KEPRIBADIAN INDIVIDU KREATIF: AFILIATIF & ASERTIF Ummu Hany Almasitoh*
Abstrak : Kreativitas merupakan aset penting bagi kehidupan manusia dan telah memainkan peran penting dalam evolusi kultural dan teknologi dalam peradaban manusia. Dunia telah banyak mengalami perubahan dan selalu muncul masalah di setiap era kehidupan. Masalah ini membutuhkan pemecahan dan pemikiran dari individu-individu yang mampu mengembangkan pemikiran kreatifnya karena setiap masalah yang muncul tidak selalu dapat dipecahkan dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Individu kreatif memiliki kepribadian yang berbeda dari individu kebanyakan dan kadang dianggap eksentrik karena pemikiran maupun perilakunya yang unik, tetapi memberi manfaat yang besar bagi orang di sekelilingnya. Individu kreatif selalu dibutuhkan di setiap era kehidupan sehingga perlu dilakukan kajian dan penelitian mengenai individu kreatif ini. Apakah kreatif merupakan bawaan atau dapat dipelajari? Dapatkah kepribadian kreatif didefinisikan dan dirumuskan? Bagaimana mengembangkan kepribadian kreatif? Faktor apa yang dapat mendukung dan menghambat munculnya kreativitas? Sifat seperti apa yang melekat pada pribadi individu kreatif? Kreativitas sangat menarik untuk dikaji dari banyak sudut pandang melalui penelitian-penelitian terhadap individu-individu yang dianggap kreatif di dunia ini. Tulisan ini akan mengangkat tema khusus yaitu afiliatif dan asertif sebagai beberapa sifat individu kreatif dengan beberapa hasil penelitian yang terkait. Kata kunci: kreativitas, individu kreatif, afiliatif, asertif DEFINISI KREATIF DAN KREATIVITAS Kata kreativitas berasal dari kata sifat creative yang berarti pandai mencipta. Sedangkan untuk pengertian yang lebih luas kreativitas merupakan bentuk aktivitas imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat orisinal, murni, dan bermakna (Munandar, 1988). Guilford (1971) menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Guilford juga menambahkan bahwa bentuk pemikiran kreatif masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan, sebab, di sekolah yang dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir logis).
Hurlock (1992) juga menjelaskan bahwa kreativitas merupakan proses mental yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan orisinal. Hurlock menambahkan bahwa kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas juga tidak selalu menghasilkan sesuatu yang dapat diamati dan dinilai. Maslow (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa kreativitas disamakan dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka, dan langsung melihat kepada hal-hal atau bersikap asertif. Kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasian diri.
*Fakultas Psikologi UNWIDHA Klaten
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
1
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
Munandar (1988) menguraikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
Ciri-ciri aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan
kombinasi baru yang berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada. Pengertian kreativitas tidak hanya kemampuan untuk bersikap kritis pada dirinya sendiri melainkan untuk menciptakan hubungan yang
1.
kognisi atau proses berpikir : mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan. 2.
baik antara dirinya dengan lingkungan dalam hal material, sosial, dan psikis. Munadi (dalam Munandar, 1988) memberikan batasan kreativitas sebagai proses berpikir yang membawa seseorang berusaha menemukan metode dan cara baru di dalam memecahkan suatu masalah. Kemudian ia menemukan bahwa kreativitas yang penting bukan apa yang dihasilkan dari proses tersebut tetapi yang pokok adalah kesenangan dan keasyikan yang terlihat dalam melakukan aktivitas kreatif. Berdasarkan uraian mengenai kreatif dan kreativitas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses berpikir yang lancar, lentur, dan orisinal dalam menciptakan suatu gagasan yang bersifat unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, dan bermakna, serta membawa seseorang berusaha menemukan metode dan cara baru di dalam memecahkan suatu masalah.
CIRI-CIRI INDIVIDU YANG KREATIF Munandar (1988) menyatakan bahwa ciri individu yang kreatif menurut para ahli psikologi antara lain adalah bebas dalam berpikir, mempunyai daya imajinasi, bersifat ingin tahu, ingin mencari pengalaman baru, mempunyai inisiatif, bebas berpendapat, mempunyai minat luas, percaya pada diri sendiri, tidak mau menerima pendapat begitu saja, cukup mandiri dan tidak pernah bosan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ciri-ciri pribadi kreatif meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude.
2
Keterampilan berpikir lancar, yaitu kemampuan
Keterampilan berpikir luwes, yaitu kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, serta dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
3.
Keterampilan berpikir orisinal, yaitu kemampuan melahirkan ungkapan yang baru, unik, dan asli.
4.
Keterampilan memperinci (mengelaborasi), yaitu kemampuan mengembangkan, memperkaya, atau memperinci detil-detil dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik.
5. Keterampilan menilai (mengevaluasi), yaitu kemampuan menentukan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan, suatu rencana, atau suatu tindakan itu bijaksana atau tidak. Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu : a) Rasa ingin tahu; b) Bersifat imajinatif; c) Merasa tertantang oleh kemajemukan; d) Berani mengambil risiko; e) Sifat menghargai. Sund (dalam Munandar, 1988) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif memiliki ciriciri yaitu (a) mempunyai hasrat ingin tahu, bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, (b) panjang akal, (c) keinginan untuk menemukan dan meneliti, (d) cenderung lebih suka melakukan tugas yang lebih berat dan sulit, (e) berpikir fleksibel, bergairah, aktif dan berdedikasi dalam tugas, (f) menanggapi pertanyaan dan mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban lebih banyak.
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
John Dacey dan Kathleen Lennon (dalam Conrad, 2009) menyebutkan sepuluh kepribadian individu kreatif yang memberi kontribusi terhadap proses kreatif, yaitu: (1) toleran terhadap perbedaan, (2) kemampuan berpikir di luar pemikiran kebanyakan orang, (3) kemampuan membayangkan sesuatu di luar kecenderungan orang umum berpikir, (4) luwes terhadap perubahan, (5) bersedia mengambil resiko, (6) menyukai sesuatu yang berbeda dan kompleks, (7) bersedia menunda memperoleh hadiah (8) bebas dari stereotipi jender, (9) kapasitas untuk tahan
menghindari stereotipi peran jender tetapi juga sekaligus mau menerima peran jender tradisional, (8) menjadi kontemporer sekaligus konservatif, (9) mencintai kerja secara emosi sekaligus mampu memandang kerja secara obyektif, dan (10) terbuka terhadap penderitaan dan kegembiraan. Dalam sifat-sifat yang terkandung dalam individu kreatif, disebutkan bahwa mereka yang betulbetul kreatif menyukai berada dalam proses kreatif, tidak hanya fokus pada hasil. Perilaku yang
terhadap frustrasi, dan (10) keberanian untuk menerima konsekuensi dari kreativitasnya.
kontradiktif pada individu kreatif inilah yang merupakan komponen pentimg dalam proses kreatif (Csikszentmihalyi, 1996).
Penelitian terhadap individu-individu kreatif menemukan bahwa terdapat beberapa sifat tambahan individu kreatif, yaitu: keterbukaan terhadap pengalaman dan emosi, bebas dari penilaian stereotipi, sensitif terhadap estetika, dan keluwesan.(Charles Vervalin dalam Conrad, 2009).
Munandar (1998) mengatakan bahwa ciri pribadi orang kreatif diantaranya adalah: Keberanian dalam mengambil resiko, sifat asertif (cara kerja yang cenderung pada tugas dan permasalahannya, bukan pada individu), mandiri dan independen, percaya diri, dan dorongan ingin tahu yang kuat.
Sementara Morris Stein mengatakan bahwa individu kreatif merupakan seseorang yang agresif dalam meraih prestasi, termotivasi oleh kebutuhan orang lain, mandiri, intuitif, asertif, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan empatik. Ahli lain yaitu Frank Barron menggambarkan individu kreatif memiliki kemandirian dalam memberikan penilaian, cenderung ekspresif, dan menyukai kompleksitas.
Berdasarkan uraian beberapa penelitian dan kajian tentang orang kreatif, dapat disimpulkan individu kreatif memiliki ciri-ciri tertentu yang selalu berproses secara dinamis dalam perilakunya berupa ketrampilan kognisi dan afeksi. Ketrampilan kognisi berupa kemampuan berpikir lancar (mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan), ketrampilan berpikir luwes (menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, serta dapat melihat suatu masalah dari
Dalam
buku
Psikologi
Positif,
Csikszentmihalyi meneliti beberapa orang kreatif dan menemukan adanya 10 kepribadian yang kontradiktif
sudut pandang yang berbeda-beda), ketrampilan
yaitu: (1) memiliki energi yang besar, tetapi juga membutuhkan saat untuk tenang dan istirahat yang
berpikir orisinal (melahirkan ungkapan yang baru, unik, dan asli), keterampilan memperinci/
panjang, (2) cenderung cerdas, tetapi juga naif di saat yang sama, (3) mampu untuk mengkombinasikan
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, atau memperinci detil-detil dari suatu gagasan sehingga
suasana penuh kegembiraan sekaligus disiplin, (5) dapat menjadi introvert sekaligus ekstrovert, (6)
menjadi lebih menarik), dan ketrampilan menilai/ mengevaluasi (menentukan penilaian sendiri dan
menjadi rendah hati sekaligus bangga hati, (7)
menentukan apakah suatu pertanyaan, suatu rencana, atau suatu tindakan itu bijaksana atau tidak).
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
3
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
Sedangkan ketrampilan afeksi berupa rasa ingin tahu, kemampuan imajinatif, perasaan tertantang oleh
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Leaper pada tahun 2007 pada sejumlah mahasiswa kelas
kemajemukan, keberanian mengambil risiko, dan sifat menghargai. Selain itu terdapat beberapa sifat yang kontradiktif muncul pada pribadi individu kreatif.
menengah kebangsaan Amerika dan Eropa berusia 19 tahun tentang perbedaan jender terhadap asertivitas dan afiliasitas, menghasilkan kesimpulan bahwa ada
Dua diantara sifat-sifat individu kreatif yang akan dibahas secara mendalam dalam tulisan ini
perbedaan kemampuan berbicara asertif dan afiliatif pada subjek laki-laki dan perempuan. Subjek laki-laki
adalah mengenai sifat asertif dan afiliatif. Secara eksplisit sifat asertif disebutkan oleh Morris Stein dan
lebih asertif dibanding subjek perempuan, tetapi subjek perempuan lebih afiliatif dibanding laki-laki.
Munandar, sedangkan sifat afiliatif muncul secara implisit dari sifat-sifat ekstrovert, rasa ingin tahu yang
Perilaku asertif digambarkan sebagai kemampuan berbicara untuk mempengaruhi orang lain atau
besar, terbuka terhadap pengalaman baru, dan menyukai kompleksitas.
membuat orang lain tertarik pada pembicaraannya, sedangkan perilaku afiliatif didefinisikan sebagai
Sifat afiliatif maupun asertif merupakan bagian dari kreativitas verbal, yaitu kemampuan berkomunikasi yang diawali dengan pembentukan ide melalui kata-kata, serta mengarahkan fokus permasalahan pada penguasaan bahasa atau kata-kata, yang akan menentukan jelas tidaknya pengertian mengenai ide yang disampaikan. Untuk memperkaya kajian mengenai sifat afiliatif dan asertif, tulisan ini akan memaparkan mengenai kreativitas verbal, faktor yang mempengaruhi maupun yang menghambat, serta bagaimana mengembangkan kreativitas verbal.
AFILIATIF Afiliatif berasal dari kata afiliasi atau afiliative. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif, dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
4
kemampuan berbicara penuh perhatian, memberi dukungan, memahami, mendengarkan penuh perhatian, dan memberi afeksi, maupun solidaritas pada lawan bicara. Perbedaan kemampuan berbicara asertif dan afiliatif ini dipengaruhi oleh faktor usia, setting penelitian, kehadiran peneliti, dan topik yang dibicarakan. Usia 19 tahun adalah usia yang tergolong masa remaja, masa pencarian identitas diri, dan lakilaki cenderung lebih cepat menemukan identitas dirinya dibanding perempuan sehingga lebih berani mempengaruhi orang lain atau berbicara secara asertif tentang apa yang diinginkannya sedangkan perempuan cenderung lebih ingin menunjukkan perilaku ’manis’ untuk mendapat perhatian lawan jenis. Setting penelitian ini dilakukan di laboratorium, suatu ruangan yang tidak terlalu menarik untuk lakilaki untuk berbicara secara afiliatif, tetapi cenderung lebih mendorong mereka untuk berbicara asertif mengenai ketidaknyamanan yang mereka rasakan. Kehadiran peneliti juga dianggap sebagai faktor yang memunculkan perbedaan ini. Ketika peneliti hadir untuk megobservasi penelitian, subjek laki-laki
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
cenderung menunjukkan stereotipi mereka sebagai laki-laki yang dominan dengan berbicara secara
terhadap orang lain. Sementara menurut Lange dan Jukubowski seperti yang dikutip oleh Calhoun (1990),
asertif, sementara perempuan lebih tenang dan menunjukkan sikap stereotipi perempuan yang mengalah, menunggu, dan merespon lawan bicara dengan memberi dukungan, simpati, dan perhatian.
perilaku asertif merupakan perilaku seseorang dalam mempertahankan hak pribadi serta mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung dan jujur dengan cara yang tepat.
Topik yang dibicarakan juga mempengaruhi
Sedangkan Rathus (dalam Calhoun, 1990) memberi batasan asertifitas sebagai kemampuan mengekspresikan perasaan, membela hak secara sah dan menolak permintaan yang dianggap tidak layak
laki-laki atau perempuan untuk menjadi lebih asertif atau afiliatif. Topik mengenai pandangan mereka tentang sesuatu hal seperti permainan atau mengenai peralatan lebih disukai laki-laki dibanding perempuan. Sedangkan perempuan lebih suka membicarakan halhal yang berkaitan dengan sosioemosional seperti hubungan pacaran, perkawinan, atau persahabatan (Leaper, 2007).
ASERTIF Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif.
serta tidak menghina atau meremehkan orang lain. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku sesesorang dalam hubungan antar pribadi melalui komunikasi dan perilaku yang jujur dan terus terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan tetap mempertimbangkan pikiran dan perasaan orang lain.
Orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari oroentasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/ lemah, mudah tersinggung,
Penelitian mengenai asertivitas pada 300 orang Kaukasia Amerika dan 300 orang Cina menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan asertivitas pada subjek tersebut. Orang Kaukasia Amerika lebih asertif dibanding Orang Cina: 1. Orang Kaukasia Amerika lebih berani menolak permintaan dari orang lain, 2. Orang Kaukasia Amerika lebih terbuka dalam mengkomunikasikan penolakannya, dan 3. Orang Kaukasia Amerika dan Cina, keduanya akan lebih berani menolak permintaan ketika dihadapkan pada kebutuhan dan hak pribadi mereka (Cheng & Chun,
cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan (Calhoun 1990).
2008). Perbedaan asertivitas pada subjek tersebut disebabkan karena faktor budaya yang berbeda pada keduanya. Orang Kaukasia Amerika terbiasa untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak
Menurut Munandar (1988), perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar
pribadinya, sementara orang Cina terbiasa dengan budaya komunal yang mengedepankan kebersamaan, bukan tujuan atau hak pribadi.
pribadi yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, dan tanpa perasaan cemas
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
5
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
FAKTOR
KREATIVITAS VERBAL Kreativitas verbal adalah kemampuan berkomunikasi yang diawali dengan pembentukan ide melalui kata-kata, serta mengarahkan fokus permasalahan pada penguasaan bahasa atau kata-kata, yang akan menentukan jelas tidaknya pengertian mengenai ide yang disampaikan. Torrance
(dalam
Munandar,
1988)
mengungkapkan kreativitas verbal sebagai kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur
Munandar (1988) mengatakan bahwa lingkungan yang responsif (keluarga, sekolah, dan masyarakat) merupakan faktor utama terjadinya proses perkembangan inteligensi dan merupakan dasar yang kuat untuk pertumbuhan kreativitas verbal. Hurlock (1992) mengemukakan kondisi yang mempengaruhi kreativitas adalah: 1.
Waktu. Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur, karena hal itu akan menyebabkan anak hanya mempunyai sedikit waktu untuk bermain-main dengan gagasan dan konsep serta mencobanya dalam bentuk baru.
2.
Kesempatan menyendiri. Anak dapat menjadi kreatif bila tidak mendapat tekanan dari kelompok sosial.
3.
Dorongan. Orang tua sebaiknya mendorong anak untuk kreatif serta tidak mengejek atau mengkritik anak.
4.
Sarana belajar dan bermain yang memberi kesempatan banyak pada anak untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen.
5.
Lingkungan. Lingkungan rumah dan sekolah harus memberikan bimbingan dan dorongan untuk merangsang kreativitas anak.
6.
Hubungan orang tua. Orang tua yang tidak terlalu
berhubungan dengan kata dan kalimat.
Guilford (1971) menambahkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan berfikir divergen, yaitu pemikiran yang menjajagi bermacammacam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang sama besarnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas verbal adalah kemampuan membentuk ide-ide atau gagasan baru, serta mengkombinasikan ide-ide tersebut ke dalam sesuatu yang baru berdasarkan informasi atau unsur-unsur yang sudah ada, yang mencerminkan kelancaran, kelenturan, orisinalitas dalam berpikir yang terungkap dalam berkomunikasi.
6
MEMPENGARUHI
KREATIVITAS VERBAL
kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam bentuk verbal. Bentuk verbal dalam tes Torrance Kreativitas verbal adalah kemampuan melihat hubungan antar ide yang berbeda satu sama lain dan kemampuan untuk mengkombinasikan ide-ide tersebut ke dalam asosiasi baru. Anak-anak yang mempunyai kemampuan tersebut mampu membuat pola-pola baru berdasarkan prakarsanya sendiri menurut ide-ide yang terbentuk dalam kognitif mereka.
YANG
melindungi (over protektif) dan tidak terlalu posesif akan sangat mendukung kreativitas anak. 7.
Cara mendidik anak. Cara mendidik yang demokratis dan permisif akan meningkatkan kreativitas, sedangkan cara mendidik yang otoriter akan memadamkan kreativitas anak.
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
8.
Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh
FAKTOR YANG KREATIVITAS VERBAL
anak semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif.
Kreativitas akan melemah apabila dihambat oleh lingkungan seperti :
Faktor-faktor yang menimbulkan kreativitas adalah : 1.
Lingkungan. Lingkungan kreatif tercipta dengan memberikan pertanyaan terbuka, dapat dilakukan di rumah maupun di sekolah yang menimbulkan
1.
2.
nyaman dan santai, dapat menstimulasi imajinasi anak.
3.
3.
Konsentrasi. Kemampuan memusatkan perhatian akan menghasilkan ide-ide yang produktif dan mengembangkan imajinasi anak.
4.
4.
Orang tua dan guru sebagai fasilitator. Orang tua dan guru harus bisa menghilangkan ketakutan dan kecemasan yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif (Munandar, 1988).
psikologis.
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Adanya tekanan ekonomi mempersulit anak untuk mengembangkan bakat kreatifnya. Kurangnya waktu luang mempersempit kesempatan dan kebebasan pada anak untuk mengembangkan bakat kreatifnya (Hurlock, 1992).
Hurlock menambahkan kondisi yang dapat melemahkan kreativitas adalah: 1.
Pembatasan eksplorasi. Kreativitas anak akan melemah bila orang tua membatasi anaknya untuk bereksplorasi dan bertanya.
2.
Pengaturan waktu yang terlalu ketat. Anak menjadi tidak kreatif jika terlalu diatur, karena mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk bebas berbuat sesuka hati mereka.
3.
Dorongan kebersamaan keluarga. Perkembangan kreativitas anak akan terganggu bila keluarga
eksperimen, sedangkan lingkungan psikologis yaitu bagaimana orangtua, pendidik, atau orang dewasa di sekitar anak yang memberi kesempatan lebih banyak pada anak untuk belajar secara esploratif melalui pola asuh demokratis dan permisif serta dorongan
Lingkungan keluarga yang kurang baik tidak memberi dorongan untuk meningkatkan kreativitas.
Pengaturan Fisik. Dengan menciptakan suasana
Berdasarkan uraian mengenai faktor pendukung kreativitas, dapat disimpulkan bahwa halhal yang dapat mempengaruhi kreativitas verbal adalah pengaturan lingkungan fisik dan psikis di sekitar anak. Lingkungan fisik meliputi pengaturan tempat belajar yang aman dan nyaman serta tempat yang memadai untuk melakukan eksplorasi dan
Kesehatan yang buruk dapat mematikan daya kreativitas anak karena anak tidak mampu mengembangkan diri.
minat dan menstimulasi rasa ingin tahu anak. 2.
MENGHAMBAT
selalu menuntut kegiatan bersama-sama, karena tidak mempedulikan minat dan pilihan anak. 4.
Membatasi khayalan. Hal ini dapat melemahkan kreativitas, karena orang tua selalu menginginkan anaknya berpikiran realistis dan beranggapan bahwa khayalan hanya membuang-buang waktu.
7
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
5.
6.
Penyediaan alat-alat permainan yang sangat terstruktur. Anak yang sering diberi mainan yang
Timbul, tumbuh, dan berkembangnya kreativitas individu tidak lepas dari pengaruh
sangat terstruktur, seperti boneka yang berpakaian lengkap, akan kehilangan kesempatan untuk bermain.
kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu tersebut tinggal. Munandar (1988) menyebutkan bahwa mengembangkan kreativitas meliputi:
Sikap orangtua yang konservatif. Orangtua yang bersikap seperti ini biasanya takut menyimpang
1.
Pengembangan segi kognitif antara lain dilakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan dan keaslian dalam berpikir.
2.
Pengembangan segi afektif antara lain dilakukan dengan memupuk sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif.
dari pola sosial yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka selalu menemani ke mana pun anaknya pergi. 7.
Orangtua yang terlalu melindungi. Jika orangtua terlalu melindungi anak-anaknya, maka mereka mengurangi kesempatan bagi anaknya untuk mencari cara mengerjakan sesuatu yang baru atau berbeda.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menghambat kreativitas verbal adalah: kesehatan yang buruk, lingkungan keluarga yang kurang baik, adanya tekanan ekonomi, kurangnya waktu luang, pembatasan eksplorasi, membatasi khayalan anak, sikap orang tua yang terlalu melindungi, dan pengaturan waktu yang terlalu ketat.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS VERBAL Salah satu faktor penting yang memungkinkan kreativitas berkembang adalah adanya kebutuhan sosial yang menghendaki suatu bentuk, struktur, pola atau sistem yang baru, karena apa yang telah ada
3. Pengembangan segi psikomotorik dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif dan inovatif. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan kreativitas verbal meliputi segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu pengaruh kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu tersebut tinggal juga dapat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kreativitas verbal.
SIMPULAN
dianggap tidak lagi memadai atau tidak bisa memenuhi kebutuhan. Pada keadaan tertentu orang-
Afiliatif dan asertif sebagai bagian dari sifat atau ciri individu kreatif dapat ditinjau dari aspek budaya. Perilaku berafiliasi atau berhubungan secara
orang yang berhubungan satu sama lain bisa merasa kurang senang, tidak puas dengan bentuk dan sifat-
ramah dan akrab dengan orang lain merupakan suatu kebutuhan yang bersifat universal karena sifat dasar
sifat hubungan mereka, sehingga mereka merasakan perlu penciptaan bentuk-bentuk, pola-pola atau sistem
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin menjalin hubungan dengan orang lain karena manusia
hubungan yang baru (Hurlock, 1992).
tidak dapat eksis di dunia ini tanpa pertolongan
8
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
manusia lain. Dalam beberapa literatur mengenai kreativitas, sifat afiliatif juga tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi sifat afiliatif muncul secara implisit dari sifat-sifat ekstrovert, rasa ingin tahu yang besar, terbuka terhadap pengalaman baru, dan menyukai kompleksitas. Karena sifatnya yang universal, sifat afiliatif tidak bertentangan dengan budaya manapun. Sejauh ini penulis belum menemukan kajian mengenai sifat afiliatif yang bertentangan dengan suatu budaya. Sifat afiliatif bagi pribadi kreatif, dapat menjadi kontraproduktif karena bertentangan dengan sifat yang lain terutama kemandirian dalam memberi penilaian dan rasa percaya diri ketika berbeda dengan orang lain. Menurut penulis, individu yang mandiri dan percaya diri cenderung tidak memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi, tetapi lebih dominan pada kebutuhan berprestasi dan kebutuhan untuk berkuasa. Pemikiran untuk mencari solusi kreatif bisa jadi muncul ketika dirinya sedang berafiliasi dengan orang lain, tetapi proses kreatif terjadi secara independen dalam dirinya. Seperti diungkapkan oleh Csikszentmihalyi yang meneliti beberapa orang kreatif dan menemukan adanya 10 kepribadian yang kontradiktif, maka afiliatif dan kemandirian juga dapat merupakan bagian dari kepribadian individu kreatif yang kontradiktif. Asertif merupakan perilaku sesesorang dalam hubungan antar pribadi melalui komunikasi dan perilaku yang jujur dan terus terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan tetap mempertimbangkan pikiran dan perasaan orang lain. Perilaku ini muncul dari masyarakat yang terbiasa untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak pribadinya dan keterbukaan berbicara atau berpendapat seperti di budaya Barat, sementara budaya Timur terbiasa dengan budaya komunal yang mengedepankan kebersamaan, bukan tujuan atau hak
Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beretnis Jawa memiliki ciri seperti pada budaya Timur (negera Cina, Jepang, dan negara-negara di Asia). Orang Jawa dikondisikan untuk berusaha menghindari kejutan (sesuatu yang tidak terkendali atau tidak dapat diprediksi) dan perasaan tidak enak dengan cara memelihara pengendalian diri. Kultur Jawa menuntut orang Jawa untuk selalu mengelola hawa nafsu, melepaskan pamrih, serta memelihara rasa ikhlas dan tenteram. Menurut Suryomentaram, pengendalian diri dapat tercapai jika seseorang mampu untuk mawas diri (Sarwiyono, 2008). konsep mawas diri adalah mengenali perasaan diri sendiri dalam interaksi dengan orang lain, senang atau benci dalam menanggapi sesuatu, termasuk memahami apa yang ia rasakan, ia pikirkan, ia inginkan, dan ia lakukan, bahkan sampai apa yang ia angan-angankan. Ketika kita mengetahui bagaimana perasaan kita dalam menghadapi sesuatu, kita menjadi lebih paham bagaimana perasaan orang lain ketika menghadapi hal tersebut. Dengan kita memahami perasaan itu, kita akan mampu mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang membuat orang lain tidak nyaman. Bila diri sendiri sudah dipahami dengan baik dan jernih, maka seseorang akan mampu merasakan kedamaian (kelegaan) dan selanjutnya berperilaku secara tepat sesuai dengan lingkungannya. Dengan mengendalikan diri dan memelihara rasa ikhlas dan tenteram, konflik terbuka dapat diredam dan komunikasi asertif tidak perlu muncul pada budaya Timur. Jika seseorang telah mampu untuk mawas diri, maka tidak perlu ada komunikasi asertif. Orang tidak perlu untuk mengkomunikasikan perasaan dan keinginannya pada orang lain secara terbuka karena sebelum dikomunikasikan, orang lain sudah mengerti apa yang diinginkan orang lain.
pribadi.
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
9
Kepribadian Individu Kreatif: Afiliatif & Asertif
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa jika orang Timur dianggap tidak asertif, bukan berarti dia telah kehilangan kesempatan untuk menjadi kreatif, karena sifat asertif ini sangat berkaitan dengan faktor budaya. Hal ini terbukti dalam hasil penelitian lintas budaya yang menunjukkan budaya berpengaruh dalam perilaku seseorang (Cheng, 2008; Peterson 2007).
DAFTAR PUSTAKA Calhoun, J. F., Acocella, J. R. 1990. Psychology of
Guilford, J. P. 1971. The Nature of Human Intelligence. London: McGraw Hill. Hurlock, E. B. 1992. Adolescent Development. Terjemahan. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd. Leaper, C. & Ayres, M. M. 2008.A Meta-Analitic Review of Gender Variations in Adults’ Language Use: Talkativeness, Affiliative Speech, and Assertiveness Speech. Personality and Social Psychology Review. Vol 11 (4). 328-363. http:// online.sagepub.com.
Adjustment and Human Relationship. New York: McGraw Hill, Inc.
Munandar, A. S. 1988. Kreativitas dalam Pekerjaan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Cheng, C. & Chun, W. Y. 2008. Cultural Differences and Similarities in Request Rejection: A Situational Approach. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 39 (6). 745-764. http:// online.sagepub.com.
Peterson, M. F. 2007. The Heritage of Cross Cultural Management Research. Implications of the Hofstede Chair in Cultural Diversity. International Journal of Cross Cultural Management. Vol. 7 (3). 359-377. http:// online.sagepub.com.
Conrad, S. M. 2009. Creative Personality.” Encyclopedia of Giftedness, Creativity, and Talent. 2007. SAGE Publications. 6 Sep. 2009. . Csikszentmihalyi, 1996. Positive Psychology. New York: McGraw Hill, Inc.
Rogers, C. R. 1975. Toward Theory of Creativity. New York: John Willey & Sons. Sarwiyono, R. 2008. Ki Ageng Suryomentaram. Sang Plato dari Jawa. Yogyakarta: Cemerlang Publishing. Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Terjemahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
10
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511