Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) INPARI 12 DAN INPARI 21 BATIPUH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN DAN KOTA PARIAMAN Growth and Grain Yield Performance of Inpari 12 and Inpari 21 Batipuh of New High Yielding Variety (NHYV) in Padang Pariaman Regency and Pariaman Municipality Syahrial Abdullah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok, Km. 40 Sukarami E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Using NHYV is one of main technology components which is recommended to integrate in the implementation of integrated crop management (ICM) in lowland rice. The use of high yielding variety significantly contributed in increasing grain yield in lowlang rice. Two NHYV such as Inpari 12 and Inpari 21 Batipuah were introduced as an alternative varieties (with pera taste) in the field school of ICM of lowland rice program in West Sumatera. Adaptation of both Inpari varieties have been conducted on display of NHYV on field school of ICM partnership at Padang Pariaman Regency and Pariaman Municipality. The objectives of this assessment were to showed plant growth and grain yield performance of Inpari 12 and Inpari 21 Batipuah NHYV compared to Cisokan variety which was generally used by farmers at assessment location. Field experiment was conducted at farmer field school programe of ICM at Padang-Pariaman Regency such as at Pakandangan of Enam Lingkung district, Sungai Sariak of VII Koto district, Sungai Durian of Patamuan district, and at Aia Santok of East Pariaman district, and at Cubadak Aia North Pariaman district of Pariaman Municipality on 2012. Field experiment was arranged in Randomized Complete Block Design (RCBD) with five replications. Rice varieties as treatments such as Inpari 12 and Inpari 21 Batipuah NHYV and Cisokan rice variety generally used by farmer at assessment location. Result of this assessment showed that the average of harvesting age of Inpari 12 NHYV was 104 days after transplanting (DAT), which means 10 days earlier than Cisokan variety (at 114 DAT). On the other hand, the harvesting age of Inpari 21 Batipuah NHYV was 119 DAT, which means 5 days latest than Cisoka. Inpari 12 NHYV gave average grain yield as much as 6.54 t/ha (6.12-7.20 t/ha), and Inpari 21 Batipuh NHYV gave average grain yield as much as 7.19 t/ha (6.55-8.54 t/ha), respectively. Meanwhile, comparison variety (Cisokan) gave average grain yields 5.35 t/ha (5.12-5.66 t/ha). Both Inpari NHYV showed higher grain yield compared to Cisokan variety by 22.2 percent with Inpari 12, and 34.4 percent with Inpari 21 Batipuah NHYV respectively. Keywords : performance, growth, adaptation, and new high yielding variety ABSTRAK Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi utama yang dianjurkan untuk diintegrasikan pada penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. Dengan penggunaan varietas unggul terbukti berkontribusi dalam peningkatan hasil padi sawah. Dua varietas unggul baru (VUB) Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di
253
Syahrial Abdullah
introduksikan sebagai alternatif varietas (cita rasa nasi pera) pada program sekolah lapang (SL) PTT padi sawah di Sumatera Barat. Adaptasi kedua varietas Inpari telah dilaksanakan dalam bentuk dispay VUB pada pendampingan SL-PTT padi sawah di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Kegiatan Pengkajian bertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhan dan hasil padi sawah VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh dibanding dengan varietas padi yang umum digunakan dilokasi pengkajian. Percobaan lapang dilaksanakan di tanah petani pelaksana SL-PTT Padi sawah di Kabupaten Padang Pariaman dilaksanakan di Pakandangan, Kecamatan Enam Lingkung, Sungai Sariak, Kecamatan VII Koto, dan di Sungai Durian, Kecamatan Patamuan. Sedangkan di Kota Pariaman dilaksanakan di Aia Santok, Kecamatan Pariaman Timur, dan di Cubadak Aia kecamatan Pariaman Utara pada TA 2012. Rancangan Percobaan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Sebagai Perlakuan adalah VUB Inpari 12, Inpari 21 Batipuh, dan varietas Cisokan (biasa digunakan petani di lokasi). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rata-rata umur panen VUB Inpari 12 (104 hari), yaitu lebih cepat 10 hari dibanding varietas Cisokan (114 hari), tetapi umur panen Inpari 21 Batipuh (119 hari), jadi lebih lambat 5 hari dibanding Cisokan. VUB Inpari 12 memberikan hasil rata-rata 6,54 t/ha (6,12-7,20 t/ha), dan VUB Inpari 21 Batipuh memberikan hasil rata-rat 7,19 t/ha (6,55-8,54 t/ha). Sedangkan varietas pembanding (Cisokan) hanya memberikan hasil rata-rata 5,35 t/ha (5,12-5,66 t/ha). Kedua VUB tersebut memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dari varietas Cisokan, yaitu masingmasing sebesar 22,2 persen dengan VUB Inpari 12, dan 34,4 persen dengan VUB Inpari 21 Batipuh. Kata kunci : keragaan, pertumbuhan, adaptasi dan varietas unggul baru
PENDAHULUAN
Produksi beras nasional dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuasi, keadaan ini dapat mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Untuk mempercepat upaya peningkatan produksi padi nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hal ini dimplementasikan, antara lain melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) (Dirjentan, 2007). Program P2BN telah dimulai sejak tahun 2007 dengan menargetkan peningkatan produksi beras/padi sebesar 5 persen setiap tahun (Purwanto, 2008; Suryatna et al., 2008). Salah satu strategi yang diterapkan dalam program P2BN adalah meningkatkan produktivitas padi melalui penerapan inovasi teknologi padi. Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi padi yang mampu meningkatkan produksi padi, diantaranya menghasilkan varietas unggul baru (VUB), yang sebagian diantaranya telah dikembangkan oleh petani. Dalam upaya mencapai sasaran P2BN tersebut, salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah melalui peningkatan produktivitas tanaman padi. Sehubungan dengan itu Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan suatu pendekatan yang disebut dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah, yaitu merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani (Badan Litbang, 2009). Komponen
254
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
teknologi tersebut diantaranya penggunaan varietas unggul baru (VUB) dan benih bermutu, pemupukan berimbang yang rasional, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan pengelolaan air serta penggunaan pupuk organik (Purwanto, 2008). Kegiatan SL-PTT padi sawah telah dimulai sejak tahun 2008 di seluruh Indonesia, untuk mempercepat pelaksanaan dan pengembangan SL-PTT padi sawah tersebut, perlu dilakukan percepatan diseminasi inovasi teknologi dalam mendukung program SL-PTT padi sawah tersebut (Badan Litbang Pertanian 2009). Sehubungan dengan program SL-PTT padi sawah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) merupakan institusi yang mempunyai tugas untuk mempersiapkan perakitan komponen teknologi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) spesifik lokasi tersebut, serta melakukan pendampingan dan pengawalan dalam penerapan teknologi di tingkat usahatani dalam bentuk sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) padi sawah (Puslitbangtan dan BBP2TP, 2009). Salah satu kegiatan dari program pendampingan SL-PTT tersebut adalah melakukan uji adaptasi VUB agar sesuai dengan kebutuhan lokasi spesifik. Di Sumatera Barat, VUB padi sawah yang akan diuji adaptasikan tersebut adalah jenis/varietas padi yang sesuai dengan preferensi konsumen Sumatera Barat, yaitu varietas padi dengan tekstur rasa nasi pera dengan kadar amilosa tinggi (25-30%) (IRRI, 1996; Thayumanava, 1987.; Khush et al., 1979, dan Juliano, 1979). Ada 2 VUB yang cukup berpeluang untuk dikembangkan di Sumatera Barat, VUB tersebut adalah Inpari 12 (kadar amilosa = 26,4%) dan Inpari 21 Batipuh (kadar amilosa = 26,0%). Pengkajian bertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhan dan hasil padi sawah VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh dibanding dengan varietas padi yang umum digunakan dilokasi pengkajian.
METODOLOGI PENELITIAN
Uji adaptasi varietas unggul baru (VUB) padi sawah dilaksanakan pada 5 lokasi terpilih, masing-masing 3 lokasi di Kabupaten Padang Pariaman (Pakandangan-Kecamatan Enam Lingkung, Sungai Sariak-Kecamatan VII Koto, dan Sungai Durian-kecamatan Patamuan), dan 2 lokasi di Kota Pariaman (Aia Santok-kecamatan Pariaman Timur dan Cubadak Aia-kecamatan Pariaman Utara) TA. 2012. Perlakuan pada uji adaptasi VUB padi sawah adalah 2 jenis VUB padi sawah (yaitu; Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh) dan varietas Cisokan sebagai pembanding (yaitu varietas yang telah umum digunakan petani secara luas di lokasi pengkajian). Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 kali ulangan di masing-masing lokasi pengkajian, sehingga jumlah ulangan setiap varietas menjadi 25 kali. Inovasi teknologi budidaya yang digunakan adalah dengan pendekatan/ model PTT padi sawah (Abdullah et al., 2008) dengan pilihan teknologi sebagai
255
Syahrial Abdullah
berikut: Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna (yaitu 2 kali bajak, digaru dan diratakan), penggunaan benih bermutu (sumber benih dari UPBS BPTP Sumbar, pemberian bahan organik pupuk kandang (2 t/ha), pengaturan populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo (4:1), takaran pemupukan yang dilakukan adalah sebanyak 300 kg NPK Phonska + 100 kg Urea/ha + 30 kg KCl/ha, penggunaan bibit muda (umur 15-20 hari setelah semai), jumlah bibit yang digunakan 1-3 batang per rumpun, pengairan dilakukan sesuai dengan kebutuhan air menurut stadia pertumbuhan tanaman (saat tanam dan pemupukan kondisi air dipetakan sawah macak-macak saluran pemasukan dan pembuangan ditutup, kemudian 4 hari setelah pemupukan air dimasukkan sesuai dengan kebutuhan tanaman). Selama kegiatan pengkajian tidak dilakukan aplikasi fungisida dan insektisida, karena berdasarkan hasil pengamatan menurut prinsip PHT (pengendalian hama/penyakit terpadu) tidak ada serangan hama/penyakit yang serius. Penyiangan dilakukan secara manual (siang tangan) sebanyak 2 kali, yaitu masing-masing pada umur 21 dan 42 hari setelah tanam (hst). Pengamatan yang dilakukan adalah keragaan pertumbuhan tanaman (jumlah anakan maksimum, tinggi tanaman dan umur tanaman), komponen hasil 2 (jumlah malai/m , jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas, dan bobot 1.000 biji), hasil gabah kering giling (pada KA=14%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Uji adaptasi VUB padi sawah Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh menghasilkan jumlah anakan maksimum berbeda sangat nyata dibanding dengan varietas Cisokan. Hal ini disebabkan potensi pembentukan anakan maksimum kedua VUB tersebut lebih banyak dibanding dengan Cisokan (Zen, et al., 2010). Pengamatan terakhir terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa tinggi tanam kedua VUB yang diuji menunjukkan tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman varietas Cisokan. Rata-rata umur panen VUB Inpari 12 (104 hari), yaitu lebih cepat 10 hari dibanding varietas Cisokan (114 hari), tetapi umur panen Inpari 21 Batipuh (119 hari), lebih lambat 5 hari dibanding varietas Cisokan (Tabel 1). Tabel 1. Keragaan Pertumbuhan Tanaman VUB Padi Sawah Dibanding dengan Varietas Cisokan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, MT.2012 Varietas Padi sawah Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
Pertumbuhan tanaman Jumlah anakan Tinggi 2 Maksimun (batang/m ) tanaman (cm) 436 ab 108,9 a 455 a 110,4 a 422 b 108,5 a
Umur Tanaman (hari) 104 119 114
Angka-angka selajur dikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% DNMRT.
256
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
Komponen Hasil Padi Sawah Uji adaptasi VUB padi sawah Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap semua komponen hasil padi sawah (yaitu; 2 jumlah malai/m , jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas dan bobot 1.000 butir gabah isi) dibanding dengan komponen hasil varietas Cisokan (Tabel 2). Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwaVUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh memberikan jumlah malai yang lebih banyak masing-masing + 12,0 persen dan + 15,0 persen dibanding varietas Cisokan. Jumlah gabah per malai VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh juga lebih banyak dibanding dengan Cisokan, masingmasing lebih banyak 5,6 persen dan 10,3 persen. Persentase gabah bernas lebih tinggi masing-masing 9,6 persen dengan VUB Inpari 12 dan 10,4 persen dengan Inpari 21 batipuh (Tabel 2). Keadaan relatif sama juga terlihat terhadap bobot 1.000 biji. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa gabah bernas VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh lebih besar dan lebih berat dibanding dengan varietas Cisokan. Lebih tingginya keragaan semua komponen hasil VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh dibanding varietas Cisokan, hal ini disebabkan kedua VUB tersebut mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi dibanding dengan varietas Cisokan (BB padi, 2011; dan Zen et al., 2010). Tabel 2. Keragaan Komponen Hasil VUB Padi Sawah Dibanding dengan Varietas Cisokan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, MT.2012
Varietas Padi Sawah
Jumlah malai 2 (malai/m )
Komponen hasil Jumlah gabah Persentase (gabah/malai) bernas (%)
Bobot 1.000 biji (g)
Inpari 12
376 ab
113 ab
89,7 a
27,6 a
Inpari 21 Batipuh
385 a
118 a
90,3 a
28,0 a
Cisokan
335 b
107 b
81,8 b
25,7 b
Angka-angka selajur dikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% DNMRT.
Keragaan Hasil Gabah Kering Giling (GKG) Keragaan hasil displai VUB padi sawah dari 2 VUB yang di uji (Inpari 12, dan Inpari 21 Batipuh) menunjukkan bahwa kedua vareitas tersebut menunjukkan keragaan hasil yang lebih baik dibanding dengan varietas padi sawah yang umum/biasa digunakan oleh petani (varietas Cisokan) di semua lokasi pengkajian (Tabel 3). VUB Inpari 21 Batipuh memberikan hasil gabah kering tertinggi di semua lokasi pengkajian, kemudian dikuti dengan hasil gabah kering yang didapatkan oleh VUB Inpari 12, sedangkan hasil terendah terlihat dengan mengunakan varietas Cisokan (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa kedua VUB ini (Inpari 12
257
Syahrial Abdullah
dan Inpari 21 Batipuh) mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup luas di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Keragaan hasil tertinggi untuk kedua varietas uji tersebut didapatkan di lahan sawah kelompok tani Tunas Sakato Pakandangan Kecamatan Enam Lingkung, dimana VUB Inpari 12 memberikan hasil sebesar 7,20 t/ha GKG, dan VUB Inpari 21 Batipuh memberikan hasil sebesar 8,64 t/ha GKG (Tabel 3). Tabel 3. Keragaan Hasil VUB Padi Sawah dan Varietas Cisokan pada Beberapa Lokasi Pengkajian di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, MT. 2012 Lokasi (Nagari,Kecamatan)
Keragaan hasil
Pakandangan, Kecamatan Enam Ligkung
Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
Hasil (t/ha) 7,20 b 8,54 a 5,66 c
Sungai Sariak Kecamatan VII Koto
Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
6,25 b 6,90 a 5,12 c
Sungai Durian Kecamatan Patamuan
Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
6,42 b 7,16 a 5,40 c
Aia Santok, Kecamatan Pariaman Timur
Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
6,12 a 6,55 a 5,22 b
Cubadak Aia, Kecamatan Pariaman Utara
Inpari 12 Inpari 21 Batipuh Cisokan
6,70 a 6,80 a 5,35 b
Varietas
Angka-angka selajur pada setiap kolom dikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% DNMRT.
Uji adaptasi VUB padi sawah di beberapa lokasi menunjukkan bahwa VUB Inpari 12 memberikan hasil rata-rata 6,54 t/ha GKG (6,12- 7,20 t/ha GKG). Sedangkan VUB Inpari 21 Batipuh mampu memberikan hasil rata-rata sebesar 7,19 t/ha GKG (6,55 -8,54 t/ha GKG). Sedangkan varietas Cisokan hanya memberikan hasil rata-rata 5,35 t/ha GKG (5,12-5,66 t/ha). Kedua VUB yang diuji memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibanding dengan varietas Cisokan, yaitu masing-masing sebesar 22,2 persen dengan VUB Inpari 12, dan sebesar 34,4 persen dengan VUB Inpari 21 Batipuh (Tabel 4). Tingginya hasil kedua VUB tersebut, disebabkan kontribusi yang nyata dari semua komponen hasil (jumlah malai, jumlah gabah/malai, persentase gabah bernas, dan berat 1.000 biji) (Tabel 2).
258
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
Tabel 4. Rata-rata Hasil Gabah Kering Giling (GKG) dan Indeks Hasil (IH) VUB Padi Sawah Dibanding dengan Varietas Cisokan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, MT.2012 Varietas Padi Sawah
Hasil gabah GKG (t/ha)
Indeks Hasil (%)
Inpari 12
6,54 b
122,2
Inpari 21 Batipuh
7,19 a
134,4
Cisokan
5,35 c
100,0
Angka-angka selajur dikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% DNMRT.
KESIMPULAN DAN SARAN
Uji adaptasi VUB padi sawah pada beberapa lokasi di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman menunjukkan bahwa varietas unggul baru (VUB) Inpari 12 memberikan rata-rata hasil 6,54 t/ha GKG (6,12-7,20 t/ha GKG), dan VUB Inpari 21 Batipuh dengan rata-rata hasil sebesar 7,19 t/ha GKG (6,55-8,54 t/ha GKG). Peningkatan hasil VUB Inpari 12 sebesar 22,2 persen, dan VUB Inpari 21 Batipuh sebesar 34,4 persen dibanding dengan varietas Cisokan yang umum digunakan petani di lokasi pengkajian. Dari hasil pengkajian ini disarankan agar VUB Inpari 12 maupun Inpari 21 Batipuh dapat dijadikan alternatif pilihan varietas padi sawah di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S., R. Roswita, N. Hasan, Ismon L., dan Z. Irfan. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Lahan Irigasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 51 hal. Badan Litbang. 2009. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 20 hal Balai Besar Penelitian Padi (BB-Padi). 2009. Deskripsi Varietas Padi. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 91 hal. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB-Padi). 2011. Deskripsi Varietas Padi. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 91 hal. Dirjen Tanaman Pangan. 2007. Rencana Operasional Peningkatan Tambahan Produksi Beras 2 Juta Ton Tahun 2007. Makalah disampaikan pada Lokakarya P2BN, Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Maret 2007. rd
IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice 3 Edition. Manila Philippines
259
Syahrial Abdullah
Juliano. B. O. 1979. The Chemical Basis of Rice Grain Quality. In. Proc. Workshop Chemical Aspect of Grain Quality. Int. Rice Res. Inst. Los Banos. Philippines. pp.6990. Kush, G.S., C.M. Paule and N.M. De la Cruz. 1979. Rice Grain Quality Evaluation and Improvement. In : Proc. of The Workshop on Rice Grain Quality. Int. Rice Res. Inst. Los Banos. Philippines. pp.21-23. Purwanto.S. 2008. Implementasi Kebijakan untuk Pencapaian P2BN). Dalam. B. Suprihatno et al. (Eds). Hasil-Penelitian Padi Menunjang P2BN. Prosiding Seminar Apresiasi (Buku I), Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. pp.9-37. Puslitbangtan dan BBP2TP. 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Puslitbangtan dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. 20 hal. Suryana,A., S. Mardianto, K. Kariyasa, dan I. Putu Wardana. 2008. Kedudukan Padi dalam Perekonomian Indonesia. Dalam: Suyamto et al (Eds).Buku Padi, Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. p.7-33. Thayumanava, 1987. A Gel Consistency Test Eating Quality of Rice (Oryza sativa L.). Sci Food Agric. No. 24.p.1594. Zen. S., Buharman B., dan P. Yufdy. 2010. Varietas Unggul Padi Sawah Amilosa Tinggi (Beras Pera), BPTP Sumatera Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 46 hal.
260