4.
4.1
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Luas, Posisi, dan Kondisi Geografis
Kota Batam terletak antara 0 derajat 55'-1 derajat 55' Lintang Utara dan 103 derajat 45'-104 derajat 10' Bujur Timur. Wilayah Kota Batam secara
administratif berbatasan langsung dengan 2 Kabupaten yait.. Kabupaten Kepulauan Riau dan Kabupaten Karimun. Berdasarkan Undang-undang No. 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam, luas wilayah Kota Batam keseluruhannya adalah 1.570,35 km2, menghubungkan 231 pulau besar dan kecil, yang letak satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan perairan. Batas-batas wilayah Kota Batam meliputi (Badan Pusat Statistik Kota Batrm dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam, 2003):
- Sebelah Utara - Sebelah Selatan
- Sebelah Barat
- Sebelah Timur
: Negara Singapura I Malaysia
: Kecamatan Moro : Kabupaten Karimun dan Laut Internasional : Kecamatan Bintan Utara dan Bintan Selatan
Secara geografis Kota Batam mempunyai posisi yang strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional dan hanya berjarak 12,s mil laut dengan negara tetangga Singapura. Pasisi ini menempatkan Kota Batam sebagai pintu gerbang lokomotif pembangunan ekonomi baik Provinsi Riau maupun Nasional, khususnya dalam ha1 pemasaran produk dan jasa
Wilayah Kota Batam seperti halnya Kepulauan Riau, meNpakaII bagian dari paparan kontinental. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini m e ~ p a k a nsisasisa erosi atau penyusutan dari daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung MalaysiaPulau Singapore di bagian utara sampai dengan Pulaupulau Moro dan Kundur serta Karimun di bagian selatan (Badan Pusat Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam, 2003). Permukaan tanah di Kota Batam pada umumnya dapat digolongkan datar dengan variasi berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 160 m di atas permukaan laut. Sungai-sungai kecil banyak mengalir dengan aliran pelan dan dikelilingi hutan-hutan serta semak belukar yang lebat (Badan Pusat Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam, 2003). Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2002 berkisar antara 2 1 , 2 ~ ~ - 2 3 dan , 2 ~suhu ~ maksimum berkisar antara 30,6'~33,5'~. Sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun 2001 adalah 26,1°~-27,80~. Keadaan tekanan udara rata-rata untuk tahun 2002 minimum 1003,8 MBS dan maksimum 1013,5 MBS (Badan Pusat Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam, 2003). Selanjutnya kelernbaban udara di wilayah Kota Batam rata-rata berkisar pada 8247%. Kecepatan angin maksimurn 14-30 knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4 knot. Banyaknya hari hujan selama setahun di Kota Batam pada tahun 2002 adalah 188 hari dan
banyaknya curah hujan setahun 2.075 m3
(Badan
Pusat
Statistik
Kota
Batam
dengan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Kota Batam, 2003). Kota Batam saat ini merupakan kota dalam arti sebagai suatu daerah otonom yang baru, bersama 7 kabupaten di Provinsi Riau berdasarkan UU No. 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelelawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam. Wilayah Kota Batam terdiri dari 186 buah pulau yang 'etaknya satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan perairan. Delapan puluh
pulau
(43,01%) di antaranya telah berpenghuni dan 106 pulau (56,99%) lainnya belum berpenghuni. Pulau-pulau yang tersebar pada umumnya merupakan sisa-sisa erosi atau pencetusan dari daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau-pulau Moro, Kundur, serta Karimun di bagian selatan. Nama-nama pulau besar di Kota Batam berjumlah 44 buah sebagaimana Tabel 2. Batam merupakan pulau paling besar yang mempunyai luas 415 km2 dan terletak paling utara dari Kota Batam. Pulau Rempang terletak 2,s km sebelah tenggara pulau Batam mempunyai luas 165,83 km2. Pulau Galang mempunyai luas yang lebih kecil yaitu 80 km2 terletak 350 m sebelah tenggara Pulau Rempang, kemudian 180 m ke Selatan dari Pulau Galang terdapat Pulau Galang Baru yang mempunyai luas 32 km2, sedangkan 40 pulau kecil lainnya membentuk konfigurasi di sekitar jajaran wilayah pesisir dan lautan Kota Batam.
Tabel 2. No.
Nama-uama Pulau Besar di Kota Batam Nama Pulau No. Nama Pulau
1.
Batam
23.
Cemara
2.
Rempang
24.
Jangka
3.
Galang
25.
Kra
4.
Galang Baru
26.
Panjang
5.
Setoko
27.
Pratun
6.
Layang
28.
Pumpun
7.
Lanjut
29.
Prabas
8.
Panjang U
30.
Mubu Darat
9.
Panjang
31.
Mubu Laut
10.
Akka
32.
Karas Besar
11.
Tonton
33.
Karas Kecil
12.
Nipah
34.
Tanjung Dahan
13.
Assa
35.
Korek Rapat
14.
Babi
36.
Korek Busung
15.
Bahan
37.
Batu Belobang
16.
Anak Mati
38.
Sebimbing
17.
Ayer
39.
Bunta
18.
Awi
40.
Sembur
19.
Senikir
41.
Ngual
20.
Air Raja
42.
Labun
21.
Sumbang Emas
43.
Dempo
22.
Kinun Abu
44.
Panjait Lajar
Sumber
~,
:Planning Remerch Corporation (1997)
Kota Batam letaknya sangat strategis, yakni pada jalur pelayaran internasional yang paling ramai di dunia dengan jarak hanya 12,s mil laut (20 km) dari Singapura serta pintu gerbang lalu lintas wisatawan yang keluar masuk darilke l u x negeri melalui pelabuhan Sekupang. Letak strategis ini adalah modal
dasar yang bisa menjadi peluang maupun ancaman bagi pengembangan kawasan pesisir dan lautan Kota Batam. Pulau Batam merupakan pulau yang mempunyai jarak terdekat dengan Singapura, yaitu 20 km sebelah barat laut Pulau Batam. Selat yang memisahkan Pulau Batam dengan Singapura, yaitu selat Singapura merupakan jalur pelayaran yang sangat sibuk. Sebelah timur Kota Batam terdapat Pulau Bintan yang berjarak 10 km dari Pulau Batam dan mempunyai luas 1.100 km2. Walaupun Pulau Bintan merupakan pulau besar yang mempunyai wilayah sangat luas tetapi tidak masuk ke dalam Kota Batam. Untuk menyatukan kesatuan pulau-pulau penting dari ujung sebelah utara yaitu Pulau Batam sampai ujung selatan yaitu Pulau Galang Baru dihubungkan oleh 6 buah jembatan. Nama-nama keenam jembatan yang menghubungkan keseluruhan pulau-pulau di Kota Batam sebagaimana Tabel 3.
Tabel 3. Nama-nama Jembatan dan Pulau-pulau yang dihubungkan
No.
I
Nama Jembatan
I
1.
I
Tengku Fisabilillah
1
Pulau-pulau yang Dihubungkan Batam - Tonton
I
Panjang
2.
Nara Singa I1
Tonton - Nipah
420 m
3.
Raja Ali Haji
Nipah - Setoko
270 m
4
5. 6.
I
1
Sultan Zainal Abidin TuankuTambusai
Raja Kecil
Sumber :Barelang (1 998)
I
I
Setoko - Rempang Rempang-Galang Galang - Galang Baru
1
1
365m 385 m 180 m
(
/
1
Dalam disertasi ini, wilayah pesisir dan lautan Kota Batam ditelaah berdasarkan 4 (empat) dimensi pembangunan berkelanjutan yakni: ( 1 ) Dimensi Ekologis, (2) Dimensi Sosial Ekonomi, (3) Dimensi Sosial Politik, dan (4) Dimensi Hukum dan Kelembagaan.
4.2
Indikator Pembangunan Berkelanjutan
4.2.1
Dimensi Ekologis
4.2.1.1 Ekosistem Kota Batam
Seluruh komponen ekosistem alami di wilayah pesisir dan lautan Kota Batam, seperti tetumbuhan, hewan, tanah dan air, termasuk sumberdaya alam dan bernilai ekonomi seperti bahan baku untuk sektor kehutanan dan air minum. Untuk keperluan inventarisasi sumberdaya alam Kota Batam, digunakan pendekatan habitat untuk mencatat jenis dan distribusi habitat. Selain itu, dikarenakan kecilnya sebagian besar pulau di Kota Batam, banyak interaksi dan aktivitas di habitat daratan akan berdampak pada habitat wilayah pesisir dan lautan yang berdekatan. Sumberdaya alam yang terdapat di Kota Batam secara umum dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya yang tidak dapat pulih, dan jasa-jasa lingkungan.
Jenis sumberdaya yang dapat pulih di Kota Batam meliput; sumberdaya perikanan, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, dan hutan (temasuk mangrove di dalamnya). Jenis sumberdaya yang tidak dapat pulih meliputi pasir darat dan pasir laut.
Untuk jenis sumberdaya jasa-jasa lingkungan meliputi
keindahan pantai berpasir putih, terumbu karang, pemandangan laut yang indah untuk rekreasi dan pariwisata, alur pelayaranlperhubungan dan kepelabuhan, dan penyerap limbah. Pertumbuhan suatu kawasan sangat tergantung pada optimalisasi sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang dimaksud adalah semua komponen ekosistem alami, seperti tetumbuhan, hewan, tanah, dan air, temasuk sumberdaya bernilai ekonomi seperti bahan baku untuk sektor kehutanan dan air minum. Untuk Kota Batam, karena sebagian besar pulaunya kecil, banyak interaksi dan aktivitas habitat daratan akan berdampak pada habitat wilayah pesisir dan lautan yang berdekatan. Paling tidak terdapat sebelas habitat utama yang ditemukan di Kota Batam, yakni (PRC,1998) : Hutan Tropis Sungai Hutan rawa air tawar Waduk Muara sungai Hutan bakau Pantai Dataran lumpur/delta Perairan pantai Terumbu karang Padang rumput laut
Mengetahui tentang hngsi, nilai ekonomis, dan ekologis dari habitat yang ditemukan di Kota Batam adalah dasar perencanaan pembangunan berkelanjutan dan ha1 utama untuk mengetahui tenvujud atau tidaknya pembangunan berkelanjutan di Kota Batam. Selama ini, rencana pembangunan Kota Batam lebih berpusat pada industri, perdagangan, shipping, dan pariwisata daripada penggalian sumberdaya alam seperti pertanian (termasuk perikanan), pertambangan atau kehutanan. Oleh karena itu, penekanan di Kota Batam adalah pada nilai-nilai aspek ekologis dari sumberdaya alam, terutama habitat alam, dan pada keberlanjutan suplai sumberdaya tertentu yang penting dari segi sosial dan ekonomi, temtama makanan dan air minum. Ekosistem yang hngsional adalah hasil interaksi dinamis antara tetumbuhan dan hewan dari banyak habitat. Akibat untuk habitat satu sering berakibat untuk habitat lainnya, sebagai contoh pembukaan lahan dL Kota Batam sering mengganggu habitat terumbu karang yang sangat diperlukan untuk produksi perikanan lokal. Untuk itu perlu dipahami posisi dan potensi habitathabitat yang ada di Kota Batam. Habitat-habitat yang ada di Kota Batam sebagaimana Gambar 6. Setiap jenis habitat bisa diklasifikasikan dari segi hngsi ekologis, jenis tipikal, penggunaan tradisional manusia, penggunaan potensi ekonomis apabila keadaan alami dilestarikan, ancaman-ancaman nyata atau potensial, dan isu-isu pengelolaannya, sebagaimana Tabel 4.
Gambar 8. H'abitatyang ada dl Kota Batam ( P K , 1999)
Tabel 4.
Klasifikasi Habitat dari Segi Fungsinya
Menimbangkan iklim
Waduk Muara Sungai
Hutan Bakau
Pantai
Suntber
hutan dataran rendah Sumber air hewan liar Pelindung hewan selama
Pengendalian banjir sumber
Bukan habitat alami Sumber Sumber air mninum air untuk hewan Perikanan Habitat flora dan fauna liar Perikanan Tempat perkembangbiiakan wmveltebrata Tempat perkembangb'iakan burung-burung Tempat makan penp laut jenis langka Pelindungan pantai Amg Pengendalian m s i K~w Penahanan nuhien Perikanan Sumber garam Tempat perkembangbib ikanlinvertebrata Tempat perkembangbiakan bumg-burung Rekreasi Perbatasan antara lingkungan daratan dan laut Panen invertebrata Habitat sarang penp Habitat burung dan invertebrata
Pemancingan rekreasional Sumber air Perikanan, termasuk ikan, crustace:.n(kepiting), dan molm g ) Kegiatan pengamatan burung-bunmg liar untuk ekotourisme
:PRC (1998)
Perikanan Ekotourisme berdasatkan burung dan hewan laut Pelindungan psntai P e n g e W a n erosi Pembangunan resoa/pekembangan Pariwisata Rekreasi m u m
Adapun setiap habitat tersebar di beberapa lokasi di Kota Batam sebagaimana Tabel 5. Tabel 5.
Lokasi dari Habitat Kota Batam yang Penting Habitat
Hutan Dataran Rendah Aliran Sungai
Hutan Rawa Air Tawar Waduk
I
Lokasi dari Contoh Habitat yang Penting Perbukitan Rempang, Galang, dan Galang Baru Aliran dan air terjun Muka Kuning, Sungai Sufoco, dan Sungai Lodjim di rempang, Sei Gong di Galang Utara, Aliran sungai air tawar di Galang Baru Sepanjangjalan utama di Batam Tenggara dan Rempang Sei Harapan, Sei Muka Kuning, Sei Duriangkang, Sei Baloi, Sei Ladi, Sei ~ei-~ambesi I Rempang Timur, Rempang Cafe, Rempang Tenggara, Galang Selatan, Batam Selatan Pesisir Selatan Batam, Nongsa, Sungai Ambos, Tg. Rempang, dan Muara Prabas, Sungai Akit di Rempang dan sebelah timur Galang Baru Kota Waterf?ont, Nongsa, Pantai Jelmin di Rempang, Pesisir Timur Cmlang, dan Galang Baru Batam centre, Nongsa, Nagoya, Pesisir Timur Rempang, Galang, dan Galang Baru Pulau Setoko dan sekitamya, Galang Baru Selatan Pulau Dempo, Pesisir Barat Galang Baru, Kabil, Setoko Pesisir Barat Rempang dan Galang, setengah dari bagian selatan Galang Baru
I on& Muara Hutan Bakau
Pantai
Dataran Lumpur Perairan Pesisir Terumbu Karang Padang Rumput Laut
1
Sunrber
:PRC (1999)
-
I
Hutan dataran rendah tropis adalah ekosistem yang sangat kompleks, terdiri dari pohon-pohon, tanaman merambat, tumbuhan rendah, hewan-hewan, dan serangkaian luas mikro organisme yang berinteraksi dengan siklus nutrien, proses-proses iklim, dan keadaan tanah. Struktur habitat hutan rendah tropis dikendalikan oleh sinar matahari dan faktor lain serta dapat dibagi menjadi dua lapisan. Lapisan tertinggi dikenal sebagai lapisan tampak, terdiri dari pohon-pohon tinggi dan dewasa dengan daundaun yang lebih kecil dan kebiasaan pertumhuhan yang s y m p d a l . Lapisan tampak dan lapisan naungan utarna persis di bawahnya dimana sebagian besar produktivitas utama hutan berada dan tempat dimana terdapat paling banyak hewan (Whitten, 1987). Di bawah lapisan naungan utama terdapat pohon-pohon yang lebih kecil, semak, tanaman obat, dan tumbuhan berbunga di lapisan tanaman rendah. Proses dekomposisi terpusat di lantai hutan, dimana organisme hidup dari sampah organik yang jatuh dari atas. Perubahan sekecil apapun pada hutan dapat memsak ekosistem yang beragam. Ancaman utama itu termasuk penebangan habis untuk penggunaan hasil kayu dan pertaniaan, polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran terbuka, sumber industri dan kendaraan, dan pembuatan jalan. Sementara itu, bersumberkan dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Batam dalam Badan Pusat Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam (2003), luas hutan Kota Batam dan persentase menurut fungsinya ditunjukkan dalam Tabel 6
Tabel 6.
Luas Hutan dan Persentase Hutan Menurut Fungsinya
I Fungsi Hutan
I 1. Hutan yang dapat dikonversikan
-I
I
2. Hutan ~roduksi - Terbatas - Bakau 3. Hutan PPAISuaka Alami - T. BUN Gempang, Galang) - Hutan Wisata 4. Hutan Lindung Jumlah
Sunzber
1 Persentase
( Luas (Ha)
I
-I
1.196,90 4.854
3,SO 14,22
16.000 2.065,62 10.015,98 34.132,50
46,88 6,05 29,34 100,OO
:Badan h s a t Statistik Kota
Batam dengan &Idan Perencan~nPembangunan Kota Batam (2003)
Sementara itu, sungai bagi Kota Batam memegang peranan penting bagi ekosistem wilayah tersebut. Sungai kecil dan sungai biasanya bermula di ketinggian yang lebih tinggi, bertambah volume dan lebarnya ketika mengalir menumni bukit, bergabung dengan sungai kecil lainnya untuk membentuk drainase utama untuk sebuah pertemuan air (Whitten, 1987). Sungai memegang peranan penting dalam ekosistem sumber air tawar. Mereka memberikan mekanisme pengangkutan mineral dan nutrien, dan jalur migrasi hewan dan tumbuhan. Secara komersial, sungai sangat penting sebagai alat transportasi, perikanan, dan air minum. Polusi industri dan rumah tangga, pembabatan hutan, dan gangguan fisik termasuk pembendungan dan penjaluran adalah ancaman utama pada sistem sungai (Whitten, 1987). Pembuangan polusi ke dalam sungai atau sungai kecil mengubah kualitas air, memberi pengaruh buruk pada flora dan fauna yang terdapat di sana. Selain itu, kualitas air yang buruk dapat memberikan pengaruh buruk pada persediaan air hilir, hutan payau, terumbu karang, dan rumput laut.
Nama-nama sungai yang berlokasi di Kota Batam, khususnya Pulau Batam sebagaimana terlihat pada Tabel 7. Tabel 7.
Nama-nama Sungai di Kota Batam
Hutan Rawa Air Tawar adalah habitat yang langka di Kota Batam. Hutan rawa air tawar dan vegetasi yang berhubungan hanya muncul di daerah yang secara berkala dibanjiri air tawar. Rawa air tawar dapat terbentuk bila tinggi air berfluktuasi sehingga terjadi pengeringan periodik pada permukaan tanah. Air dapat berasal dari air hujan atau bila air sungai mundur disebabkan liarena pasang air tinggi (Whitten, 1987).
Rawa air tawar memberikan habitat unik dan jarang pada flora dan fauna aquatik. Habitatnya memberikan sumber air pada banyak organisme dari hutan kering bersebelahan, juga berlaku sebagai daerah penahan banjir, dan memperlambat erosi tanah. Ancaman terbesar pada hutan air tawar adalah arus air yang berkurang karena penebangan pohon, konstruksi, atau gangguan lain di daerah pertemuaan air, perubahan atau pengalihan persediaan air tawar, erosi, sedimentasi, pembuangan minyak dan bahan-bahan berbahaya, dan kelebihan penggunaan air tanah. Gangguan ini dapat mengubah kualitas air atau mengubah hidrodinamika rawa, sehingga merusak tegakan pohon-pohon dan menghalangi regenerasi dari jenis vegetasi yang asli, dan mengakibatkan perubahan ekosistem (Whitten, 1987).
Waduk di Kota Batam diciptakan dengan membendung sungai dan muara dan menunggu air laut menjadi payau, menciptakan persediaan air tawar. Waduk di Kota Batam selain memiliki fungsi utama menyediakan air minum untuk populasi Kota Batam, waduk juga memberikan fungsi ekologis yang sangat penting. Waduk secara potensial digunakan untuk perikanan dan menjadi tempat peristirahatan dan perkembangbiakan bagi burung-burung bermigrasi. Walaupun demikian, penciptaan waduk membutuhkan pembanjiran daerah tinggi yang besar, sungai, dan daerah muara, menghancurkan habitat alami. Membendung terlalu banyak muara dapat menyebabkan penurunan signifikan dari sumberdaya perikanan pantai yang bergantung pada muara sebagai daerah pembiakan
Ancaman kelestarian ekosistem waduk sebagaimana ancaman sistem sungai yang dijelaskan sebelumnya, termasuk polusi industrial dan domestik, deforestasi, dan sedimentasi. Nama-nama waduk di Kota Batam dengan jumlah produksinya sebagaimana pada Tabel 8. Tabel 8.
Nama Waduk di Kota Batam
Sunaber
:Bahn Pusat Statistik Kota Batam (2000)
Muara adalah sebuah lingkungan yang terbentuk dimana air tawar dan air laut bertemu di tempat sungai memasuki laut. Muara adalah ekosistem yang sangat produktif dan memberikan suatu daerah dengan kekayaan makanan dan tekanan predator yang rendah untuk banyak spesies dari habitat air tawar dan air laut (Whitten, 1987) Muara beragam dalam sifat fisik, kimiawi, dan biologis, karena dipengaruhi oleh perubahan jangka pendek dan jangka panjang dari ams sungai dan pasang, pembahan musim, dan kadang-kadang pula kondisi cuaca yang ekstrem. Kondisi-kondisi ini memberikan pengamh yang berarti dalam menentukan tingkat keasinan, suhu, tingkat nutrien, dan beban sedimentasi.
Nutrien pada muara berasal dari tiga sumber : input sungai, input laut, dan sedimen dasar sungai (Whitten, 1987). Muara memberikan lingkungan untuk produktivitas biologis tinggi dan habitat kehidupan liar, dan tempat perkembangbiakan hewan berpindah. Muara juga bemilai ekonomis tinggi, digunakan sebagai pelabuhan dan ekoturisme. Ancaman pada muara adalah pengemkan, konstmksi, tumpahan dan pembuangan bahan kimiawi dari daratan dan dari kapal laut, erosi hulu, sedimentasi, reklamasi tanah, penangkapan air tawar, dan kelebihan nutrisi dari pertanian dan aquakultur. Hutan payaulhutan bakau adalah habitat yang sangat produktif dan dapat dijumpai pada pertemuan laut dan daratan pada margin pantai di massa lahan tropis yang terkadang mencapai perkembangan terbesarnya di daerah-daerah muara besar. Hutan payau Kota Batam sebagian besar didominasi oleh bakau (Rhizophora apiculata) dan bakau kurap (Bruguiera gymnorhiza) dengan
serangkaian luas ambong-ambong (Scaevola taccada), baru (Hibiscus tiliaceus), kung-kung (Thespesiapopulnea),dan kemunting (Rhodomyrtustomentosa). Fungsi fisik dari hutan payau adalah perlindungan dari badai untuk daratan rendah, perlindungan terumbu karang dari sedimentasi berlebihan, percepatan perluasan tanah, dan asimilasi bahan buangan (Whitten, 1987). Selain itu, hutan payau memberikan habitat bagi serangkaian luas spesies hewan. Fungsi ekologi
lainnya termasuk produksi dan pemeliharaan perikanan dekat pantai untuk ikan pantai dan perairan dalam. Penggunaan komersial dari hutan payau temasuk kayu, aquakultur, kolam-kolam garam, dan rekreasi (Whitten, 1987). Ancaman terhadap hutan payau adalah pembendungan, pengerukan, penangkapan, erosi, dan sedimentasi, pengalihan air tawar, pembuangan minyak dan bahan berbahaya lainnya, pemompaan air tanah, tebang habis, dan reklamasi tanah. Gangguan berskala besar pada hutan payau dapat berakibat ke erosi pantai, membuat populasi pantai lebih rentan pada hujan dan banjir. Gangguan berskala kecil dapat berakibat penurunan produksi perikanan dan penggunaan kehidupan di daerah tersebut (Whitten, 1987; Carpenter and Maragos, 1989). Pantai pasir adalah bagian dari sistem yang lebih besar yang mencakup
sand berms dan bukit pasir darat dan penyimpanan pasir lepas pantai. Pantai bersifat dinamis dan berubah secara konstan terhadap tinggi, lebar, dan kemiringannya yang disebabkan oleh angin, ombak, arus air, pasang, badai, dan perubahan musiman yang menunda, menggerakkan dan menempatkan partikel pasir (Carpenter and Maragos, 1989). Pantai memberikan hngsi ekologis yang sangat penting sebagai habitat bersarang utama bagi penyu dan burung. Pantai-pantai di wilayah Kota batam digunakan sebagai tempat bersarang bagi penyu. Secara ekonomis, pantai berlaku sebagai tempat rekreasi dan daerah tujuan wisata.
Ancaman terhadap pantai termasuk perekayasaan pantai seperti dinding laut dan pemecahan air yang akan mengubah arus pantai yang panjang atau tenaga ombak yang akan menyebabkan pola deposisi dan erosi, pengerukan pantai atau penambangan pasir, pembangunan properti seperti jalan-jalan, pelabuhan yang terlalu dekat dengan garis pantai, dan pembuangan berpolusi yang akan mengkontaminasi air pantai dan pantai (Carpenter and Maragos, 1989). Rentang lumpur pasang terletak pada zona pasang antara garis pasang rendah dan pasang tinggi. Rentang ini ditemukan pada daerah d a t a atau dangkal dengan sedikit ombak dan sedimen halus. Rentang Lumpur mengandung kandungan oksigen rendah, memiliki perrneabilitas rendah dan banyak bakteri, dan mempakan lingkungan yang relatif stabil (Whitten, 1987). Rentang lumpur memberikan sumber makanan kritis bagi burung pantai. Ancaman potensial pada rentang lumpur termas.uk pengerukan, penimbunan, konstruksi, tumpahan dan pembuangan bahan kimiawi dari daratan atau kapal, erosi hulu, dan kelebihan nutrisi dari pertanian dan aquakultur. Kegiatan ini dapat menyebabkan kontaminasi dari organisme yang hidup dalam Lumpur dan hewan yang mencari makanan di sana, pengendapan yang akan menggilas organisme benthic, kualitas air yang buruk, pengurangan pertumbuhan makrofita, dan kemungkinan penambahan pertumbuhan alga, dan pembahan arus permukaan air lokal, dan mempengaruhi produktivitas. Perairan pantai adalah sistem dinamis sebagai akibat dari perubahan pasang, arus lautan, dan ombak, yang bertanggungjawab bagi sirkulasi dan
transportasi nutrisi, demikian pula bagi larva ikan dispersal dan plankton (Stone, 1994). Salinitas, suhu, dan oksigen larut adalah faktor lain yang mempengaruhi
sifat dari air pantai (Whitten, 1987). Perairan pantai adalah habitat bagi serangkaian spesies, yang beberapa di antaranya memiliki nilai komersial. Banyak spesies ikan, krustacea, dan moluska yang hidup dalam perairan pantai dipanen secara komersial. Sebagai tambahan, perairan pantai memberikan alat transportasi bagi kapal-kapal dan juga organisme laut. Banyak spesies mensinkronisasikan tidak hanya kegiatan makannya tapi juga siklus reproduksinya dengan siklus perairan pantai (Stone, 1994). Ancaman terhadap kualitas perairan pantai termasuk limbah cair pertanian, industrial, dan perumahan yang dikeluarkan ke laut, konstmksi pantai yang menciptakan erosi pantai dan pemadatan permukaan, dan pengerukan. Akibatnya, kualitas air yang buruk, perubahan hidrodinamis, dan penurunan oroduktivitas. Semua pembahan ini dapat mengganggu perikanan, temmbu karang, mmput laut, rentang lumpur, dan hutan payau yang bergantung pada perairan pantai. Temmbu karang biasanya mendominasi tepi luar dan lembah pulau tropis, dan seringkali ditemukan ke arah laut padang mmput lauttpadang lamun. Terumbu karang adalah simpanan besar kapus yang dibentuk oleh akumulasi tulang karang selama beribu tahun (Chou, 1992 ; Veron , 1986). Kemampuan komunitas karang untuk tumbuh dan mempertahankan ekosistem produktif dalam lingkungan yang rendah nutrisi dan untuk membangun struktur kaku di muka
gerakan arus kuat memungkinkan mereka untuk mendominasi banyak daerahdaerah tropis yang dangkal (Mather and Bennet, 1984). Terumbu karang di Kota Batam lebih besar di sepanjang pantai barat pulau-pulau besar dan muncul sebagai kelompok-kelompok lepas terumbu tepi. Genera dari karang keras yang ditemukan di Kota Batam tennasuk Porites, Acropora, Fungin, Goniastrea, Favia, Montipora, dan Platypra. Genera dari
karang lunak yang ditemukan termasuk Sarcophfondan Sinttlaria. Sebagian besar terumbu di Kota Batam akan terkena dampak buruk dari kenaikan turbiditas yang disebabkan oleh erosi pantai. Terumbu
karang
memberikan banyak
fungsi berguna termasuk
mendukung perikanan laut (ikan dan kerang); melindungi pemukiman manusia, pelabuhan, dan garis pantai dari badai; dan memberikan kesempatan pariwisata rekreasi. Dinamika terumbu karang dapat rusak karena sedimentasi, perubahan input air tawar, perubahan pola sirkulasi, pengayaan nutrisi, pengurangan sinar matahari, kapasitas ekosistem daratan untuk mengendalikan pemadatan, ketinggian air laut yang menurun, pengurangan tingkat oksigcn larut, dan gangguan fisik (Hatcher, 1989 ; Rogers, 1990). Kegiatan
yang dapat
memberikan pengaruh buruk pada terumbu karang adalah pengerukan, konstruksi pantai, pembuangan tailing pertambangan, pemadatan badai, pemadatan pertanian, penebangan habis yang meningkatkan pemadatan, pengalihan air tawar,
pembuangan industrial, pembuangan air panas, dan penangkapan ikan yang destruktif (Hatcher, 1989 ;Rogers, 1990). Padang lamun sering dijumpai pada dataran dangkal dan terbuka, terutama di zona tengah dan belakang terumbu datar, mengarah ke laut dari hutan payau dan mengarah ke darat dari tepi luar terumbu yang dipenuhi karang (Carpenter dan Maragos, 1989). Padang Lamun yang ditemukan di Kota Batam didominasi oleh Enhalus sp; genera lain yang sering ditemui adalah Snrgasszzrm, Padina, dan Tubinaria. Padang lamun secara ekonomi dan ekologis penting karena mereka memberikan produktivitas biologis yang tinggi untuk ikan dan kerang, tempat pemeliharaan bagi spesies terumbu dan hutan payau, penambahan dan stabilisasi pasir pantai, dan tempat pemberian makan bagi penyu langka dan mamalia laut. Ancaman bagi padang lamun adalah limbah cair pertanian, industrial, dan perumahan yang dibuang ke laut, erosi, sedimentasi, pengerukan, lalu lintas kapal yang sibuk, dan kegiatan manusia lainnya. Secara garis besar ada 4 pelaku utama yang berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan Kota Batam yaitu masyarakat, pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Masyarakat Pulau Batam dan sekitarnya sampai saat ini baru memanfaatkan kelompok sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yang dapat pulih terbatas pada sumberdaya perikanan dan sumberdaya hutan. Sedangkan sumberdaya yang tidak
ditampilkan pada Tabel 9., produksi ketela pohon merupakan jenis tanaman palawija dengan produksi terbanyak tiap tahunnya, dibandingkan tanaman palawija lainnya yang juga cendemng mengalami peningkatan. Tabel 9.
Produksi Tanaman Palawiia Dirinci Menurut Jenis Tanaman
. Ketela Rambat
Sunzber :Baabn Pusat Stahstik Kota Batam denaan - Badan Perencanmn Pentbanganan Rota Batanr (2003) Sementara itu, produksi tanaman sayur-sayuran selama periode 1998-2002 sebagaimana Tabel 10. Produksi kacang panjang
merupakan jenis sayuran
dengan produksi terbanyak tiap tahunnya, dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya yang juga cenderung meningkat. Tabel 10.
Produksi Tanaman Savur-savuran Dirinci Mennrut Jenis Tanaman Periode 199&i002 (Ton)
Jenis T m n a n 1 I I] 1. Cabe/Lomnbok 2. Ketimun 3. T m g 4. Kacang Panjang 5. Baya~n 6. Kan7. Sawi 8. Paria 9.Tomnat 10. Labu Siam 11. Pitula 12. Buncis Jwnlali 1
I
1998 121 88.86
4.42 830.00
1
I
1
1 1
1999 131 174.41
20,29 1.878,91
1
I
1
1 1
2000 [41 174.40
21,08 2.033,55
-
Sun~ber:Badan Pusat Slahlahstr*k Kota Batam denmm 1 adan Perencanmn Pentbangunan Kota Batanr (2003)
Selain produksi tanaman palawija dan produksi tanaman sayur-sayuran, untuk produksi buah-buahan, sebagaimana Tabel ll., tanaman nangka merupakan buah-buahan dengan jumlah produksi terbanyak tiap tahunnya, dibaidingkan jenis buab-buahan lainnya yang juga cenderung meningkat produksi per tahunnya.
Tabel 11.
Produksi Tanaman Buah-buahan Dirinci Menurut Jenis
Sumber :Badan Pusat Statistik Kota Batan~der~par~ - Badan Perencanaan Pentbangunan Kota Batanr (2003) Sementara itu, produksi perikanan yang bersumber dari Dinas Kelautan, Pertanian, dan Peternakan Kota Batam yang tercatat dalam laporan BPS Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batam (2003) menurut jenisnya cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini tentu diikuti dengan nilai produksi yang meningkat pula sebagaimana Tabel 12.
Tabel 12.
Produksi Perikanan (Ton) dan Nilai Produksi (Jutaan Rupiah) Menurut Jenisnya Periode 1998-2002 Tahun Perikanan Laut Budidaya Perikanan Jumlah Laut Produksi Nilai Nilai Produksi Nilai Produksi Produksi Produksi Produksi (ton) (Ton) (Ton) (Jutaan (Jutaan (Jutaan Rupiah) Rupiah) Rupiah) [I] [2] [3] [4] [6] [7] [5] 20,OO 26.352,OO 1998 8.280,OO 24.840,OO 1.512,OO 8.300,OO 54,17 1999 10.086,40 30.259,20 1.883,65 10.140,57 32.142,85 11.092,OO 88.736,OO 60,OO 2.354,50 11.152,OO 40.178,50 2000 14.112,92 25.080,OO 75,OO 2.896,03 14.187,92 27.976,35 200 1 2002 15.524,OO 27,587,000 78,OO 2.950.000 15.602,OO 30.537.000 Sumber :Barlan Pusat Stutistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Batani (2003)
4.2.1.3 Potensi Industri
Sementara itu, potensi Industri Kota Batam merupakan primadona di antara potensi lainnya. Kota Batam merupakan salah satu kota industri dan perdagangan yang besar. Pada tahun 2002 jumlah perusahaan Industri Besar meningkat menjadi 121 perusahaan dari 118 perusahaan pada tahun 2001, sedangkan perusahaan Industri Sedang naik dari 46 perusahaan pada tahun 2001 menjadi 49 perusahaan pada tahun 2002. Dalam penyerapan tenaga kerja perusahaan Industri BesarIJedang tahun 2002 mengalami kenaikan menjadi 85.899 orang atau naik 4,79% dibandingkan
dengan tahun 2001. Pada tahun 2002, Industri barang dari logam merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yang mencapai 78.653 orang pada 126 perusahaan. Sementara ity
industri kimia, minyak bumi, dan batubara menyerap 4.846 orang tenaga kerja di 19 perusahaan. Daya serap industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit, yaitu 2.127
orang pada 10 pemsahaan. Banyaknya pekerja pada perusalman industri pengolahan sebagaimana terlihat dalam Tabel 13 Tabel 13.
Banyaknya Pekerja Pada Perusahaan Industri Pengolahan Dirinci Menurut Sub Sektor 2002
Jenis Industri
I I I
Besar Perusaham I Tenaga I Keja [2] I PI
Jumlah
S a g
I Perusahaan I Tenaga 1 Perusahaan 1 Tenaga I I Ke& I I Kerj I [4] [5] I [6] [7]
[11 1. Makanan. Minuman I 225 1 dan Tembakau 2. Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit 3.KayudanBarangdari Kayu 4. Kertas, Barang dari Kertas Percetakan 5. Kimia, Minyak Bumi, dan Batu Bara 6. Barang Galian Bukan Logam 7. Barang dari Logam 8. Lain-lain 2 1 139 2 Jumnlall 121 1 85.899 1 49 1 3.123 1 170 Sunzber :Barlan h s a t Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan -
1
225
1
1
139 89.022
Penzbangunan Kota Batanr (2003)
4.2.1.4Zonasi Kota Batam Keharmonisan spasial (spatial suitability) adalah salah satu dari persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan (Dahuri et al., 1996). Keharmonisan spasial mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah pembangunan hendaknya tidak selumhnya diperuntukkan sebagai zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi.
Kota Batam pada awalnya, melalui Otorita Batam secara formal mengadopsi tujuan penggunaan tanah 40% dibangun dan 60% tidak dibangun untuk memastikan bahwa modal sumberdaya alam mencukupi untuk mendukung pembangunan. Untuk kepentingan zonasi, Kota Batam mengembangkan tujuh zona pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang disatukan sebagai suatu zona berdasarkan kesamaan dalam tipe dan kondisi habitat, yakni :
-
4.2.2
Zona I : Galang barat dan Galang B a n Zona I1 : Rempang barat Zona 111 : Daerah antara rempang dan Batam Zona IV : Batam barat daya Zona V : Batam tenggara Zona VI : Rempang timur Zona VII : Galang timur dan Galang Barn Dimensi Sosial Ekonomi Budaya
4.2.2.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Modal ekonomi di Kota Batam ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat luar biasa. Kota Batam telah menjadi satu dari dua atau tiga daerah di Indonesia dengan pertumbuhan terpesat, dalam artian pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, selama lima tahun terakhir. Namun pertumbuhan ekonomi Kota Batam diramalkan melambat dari rata-rata pertumbuhan pertahun 17% menjadi hanya 8% di tahun 2006, sebagaimana tampak pada Gambar 7.
Gambar 7.
Proyelrsi Pertumbnhan Ekonomi Dan Pendaptm Regional Ernto (PDRB) Di Kota Batam, 1995-2020 (PRG 1998)
Kesimpulan ini didawkaa pada trend di
Batam selam pebiode 1990-
1996, dan dengan asumsi bahwa produkthitas investasi dan trend investasi se1pma periode ini akan tetap komtan sampai 2006.
4.233 Laju Pedmmbnhan Kota Batarn
Kota Batam yang d i j a d h pusat pengembangan industri m e n j a d h arus imigrasi ke Kota Batam tidak &pat di2liodari dan konmibusi migasi terhadap pertumbuban penduduk di Kota Batam sangat: besar, Pada tahun 2000 jumlah penduduk Kota Batam sebesar 462.094 jiwa menin&
sebesar 28.8% jika
dibandingkan dengan tahun 1999 , dimana penyebaran penduduk per Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8.
Penyebaran Penduduk Kota Batam Tahun 2000 (PemmintahK d a Batam, 2001)
Dari Gambar 8. terfihat, bahwa penyebaran penduduk terbesar berada pada Kecamatan Sekupang yaitu sebesar 23,10% diikuti Kecamatan Batu Ampar 21,70%, Kecamatan Sungai Beduk 20,80%. Tingginya penyebaran penduduk pada Kecamatan tersebut karena merupakan pusat konsewasi penduduk dari 3 (tiga) Kecamatan sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 53 tahun 1999. Dari hasil registrasi penduduk Dinas Kependudukan Kota Batam keadaan
akhir tahun 2001 penduduk Kota Batam berjumlah 527.151 jiwa, yang berarti
mengalami peningkatan sebesar 13,65 persen atau bertambah sebesar 61.852 jiwa bila dibandingkan dengan keadaan yang sama pada tahun 2000. Sementara ratarata pertumbuhan penduduk per tahun selama sepuluh tahun terakhir (1990-2000) sebesar 12,87 persen Tabel 14. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Batam 1996-2001 Tahun
Jumlah Penduduk
[ll
[21
Pertumbuhan (YO) [31
13;65 2001 ** 527.151 Sumber :Ua(Zun Pusut SfafisfikKota Batnnz (2002) - Oktober 1990 = 135.633jiwa - Juni 2000 = 437.358jiwa Catatan : *) Diperkirakan berdasarkan hasil Sensus Penduduk Juni 2000 **) Hasil registrasi penduduk Dinas Kependudukan Kota Batam
4.2.2.3 Ketenagakerjaan
Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Salah satu contoh adalah tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya penyediaan tenaga kerja. Untuk jumlah pencari
kerja dari tahun 1997-2002 dapat dilihat pada
Gambar 9. yang menggambarkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi kenaikan jumlah pencari kerja.
Tabel 15.
Perkembangan Jumlab Tenaga Kerja menurut Sektor Ekonomi Yang Terdaftar di Disnaker Kota Batam ~ e a d a a nAkhir Tahun 1998-2001 Sektor Ekonomi 2000 2001 1998 1999 rll [2] [3] [4] [5] 1. Pertanian 1.823 1.821 1.849 1.840 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri 4. Listrik, Gas, & Air 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Jasa Persewaan, dan Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah I
I
Sunrber :BPS Kota Batant (2002) Berdasarkan Tabel 15, keadaan akhir tahun 2001, jumlah tenaga k e j a di Batam mengalami peningkatan sebesar 5,02 persen atau bertambah 7.900 jiwa dibandingkan dengan keadaan akhir tahun 2000. Dalam ha1 ini telah terdaftar sebanyak 165.183 jiwa penduduk yang bekerja di sector ekonomi dan tersebar di 2.206 perusahaan. Data tersebut belum termasuk penduduk yang bekerja di sekor informal dan pemerintahan. Dari 165.183 jiwa yang terdaftar pada tahun 2001, 121.596 jiwa (73,61 persen) bekerja pada sektor industri, diikuti sektor bangunan sebanyak 16.449 jiwa (9,96 persen), serta sektor perdagangan, hotel, & restoran 14.184 jiwa (8,59 persen).
.
Pada sisi persentase pekerja, sebagaimana Tabel 16., berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, 62,31 persen penduduk yang bekerja berpendidikan SLTA, kemudian tingkat SLTP 13,96 persen, dan tingkat pendidikan SD 12,83
persen. Sementara untuk penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan diploma ke atas adalah 7,07 persen Tabel 16. Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Persentase Penduduk Berumur 15 tahun ke atas yang Bekerja menurut Tingkat Pendidikan d i Kota Batam Hasil ensu us Fenduduk 2000 Pcrkotaan
Lk
Pr
Perkotaan + Pedesaan
Pedesaan
1111
[I] [21 [3] [4] BelumTanat SD 2.97 2.10 2,56 SD 11.32 9,37 12.02 16.90 14,18 SLTF' 11,01 SLTA 56,58 72.52 63,98 Diploma VII 1.00 1,00 1,OO 3.5 1 Akademi/DIII 1,95 2,79 1.72 DIV ke atas 2,02 3.47 Jumlah 100.00 100.00 100.00 Sunzber :BPS Kota Batanz (2002)
Lk
Pr
Jlh
Lk
[5] 44.12 39,84 7,16 7,92 0,33 0,14 0,47 100.00
161 47.39 35.07 6,09 9,35 1,23 0,22 0,65 100.00
[71 44.71 39,98 6,97 8,18 0,49 0,16 0,51 100,OO
[Sl [91 4.83 2.63 15,47 9,67 16,46 10,98 54,38 71,78 0,97 1,00 3,36 1,93 4,52 2,Ol 100,OO 100,OO
Pr
Pembangunan telah memberikan banyak hasil dan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Tejadinya pertumbuhan ekonomi dan pergeseran prioritas sasaran pembangunan merupakan usaha untuk mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Hal ini dilandasi oleh kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak akan menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat jika tidak diimbangi dengan usaha-usaha ke arah pemerataan. 4.2.2.4 Problema Sosial
Tingkat perkembangan dan laju pertumbuhan pembangunan di Kota Batam saat ini memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah Kota Batam dalam menyediakan fasilitas umum terhadap masyarakat. Selain itu, pembangunan yang pesat di Kota Batam telah menimbulkan daya tank bagi para pendatang (efek lampu pijar). Kemajuan dan pembangunan di
nh 1101 3.83 12,83 13,96 62,31 0,98 2,71 3,38 100,OO
Kota Batam telah menimbulkan permasalahan penggunaan ruang yang krusial, yakni ledakan penduduk yang talc terkendali, menjamurnya rumah-rumah liar, kesenjangan pendapatan dan tentu saja kerusakan lingkungan. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, yakni mencapai 294 jiwa per km2, laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 sampai dengan akhir 2000 mencapai 12,87 persen karena derasnya ams migrasi. Dengan demikian, pertumbuhan penduduk yang cepat di Kota Batam menjadi sebuah permasalahan tersendiri. (Pemerintah Kota Batam, 2001).
4.2.3 Dimensi Sosial Politik
4.2.3.1 Kebijakan Pembangunan Kota Batam
Pada awalnya Kota Batam merupakan suatu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batam yang termasuk dalam Wilayah Administrasi Kabupaten Tingkat I1 Kepulauan Riau. Batam adalah nama sebuah pulau terbesar di daerah tersebut, tanpa diketahui secara jelas asal usul nama tersebut (BPS Kota Batam,
Setelah itu Batam dijadikan Kotamadya Batam yang merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau, setelah Kotamadya Pekanbam yang bersifat otonom, dan Kotamadya Batam yang bersifat administratif yang
kedudukannya setingkat dengan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat I1 lainnya. Karena wilayah Kotamadya Batam letaknya sangat strategi3, Pemerintah Indonesia di bawah rezim Orde Baru kemudian mengembangkan Pulau Batam menjadi Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OBDIP). Guna pemantapan pengembangan sebagaimana fungsi Pulau Batam tersebut menjadi daerah industri dan perdagangan, alih kapal, penumpukan dan basis logistik serta pariwisata, maka dikeluarkan beberapa Surat Keputusan Presiden atau Menteri maupun Dirjen, sebagaimana periodesasi PimpinanIPengembangan Otorita Batam sebagai berikut (Badan
Pusat Statistik Kota Batam dengan Badan
Perencanaan Pembangunan Kota Batam, 2003) : 1.
Tahun 1969-1975
Adalah periode persiapan dan permulaan pengembangan. Pada periode ini pengembangan Batam lebih ditujukan untuk menunjang kegiatan pertanian dan pencarian minyak lepas pantai dengan ketua Otorita Batam DR.lbnu Sutowo. Pada periode tersebut telah keluar beberapa Keputusan Presiden antara lain : a. Keppres No.65 Tahun 1970 tanggal 19 Oktober 1970; tentang Proyek Pengembangan Pulau Batam. b. Keppres No.74 Tahun 1971 tanggal 26 Oktober 1971; tentang Pembangunan Pulau Batam dengan membentuk BADAN PIMPINAN
DAERAH INDUSTRI ( BADAN PENGUASA) dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. Keppres No. 41 tahun 1973 tanggal 22 November 1973; tentang seluruh
Pulau Batam dinyatakan sebagai daerah industri. Pada tanggal 26 Agustus 1974 pemerintah menunjuk beberapa lokasi di Sekupang, Batu Ampar, dan Kabil di Pulau Batam sebagai Bonded Ware House dan menunjuk PT. Persero Batam sebagai penguasa Bonded Ware House.
2.
Tahun 1975-1978
Adalah periode konsolidasi dimana dalam periode ini dititikberatkan untuk konsolidasi dan pemeliharaan prasarana-prasarana dan aset-aset yang ada, sehubungan dengan krisis yang timbul dalam Pertamina. Ketua Otorita Batam saat ini adalah Prof DR. Soemarlin. Dalam periode ini telah keluar beberapa surat keputusan sebagai berikut : a. Pada tahun 1975, karena adanya resesi dalam tubuh Pertamina, maka teqadilah pengalihan tanggung jawab pernbangunan Derah Industri Pulau Batam dari Pertamina ke tangan Pemerintah. b. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.43 tahun 1977 tanggal 19 Februari 1977 tentang Pengolahan dan Penggunaan Tanah di Pulau Batam. c. Pada tanggal 14 Mei 1977 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri
Perdagangan No. 147lKpbNl1977, Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.l50/LMU1977
dan
No.KM. 119/O/F'hb11977
Surat Keputusan Menteri Perhubungan tentang
Pengembangan
Lalu
Lintas
Perdagangan sesuai kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. d. Surat Keputusan Ketua BKPM No. 1 tahun 1978 tanggal 7 Februari 1978
tentang Pemberian Perlimpahan Wewenang Pengumsan dan Penilaian Permohonan Penanaman Modal di Pulau Batam. e. Pada tanggal 24 November 1978 pemerintah menetapkan seluruh wilayah Pulau Batam menjadi wilayah Botuied Ware House. 3.
Tahun 1978-1983
Yaitu periode pemantapan rencana dan lanjutan pembangunan prasarana utama dengan ketua Otorita Batam ProfDR.Ing.BJ Habibie. Periode ini rencana pengembangan disesuaikan dengan rencana strategi pengembangan, strategi pembangunan nasional dan situasi ekonomi dunia yang sedang mengalami resesi. Beberapa surat keputusan yang dikeluarkan dalam periode ini antara lain : a. Keppres No. 194M1978 tanggal 29 Agustus 1978 tentang pengangkatan Prof.DR.Ing.BJ Habibie sebagai ketua Otorita Batam dan Mayjend. TNI Soedarsono D. sebagai ketua Badan Pelaksana.
b. Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01-PW-10-01-83 tanggal 7 Juni 1980 tentang penetapan Pulau Batam sebagai daerah berstatus khusus di bidang keimigrasian. c. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.70KpN1983 tanggal 19 Januari 1983 tentang pelimpahan wewenang di bidang perdagangan dan koperasi. d. Keppres No. 15 tahun 1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang kebijaksanaan pengembangan pariwisata, dalam ha1 ini pelabuhan laut dan udara di Pulau Batam ditetapkan sebagai pintu masuk wisatawan dari luar negeri. e. Tahun 1983 sampai dengan sekarang dan seterusnya, merupakan periode penanaman modal dan industri serta pengembangannya. Sejalan dengan perkembangan Pulau Batam tersebut oleh Otorita Batam, sesuai dengan periodesasi pembangunan dan pimpinannya maka dibentuklah Kotamadya Batam berdasarkan PP No. 43 tahun 1983, dalam ha1 ini wilayah pemerintahannya sama dengan kecamatan Batarn sebelum dibentuknya Kotamadya Batam tersebut dan membawabi 3 (tiga) kecamatan yaitu : Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur. Tentang penyelenggaraan pemerintahan, sebagai penjabaran dari pasal 17 PP No. 34 tahun 1983, telah keluar Keppres No.7 tahun 1984 tentang : hubungan k e j a antara Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Dalam KEPRES No.7 tahun 1984 tersebut telah diatur tentang koordinasi sebagai berikut
Pasal2, menyebutkan: Walikotamadya Batam, sebagai Kepala Wilayah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam arti memimpin pemerintahan membina kehidupan masyarakat Kotamadya Batam di semua bidang dan mengkoordinasikan bantuan dan dukungan pembangunan daerah industri Pulau Batam. Pasal3 humf F, menyebutkan: Walikotamadya Batam bersama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansiinstansi pemerintahan lainnya, guna mewujudkan sinkronisasi program di antara mereka dan sejauhmana mengenai pelaksanaan pembangunan, sarana, prasarana,
dan
fasilitas lainnya yang
diperlukan
dalam
rangka
pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Dalam ha1 ini telah ditunjuk sebagai Walikotamadya Batam yang pertama Ir. Rahman Draman yang menjabat sebagai walikota selama periode 1984-1989. 4.
Tahun 1992
Dengan Keppres No.28 tahun 1992 wilayah kerja Otorita Batam diperluas meliputi wilayah BARELANG (Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan pulau-pulau sekitarnya) dengan luas wilayah selumhnya sekitar 715 km (1 15% dari luas Singapura).
5.
Tahun 1998
Pada masa menjelang tumbangnya Orde Baru, yaitu Presiden Soeharto (Mei 1998), kepemimpinan di Batam dijabat oleh Yunus Efendi Habibie (kurang lebih selama enam bulan). Kemudian, setelah kakak kandungnya (BJ Habibie) menjabat Presiden RI ke-3, dengan kesadaran sendiri dan demi menjaga tudingan KKN , maka ia mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya kepada Ismeth Abdullah. Pada masa 1998 sampai sekarang (2004) merupakan periode pengembangan pembangunan prasarana dan penanaman modal lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi. 6.
Tahun 1999
Dengan keluarnya Undang-undang No.53 tahun 1999, maka Kotamadya Administratif Batam bembah menjadi Kota Batam dengan membawahi 8 kecamatan, yakni kecamatan: Belakang Padang, Bulang, Galang, Sei Beduk, Nongsa, Sekupang, Lubuk Baja, dan Batu Ampar. Demikianlah, secara umum perkembangan pengembangan pembangunan di Kota Batam. Dalam ketiga periode perkembangan pembangunan Kota Batam ini akan diteliti gambaran dan kebijakan pembangunan yang telah dijalankan. Selanjutnya, dengan dikeluarkannya UU Nomor 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam, maka terjadi perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Batam. Kota Batam yang semula hanya mempakan daerah administratif Kotamadya Batam berubah menjadi daerah
Otonom Kota Batam yang dikepalai oleh seorang Walikota. Walikota Batam saat ini adalah Drs. H. Nyat Kadir Perubahan mendasar lainnya adalah jika sebelumnya Otorita Batam menggandeng atau mengikutsertakan Pemerintah Daerah Batam sebagai pelaksana pemerintahan dan pembangunan, kini sebaliknya justru Pemerintah Kota Batam mengikutsertakan atau menggandeng Otorita Batam. Dalam BAB 111 Pasal 5, ayat (1) Peraturan Pemerintah yaug sedang digodok, disebutkan bahwa Pemerintah Kota Batam bersama-sama dengan Badan Otorita Batam menyusun rencana strategis pembangunan Kota Batam dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Dalam ayat (2) disebutkan Pemerintah Kota Batam bersama Badan Otorita Batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi. Dalam BAB I1 Pasal 4 disebutkan bahwa Pemerintah Kota Batam dapat melakukan kerja sama dengan Badan Otorita Batam dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di bidang permukiman, prasarana wilayah, lingkangan hidup, penanaman modal/investasi, kebersihan, penanggulangan kebakaran, tata kota, tata bangunan, dan bidang lain yang dipandang perlu meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, dan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di masa lalu, ketika Batam dibentuk menjadi Kotamadya (Administratif) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 sering tejadi tumpang
tindih (over-lapping) pengelolaan. Karena di Batam pada saat itu terdapat dua badantinstitusi pengelola pada tempat yang sama, yaitu Pemerintah Kotamadya Batam dan Otorita Batam. Dalam tanggungjawabnya, Pemerintah DaerahKodya Batam bertugas mengelola bidang pemerintahan, pembinaan masyarakat, dan koordinasi bagi dukungan pembangunan daerah industri pulau Bata-. Sedangkan Otorita Batam bertanggungjawab dalam ha1 pengembangan kawasan Barelang sebagai daerah industri. Namun, pada praktiknya di lapangan, banyak teqadi kasus-kasus tumpang tindih (over-lapping) pengelolaan. Saat ini, sejalan dengan peningkatan status Kotamadya Batam dari Kotamadya Administratif menjadi Kotamadya yang otonom, yaitu Dati 11, melalui
UU Nomor 53 tahun 1999, menjadikan Kota Batam tidak lagi tergantung pada pendelegasian wewenang dari Pemerintah Daerah Tingkat I Riau.
Proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pun akan semakin kompleks dan rumit sehingga membutuhkan Peraturan Pemerintah yang saat ini masih berupa rancangan untuk mengatur pembagian tugas antara Pemerintah Kota Batam dengan Otorita Batam Pada kenyataannya penggodokan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hubungan Kerja Pemerintah Kota Batam dengan Badan Otorita Batam tidak berjalan mulus. Hal ini ditandai dengan turun tangannya pemerintah mengatasi polemik berkepanjangan tentang pembagian kewenangan antar Pemerintah Kota (F'emkot)
Batam dan Badan Otorita Batam (BOB). Menteri
Dalam Negeri akhirnya mengeluarkan kebijakannya, melalui Dirjen Umum
Pemerintahan, mengeluarkan Surat bernomor 188.311533/UMPEM, tanggal 28 September 2001. Dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Badan Otorita Batam Drs. H. Ismeth Abdullah dan Walikota Batam Drs. H. Nyat Kadir tersebut, memuat lima butir penting untuk meredam polemik yang lama tejadi di Kota Batam. Dalam salah satu butir itu disebutkan : Sebelum adanya penetapan pengaturan pelaksanaan UU Nomor 2211999 dan UU Nomor 5311999 khusus mengenai Batam, disarankan agar tugas yang ditangani oleh masing-masing pihak tetap seperti adanya sekarang. Apabila ada hal-ha1 yang tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah melalui proses komunikasi dan koordinasi, kedua belah pihak dipersilahkan menghadap pemerintah, c.q. Depdagri, untuk mencari kesepakatan bersama Surat Depdagri ini dikeluarkan akibat tidak adanya kese~lkatanantara Pemkot Batam dengan Badan Otorita Batam untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. 4.2.3.2 Kultur Birokrasi Kota Batam
Sejarah
pengembangan
Kota
Batam
diawali
oleh
pelaksanaan
pembangunan di Pulau Batam pada awal tahun 1970-an, dimana Indonesia ingin menciptakan pasar internasional seperti yang dimiliki Singapura. Sebagaimana dikemukakan oleh Nur (1995), dengan hadimya pemerintahan OrJe Baru pada
.
,
tahun 1966, hubungan pemerintah Singapura dan Indonesia memasuki babak baru setelah mengalami kondisi perselisihan politik dari masa akhir tahun 1950-an. Walaupun pada tahun 1968, Indonesia kembali mengalami ketegangan hubungan
dengan Singapura akan tetapi pemerintah Indonesia berusaha untuk tetap menahan diri dengan mengambil tindakan ekonomi yaitu dengan menyaingi Singapura sebagai pusat ekonomi di Asia Tenggara, namun tetap memelihara hubungan damai. Pemerintah
kemudian
memilih
Pulau
Batam
sebagai
kawasan
pertumbuhan baru ekonomi untuk menundukkan dominasi ekonomi Singapura. Kebijaksanaan pemerintah pertama mengenai pembangunan Pulau Batam adalah Keppres Nomor 65 tahun 1970 yang memutuskan Pulau Batarn sebagai basis logistik dan operasional bagi usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Melalui Keppres ini, tampak bahwa pemerintah Indonesia berkeinginan untuk segera bisa melumpuhkan industri perminyakan Singapura. Keinginan ini sangat wajar mengingat pada awal tahun 1970-an, 200 dari 230 perusahaan minyak di dunia yang mengendalikan pertambangan minyak bumi di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Birma berkantor cabang di Singapura. Paling tidak ada dua alasan mengapa pemerintah membangun Pulau Batam sebagai basis logistik Pertamina yang pada saat itu merupakan satu-satunya perusahaan
negara yang
memiliki sumber keuangan untuk
mendanai
pembangunan Pulau Batam. Pertama, industri yang berhubungan dengan perminyakan merupakan mesin penggerak utama dalam proses industrialisasi Singapura pada tahun 1960-an. Kedua, inisiatif membangun Batam muncul pada saat Indonesia mempersiapkan pembangunan industri perminyakan setelah
mengalami degradasi ekonomi selama diterapkan sistem ekonomi sosialis oleh pemerintah Orde Lama (Nur,1995). Walaupun Singapura tidak mudah untuk disaingi, pemerintah Indonesia terus mengembangkan program pembangunan Pulau Batam melalui pembaharuan Keppres secara terus-menerus, yaitu tahun 1971, tahun 1973, tahun 1974, tahun 1977, tahun 1978, tahun 1984 sebanyak dua kali, tahun 1992, dan tahun 1998 di
samping SK Mendagri tahun 1977, Peraturan Pemerintah tahun 1983 dan SK Ketua BPN tahun 1993. Setelah hubungan bilateral antara Indonesia dengan Singapura kembali membaik pada tahun 1973, dan pemerintah menyadari kemampuan dalam negeri sendiri maka sejak awal tahun 1980-an pembangunan Pulau Batam tidak hanya ditujukan untuk menyaingi Singapura. Namun demikian, pemerintai masih terus melakukan pembahan-pembahan konstitusional yang cukup mendasar meskipun ternyata ha1 tersebut kurang memberi kontribusi yang nyata. Seperti pada tahun 1986, setiap ada evaluasi perundang-undangan sering diikuti dengan revisi Muster
Plan. Perubahan yang cukup menonjol dilakukan pada tahun 1991, yaitu terjadi perubahan peruntukan lahan bagi sarana olah raga di Muka Kuning menjadi kawasan industri. Di samping itu, juga terjadi perluasan kawasan pemukiman yang menyebabkan penyempitan kawasan lindung. Ini menunjukkan bahwa
Master Plan Kota Batam bukan merupakan suatu dolcumen perencanaan yang ketat tetapi selalu dapat disesuaikan dengan kenyataan di lapangan, yakni
kekuatan tawar-menawar para pengusaha. Padahal untuk membangun suatu wilayah sebagai kawasan industrialisasi diperlukan pola perundang-undangan yang konsisten dalam jangka panjang dan ketaatan terhadap n~asferplan. Pola
ekonomi
politik
yang
disfungsional
akan
menghilangkan
keharmonisan dinamika pembangunan dan menyebabkan menumpuknya problemproblem sosial ekonomi yang merugikan. Sejak bulan Mei 1994, Otorita Batam dan Pemda Kotamadya Batam dihadapkan pada kesibukan menyelesaikan persoalan pemukiman liar yang semakin meresahkan di Pulau Batarn. Sebagaimana dilaporkan oleh BPPT bahwa pada tahun 1994 telah tejadi ledakan pemukiman liar di 59 lokasi dengan membentuk kelompok-kelompok berjumlah sekitar 20.000 buah rumah. Rumah-rumah liar ini berlokasi di dalam hutan lindung yang luasnya sekitar 60% dari luas total Pulau Batam. Secara ekonomi politik, para pemukim rumah liar bisa disebut sebagai penurnpang liar p e e rider). Persoalan rurnah liar di Pulau Batam akhirnya bukan lagi persoalan Batam sendiri, melainkan merupakan persoalan nasional sehingga memaksa Otorita Batam meminta bantuan Mabes ABRI dan Bakorstanas untuk menertibkan pemukiman liar ini. Sementara itu, di balik tejadinya peledakan jumlah rumah liar ternyata tejadi pula pengembangan wilayah perumahan mewah yang merampas wilayah hutan lindung Di satu sisi kawasan hutan lindung yang tidak ternilai harganya telah mengalami penyempitan, akan tetapi di sisi lain sejumlah besar perumahan mewah yang sudah siap huni ternyata tidak berhasil menarik minat konsumen.
Jadi, di samping telah terjadi dampak pengmsakan lingkungan, juga telah menyebabkan terjadinya kemandegan investasi oleh para pengusaha real estate di Kota Batam. Saat ini, dengan terbentuknya Pemerintahan Kota (F'emkot)
Batam sebagai
institusi Eksekutif yang melaksanakan roda pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, tentu menjadi harapan besar untuk dapat menjawab setiap permasalahan maupun tantangan yang muncul. Pemerintah
Kotamadya
Batam
dibentuk
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah No.34 tahun 1983 dan diresmikan pada tanggal 24 Desember 1983 yang bersifat Administratif dipimpin oleh Walikota yang berkedudukan setingkat dengan KabupatenKotamadya Daerah tingkat I1 lainnya. Eksistensinya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau. Keberadaan Kotamadya Batam mempakan implementasi atas dasar dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Motivasi dibentuknya Kotamadya Batam adalah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat dan pembangunan wilayah tersebut sebagai akibat berkembangnya daerah Pulau Batam untuk menjadi daerah Industri, Perdagangan, Alih kapal, dan Pariwisata. Oleh sebab itu, dengan adanya peningkatan status Kecamatan Batam yang dulunya termasuk wilayah Kabupaten Daerah Tingkat 11Kepulauan Riau menjadi wilayah tersendiri
dalam bentuk Pemerintahan Kotamadya Administrasi Batam yang terdiri atas 3 kecamatan. Perkembangan selanjutnya, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999, maka Kotamadya Administratif Batam berubah menjadi Kota Batam dengan membawahi 8 kecamatan dan 35 kelurahan serta 16 desa (Badan Pusat Statistik
Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota
Batam, 2003). Nama-nama Pejabat Walikota dan Camat Kota Batam sebagaimana tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Nama-nama Pejabat Walikota dan Camat tahun 2002 Nama Pejabat KotaKecamatan Drs. Nyat Kadir
Walikota Batam
Azmar Aznur, SE
Wakil Walikota I
Camat Belakang Padang Camat Bulang
II Husnul Hafil, S.Sos
I Usman Taufik, Amp
Camat Galang
Dasrul Azwir
Camat Sei Beduk
Ismit Ismail
Camat Nongsa
Drs. Sahir Ibrahim
Camat Sekupang
Yusfa Hendri
Camat Lubuk Baja
Drs. b a n , M.Si
Camat Batu Arnpar
Guntur Sakti, S.Sos
1
Sumber :BarIan Pusat Statistik Kota Batanr akngaii Badan Perencanaan Pentbangunan Kota Batant (2003) Sementara banyaknya pegawai negeri sipil pusat di Kota Batam bisa menjelaskan kultur birokrasi yang mendominasi Kota Batam, sebagaimana Tabel
18. Banyaknya pegawai negeri sipil pusat di Kota Batam setiap tahunnya
mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2002 jumlahnya menurun menjadi 1.970 orang. Table 18.
Banyaknya Pegawai Negeri Sipil Pusat di Kota Batam yang Gajinya Dibayarkan melalui KPKN Batam Dirinci menurut
I
Sumber :Badan fisat Statistik Kota Batanr denmn - Badan Perencanaan Penrbangunan Kota Batam (2003) Selain itu, banyaknya pegawai negeri sipil yang diperbantukan pada Otorita Batam sebagaimana Tabel 19. Sementara itu, Banyaknya pemilih yang terdaftar dan perolehan suara per kecamatan dan OPP pada Pemilu 1999 tentunya mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pemilu 1997 yang hanya diikuti tiga partai politik
sebagaimana Tabel 20. PDI-P berhasil mengalahkan Partai Golkar yang pada Pemilu 1997 berhasil meraup suara 118.381 (BPS Kota Batam, 1999) Tabel 19.
Banyaknya Pegawai Negeri Sipil Pusat di Kota Batam yang
Sumber :Badan h s a t Statistik Kota Batam dengan Badan Perencanaan Penzbangunan Kota Batam (2003)
Tabel 20.
Banyaknya Pemilih yang Terdaftar dan Perolehan Suara per Kecamatan dan OPP Pada Pemilu 1999
Kecamatan (1) 1. PIB 2. Krisna 3. PNI 4. PAD1 5. PKMI 6. PUI 7. PKU 8. Masyumi B ~ N 9. PPP 10. PSI1 11. PDI-P
B.Pdg (2) 13 6 10 5 51 15 9 7 447 5 3.007
DPR B. Baral (3) 88 318 71 29 96 102 23 32 2.731 19 19.259
B. Timur (4) 122 493 105 41 137 122 49 64 5.404 51 29.041
B.Pdg (5) 14 6 11 10 45 17 10 11 460 4 3.007
DPR 1 B. Bamt (6) 73 332 74 21 97 106 23 38 2.709 18 19.174
B. Timur (7) 122 529 108 52 135 122 51 67 40 541 38.859
11
13. PKM 14. PDKB 15. PAN 16. PRD
1
1
18. PKD 19. PPR 20. PRI 2 1. PPII Masyumi 22. PBB 23. PSP 24. PK 25. PNU 26. PNI-F Marllaenis 27. PIPKI 28. Republik 29. PID 30. PNI-M Marllaen 3 1. PMRB 32. PDI 33. GOLKAR 34. PP 35.PKB 36. PUDI 37. PBN 38. PMK GR 39. PDR 40. PCD 41. PKF' 42. PSPSI 43. PNBI 44. PBTI 45. PSUNI 46. PND 47. PuMl
1 51
1 44
1 80
1 26
141
1 66
Sumber:BPS Kota Batam dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bafam(2003)
I
4.2.4 Dimensi Hukum Lingkungan
Secara umum peraturan pemndang-undangan lingkungan hidup di Indonesia telah disusun sedemikian rupa, mencakup Peraturan Perundangan, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, maupun Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak
Lingkungan
(Bapedal).
Peraturan
Pemndangan
Lingkungan Hidup di Indonesia sebagaimana dalam Tabel 2 1 Tabel 21.
Peraturan Pernndang-undangan Lingkungan Indonesia Peraturan Perundangan Referensi
1
A. Air Keputusan Menteri Negara Lrngkungan Ndup - KEP-35lMENLW711995 Program Evaluasi Krneqa Perusahaan dalam L~ngkupPROKASIH Keputusan Menteri Kesehatan - Pengawasan Kualrtas Air Mrnum
KEP-416/MENKESlPERlIX/1996
Keputusan Menter~Kesehatan - Baku Mutu Air Tanah
KEP-528lMENKESlXIUI982
Peraturan Pemer~ntahNo. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendal~anPencemaran Air
PP No 8212001
Keputusan Menterr Negara Lrngkungan Ndup - KEP-5 llMENLW1011995 Baku Mutu L i b a h Cair bag1 Kegiatan Industri Udara Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup - Pedoman Penentuan Baku Mutu Liigkungan
KEP-02MEKLW111988
Keputusan Menteri Negara Ligkungan Hidup - KEP-15lMENW1996 Program Langit Bim Keputusan Menteri Negara L i k u n g a n Hidup - KEP-13lMENLW311995 Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Keputusan Menteri Negara Lingkungari Hidup - KEP-35lMENLW1011993 Ambang Batas Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor '
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak KEP-205/BAPEDALD7/1996 Lingkungan - Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak
Lanjutan Tabel 21. Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun
Perahuan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Perahuan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 200 1 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
PP No. 1811999
PP No. 8511999
PP No. 741200 1
Keputusan KepaIa Badan Pengendalian Dampak KEP-Ol/BAF'ELDA/0911995 Lingkungan - Pengumpulan Limbah Baban Berbahaya dan Beracun Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak KEP-02/BAPELDA/09/1995 Lingkungan - Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sunrber
:PRC (1996)
Namun, sebagaimana diketahui, pemahaman terhadap hukum lingkungan sebagai disiplin ilmu hukum belum sebagaimana yang diharapkan, meskipun keberadaan hukum lingkungan di Indonesia semakin berkembang dan perangkat peraturan perundang-undangan
lingkungan terus dilengkapi dalam rangka
pen~bangunanberkelanjutan berwawasan lingkungan (Rangkuti, 2000). Bahkan, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan juga belum dipahami dan dituangkan secara optimal dalam perangkat peraturan perundang-undangan lingkungan nasional, termas.uk Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang mulai berlaku tanggal 19 September 1997. Padahal UWLH memberi fokus pengaturan pada pengelolaan lingkungan sebagai upaya terpadu dan merupakan ujian terhadap keberhasilan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, begitu juga di Kota Batam.
Perkembangan hukum lingkungan di Kota Batam mengacu pada perkembangan kebijakan lingkungan hidup di kawasan tersebut. Kondisi Kota Batam seperti sekarang ini paling tidak telah melalui 3 (tiga) era menurut dekade perkembangan pembangunan Batam sejak tahun 1970, yaitu
(TPLH-Otorita
Batam, 1999) : a. Tahapan Persiapan sejak tahun 1970-1979 b. Tahapan Perumusan Kebijakan sejak tahun 1980-1989 c. Tahapan Implementasi Kebijakan sejak tahun 1990-1999
d. Tahapan Pengembangan dan Globalisasi dari tahun 2000-sekarang dan seterusnya Pada tahap perumusan kebijakan tahun 1980-1989 telat muncul isu dampak lingkungan hidup seperti berjangkitnya penyakit malaria akibat pematangan lahan, perambahan hutan oleh pemukiman liar, erosi, dan sedimentasi. Beberapa peraturan tingkat pelaksana telah dicoba dibuat dan diimplementasikan terutama tentang pengendalian erosi, perambahan hutan, pelarangan pemburuan satwa liar, pelarangan pemanfaatan pasir, dan batu karang pantai Pada tahapan berikutnya, yakni tahapan implementasi dan program telah muncul ratusan industri (terutama manufaktur logam, elektronik dan perbaikan kapal laut) telah berkembang dan beroperasi di hampir seluruh wilayah pengembangan seperti : Sekupang, Muka Kuning, Batu Ampar, Kabil, dan Tanjung Uncang. Pada masa ini telah lebih dari empat ribu usaha jasa dan
perdagangan dari berbagai sektor dan skala ekonomi telah beroperasi di Kota Batam serta usaha pariwisata yang ditopang dengan keberadaan sejumlah hotel resort (umumnya berada di kawasan pantai) dan hotel bisnis (berada di perkotaan). Pada era ini dampak lingkungan mulai beragam, baik yang bersifat primer maupun yang bersifat dampak ikutan. Di masa inilah pihak Otorita Batam mulai mengkonsentrasikan kepada implementasi kebijakan lingkungan dan penyusunan program; hingga pada awal tahun 90-an Otorita Batam membentuk Tim Pengelolaan Lingkungan Hidup (TPLH-OB) yang bertugas mengkoordinasikan masalah pengelolaan lingkungan hidup di wilayah Barelang (pada waktu itu), menerbitkan standar kualitas air buangan, standar kebisingan, standar kualitas udara ambient, mengatur tata laksana Amdal yang dikaitkan dengan perijinan pembangunan, menerbitkan dafiar negatif investasi yang berfungsi sebagai penyaring investasi yang polutif, pelarangan pasir silika untuk kegiatan sand
blasfiizg, membentuk Badan Pengelola Kebersihan (BP-Kebersihan) bersama Pemda Batam, membangun fasilitas-fasilitas pengolah limbah cair, limbah padat dan limbah B-3, membuat prosedur pengelolaan limbah dalam rangka memudahkan monitoring dan pengendalian. Tim Pengelolaan Lingkungan Hidup (TPLH) Otorita Batam sebagai bagian dari Otorita Batam yang diberi wewenang dari pemerintah pusat telah mengembangkan beberapa alattinstmmen pengelolaan lingkungan, untuk menjamin tercapainya visi dan misi pembangunan daerah industri Pulau Batam ketika itu, yakni:
1.
Penataan Ruang (Tata Ruang) Daerah Industri Pulau Batam
2.
Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
3.
Penetapan Baku Mutu Lingkungan
4.
Pengelolaan Lirnbah Domestik (sampah)
5.
Pengelolaan Limbah Cair
6.
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3)
7.
Pengembangan Industri yang Kompetitif Masalah hukum lingkungan yang juga serius di Kota Batam adalah
pemanfaatan ruang. Sesuai dengan tugas dan hngsi Otorita Batam seperti tercantum dalam Keppres 41 tahun 1973 yang diubah melalui Keppres No. 94 tahun 1998, Rencana Induk Daerah Industri Pulau Batarn ditetapkan melalui keputusan presiden atas usul Ketua Otorita Batam. Meskipun Tata Ruang Daerah Industri Pulau Batam belum ditetapkan secara hukum, narnun kebijakan nasional tentang pengembangan Pulau Batam relatif tidak berubah dimana proporsi pembagian ruang terbangun (= kawasan budidaya menurut UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang) dan ruang tidak terbangun (=kawasan lindung) adalah 40% untuk ruang terbangun dan 60% untuk ruang tidak terbangun. Sesuai dengan keperluan perlindungan catchn~eiztarea dari waduk air minum saat diproyeksikan setengah dari 60% kawasan hijau (30% dari total luas Pulau Batam) akan dipertahankan menjadi kawasan hutan lindung; bahkan beberapa kawasan di antaranya (24% dari luas total Pulau Batarn) telah ditentukan sebagai kawasan hutan tetap oleh menteri kehutanan melalui mekanisrne Penatagunaan Hutan Kesepakatan.
Saat ini, dengan dikembangkannya daerah industri Pulau Batam ke Pulau Rempang dan Pulau Galang sesuai dengan Keppres No.28 tahun 1992 komposisi daerah terbangun dengan daerah tidak terbangun menjadi 46,4% dan 54,6% (F'RC, 1998). Untuk mengimplementasikan ketentuan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 tahun 1997, bahwa bagi setiap kegiatantusaha yang diperkirakan memberikan dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan studi Amdal, yang berfungsi sebagai studi kelayakan lingkungan agar pihak yang benvenang dapat mengambil keputusan apakah suatu kegiatanlusaha dapat diberi izin untuk dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan, maka sejak tahun 1992 melalui SK Kepala Satuan Pelaksana Otorita Batam No.006IREN-KPTSRY92 pelaksanaan Amdal telah dikaitkan di dalam proses perizinan bangunan dan menjadi syarat diterbitkannya IMB dari kegiatanlusaha tersebut. Selain itu, Tim Pengelolaan Lingkungan Hidup (TPLH) Otorita Batam juga telah menetapkan baku mutu lingkungan, meskipun secara nasional beberapa baku mutu lingkungan hidup telah ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, yaitu : a) SK Ka.OB No.027KF'TS-REMY93 tentang Baku Mutu Limbah Cair b) SK Ka.OB No.098KF'TS-RENAXl93 tentang Baku Mutu Kebisingan c) SK Ka.OB No.048mN-KPTSlW95 tentang Perubahan Baku Mutu
Kebisingan
d) SK Ka.OB No.O47/REN-KPTSfiXf95 tentang Baku Mutu Udara Ambien Pengelolaan limbah domestik (sampah) sejak tahun 1994 ditangani oleh Badan Pengelola Kebersihan (BP-Kebersihan) yang dibentuk bersama antara Otorita Batam dengan Pemda Batam melalui suatu Surat Keputusan Bersama No.21/XV1994
dan
No.O7/SKEP/KSATLAK-OBM1994.
Saat
ini
BP-
Kebersihan bekejasama dengan 18 perusahaan pihak ketiga (mitra keja) dan dapat menangani produksi sampah sebesar 680 m31hari atau kurang lebih 60% dari total proyeksi timbunan sampah rumah tangga (Juni 1999). Produksi sampah sebesar itu dilayani oleh 63 kendaraan angkut sampah dari berbagai ukuran dan bentuk; sedangkan pegawafiuruh yang terlibat mencapai 400-an orang. Pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun (B-3) mengacu pada Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dengan demikian, setiap produksi penghasil limbah B-3 wajib melakukan pengelolaan sendiri dan jika tidak mampu hams diserahkan pada 'pengolah'. Pada Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa penghasil limbah B-3 dapat menyimpan sementara limbahnya selama 90 hari. Saat ini belum ada kebijakan khusus yang dimiliki oleh Otorita Batam dalam menangani persoalan limbah B-3. Otorita Batam masih menganggap jumlah limbah yang dihasilkan oleh masing-masing industri di Pulau Batam relatif sedikit. Dengan demikian, Otorita Batam hanya membangun dan mengoperasikan Transfer Depo Limbah Industri Bahan Berbahaya Beracun (TDLI-B3) seluas 7,2
Ha di Kabil, Pantai Timur Batam. Kapasitas total tampung TDLI-B3 yang terdiri
dari 5 modul gudang tertutup (baru ada 2 gudang) yang diperuntukkan bagi jenis limbah B3 yang korosif, mudah terbakar, dan beracun adalah kurang lebih 5.200 drum. Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapepelda) Kota Batam, Zulfakkar, mengungkapkan, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak terkontrol. Salah satu industri berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot. Dari 24 kawasan industri, hanya empat yang memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit pengolahan limbah (WL) secara terpadu, yaitu kawasan industri Muka Kuning, Batamindo Investment Cakrawala (BIC). Selain BIC, yang memiliki Amdal adalah Panbil Industrial Estate, Semblong Citra Nusa, dan kawasan industri ~ a b i l . ~ Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh TPLH-OB pada tahun 1996 setidak-tidaknya telah teridentifikasi 82 perusahaan industri penghasil limbah B-3, dimana sampai saat ini barn 64 perusahaan mengirimkan limbahnya ke Pusat Pengolahan Limbah Industri di Cibinong (PT.PPL1) dan pengolah oli bekas di Bekasi (PT.WG1).
4
57.5 Perusahaan di B a f m Tak Pun.va Altrdal * Tiga juta Ton Limnball B3 Tak Terkontrol, Ko~npas18 Maret 2003.
Sepanjang perjalanan keberadaannya, Tim Pengelolaan Lingkungan Hidup Otorita Batam telah bekejasama dengan Polres Kepri Barat (saat ini Poltabes Barelang) dalam upaya penegakan hukum lingkungan kepidanaan dan telah mengajukan satu kasus penggalian pasir darat liar ke Pengadilan Negeri Batam dengan menggunakan UU No.411982 tahun 1995, satu kasus perusakan hutan lindung, serta penegakan hukum lingkungan administratif telah juga dilakukan dengan menutup satu industri pencemar dan memberikan ratusan peringatan tertulis kepada kegiatan yang diduga dapat mencemari atau merusak lingkungan hidup. Dengan demikian, wewenang institusi pemerintahan resmi saat ini, baik Pemerintah Kota (Pemkot) Batam maupun Otorita Batam untuk mengelola Kota Batam menunjukkan intensitas industrialisasi tinggi, pada dasarnya sudah memenuhi kategori penciptaan kompleksitas yang yang dapat menghadirkan kerusakan lingkungan hidup. Keberadaan industrialisasi tanpa kontrol perangkat hukum lingkungan yang ketat sudah mendekati absurditas ekologi, dengan kecenderungan eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan lebih menonjol daripada pemeliharaan keseimbangan. Sebaliknya, absurditas tersebut akan berbalik menjadi kemanfaatan produktif apabila secara nyata dan riil berlaku upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement) di tengah masyarakat. Kerusakan lingkungan yang disebabkan tidak dipertimbangkannya aspek lingkungan
dan sosial kemasyarakatan; dan menjadikan investasi dan
pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya, bisa dibuktika? lewat hasil
Citra Landsat yang dilakukan Pemkot Batam. Pada tahun 1997 sudah rnulai tampak tanda-tanda kemsakan, yang ditunjukkan lewat bolong-bolong di seantero kawasan Pulau Batam. Pada akhir tahun 2002, melalui Citra Landsat pula, diketahui bahwa kondisi alam di Pulau Batam sudah semakin parah keadaannya. Dalam catatan Bapepelda Kota Batarn, ada seluas 2.761 hektar hutan lindung dan hutan wisata yang dirusak. Selain ity 300 hektar lahan dibakar atau terbakar, dan 1.200 hektar menjadi kawasan perumahan liar. Luas hutan lindung di Batam tercatat 12.000 hektar lebih. Secara mekanis, upaya penegakan hukum (law et2forcement) akan berjalan apabila pengelolaiin wilayah pesisir dan lautan didukung oleh perangkat hukum lingkungan yang kuat. Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan industrialisasi hams dipandang dan diartikan sebagai upaya sinergi antara sektor nil ekonomi dan segenap komponen kelembagaan hukum lingkungan. Hasil dari semua ini adalah tercapainya pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan lautan secara efektif bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir dan lautan Kota Batam.