulu adalah 2 orang. Untuk tanaman karet yang telah menghasilkan diperkirakan jumlah tenaga kerja ini sudah mencukupi khususnya untuk kegiatan penyadapan, namun pada kegiatan tertentu diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga seperti dalam kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma. Menurut ...... (.....) kebutuhan tenaga kerja di kebun karet yang telah menghasilkan adalah ......... orang.
Penerapan Teknologi Budidaya Penerapan teknologi budidaya pada lahan perkebunan karet rakyat di Bengkulu tergolong masih rendah. Perbandingan tingkat penerapan teknologi budidaya di tingkat petani dengan rekomendasi menurut ......... (......) yang disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut. Tabel 5. Perbandingan tingkat penerapan teknologi budidaya petani dengan rekomendasi. No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
Komponen teknologi Penggunaan klon unggul Jarak tanam Populasi Jarak tanam Penggunaan pupuk : Urea SP 36 KCl Intensitas pemupukan Penyiangan Pengendalian hama dan penyakit Frekuensi penyadapan Umur mulai sadap
Teknologi petani 30 – 45 % 3 x 5 m, 3 x 6 m 550 -700 batang/ha 3 x 5 m, 3 x 6 m
Rekomendasi 100 % 4x5m 500 batang/ha 3 x 5 m, 3 x 6 m
150 -200 gr/pohon 100 gr/pohon 100 gr/pohon 1 kali setahun 1 – 2 kali setahun Belum intensif Setiap hari 7 tahun
350 gr/pohon 200 gr/pohon 300 gr/pohon 2 kali setahun 1 – 2 kali setahun Sesuai anjuran 2 hari sekali 4 tahun
Pada Tabel 5 terlihat bahwa hanya 30-45% lahan petani yang ditanami klon unggul karet. Padahal penggunaan klon unggul merupakan teknologi pokok yang harus ada untuk mencapai produktivitas yang optimal. Jumlah populasi tanaman karet pada lahan petani juga lebih banyak (mencapai 700 batang) dibandingkan dengan rekomendasi (500 batang) yang menyebabkan pertumbuhan tidak dapat optimal. Hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang lebih rapat yaitu 3 x 5 atau 3 x 6 m sedangkan jarak tanam yang direkomendasikan adalah 4 x 5 m. Jarak tanam yang terlalu rapat berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman karena adanya persaingan hara antar tanaman. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian .............. (......) Pemupukan yang dilakukan oleh petani karet di Bengkulu masih rendah yaitu 150-200 gr Urea + 100 gr SP 36 + 100 gr KCl/pohon. Tanaman dipupuk hanya 1 kali setahun. Dosis ini sekitar ½ dosis rekomendasi. Dengan dosis yang sama seharusnya petani memupuk sebanyak 2 kali setahun sehingga terpenuhi atau mendekati dosis rekomendasi. Pemupukan yang tidak optimal tentu mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dan produksi getah. Dengan kata lain
apabila pemupukan kurang optimal, produksi getah karet juga kurang optimal. Menurut ........ pupuk sangat berperan terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi karet. Penyiangan telah dilakukan petani dengan baik yaitu sebanyak 1-2 kali setahun. Namun pengendalian hama dan penyakit belum dilakukan sesuai anjuran. Penyakit yang banyak menyerang tanaman karet rakyat di Bengkulu adalah jamur akar putih dan mati bidang sadap. Kedua penyakit ini diperkirakan karena sanitasi kebun yang kurang baik, petani belum tahu cara pengendalian yang tepat, dan cara sadap yang tidak benar. Frekuensi penyadapan dilakukan petani setiap hari tidak sesuai dengan anjuran yaitu 2 hari sekali. Umumnya petani mulai menyadap pada saat tanaman berumur 7 tahun, sedangkan tanaman karet unggul dapat mulai disadap (matang sadap) pada umur 4 tahun. Menurut ............................ klon PB260 misalnya
matang sadap pada umur tanaman 4-4,5 tahun, klon ......... matang sadap pada umur ...... dst. Lamanya matang sadap diperkirakan karena pola pemeliharaan klon unggul rakyat belum optimal. Penggunaan klon unggul tanpa diiringi dengan pengelolaan tanaman yang sesuai tidak akan mencapai produkivitas yang optimal. Dari keseluruhan penjelasan tentang teknologi budidaya karet di tingkat petani seperti yang diuraikan di atas, nyata bahwa rendahnya produktivitas karet rakyat di Bengkulu terutama disebabkan oleh tingkat penerapan teknologi yang relatif masih sederhana. Bila ditinjau dari segi kesesuaian lahan sebenarnya tanaman karet sangat sesuai pada agroekosistem di Bengkulu. Menurut ............................. Oleh karena itu melalui perbaikan budidaya, khususnya introduksi klon karet unggul diperkirakan produktivitas karet rakyat di Bengkulu dapat ditingkatkan.
Produktivitas klon karet unggul Pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat 5 klon unggul karet yang telah ditanam petani karet rakyat di Bengkulu. Klon GT1 paling banyak ditanam oleh petani yaitu sebanyak 51,33%. Introduksi klon GT1 dilakukan oleh Pemerintah pada tahun 1995-1997. Klon GT1 dapat berperan ganda sebagai penghasil lateks dan kayu. Sejak tahun 2003, mulai dianjurkan menanam klon PB260 karena klon ini relatif lebih tahan terhadap penyakit jamur akar putih dan produksi lateksnya lebih tinggi dibandingkan klon-klon unggul lainnya. Pada saat survei terdapat 26,67% petani karet rakyat yang telah menanam klon PB260. Selain GT1 dan PB260, petani juga menanam klon unggul BPM24, RRIC100, dan BPM1 walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Ketiga klon ini diarahkan untuk menghasilkan .............................
Produktivitas klon PB260 ternyata paling tinggi dibandingkan dengan produktivitas keempat klon lainnya. Hal ini tidak mengherankan karena potensi produksinya juga lebih tinggi sebagaimana disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Potensi produksi klon karet unggul yang ditanam di Bengkulu. No Klon Rata-rata produksi (kg/ha) 1. PB260 2.200 2. BPM1 2.106 3. BPM24 2.095 4. GT1 ...... 5. RRIC100 2.179 Sumber : Balai Penelitian Karet Sembawa (2012).
Keterangan Penghasil lateks
Pada Gambar 1 terlihat bahwa produktivitas PB260 mencapai 1.185 kg/ha/tahun. Selanjutnya diikuti oleh klon GT1 (1.067 kg), BPM24 (996 kg), RRIC100 (878 kg), dan BPM1 (777 kg).
Gambar 1. Produktivitas klon karet unggul pada perkebunan karet rakyat di Bengkulu.
Produktivitas klon unggul karet pada perkebunan rakyat di Bengkulu terbukti masih jauh dari potensi produksinya. Rendahnya tingkat produktivitas karet dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti penerapan kultur teknis dan kesesuaian agroekosistem (Woelan S, 2006) dan pemilihan klon yang tidak sesuai dengan kondisi agroklimatnya (Sagala, 2012).
IV. KESIMPULAN
1. Klon PB 260 memiliki tingkat produktifitas tertinggi pada perkebunan karet rakyat di Bengkulu yaitu 1.185 kg/ha/tahun diikuti klon GT 1, BPM 24, RRIC 100, dan BPM 1 masing masing 1067, 996, 878 dan 777 kg/ha/tahun. Namun produktivitas tersebut masih di bawah potensi produksi masing-masng klon. 2. Tingkat penerapan teknologi budidaya karet rakyat di Bengkulu masih rendah dibandingkan dengan teknologi rekomendasi/anjuran yang mengakibatkan produktivitas juga masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Karet Sembawa. 2012. Rekomendasi Klon Karet Unggul Periode 2010 – 2014 (www.ditjenbun.deptan.go.id. BPS Provinsi Bengkulu, 2010. Provinsi Bengkulu dalam angka. BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Disbun Provinsi Bengkulu. 2010. Statistik Perkebunan (Angka Tetap Tahun 2009 dan Angka Sementara Tahun 2010. Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.
Ditjenbun, 2012. Statistik Perkebunan Karet Indonesia. Ditjenbun. Kementerian Pertanian. http://www.gapkindo.org/. Sagala, A.D. 2012. Kinerja Klon Karet Unggul Anjuran dan Kesesuaiannya pada Berbagai Agroekosistem. Makalah disampaikan dalam Workshop Penggunaan Klon Unggul dan Penyiapan Bahan Tanam Karet Untuk Produktivitas Optimal di Medan Sumatera Utara tanggal 21 Mei 2012.