KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA SUMATERA SELATAN
Oleh : EDI WILSON E02498005
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Edi Wilson, E02498005. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan Oleh Forwarder Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F
RINGKASAN Perkembangan sistem pemanenan hutan seiring dengan kemajuan teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Terlepas dari beberapa kelebihan yang dimilikinya, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan terutama dalam kegiatan penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak roda traktor akan mengkibatkan terjadinya pemadatan tanah. Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap tanah (ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Semakin besar ground pressure yang dihasilkan maka semakin intensif proses pemadatan tanah yang terjadi. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kadar air dan jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk ; memetakan pola jalan sarad forwarder dalam satu setting pemanenan di HTI, mengetahui tingkat kepadatan tanah pada jalan sarad akibat intensitas penggunaan forwarder dan menghitung persentase luas areal terpadatkan dalam satu setting pemanenan, mengetahui pengaruh pemberian serasah di jalur sarad terhadap kepadatan tanah, dan mengetahui respon pertumbuhan semai tanaman di tanah terpadatkan. Penelitian dilaksanakan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Wilayah II Benakat, Sumatera Selatan (Setting IX Blok Teras Unit VIII Tebing Indah) pada Bulan Juli – September 2003. Alat yang diamati dalam penelitian ini adalah 6Wheel Forwarder Timberjack 1010D yang merupakan alat sarad di HPHTI tersebut. Contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sample, plastik, pisau. Tinggi dan panjang akar tanaman diukur dengan menggunakan mistar. Contoh tanah dan contoh tanaman diproses lebih lanjut di Laboratorium R&D PT. MHP dan Laboratorium Mekanika Tanah Fateta IPB. Sedangkan analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Faperta IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ; 1) Tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol), 2) Serasah, 3) Bibit Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea. Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengolah data respon kepadatan tanah dan pertumbuhan tanaman adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan jumlah rit dan tempat tanam tanaman. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon kepadatan tanah dan pertumbuhan tanaman dilakukan analisis ragam dan Uji Beda Nyata Duncan.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyaradan di HTI dengan menggunakan forwarder merupakan sistem penyaradan terencana dan terpola, dimana forwarder dalam menyarad sortimen kayu melewati tumpukan serasah (jalur sarad) yang telah disiapkan sebelumnya pada saat penebangan. Proses penyaradan dimulai dari ujung jalur sarad dan sortimen kayu disarad ke TPn yang berada di sekitar tepi jalan angkutan. Untuk rit selanjutnya, forwarder cenderung mengikuti jejak tapak roda dari rit penyaradan sebelumnya. Sortimen kayu disarad per jalur sarad dan baru pindah ke jalur sarad selanjutnya setelah semua sortimen kayu di jalur tersebut selesai disarad. Luas setting IX adalah 10,4 ha. Lebar jalur sarad adalah ± 5 meter dan jarak antar jalur sarad berkisar antara 13,5 meter sampai 15 meter. Jalur sarad terpanjang adalah ± 290 meter dan diperlukan 8 rit untuk menyarad semua sortimen kayunya ke TPn. Jumlah rit maksimum yang diterima jalur sarad adalah 28 rit dan areal di sekitar TPn dilewati forwarder lebih dari 30 rit. Hal ini dikarenakan ada salah satu jalur sarad yang berfungsi sebagai jalur utama/koridor. Jumlah rit total yang diperlukan untuk menyarad semua sortimen kayu dari setting IX adalah 108 rit. Luas areal yang dilewati forwarder (mengalami kenaikan kepadatan tanah) adalah 16.504,80 m2 yaitu sekitar 16 % (15,87 %) dari luas total setting. Hasil analisis data kerapatan massa tanah menunjukkan bahwa kepadatan tanah meningkat seiring dengan kenaikan intensitas penyaradan pada semua kedalaman baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Hal ini terlihat dengan naiknya nilai kerapatan massa tanah dan menurunnya nilai porositas tanah. Nilai kerapatan massa tanah pada tanah kontrol pada lapisan permukaan 05 cm, kedalaman 5-10 cm, dan kedalaman 10-15 cm berturut-turut adalah 1,29 g/cm3, 1,33 g/cm3 dan 1,34 g/cm3. Nilai ini meningkat pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 1,40 g/cm3, 1,44 g/cm3 dan 1,44 g/cm3 pada jalur serasah dan 1,44 g/cm3, 1,45 g/cm3 dan 1,44 g/cm3 pada jalur tanpa serasah. Kerapatan massa tanah terus meningkat hingga rit kelima, berturut-turut adalah 1,53 g/cm3, 1,55 g/cm3 dan 1,55 g/cm3 pada jalur serasah dan 1,58 g/cm3, 1,57 g/cm3 dan 1,57 g/cm3 pada jalur tanpa serasah dan cenderung konstan untuk rit-rit selanjutnya. Porositas tanah pada tanah kontrol adalah 51,41 % untuk lapisan permukaan 0-5 cm, 49,99% untuk kedalaman 5-10 cm dan 49,28% untuk kedalaman 10-15 cm. Porositas tanah mengalami penurunan pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 48,22%, 46,90% dan 46,98% pada jalur serasah dan 45,73%, 45,12% dan 45,50% pada jalur tanpa serasah. Nilai porositas terus menurun hingga rit kelima, berturut-turut adalah 42,35%, 41,70% dan 41,36% pada jalur serasah dan 40,42%, 40,77% dan 40,91% pada jalur tanpa serasah dan cenderung konstan untuk rit-rit selanjutnya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa intensitas penyaradan (rit) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99 % terhadap kenaikan kepadatan tanah dan penurunan porositas tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Dari uji beda nyata Duncan terlihat bahwa kepadatan tanah dan porositas tanah berbeda nyata dengan kontrol pada rit pertama penyaradan baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Setelah rit ke-4, nilai kepadatan tanah dan porositas tanah cenderung konstan (tidak berbeda jauh dengan rit ke-4).
ii
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah menunjukkan bahwa pemberian serasah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan tanah dan porositas tanah. Hal ini diduga karena kondisi serasah yang sudah mengering sebelum proses penyaradan, karena penyaradan dilakukan 2 bulan setelah penebangan dan bertepatan dengan musim kering sehingga serasah langsung hancur ketika dilewati forwarder pada rit pertama dan kedua. Selain itu serasah tidak diatur rapi sehingga bergeser ke kiri dan kanan jalur sarad ketika dilewati forwarder. Kondisi ini menyebabkan fungsi serasah tidak optimal. Data hasil pengamatan respon pertumbuhan tiga jenis semai tanaman menunjukkan bahwa respon pertumbuhan semai pada tanah kontrol lebih baik dibandingkan dengan tanah bekas lintasan forwarder. Pertambahan tinggi Acacia mangium adalah 2,14 cm (kontrol) dan 1,49 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 3,45 cm (kontrol) dan 2,84 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 2,197 (kontrol) dan 2,343 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Swietenia macrophylla adalah 0,75 cm (kontrol) dan 0,56 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 1,57 cm (kontrol) dan 1,27 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 1,544 (kontrol) dan 1,50 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Gmelina arborea adalah 1,37 cm (kontrol) dan 1,17 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 2,66 cm (kontrol) dan 1,76 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 0,745 (kontrol) dan 0,86 (jalur sarad). Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh jalan sarad (tanah terpadatkan) terhadap respon pertumbuhan ketiga jenis semai tanaman terlihat bahwa tanah bekas jalan sarad forwarder tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hampir semua respon yang diamati, kecuali pada respon pertambahan panjang akar Gmelina arborea. Tanah bekas jalur sarad forwarder (tanah terpadatkan) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar Gmelina arborea.
iii
KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA SUMATERA SELATAN
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh EDI WILSON E02498005
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
iv
Judul : KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN
Nama : EDI WILSON Nrp
: E02498005
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS Tanggal :
Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F Tanggal :
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Tanggal :
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Laweh, Kec. Lembah Gumanti, Kab. Solok, Sumatera Barat pada tanggal 01 Januari 1979 sebagai putra pertama dari empat bersaudara buah kasih dari pasangan Bapak Dahyurial dan Ibu Yurnita Pendidikan formal penulis diawali dengan bersekolah pada sekolah dasar SD Inpres 5/81 - 4/82 Padang Laweh pada tahun 1985 dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMPN 1 Lembah Gumanti dan menyelesaikan studi pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan ke pendidikan menengah di SMUN 1 Lembah Gumanti dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Sebagai bidang minat penulis memilih Sub Program Studi Pemanenan Hasil Hutan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun skripsi dengan judul : ”Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan oleh Forwarder dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan”, dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS (ketua komisi pembimbing) dan Ir. Ujang Suwarna, M.Sc (anggota komisi pembimbing).
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya ilmiah dengan judul : “Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan oleh Forwarder dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan”. Meningkatnya penggunaan alat-alat berat kehutanan dalam kegiatan pengusahaan hutan terutama dalam pemanenan hutan khususnya kegiatan penyaradan, menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan hutan seperti kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kondisi ini tidak bisa diabaikan begitu saja karena akan merugikan dalam kegiatan pengusahaan hutan. Hal inilah yang mendasari penulis dalam melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini membahas mengenai pola pergerakan forwarder Timberjack 1010D dalam menyarad kayu, dampak penggunaan forwarder dalam kegiatan penyaradan terhadap kepadatan tanah, pengaruh pemberian serasah di jalur sarad terhadap kepadatan tanah, serta respon pertumbuhan semai Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea di tanah padat. Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis dibantu oleh banyak pihak, mulai dari pelaksanaan penelitian di lapangan hingga rampungnya tulisan ini. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah, Ibu, Adik-adik (Izal, Iwal, Feny) tercinta serta segenap keluarga atas doa, dukungan moril dan materil, serta bimbingan dan nasehatnya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS (ketua komisi pembimbing) dan Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F (anggota komisi pembimbing) atas bimbingan dan arahannya semenjak penyusunan rencana penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini.
vii
3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen penguji. 4. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc (Sekretaris Departemen Hasil Hutan) atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis. 5. Seluruh pimpinan dan karyawan PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. 6. Pimpinan dan karyawan PT. HALIDA atas fasilitas dan akomodasi selama pelaksanaan penelitian. 7. Seluruh pimpinan dan karyawan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. 8. Seluruh pimpinan dan karyawan Yayasan KEKAL Indonesia atas dukungan dan fasilitasnya selama penyusunan karya ilmiah ini. 9. Keluarga Cinangneng (Mas Gembong, Akuwied, Bayu, Kecuk, Aan, Finto, Ade, Arie da Vhotqha, Kojek, Yophie) atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan mungkin mengandung banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan. Terima kasih.
Bogor, September 2006
Penulis
viii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR....................................................................................
vii
DAFTAR ISI...................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Tujuan...................................................................................................
2
C. Hipotesis ...............................................................................................
3
D. Manfaat Penelitian................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu ..................................................
4
1. Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu.......
4
2. Penyaradan dengan Menggunakan Traktor.....................................
5
B. Pemadatan Tanah.................................................................................
7
1. Sifat Fisik Tanah .............................................................................
7
2. Pengertian Pemadatan Tanah ..........................................................
8
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah...................
10
C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pemadatan Tanaman .
14
D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman.........................................................
15
1. Gmelina arborea .............................................................................
15
2. Swietenia macrophylla King ...........................................................
17
3. Acacia mangium..............................................................................
19
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................
21
ix
B. Bahan dan Alat Penelitian....................................................................
21
1. Bahan ..............................................................................................
21
2. Alat..................................................................................................
21
C. Pelaksanaan Penelitian .........................................................................
21
1. Memetakan Jalan Sarad Forwarder dalam Satu Setting Pemanenan .................................................................
21
2. Perhitungan Jumlah Rit Penyaradan yang Diterima Jalan Sarad ...
23
3. Pengukuran Kepadatan Tanah........................................................
24
4. Perhitungan Nilai Kepadatan Tanah ..............................................
25
5. Penentuan Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat...........
27
D. Analisis Data ........................................................................................
29
1. Pengaruh Jumlah Rit Penyaradan Terhadap Tingkat Kepadatan Tanah ..............................................................
29
2. Pengaruh Kepadatan tanah/Jalan Sarad forwarder Terhadap Pertumbuhan Tanaman ..................................................
30
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah.......................................................
32
B. Topografi..............................................................................................
33
C. Geologi dan Jenis Tanah ......................................................................
33
D. Hidrologi ..............................................................................................
34
E. Iklim .....................................................................................................
33
F. Kondisi Vegetasi Hutan .......................................................................
34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemetaan Pola Jalan Sarad...................................................................
36
B. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan ..................................................
41
C. Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat...................................
55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................................................................................
65
B. Saran ..................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
66
LAMPIRAN....................................................................................................
70
x
DAFTAR GAMBAR Teks
Halaman
Gambar 1.
Gaya Tekan Pada.........................................................................
13
Gambar 2.
Skema Jalan Sarad forwarder ....................................................
22
Gambar 3.
Bagan Tahapan Kegiatan Penelitian ...........................................
24
Gambar 4.
Titik-titik Pengambilan Sampel Tanah ......................................
25
Gambar 5.
Bagan Alur Langkah Kerja Penelitian ........................................
31
Gambar 6.
Penyaradan Dengan Menggunakan Forwarder 1010D ...............
36
Gambar 7.
Pola Jalur Sarad Forwarder .........................................................
38
Gambar 8.
Spesifikasi Forwarder 1010D......................................................
41
Gambar 9.
Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah Dengan Intensitas Penyaradan Pada Tiga Tingkat Kedalaman..
45
Gambar 10. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman...................................................................................
45
Gambar 11. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah pada Tiga Kedalaman ...........................................
49
Gambar 12. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah pada Tiga Kedalaman ................................
50
Gambar 13. Respon Pertumbuhan Rata-rata Acacia mangium pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik...............................
59
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Rata-Rata Swietenia macrophylla Pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik....................
59
Gambar 15. Respon Pertumbuhan Rata-rata Gmelina arborea pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik...............................
60
Gambar16.
Lokasi Penanaman Tanaman Acacia Mangium ........................
61
Gambar17.
Lokasi Penanaman Tanaman Swietenia macrophylla ...............
62
Gambar18.
Lokasi Penanaman Tanaman Gmelina arborea ........................
62
Gambar 19. Respon Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman..............
63
Gambar 20. Respon Pertumbuhan Tanaman Swietenia macrophylla pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman..
63
xi
Gambar 21. Respon Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman...............
64
xii
DAFTAR TABEL Teks
Halaman
Tabel 1 Batas Areal Kerja Tiap Kelompok Hutan .........................................
32
Tabel 2 Luasan KH Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan ..........................
33
Tabel 3 Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ...............................................
37
Tabel 4 Perhitungan Luas Areal Terpadatkan Akibat Penyaradan pada Setiap Intensitas Penyaradan.............................................................
39
Tabel 5 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Serasah .............................
43
Tabel 6 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Tanpa Serasah ..................
44
Tabel 7 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) terhadap Tingkat Kepadatan Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman.
46
Tabel 8 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
46
Tabel 9 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
47
Tabel 10 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
47
Tabel 11 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
47
Tabel 12 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
48
Tabel 13 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
48
Tabel 14 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kepadatan Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah ..............................................................................................
49
Tabel 15 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah ..........
50
xiii
Tabel 16 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) terhadap Porositas Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman................
51
Tabel 17 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
51
Tabel 18 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
52
Tabel 19 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah. .............................................................................................
52
Tabel 20 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
52
Tabel 21 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
53
Tabel 22 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah. ..................................................................................
53
Tabel 23 Analisis Ragam Pengaruh Penggunaan Serasah terhadap Tingkat Kepadatan dan Porositas Tanah ........................................................
54
Tabel 11 Rata-rata Respon Pertumbuhan Semai pada Tanah Padat dan Tanah Kontrol ...................................................................................
56
Tabel 13 Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Tanaman di Tanah Tak Terusik (Kontrol) dan Jalur Sarad .............................................
58
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ...............................................................
70
Lampiran 2. Data Pengukuran Pola Jalur Sarad Forwarder...........................
71
Lampiran 3. Jumlah Rit Penyaradan Tiap Jalur Sarad...................................
81
Lampiran 4. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Tanah Tidak Terusik (Kontrol)....................................................................................
82
Lampiran 5. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah .................................................
83
Lampiran 6. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah ......................................
94
Lampiran 7. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Tidak Terusik (Kontrol)..................................................................................... 100 Lampiran 8. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Bekas Jalur Sarad Forwarder ........................................................................ 101 Lampiran 9. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah............... 102 Lampiran10. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah.... 104 Lampiran11. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah ......................................... 106 Lampiran12. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Tanpa Serasah .............................. 108 Lampiran13. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah............................................... 110 Lampiran14. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Porositas Tanah ........................................................................ 115 Lampiran15. Uji lanjut Duncan....................................................................... 120 Lampiran16. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Acacia mangium pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder. .................................................................. 124 Lampiran17. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Swietenia macrophylla pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder. .............................................. 126 Lampiran18. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Gmelina arborea pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder. .............................................. 128
xv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanenan hutan merupakan salah satu tahap penting dalam kegiatan pengelolaan
hasil
hutan,
yang
pada
pengaktualisasian nilai hutan (nilai kayu).
dasarnya
merupakan
proses
Karena potensi kayu di dalam
hutan belum bernilai ekonomi secara nyata sebelum kayu tersebut dikeluarkan dari dalam hutan (dipanen) dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan umat manusia. Secara umum kegiatan pemanenan hutan terdiri dari tahapan perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH) seperti perencanaan jalan sarad dan penentuan lokasi TPn, penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Perencanaan pemanenan memiliki peranan
yang sangat penting dalam
pemilihan sistem pemanenan, alat yang digunakan, jumlah tenaga kerja, biaya, luas setting pemanenan, minimalisasi dampak sehingga tercapai proses pemanenan hutan yang optimal. Perkembangan sistem pemanenan hutan dan kemajuan teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Menurut Suparto (1979) penggunaan traktor dalam pemanenan hutan memiliki beberapa keuntungan dibanding cara manual antara lain : 1. Traktor dapat bergerak dengan leluasa di antara pohon inti pada sistem tebang pilih. 2. Traktor dapat digunakan dengan aman hingga kelerengan 40%. 3. Traktor dapat digunakan untuk jarak sarad yang cukup panjang. 4. Traktor memiliki titik berat yang rendah. Walaupun memiliki beberapa kelebihan, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan terutama dalam penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak traktor akan mengakibatkan pemadatan tanah.
1
Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain (Markwick, 1944 dalam Matangaran, 1992). Kerusakan areal berupa pemadatan tanah ini dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia dan aktivitas alat berat yang digunakan pada saat pemanenan baik pada tahap penyaradan maupun pengangkutan. Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap tanah (ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Ground pressure yang dihasilkan oleh alat berat diukur dari berat alat rata-rata dibagi dengan setiap inchi kuadrat luas tanah yang menopang alat tersebut. Semakin kecil luas permukaan tanah yang menopang akan menyebabkan semakin besarnya ground pressure yang dihasilkan dan semakin intensif proses pemadatan tanah yang terjadi. Tingkat kepadatan tanah akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan tanaman. Pemadatan tanah akan mengganggu dan sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang terpadatkan akan mengganggu penetrasi akar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat. Keadaan seperti ini memerlukan pemecahan yang serius karena
sangat merugikan dalam
kegiatan pengusahaan hutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan alat berat kehutanan terhadap kerusakan tanah hutan.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memetakan pola jalan sarad forwarder dalam satu setting pemanenan HTI. 2. Mengetahui tingkat kepadatan tanah pada jalan sarad akibat intensitas penggunaan forwarder dan persentase luas tanah yang terpadatkan dalam satu setting pemanenan. 3. Mengetahui pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah. 4. Mengetahui respon pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat.
2
C. Hipotesis 1. Penggunaan alat berat penyaradan (forwarder) akan meningkatkan kepadatan tanah. 2. Pemberian serasah di jalan sarad akan mengurangi tingkat kepadatan tanah. 3. Pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat akan terganggu. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan forwarder sebagai alat sarad pada kegiatan pemanenan hutan di HTI terhadap kerusakan tanah terutama pemadatan tanah dan pengaruhnya terhadap respon pertumbuhan tanaman sehingga pada akhirnya dapat dijadikan dasar untuk perencanaan pembuatan setting jalan sarad.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu 1. Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu Brown (1958), mendefisinikan penyaradan sebagai suatu kegiatan pemindahan log dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau Landing. Juta (1954), mendefinisikan penyaradan sebagai suatu kegiatan pemindahan kayu dari tempat penebangan atau tunggak ke tempat pengumpulan kayu (TPn) di tepi jalan, jalan rel atau tepi sungai dan Wackerman
(1949),
mendefinisikan
penyaradan
sebagai
kegiatan
memindahkan kayu (log) dari lokasi yang tidak menguntungkan bagi kayukayu tersebut ke satu titik pengumpulan dari suatu sistem pengangkutan primer. Penyaradan (minor transportation) dimulai saat kayu diikatkan ke rantai penyarad di tempat tebangan kemudian disarad ke tempat tujuannya (TPn, tepi sungai, tepi jalan rel atau tepi jalan mobil, landing) dan berakhir setelah kayu dilepaskan dari rantai penyarad (Elias, 1980). Secara umum berdasarkan sortimen kayu yang disarad dikenal tiga sistem penyaradan, yaitu : 1. Short wood system 2. Tree length system 3. Full tree system Sistem penyaradan kayu ditinjau dari bentuk kayu yang dihasilkan (Suparto, 1979; Elias, 1980; United Tractor, 1993) dibagi menjadi : 1) Cut to length system (short wood method) adalah sistem penyaradan dimana kayu hasil tebangan disarad ke TPn dalam bentuk sortimen tertentu, cabang, ranting dan daun ditinggal di areal tebangan. 2) Tree length system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil tebangan cabang, ranting dan daunnya dipangkas di lokasi penebangan, kemudian disarad ke TPn dalam bentuk sortimen menurut panjang batang. 3) Full tree system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil tebangan masih berbentuk pohon utuh, kemudian disarad ke TPn,
4
sedangkan proses pemangkasan cabang dan pembagian batang menjadi sortimen tertentu dilakukan di TPn. Juta (1954), mengemukakan bahwa berdasarkan tenaga kerja yang dipakai pada sistem penyaradan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : 1) Penyaradan non mekanis, terdiri dari : a) Penyaradan
dengan
tenaga
manusia
dengan
dipikul,
ditarik,
digulingkan dan didorong. b) Penyaradan dengan memakai tenaga hewan, yaitu : kuda, keledai, sapi dan gajah. c) Penyaradan dengan menggunakan gaya berat. 2) Penyaradan mekanis, terdiri dari : a) Penyaradan dengan kabel. b) Penyaradan dengan traktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penyaradan (Brown, 1958) adalah sebagai berikut : 1) Ukuran kayu dan sifat kayu. 2) Topografi. 3) Pertimbangan silvikultur. 4) Pertimbangan iklim. 5) Jarak ke tempat pengangkutan. 2. Penyaradan Dengan Menggunakan Traktor Penyaradan kayu dengan traktor adalah proses pemindahan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan dengan menggunakan alat utama traktor atau skidder (Wackerman, 1949 ). Simmons (1951), mengemukakan beberapa faktor ekonomi yang harus diperhatikan dalam penggunaan traktor sebagai alat sarad, yaitu : 1) Investasi besar. 2) Memerlukan kerja yang kontinyu untuk menghindari biaya penyusutan yang besar. 3) Untuk mengimbangi biaya traktor, pekerjaan penebangan dan pembagian batang harus ditingkatkan. 4) Diperlukan tenaga kerja dengan keahlian yang tinggi.
5
5) Biaya per unit tanpak lebih tinggi dibanding dengan sistem lain untuk kegiatan kayu pendek. Cara penyaradan yang sering digunakan dalam pemanenan kayu di luar Jawa adalah dengan menggunakan traktor. Pada penyaradan dengan traktor, posisi kayu yang disarad sebagian atau seluruhnya bersentuhan dengan tanah. Traktor yang digunakan adalah traktor berban karet (wheel skidder) atau traktor berban ulat (crawler) (Suparto, 1979). Keuntungan penggunaan traktor menurut Suparto (1979) adalah : 1) Dapat bergerak leluasa di antara pohon inti pada sistem tebang pilih. 2) Dapat digunakan dengan aman sampai kelerengan 40%. 3) Dapat digunakan pada jarak sarad yang cukup panjang. 4) Traktor memiliki titik berat yang rendah. Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan traktor berupa kerusakan vegetasi hutan dan kerusakan fisik tanah hutan. Kerusakan fisik tanah hutan berupa erosi dan run off lebih besar pada jalan sarad yang baru dilakukan penyaradan dibandingkan dengan jalan sarad yang telah ditinggalkan selama 2 tahun dan 3 tahun (Ruslan, 1979). Kerusakan berupa peningkatan kerapatan limbak tanah menyebabkan rusaknya habitat binatang tanah (Tinambunan, 1987). Kerapatan limbak tanah pada bekas jalan sarad ke dalaman 0-5 cm untuk jenis tanah podsolik merah kuning dapat mencapai 1,67 g/cm3. Menurut Conway (1976) keuntungan dari forwarding adalah : 1) Dapat memuat sendiri, daya angkut besar dan jarak sarad lebih jauh. 2) Kerusakan log yang diangkut lebih rendah. 3) Dapat digunakan dalam kegiatan penjarangan. 4) Dapat mengangkut kayu dengan jalan angkutan yang lebih cepat bila dibanding dengan cara ground skidding. 5) Produktivitas dan biaya tidak disebabkan ukuran log yang disarad karena ukuran muatan relatif sama. 6) Alat sarad dapat digunakan sebagai alat transportasi dan muat bongkar.
6
B. Pemadatan Tanah 1. Sifat fisik Tanah Sifat fisik tanah hutan telah lama diyakini oleh para peneliti sebagai faktor yang penting dalam proses pertumbuhan tegakan. Tanah merupakan suatu sistem dinamis yang secara fisik terdiri dari tiga macam bahan yaitu padatan, cairan dan gas. Komposisi ketiga bahan penyusun tanah tergantung dari jenis tanah dan kondisi lingkungan, sehingga ketiga bahan penyusun tanah ini saling tergantung satu dengan yang lainnya.
Hubungan ketiga bahan
penyusun tanah tersebut menunjukkan sifat-sifat fisik tanah (Hillel, 1980). Secara geologis tanah merupakan bahan organik pada suatu permukaan yang terpengaruh cuaca atau lapisan atas (Top soil) (Smith, 1992). Hardjowigeno (1992) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah. Menurut Soedarmo dan Prayoto (1985) bahwa terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Struktur tanah menurut Hardjowigeno (1992) adalah gumpalan kecil dari butir-butir pasir, debu dan liat yang terikat satu sama lainnya oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Tanah yang berstruktur baik (remah atau granuler) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Di samping itu struktur tanah halus tidak mudah rusak (mantap), sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan. Porositas (porosity) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume atau isi dari butir tanah dengan volume dari tanah seluruhnya (Smith, 1992). Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik (porositas tanah
7
tinggi bila kandungan bahan organik tinggi), struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah-tanah yang memiliki struktur remah (granuler) mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang memiliki struktur pejal (massive) (Hardjowigeno, 1992). Kerapatan kering (dry density) merupakan keadaan khusus dari kerapatan menyeluruh (bulk density) suatu tanah, dengan menganggap air dihilangkan seluruhnya dari tanah tersebut.
Nilai kerapatan kering dihitung dari nilai
kerapatan menyeluruh dan nilai kadar air. Tingkat kepadatan tanah umumnya diukur dari nilai kerapatan kering (Smith, 1992). Tingkat pemadatan tanah diukur dari nilai kerapatan kering tanah yang dipadatkan. Nilai kerapatan kering dari suatu tanah akan naik bila kandungan air dalam tanah tersebut meningkat (Das, 1993). 2. Pengertian Pemadatan Tanah Pemadatan tanah biasanya didefenisikan sebagai peningkatan kerapatan limbak tanah, merapatnya partikel-partikel solid tanah, dan penurunan nilai porositas tanah (Glinski and Lipiec,1990 dalam Jorge et. al, 1992). Pemadatan tanah dalam arti sebenarnya yang diinginkan adalah untuk fondasi jalan angkutan, sedangkan pemadatan tanah hutan atau pertanian akibat pergerakan kendaraan seperti traktor tidak diinginkan. Dari sudut pandang teknik (engineering) pemadatan tanah cenderung meningkatkan kekuatan tanah (shear strength) dan menurunkan kompresibilitas tanah (Craig, 1983 dalam Jorge et. al, 1992). Dari sudut pandang pertanian (agricultural), kepadatan tanah cenderung untuk menurunkan kuantitas air dan unsur hara yang dibutuhkan akar tanaman dalam tanah (Bowen, 1981 dalam Joerge et. al. 1992). Kepadatan tanah (soil compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kadar air dan jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah. Pada tiap lintasan traktor cenderung terjadi pemadatan tanah pada bekas lintasan ban dan akan semakin menjadi padat pada lintasan berikutnya. Pukulan air hujan dan injakan kaki hewan pada tanah merupakan gaya yang dapat memadatkan tanah (Miles dalam Abbas, 1990).
8
Menurut Markwick (1944) dalam Matangaran (1992), pemadatan tanah itu adalah proses dimana partikel-partikel tanah secara mekanis bergerak ke posisi yang lebih rapat satu sama lain. Tingkat kepadatan tanah yang yang dicapai dinyatakan dalam kg/m3. Herujito dalam Abbas (1990) mengistilahkan pemadatan tanah dengan “kekompakan” yaitu kenaikan kerapatan limbak tanah sebagai akibat dari beban atau tekanan yang dialami oleh tanah tersebut. Untuk menduga tingkat pemadatan tanah hutan yang terjadi, dilakukan dengan pengukuran kerapatan limbak tanahnya (Hamzah, 1983). Poerwowidodo (1992) mengemukakan kerapatan limbak tanah dapat digunakan sebagai petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanah. Kepadatan tanah akan langsung mengendalikan kesarangan tanah, kapasitas sekap air, dan penerobosan perakaran tanaman ke dalam tubuh tanah untuk mengintensifkan penyerapan udara, air dan hara. Pada aras kepadatan tanah yang tinggi, dapat mengganggu perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman. Greacen dan Sans (1986) dalam Sambas (1994) mengatakan bahwa pemadatan tanah hutan setelah kegiatan pembalakan secara mekanik terjadi karena adanya gaya tekan dan getaran alat-alat seperti traktor. Menurut Sowers dan Sowers dalam Gaultney et. al., (1982), perubahan tingkat kepadatan tanah disebabkan oleh gaya dari luar maupun dari dalam tanah sendiri. Gaya dari dalam berupa pengeringan, pengembangan maupun pendinginan tanah, sedangkan gaya dari luar dikenakan pada tanah oleh kegiatan yang ada pada permukaan tanah. Pemadatan tanah sebagai akibat bekerjanya suatu alat berat berkaitan erat dengan gaya tekan terhadap tanah dari alat yang bersangkutan. Gaya tekan terhadap tanah merupakan faktor kunci proses terjadinya pemadatan tanah.
Gaya tekan (ground pressure)
diukur dari berat alat rata-rata dibagi luas permukaan tanah yang menopang alat tersebut.
Semakin kecil luas permukaan tanah yang menopang, akan
semakin besar gaya tekan pada tanah yang dihasilkan. Semakin besar gaya tekan pada tanah semakin intensif proses pemadatan yang terjadi (Lowman et. al. dalam Matangaran, 1992). Kepadatan tanah diketahui dari perhitungan pengaruh jumlah rit terhadap kerapatan limbak tanah. Hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan
9
kerapatan limbak tanah yang tidak dilalui traktor (tanah tidak terusik) sebagai gambaran tegakan hutan tumbuh pada kondisi kerapatan limbak tanah di TPn diukur juga. Kriteria Hovland et. al. (1966) dalam Hamzah (1983), yaitu hasil dari penyaradan 1-2 rit tergolong kerapatan longgar. Penyaradan 3-32 rit kerapatan sedang kecuali pada penyaradan 27 rit, dan lebih dari 33 rit termasuk tanah padat (compact soil). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah Pergerakan traktor melewati permukaan tanah akan menghasilkan tekanan ban atau roda traktor yang cenderung memadatkan lapisan atas tanah (topsoil). Tingkat kepadatan tanah yang disebabkan oleh traktor tergantung pada rit yang dilewati traktor, berat traktor, tipe ban atau roda, tekanan ban terhadap tanah, kandungan air tanah, dan kecepatan traktor (Glinski and Lipiec,1990 dalam Jorge et.al, 1992). Efek utama yang dihasilkan oleh tekanan ban traktor terhadap tanah adalah penurunan daya aliran air tanah (hydraulic conductivity), peningkatan kepadatan tanah (bulk density) dan penurunan porositas tanah (Klute and Jacob, 1949 dalam Jorge, 1992) dan perubahan dalam status aerasi tanah, perubahan dalam karakteristik air tanah, dan menghalangi penetrasi akar (Glinski dan Lipiec, 1990 dalam Jorge et.al, 1992). Jumikis dalam Abbas (1990), menjelaskan pemadatan tanah tergantung kadar air, jumlah energi pemadatan dan sifat alami tanah. Menurut Raghavan et. al; Mekyes dalam Abbas (1990), bahwa di samping jumlah lintasan, besar tekanan pada tanah setiap lintasannya menentukan besarnya kepadatan tanah yang terjadi. Gaultney et. al. dalam Solihin H. Z. (1995), menyatakan ada empat faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya pemadatan tanah yaitu penggunaan lahan untuk penanaman yang terus menerus, melakukan kegiatan pada lahan yang terlalu dini sementara kelembaban tanah tinggi, penggunaan traktor dan peralatannya yang terlalu berat dan kurangnya penggunaan limbah hewan pada pertanian. Lenhard (1986) dalam Matangaran (1992), meneliti tingkat kepadatan tanah akibat intensitas penggunaan alat penyarad traktor beroda karet. Luas areal percobaan 0,25 ha, contoh tanah diambil dari bekas jejak roda traktor
10
tanpa muatan pada berbagai intensitas penyaradan yaitu 0, 1, 2, 4, 8, 16, dan 32 rit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerapatan limbak tanah menunjukkan nilai maksimum pada intensitas 4 rit. Di atas intensitas 4 rit tersebut ternyata nilai kerapatan limbak tanahnya menjadi konstan. Markwick dalam Matangaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dasar dari pemadatan tanah, yaitu : 1) Kerapatan limbak tanah merupakan ukuran kerapatan partikel tanah. 2) Secara umum pengeluaran air tanah dapat meningkatkan volume bagian padatnya dan pemadatan merupakan peningkatan kerapatan partikel tanah. 3) Pada kondisi kadar air tanah tertentu, kepadatan tanah akan bertambah jika daya pemadatan bertambah dan laju pertambahannya akan menurun sampai udara sisa di dalam tanah kurang dari 3%. 4) Jika tanah diberi pemadatan pada variasi kadar air yang berbeda maka akan terdapat kerapatan limbak maksimum tanah tersebut pada kadar air tertentu. Kadar air ini merupakan kadar air optimum. 5) Kerapatan limbak tanah maksimum dan kadar air optimum bervariasi antara tipe tanah dan besarnya daya pemadatan tanah yang diberikan. 6) Penggilasan tanah bermanfaat bagi tanah yang relatif kering dan digilas pada kadar air di bawah optimum. 7) Penggilasan terhadap tanah liat yang sangat lunak akan mengaduk tanah tersebut dan hasilnya akan merusak tanah. 8) Kenaikan kepadatan tanah akan meningkatkan pula kekuatan dan stabilitas tanah dan mengurangi penurunan tanah. Kemampuan menyerap air menjadi menurun dengan meningkatnya kepadatan tanah. 9) Umumnya efektivitas peralatan pemadatan tanah menurun dengan bertambah tebalnya/dalamnya lapisan tanah yang dipadatkan.
Itulah
sebabnya diperlukan pemadatan tanah lapis demi lapis dan tiap lapis tidak terlalu tebal. 10) Jika semua faktor sama, makin berat alat pemadat tanah makin efektif pemadatan tanah dan makin dalam tanah yang ikut terpadatkan. Lowman et. al. dalam Matangaran (1992) mengemukakan bahwa tingkat pemadatan tanah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu tergantung dari
11
sifat fisik tanah dan daya luar yang bekerja pada tanah tersebut. Sifat-sifat tanah hutan bervariasi dalam tekstur, struktur, kandungan mineral, kandungan bahan-bahan organik, dan kadar air. Interaksi dari sifat-sifat tersebut pada suatu tanah hutan tertentu menentukan perubahan tingkat kepadatan tanah yang akan terjadi akibat aktivitas pemanenan kayu. Hamzah
(1983)
mengemukakan
bahwa
untuk
menduga
derajat
pemadatan tanah hutan akibat pembalakan, dapat dilakukan dengan mengukur kerapatan limbak tanahnya. Kerapatan limbak tanah ada kaitannya dengan kedudukan alamiah, yaitu berat tanah itu tiap satuan volume (g/cm3) dalam keadaan belum terganggu. Hovland et. al., (1966) dalam Hamzah (1983) membedakan kelas pemadatan tanah sebagai berikut : 1) Tanah longgar (loose soil) dengan kerapatan limbak tanah 0,9-1,3 g/cm3 2) Tanah normal (normal soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,3-1,5 g/cm3 3) Tanah padat (compact soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,5-1,8 g/cm3 Menurut Buckman dan Brady (1964), tingkat kepadatan tanah erat kaitannya dengan kerapatan massa tanah (bulk density) dan kerapatan butir tanah (particle density). Semakin tinggi kerapatan massa tanah dan kerapatan butir tanah maka semakin padat tanah tersebut (Hamzah, 1983). Gaya tekan pada tanah dari manusia, hewan dan beberapa tipe mesin penyarad dapat dilihat pada Gambar 1. (Adams dan Froehlich dalam Matangaran, 1992), tetapi gaya tekan pada tanah tidak merupakan petunjuk penting tentang kepadatan yang diduga. Getaran, dynamic pressure selama bermuatan dapat menghasilkan tingkat pemadatan yang relatif tidak menunjukkan respon yang berbeda antara gaya tekan pada tanah oleh hewan dan alat mesin. Pemadatan tanah yang terjadi akibat pemanenan kayu ternyata menyebabkan kerusakan fisik tanah hutan. Bila hal ini terjadi dan diserahkan pada alam saja akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya.
12
Gaya Tekan Pada Tanah(lb/inc2)
30 25 20 15 10 5 0 Manusia
Gambar 1.
Crawler
Kuda
Rubber Tire Skidder
Gaya Tekan Pada Tanah Manusia, Crawler, Kuda dan Rubber Tired Skidder (Adams dan Froehlich dalam Matangaran, 1992)
Koshi dan Fryrear (1973) mengadakan penelitian tentang efek dari lintasan traktor, pemberian serasah (mulch) dan konfigurasi tempat tumbuh benih pada tanah. Kepadatan tanah dilihat pada tiga ke dalaman yaitu 0-7.5, 7.5-15, dan 22.5-30 cm pada lintasan traktor baik yang diberi serasah maupun yang tidak diberi serasah. Serasah terdiri dari tiga ukuran yaitu 0.56, 11.2, dan 22.4 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serasah besar dari 11.2 ton/ha secara signifikan menurunkan kepadatan tanah, meningkatkan hydraulic conductivity, porositas tanah, kandungan bahan organik tanah pada lintasan traktor pada ke dalaman 15 cm. Peningkatan kandungan bahan organik dan porositas, penurunan kepadatan tanah cenderung memperbaiki hubungan antara tanah-air-tanaman. Faktor yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada tanah hutan adalah kegiatan pembalakan secara mekanis yang akan merusak struktur tanah. Penggunaan input tenaga mekanis dalam waktu tertentu dapat berakibat buruk terhadap produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman khususnya perakaran (Lumintang dan Hidayat, 1982). Pengoperasian alat-alat berat menyebabkan perubahan sifat sifat tanah yang bervariasi pada berbagai jenis tanah. Perubahan ini akan menyebabkan pengaruh terhadap produktivitas hutan. Laju pertumbuhan benih dan tegakan akan berkurang, serta memberi pengaruh yang berjangka panjang terhadap produktivitas tanah hutan (Matangaran, 1992). Pengawasan atau pembatasan lalu lintas traktor di atas permukaan tanah adalah metode manajemen yang penting yang bisa digunakan untuk
13
meminimalisasi pemadatan tanah (Gupta and Larson, 1985 dalam Jorge et. al, 1992). C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Traktor berban karet yang digunakan untuk pemanenan kayu bisa menyebabkan kepadatan tanah dan meninggalkan bekas tapak roda traktor yang mengganggu pertumbuhan pohon (Dickerson, 1976; Froehlich, 1978 dalam Wronski, 1984). Efek ini muncul dari meningkatnya kekuatan tanah (soil strength) dan menurunnya aerasi tanah, kedua hal ini akan menghalangi pertumbuhan akar baru (Russel and Goss, 1974; Greacen and Sands, 1980 dalam Wronski, 1984). Selain mengganggu pertumbuhan akar, pemadatan dan perusakan tanah akan merubah sifat/bentuk fisik tanah (physical properties) yang mengakibatkan terjadinya run off dan erosi tanah (Wooldridge, 1960 dalam Wronski, 1984). Penggunaan traktor untuk menyarad kayu akan meningkatkan kepadatan tanah, dan diduga dengan meningkatnya kepadatan tanah ini menyebabkan pertumbuhan anakan pohon akan terganggu. Beberapa penelitian tentang hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepadatan tanah dan pertumbuhan akar tanaman. Hill dan Cruse (1985) mengemukakan bahwa meningkatnya kepadatan tanah menyebabkan pertumbuhan akar tanaman terganggu, terutama untuk pertumbuhan anakan pohon sampai dengan kedalaman 5 cm. Matangaran (1992) menyatakan bahwa nilai kritis kerapatan limbak tanah terhadap pertumbuhan benih adalah 1,4 g/cm3, sedangkan kerapatan limbak tanah 1,3 g/cm3 sudah memberikan respon yang jelek terhadap pertumbuhan benih. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebaiknya hanya dilakukan penyaradan 2 rit saja. Jika lebih dari 2 rit pada jalan sarad yang sama maka benih alami yang jatuh dan berkecambah kemungkinan sangat terganggu pertumbuhannya dan kemungkinan akan mati. Dengan adanya tekanan traktor pada tanah, elemen tanah akan tertekan sampai mencapai keseimbangan baru, sebagai akibatnya tanah menjadi padat dan kerapatan limbak tanahnya bertambah. Kepadatan adalah penyebab kerusakan fisik tanah. Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan
14
udara kecil, sehingga porositasnya rendah. Air dan udara sukar bergerak melalui tanah, karena hanya sedikit pori-pori yang berukuran besar. Penyediaan air dan oksigen untuk pertumbuhan tanaman sangat erat dengan jumlah dan ukuran pori-pori tanah. Di musim hujan, pada kerapatan limbak tanah yang tinggi menyebabkan aliran permukaan tinggi, akibatnya air tidak bisa diserap secara optimal oleh tanah. Bertambahnya berat isi dan berkurangnya porositas total berpengaruh negatif
terhadap
pertumbuhan
tanaman
(Lutz
dan
Chandler,
1985;
Matangaran, 1992). Penurunan variabel respon pertumbuhan tanaman terjadi seiring dengan kepadatan tanah yang semakin tinggi dan porositas tanah yang semakin randah (Matangaran, 1992) . Penetrasi akar yang terhambat akan mengakibatkan berat, volume dan panjang akar tanaman menurun dengan meningkatnya tingkat kepadatan tanah (Hamzah, 1983). Hill dan Cruise (1985) dalam Matangaran (1992) mengatakan bahwa ke dalaman penetrasi akar berkorelasi kuat dengan tingkat kepadatan tanah yaitu semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka penetrasi akar semakin dangkal.
Tanah yang padat mengurangi kapasitas menyekap air,
mengurangi kandungan udara dan memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan
akar
sehingga
mengendalikan
kapasitas
kemampuannya
memanen air, udara dan hara, seperti: pengecilan matra daun dan batang, pemendekan ruas batang, pembesaran pangkal batang, pemudaran warna hijau daun dan pengguguran daun lebih dini sehingga tanaman berpenampilan kerdil dan memperlihatkan bentuk reset (Hasckaylo, 1960; Kramer dan Kozlowski, 1960; Grable dan Siemer, 1968; Champion dan Barley, 1969 dalam Poerwowidodo, 1992). D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman 1. Gmelina arborea Gmelina arborea merupakan salah satu jenis kayu berdaun lebar dari famili Verbenaceae (Lamb, 1986). Menurut Al Rasyid (1991), Gmelina arborea dikenal dengan nama daerah gmelina (Indonesia), gambar (India) dan gamar (Bangladesh) sedangkan Lamb (1973) dalam Kamudjo (1990) menyatakan bahwa gmelina sering disebut dengan gumhar, gumari, gumadi,
15
yemane dan gamar tetapi lebih dikenal dengan nama gmelina, melina atau yemane. Menurut Lamb (1968), Gmelina arborea tersebar di sepanjang Pegunungan Himalaya dari arah tenggara ke selatan, meliputi daerah India, Nepal, Siklim, Assam, Pakistan Timur, Burma, Thailand, Laos, Kamboja dan Cina bagian Selatan. Gmelina arborea dapat tumbuh di daerah-daerah iklim basah sampai kering dengan curah hutan rata-rata tahunan berkisar antara 750-4.800 mm dan ketinggian tempat tumbuh antara 50-1.000 mdpl. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah aluvial basah serta berkapur dengan lapisan permukaan bersifat basa dan semakin ke bawah semakin tinggi keasamannya (Soerianegara dan Indrawan, 1985). Gmelina arborea mudah ditanam, pertumbuhannya cepat dan dapat ditanam secara campuran. Pohonnya lurus dengan batang bebas cabang antara 6-9 m. Tinggi pohon dapat mencapai 20-30 m dengan diameter setinggi dada sampai dengan 60 cm (Lamb, 1968). NAS (1980), Granes (1979), Palmer (1973) dan Al-Rasyid (1989) dalam Al-Rasyid (1991) mengatakan G. Arborea memiliki kayu yang ringan dengan berat jenis medium (0.4-0.64). Pada mulanya gmelina dikenal sebagai pohon penghasil energi, tetapi kemudian pemanfaatannya semakin berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi kayu dan kebutuhan kayu penghara industri yang terus meningkat. Dari berbagai penelitian, kayu gmelina dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, core kayu lapis, korek api, peti kemas, bahan kerajinan kayu dan kertas kraft (Brazil). Riap rata-rata Gmelina arborea sekitar 28 m3/ha/tahun (Kasmudjo, 1990).
Menurut Kasmudjo (1990), kayu Gmelina arborea
berwarna kuning keabu-abuan dan tidak berbau khas. Tekstur kayu sedang sampai halus, kekerasan sedang, arah serat terpadu. Berat jenis kayu sedang antara 0.42-0.64 dan kekuatan kayu dikelompokkan ke dalam kelas menengah (kelas III) sehingga kayu gmelina memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi ringan dan kayu petukangan (khususnya perabotan). Nilai keteguhan geser kayu gmelina baik sebagai bahan baku plywood, nilai keteguhan belah dan
16
kekerasannya baik sebagai bahan kerajinan kayu serta kandungan komponen kimia kayu gmelina sesuai sebagai bahan pulp dan kertas. Selanjutnya Al-Rasyid (1991) menyatakan ketertarikan para pengusaha hutan
untuk
mengembangkan
Gmelina
arborea
disebabkan
rentang
pemanfaatan dan tempat tumbuhnya yang cukup luas dan cepat tumbuh. Namun demikian tingkat pertumbuhan dan produksinya ditentukan oleh faktor kualitas lahan. Lamb (1968) dalam Al-Rasyid (1991) menyatakan bahwa unsur-unsur dari sifat tanah yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan atau produksi tanaman Gmelina arborea adalah kandungan unsur nitrogen dalam tanah yang tinggi, reaksi tanah lapisan olah sedikit asam sampai netral (pH 6-7), solum tanah dalam, kelembaban tanah tinggi, kejenuhan basa tinggi dan drainase tanah baik. Ditambahkan Al-Rasyid (1991) untuk pertumbuhan Gmelina arborea juga diperlukan unsur fosfor dan kalsium. 2. Swietenia macrophylla King Marga Swietenia yang termasuk dalam suku Meliaceae, terdiri dari tiga jenis, yaitu S. macrophylla King, S. humillis Zucc dan S. mahagoni (L) Jack. Pengenalan taksonomi dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari ketiga jenis tersebut. Penjelasan secara biologi sulit dilakukan, karena terjadinya persilangan bebas antara ketiga jenis tersebut (Mahyew dan Newton, 1998). Tinggi pohon mencapai 35 meter, tajuk rapat, lebat, hijau tua. Kulit kelabu gelap, beralur, mengelupas dan cabang coklat kekelabuan, kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung berlipat, sering kali beresin, daun tua gugur dengan warna guram tidak berbulu (Samingan, 1982). Selanjutnya Martawijaya (1981) menambahkan, bahwa tinggi pohon mahoni daun besar sekitar 25 meter dengan diameter 125 cm, bentuk silindris, tidak berbanir, tajuk membulat. Kulit batang pohon mahoni daun besar mengandung tanin yang dapat berfungsi sebagai antipyretic, tonic dan astrigent. Menurut Ardhikusumah dan Dilmy (1956) dalam Kusuma (1989), dibandingkan dengan mahoni daun kecil, mahoni daun besar lebih ringan, serat-seratnya kurang halus, lebih tahan terhadap hama penggerek pucuk, berwarna lebih muda dan serat-serat melintangnya lebih sedikit.
17
Menurut Sutisna, Purnadjaja dan Kalima (1998), tiga jenis Swietenia tersebut, tersebar di Amerika Tropika, dari Mexico Tengah, Amerika Tengah, Hindia Barat termasuk Florida bagian selatan, Bolivia, Peru dan Brazil. Sekarang ini Mahoni datanam di seluruh daerah tropika, termasuk Malaysia, Indonesia dan Filipina. Heyne (1987) lebih spesifik mengatakan bahwa mahoni daun besar berasal dari daerah Honduras, sedangkan di Indonesia ditanam di Jawa dan Aceh. Mahoni daun besar merupakan jenis pohon yang berasal dari Amerika Tengah (Honduras, Meksiko, Kolombia, Venezuela, West Indies). Mahoni daun besar pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872, dan mulai dikembangkan secara luas di Pulau Jawa pada tahun 1897-1902. Pada zaman penjajahan di Pulau Jawa, jenis ini ditanam pada lapangan yang telah menurun kesuburannya yang tidak baik ditanami dengan tanaman jati (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, 1980) S. macrophylla King termasuk ke dalam pohon gugur daun dengan tajuk berbentuk tajuk menyerupai payung. Jenis ini dapat tumbuh mencapai ketinggian sampai lebih 30 meter dan diameter setinggi dada lebih dari 1,5 meter. Umur dari jenis ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa pohon yang mampu hidup hingga ratusan tahun (Mahyew dan Newton, 1998). Di alam, Mahoni tumbuh baik di hutan gugur daun atau hutan yang selalu hijau, terpencar atau dalam kelompok kecil hingga 4-8 pohon/ha (Sutisna, dkk., 1998). Menurut Mahyew dan Newton (1998), S. macrophylla dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan. Jenis ini dapat ditemukan pada tipe hutan tropis kering dan hutan tropis basah, dengan curah hujan tahunan 1.000-2.000 mm. Di Peru dan Bolivia, jenis ini ditemukan sampai di ketinggian lebih dari 1.400 mdpl dan mampu tumbuh pada tanah yang sedikit liat serta kurus. Tempat tumbuh mahoni daun besar adalah daerah beriklim basah maupun kering dengan tipe hujan A-D, tanah agak liat dan kurus, dengan ketinggian 0800 mdpl (Martawijaya, 1981).
Selanjutnya Tampubolon (1985) dalam
Kusuma (1989) menegaskan bahwa mahoni daun besar masih dapat tumbuh baik pada tanah dengan drainase terganggu. Pohon mahoni tahan terhadap naungan sehingga mahoni mampu bersaing dengan alang-alang atau belukar dalam mendapatkan sinar matahari, khususnya bila digunakan pada areal
18
alang-alang rapat. Daunnya sukar terbakar sehingga dapat dipakai sebagai tanaman sekat bakar bagi jenis tanaman reboisasi yang peka terhadap bahaya kebakaran (Anonim, 1980 dalam Kusuma, 1989). Mahoni daun besar merupakan salah satu jenis pohon komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan perkakas. Tanaman mahoni daun besar adalah salah satu jenis tanaman yang digunakan untuk mereboisasi lahan kering yang tidak cocok untuk tanaman jati (Al-Rasyid dan Mangsud, 1973). 3. Acacia mangium Acacia mangium ditemukan pertama kali oleh Rumphius pada tahun 1653 dan baru dipublikasikan pada tahun 1753. Nicholson pada tahun 1966 pertama kali memperkenalkan tanaman ini di Irian Jaya bagian selatan (Fak-fak, Merauke, Manokwari, Serdai, dan sepanjang Sungai Digul), Kepulauan Aru (Pulau Pragan, Kepalauan Kaiber), Maluku Selatan, Kepulauan Sula, Taliabu, Tege, serta Pulau Seram (Kaiaratu dan Waesalan). Untuk di Luar Indonesia penyebaran alami di Australia, yaitu sepanjang pantai Queensland dan terdapat mulai dari pantai sampai ketinggian 720 mdpl (Nicholson, 1981). Pada tahun 1966 tanaman Acacia mangium diperkenalkan di Sabah, Malaysia, dari habitat alaminya sepanjang hutan tropika basah di Queensland, Australia. Tanaman ini tumbuh sangat baik sehingga dicoba dilakukan penanaman.
Di sana, mangium tumbuh cepat, atau lebih cepat daripada
Gemelina arborea ataupun Eucalyptus deglupta, keduanya merupakan tanaman paling cepat tumbuh, dengan diameter batang 40 cm. Tanaman ini tumbuh sangat cepat dan baik, areal bekas jalur sarad di Sabah dapat tertutup setelah satu tahun penanaman dengan jarak 3 x 3 meter. Satu keistimewaan yang perlu diperhatikan adalah kemampuan mangium untuk tumbuh pada tanah dengan pH rendah 4,2. Hal ini penting karena tanah asam seperti itu tersebar luas di daerah tropis dan keadaan inilah yang membedakan mangium dengan beberapa tumbuhan famili Leguminoceae yang lain seperti Leucena yang membutuhkan pH di atas 5,5. Pada tempat yang baik tumbuh sangat cepat.
Di Sabah beberapa
spesimen mencapai tinggi 23 meter dalam 9 tahun. Pada umumnya rata-rata
19
pertumbuhan diameter adalah 2-3 cm per tahun. Tegakan yang tidak terawat mampu manghasilkan 415 m3 kayu setelah 9 tahun, memenuhi hasil panen tahunan sebesar 46 m3 per hektar. Pada tempat tumbuh yang kurang baik seperti tanah dangkal, rendah nutrisi, areal terganggu, terpadatkan, atau terendam air secara musiman, produksi kayunya lebih sedikit. Namun hasil tahunan sering mencapai lebih dari 20 m3 per hektar. Pada peta percobaan terdahulu, pohon ini mencapai tinggi rata-rata 25 meter dan diameter rata-rata 27 cm pada umur 13 tahun. Mangium tumbuh dengan baik pada tanah yang tererosi, bebatuan, tanah miskin hara mineral dan juga pada cuaca yang tinggi atau tanah aluvial. Di Queensland tanaman ini secara umum ditemukan pada tanah ultisol masam dan hanya jarang terdapat pada tanah yang terbentuk dari batuan dasar. Di Pulau Seram (Indonesia) jenis ini dilaporkan tumbuh pada tanah ultisol (podsolik merah kuning) (National Research Council, 1983).
20
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Wilayah II Benakat, Sumatera Selatan pada Bulan Juli sampai September 2003. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1) Tanah jenis Podsolik Merah Kuning (Ultisol). 2) Serasah (daun, ranting, cabang, dan batang dengan diameter kurang dari 8 cm dan panjang kurang dari 0,5 m yang merupakan kayu sisa pemanenan). 3) Bibit Acacia mangium, Swietenia machrophylla, Gmelina arborea. 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 6-Wheel Forwarder Timberjack 1010D, ring sample, plastik, isolasi, timbangan, kompas, oven, pisau, golok, mistar, meteran, kamera, kalkulator, komputer, dan alat-alat tulis. C. Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data penelitian dilakukan dalam satu setting pemanenan yang sedang dilakukan kegiatan penyaradan.
Tahapan penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memetakan Pola Jalan Sarad Forwarder Dalam Satu Setting Pemanenan Pemanenan hutan di HTI menggunakan sistem tebang habis, dimana proses penebangan dilakukan per jalur dan langsung diproses sebelum penebangan di jalur selanjutnya. Proses tersebut adalah pembersihan cabang dan ranting serta pembagian batang dengan menggunakan chain saw. Selanjutnya sisa batang pohon yang tidak terpakai dengan diameter kurang dari
21
8 cm beserta cabang dan ranting pohon dipotong-potong dengan panjang kurang dari 0,5 m dan disusun sedemikian rupa di antara tumpukan kayu sehingga membentuk suatu jalur yang akan dilewati forwarder dalam menyarad kayu.
b
a
b
Gambar 2. Skema Jalan Sarad forwarder Keterangan :
a b
= =
jalur serasah sebagai jalan sarad forwarder tumpukan kayu/log
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam memetakan pola jalan sarad forwarder adalah sebagai berikut : 1) Mengumpulkan data tentang setting pemanenan yang akan dilakukan penelitian antara lain; luas setting pemanenan, potensi tegakan, umur tegakan, jarak tanam, lokasi dan luas TPn, arah jalur sarad, lebar jalur sarad, jarak antara jalur sarad dengan jalur sarad selanjutnya. 2) Mengumpulkan data tentang tipe forwarder dan spesifikasinya, kualifikasi operator, dan mekanisme penyaradan (SOP penyaradan). 3) Membuat pancang/patok sebagai alat bantu dalam pengambilan data pergerakan forwarder dan untuk menandai jumlah rit yang dilewati forwarder.
22
4) Memulai pengukuran dengan terlebih dahulu menentukan titik ikat atau titik awal pengukuran (titik awal pergerakan forwader ketika memasuki setting pemanenan). 5) Memperhatikan pergerakan forwarder dari titik awal sampai jarak tertentu hingga forwarder tersebut berbelok dan menandai titik belokan tersebut dengan pancang. 6) Membidik dengan kompas kemudian mencatat azimut yang tertera pada kompas dan mengukur jarak dari titik awal ke titik belokan forwarder dengan menggunakan meteran dan memasukkannya ke tally sheet (tally sheet terlampir) 7) Melanjutkan pengukuran pergerakan forwarder dari titik belokan ke titik (belokan) selanjutnya dengan cara yang sama sampai rit tersebut selesai. 8) Melakukan pengukuran untuk rit selanjutnya dengan cara yang sama sampai penyaradan di jalur sarad tersebut selesai dan pindah ke jalur sarad selanjutnya. 9) Menandai jalan sarad yang dilewati forwarder dengan pancang yang sudah disiapkan sebelumnya untuk tiap-tiap rit yang diterima jalan sarad. Hal ini untuk mempermudah dalam pengambilan contoh tanah tiap rit. 10) Kegiatan di atas dilakukan tiap hari sampai kegiatan penyaradan dalam setting pemanenan tersebut selesai. 11) Memplotkan data yang diperoleh ke dalam bentuk gambar (kertas milimeter blok) yang hasilnya adalah peta pola jalan sarad forwarder. 12) Dari peta tersebut dapat dilakukan perhitungan persentase luas areal terpadatkan (jalan sarad) terhadap luas total setting pemanenan dan persertase luas areal terpadatkan berdasarkan rit terhadap luas total setting pemanenan. 2. Perhitungan Jumlah Rit Penyaradan yang Diterima Jalan Sarad Kegiatan ini dapat dilakukan setelah data pengukuran pemetaan pola jalan sarad forwarder diplotkan ke dalam bentuk peta. Tahap kegiatannya adalah sebagai berikut :
23
Pengambilan data pola pergerakan forwarder dalam menyarad kayu.
Menggambarkan data yang diperoleh ke dalam kertas millimeter blok (peta pola jalan sarad forwarder).
Menandai dan membagi areal penyaradan (jalan sarad) berdasarkan jumlah rit yang diterima oleh jalan sarad tersebut.
Menghitung persentase luas areal terpadatkan (jalan sarad ) terhadap luas total setting pemanenan.
Menghitung persentase luas areal terpadatkan (jalan sarad) berdasarkan jumlah rit terhadap luas setting pemanenan.
Gambar 3. Bagan Tahapan Kegiatan Penelitian 3. Pengukuran Kepadatan Tanah Pengukuran kepadatan tanah dilakukan setelah kegiatan penyaradan selesai. Kegiatan ini dilakukan di setting pemanenan yang sebelumnya telah ditandai untuk tiap-tiap rit yang dilalui forwarder pada saat memetakan pola jalan sarad forwarder.
Contoh tanah diambil di jalan sarad yang dilalui
forwarder tepat dibekas tapak roda kanan dan roda kiri forwarder baik untuk jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Contoh tanah diambil tiap rit dengan 10 ulangan dengan jarak ulangan 10 m dan diambil untuk tiga ke dalaman yaitu 0-5, 5-10, 10-15 cm. Diambil juga contoh tanah ditanah tidak terusik sebagai kontrol dan contoh tanah di jalan sarad yang akan ditanami tanaman cepat tumbuh dengan cara yang sama. Tahap-tahap pengambilan datanya adalah sebagai berikut : 1) Menimbang tabung silinder serta mengukur dimensinya dan menandainya dengan penomoran.
24
2) Menandai titik titik pengambilan contoh tanah tiap rit dengan jarak 10 m sebagai ulangan. 3) Mengambil contoh tanah pada titik yang telah ditentukan, caranya dengan membersihkan permukaan tanah dari serasah, kemudian tabung silinder diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah dan ditekan perlahan lahan sampai seluruh tabung silinder masuk. Bila tanah terlalu keras maka tanah di sisi luar tabung silinder dilukai sedikit demi sedikit dengan menggunakan pisau sambil terus menekan tabung silinder. 4) Mengeluarkan tabung silinder dengan cara
membersihkan tanah di
sekelilingnya, kemudian bagian atas dan bawah tabung silinder diratakan dengan pisau dan ditutup agar kadar airnya tidak berubah. 5) Menimbang contoh tanah dengan tabung silinder untuk mengetahui berat contoh tanah basah. 6) Mengeluarkan contoh tanah dari dalam tabung silinder dan dimasukkan ke dalam plastik kemudian diikat rapat untuk dihitung berat contoh keringnya. 7) Meneliti sifat fisik dan kimia contoh tanah untuk mengetahui jenis tanah (di laboratorium). 8) Mengeringkan dengan oven pada suhu 1050C sampai beratnya konstan. Selanjutnya dilakukan perhitungan kerapatan limbak, kadar air, dan porositas tanah.
Jalur serasah Jalur tanpa serasah Tanah tidak terusik
Gambar 4. Titik-titik Pengambilan Sampel Tanah
25
4. Perhitungan Nilai Kepadatan Tanah Perhitungan nilai kepadatan tanah dilakukan setelah diperoleh berat tanah basah dan berat tanah kering dari contoh tanah yang diambil. Dari data tersebut dapat dihitung kerapatan limbak tanah , kadar air tanah, dan porositas tanah yang menggambarkan tingkat kepadatan tanah. Kerapatan limbak tanah dihitung berdasarkan rumus (Lambe, 1951 dan Direktorat Bina Marga, 1973 dalam Matangaran et. al., 1995) sebagai berikut : 1) µs =
W 2 − W1 V
Keterangan : µs
= kerapatan limbak tanah basah (g/cm3)
W2
= berat tanah dan tabung silinder (g)
W1
= berat tabung silinder (g)
V
= Volume contoh tanah basah (cm3)
2) µd =
100 xµs 100 + W
Keterangan : µd
= kerapatan limbak tanah (g/cm3)
µs
= kerapatan limbak tanah basah (g/cm3)
W
= kadar air contoh tanah (%
3) W =
(W 2 − W 1) − W 3 W3
Keterangan : W
= kadar air contoh tanah (%)
W2-W1
= berat contoh basah (g)
W3
= berat contoh kering (g)
Porositas tanah dihitung berdasarkan rumus Hamzah (1983) sebagai berikut : 4) P =
2,65 − µd x100% 2,65
26
Keterangan : P
= porositas tanah (%)
µd
= kerapatan limbak tanah (g/cm3)
2,65
= berat jenis tanah umum kecuali pasir
Tingkat kepadatan tanah akibat penyaradan kayu oleh forwarder dianalisis berdasarkan nilai rata-rata kerapatan limbak tanah dan porositas tanah tiap rit penyaradan. 5. Penentuan Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat Untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman di tanah padat maka dilakukan penanaman tiga jenis cepat tumbuh (fast growing species) di areal bekas tebangan. Penanaman dilakukan di bekas jalan sarad forwarder yang telah dihitung tingkat kepadatan tanahnya, serta di tanah tidak terusik sebagai kontrol. Jenis yang ditanam adalah Acacia mangium, Swietenia macrophylla, dan Gmelina arborea Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Penyediaan Bibit Bibit diperoleh dari lokasi penelitian yaitu dari kebun pembibitan Unit VI Lubuk Guci Wilayah II Benakat. Kondisi bibit sudah siap tanam dengan umur yang sama dan dalam kondisi sehat. 2) Penanaman Penanaman dilakukan di bekas jalan sarad forwarder dan di tanah tidak terusik dengan masing-masing 10 ulangan. Proses penanaman menggunakan sistem penugalan, di mana tanah dilubangi dengan ukuran lubang yang hampir sama ukuran akar tanaman, dan diusahakan tidak mempengaruhi kondisi kepadatan tanah. Sedangkan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Setelah bibit selesai ditanam, dipasangi ajir yang sudah ditandai dengan penomoran untuk memudahkan dalam pengukuran data.
27
3) Pemeliharaan Setelah tanaman ditanam dilakukan pengamatan dan pemeliharaan sampai tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan. Setelah itu tanaman dibiarkan sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman dan pencegahan hama jika diperlukan. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman dan cuaca (suhu, curah hujan, angin, kelembaban) dan diusahakan tidak mempengaruhi kepadatan tanah. 4) Pengambilan Data Data yang diambil adalah sebagai berikut : a. Pertambahan Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diukur setiap minggu dengan menggunakan mistar sampai tanaman dipanen. Pengukuran awal dilakukan pada saat menanam yang merupakan tinggi awal tanaman. Tinggi tanaman yang diukur mulai dari batas antara batang dengan akar sampai dengan pangkal daun terakhir. Data yang akan dianalisis adalah pertambahan tinggi tanaman yang merupakan pengurangan dari tinggi pengukuran akhir dengan tinggi pengukuran awal, kemudian dibandingkan dengan kontrol. b. Pertambahan Panjang Akar Pertambahan panjang akar diukur dua kali yaitu sebelum tanaman ditanam dan setelah tanaman dipanen. Untuk mengukur panjang akar awal dibutuhkan tanaman pengganti dengan kondisi dan ukuran yang sama dengan tanaman yang akan diukur. Jadi akan ada tanaman yang dikorbankan. Pengukuran menggunakan mistar. c. Perhitungan Berat Kering Total (BKT) Dan Nisbah Pucuk Akar (NPA) Setelah
kurang lebih dua bulan semenjak tanaman ditanam
kemudian tanaman dipanen. Bagian batang dan akar tanaman dipisahkan kemudian kedua bagian tanaman dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70oC selama 2 x 24 jam. Setelah itu kedua bagian tanaman ditimbang dengan timbangan. Selanjutnya dilakukan perhitungan berat
28
kering total dan nisbah pucuk dan akar.
Berat kering total adalah
penjumlahan dari berat kering batang dan berat kering akar. Sedangkan nisbah pucuk akar adalah perbandingan antara berat kering pucuk dan berat kering akar, kemudian hasil perhitungan dibandingkan dengan kontrol.
D. Analisis Data Data dianalisis berdasarkan nilai rata-rata dari data yang diperoleh, yaitu nilai rata-rata tingkat kepadatan tanah tiap rit penyaradan dan nilai rata-rata respon pertumbuhan tanaman. Data tersebut dibandingkan dengan data kontrol. Analisis data menggunakan persamaan rancangan acak lengkap (RAL). 1. Pengaruh Jumlah Rit Penyaradan Terhadap Tingkat Kepadatan Tanah Model umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan adalah : Y(ij) = U + Pi + Eij Dimana : Y(ij) = Tingkat kepadatan tanah pada faktor jumlah rit ke-i, ulangan ke-j U
= Rata-rataan umum dari data yang diperoleh
Pi
= Pengaruh jumlah rit ke-i
Eij
= Galat dari jumlah rit ke-i, dan ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji F. Hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut : H0 = Jumlah rit/pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap tingkat kepadatan tanah H1 = Jumlah rit/pemberian serasah berpengaruh terhadap tingkat kepadatan tanah Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah : F hitung ≤ F tabel, maka terima H0 F hitung ≥ F tabel, maka terima H1
29
2. Pengaruh Kepadatan tanah/Jalan Sarad forwarder Terhadap Pertumbuhan Tanaman Persamaan umum rancangan acak lengkapnya adalah sebagai berikut : Y(ij) = U + Pi + Eij Dimana : Y(ij) = Respon pertumbuhan tanaman pada faktor perlakuan ke-i, ulangan ke-j U
= Rata-rataan umum dari data yang diperoleh
Pi
= Pengaruh perlakuan ke-i
Eij
= Galat dari perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji F. Hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut : H0
= Perlakuan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap respon pertumbuhan tanaman.
H1
= Perlakuan
yang
berbeda
berpengaruh
terhadap
respon
pertumbuhan tanaman. Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah : F hitung ≤ F tabel, maka terima H0 F hitung ≥ F tabel, maka terima H1
30
Studi Literatur
Penyusunan Proposal
Penentuan Lokasi Penelitian
Pengambilan Data Lapangan
Pemetaan Pola Jalan Sarad forwarder
Penanaman Acacia mangium, Swietenia macrophylla, dan Gmelina arborea
Penentuan Titik-titik Pengambilan Data Kepadatan Tanah
Pengukuran Data Kepadatan Tanah
Pengukuran Kepadatan Tanah Pada Jalur Serasah, Jalur Tanpa Serasah, Dan Tanah Kontrol
Pengambilan Data Respon Pertumbuhan Tanaman
Analisis Laboratorium
Kerapatan Massa Tanah, Kadar Air, Porositas dan Sifat fisik Tanah
Berat Kering Tanaman, dan NPA
Pengolahan dan Analisis Data Tanah dan Tanaman
Gambar 5. Bagan Alur Langkah Kerja Penelitian
31
IV. KONDISI UMUM LOKASI A. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah PT. Musi Hutan Persada (MHP) merupakan hasil kerjasama antara PT. Enim Musi Lestari dan satu perusahaan BUMN Inhutani V. Secara geografis PT. Musi Hutan Persada ini terletak pada 03o00’- 04o20’ LS dan 103o10’104o30’ BT. Areal konsesi PT. MHP terdiri atas tiga (3) Kelompok Hutan (KH) masing-masing Subanjeriji, Benakat dan Martapura. Untuk kebutuhan pengelolaan hutan, areal tersebut dibagi ke dalam wilayah, unit, blok, sub blok dan petak. Petak adalah unit manajemen terkecil dari HTI PT. MHP. Tabel 1. Batas Areal Kerja Tiap Kelompok Hutan Batas
KH Benakat
KH Subanjeriji
KH Martapura
Utara
HP
Pemukiman
HP
Selatan
HP/HPK
HPT/HP, S.Enim
HPK, S. Komering
Barat
HP
Pemukiman, S.Enim
HP
Timur
HP
Pemukiman
HPK, S. Komering
Ket: HP = Hutan Produksi tetap, HPK = Hutan Produksi Konversi, HPT = Hutan Produksi Terbatas
Luas HPHTI PT. MHP berdasarkan SK Departemen Kehutanan No. 626/Kpts-II/1992 dan rekomendasi Gubernur Propinsi Sumatra Selatan No. 522 Tanggal 16 Juni 1995 adalah 407.224 ha, yang terdiri dari 343.190 ha dari SK Departemen Kehutanan dan 64.034 ha dari rekomendasi Gubernur Propinsi Sumatra Selatan. Sedangkan luas areal efektif untuk hutan tanaman, sarana dan prasarana, serta areal koservasi hanya sekitar 300.000 Ha. Kondisi awal areal HTI PT. MHP adalah padang alang-alang, belukar tua dan lahan hutan bekas tebangan yang merupakan ciri dari perladangan berpindah dengan pembakaran berulang dan tanpa pengelolaan tanaman. Kondisi tersebut menyebabkan erosi yang berkepanjangan dan pengurasan unsur hara tanah. Hutan alam yang ada ditebang dan yang tinggal hanya sekelompok hutan saja seperti sepanjang lebung, sungai, dan aliran air yang masih di bawah tutupan vegetasi alami yang kemudian dijadikan sebagai kawasan konservasi.
32
B. Topografi Bentuk lahan di HPHTI Musi Hutan Persada berkisar dari datar hingga bergelombang dengan kemiringan dari 0-25 %. Setiap kelompok hutan (KH) mempunyai luasan yang berbeda berdasarkan kemiringannya, hal itu dapat dilihat pada Tabel 2. Ketinggian berkisar antara 100-400 mdpl. Tabel 2. Luasan Kelompok Hutan Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan Kelas kelerengan
KH Benakat
KH Subanjeriji
KH Martapura
(%)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
Datar (0-8)
6.572
22.831
6.799
Landai (8-15)
191.343
79.667
18.636
2.948
10.351
8.289
Agak curam(15-25) C. Geologi dan Jenis Tanah
Jenis tanah pada HPHTI PT. MHP umumnya didominasi oleh tanah podsolik merah kuning (ultisol). Tanah jenis ini dicirikan dengan pH yang rendah dan kandungan liat yang tinggi. Tabel 3. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Nomor 1
2
3
4
5
Parameter Tekstur : - Pasir - Debu - Liat pH - H2O - KCl Kandungan Zat Organik : - C-organik - N-total Kandungan Mineral: - Ca - Mg -K - Na Kapasitas Tukar Kation
Nilai Berliat 13,24 % 32,63 % 54,13 % 4,39 3,44 2,06 % 0,25 % 1,29 0,73 0,21 0,29 15,27
me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g
Sumber : Hasil Analisis Tanah di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Keterangan : Berdasarkan hasil analisis tanah di laboratorium diketahui bahwa jenis tanah di lokasi penelitian adalah podsolik merah kuning (ultisol).
33
D. Hidrologi Areal konsesi termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Musi dan beberapa sungai utama di areal konsesi yaitu Sungai Lengi, Niru, Uwal, Rambang, Keruh dan Semangus. Untuk daerah KH Benakat termasuk dalam DAS Musi dengan Sub DAS-nya adalah Sub DAS Sungai Kikim, Keruh, Semangus, dan Lematang. Untuk KH Subanjeriji termasuk dalam DAS Musi dan Sub DAS Lematang, Ogan, Komering dan untuk KH Martapura termasuk dalam DAS Musi dan Sub DAS Ogan dan Komering. E. Iklim Curah hujan rata-rata tiap bulan pada wilayah HPHTI MHP adalah 241 mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi Schmidt Ferguson, 1952 dalam HPHTI PT. MHP termasuk tipe iklim A. Pada bulan basah curah hujan >100 mm/bulan, dan hujan hampir terjadi sepanjang tahun. Rata-rata suhu harian adalah 2930oC dan kelembaban rata-rata harian adalah 70 %. F. Kondisi vegetasi hutan Kegiatan PT. MHP dimulai sejak awal tahun 1990 dan pada musim tanam 1996/1997 telah menyelesaikan sekitar 193.500 Ha dan sebagian besar adalah Acacia mangium. Target PT. MHP adalah menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri pulp/bubur kayu dengan kapasitas olah sebesar 2.1 juta meter kubik kayu untuk menghasilkan 450.000 ton pulp putih per tahun. Tanaman ini dipilih sebagai tanaman utama karena jenis ini diangap sebagai tanaman yang memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah yang baik, cepat tumbuh dan rotasi yang pendek, mudah penanganannya baik di persemaian maupun di lapangan, pembungaan dan produksi benih yang cepat dan aman terhadap penyakit dan hama yang serius. Acacia mangium berasal dari benih dan diproduksi di persemaian. Pada awalnya PT. MHP menggunakan benih sembarang yang ada di sekitar HTI, tetapi selanjutnya PT. MHP menggunakan benih unggul hasil dari program pemuliaan pohon. Jarak tanam yang digunakan adalah 3x3 m, 3x2 m, 4x3 m, dan 4x2 m, dan jarak tanam standar adalah jarak 3x3 m.
34
HTI PT. MHP sangat berdekatan dengan pengguna lahan lainnya. Terdapat banyak kebun rakyat dan beberapa kebun kelapa sawit yang besar, perladangan, dan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak serta pertambangan batu bara. Daerah konsesi PT. MHP sudah terbuka sejak lama. Selain dari kawasan yang efektif itu, pada kawasan lindung dan kawasan konservasi dibiarkan tumbuh vegetasi yang tadinya adalah sisa-sisa dari peladangan berpindah pada masa lalu yang berada pada sempadan sungai yaitu seluas 4.100 ha pada KH Benakat, 1.325 ha pada KH Subanjeriji, dan 651 ha pada KH Martapura. Untuk hutan konservasi sebagai pelindung plasma nutfah dan satwa liar seluas 60.854 ha pada KH Benakat, 5.750 ha pada KH Subanjeriji dan 13.770 ha pada KH Martapura. KH Benakat (Wilayah II Benakat) secara geografis terletak pada 103°10’ - 104° BT dan 3°00’ - 3°40’ LS. Untuk kegiatan operasional, KH Benakat dibagi menjadi 9 unit, 32 blok dan 105 sub blok. KH Benakat termasuk dalam sub DAS Keruh, Musi/Kikim, Semangus dan Lematang. KH Benakat berada pada ketinggian 100-400 mdpl. Sebagian besar areal KH Benakat berdasarkan kelas kelerengannya termasuk dalam kelas kelerengan landai (8-15 %) yaitu sekitar 191.343 ha. Keadaan tanah di KH Benakat didominasi oleh asosiasi podsolik merak kekuningan dan coklat serta podsolik kekuningan serta coklat kekuningan.
35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemetaan Pola Jalan Sarad Penelitian dilakukan di setting IX Blok Teras yang merupakan areal kerja dari Unit VIII Tebing Indah Wilayah II Benakat PT. Musi Hutan Persada. Dari informasi, diketahui bahwa luas setting IX adalah 10,4 hektar. Jenis tanamannya adalah Acacia mangium. Umur tanaman yang dipanen adalah 8 tahun dengan jarak tanam 3x3 m.
Proses penyaradan dilakukan sekitar 2 bulan setelah
penebangan selesai. Pengamatan dilakukan mulai dari awal penyaradan (forwarder memasuki setting) sampai proses penyaradan selesai (forwarder keluar dari setting). Forwarder yang digunakan adalah 6-Wheel Forwarder Timberjack 1010D. Kegiatan penyaradan dilakukan oleh PT. HALIDA selaku kontraktor penyaradan. Proses penyaradan dengan forwarder dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Penyaradan Dengan Menggunakan Forwarder 1010D
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyaradan dengan menggunakan forwarder merupakan sistem penyaradan terencana dan terpola, dimana forwarder dalam menyarad sortimen kayu melewati tumpukan serasah (jalur sarad) yang telah disiapkan sebelumnya pada saat penebangan. Salah satu tujuan dari sistem ini adalah untuk meminimalkan dampak negatif dari penggunaan alat berat penyaradan yaitu berupa pemadatan tanah.
Proses
36
penyaradan dimulai dari ujung jalur sarad dan sortimen kayu disarad ke TPn yang berada di sekitar tepi jalan angkutan. Untuk rit selanjutnya, forwarder cenderung mengikuti jejak tapak roda dari rit penyaradan sebelumnya.
Sortimen kayu
disarad per jalur sarad dan baru pindah ke jalur sarad selanjutnya setelah semua sortimen kayu di jalur tersebut selesai disarad. Sistem penyaradan di PT. MHP menggunakan dua unit forwarder yang bekerja sekaligus dalam satu setting dan setiap unit forwarder dioperasikan oleh dua orang operator yang bekerja berdasarkan shift (shift 1 jam 07.00 - 15.00 dan shift 2 jam 16.00 - 23.00). Sedangkan pada setting IX (lokasi penelitian) hanya menggunakan satu unit forwarder karena faktor keterbatasan jumlah unit forwarder yang dimiliki oleh kontraktor sarad). Setiap operator dapat menyarad kayu sekitar 7 rit untuk shift 1 dan 5 rit untuk shift 2. Pemetaan pola jalur sarad forwarder dilakukan hanya pada siang hari yaitu jam 07.00 - 18.30.
Untuk
memetakan proses penyaradan pada malam hari (jam 18.30 – 23.00) dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari operator sarad, berdasarkan pengamatan jejak tapak roda forwarder dan berdasarkan jarak (membandingkan dengan jarak tiap rit pada kegiatan penyaradan siang hari). Lebar jalur sarad adalah ± 5 meter dan jarak antar jalur sarad berkisar antara 13,5 meter sampai 15 meter. Jalur sarad terpanjang adalah ± 290 meter dan diperlukan 8 rit (jarak tiap rit adalah ± 36 meter) untuk menyarad semua sortimen kayunya ke TPn. Jumlah rit rata-rata yang diperlukan untuk menyarad semua sortimen kayu tiap jalur sarad adalah 7 rit untuk jalur sarad yang tegak lurus dengan TPn dan 3 rit untuk jalur sarad yang sejajar dengan TPn. Potensi tegakan diperkirakan 100 m3/ha yang setara dengan 10 rit penyaradan. Setiap 1 rit penyaradan diasumsikan 10 m3. Untuk setting dengan luas 10,4 hektar diperkirakan potensi kayunya sekitar 1000 m3.
Jumlah rit maksimum yang
diterima jalur sarad adalah 28 rit dan areal di sekitar TPn terlewati forwarder lebih dari 30 rit. Hal ini dikarenakan ada salah satu jalur sarad yang berfungsi sebagai jalur utama/koridor. Jumlah rit total yang diperlukan untuk menyarad semua sortimen kayu dari setting IX adalah 108 rit. Berdasarkan hasil pengukuran data di lapangan (data terlampir), pola jalur sarad forwarder dapat dilihat seperti pada Gambar 7.
37
PETA POLA JALUR SARAD FORWARDER
Arah Penyaradan
Informasi setting : Tanaman : A. mangium Jarak Tanam : 3x3 m Potensi : 100 m3/Ha Lebar Jalur Sarad : ± 5 m Jarak Antar Jalur Sarad : 13,5 -15 m • Luas Setting : 10,4 Ha • Luas TPn : 1100 m2 • • • • •
38
Skala 1 : 2.000 Gambar 7. Pola Jalur Sarad Forwarder
Pada Gambar 7. di atas terlihat ada dua pola jalur sarad, yaitu jalur sarad yang tegak lurus dengan TPn dan Jalur sarad yang hampir sejajar dengan TPn. Hal ini karena adanya area pada sisi jalan angkutan yang berupa cekungan dengan kondisi tanah yang lunak/berair sehingga kurang memungkinkan untuk dijadikan TPn dan diusahakan tidak terlewati oleh forwarder, walaupun dari kelas kelerengannya masih dikategorikan datar (kelerengan kurang dari 8 %). Dengan pola jalur sarad seperti di atas maka akan ada satu jalur yang berfungsi sebagai koridor utama.
Imbasnya jalur tersebut akan terlewati forwarder jauh lebih
banyak bila dibandingkan dengan jalur sarad yang lain. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh terhadap nilai kepadatan tanahnya. Karena semakin banyak rit yang diterima jalur sarad maka akan semakin tinggi nilai kenaikan kepadatan tanahnya. Berdasarkan pola jalur sarad yang dilewati forwarder dilapangan maka dapat dihitung luas dan persentase areal terpadatkan akibat penyaradan terhadap luas total setting, seperti yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan Luas Areal Terpadatkan Akibat Penyaradan pada Berbagai Intensitas Penyaradan.
Jumlah Rit
Luas Areal Terpadatkan (m2)
1
Persentase Luas Areal Terpadatkan (%) /rit/Luas Total Terpadatkan
/rit/Luas Total Setting
3022,86
18,32
2,91
2
2539,20
15,38
2,44
3
2297,37
13,92
2,21
4
1813,71
10,99
1,74
5
1209,14
7,33
1,16
6
967,31
5,86
0,93
7
846,40
5,13
0,81
8
967,31
5,86
0,93
9
483,66
2,93
0,47
10
544,11
3,30
0,52
>10
1813,71
10,99
1,74
Total
16504,80
100
15,87
Catatan : Luas total setting IX adalah 104.000 m2
39
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa luas areal terpadatkan (areal yang dilewati forwarder) adalah 16.504,80 m2 yaitu sekitar 16 % (15,87 %) dari luas total setting.
Areal yang dilewati forwarder sebanyak 1 rit, 2 rit dan 3 rit
merupakan area terluas yang terpadatkan yaitu sekitar 48 % dari luas total terpadatkan, luasnya berturut-turut adalah 3.022,86 m2, 2.539,20 m2, dan 2.297,37 m2. Sedangkan untuk area yang dilewati forwarder lebih dari 10 rit yaitu seluas 1.813,80 m2 atau sekitar 11 % dari luas total terpadatkan. Nilai ini lebih besar dari persentase areal terpadatkan pada rit ke-5 sampai dengan rit ke-10 karena adanya jalur sarad yang berfungsi sebagai koridor utama dan akibat manuver forwarder di sekitar TPn. Selain itu disebabkan juga karena tingginya intensitas penyaradan yang dilakukan untuk mengeluarkan kayu dari setting. Dengan menggunakan 6-wheel Forwarder Timberjack 1010D sebagai alat sarad, maka untuk menyarad kayu 1000 m3 diperlukan sekitar 100 rit. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah total rit untuk menyarad semua sortimen kayu di Setting IX adalah 108 rit. Persentase areal terpadatkan pada penelitian ini (16 %) lebih kecil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2003) di PT. Inhutani II Kalimantan Selatan. Kurniawan melakukan pengamatan pada dua areal yaitu Areal A dengan luas 2,4 ha dan Areal B dengan luas 2,09 ha. Persentase areal terpadatkan pada Areal A adalah 20 % dan Areal B adalah 24 % dari luas total areal.
40
4045H-115SAE gross hp
Sumber : www.timberjack.com/products/forwarder/1010D.htm
Gambar 8. Spesifikasi Forwarder 1010D
B. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan Perkembangan sistem pemanenan hutan dan kemajuan teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Walaupun memiliki beberapa kelebihan, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan terutama dalam penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak traktor akan mengkibatkan pemadatan tanah.
Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan
41
partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain (Markwick, 1944 dalam Matangaran, 1992). Kepadatan tanah akibat penyaradan dengan menggunakan traktor sangat berhubungan erat dengan ground pressure yang diterima tanah. Semakin besar ground pressure yang diterima tanah maka akan semakin intensif pemadatan yang dialami tanah. Ground pressure yang dihasilkan oleh ban 6-wheel Forwarder Timberjack 1010D adalah sebesar 7,8 psi 54 kPA untuk ban depan dan 4,2 psi 29 kPA untuk ban belakang pada saat tidak bermuatan. Ground pressure pada saat bermuatan adalah 7,8 psi 54 kPA untuk ban depan dan 11,5 psi 79 kPA untuk ban belakang. Dimensi ban depan dan belakang forwarder 1010D adalah 600x34 dan 600x26,5 (www.timberjack.com). Untuk mengetahui intensitas kenaikan kepadatan tanah akibat penyaradan dengan menggunakan forwarder 1010D maka dilakukan pengukuran nilai kerapatan limbak tanah pada setiap intensitas penyaradan (rit) pada bekas jalur sarad forwarder. Contoh tanah diambil pada tiga tingkat kedalaman yaitu lapisan permukaan 0-5 cm, kedalaman 5-10 cm dan kedalaman 10-15 cm dengan 10 kali ulangan. Sebagai kontrol, diambil contoh tanah pada tanah yang tidak dilewati forwarder (tanah tidak terusik). Sedangkan untuk melihat pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah di jalur sarad, maka diambil juga contoh tanah pada bekas jalur sarad tanpa serasah. Contoh tanah diambil tepat pada bekas tapak roda kiri dan tapak roda kanan forwarder. Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah proses penyaradan selesai. Pada jalur sarad yang menggunakan serasah, contoh tanah diambil tiap rit hingga rit 10 dan diambil juga contoh tanah untuk intensitas penyaradan lebih dari 10 rit. Sedangkan pada jalur sarad tanpa serasah, contoh tanah diambil tiap rit hingga intensitas penyaradan 5 rit. Sedangkan untuk rit 6, 7, 8, 9, 10 dan >10 tidak dilakukan pengambilan contoh tanah untuk tiap ritnya karena setelah proses penyaradan selesai hampir tidak ada tanah bekas lintasan forwarder yang terlewati lebih dari 5 rit pada bekas jalur sarad. Untuk mewakili intensitas penyaradan lebih dari 5 rit pada jalur tanpa serasah, contoh tanah diambil di sekitar TPn. Hal ini karena sebagian besar area tanpa serasah yang dilalui forwarder lebih dari 5 rit berada di sekitar TPn (tidak di jalur sarad).
42
Tabel 5. Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Tanah Kontrol (0 rit) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
>10
Kedalaman Contoh Tanah (cm) 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15
Kerapatan Massa Tanah Rata-rata (g/cm3) 1,29 1,33 1,34 1,40 1,44 1,44 1,46 1,48 1,47 1,49 1,50 1,49 1,52 1,52 1,54 1,53 1,55 1,55 1,53 1,56 1,55 1,55 1,55 1,55 1,56 1,55 1,56 1,55 1,57 1,56 1,57 1,56 1,56 1,61 1,59 1,60
Porositas Tanah Rata-rata (%) 51,41 49,99 49,28 48,22 46,90 46,98 44,84 44,13 44,63 43,80 43,56 43,91 42,80 42,77 41,99 42,35 41,70 41,36 42,34 41,07 41,54 41,69 41,67 41,54 41,19 41,60 41,01 41,32 40,64 41,30 40,87 41,06 41,05 39,20 39,86 39,79
.
43
Tabel 6. Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Tanah Kontrol (0 rit) 1
2
3
4
5
>5*
Kedalaman Contoh Tanah (cm) 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15 0–5 5 – 10 10 – 15
Kerapatan Massa Tanah Rata-rata (g/cm3) 1,29 1,33 1,34 1,44 1,45 1,44 1,48 1,48 1,49 1,53 1,52 1,54 1,57 1,56 1,56 1,58 1,57 1,57 1,58 1,58 1,59
Porositas Tanah Rata-rata (%) 51,41 49,99 49,28 45,73 45,12 45,50 44,20 43,97 43,69 42,27 42,59 41,99 40,92 41,06 41,10 40,42 40,77 40,91 40,52 40,39 40,18
Keterangan : *Untuk rit >5, contoh tanah diambil di sekitar TPn.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepadatan tanah meningkat seiring dengan kenaikan intensitas penyaradan. Hal ini terlihat dengan naiknya nilai kerapatan massa tanah untuk setiap rit yang diterima tanah baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah.
Terjadi kenaikan kerapatan massa tanah yang
signifikan pada intensitas penyaradan 1 rit. Nilai kerapatan massa tanah pada tanah kontrol pada lapisan permukaan 0-5 cm, kedalaman 5-10 cm, dan kedalaman 10-15 cm berturut-turut adalah 1,29 g/cm3, 1,33 g/cm3 dan 1,34 g/cm3. Nilai ini meningkat pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 1,40 g/cm3, 1,44 g/cm3 dan 1,44 g/cm3 pada jalur serasah dan 1,44 g/cm3, 1,45 g/cm3 dan 1,44 g/cm3 pada jalur tanpa serasah. Kerapatan massa tanah terus meningkat hingga rit kelima baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah dan kenaikannya cenderung konstan untuk rit selanjutnya. Lapisan permukaan 0-5 cm
44
mengalami peningkatan kerapatan massa tanah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kedalaman 5-10 cm dan kedalaman 10-15 cm. Hal ini disebabkan karena lapisan permukaan tanah 0-5 cm adalah lapisan paling pertama dan paling banyak menerima beban langsung bila dibandingkan dengan lapisan berikutnya sehingga mengalami proses pemadatan yang lebih intensif. Distribusi gaya berat dalam tanah yang sebagian menyebar ke arah sisi menyebabkan tanah pada lapisan yang lebih dalam menerima gaya pemadatan yang lebih sedikit (Matangaran, 1992). Kenaikan nilai kepadatan tanah, secara grafis dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Kerapatan Massa Tanah (g/cm3)
1.7 1.6 1.5 0-5 cm
1.4
5-10 cm 1.3
10-15 cm
1.2 1.1 1.0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
>10
Intensitas Penyaradan (rit)
Gambar 9.
Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman
Kerapatan Massa Tanah (g/cm3)
1.7 1.6 1.5 0-5 cm
1.4
5-10 cm 1.3
10-15 cm
1.2 1.1 1.0 0
1
2
3
4
5
10
Intensitas Penyaradan (rit)
Gambar 10. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman
45
Tabel 7. Analisis Ragam Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Tingkat Kepadatan Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman. Sumber Keragaman
Ftabel
Fhitung
Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di jalur serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di jalur sarad tanpa serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di jalur serasah dan tanpa serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm
0,01
0,05
14,767** 9,837** 8,268**
2,47 2,47 2,47
1.91 1.91 1.91
16,190** 12,889** 11,244**
3,12 3,12 3,12
2,25 2,25 2,25
9,354** 6,953** 8,318**
3,17 3,17 3,17
2,29 2,29 2,29
Keterangan: **) Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 99 %.
Hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa pengaruh intensitas penyaradan (rit) terhadap kenaikan kepadatan tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa serasah berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 %. Peningkatan intensitas penyaradan (rit) berbanding lurus dengan tingkat kepadatan tanah, dimana semakin banyak jumlah rit yang diterima tanah maka nilai kepadatan tanah semakin meningkat. Dari hasil analisis ragam tersebut maka dilakukan uji lanjut untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh jumlah rit terhadap tingkat kepadatan tanah, dan uji yang digunakan adalah uji beda nyata Duncan. Tabel 8. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
6
7
9
8
10
>10
α = 0,01
46
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit), (3 dengan 4, 5, 6 rit), serta (7 dengan 8, 9 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2 dan 3 rit), (4 dengan 5, 6, 7, 9 rit) serta 8 dengan 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 9. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
7
8
10
6
9
>10
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), (4 dengan 5, 7, 8 rit), serta (10 dengan 6 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2, 3 dan 4 rit), serta (5 dengan 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 10. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
>10
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), dan (5 dengan 6, 7, 8, 9, 10 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (0, dengan 1 rit), (2 dengan 3 rit) serta (4 dengan 5, 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 11. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan(rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit), serta (4 dengan 5, >5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
47
Tabel 12. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 13. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (3 dengan 4, 5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit) serta 4 dengan 5, >5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Dari uji beda nyata Duncan di atas terlihat bahwa kepadatan tanah sudah berbeda nyata dengan kontrol semenjak rit pertama penyaradan baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah.
Setelah rit ke-4 dan seterusnya nilai
kepadatan tanah cenderung konstan (tidak berbeda jauh dengan kepadatan tanah pada rit ke-4). Kecenderungan ini disebabkan karena kondisi tanah yang telah padat karena telah dilewati forwarder beberapa kali sehingga pori-pori tanah semakin mengecil dan semakin berkurangnya kadar air tanah (15 - 16 %). Finney et.al. (1993) menyatakan bahwa tanah yang kering sulit untuk terpadatkan.
48
Tabel 14. Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kepadatan Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah Jalur Sarad
R2 (%)
Model Regresi
Jalur Serasah - Kedalaman 0-5 cm Y = - 0,0027X2 - Kedalaman 5-10 cm Y = - 0,0027X2 - Kedalaman 10-15 cm Y = - 0,0026X2 Jalur Tanpa Serasah - Kedalaman 0-5 cm Y = - 0,0062X2 - Kedalaman 5-10 cm Y = - 0,0049X2 - Kedalaman 10-15 cm Y = - 0,0046X2 Keterangan : Y = Kerapatan Limbak Tanah (g/cm3) X = Intensitas Penyaradan (rit)
Meningkatnya
nilai
kepadatan
+ 0,0512X + 1,3366 + 0,0472X + 1,3685 + 0,0457X + 1,3743
90,71 90,87 92,60
+ 0,0867X + 1,3202 + 0,0172X + 1,3537 + 0,0677X + 1,3644
95,40 95,06 96,74
tanah
akibat
penyaradan
akan
menyebabkan berkurangnya porositas tanah. Dengan adanya tekanan traktor pada tanah, elemen tanah akan tertekan sampai mencapai keseimbangan baru, sebagai akibatnya tanah menjadi padat dan kerapatan limbak tanahnya bertambah. Kepadatan adalah penyebab kerusakan fisik tanah. Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan udara kecil, sehingga porositas tanah rendah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Sedangkan model hubungan antara intensitas penyaradan dengan porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 15.
55 50
Porositas (%)
45 40 0 - 5 cm
35
5 - 10 cm
30
10 - 15 cm
25 20 15 10 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
>10
Intensitas Penyaradan (rit)
Gambar 11.
Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah pada Tiga Kedalaman
49
Porositas Tanah (%)
55 50 45
0-5 cm 5-10 cm 10-15 cm
40 35 30 0
1
2
3
4
5
10
Intensitas Penyaradan (rit)
Gambar 12. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah pada Tiga Kedalaman Tabel 15. Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah Jalur Sarad
Model Regresi
Jalur Serasah - Kedalaman 0-5 cm Y - Kedalaman 5-10 cm Y - Kedalaman 10-15 cm Y Jalur Tanpa Serasah - Kedalaman 0-5 cm Y - Kedalaman 5-10 cm Y - Kedalaman 10-15 cm Y Keterangan : Y = Porositas Tanah (%) X = Intensitas Penyaradan (rit)
R2 (%)
= 0,1094X2 - 2,0478X + 49,985 = 0,1080X2 - 1,8946X + 48,778 = 0,1045X2 - 1,8371X + 48,563
91,86 92,58 93,93
= 0,2323X2 – 3,2724X + 50,182 = 0,1848X2 – 2,6869X + 48,919 = 0,1735X2 – 2,5530X + 48,513
95,40 95,06 96,74
Porositas tanah pada tanah kontrol adalah 51,41 % pada lapisan permukaan tanah dan
49,99 % pada kedalaman 5-10 cm serta 49,28 % untuk
kedalaman 10-15 cm. Nilai tersebut menurun menjadi 40,87 % pada lapisan permukaan dan 41,06 % pada kedalaman 5-10 cm serta 41,05 % untuk kedalaman 10-15 cm pada intensitas penyaradan 10 rit pada jalur serasah, dan nilai ini terus menurun untuk rit penyaradan selanjutnya. Penurunan ini lebih besar lagi pada jalur sarad tanpa serasah, karena nilai kenaikan kepadatan tanah pada jalur tanpa serasah juga lebih besar.
50
Tabel 16. Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan terhadap Porositas Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman. Sumber Keragaman
Fhitung
Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur sarad tanpa serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur serasah dan tanpa serasah - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm
Ftabel 0,01
0,05
14,883** 10,435** 8,240**
2,47 2,47 2,47
1.91 1.91 1.91
16,261** 13,796** 11,734**
3,12 3,12 3,12
2,25 2,25 2,25
9,498** 6,803** 8,625**
3,17 3,17 3,17
2,29 2,29 2,29
Keterangan:**) Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 99 %.
Hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa pengaruh intensitas penyaradan terhadap porositas tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa serasah berpengaruh sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 %. Peningkatan intensitas penyaradan berbanding terbalik dengan tingkat porositas tanah, dimana semakin tinggi jumlah rit maka nilai porositas tanah semakin menurun. Dari hasil analisis ragam tersebut dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh intensitas penyaradan terhadap porositas tanah. Tabel 17. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
6
7
9
8
10
>10
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit), (3 dengan 4, 5, 6 rit), serta (7 dengan 8, 9 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2 dan 3 rit), (4 dengan 5, 6, 7, 9 rit) serta 8 dengan 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
51
Tabel 18. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
7
8
10
6
9
>10
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), (4 dengan 5, 7, 8 rit), serta (10 dengan 6 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2, 3 dan 4 rit), serta (5 dengan 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 19. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
>10
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), dan (5 dengan 6, 7, 8, 9, 10 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (0, dengan 1 rit), (2 dengan 3 rit) serta (4 dengan 5, 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 20. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan(rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit), serta (4 dengan 5, >5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
52
Tabel 21. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 22. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah Intensitas Penyaradan (rit) Rataan α = 0,05
0
1
2
3
4
5
>5
α = 0,01 Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (3 dengan 4, 5 rit) tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit) serta 4 dengan 5, >5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas terlihat bahwa pada intensitas penyaradan rit pertama, nilai porositas tanah sudah berbeda nyata dengan kontrol pada setiap kedalaman baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Nilai porositas tanah cenderung konstan setelah intensitas penyaradan 4 rit .
Untuk melihat sejauh mana pengaruh pemberian serasah di jalan sarad terhadap kenaikan nilai kepadatan tanah dan penurunan nilai porositas tanah maka dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 23.
53
Tabel 23. Analisis Ragam Pengaruh Penggunaan Serasah terhadap Tingkat Kepadatan dan Porositas Tanah. Sumber Keragaman Pengaruh Serasah terhadap kepadatan tanah Rit 1 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 2 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 3 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 4 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 5 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm
Fhitung
1,326 0,208 0,044 0,241 0,210 0,599 1,142 0,443 1,929 1,210 1,305 0,331 0,000 0,000 0,000
Sumber Keragaman Pengaruh Serasah Terhadap Porositas tanah Rit 1 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 2 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 3 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 4 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm Rit 5 - Kedalaman 0-5 cm - Kedalaman 5-10 cm - Kedalaman 10-15 cm
Fhitung
1,425 0,191 0,036 0,216 0,003 0,524 1,114 0,456 2,040 1,211 1,383 0,500 0,000 0,000 0,000
Ftabel (0,05 : 1 ; 18 ) = 4,41 (0,01 : 1 ; 18 ) = 8,29
Berdasarkan hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa tingkat kepadatan tanah dan porositas tanah pada jalur sarad yang menggunakan serasah dengan tidak menggunakan serasah tidak berbeda nyata (Fhitung < Ftabel), berarti pada penelitian ini serasah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan tanah dan porositas tanah. Kenaikan nilai kerapatan massa tanah pada jalur serasah dan jalur tanpa serasah pada rit 1 sampai rit kelima pada kedalaman 0-5 cm hanya berbeda 0,03-0,05 g/cm3 dan cenderung konstan untuk rit selanjutnya. Sedangkan untuk kedalaman 5-10 cm dan 10-15 cm hampir tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti (0,01-0,02 g/cm3), terkecuali pada rit kelima pada kedalaman 10-15 cm perbedaan kerapatan massa tanah adalah 0,05 g/cm3. Hal ini berhubungan dengan kondisi serasah yang diberikan dijalur sarad.
54
Pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa serasah tidak diatur rapi dan kondisi serasah sebelum proses penyaradan dilakukan sudah mengering dan pada saat dilewati forwarder untuk rit pertama dan kedua penyaradan, serasah mulai hancur karena tidak mampu menahan beban yang ditimbulkan oleh forwarder. Sebagian dari serasah di jalur sarad bergeser ke kiri dan ke kanan jalur sarad ketika dilewati forwarder karena ada cabang dan ranting pohon dengan diameter lebih dari 8 cm yang tidak dipotong-potong. Mengeringnya serasah sebelum proses penyaradan dikarenakan oleh suhu di lokasi penelitian yang tinggi karena bertepatan dengan musim kering. Selain hal di atas, jumlah dan ketebalan serasah merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan serasah untuk menahan beban dari forwarder. Koshi dan Fryrear (1973) mengadakan penelitian tentang efek dari lintasan traktor, pemberian serasah (mulch) dan konfigurasi tempat tumbuh benih pada tanah. Serasah terdiri dari tiga ukuran yaitu 0,56; 11,2 dan 22,4 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serasah besar dari 11,2 ton/ha secara signifikan
menurunkan
nilai
kepadatan
tanah,
meningkatkan
hydroulic
conductivity, porositas tanah, kandungan bahan organik tanah pada lintasan traktor pada kedalaman 15 cm. Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan udara kecil, sehingga porositasnya rendah. Air dan udara sukar bergerak melalui tanah, karena hanya sedikit pori-pori yang berukuran besar.
Penyediaan air dan oksigen untuk
pertumbuhan tanaman sangat erat kaitannya dengan jumlah dan ukuran pori-pori tanah. Menurunnya porositas tanah akibat pemadatan tanah akan memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman.
C. Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat Untuk melihat pengaruh pemadatan tanah terhadap respon pertumbuhan tanaman, maka dilakukan penanaman semai di bekas jalur sarad forwarder yaitu pada tanah yang terlewati 3 rit penyaradan. Penanaman semai juga dilakukan di tanah yang tidak dilalui oleh forwarder, yang digunakan sebagai kontrol. Jenis tanaman yang ditanam adalah jenis cepat tumbuh (fast growing species) sebanyak
55
tiga jenis yaitu Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea. Bibit diperoleh dari persemaian Unit VI Lubuk Guci wilayah II Benakat. Umur bibit yang di tanam adalah Acacia mangium berumur 10 bulan dan Swietenia macrophylla serta Gmelina arborea berumur 14 bulan. Proses penanaman dilakukan dengan sistem tugal, yaitu melubangi tanah dengan kayu. Lubang tanam dibuat seukuran dengan panjang akar. Respon pertumbuhan yang diamati meliputi pertambahan tinggi, pertambahan panjang akar, serta berat kering akar dan pucuk. Pengamatan dilakukan selama dua bulan semenjak penanaman. Sedangkan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman hanya penyiraman pada satu minggu pertama penanaman dan diusahakan tidak menggganggu kondisi tanah serta pemeliharaan dari hama jika diperlukan. Penyiraman terpaksa dilakukan karena kondisi lingkungan sangat kering sebab waktu penelitian bertepatan dengan musim kering. Tabel 24. Rata-rata Respon Pertumbuhan Semai pada Tanah Kontrol dan Tanah Padat Respon Pertumbuhan Semai
Acacia mangium
Swietenia macrophylla Tanah Tanah Kontrol Padat 0,75 0,56
Tinggi (cm)
Tanah Kontrol 2,14
Tanah Padat 1,49
Akar (cm)
3,45
2,84
1,57
NPA
2,197
2,343
1,544
Gmelina arborea Tanah Kontrol 1,37
Tanah Padat 1,17
1,27
2,66
1.76
1,50
0,745
0.86
Keterangan : Tinggi = Selisih antara tinggi akhir semai dengan tinggi awal semai Akar = Selisih antara panjang akar akhir dengan panjang akar awal semai NPA = Nisbak pucuk dan akar * Tinggi awal semai diukur pada saat penanaman (tepat pada saat semai selesai ditanam). * Panjang akar awal semai diukur sebelum proses penanaman dengan cara membandingkan dengan semai lain yang mempunyai ukuran/dimensi yang sama dengan semai yang akan ditanam. * Tinggi akhir dan panjang akar akhir semai diukur setelah tanaman dipanen yaitu 2 bulan setelah penanaman. * Bulk density untuk tanah kontrol adalah 1,32 g/cm3 * Bulk density untuk tanah padat (rit ke-3) adalah 1,49 g/cm3
56
Berdasarkan pengamatan, terlihat respon tinggi semai terbesar yaitu pada jenis Acacia mangium, berturut-turut yaitu 2,14 cm pada tanah kontrol dan 1,49 cm di bekas jalan sarad forwarder, sedangkan pertambahan tinggi terkecil yaitu pada jenis Swietenia macrophylla yaitu 0,75 cm pada tanah kontrol dan 0,56 cm pada bekas jalur sarad forwarder. Pertambahan panjang akar terbesar juga pada jenis Acacia mangium yaitu 3,45 cm pada tanah kontrol dan 2,84 cm pada bekas jalur sarad forwarder, sedang pertambahan panjang akar terkecil terjadi pada jenis Swietenia macrophylla yaitu 1,57 cm pada tanah kontrol dan 1,27 cm pada bekas jalur sarad forwarder. Untuk nilai nisbah pucuk dan akar (NPA), nilai terbesar adalah jenis Acacia mangium sebesar 2,197 pada tanah kontrol dan 2,343 pada bekas jalur sarad forwarder. NPA terkecil yaitu Gmelina arborea sebesar 0,745 pada tanah kontrol dan 0,86 pada bekas jalur sarad forwarder. Dari pengamatan terlihat bahwa pertumbuhan tanaman di tanah yang tidak terlewati oleh forwarder cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan tanah bekas jalur sarad forwarder. Dari hal diatas terlihat bahwa Acacia mangium dapat tumbuh lebih baik bila dibandingkan dengan Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea baik di tanah kontrol maupun di tanah bekas jalur sarad forwarder. Hal ini adalah karena Acacia mangium adalah salah satu jenis tanaman pionir yang mempunyai tingkat kemampuan tumbuh yang tinggi. Acacia mangium tumbuh dengan baik pada tanah yang tererosi, bebatuan, tanah miskin hara mineral dan juga pada cuaca yang tinggi atau tanah aluvial. Di Queensland tanaman ini secara umum ditemukan pada tanah ultisol masam dan hanya jarang terdapat pada tanah yang terbentuk dari batuan dasar. Di Pulau Seram (Indonesia) jenis ini dilaporkan tumbuh pada tanah ultisol (podsolik merah kuning) (National Research Council, 1983).
57
Tabel 25. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Tanaman di Tanah Tak Terusik (Kontrol) dan Jalur Sarad Sumber Keragaman
Fhitung
Acacia mangium - Tinggi - Panjang Akar - BKb - BKa - NPA Swietenia macrophylla - Tinggi - Panjang Akar - BKb - BKa - NPA Gmelina arborea - Tinggi - Panjang Akar - BKb - BKa - NPA *)
Ftabel 0,01
0,05
1,335 0,744 0,015 2,319 0,146
8,29 8,29 8,29 8,29 8,29
4,41 4,41 4,41 4,41 4,41
0,921 0,517 0,233 0,505 0,019
8,29 8,29 8,29 8,29 8,29
4,41 4,41 4,41 4,41 4,41
0,490 6,091* 0,037 0,045 0,386
8,29 8,29 8,29 8,29 8,29
4,41 4,41 4,41 4,41 4,41
berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
Keterangan : Tinggi = Selisih antara tinggi akhir semai dengan tinggi awal semai Panjang Akar = Selisih antara panjang akar akhir dengan panjang akar awal semai BKb = Berat kering pucuk BKa = Berat kering akar NPA = Nisbak pucuk dan akar Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh jalan sarad (tanah terpadatkan) terhadap respon pertumbuhan ketiga jenis tanaman terlihat bahwa tanah bekas jalan sarad forwarder tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hampir semua respon yang diamati, kecuali pada respon pertambahan panjang akar Gmelina arborea. Tanah bekas jalur sarad forwarder (tanah terpadatkan) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar Gmelina arborea pada taraf kepercayaan 95 %. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 13, 14, dan 15.
58
5
4
3
Jalur Sarad Tanah Kontrol
2
Gambar 13.
Berat Kering Akar (g)
Berat Kering Pucuk (g)
Pertambahan panjang akar (cm)
Pertambahan tinggi (cm)
0
Nisbah Pucuk Akar
1
Respon Pertumbuhan Rata-rata Acacia mangium pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik
5 4 Jalur Sarad
3
T anah Kontrol
2
Nisbah Pucuk Akar
Berat Kering Akar (g)
Berat Kering Pucuk (g)
Pertambahan tinggi (cm)
0
Pertambahan panjang akar (cm)
1
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Rata-Rata Swietenia macrophylla Pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik
59
5
4
3
Jalur Sarad Tanah Kontrol
2
Nisbah Pucuk Akar
Berat Kering Akar (g)
Berat Kering Pucuk (g)
Pertambahan panjang akar (cm)
0
Pertambahan tinggi (cm)
1
Gambar 15. Respon Pertumbuhan Rata-rata Gmelina arborea pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pertambahan pertumbuhan ketiga jenis tanaman yang ditanam sangat kecil baik di tanah tidak terusik maupun di tanah bekas jalur sarad forwarder. Hal ini disebabkan karena kondisi kepadatan tanah yang cukup tinggi dan porositas tanah yang rendah serta rendahnya kandungan unsur hara tanah. Penelitian Matangaran (1992), memperlihatkan bahwa nilai kritis kerapatan limbak tanah terhadap pertumbuhan benih adalah 1,4 g/cm3, sedangkan kerapatan limbak tanah 1,3 g/cm3 sudah memberikan respon yang jelek terhadap pertumbuhan benih. Pada penelitian ini kerapatan limbak tanah untuk tanah kontrol saja sudah mencapai 1,29 g/cm3 pada kedalaman 0-5 cm, sedangkan untuk tanah bekas jalur sarad forwarder pada intensitas penyaradan 3 rit sudah mencapai 1,49 g/cm3 untuk kedalaman 0-5 cm. Tentu saja hal ini akan memberikan respon yang jelek terhadap pertumbuhan. Semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka porositas tanah akan semakin kecil, sehingga kemampuan tanah untuk mendistribusikan air serta nutrisi tanaman akan terganggu. Tanah yang padat akan membatasi penetrasi akar tanaman.
Penetrasi akar yang terhambat akan
mengakibatkan berat, volume dan panjang akar tanaman menurun (Hamzah, 1983). Sementara itu, Hasckaylo (1960), Kramer dan Kozlowski (1960, Grable dan Siemer (1968), Champion dan Barley (1996) dalam Poerwowidodo (1992),
60
menyatakan tanah yang padat mengurangi kapasitas menyekap air, mengurangi kandungan udara dan memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara dan hara, seperti pengecilan matra daun dan batang, pemendekan ruas batang, pembesaran pangkal batang, pemudaran warna hijau daun dan pengguguran daun lebih dini sehingga tanaman berpenampilan kerdil dan memperlihatkan bentuk reset. Hal di atas sedikit tergambar dalam penelitian ini.
Gambar 16. Lokasi Penanaman Tanaman Acacia mangium
61
Gambar 17. Lokasi Penanaman Tanaman Swietenia macrophylla
Gambar 18. Lokasi Penanaman Tanaman Gmelina arborea
62
Gambar 19.
Respon Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.
Gambar 20.
Respon Pertumbuhan Tanaman Swietenia macrohylla pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman
63
Gambar 21.
Respon Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea Pada Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.
64
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sistem penyaradan dengan menggunakan forwarder di HTI merupakan proses penyaradan terpola, dimana kayu disarad per jalur sarad dan forwarder mengikuti pola jalur sarad yang telah direncanakan. Penyaradan dengan sistem ini mengakibatkan ± 16 % dari luas total setting pemanenan mengalami peningkatan kepadatan tanah. Nilai kepadatan tanah semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya intensitas penyaradan. Peningkatan nilai kepadatan tanah akibat penyaradan berdampak pada penurunan nilai porositas tanah. Pemberian serasah di jalur sarad tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kepadatan tanah dan porositas tanah. Pertumbuhan tanaman di bekas jalur sarad yang dilewati forwarder cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman di tanah yang tidak dilewati forwarder. Analisis sidik ragam yang dilakukan terhadap pengaruh tanah bekas jalur sarad yang dilewati forwarder hanya memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon panjang akar semai Gmelina arborea.
B. Saran Mengingat adanya jalur sarad yang terlewati lebih dari 10 rit bahkan mencapai 28 rit, maka disarankan adanya perencanaan pola jalur sarad yang lebih terpola dan ramah lingkungan dan tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi dan topografi saja.
65
DAFTAR PUSTAKA Abbas. 1990. Mempelajari Pemadatan Tanah Karena Operasi Alat dan Mesin Pertanian pada Budidaya Tebu di PG. Cinta Manis, Sumatera Selatan. PTP XXI-XXII (Persero). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Al-Rasyid, H dan Mangsud. 1973. Percobaan Permudaan Alam Mahoni (Swietenia spp.) di Kelompok Hutan Tanaman Ngraho dan Tobo. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Al-Rasyid, H. 1991. Faktor Kualitas Lahan Pembatas untuk Pertumbuhan Gmelina arborea Linn. Buletin Penelitan Hutan No. 540: 1-23. Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1964. The Nature and Properties of Soil. The Mc Millan Company, New York. Conway, S. 1976. Logging Practices. Miller Freeman Publication, Inc. New York Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah. (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Direktorat Reboisasi dan Rehabililtasi. 1980. Pedoman Pembuatan Tanaman Kehutanan. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Elias. 1980. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Gaultney, Z. ; G. W. Kruiz; G. C. Stenhardt and J. B. Lijedahl. 1982. Effect of Soil Compaction on Corn Yield Trans, of ASAE 25 (3) : 563. Greacen, E. L. and R. Sands. 1980. Compaction of Forest Soil Australian Journal of Soil Research. Volume 18 No 2. P: 163-189. Hamzah, Z. 1983. Ilmu Tanah Hutan. Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Medityatama Sarana Perkasa. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II (Terjemahan). Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.
66
Hillel, D. 1980. Soil and Water. Physical and Principles and Processes. Academic, Press. New York. Jorge, J. A., R. S. Mansell, F. M. Rhoads, S. A. Bloom, and L. C. Hammond. 1992. Compaction of Fallow Sandy Loam Soil by Tractor Tires. Soil. Sci. Williams and Wilkins. Vol. 1534 : 322-330. Juta, E. H. P. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. N. V. Timun Mas. Jakarta. Kasmudjo. 1990. Beberapa Sifat Kayu Gmelina dan Kemungkinan Pengembangannya. Duta Rimba 16 (119-120) : 3-8 Koshi, P. T and D. W. Fryrear. 1973. Effect of Traffic, Surfase Mulch, and Seedbed Configuratin on Soil Properties. Soil. Sci. Soc. Amer. Proc. Vol. 37 : 758 - 762. Kurniawan, A.D. 2003. Pengaruh Penyaradan Kayu Oleh Forwarder Terhadap Kepadatan Tanah Di PT. Inhutani II Kalimantan Selatan Unit Stagen Sub Unit HTI Semaras. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak Diterbitkan. Kusuma, I. D. 1989. Uji Cepat Viabilitas Benih Swietenia macrophylla King dengan Menggunakan Sinar-X. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak Diterbitkan. Lumintang, T. M. dan I. Hidayat. 1982. Pengaruh Pembedaan dan Intensitas Lalu lintas Traktor Terhadap kepadatan Tanah (Soil Compaction) Serta Distribusinya Menurut Kedalaman Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lamb, A. F. A. 1968. Gmelina arborea, A Fast Growing Timber Tree of The Lowland Tropics. Department of Forestry Commonwealth Forestry Institute, Univercity Oxford. Oxford. Lutz, J. H., and R. F. Chandler. 1946. Forest soil. John Wiley and Sons, New York. Mahyew, J. E. dan A. C. Newton. 1998. The Silviculture of Mahogany. Biddles Ltd. Guildford and King’s Lynn. Great Britanian. Martawijaya, A. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I, Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Matangaran, J.R, 1992. Pengaruh Intensitas Penyaradan Kayu Oleh Traktor Berban Ulat Terhadap Pemadatan Tanah Dan Pertumbuhan Kecambah Meranti (Shorea selanica BL) Dan Jeunjing (Paraserianthes falcataria Nielson). Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.
67
Matangaran, J.R., R.S. Suprapto, D. Tinambunan dan S. Manan. 1995. Pengaruh Intensitas Penyaradan Kayu oleh Traktor Berban Ulat Terhadap Pemadatan tanah dan pertumbuhan kecambah. Jurnal penelitian Hasil hutan. Vol. VIII No. 1. hal 29 - 34. National Research Council. 1983. Mangium and Other Fast Growing Acacias for The Humid Tropics. National Academy Press. Washington, D. C. Nicholson, D. I. 1981. The Natural Occurrence and Conservation Status of Acacia mangium Wild In Australia. Technical Note No. 5. Department of Forestry, Queensland. Australia. Noltes, A. C. 1926. Swietenia macrophylla Jack dan Swietenia macrophylla King. Pengumuman No. 15. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik tanah. Usaha Offset Printing. Surabaya. Ruslan, M. 1979. Pengaruh Jalan Sarad Terhadap Erosi dan Run Off di Kesatuan Usaha PT. Inhutani II6 Stagen P. Laut Kalimantan selatan. Skripsi Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Risdanarti, Y. 1999. Pengaruh Kepadatan Tanah, Media Tumbuh dan Cendawan Ektomikoriza Terhadap Pertumbuhan semai Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Sambas, S. 1994. Tinjauan Tingkat Perubahan dan Pemulihan Sifat fisik Tanah Podsolik pada Bekas Jalan Sarad Traktor. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Samingan, T. 1982. Dendrologi. PT. Gramedia. Jakarta. Simmons. C. F. 1951. Northeastern Loggers Hand Book. Northeastern Forest Experiment Station Forest Service. Washington. Smith, M. J. 1992. Mekanika Tanah (Soil Mechanics). Erlangga. Jakarta. Soedarmo, D. H. dan D. Prayoto. 1985. Fisika Tanah Dasar. Bagian Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeriaegara, I. dan A. Indrawan. 1985. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Solihin, H. Z. 1995. Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Beban Rantai Terhadap Pemadatan Tanah Dan Erosi Tanah di Jalan Sarad. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.
68
Suparto, R. S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakutas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutisna, U., Purnadjaja dan Titi Kalima. 1998. Pedoman Pengelolaan Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan PROSEA. Bogor. Tinambunan. 1987. Pentingnya Peningkatan Usaha Pengendalian Gangguan Lingkungan Dalam Pengusahaan Hutan. Duta Rimba XIII (83 - 84) : 11 -15. Tiryana, T. 1997. Penerapan Metode Plot Tidak Permanen Dengan Teknik Penarikan Contoh Berulang. Dalam Pendugaan Pertumbuhan Tegakan Mahoni (S. Macrophylla King) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak Diterbitkan. United Tractors. 1993. Teknologi Baru dalam Pemanenan Kayu. PT. United Tractor. Jakarta. Wackerman, A. E. 1949. Harvesting Timber Crops. Company. Inc. New YorK.
C. Graw Hill Book
Wronski, E. B. 1984. Impact of Tractor Thinning Operation on Soil and Tree Roots in a Karri Forest, Weatern Australia. Aust. For. Res., 14 : 319 – 332.
69
70
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian PETA LOKASI PENELITIAN
PT. MUSI HUTAN PERSADA WIL. II BENAKAT UNIT VIII TEBING INDAH BLOK TERAS
Lokasi Penelitian Setting IX
U Skala 1 : 100.000
70
Lampiran 2. Data Pengukuran Pola Jalan Sarad Forwarder Jalur Sarad A
Rit 1
2
3
4
5
6
Azimut ( °) Titik Ikat (0°) 243 199 160 155 163 150 163 344 330 343 337 355 175 154 163 153 163 342 333 342 338 354 174 155 164 154 342 330 341 354 173 157 162 332 341 352 177 158 162 333 341 352 169 154 162 333 342
Jarak Datar (m)
Jalur Sarad
Rit 7
95 11,5 31 29,5 116 24 42 41,2 26 115 28 30 31 30 105 35 17 17,2 36,5 108 31 32 32 28 106 34 34 109 25 31 29 29,5 82 33 31 32 32 29,5 53,5 52,5 30 29 30 28,5 26,5 27 28
8
B
1
2
3
4
Azimut ( °) 352 171 154 334 350 170 151 332 356 87 157 135 180 162 158 334 343 359 315 336 280 102 157 134 180 163 158 334 342 0 315 336 280 102 157 135 180 162 158 334 342 0 315 336 278 110 157 135
Jarak Datar (m) 29 29 28 28 29 27,8 6,1 6,5 30,5 9 19 7 9 45 157 157,5 44,5 9 7 20 9,4 9,5 20 7 9 46 128 128 46 9,2 7 20,5 8,5 9 20 7 9 45 103 103 45 9 7 20 10 10 20,5 7
71
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
5
6
7
8
Azimut ( °) 180 162 158 334 342 0 315 336 300 120 157 135 180 162 156 336 342 0 315 336 322 142 157 135 180 162 156 336 342 0 315 336 334 144 157 135 180 162 146 326 342 0 315 336 0 180 157 135 180 162 342 0
Jarak Datar (m) 9,5 44,5 76 76 45 9 7 20 9 10 20 7 8 45 49 49 45 8 7 19 12 12 19 7 8 45 21 21 45 8 7,5 19 11 11 20 7 8 37 8 8 7 8 7 20 11 11 20 7 8 17 17 8
Jalur Sarad
Rit
9
C
1
2
3
4
5
6
Azimut ( °) 315 336 348 168 157 337 0 62 76 139 168 348 319 257 76 139 168 158 238 348 319 256 76 138 168 158 238 348 319 255 76 138 168 158 238 348 319 256 76 138 168 158 238 348 319 255 76 138 168 158 238 348
Jarak Datar (m) 7 20 12 12 21 21 11 6 8 18 22 22 18 9 9 18 36 198 198 36 18 7 7 18 36 164 164 36 18 7 7 18 36 134 134 36 18 9 9 18 36 106 106 36 18 9 9 18 36 73 73 36
72
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
7
8
D
1
2
3
4
Azimut ( °) 319 256 76 138 168 158 238 348 319 256 76 138 168 158 238 348 319 256 65 135 165 345 315 345 65 135 165 152 332 345 315 245 65 135 165 152 332 345 315 245 65 135 153 165 152 149 90 270 329 332 345 333
Jarak Datar (m) 18 9 9 18 36 42 42 36 18 8 9 18 36 13 13 36 18 7 26 5 34 34 5 25 20 5 50 14 14 50 5 20 20 5 50 47 47 50 5 20 25 5 49 73 33 96 8 8 96 33 73 49
Jalur Sarad
Rit
5
6
7
8
E
1
Azimut ( °) 315 245 139 168 135 165 152 159 339 332 345 315 348 319 139 168 135 165 152 159 339 332 345 315 348 319 139 168 135 165 152 159 339 332 345 315 348 319 139 168 135 165 152 332 345 315 348 319 139 168 135 165
Jarak Datar (m) 5 20 17 36 47 26 33 70 70 33 26 47 36 16 16 36 47 26 33 36 36 33 26 47 36 16 16 36 47 26 33 10 10 33 26 47 36 16 16 36 47 26 13 13 26 47 36 16 16 36 47 26
73
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
2
3
4
5
Azimut ( °) 152 159 116 160 115 295 340 296 339 332 345 315 348 319 139 168 135 165 152 159 116 340 296 345 333 315 245 90 153 165 116 160 340 296 345 333 315 90 153 165 116 160 340 296 345 333 315 135 153 165 116 160
Jarak Datar (m) 33 58 26 14 11 11 14 26 58 33 26 47 36 16 16 36 47 26 33 58 26 118 27 44 51 5 12 13 50 44 27 89 89 27 44 50 11 11 50 44 26 57 57 26 44 50 7 7 50 44 26 23
Jalur Sarad
Rit
6
7
8
9
F
1
2
3
4
5
Azimut ( °) 340 296 345 333 315 73 160 340 253 73 160 340 253 73 160 340 253 73 160 81 314 270 90 134 160 340 298 270 90 134 160 90 270 340 314 270 90 134 160 340 314 270 90 134 160 340 314 270 90 134 160 340
Jarak Datar (m) 23 26 44 50 7 19 116 116 17 16 86 86 16 16 53 53 13 13 19 9 23 8 8 39 19 31 28 7 7 39 217 8 8 217 39 7 7 39 187 187 39 7 7 39 152 152 39 7 7 39 120 120
74
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
6
7
G
1
2
3
4
5
Azimut ( °) 314 270 90 134 160 340 314 270 90 134 160 340 314 270 90 134 108 160 340 288 314 253 73 134 108 160 90 270 340 288 314 253 73 134 108 160 340 288 314 270 60 134 108 160 340 319 340 314 134 160 340 314
Jarak Datar (m) 39 7 7 40 88 88 39 9 9 39 58 58 39 9 7 39 24 24 24 24 39 19 19 39 24 173 15 15 173 24 39 15 15 39 24 131 131 24 39 5 5 39 24 122,5 31,5 57 50 43 82 63 63 82
Jalur Sarad
Rit 6
H
1
2
3
4
I
1
2
Azimut ( °) 134 160 340 314 134 119 153 121 301 333 299 314 134 160 110 160 180 0 340 290 340 314 134 160 110 160 90 270 340 333 299 314 134 119 153 101 281 333 299 314 241 238 171 139 160 340 319 351 50 230 171 139
Jarak Datar (m) 82 31 31 82 82 18 43 13 13 43 18 82 82 67 25 46 7 7 46 25 66 80 82 67 25 26 6 6 26 72 18 82 82 18 73 12,5 12,5 73 18 82 32 53 24 12,5 183 183 12,5 24 16 16 24 12,5
75
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
3
4
5
6
7
J
1
Azimut ( °) 160 340 319 351 50 230 171 139 160 340 319 351 50 230 171 139 160 340 319 351 50 230 171 139 160 340 319 351 50 230 171 139 160 340 319 351 50 230 171 139 319 351 50 230 171 139 160 180 160 340 0 340
Jarak Datar (m) 152 152 12,5 24 16 16 24 12,5 123 123 12,5 24 16 16 24 12,5 91 91 12,5 24 16 16 24 12,5 62,5 62,5 12,5 24 13 13 24 12,5 29 29 12,5 24 13 13 24 11 11 24 13 13 24 12,5 123 45 18 18 45 123
Jalur Sarad
Rit
2
3
4
5
6
7
8
K
1
Azimut ( °) 0 180 192 162 155 335 342 12 0 180 192 162 155 335 342 12 0 180 192 162 342 12 0 180 192 158 338 12 0 180 192 158 238 340 42 222 160 340 42 222 160 230 180 0 49 229 180 160 146 180 160 180
Jarak Datar (m) 43 43 29 75 61 61 75 29 43 43 29 75 29 29 75 29 43 43 29 74 74 29 43 43 29 45 45 29 43 43 29 15 31 38 29 29 39 39 29 29 9,5 12 8 25,5 15 15 33 93 12,5 9 56 6,5
76
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
2
3
4
5
6
1
1
Azimut ( °) 0 340 0 326 340 0 49 209 160 162 189 180 160 340 0 9 342 340 29 209 160 162 189 180 160 340 0 49 229 180 160 340 0 49 229 180 160 340 0 49 209 180 160 340 0 29 229 180 226 46 0 49
Jarak Datar (m) 6,5 56 9 12,5 93 33 15 9,5 58 52 25 9 40 40 9 25 52 58 9 9 58 52 25 9 11,5 126 33 15 15 33 95 95 33 16 16 33 64 64 33 17 23 17 32 32 17 24,5 28 10 30,5 30,5 10 29
Jalur Sarad
Rit 2
3
9
1
8
1
2
7
1
Azimut ( °) 229 180 226 46 0 49 229 180 226 46 0 49 209 180 160 226 180 0 46 340 0 29 209 180 160 180 226 46 0 9 340 29 209 160 162 189 180 226 46 0 9 342 340 29 209 180 160 180 226 46 0
Jarak Datar (m) 29 10 95 95 10 29 29 10 63 63 10 29 23 24 148 28 8 8 28 148 24 23 23 24 112,5 18 65 65 27,5 31 112 5,5 5,5 48 53 26 27 34 34 27 26 53 48 5 16 28 93 15 99 99 15
77
Lampiran 2. (Lanjutan) Rit
Jalur Sarad
2
3
6
1
2
3
Azimut ( °) 340 0 29 209 180 160 191 226 46 11 340 0 29 209 180 160 191 226 46 11 340 0 180 160 180 201 220 235 226 46 55 40 21 0 340 0 180 160 180 201 220 235 226 46 55 40 21 0 340 0 180 160
Jarak Datar (m) 93 34 5,5 5,5 34 93 19 61 61 19 93 34 5 5 34 92,5 28 29 29 28 92,5 37 37 92,5 18 6 35 17 66 66 17 35 6 18 92,5 37 37 92,5 18 6 35 17 36 36 17 35 6 18 92,5 36 36 92,5
Jalur Sarad
Rit
4
5
1
2
3
Azimut ( °) 180 201 220 235 226 46 55 40 21 0 340 0 180 160 180 201 220 40 21 0 340 0 327 209 160 180 201 239 223 43 59 21 0 340 29 209 160 180 202 239 223 43 59 22 0 340 29 209 160 180 202 239
Jarak Datar (m) 18 6 35 17 8 8 17 35 6 18 92,5 36 36 92,5 18 6 28 28 6 18 92,5 25 9 12 69 22 13 55 79 79 55 13 22 63 12 12 68,5 22,5 13 55 48 48 55 13 22,5 68,5 10 10 69 22 13 39
78
Lampiran 2. (Lanjutan) Rit
Jalur Sarad
4
4
1
2
3
4
Azimut ( °) 59 22 0 340 29 209 160 180 202 226 46 340 270 226 46 0 340 29 180 160 180 226 217 236 56 37 46 0 340 0 160 180 160 180 266 86 0 340 0 340 180 160 180 226 46 0 340 0 180 160 180 226
Jarak Datar (m) 39 13 22 69 9 9 70 24,5 5 9,5 9,5 17 3,8 15 26 18 55,5 9 26 34 18 87,5 29 33 33 29 87,5 18 34 25 11 24 29 17 116,5 116,5 17 29 24 11 25 37 17 87 87 17 37 25 25 37 17 56
Jalur Sarad
3
Rit
1
2
3
2
1
2
Azimut ( °) 46 0 340 0 180 170 199 226 46 19 350 0 180 170 199 226 46 19 350 0 180 170 199 226 46 19 350 0 180 198 221 239 219 226 180 0 46 39 59 41 18 0 180 198 221 239 219 226 180 0 46 39
Jarak Datar (m) 56 17 37 25 25 32 7 35 35 7 32 24 24 32 7 71 71 7 32 24 24 32 7 105 105 7 32 24 24 20,5 31 22 31 29 7 7 29 31 22 31 20,5 23 23 20 31 22 30,5 16 27 27 16 30,5
79
Lampiran 2. (Lanjutan) Jalur Sarad
Rit
3
4
5
Azimut ( °) 59 41 18 0 180 198 221 239 219 39 0 46 0 180 198 226 46 18 0 180 198 226 46 18 0 270
Jarak Datar (m) 22 31 20 21 21 20 31 22 28 28 24,5 57 15 32,5 13 45 45 13 31 31 13 14 14 13 30 9
Jalur Sarad
Rit
Azimut ( °)
Jarak Datar (m)
Keterangan : Titik Ikat : Persimpangan Jalan Angkutan (Diasumsikan Azimutnya 0°) Luas Setting Pemanenan : 10,4 ha Lebar jalur sarad : 5 m Jarak Jalur Sarad Dengan Jalur Sarad Selanjutnya :13,5 - 15 m Jalur sarad terpanjang : 290 m Kelas Kelerengan :Datar (kurang dari 8 %)
80
Lampiran 4 Hasil Kerapatan Massa tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Tanah Tidak Terusik (kontrol) Data Kepadatan Tanah pada Tanah Tidak Terusik (Kontrol) Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) Ka1 145,33 99,51 120,08 21,03 Ka2 161,18 99,36 128,56 25,37 Ka3 150,95 99,51 126,47 19,36 Ka4 147,95 99,36 124,50 18,84 Ka5 158,13 99,51 135,90 16,36 0-5 Ka6 165,68 99,36 138,85 19,32 Ka7 149,38 99,51 127,54 17,12 Ka8 151,09 99,36 120,26 25,64 Ka9 157,09 99,51 125,63 25,04 Ka10 152,37 99,36 132,52 14,98 Rata - rata
5 - 10
Kb1 Kb2 Kb3 Kb4 Kb5 Kb6 Kb7 Kb8 Kb9 Kb10
160,94 150,54 161,67 155,30 163,34 154,51 158,18 161,96 155,00 151,10
20,30 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
136,72 125,58 141,20 131,25 136,63 126,40 127,88 131,15 132,32 127,08
Rata - rata
10 -15
Kc1 Kc2 Kc3 Kc4 Kc5 Kc6 Kc7 Kc8 Kc9 Kc10
167,59 158,49 172,24 149,72 174,55 165,21 153,93 167,00 151,55 152,11 Rata - rata
134,20 130,70 145,05 124,05 146,12 137,52 128,46 141,73 121,21 128,54
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,21 1,29 1,27 1,25 1,37 1,40 1,28 1,21 1,26 1,33
Porositas Tanah (%) 54,46 51,17 52,04 52,72 48,46 47,27 51,63 54,33 52,36 49,67
1,55
1,29
51,41
17,72 19,87 14,49 18,33 19,55 22,24 23,69 23,50 17,14 18,90 19,54
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,46 1,62 1,52 1,49 1,59 1,67 1,50 1,52 1,58 1,53
1,61 1,52 1,62 1,57 1,64 1,56 1,59 1,64 1,55 1,53 1,58
24,88 21,26 18,75 20,69 19,46 20,14 19,83 17,83 25,03 18,34 20,62
1,37 1,27 1,42 1,33 1,37 1,28 1,28 1,33 1,33 1,29 1,33
1,69 1,59 1,73 1,50 1,76 1,66 1,55 1,68 1,53 1,53 1,62
48,29 52,05 46,60 49,89 48,33 51,74 51,64 49,92 49,96 51,48 49,99
1,35 1,31 1,46 1,24 1,47 1,38 1,29 1,42 1,22 1,29 1,34
49,02 50,53 44,90 53,04 44,52 47,94 51,20 46,35 53,96 51,34 49,28
82
Lampiran 5 Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 1 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S1a1 168,88 99,51 142,03 18,90 S1a2 149,84 99,36 129,89 15,36 S1a3 166,20 99,51 133,20 24,77 S1a4 159,36 99,36 140,11 13,74 S1a5 164,77 99,51 142,51 15,62 0-5 S1a6 159,77 99,36 137,00 16,62 S1a7 169,54 99,51 146,46 15,76 S1a8 164,26 99,36 140,44 16,96 S1a9 154,20 99,51 132,15 16,69 S1a10 170,08 99,36 150,72 12,85 Rata - rata
5 - 10
S1b1 S1b2 S1b3 S1b4 S1b5 S1b6 S1b7 S1b8 S1b9 S1b10
171,93 164,59 171,36 159,56 172,08 168,27 164,72 149,22 179,59 157,63
99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
145,14 141,87 150,06 137,57 146,66 139,97 143,46 125,34 160,95 136,56
Rata - rata
10 -15
S1c1 S1c2 S1c3 S1c4 S1c5 S1c6 S1c7 S1c8 S1c9 S1c10
178,09 156,54 167,79 169,65 165,56 164,25 160,36 149,25 169,00 180,41
Rata - rata
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
158,50 127,06 148,50 147,39 142,25 136,83 136,64 127,57 149,26 154,31
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,70 1,51 1,67 1,60 1,66 1,61 1,70 1,65 1,55 1,71
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,43 1,31 1,34 1,41 1,43 1,38 1,47 1,41 1,33 1,52
Porositas Tanah (%) 46,14 50,67 49,49 46,79 45,96 47,97 44,46 46,66 49,89 42,76
16,73
1,64
1,40
48,22
18,46 16,02 14,19 15,98 17,33 20,22 14,82 19,05 11,58 15,43
1,72 1,67 1,72 1,61 1,72 1,70 1,65 1,51 1,80 1,59
1,45 1,44 1,50 1,39 1,47 1,42 1,44 1,27 1,61 1,38
45,11 45,83 43,25 47,47 44,53 46,56 45,74 52,14 39,13 47,86
16,31
1,67
1,44
46,9
12,36 23,20 12,99 15,11 16,38 20,04 17,36 17,00 13,22 16,91
1,79 1,57 1,69 1,70 1,67 1,65 1,61 1,50 1,70 1,81
1,60 1,27 1,49 1,48 1,43 1,37 1,38 1,28 1,50 1,55
39,79 51,90 43,59 44,21 45,99 48,21 48,10 51,71 43,30 41,59
16,46
1,67
1,44
46,98
83
Lampiran 5 (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 2 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S2a1 173,68 99,51 146,30 18,72 S2a2 176,22 99,36 150,17 17,35 S2a3 166,22 99,51 145,48 14,26 S2a4 161,05 99,36 140,24 14,84 S2a5 167,57 99,51 140,31 19,43 0-5 S2a6 180,51 99,36 149,11 21,06 S2a7 170,56 99,51 142,56 19,64 S2a8 181,84 99,36 158,54 14,69 S2a9 177,32 99,51 143,27 23,77 99,36 137,50 17,28 S2a10 161,26 Rata - rata
5 - 10
S2b1 S2b2 S2b3 S2b4 S2b5 S2b6 S2b7 S2b8 S2b9 S2b10
177,54 180,05 162,75 173,16 179,09 172,23 166,85 158,67 170,35 185,25
18,10 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
148,40 155,56 134,52 151,50 153,04 140,77 142,94 141,65 141,47 160,28
Rata - rata
10 -15
S2c1 S2c2 S2c3 S2c4 S2c5 S2c6 S2c7 S2c8 S2c9 S2c10
176,22 165,65 183,59 181,68 155,21 167,55 180,55 171,55 171,51 166,03
Rata - rata
151,40 139,90 154,30 158,34 130,35 141,97 145,68 149,64 147,21 141,42
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,47 1,51 1,46 1,41 1,41 1,50 1,43 1,60 1,44 1,38
Porositas Tanah (%) 44,52 42,97 44,83 46,74 46,79 43,37 45,94 39,79 45,67 47,78
1,73
1,46
44,84
19,64 15,74 20,98 14,30 17,02 22,34 16,73 12,02 20,42 15,58 17,48
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,75 1,77 1,67 1,62 1,68 1,82 1,71 1,83 1,78 1,62
1,78 1,82 1,63 1,75 1,79 1,74 1,67 1,61 1,71 1,87 1,74
16,39 18,41 18,98 14,74 19,07 18,02 23,94 14,64 16,51 17,40 17,81
1,49 1,57 1,35 1,53 1,53 1,42 1,43 1,43 1,42 1,62 1,48
1,77 1,66 1,85 1,82 1,56 1,68 1,82 1,72 1,73 1,67 1,73
43,88 40,60 49,13 42,15 42,12 46,25 45,94 45,91 46,50 38,80 44,13
1,52 1,40 1,55 1,59 1,31 1,42 1,47 1,50 1,48 1,42 1,47
42,49 47,04 41,39 40,06 50,50 46,26 44,66 43,36 44,08 46,47 44,63
84
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 3 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S3a1 175,86 99,51 149,50 17,63 S3a2 157,22 99,36 137,36 14,46 S3a3 175,24 99,51 147,90 18,49 S3a4 162,62 99,36 144,40 12,62 S3a5 170,25 99,51 143,31 18,80 0-5 S3a6 181,76 99,36 157,18 15,64 S3a7 171,56 99,51 145,66 17,78 S3a8 177,33 99,36 147,29 20,40 S3a9 179,36 99,51 153,99 16,47 99,36 154,26 17,39 S3a10 181,08 Rata - rata
5 - 10
S3b1 S3b2 S3b3 S3b4 S3b5 S3b6 S3b7 S3b8 S3b9 S3b10
182,37 175,62 158,95 178,22 181,33 177,90 168,22 169,46 180,11 169,32
16,97 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
156,45 153,10 131,60 145,90 156,32 152,28 149,37 142,15 155,71 142,37
Rata - rata
10 -15
S3c1 S3c2 S3c3 S3c4 S3c5 S3c6 S3c7 S3c8 S3c9 S3c10
177,10 164,31 160,47 180,71 179,06 184,77 181,19 176,55 175,44 160,59
Rata - rata
146,46 145,80 133,25 156,80 152,58 162,24 153,56 143,23 149,69 135,76
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,50 1,38 1,49 1,45 1,44 1,58 1,46 1,48 1,55 1,55
Porositas Tanah (%) 43,31 47,83 43,91 45,16 45,65 40,30 44,76 44,06 41,60 41,41
1,74
1,49
43,80
16,56 14,71 20,78 22,15 16,00 16,82 12,62 19,21 15,67 18,93 17,35
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,77 1,58 1,76 1,64 1,71 1,83 1,72 1,78 1,80 1,82
1,83 1,78 1,59 1,80 1,82 1,80 1,69 1,71 1,81 1,71 1,75
20,92 12,69 20,42 15,25 17,35 13,89 17,99 23,26 17,20 18,29 17,73
1,57 1,55 1,32 1,48 1,57 1,54 1,50 1,44 1,56 1,44 1,50
1,78 1,65 1,62 1,81 1,80 1,85 1,82 1,77 1,77 1,61 1,75
40,83 41,54 50,23 44,29 40,88 41,86 43,51 45,72 41,11 45,64 43,56
1,47 1,46 1,34 1,57 1,54 1,63 1,55 1,44 1,51 1,36 1,49
44,36 44,81 49,38 40,65 42,06 38,59 41,67 45,78 43,14 48,61 43,91
85
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 4 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S4a1 174,19 99,51 145,10 20,05 S4a2 158,77 99,36 131,20 21,01 S4a3 181,25 99,51 160,58 12,87 S4a4 188,21 99,36 168,86 11,46 S4a5 166,36 99,51 143,54 15,90 0-5 S4a6 173,30 99,36 152,16 13,89 S4a7 177,65 99,51 156,16 13,76 S4a8 170,00 99,36 145,82 16,58 S4a9 170,06 99,51 142,25 19,55 182,68 99,36 161,67 13,00 S4a10 Rata - rata
5 - 10
S4b1 S4b2 S4b3 S4b4 S4b5 S4b6 S4b7 S4b8 S4b9 S4b10
190,22 182,77 171,25 176,15 176,01 170,89 177,21 182,55 161,63 160,09
15,81 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
163,31 155,70 141,89 153,50 159,51 145,26 156,81 160,17 138,46 131,55
Rata - rata
10 -15
S4c1 S4c2 S4c3 S4c4 S4c5 S4c6 S4c7 S4c8 S4c9 S4c10
182,57 184,33 172,87 170,35 180,85 178,01 170,68 183,30 173,01 179,21
Rata - rata
153,80 163,40 157,13 144,54 155,15 150,35 147,68 156,63 146,87 154,46
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,46 1,32 1,61 1,70 1,44 1,53 1,57 1,47 1,43 1,63
Porositas Tanah (%) 44,98 50,17 39,11 35,87 45,57 42,21 40,78 44,62 46,06 38,60
1,75
1,52
42,80
16,48 17,39 20,69 14,75 10,34 17,64 13,01 13,97 16,73 21,69 16,27
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,75 1,60 1,82 1,89 1,67 1,74 1,79 1,71 1,71 1,84
1,91 1,85 1,72 1,78 1,76 1,73 1,78 1,85 1,62 1,62 1,76
18,71 12,81 10,02 17,86 16,57 18,40 15,57 17,03 17,80 16,02 16,08
1,64 1,58 1,42 1,55 1,60 1,47 1,57 1,62 1,39 1,33 1,52
1,84 1,85 1,74 1,71 1,82 1,79 1,72 1,84 1,74 1,80 1,78
38,24 40,55 46,34 41,39 39,67 44,54 40,70 38,84 47,64 49,77 42,77
1,55 1,64 1,58 1,45 1,56 1,51 1,49 1,57 1,48 1,55 1,54
41,58 38,15 40,31 45,29 41,09 43,09 43,90 40,71 44,21 41,53 41,99
86
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 5 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S5a1 173,21 99,51 147,51 17,42 S5a2 165,28 99,36 146,50 12,82 S5a3 182,32 99,51 156,16 16,75 S5a4 172,75 99,36 152,63 13,18 S5a5 170,66 99,51 145,25 17,49 0-5 S5a6 174,05 99,36 158,36 9,91 S5a7 176,53 99,51 151,84 16,26 S5a8 180,56 99,36 146,58 23,18 S5a9 183,87 99,51 163,32 12,58 99,36 151,04 14,68 S5a10 173,21 Rata - rata
5 - 10
S5b1 S5b2 S5b3 S5b4 S5b5 S5b6 S5b7 S5b8 S5b9 S5b10
168,69 180,34 183,70 180,55 174,56 185,85 178,95 182,26 166,62 177,25
15,43 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
147,60 156,21 154,23 153,86 157,52 156,53 153,44 157,32 145,64 151,83
Rata - rata
10 -15
S5c1 S5c2 S5c3 S5c4 S5c5 S5c6 S5c7 S5c8 S5c9 S5c10
171,59 183,60 181,99 180,58 173,09 187,58 180,98 178,51 182,42 167,81
Rata - rata
151,62 164,50 161,46 151,23 150,41 153,67 155,46 156,15 158,11 143,87
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,48 1,47 1,57 1,54 1,46 1,59 1,53 1,48 1,64 1,52
Porositas Tanah (%) 44,06 44,36 40,78 42,03 44,92 39,86 42,42 44,33 38,07 42,64
1,76
1,53
42,35
14,29 15,45 19,11 17,35 10,82 18,73 16,63 15,85 14,41 16,74 15,94
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,74 1,66 1,83 1,74 1,71 1,75 1,77 1,82 1,85 1,74
1,69 1,82 1,84 1,83 1,75 1,88 1,79 1,84 1,67 1,79 1,79
13,17 11,61 12,71 19,41 15,08 22,07 16,41 14,32 15,38 16,64 15,68
1,48 1,58 1,55 1,56 1,58 1,58 1,54 1,59 1,46 1,54 1,55
1,73 1,84 1,83 1,81 1,74 1,88 1,82 1,79 1,84 1,68 1,80
44,18 40,35 41,67 41,25 40,43 40,23 41,97 39,93 44,92 42,03 41,70
1,53 1,65 1,63 1,52 1,51 1,54 1,56 1,57 1,59 1,44 1,55
42,40 37,73 38,67 42,75 42,89 41,83 40,95 40,89 39,94 45,54 41,36
87
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 6 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S6a1 167,85 99,51 138,13 21,51 S6a2 171,06 99,36 152,20 12,39 S6a3 178,85 99,51 153,25 16,70 S6a4 180,52 99,36 153,19 17,84 S6a5 176,06 99,51 156,57 12,44 0-5 S6a6 170,55 99,36 140,13 21,71 S6a7 177,36 99,51 157,13 12,88 S6a8 177,05 99,36 153,94 15,01 S6a9 181,55 99,51 152,46 19,08 182,01 99,36 162,47 12,03 S6a10 Rata - rata
5 - 10
S6b1 S6b2 S6b3 S6b4 S6b5 S6b6 S6b7 S6b8 S6b9 S6b10
177,18 184,24 182,04 161,22 186,24 180,56 183,55 180,50 169,21 185,22
16,16 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
156,20 164,50 150,25 144,53 159,64 152,75 158,43 158,85 149,35 156,29
Rata - rata
10 -15
S6c1 S6c2 S6c3 S6c4 S6c5 S6c6 S6c7 S6c8 S6c9 S6c10
184,30 188,74 179,66 175,96 168,34 180,15 182,88 171,21 167,50 177,58
Rata - rata
165,10 169,50 153,23 151,09 142,51 154,54 156,87 148,00 141,56 159,44
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,39 1,53 1,54 1,54 1,57 1,41 1,58 1,55 1,53 1,64
Porositas Tanah (%) 47,62 42,20 41,89 41,82 40,63 46,78 40,41 41,54 42,18 38,30
1,77
1,53
42,34
13,43 12,00 21,16 11,55 16,66 18,20 15,86 13,63 13,30 18,51 15,43
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,69 1,72 1,80 1,82 1,77 1,72 1,78 1,78 1,82 1,83
1,78 1,86 1,82 1,63 1,87 1,83 1,84 1,83 1,70 1,87 1,80
11,63 11,35 17,25 16,46 18,12 16,57 16,58 15,68 18,32 11,38 15,34
1,57 1,66 1,51 1,46 1,60 1,55 1,59 1,61 1,50 1,58 1,56
1,86 1,89 1,81 1,77 1,69 1,81 1,84 1,72 1,69 1,78 1,78
40,93 37,19 43,18 44,81 39,63 41,68 40,08 39,35 43,52 40,32 41,07
1,66 1,70 1,54 1,52 1,43 1,55 1,58 1,48 1,43 1,60 1,55
37,28 35,84 41,79 42,81 45,89 41,50 40,41 43,98 46,23 39,65 41,54
88
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 7 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S7a1 188,54 99,51 167,58 12,51 S7a2 189,66 99,36 159,46 18,94 S7a3 177,37 99,51 154,67 14,67 S7a4 166,62 99,36 140,10 18,93 S7a5 179,25 99,51 156,25 14,72 0-5 S7a6 169,24 99,36 146,88 15,22 S7a7 177,26 99,51 152,48 16,25 S7a8 170,82 99,36 141,67 20,58 S7a9 172,33 99,51 152,89 12,71 99,36 164,42 14,18 S7a10 187,73 Rata - rata
5 - 10
S7b1 S7b2 S7b3 S7b4 S7b5 S7b6 S7b7 S7b8 S7b9 S7b10
182,92 178,30 186,74 172,95 179,36 170,85 172,30 165,39 187,64 178,10
15,87 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
157,43 157,31 165,00 153,20 156,86 140,47 150,43 141,25 156,64 156,53
Rata - rata
10 -15
S7c1 S7c2 S7c3 S7c4 S7c5 S7c6 S7c7 S7c8 S7c9 S7c10
175,41 179,65 186,31 180,32 170,36 181,24 170,23 187,03 175,22 181,32
Rata - rata
154,59 151,45 161,60 151,90 141,56 162,05 146,65 164,57 154,66 152,70
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,68 1,60 1,55 1,41 1,57 1,48 1,53 1,43 1,54 1,65
Porositas Tanah (%) 36,45 39,44 41,35 46,79 40,75 44,22 42,18 46,20 42,02 37,56
1,79
1,55
41,69
16,19 13,34 13,17 12,89 14,35 21,63 14,54 17,09 19,79 13,78 15,68
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,89 1,91 1,78 1,68 1,80 1,70 1,78 1,72 1,73 1,89
1,83 1,80 1,87 1,75 1,80 1,73 1,73 1,67 1,88 1,80 1,79
13,47 18,62 15,29 18,71 20,35 11,84 16,08 13,65 13,30 18,74 16,00
1,58 1,59 1,65 1,55 1,57 1,42 1,51 1,43 1,57 1,58 1,55
1,77 1,80 1,88 1,81 1,71 1,82 1,71 1,88 1,76 1,82 1,80
40,46 39,93 37,60 41,50 40,68 46,36 43,11 46,07 40,76 40,23 41,67
1,56 1,52 1,63 1,52 1,42 1,63 1,48 1,65 1,56 1,53 1,55
41,28 42,67 38,61 42,50 46,25 38,66 44,29 37,70 41,25 42,20 41,54
89
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 8 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S8a1 184,66 99,51 159,23 15,97 S8a2 180,37 99,36 153,43 17,56 S8a3 169,33 99,51 148,61 13,95 S8a4 182,54 99,36 157,56 15,86 S8a5 170,50 99,51 141,21 20,74 0-5 S8a6 186,32 99,36 164,83 13,04 S8a7 174,04 99,51 150,69 15,50 S8a8 190,35 99,36 164,20 15,93 S8a9 182,81 99,51 157,52 16,05 99,36 152,34 15,14 S8a10 175,40 Rata - rata
5 - 10
S8b1 S8b2 S8b3 S8b4 S8b5 S8b6 S8b7 S8b8 S8b9 S8b10
172,31 184,44 181,33 170,63 177,99 174,38 176,57 187,00 181,55 165,33
15,97 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
154,21 162,26 156,53 151,98 152,54 143,01 151,87 158,83 165,52 140,19
Rata - rata
10 -15
S8c1 S8c2 S8c3 S8c4 S8c5 S8c6 S8c7 S8c8 S8c9 S8c10
181,30 185,74 171,59 181,65 180,22 167,06 184,66 179,91 170,87 178,80
Rata - rata
157,43 162,23 150,85 159,40 161,43 141,51 157,66 155,78 152,84 156,45
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,60 1,54 1,49 1,59 1,42 1,66 1,51 1,65 1,58 1,53
Porositas Tanah (%) 39,62 41,73 43,64 40,16 46,45 37,40 42,86 37,64 40,27 42,14
1,81
1,56
41,19
11,74 13,67 15,84 12,27 16,68 21,93 16,26 17,74 9,68 17,93 15,37
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,86 1,82 1,70 1,84 1,71 1,88 1,75 1,92 1,84 1,77
1,73 1,87 1,82 1,73 1,78 1,76 1,77 1,89 1,82 1,67 1,78
15,16 14,49 13,75 13,96 11,64 18,06 17,13 15,49 11,80 14,29 14,57
1,55 1,64 1,57 1,54 1,53 1,45 1,52 1,61 1,66 1,42 1,55
1,83 1,86 1,73 1,82 1,81 1,68 1,86 1,80 1,72 1,79 1,79
41,68 38,04 40,80 41,97 42,31 45,40 42,56 39,35 37,40 46,47 41,60
1,58 1,63 1,52 1,60 1,62 1,42 1,59 1,56 1,54 1,57 1,56
40,20 38,59 42,70 39,66 38,70 46,43 40,11 41,03 41,94 40,78 41,01
90
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 9 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S9a1 171,30 99,51 148,68 15,21 S9a2 170,31 99,36 150,33 13,29 S9a3 167,57 99,51 153,77 8,98 S9a4 181,69 99,36 153,55 18,33 S9a5 177,33 99,51 153,22 15,73 0-5 S9a6 185,85 99,36 159,06 16,84 S9a7 174,00 99,51 153,17 13,60 S9a8 178,59 99,36 150,36 18,78 S9a9 184,64 99,51 161,28 14,48 99,36 162,76 10,01 S9a10 179,05 Rata - rata
5 - 10
S9b1 S9b2 S9b3 S9b4 S9b5 S9b6 S9b7 S9b8 S9b9 S9b10
176,35 180,36 177,35 181,05 186,40 182,86 173,68 182,98 168,31 179,31
14,52 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
153,54 160,22 156,58 155,35 166,16 155,61 150,25 165,11 143,58 155,64
Rata - rata
10 -15
S9c1 S9c2 S9c3 S9c4 S9c5 S9c6 S9c7 S9c8 S9c9 S9c10
182,51 170,50 185,36 176,85 180,17 183,28 184,04 180,58 159,43 166,49
Rata - rata
161,52 146,58 167,87 148,88 157,17 164,48 159,91 158,51 137,64 145,54
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,49 1,51 1,55 1,55 1,54 1,60 1,54 1,51 1,62 1,64
Porositas Tanah (%) 43,62 42,91 41,69 41,68 41,90 39,59 41,92 42,90 38,84 38,19
1,78
1,55
41,32
14,86 12,57 13,26 16,54 12,18 17,51 15,59 10,83 17,22 15,21 14,58
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,72 1,71 1,68 1,83 1,78 1,87 1,75 1,80 1,86 1,80
1,77 1,82 1,78 1,83 1,87 1,85 1,74 1,85 1,69 1,81 1,80
13,00 16,32 10,42 18,78 14,63 11,43 15,09 13,92 15,83 14,39 14,38
1,54 1,62 1,57 1,57 1,67 1,57 1,51 1,67 1,44 1,57 1,57
1,84 1,71 1,87 1,77 1,81 1,84 1,85 1,81 1,60 1,67 1,78
41,93 38,82 40,78 40,68 37,16 40,58 43,18 36,96 45,70 40,57 40,64
1,63 1,47 1,69 1,49 1,58 1,65 1,61 1,59 1,39 1,46 1,56
38,64 44,51 36,23 43,64 40,32 37,74 39,26 40,00 47,72 44,91 41,30
91
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 10 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S10a1 185,12 99,51 156,29 18,45 S10a2 181,97 99,36 160,99 13,03 S10a3 175,40 99,51 158,23 10,85 S10a4 182,25 99,36 152,44 19,56 S10a5 171,32 99,51 143,51 19,38 0-5 S10a6 183,50 99,36 164,87 11,30 S10a7 178,06 99,51 153,43 16,06 S10a8 179,32 99,36 156,20 14,80 S10a9 163,22 99,51 146,26 11,59 99,36 165,83 13,42 S10a10 188,08 Rata - rata
5 - 10
S10b1 S10b2 S10b3 S10b4 S10b5 S10b6 S10b7 S10b8 S10b9 S10b10
178,80 180,73 182,61 184,04 176,32 183,03 180,61 168,36 181,74 176,88
14,84 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
152,60 148,14 169,20 151,56 147,77 158,24 161,16 150,32 159,59 152,55
Rata - rata
10 -15
S10c1 S10c2 S10c3 S10c4 S10c5 S10c6 S10c7 S10c8 S10c9 S10c10
178,33 184,65 176,21 172,08 185,33 181,14 162,69 188,01 179,64 182,64
Rata - rata
153,52 162,59 156,57 152,85 158,15 160,46 139,68 156,52 154,67 159,64
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,57 1,62 1,59 1,53 1,44 1,66 1,54 1,57 1,47 1,67
Porositas Tanah (%) 40,73 38,86 40,00 42,10 45,58 37,38 41,82 40,68 44,54 37,02
1,80
1,57
40,87
17,17 22,00 7,92 21,43 19,32 15,67 12,07 12,00 13,88 15,95 15,74
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,86 1,83 1,76 1,83 1,72 1,85 1,79 1,80 1,64 1,89
1,79 1,83 1,83 1,86 1,77 1,85 1,81 1,70 1,82 1,79 1,81
16,16 13,56 12,54 12,58 17,19 12,89 16,47 20,12 16,14 14,40 15,21
1,53 1,50 1,70 1,53 1,48 1,60 1,62 1,52 1,60 1,54 1,56
1,80 1,85 1,77 1,73 1,86 1,82 1,64 1,89 1,81 1,83 1,80
42,29 43,44 36,01 42,13 44,11 39,58 39,05 42,60 39,64 41,75 41,06
1,55 1,63 1,58 1,53 1,59 1,61 1,41 1,57 1,56 1,60 1,56
41,68 38,45 40,52 42,14 39,95 39,26 46,94 40,75 41,25 39,57 41,05
92
Lampiran 5. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan >10 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) S+10a1 176,93 99,51 154,16 14,77 S+10a2 184,75 99,36 163,61 12,92 S+10a3 180,25 99,51 160,58 12,25 S+10a4 192,21 99,36 168,24 14,25 S+10a5 181,23 99,51 162,32 11,65 0-5 S+10a6 172,86 99,36 152,21 13,57 S+10a7 183,99 99,51 158,62 15,99 S+10a8 185,23 99,36 159,33 16,26 S+10a9 188,91 99,51 162,54 16,22 99,36 160,52 13,80 S+10a10 182,67 Rata - rata
5 - 10
S+10b1 S+10b2 S+10b3 S+10b4 S+10b5 S+10b6 S+10b7 S+10b8 S+10b9 S+10b10
183,09 181,09 179,36 175,62 184,26 168,59 180,68 182,68 184,43 179,61
14,17 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
166,32 160,25 156,25 156,54 158,57 147,25 157,46 162,21 158,99 158,75
Rata - rata
10 -15
S+10c1 S+10c2 S+10c3 S+10c4 S+10c5 S+10c6 S+10c7 S+10c8 S+10c9 S+10c10
188,37 186,79 182,73 178,53 184,19 176,37 172,86 179,98 180,35 183,61
Rata - rata
164,07 164,92 162,67 158,77 161,39 153,07 149,88 156,63 155,22 161,22
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,55 1,65 1,61 1,69 1,63 1,53 1,59 1,60 1,63 1,62
Porositas Tanah (%) 41,54 37,86 39,11 36,10 38,45 42,19 39,85 39,49 38,36 39,04
1,84
1,61
39,20
10,08 13,00 14,79 12,19 16,20 14,49 14,75 12,62 16,00 13,14 13,73
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,78 1,86 1,81 1,93 1,82 1,74 1,85 1,86 1,90 1,84
1,83 1,83 1,80 1,78 1,85 1,71 1,81 1,85 1,85 1,82 1,81
14,81 13,26 12,33 12,44 14,12 15,22 15,33 14,91 16,19 13,89 14,25
1,67 1,62 1,57 1,58 1,59 1,49 1,58 1,64 1,59 1,61 1,59
1,90 1,87 1,84 1,79 1,85 1,77 1,74 1,81 1,82 1,84 1,82
37,10 38,81 40,91 40,23 40,03 43,78 40,45 38,06 39,87 39,39 39,86
1,65 1,65 1,64 1,59 1,62 1,54 1,51 1,57 1,56 1,62 1,60
37,68 37,57 38,21 39,90 38,72 42,06 43,07 40,71 41,04 38,97 39,79
93
Lampiran 6. Hasil Kerapatan Massa tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat (cm) Contoh Basah Silinder Kering 3 (g) (cm ) (g) T1a1 163,41 99,51 132,63 T1a2 172,66 99,36 144,64 T1a3 163,28 99,51 142,56 T1a4 172,54 99,36 146,64 T1a5 168,58 99,51 144,55 0-5 T1a6 156,98 99,36 138,34 T1a7 175,65 99,51 156,86 T1a8 169,04 99,36 143,99 T1a9 174,45 99,51 145,23 T1a10 166,52 99,36 134,59
1 Rit Kadar Air (%) 23,21 19,37 14,53 17,66 16,63 13,47 11,98 17,40 20,12 23,73
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,64 1,74 1,64 1,74 1,69 1,58 1,77 1,70 1,75 1,68
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,33 1,46 1,43 1,48 1,45 1,39 1,58 1,45 1,46 1,35
Porositas Tanah (%) 49,70 45,07 45,94 44,31 45,19 47,46 40,52 45,31 44,93 48,88
Rata - rata
17,81
1,69
1,44
45,73
5 - 10
T1b1 T1b2 T1b3 T1b4 T1b5 T1b6 T1b7 T1b8 T1b9 T1b10
156,32 184,55 177,58 171,53 178,58 160,34 175,25 168,25 161,56 167,55
99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
130,04 159,07 147,21 148,47 149,20 136,68 142,56 150,11 142,60 138,11
Rata - rata
10 -15
T1c1 T1c2 T1c3 T1c4 T1c5 T1c6 T1c7 T1c8 T1c9 T1c10
161,57 178,42 170,55 178,23 184,11 152,86 164,49 160,47 173,40 165,64
Rata - rata
20,21 16,02 20,63 15,53 19,69 17,31 22,93 12,08 13,30 21,32 17,90
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
142,13 150,23 137,20 151,13 161,56 130,46 137,38 135,54 154,65 136,88
1,57 1,87 1,78 1,74 1,79 1,62 1,76 1,70 1,62 1,70 1,71
13,68 18,77 24,30 17,93 13,95 17,17 19,73 18,39 12,13 21,01 17,71
1,30 1,61 1,48 1,50 1,50 1,38 1,43 1,52 1,43 1,40 1,45
1,63 1,79 1,72 1,79 1,85 1,53 1,66 1,61 1,75 1,66 1,70
50,82 39,26 44,33 43,31 43,57 47,81 46,09 42,68 46,07 47,27 45,12
1,43 1,51 1,38 1,52 1,63 1,31 1,38 1,36 1,56 1,37 1,44
46,01 43,13 47,88 42,79 38,65 50,62 47,81 48,69 41,25 48,19 45,50
94
Lampiran 6. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 2 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) T2a1 179,75 99,51 151,57 18,59 T2a2 167,68 99,36 138,35 21,20 T2a3 162,27 99,51 133,86 21,22 T2a4 173,50 99,36 153,66 12,91 T2a5 170,46 99,51 150,51 13,25 0-5 T2a6 185,35 99,36 150,57 23,10 T2a7 157,99 99,51 131,56 20,09 T2a8 177,47 99,36 152,46 16,40 T2a9 166,52 99,51 146,08 13,99 99,36 161,58 11,43 T2a10 180,05 Rata - rata
5 - 10
T2b1 T2b2 T2b3 T2b4 T2b5 T2b6 T2b7 T2b8 T2b9 T2b10
182,63 181,38 173,92 160,56 163,26 178,76 175,52 159,54 169,17 185,54
17,22 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
156,32 151,88 153,34 136,48 135,21 158,56 142,14 138,68 140,48 161,23
Rata - rata
10 -15
T2c1 T2c2 T2c3 T2c4 T2c5 T2c6 T2c7 T2c8 T2c9 T2c10
178,35 170,21 181,54 180,56 173,24 170,15 164,49 168,58 184,54 173,57
Rata - rata
149,54 142,55 157,54 148,26 152,38 151,09 140,31 135,85 157,59 149,84
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,52 1,39 1,35 1,55 1,51 1,52 1,32 1,53 1,47 1,63
Porositas Tanah (%) 42,52 47,46 49,24 41,64 42,92 42,82 50,11 42,10 44,60 38,63
1,73
1,48
44,20
16,83 19,43 13,42 17,64 20,74 12,74 23,48 15,04 20,42 15,08 17,48
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,81 1,69 1,63 1,75 1,71 1,87 1,59 1,79 1,67 1,81
1,83 1,84 1,74 1,62 1,64 1,81 1,76 1,61 1,70 1,88 1,74
19,27 19,40 15,23 21,79 13,69 12,62 17,23 24,09 17,10 15,84 17,63
1,57 1,54 1,54 1,38 1,36 1,60 1,42 1,40 1,41 1,63 1,48
1,80 1,71 1,83 1,81 1,74 1,71 1,66 1,69 1,86 1,74 1,75
40,88 42,01 42,01 47,89 48,86 39,46 46,24 47,05 46,87 38,44 43,97
1,51 1,43 1,59 1,49 1,53 1,52 1,41 1,36 1,59 1,50 1,49
43,19 46,04 40,16 43,88 42,14 42,81 46,70 48,58 40,14 43,28 43,69
95
Lampiran 6. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 3 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) T3a1 184,25 99,51 164,52 11,99 T3a2 180,55 99,36 156,26 15,54 T3a3 168,45 99,51 139,99 20,33 T3a4 166,24 99,36 146,06 13,82 T3a5 179,53 99,51 155,24 15,65 0-5 T3a6 183,48 99,36 152,33 20,45 T3a7 187,14 99,51 161,24 16,06 T3a8 178,54 99,36 161,25 10,72 T3a9 175,33 99,51 154,04 13,82 99,36 130,38 22,32 T3a10 159,48 Rata - rata
5 - 10
T3b1 T3b2 T3b3 T3b4 T3b5 T3b6 T3b7 T3b8 T3b9 T3b10
161,64 178,21 184,58 179,56 169,14 181,54 164,58 172,25 165,54 182,54
16,07 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
132,29 157,25 160,69 154,28 151,26 150,35 143,54 156,37 146,21 158,19
Rata - rata
10 -15
T3c1 T3c2 T3c3 T3c4 T3c5 T3c6 T3c7 T3c8 T3c9 T3c10
174,45 169,56 167,69 183,11 181,58 182,02 178,65 167,58 181,64 177,24
Rata - rata
153,50 147,03 144,23 163,40 160,67 158,96 150,34 145,24 156,15 150,33
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,65 1,57 1,41 1,47 1,56 1,53 1,62 1,62 1,55 1,31
Porositas Tanah (%) 37,61 40,65 46,91 44,53 41,13 42,15 38,86 38,76 41,59 50,48
1,77
1,53
42,27
22,19 13,33 14,87 16,39 11,82 20,74 14,66 10,16 13,22 15,39 15,28
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,85 1,82 1,69 1,67 1,80 1,85 1,88 1,80 1,76 1,61
1,62 1,80 1,85 1,82 1,70 1,84 1,65 1,74 1,66 1,85 1,75
13,65 15,32 16,27 12,06 13,01 14,51 18,83 15,38 16,32 17,90 15,33
1,33 1,59 1,61 1,56 1,52 1,52 1,44 1,58 1,47 1,60 1,52
1,76 1,70 1,69 1,84 1,83 1,83 1,80 1,68 1,83 1,78 1,77
49,97 39,96 39,23 41,09 42,79 42,59 45,71 40,29 44,70 39,60 42,59
1,55 1,47 1,45 1,64 1,62 1,59 1,51 1,46 1,57 1,51 1,54
41,69 44,34 45,21 38,15 38,99 39,83 42,89 45,02 40,68 43,10 41,99
96
Lampiran 6. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 4 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) T4a1 183,47 99,51 163,23 12,40 T4a2 188,25 99,36 165,48 13,76 T4a3 168,23 99,51 136,55 23,20 T4a4 179,74 99,36 157,87 13,85 T4a5 176,54 99,51 149,65 17,97 0-5 T4a6 170,24 99,36 148,80 14,41 T4a7 184,68 99,51 162,13 13,91 T4a8 177,70 99,36 159,57 11,36 T4a9 180,78 99,51 156,25 15,70 99,36 157,27 16,02 T4a10 182,47 Rata - rata
5 - 10
T4b1 T4b2 T4b3 T4b4 T4b5 T4b6 T4b7 T4b8 T4b9 T4b10
179,52 178,30 185,33 175,64 171,52 177,59 178,64 169,48 183,15 180,16
15,26 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
153,52 158,57 163,98 144,44 151,25 158,53 157,54 149,58 152,77 160,79
Rata - rata
10 -15
T4c1 T4c2 T4c3 T4c4 T4c5 T4c6 T4c7 T4c8 T4c9 T4c10
172,25 187,29 184,23 168,65 177,16 169,82 180,06 178,14 185,58 180,53
Rata - rata
146,59 167,58 163,21 142,92 159,12 147,64 158,66 147,99 165,63 154,03
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,64 1,67 1,37 1,59 1,50 1,50 1,63 1,61 1,57 1,58
Porositas Tanah (%) 38,10 37,15 48,22 40,04 43,25 43,49 38,52 39,40 40,75 40,27
1,80
1,57
40,92
16,94 12,44 13,02 21,60 13,40 12,02 13,39 13,31 19,88 12,05 14,81
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,84 1,89 1,69 1,81 1,77 1,71 1,86 1,79 1,82 1,84
1,80 1,80 1,86 1,78 1,72 1,80 1,79 1,71 1,84 1,82 1,79
17,51 11,76 12,88 18,00 11,34 15,02 13,49 20,37 12,04 17,21 14,96
1,54 1,60 1,64 1,46 1,52 1,60 1,58 1,51 1,53 1,63 1,56
1,73 1,88 1,85 1,69 1,78 1,70 1,81 1,79 1,87 1,81 1,79
41,94 39,45 37,98 44,85 42,80 39,47 40,42 42,89 42,22 38,61 41,06
1,48 1,68 1,64 1,43 1,60 1,48 1,60 1,48 1,67 1,55 1,56
44,32 36,57 38,00 45,90 39,58 44,11 39,73 43,98 37,08 41,69 41,10
97
Lampiran 6. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 5 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) T5a1 172,22 99,51 150,65 14,32 T5a2 186,29 99,36 165,56 12,52 T5a3 168,57 99,51 148,22 13,73 T5a4 180,28 99,36 150,57 19,73 T5a5 179,54 99,51 157,76 13,80 0-5 T5a6 184,35 99,36 164,52 12,05 T5a7 187,54 99,51 168,57 11,25 T5a8 177,37 99,36 154,25 14,99 T5a9 181,92 99,51 161,17 12,87 99,36 148,63 18,15 T5a10 175,60 Rata - rata
5 - 10
T5b1 T5b2 T5b3 T5b4 T5b5 T5b6 T5b7 T5b8 T5b9 T5b10
185,30 178,86 190,85 173,21 177,22 163,48 175,54 184,03 178,31 180,39
14,34 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
159,57 157,28 160,81 155,23 157,54 141,33 154,98 161,41 151,26 159,24
Rata - rata
10 -15
T5c1 T5c2 T5c3 T5c4 T5c5 T5c6 T5c7 T5c8 T5c9 T5c10
166,66 179,54 176,25 185,34 180,82 171,48 181,06 186,14 181,05 178,26
Rata - rata
145,85 161,17 154,69 160,92 153,06 149,37 159,25 161,27 152,04 160,68
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,51 1,67 1,49 1,52 1,59 1,66 1,69 1,55 1,62 1,50
Porositas Tanah (%) 42,87 37,12 43,79 42,82 40,17 37,52 36,08 41,42 38,88 43,55
1,80
1,58
40,42
16,12 13,72 18,68 11,58 12,49 15,67 13,27 14,01 17,88 13,28 14,67
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,73 1,87 1,69 1,81 1,80 1,86 1,88 1,79 1,83 1,77
1,86 1,81 1,91 1,75 1,78 1,65 1,76 1,86 1,79 1,83 1,80
14,27 11,40 13,94 15,18 18,14 14,80 13,70 15,42 19,08 10,94 14,69
1,60 1,59 1,61 1,57 1,58 1,43 1,55 1,63 1,52 1,61 1,57
1,68 1,80 1,77 1,86 1,82 1,72 1,82 1,87 1,82 1,79 1,80
39,65 39,95 39,18 40,73 40,42 46,04 41,39 38,37 42,79 39,20 40,77
1,47 1,62 1,56 1,61 1,54 1,50 1,60 1,62 1,53 1,61 1,57
44,60 38,99 41,24 39,09 41,88 43,46 39,51 38,95 42,25 39,18 40,91
98
Lampiran 6. (lanjutan) Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan >5 Rit Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar (cm) Contoh Basah Silinder Kering Air 3 (g) (cm ) (g) (%) T10a1 184,38 99,51 164,64 11,99 T10a2 178,21 99,36 155,25 14,79 T10a3 179,08 99,51 152,81 17,19 T10a4 184,56 99,36 164,94 11,90 T10a5 183,06 99,51 160,77 13,86 0-5 T10a6 176,68 99,36 158,43 11,52 T10a7 184,66 99,51 162,68 13,51 T10a8 179,58 99,36 156,58 14,69 T10a9 167,14 99,51 143,65 16,35 99,36 147,56 17,38 T10a10 173,21 Rata - rata
5 - 10
T10b1 T10b2 T10b3 T10b4 T10b5 T10b6 T10b7 T10b8 T10b9 T10b10
185,25 187,29 184,63 180,66 176,67 171,40 168,21 177,52 178,34 182,56
14,32 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83 99,78 98,83
164,37 162,75 166,15 155,27 146,79 152,27 144,28 159,37 155,68 161,59
Rata - rata
10 -15
T10c1 T10c2 T10c3 T10c4 T10c5 T10c6 T10c7 T10c8 T10c9 T10c10
188,48 180,81 184,32 179,25 170,23 177,24 175,14 186,48 180,69 177,56
Rata - rata
168,28 159,89 165,17 153,88 144,28 152,64 154,37 161,17 162,53 155,24
Kerapatan Massa Tanah 3 (g/cm ) 1,65 1,56 1,54 1,66 1,62 1,59 1,63 1,58 1,44 1,49
Porositas Tanah (%) 37,57 41,04 42,05 37,36 39,03 39,83 38,31 40,53 45,53 43,96
1,80
1,58
40,52
12,70 15,08 11,12 16,35 20,35 12,56 16,58 11,39 14,56 12,98 14,37
99,34 99,69 99,34 99,69 99,38 99,69 99,34 99,69 99,34 99,69
Kerapatan Massa Tanah Basah 3 (g/cm ) 1,85 1,79 1,80 1,86 1,84 1,78 1,86 1,81 1,68 1,74
1,86 1,90 1,85 1,83 1,77 1,73 1,69 1,80 1,79 1,85 1,81
12,00 13,08 11,59 16,49 17,99 16,12 13,45 15,70 11,17 14,38 14,20
1,65 1,65 1,67 1,57 1,47 1,54 1,45 1,61 1,56 1,64 1,58
1,90 1,81 1,86 1,80 1,71 1,78 1,76 1,87 1,82 1,78 1,81
37,84 37,86 37,16 40,71 44,49 41,86 45,43 39,15 41,12 38,30 40,39
1,69 1,60 1,66 1,54 1,45 1,53 1,55 1,62 1,64 1,56 1,59
36,08 39,48 37,26 41,75 45,22 42,22 41,36 38,99 38,26 41,24 40,18
99
Lampiran 7. Data Respon Pertumbuhan Tanaman Di Tanah Tidak Terusik (Kontrol) Jenis No. T0 T1 Ao Tanaman Contoh (cm) (cm) (cm) KA1 43,40 45,50 10,40 KA2 56,50 58,00 13,00 KA3 45,60 46,20 8,20 KA4 64,70 70,50 11,50 KA5 46,10 47,50 11,00 Acacia mangium KA6 51,60 52,50 9,70 KA7 38,80 41,40 8,80 KA8 63,50 67,10 11,00 KA9 57,40 58,80 12,50 KA10 48,50 50,00 9,50
A1 (cm) 14,00 15,60 10,30 18,50 15,50 12,70 10,00 16,00 15,30 12,20
Rata - rata
Swietenia macrophylla
KM1 KM2 KM3 KM4 KM5 KM6 KM7 KM8 KM9 KM10
38,4 41,3 40,7 37,7 56,5 42 46,8 44,2 49,6 52,5
38,5 42,1 41,3 38,5 57,2 42,5 48 45 50,3 53,8
26,4 21,5 22 17,8 25,7 21,4 24,9 18,4 21,5 22,8
27,50 22,50 25,10 20,40 26,50 22,80 25,30 20,00 23,40 24,60
Rata - rata
Gmelina arborea
KG1 KG2 KG3 KG4 KG5 KG6 KG7 KG8 KG9 KG10
67,50 51,20 57,50 68,00 75,20 56,00 59,40 65,50 47,70 60,50
∆A (cm) 3,60 2,60 2,10 7,00 4,50 3,00 1,20 5,00 2,80 2,70
BKb (g) 4,270 6,450 3,440 4,040 5,260 6,160 3,280 5,300 4,180 5,910
BKa (g) 2,470 3,260 1,710 3,640 3,170 2,250 1,080 3,520 2,830 2,390
BKT (g) 7,870 9,050 5,540 11,040 9,760 9,160 4,480 10,300 6,980 8,610
NPA
2,14
3,45
4,83
2,632
8,279
2,197
0,10 0,80 0,60 0,80 0,70 0,50 1,20 0,80 0,70 1,30 0,75
68,40 52,80 58,50 69,20 77,10 56,70 61,00 67,00 48,50 63,00
29,40 16,30 22,50 28,90 34,40 24,50 25,00 35,70 21,50 38,50
Rata - rata Keterangan : *) T0 : Tinggi Awal Tanaman *) T1 : Tinggi Akhir Tanaman *) A0 : Panjang Akar Awal *) A1 : Panjang Akar Akhir *) ∆T : T1- T0
∆T (cm) 2,10 1,50 0,60 5,80 1,40 0,90 2,60 3,60 1,40 1,50
33,50 19,20 24,00 31,00 37,20 26,40 26,50 38,00 25,50 42,00
0,90 1,60 1,00 1,20 1,90 0,70 1,60 1,50 0,80 2,50 1,37
1,10 1,00 3,10 2,60 0,80 1,40 0,40 1,60 1,90 1,80 1,57 4,10 2,90 1,50 2,10 2,80 1,90 1,50 2,30 4,00 3,50 2,66
3,620 4,470 3,120 5,550 4,010 4,930 5,240 4,180 4,370 5,650 4,514 5,260 2,470 2,580 3,190 4,460 1,980 3,540 2,440 1,340 3,550 3,081
3,960 3,170 2,880 2,490 4,660 3,280 2,670 1,590 3,480 3,540 3,172 6,120 2,160 3,580 6,260 5,160 3,140 2,470 7,240 2,580 8,240 4,695
7,580 7,640 6,000 8,040 8,670 8,210 7,910 5,770 7,850 9,190 7,686 11,380 4,630 6,160 9,450 9,620 5,120 6,010 9,680 3,920 11,790 7,776
1,800 3,190 1,730 0,400 2,090 3,910 2,200 1,780 1,350 3,520
0,914 1,410 1,083 2,229 0,861 1,503 1,963 2,629 1,256 1,596 1,544 0,859 1,144 0,721 0,510 0,864 0,631 1,433 0,337 0,519 0,431 0,745
*) ∆A : A1 - A0 *) BKb : Berat Kering Batang *) BKa : Berat Kering Akar *) NPA : Nisbah Pucuk Akar
100
Lampiran 8. Data Respon Pertumbuhan Tanaman Di Tanah Bekas Jalur Sarad Forwarder Jenis No. T0 T1 Ao A1 Tanaman Contoh (cm) (cm) (cm) (cm) A1 56,50 57,60 13,00 15,50 A2 51,00 52,30 11,50 12,70 A3 37,50 38,20 9,00 11,40 A4 46,00 48,50 8,50 12,10 A5 56,70 58,50 10,70 14,50 Acacia mangium A6 52,60 53,00 11,00 12,30 A7 49,50 50,10 7,60 11,50 A8 39,50 41,00 9,10 10,30 A9 58,30 61,50 9,60 15,50 A10 66,20 68,00 13,50 16,10 Rata - rata
Swietenia macrophylla
Ma1 Ma2 Ma3 Ma4 Ma5 Ma6 Ma7 Ma8 Ma9 Ma10
44,30 40,60 57,50 45,80 42,50 45,00 61,50 53,70 0,00 43,20
44,60 41,20 57,70 46,20 42,60 46,30 63,10 54,50 0,00 43,50
21,50 18,00 25,20 17,50 18,80 27,30 29,50 18,10 0,00 14,80
21,90 18,50 27,00 19,20 19,00 28,80 31,40 21,50 0,00 16,10
Rata - rata
Gmelina arborea
G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10
60,20 71,00 59,50 40,40 60,40 60,50 71,50 55,50 66,00 62,00
∆A (cm) 2,50 1,20 2,40 3,60 3,80 1,30 3,90 1,20 5,90 2,60
BKb (g) 5,450 5,670 4,130 3,720 5,570 4,610 3,200 4,260 6,770 5,510
BKa (g) 2,570 1,950 1,230 2,310 2,150 2,050 1,620 2,070 2,350 3,280
BKT (g) 8,020 7,620 5,360 6,030 7,720 6,660 4,820 6,330 9,120 8,790
NPA
1,49
2,84
4,889
2,158
7,047
2,343
0,30 0,60 0,20 0,40 0,10 1,30 1,60 0,80 0,00 0,30 0,56
61,50 71,80 60,50 41,00 63,00 61,40 73,00 57,30 66,00 63,20
33,50 25,50 35,00 23,40 32,10 19,00 36,00 32,50 26,50 18,30
Rata - rata Keterangan : *) T0 : Tinggi Awal Tanaman *) T1 : Tinggi Akhir Tanaman *) A0 : Panjang Akar Awal *) A1 : Panjang Akar Akhir *) ∆T : T1- T0
∆T (cm) 1,10 1,30 0,70 2,50 1,80 0,40 0,60 1,50 3,20 1,80
35,50 26,40 37,10 25,30 33,00 21,20 38,00 34,50 27,40 21,00
1,30 0,80 1,00 0,60 2,60 0,90 1,50 1,80 0,00 1,20 1,17
0,40 0,50 1,80 1,70 0,20 1,50 1,90 3,40 0,00 1,30 1,27 2,00 0,90 2,10 1,90 0,90 2,20 2,00 2,00 0,90 2,70 1,76
6,350 4,240 4,280 4,570 3,380 2,140 7,600 4,730 0,000 4,420 4,171 1,350 4,120 2,160 2,150 2,300 3,450 5,120 4,120 2,540 4,550 3,186
3,860 2,640 5,120 2,710 1,330 3,550 3,460 1,810 0,000 3,470 2,795 5,360 3,210 3,630 4,470 6,240 2,330 4,570 7,140 2,440 3,350 4,274
10,210 6,880 9,400 7,280 4,710 5,690 11,060 6,540 0,000 7,890 6,966 6,710 7,330 5,790 6,620 8,540 5,780 9,690 11,260 4,980 7,900 7,460
2,121 2,908 3,358 1,610 2,591 2,249 1,975 2,058 2,881 1,680
1,645 1,606 0,836 1,686 2,541 0,603 2,197 2,613 0,000 1,274 1,500 0,252 1,283 0,595 0,481 0,369 1,481 1,120 0,577 1,041 1,358 0,856
*) ∆A : A1 - A0 *) BKb : Berat Kering Batang *) BKa : Berat Kering Akar *) NPA : Nisbah Pucuk Akar
101
Lampiran 9. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
0,829
7,525E-02
Sisa
108
0,550
5,096E-03
Total
119
1,378
Ftabel
Fhitung 14,767
0,01
0,05
2,47
1.91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %. 2. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 5-10 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon). H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
0,564
5,132E-02
Sisa
108
0,563
5,217E-03
Total
119
1,128
Ftabel
Fhitung 9,837
0,01
0,05
2,47
1,91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
102
Lampiran 9. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 10-15 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
0,563
5,114E-02
Sisa
108
0,668
6,186E-03
Total
119
1,231
Ftabel
Fhitung 8,268
0,01
0,05
2,47
1,91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
103
Lampiran 10. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon). H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
0,667
0,111
Sisa
63
0,433
6,870E-03
Total
69
1,100
Ftabel
Fhitung 16,190
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
2. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 5-10 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
0,443
7,389E-02
Sisa
63
0,361
5,732E-03
Total
69
0,804
Ftabel
Fhitung 12,889
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
104
Lampiran 10. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 10-15 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan massa tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
0,437
7,292E-02
Sisa
63
0,409
6,485E-03
Total
69
0,846
Ftabel
Fhitung 11,244
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 99 %
105
Lampiran 11. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah
1. Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
1183,797
107,618
Sisa
108
780,958
7,231
Total
119
1964,755
Ftabel
Fhitung 14,883
0,01
0,05
2,47
1,91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 99 %.
2. Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
860,833
78,252
Sisa
108
809,974
7,500
Total
119
1670,807
Ftabel
Fhitung 10,435
0,01
0,05
2,47
1,91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 99 %
106
Lampiran 11. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
11
792,553
72,050
Sisa
108
944,392
8,744
Total
119
1736,9445
Ftabel
Fhitung 8,240
0,01
0,05
2,47
1,91
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap pororsitas tanah pada selang kepercayaan 99 %
107
Lampiran 12. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Tanpa Serasah
1. Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
944,515
157,419
Sisa
63
609,906
9,681
Total
69
1554,421
Ftabel
Fhitung 16,261
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 99 %.
2. Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
682,659
113,777
Sisa
63
519,552
8,247
Total
69
1202,211
Ftabel
Fhitung 13,796
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 99 %.
108
Lampiran 12. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan porositas tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon). H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
6
626,943
104,490
Sisa
63
560,995
8,905
Total
69
1187,938
Ftabel
Fhitung 11,734
0,01
0,05
3,12
2,25
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap pororsitas tanah pada selang kepercayaan 99 %
109
Lampiran 13. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 1 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah. H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
6,125E-03
6,125E-03
Sisa
18
8,317E-02
4,621E-03
Total
19
8,929E-02
Ftabel
Fhitung 1,326
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,566E-03
1,566E-03
Sisa
18
0,136
7,541E-03
Total
19
0,137
Ftabel
Fhitung 0,208
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
5,00E-04
5,00E-04
Sisa
18
0,205
1,141E-02
Total
19
0,206
Fhitung 0,044
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
110
Lampiran 13. (lanjutan)
2. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 2 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah. H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,620E-03
1,620E-03
Sisa
18
0,121
6,732E-03
Total
19
0,123
Ftabel
Fhitung 0,241
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,800E-04
1,800E-04
Sisa
18
0,153
8,508E-03
Total
19
0,153
Ftabel
Fhitung 0,210
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
3,645E-03
3,645E-03
Sisa
18
0,109
6,081E-03
Total
19
0,113
Ftabel
Fhitung 0,599
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
111
Lampiran 13. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 3 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah. H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
8,405E-03
8,405E-03
Sisa
18
0,132
7,358E-03
Total
19
0,141
Ftabel
Fhitung 1,142
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
3,125E-03
3,125E-03
Sisa
18
0,127
7,054E-03
Total
19
0,130
Ftabel
Fhitung 0,443
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,250E-02
1,250E-02
Sisa
18
0,117
6,479E-03
Total
19
0,129
Ftabel
Fhitung 1,929
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
112
Lampiran 13. (lanjutan)
4. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 4 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah. H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,250E-02
1,250E-02
Sisa
18
0,186
1,033E-02
Total
19
0,198
Ftabel
Fhitung 1,210
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
9,680E-03
9,680E-03
Sisa
18
0,133
7,417E-03
Total
19
0,143
Ftabel
Fhitung 1,305
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,960E-03
1,960E-03
Sisa
18
0,107
5,920E-03
Total
19
0,109
Ftabel
Fhitung 0,331
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
113
Lampiran 13. (lanjutan)
5. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 5 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah. H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
6,192E-02
3,440E-03
Total
19
6,192E-02
Ftabel
Fhitung 0,000
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
3,488E-02
1,938E-03
Total
19
3,488E-02
Ftabel
Fhitung 0,000
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
6,688E-02
3,716E-03
Total
19
6,688E-02
Ftabel
Fhitung 0,000
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
114
Lampiran 14. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Porositas Tanah
1. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 1 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0
; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
9,086
9,086
Sisa
18
114,734
6,374
Total
19
123,820
Ftabel
Fhitung 1,425
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
2,054
2,054
Sisa
18
193,664
10,759
Total
19
195,718
Ftabel
Fhitung 0,191
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,568
0,568
Sisa
18
283,597
15,755
Total
19
284,164
Ftabel
Fhitung 0,036
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
115
Lampiran 14. (lanjutan)
2. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 2 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0
; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
2,022
2,022
Sisa
18
168,689
9,372
Total
19
170,711
Ftabel
Fhitung 0,216
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
3,784E-02
3,784E-02
Sisa
18
224,546
12,475
Total
19
224,584
Fhitung 0,003
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
4,409
4,409
Sisa
18
151,375
8,410
Total
19
155,784
Ftabel
Fhitung 0,524
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
116
Lampiran 14. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 3 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0
; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
11,735
11,735
Sisa
18
189,662
10,537
Total
19
201,397
Ftabel
Fhitung 1,114
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
4,685
4,685
Sisa
18
185,002
10,278
Total
19
189,687
Fhitung 0,456
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
18,336
18,336
Sisa
18
161,814
8,990
Total
19
180,150
Ftabel
Fhitung 2,040
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
117
Lampiran 14. (lanjutan)
4. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 4 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0
; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
17,559
17,559
Sisa
18
261,004
14,500
Total
19
278,563
Ftabel
Fhitung 1,211
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
14,535
14,535
Sisa
18
189,167
10,509
Total
19
203,702
Fhitung 1,383
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
3,960
3,960
Sisa
18
142,662
7,926
Total
19
146,622
Ftabel
Fhitung 0,500
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
118
Lampiran 14. (lanjutan)
5. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 5 Rit Hipotesis uji : H0 : µ = 0
; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0
; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Kedalaman 0-5 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
89,328
4,963
Total
19
89,328
Ftabel
Fhitung 0,000
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
51,266
2,848
Total
19
51,266
Fhitung 0,000
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,000
0,000
Sisa
18
91,734
5,096
Total
19
91,734
Ftabel
Fhitung 0,000
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah pada selang kepercayaan 95 %.
119
Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan
Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 5 6 7 9 8 10 11 Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1,2870
Subset for alpha = .05 3 4
2 1,4030 1,4610
1,000
1,4610 1,4880 1,5160 1,5280 1,5280
,072
5
1,4880 1,5160 1,5280 1,5280 1,5440 1,5550 1,5570
,063
6
1,5160 1,5280 1,5280 1,5440 1,5550 1,5570 1,5660
,063
1,5440 1,5550 1,5570 1,5660 1,6100 ,067
,184
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Serasah a
Duncan
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 7 5 8 10 6 9 11 Sig.
N
1 1,3370
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Subset for alpha = .05 3 4
2 1,4373 1,4790 1,4970
1,000
1,4790 1,4970 1,5170 1,5450 1,5460 1,5490
,083
1,4970 1,5170 1,5450 1,5460 1,5490 1,5620 1,5630
,059
5
6
1,5170 1,5450 1,5460 1,5490 1,5620 1,5630 1,5730
,080
1,5450 1,5460 1,5490 1,5620 1,5630 1,5730 1,5940 ,198
,140
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 10-15cm Pada Jalur Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 6 7 5 9 8 10 11 Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1,3430
2
Subset for alpha = .05 3 4
1,4350 1,4660 1,4870
1,000
,167
1,4660 1,4870 1,5380
,055
5
1,4870 1,5380 1,5490 1,5500 1,5540 1,5560 1,5630 1,5630 ,067
1,5380 1,5490 1,5500 1,5540 1,5560 1,5630 1,5630 1,5950 ,174
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
120
Lampiran 15. (lanjutan)
Porositas Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 11 10 8 9 7 6 5 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 39,1990 40,8710 41,1910 41,3250 41,6960
,066
Subset for alpha = .05 3 4
2 40,8710 41,1910 41,3250 41,6960 42,3370 42,3470 42,7930
,175
41,1910 41,3250 41,6960 42,3370 42,3470 42,7930 43,7990
,063
42,3370 42,3470 42,7930 43,7990 44,8400
,065
5
6
44,8400 47,0790 ,065
51,4110 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 5-10cm Pada Jalur Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 11 9 10 6 8 7 5 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 39,8630 40,6360 41,0600 41,0690 41,5980 41,6700 41,6960
Subset for alpha = .05 3 4
2 40,6360 41,0600 41,0690 41,5980 41,6700 41,6960 42,7680
,204
,138
41,0600 41,0690 41,5980 41,6700 41,6960 42,7680 43,5610
,080
41,5980 41,6700 41,6960 42,7680 43,5610 44,1280
,072
5
6
43,5610 44,1280 45,7620 ,092
49,9900 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 10-15cm Pada Jalur Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 11 8 10 9 5 6 7 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 39,7930 41,0140 41,0510 41,2970 41,3589 41,5380 41,5410 41,9860
,164
Subset for alpha = .05 3 4
2
41,0140 41,0510 41,2970 41,3589 41,5380 41,5410 41,9860 43,9050
,064
41,9860 43,9050 44,6310
,060
5
43,9050 44,6310 45,8390 ,171
49,2800 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
121
Lampiran 15. (lanjutan) Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 10 5 Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
1 1,2870
Subset for alpha = .05 2 3 1,4380 1,4790
1,000
,273
1,4790 1,5290
,182
4
1,5290 1,5660 1,5760 1,5800 ,216
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 5 10 Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
Subset for alpha = .05 1 2 3 1,3370 1,4550 1,4850 1,5220 1,5220 1,5610 1,5690 1,5810 1,000 ,065 ,117
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 10-15 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan kontrol 1 2 3 4 5 10 Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
1 1,3430
Subset for alpha = .05 2 3 1,4450 1,4930
1,000
,187
1,4930 1,5370 1,5578 1,5660 ,067
4
1,5370 1,5578 1,5660 1,5840 ,241
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
122
Lampiran 15. (lanjutan)
Porositas Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 5 10 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
1 40,4220 40,5210 40,9190 42,2670
,234
Subset for alpha = .05 2 3
42,2670 44,2040
,169
4
44,2040 45,7310 ,277
51,4110 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 10 5 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
Subset for alpha = .05 1 2 3 40,4920 40,7720 41,0630 42,5930 42,5930 44,0410 45,1210 49,9900 ,141 ,066 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 10-15 cm Pada Jalur Tanpa Serasah Duncan
a
Intensitas Penyaradan 10 5 4 3 2 1 kontrol Sig.
N 10 10 10 10 10 10 10
1 40,1860 40,9150 41,0960 41,9900
,225
Subset for alpha = .05 2 3 40,9150 41,0960 41,9900 43,6920
,060
4
43,6920 45,5020 ,180
49,2800 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.
123
Lampiran 16. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Acacia mangium pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
2,112
2,112
Sisa
18
28,493
1,583
Total
19
30,605
Ftabel
Fhitung 1,335
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi semai Acacia manium pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. 2. Respon Pertambahan Panjang Akar Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
1,861
1,861
Sisa
18
45,029
2,502
Total
19
46,890
Fhitung 0,744
Ftabel 0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan panjang akar Acacia mangium pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
124
Lampiran 16. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA) Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,106
0,106
Sisa
18
13,130
0,729
Total
19
13,237
Ftabel
Fhitung 0,146
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA semai Acacia mangium pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
125
Lampiran 17. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Swietenia macrophylla pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,181
0,181
Sisa
18
3,529
0,196
Total
19
3,710
Ftabel
Fhitung 0,921
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi Swietenia macrophylla pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. 2. Respon Pertambahan Panjang Akar Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,450
0,450
Sisa
18
15,662
0,870
Total
19
16,112
Ftabel
Fhitung 0,517
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, respon pertambahan panjang akar Swietenia macrophylla pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
126
Lampiran 17. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA) Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
9,857E-03
9,857E-03
Sisa
18
9,425
0,524
Total
19
9,435
Ftabel
Fhitung 0,019
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA Swietenia macrophylla pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
127
Lampiran 18. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Gmelina arborea pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
0,200
0,200
Sisa
18
7,342
0,408
Total
19
7,542
Ftabel
Fhitung 0,490
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi semai Gmelina arborea pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. 2. Respon Pertambahan Panjang Akar Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
4,050
4,050
Sisa
18
11,968
0,665
Total
19
16,018
Ftabel
Fhitung 6,091
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung > Ftabel, maka respon pertambahan panjang akar semai Gmelina arborea pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
128
Lampiran 18. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA) Hipotesis uji : H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda. H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder berbeda. Keputusan uji : Fhitung > Ftabel : Terima H1 Fhitung < Ftabel : Terima H0 Analisis Ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
1
6,138E-02
6,138E-02
Sisa
18
2,862
0,159
Total
19
2,923
Ftabel
Fhitung 0,386
0,01
0,05
8,29
4,41
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA Gmelina arborea pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
129