KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KACANG TANAH DI LAHAN GAMBUT DI PROVINSI ACEH Abdul Azis, Basri A. Bakar)1 dan A.A. Rahmianna)2 )1
Peneliti BPTP Aceh Jln. Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh 23125 Aceh Telp: 0651-7551811. Fax: 0651-7552077 email:
[email protected] dan 2) Peneliti Balitkabi
ABSTRAK Di Provinsi Aceh luas lahan gambut mencapai 144.000 ha yang tersebar di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Selama ini petani di Provinsi Aceh telah melakukan usahatani kacang tanah pada lahan gambut, namun produktivitas sangat rendah, ratarata 0,45 t/ha, sementara pada tanah mineral mencapai 1–1,2 t/ha. Tujuan pengujian ini adalah mengadaptasikan lima varietas pada lahan gambut dengan kedalaman <100 cm, menggunakan teknologi budi daya kacang tanah pada lahan gambut di Desa Alue Penyaring, Kecamatan Merbo Kabupaten Aceh Barat. Pengujian menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan varietas kacang tanah (Domba, Gajah, Jerapah, Bison dan varietas lokal Naga Umbang), empat ulangan. Setiap genotipe ditanam pada petak 5 m x 10 m dengan jarak tanam 35 cm x 15 cm, satu benih/lubang. Hasil polong kering kelima varietas tersebut berkisar antara 1,36–1,77 t/ha polong kering. Semua varietas yang diuji dapat beradaptasi pada lahan gambut. Kata kunci: kacang tanah, varietas, lahan gambut.
ABSTRACT Performance of groundnut varieties grown in peat soil in Aceh province. Groundnut is one of main commodities in Aceh province, especially in the districts of Pidie, Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, and Aceh Selatan. In this province, peat soil covers 144,000 ha area distributed in Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan, and Aceh Singkil. Farmers have been growing groundnut in peat soil, however its productivity is very low, 0.45 t/ha only. On the other hand, the productivity of groundnut grown in mineral soil is reaching 1–1.2 t/ha. The objective of this trial was to find out the adaptability of four superior groundnut varieties grown in peat soil with <100 cm peat thickness, using recommended technology. The activity was conducted in the farmer’s field at Alue Penyaring village, Merbo sub-district, Aceh Barat district. A randomized complete block design was applied to five treatments i.e. Domba, Gajah, Jerapah, Bison varieties and Local Naga Umbang with four replicates. Each genotype was grown in a 5 m x 10 m plot size with plant spacing of 35 cm x 15 cm, 1 seed/hole. Pod yield of those genotypes ranged from 1.36–1.77 t/ha of dry pods, that was not significantly different among genotypes. This means that all four varieties together with local variety of Naga Umbang had been adapted to peat agro ecosystems. Keywords: groundnut, variety, peat soil.
PENDAHULUAN Kacang tanah merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Aceh, khususnya Kabupaten Pidie, Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. Lahan yang biasa digunakan petani untuk pengembangan kacang tanah adalah lahan sawah dan lahan tegalan, namun lebih banyak di lahan sawah. Kacang tanah tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman kacang tanah menghendaki lahan gembur agar ginofornya mudah menembus tanah dan kaya unsur Ca, N, P dan K. pH yang diharapkan 5–6,3. Pada tanah Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
327
masam efisiensi peningkatan N dari udara oleh bakteri akan berkurang dan tanah yang mempunyai pH rendah perlu dilakukan pengapuran untuk memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil (Marzuki 2007). Lahan gambut potensial dikembangkan untuk usahatani, namun memiliki beberapa hambatan dalam peningkatan produksi tanaman terutama kacang tanah. Luas lahan gambut di Indonesia mencapai 16.500.000 ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Di Provinsi Aceh luas lahan gambut mencapai 144.000 ha yang tersebar di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Permasalahan yang dihadapi pada lahan gambut adalah pH tanah rendah yaitu 4–5, kandungan mineral tanah tidak seimbang, kandungan unsur beracun seperti Al, Fe tinggi dan rendahnya ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kondisi seperti ini mengakibatkan produktivitas tanaman rendah. Perbaikan lahan dapat dilakukan melalui penggunaan kapur sesuai kebutuhan. Selama ini petani di Provinsi Aceh telah melakukan usahatani tanaman kacang tanah pada lahan gambut, namun produktivitas masih sangat rendah, rata-rata 0,45 t/ha, sementara produktivitas kacang tanah pada tanah mineral mencapai 1–1,2 t/ha. Di Provinsi Aceh lahan gambut terluas terdapat di Kabupaten Meulaboh, yaitu 20% dari luas gambut yang tersebar di Aceh. Pengembangan pertanian pada lahan gambut, selain ditentukan oleh faktor kesuburan alami juga manajemen usaha tani. Tingkat pengelolaan usahatani pada lahan gambut oleh petani masih rendah sampai sedang, berbeda dengan lahan gambut yang dikelola oleh swasta atau perusahaan besar (Subagyo et al. 1996). Kendala yang dihadapi oleh petani kacang tanah selama ini adalah sulitnya memperoleh benih kacang tanah yang bermutu yang beredar dipasar akibatnya petani menanam kacang tanah yang berasal dari varietas yang ditanam sebelumnya (varietas lokal). Varietas lokal yang selama ini beredar di petani tidak jelas asal usulnya dan produksinya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan varietas unggul yang beredar sekarang ini, demikian juga daya tahan terhadap hama dan penyakit. Tujuan pengkajian yaitu untuk mendapatkan keragaan teknologi budi daya beberapa varietas kacang tanah di lahan gambut.
BAHAN DAN METODE Pengujian dilaksanakan di kebun praktek Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar di Desa Alue Penyaring, Kec. Merbo, Kab. Aceh Barat, mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2012. Percobaan disusun berdasar rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Lima varietas yaitu Jerapah, Bison, Domba dan Gajah serta varietas lokal Naga Umbang digunakan sebagai perlakuan. Paket teknologi budi daya kacang tanah disajikan seperti pada Tabel 1. Variabel pengamatan adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, jumlah ginofor yang gagal menjadi polong, bobot polong kering. Variabel-varieabel ini diamati pada 10 tanaman contoh dari setiap perlakuan dan ulangan. Hasil polong kering diamati pada petak panen. Data yang terkumpul dianalisis statistik untuk mengetahui beda antarperlakuan.
328
Azis et al: Keragaan varietas unggul kacang tanah di lahan gambut Provinsi Aceh
Tabel 1. Teknologi budidaya kacang tanah pada lahan gambut. No 1 2 3 4 5 6 7 8
9
10 11 12
Komponen Teknologi Jenis lahan Pengolahan tanah Bedengan Asal bibit
Uraian Tegalan bergambut 2 kali cangkul dan 1 kali pacul untuk meratakan ukuran 5 m x 10 m. Antar petak terdapat saluran-saluran Balitkabi (untuk 4 varietas), dan dari pasar (untuk varietas lokal) Kebutuhan benih 100 – 125 kg/ha polong, daya tumbuh >90 % Cara tanam tugal sedalam 4–5 cm Jarak tanam 35 cm x 15 cm, 1 biji/lubang Macam, cara dan dosis aplikasi pupuk Urea,TSP,KCl 75 kg/ha; 100 kg/ha; dan 100 kg/ha. Separoh dosis Urea dan KCl diberikan saat tanam, sisanya diberikan lagi pada umur 3–4 HST.TSP seluruhnya pada saat tanam Kapur Diberikan 1 minggu sebelum tanam dosis 2 ton/ha Pupuk kandang 2000 Kg/ha, aplikasi 1 minggu sebelum tanam sapi/kompos Pemeliharaan Pembubunan Dilakukan saat pemupukan ke 2/penyiangan Pengendalian hama/penyakit Dosis anjuran, disemprot apabila ada serangan - Dithane - M45,Curacron hama/penyakit 500 EC, Marshall, Padan dan citowet(perekat) Panen Apabila polong sudah tua 75% Pasca panen Pengeringan polong 5–6 hari Penyimpanan benih Ruangan kering dan kedap air
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Banyaknya cabang tanaman memungkinkan banyak pula ginofor yang akan menjadi polong. Data di atas menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara masing-masing varietas terhadap jumlah cabang yang tumbuh dan berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing varietas memiliki perbedaan jumlah cabang. Varietas Gajah dan Domba mempunyai jumlah cabang lebih sedikit dibanding tiga genotipe yang lain. Pada pertumbuhan vegetatif maksimal umur 45 HST, tinggi tanaman antargenotipe berbeda nyata. Varietas Domba yang bertipe Valencia memiliki tanaman yang paling pendek (Tabel 2).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
329
Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang dan tinggi tanaman kacang tanah pada umur 45 HST. Varietas Jerapah Bison Gajah Domba Naga Umbang BNT
Jumlah cabang pada 45 HST 7,93 a 7,38 a 5,95 b 5,03 b 7,73 a **
Tinggi tanaman pada 45 HST (cm) 26,2 a 22,3 ab 26,2 a 20,0 b 25,4 a *
Keterangan: ** dan *: berbeda nyata pada taraf 1 dan 5%.
Pertumbuhan Generatif Tidak terdapat perbedaan jumlah polong hampa dan jumlah polong bernas untuk varietas-varietas yang diuji (Tabel 3). Kemungkinan polong hampa disebabkan oleh tanah yang masih belum netral walaupun pengapuran sudah dilakukan dengan dosis anjuran. Oleh karena itu dosis pengapuran perlu diteliti lagi agar tingkat kemasaman tanah dapat dikurangi sesuai yang dikehendaki tanaman kacang, yaitu pH 6,0–6,5. Tabel 3. Jumlah polong isi dan hampa, bobot polong kering dan hasil polong kering beberapa varietas kacang tanah. Varietas Jerapah Bison Gajah Domba Naga Umbang BNT
Jumlah polong isi/tan 10,2 a 12,5 a 8,8 a 10,8 a 8,2 a ns
Jumlah polong hampa/tan 2,3 a 2,9 a 3,3 a 3,0 a 3,6 a ns
Hasil polong kering/tan (g) 9,8 a 10,9 a 9,2 a 11,5 a 9,2 a ns
Hasil polong kering (t/ha) 1,56 a 1,77 a 1,68 a 1,46 a 1,36 a ns
Keterangan; ns: tidak berbeda nyata.
Di antara kelima genotipe, varietas lokal Naga Umbang mempunyai jumlah polong isi paling rendah (Tabel 2). Sebaliknya, varietas Bison mempunyai polong bernas paling banyak. Hasil polong per tanaman tertinggi diberikan oleh varietas Domba, sedangkan empat genotipe lainnya menghasilkan polong hampir sama. Hasil polong kering kelima genotipe berkisar antara 1,36–1,77 t/ha. Hasil polong kering tertinggi ditunjukkan oleh varietas Bison, dan paling rendah oleh varietas lokal Naga Umbang dengan selisih sekitar 300 kg/ha polong kering. Varietas Domba dengan tipe Valencia mempunyai tingkat keberhasilan ginofor menjadi polong bernas paling rendah, sama dengan varietas Lokal Naga Umbang. Hal ini disebabkan sebagian besar ginofor yang terbentuk, sekitar 44% dan 60%, gagal berkembang menjadi polong (Tabel 4). Penelitian ini menunjukkan bahwa varietas lokal Naga Umbang memberikan hasil paling rendah, sedangkan varietas unggul nasional memberikan hasil lebih tinggi. Penelitian juga menunjukkan bahwa lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk budidaya kacang tanah dengan hasil cukup baik. Dengan masukan teknologi dan pengelolaan yang tepat, kacang tanah yang dibudidayakan di lahan gambut diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik sebagaimana halnya di lahan sawah dan tegalan. 330
Azis et al: Keragaan varietas unggul kacang tanah di lahan gambut Provinsi Aceh
Tabel 4. Jumlah ginofor yang berkembang menjadi polong bernas, polong hampa dan yang gagal membentuk polong. Varietas Jerapah Bison Gajah Domba Naga Umbang BNT
Jumlah ginofor yang jadi polong bernas (%) 54,0 a 52,2 a 52,6 a 31,2 b 36,8 ab **
Jumlah ginofor yang jadi polong hampa (%) 12,8 a 12,2 a 20,3 a 8,3 a 19,0 a ns
Jumlah ginofor yang gagal menjadi polong (%) 33,2 b 35,6 b 27,1 b 60,8 a 44,2 ab *
Keterangan: **, *: berbeda nyata pada batas peluang 1% dan 5%. ns: non signifikan.
KESIMPULAN 1. Kacang tanah dapat dikembangkan pada lahan gambut dengan masukan teknologi pemupukan, ameliorasi lahan dengan pengapuran, drainase yang baik, populasi 225– 250 ribu tanaman/ha, pengendalian gulma, hama dan penyakit. 2. Varietas unggul Jerapah, Bison, Domba dan Gajah beradaptasi dengan baik dan memberikan hasil polong lebih tinggi dari varietas lokal Naga Umbang pada lahan gambut di Kabupaten Aceh Barat.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2001. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta, 88 hlm. Anwar, K., M. Alwi. 1997. Pemupukan N, P dan Kpada tanaman pangan di lahan rawa pasang surut. Dalam Sabran, M., B. Prayudi, Izuddin Noor, dan Isdijanto, A. (eds). Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan. Hilman, Y., A Lahan Pasang Surut. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. p. 119–129. Muharam, A. Dimyati. 2003. Balitkabi, 1998. Teknologi untuk Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Kacang Tanah. Edisi Khusus Balitkabi No:12–1998, Malang, 181 hlm. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, 2002. Kabupaten Pidie dalam Angka, 177 hlm. Badan Ketahanan Pangan (NAD) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NAD, 2003. Potensi Kawasan Pangan Strategis Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Darussalam, 127 hlm. Dokumen Kegiatan Lapangan Pengkajian teknologi Budidaya Kacang Tanah Pada Lahan gambut di Kab. Aceh Barat Tanah/Lahan untuk Pengembangan Lahan Rawa/Gambut Satu Juta Hektar Di Kalimantan Tengah. Kuala Kapuas 28 Pebruari – 1 Maret 1997. p.146–158. Teknologi agro-produksi dalam pengelolaan lahan gambut. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Gambut. Pontianak 15–16 Desember 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 15 hlm. Kristijono, A. 2003. Pemanfaatan lahan gambut untuk agro-industri: Tantangan dan peluang. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Gambut. Pontianak 15–16 Desember 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. Badanlitbang Pertanian. Departemen Pertanian. 11 hlm. Maas, A. 1997. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jurnal Alami 2 (1): 12–16. Nugroho, K. Alkasuma, Paidi, Wahyu Wahdini, Abdurachman, H. Suhardjo, I P.G. Wijaya Adhi. 1992. Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan rawa Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
331
pasang surut, rawa dan pantai. Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. Balitbangtan Deptan. 26 hlm. Sabiham, S., S. Anwar. 2003. Teknologi agro-input dalam pengelolaan lahan gambut. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Gambut. Pontianak 15–16 Desember 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 16 hlm. Supriyo, A., M. Alwi. 1997. Penggunaan pupuk fosfat alam pada tanaman pangan di lahan rawa pasang surut. Dalam Sabran, M., B. Prayudi, Izuddin Noor dan Isdijanto, A. (eds). Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. p. 129–143. Wijaya Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, V(1): 1–9. Wijaya Adhi, I P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., A.S. Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa: potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam Sutjipto, P. dan Mahyudin Syam. (eds). Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Risalah Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Bogor, 3–4 Maret 1992. p. 176–188. Wijaya Adhi, I P.G, I G.M. Subiksa, Kasdi, S., D. Ardi S. 1993. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Rawa: Suatu Tinjauan Hasil Penelitian Proyek Swamps II. Review Hasil–hasil Penelitian Proyek Swamps II di Bogor 19–20 Februari 1993. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 22 hlm. Fakultas Pertanian IPB. 1986. Gambut pedalaman untuk lahan pertanianKerjasama Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Dati I, Kalimantan Tengah dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Harjowigeno,S. 1996. Pengembangan lahan gambut untuk pertanian suatu peluang dan tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.22 Juni 1996. Haska,N.1998. Prospek gambut untuk sagu. Prosiding seminar nasional gambut III. Kerjasama HGI, UNTAN, Pemda Tingkat I Kalbar, dan BPPT. Pontianak, 24–25Maret 1997. Leiwakabessy,F.M. dan M.Wahjudin.1979. Ketebalan gambut dan produksi padi. Pros. Simposium III. Pengembangan Daerah Pasang Surut di Indonesia. Palembang 5–9 Februari 1979. Noor, M. 2001. Pertanian lahan Gambut Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Prasad,R. And J.F. Power. 1997. Soil fertility management for sustainable agriculture. Lewis Publisher. New York. Rajaguguk,B. dan B. Setiadi.1989. Strategi pemanfaatan gambut di Indonesia kasus pertanian. Seminar tanah gambut untuk perluasan pertanian. Fak. Pertanian UISU. Medan, 1989. Sagiman,S. 2005. Pertanian di lahan gambut berbasis pasar dan lingkungan, sebuah pengalaman pertanian gambut dari Kalbar. Workshop gambutHGI.Palangkaraya 20–21 Sept 2005. Sagiman,S. dan Pujianto. 1994. Lumpur laut sebagai pembenah gambut untuk produksi tanaman kedelai. Seminar Nasional 25 tahun pemanfaatan gambut dan pengembangan kawasan pasang surut. BPPT. Jakarta. 14–15 Desember, 1994. Salampak, 1999. Peningkatan produksi tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Doktor Program Pasca Sarjana IPB. Setiadi.B. 1996. Tehnologi pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian. Seminar pengembangan tehnologi berwawasan lingkungan untuk pertanian pada lahan gambut dalam rangka peringatan Dies Natalis ke 33 IPB. Bogor, 26 Sept. 1996. Subagyo, H., DS. Marsoedi, dan A.S. Karama.1996. Prospek pengembangan lahan gambut untuk pertaian; Seminar Pengembangan Tehnologi Berwawasan Lingkungan Untuk Pertanian Pada Lahan Gambut. Dalam rangka peringatan Dies Natalis ke 33 IPB. Bogor, 26 Sept. 1996. Suryanto, S. 1991. Prospek gambut sebagai sumberdaya alam dalam pengembangan bioteknologi di Indonesia. Makalah seminar bioteknologi PPI Perancis, 30 Juni–1 Juli, 1990 di Institute Agronomique Meditererranee (IAM) Montpellier.
332
Azis et al: Keragaan varietas unggul kacang tanah di lahan gambut Provinsi Aceh