KENDALA-KENDALA PEREKONOMIAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI KOMISI OBUDSMAN1 Oleh ; H. Budi Satyagraha (Pengusaha)
Otonomi Daerah sering diterjemahkan oleh sebagian masyarakat (termasuk pejabat) sebagai ajang perlombaan masing-masing daerah (tingkat dua) untuk memasukan pendapatan daerah sebanyak mungkin. Banyak cara yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatannya, ada yang mengunakan cara intensifikasi pajak, ekstensifikasi pajak, penyewaan ruang-ruang udara dan fasilitas umum untuk iklan dan masih banyak cara-cara lain yang dipergunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Dari sekian banyak cara yang diupayakan, ada satu cara yang berdampak paling positif ialah dengan tawaran Pemerintah Daerah untuk memberikan kemudahankemudahan yang sangat mudah bagi para investor yang akan menanamkan modalnya pada daerah kewenangannya. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan tersebut terutama adalah kemudahankemudahan dalam penyelesaiana perijinan untuk ijin usaha dan ijin-ijin lain yang diperlukan sehubungan dengan usaha yang akan dijalankan calon investor. Tawaran ini seharusny akan banyak mendapat tanggapan positif dari masyarakat investor yang sejak dahulu selalu mendambakan adanya kemudahan-kemudahan perijinan dan pelayanan dari Pemerintah Daerah.
1
Dimuat di BERNAS, 19 Juni 2003
1
Dalam kenyataannya, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan tersebut tidak selalu menjadi realita karena banyak sekali waktu dan energi (serta biaya) yang harus dikeluarkan oleh calon investor untuk mendapatkan ijin-ijin yang diperlukan hingga ia dapat memulai usahanya. Perbedaan antara tawaran dan kenyataan ini sering membuat calon investor tidak percaya pada keseriusan Pemerintah Daerah dalam menggarap potensi-potensi daerahnya untuk memajukan perekonomian daerahnya. Ketidak percayaan investor pada keseriusan tawaran tersebut dapat berdampak pada sedikitnya investor untuk menanamkan modal/investasinya pada daerah. Dari pengamtan kami ada beberapa faktor yang masih menjadi kendala basgi investor untuk menanamkan modalnya di daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain adalah: 1. Masalah perijinan yang dalam kenyatannya masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk penyelesainnya. Lamnya waktu penyelesaiana tersebut nampak dilatarbelakangi oleh banyaknya instansi yang terlibat untuk memberikan
rekomendasi
kepada
Bupat/Walikot
dalam
penyelesian
pemberian ijin. Misalnya dalam penyelesiaan permohonan ijin prinsip. Atas ijin lokasi bagi sebuah perushaan (investor) yang ingin mebeli sebidang tanah untuk tempat kegiatan untuk tempat kegiatan usahanya saja, membutuhkan tidak kurang dari 8 instansi yang harus memberikan rekomendasi kepada Bupat/Walikota dalam penentuan memberikan atau tidak atas ijin yang dimohonkan. Dalam hal terjadinya terjadinya keterlambatan dari salah satu instansi saja, secara otomatis akan menghambat penyelesaian pemebrian ijin,
2
bayangkan berapa lama waktu yang diperlukan bila banyak instansi yang terlambat memberikan rekomendasinya, karean dalam kenyatannya calon investor harus aktif untuk mengejar masing-masing instansi agar memberikan rekomedasinya. 2. Masalah mental dari beberapa pejabat yang masih mengunakan “aji mumpung” dalam memberikan ijin atau rekomendasi. Semakin banyak instansi yang terlibat biasanya memberikan arti semakin banyak biaya siluman yang harus dikeluarkan, biaya-biaya tersebut tidak dapat dibuktikan pengeluarannya karena memang tidak diberikan tanda terimanya oleh si penerima, oleh karena itulah disebut biaya siluman. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hingga saat ini untuk menyelesaikan sesuatu urusan dengan suatu instansi hampir dapat dipastikan selalu harus memberikan uang pelicin. Yang mana kalau tidak diberikan maka urusan menjadi panjang dan lama, mungkin saja urusan itu akan selesai tetapi lamanya minta ampun. 3. Masalah mahalnya harga lahan (tanah). Banyak calon investor yang mengeluhkan tingginya harga tanah (termasuk harga sewa bangunan) dibanyak tempat strategis bila dibandingkan dengan harga tanah di daerah lain diluar DIY. 4. Adanya kebijakan pembedaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pemberian hak atas tanah, dimana ada golongangolongan tertentu dari Warga Negara Indonesia yang tidak diijinkan untuk memiliki jenis hak atas tanah yang berupa hak milik. Pembedaan yang dilakukan ini dikhawatirkan oleh calon investor akan berkelanjutan pada
3
sektor-sektor lain juga selain sektor pertanahan sehingga dikhawatirkan akan mendapat tekanan-tekanan lain selama menjalankan usahanya. Dari 4 faktor penghambat tersebut diatas, hanya faktor mahalnya harga lahan (tanah) yang merupakan faktor diluar campur tangannya aparat pemerintah, sedangkan tiga faktor lainnya jelas-jelas sengat berhubungan erat dengan unsur-unsur pemerintahan. Cara
yang
paling
efektif
untuk
menanggulangi
kendala-kendala
yang
berhubungan dengan aparat pemerintah tentunya dengan pembuatan kebijakan-kebijakan dan sekaligus pengawasan yang dilakukan oleh atasannya, namun dalam kenyataannya hal ini sulit dilaksanakan, karena bukti yang berbicara dilapangan menujukan fakta bahwa kendala-kendala tersebut tetap berlangsung, sehingga untuk menanggulangi hal ini mungkin diperlukan adanya suatu lembaga/institusi lain yang dapat mengawasi, menegur dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah atas kinerja aparat-aparatnya yang menyalahgunakan kekuasan dalam menjalankan fungsi dan kedudukannya dalam pemerintah. Dengan adanya lembaga/Institusi tersebut diharapkan agar ada suatu lembaga yang dapat memperingatkan suatu instansi (oknumnya) agar dapat menjalankan aturanaturan sesuai dengan aturan yang sudah ada sehingga ia tidak boleh menafsirkan aturan mdengan sekehendak hatinya saja, selain itu juga diharapkan agar masyarakat juga memiliki suatu saluran yang tepat untuk dapat memberikan laporan-laporan tentang penyelahgunaan kekuasaan atau penyelewengan kekuasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah, untuk itu mungkin tepatlah bila di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dibentuk pula semacam Komisi Ombudsman yang telah ada ditingkat Nasional.
4
Tentu saja Komisi tersebut harus dijalankan oleh tangan-tangan dan pikiranpikiran dari orang-orang yang tulus mengabdikan diri pada kepentingan bangsa dan negara jauh dari sikap picik, licik dan diksriminatif. Syarat non diskriminatif bagi anggota Komisi ini sangatlah perlu ditonjolkan karena hingga saat ini sebagian besar pelaku usaha di DIY adalah Warga Negara Indonesia yang sering disebut “warga keturunan” yang hingga saat ini masih sering mendapatkan perlakuan diskriminatif (berupa dipersulit atau diminta syarat-syarat macam-macam yang tidak diminta pada pemohon yang dikategorikan bumi putra). Dalam mengurus banyak hal pada instansi pemerintah yang pada ujung-ujungnya dipersulit itu menjadi beres bila diberi uang. Harapan besar digantungkan pada Komisi Ombudsman untuk dapat menghapuskan kendala-kendala tersebut atau setidak-tidaknya dapat menekan seminimal mungkin kendala-kendala tersebut, sehingga dapat menghasilkan situasi yang kondisif bagi para calon investor untuk menanamkan investasinya di Yogyakarta, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kemakmuran rakyat
5