UNIVERSITAS INDONESIA
KEMUNGKINAN PENERAPAN KONSEP COMPACT CITY DI KAWASAN JABODETABEK STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
TERVIAN FEBRI 0806456291
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR DEPOK JULI 2012
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, berkat, dan rahmat dan hidayah-Nya akhirnnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Arsitektur Departemen Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Sugiarto, M.Eng, atas doa restunya selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
2.
Bapak Ahmad Gamal S.Ars., M.C.P., sebagai koordinator Mata Kuliah Skripsi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
3.
Bapak Mohammad Nanda Widyarta B.Arch., M.Arch., sebagai koordinator Mata Kuliah Skripsi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
4.
Ibu Rini Suryantini S.T., M.Sc., atas kesediaan dan kesabarannnya dalam membimbing skripsi saya;
5.
Bapak Prof. Dr. Ir. Emirhadi Suganda M.Sc., atas saran dan kritik membangunnya selaku Penguji I sidang skripsi saya;
6.
Bapak Joko Adianto S.T., M.Ars., atas saran dan kritik membangunnya selaku Penguji II sidang skripsi saya;
7.
Kedua orang tua saya tercinta dan adik laki-laki saya satu-satunya tercinta yang selalu memberikan doa restu dan dukungannya;
8.
Aulia Rizkyani, atas doa serta dukungan semangat yang tak ada hentihentinya diberikan untuk kelancaran dan kesuksesan skripsi saya;
9.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang selalu memberikan bantuan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;
iv
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
10. Teman-teman angkatan 2007, 2009, 2010, dan 2011 Depatemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini; 11. Teman-teman saya dari sejak SD, SMP dan SMA, atas doa restunya dalam kelancaran dan kesuksesan skripsi ini; 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan dasar penelitian selanjutnya.
Depok, 5 Juli 2012
Penulis
v
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Tervian Febri : S1 Arsitektur : Kemungkinan Penerapan Konsep Compact City di Kawasan Jabodetabek Studi Kasus : Rasuna Epicentrum
Terdapat sekitar 1,4 juta pelaju menuju Jakarta setiap harinya. Peningkatan jumlah pelaju ini tidak diimbangi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas transportasi massal. Sehingga menyebabkan banyak pelaju yang beralih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Salah satu solusi yang mungkin dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan perkotaan tersebut yakni konsep compact city. Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan penerapan serta dampak positif dan negatif dari penerapan konsep compact city bagi perkotaan di Indonesia. Skripsi ini mengambil studi kasus yakni superblok Rasuna Epicentrum sebagai sebuah alat analisis untuk melihat kemungkinan penerapan konsep compact city dalam konteks perkotaan di Indonesia. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis penerapan konsep compact city dilihat dari sisi penggunaan tata guna lahan campuran dan keberagaman dalam konteks perkotaan di Indonesia. Kata kunci : Perancangan Kota, Perencanaan Kota, Compact City
vii
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
ABSTRACT Name Study Program Title
: Tervian Febri : Architecture Bachelor : Possible Aplication of Compact City Concept in Jabodetabek Area Case Study : Rasuna Epicentrum
There are about 1.4 million commuters each day to Jakarta. Increasing the number of commuters is not balanced by an enhancement in the quantity and quality of mass transit. As of causing a lot of commuters who switch to choose to use private vehicles. One possible solution could be applied to solve urban problems is the compact city concept. This thesis will discuss the possibility of applying as well as positive and negative impacts of the implementation of the compact city concept for cities in Indonesia. This thesis takes a case study which Rasuna Epicentrum superblock as an analysis tool to look at the possibility of application of the compact city concept in an urban context in Indonesia. In addition, this paper also analyzes the implementation of compact city concept in terms of mixed land use and diversity in an urban context in Indonesia. Key words : Urban Design, Urban Planning, Compact City
viii
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk untuk
wilayah DKI Jakarta sudah mencapai 9,6 juta jiwa yakni sekitar 4% penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik Indonesia Online, 2010). Padahal, luas wilayah DKI Jakarta kurang dari 0,5% luas wilayah Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk 2000-2010 di Jabodetabek mencapai 2,82%. Jika laju pertumbuhan penduduk di Jabodetabek ini stabil, dapat dipastikan dalam 25 tahun mendatang jumlah penduduk Jabodetabek mencapai 56 juta jiwa (Media Indonesia Online, 2010). Membaiknya infrastruktur yang menghubungkan Jakarta dengan daerahdaerah kota satelit di sekitar Jakarta mendorong masyarakat untuk tinggal di daerah-daerah
kota
satelit
di
sekitar
Jakarta.
Hal
ini
menyebabkan
berkembangannya pertumbuhan penduduk di daerah-dareah kota satelit di sekitar Jakarta (wilayah Bodetabek) menjadi sangat pesat. Padahal umumnya aktivitas keseharian masyarakat berada di Jakarta sehingga menimbulkan masalah karena arus pelaju dari daerah-daerah kota satelit di sekitar Jakarta ke wilayah Jakarta sangat besar. Terdapat sekitar 1,4 juta pelaju menuju Jakarta setiap harinya (Badan Pusat Statistik Indonesia Online, 2009). Peningkatan jumlah pelaju ini tidak diimbangi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas transportasi massal. Sehingga menyebabkan banyak pelaju yang
beralih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Pada tahun 2007,
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor roda empat di DKI Jakarta saja sudah mencapai sekitar 7,75%, sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua mencapai sekitar 12,5%. Perbandingan kendaraan pribadi dengan kendaraan umum di DKI Jakarta yakni 98% : 2%, padahal jumlah orang yang diangkut oleh 2% kendaraan umum jauh lebih besar dibanding 98% kendaraan pribadi (Sutanudjaja, 2009, h.2). Dari total 17 juta orang penduduk di wilayah Jabodetabek yang melakukan perjalanan setiap hari, kendaraan pribadi hanya mengangkut sekitar 49,7 % penumpang. Sedangkan 2% kendaraan umum harus mengangkut sekitar 50,3% penumpang. 1
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
2 Hal ini diperparah dengan luas jalan di Jakarta yang hanya 6,3% dari luas lahan yang ada sehingga menyebabkan daya tampung jalan mencapai titik jenuh, yaitu 150.000 kendaraan/jam, jauh dari kondisi ideal yaitu 90.000-100.000 kendaraan/jam. Tidak mengherankan jika dengan pertumbuhan kendaraan pribadi yang besar tetapi luas jalan yang kecil, kemacetan di Jakarta semakin parah. 1.2
Rumusan Permasalahan Penelitian Merujuk dari apa yang dikemukakan diatas ternyata tingginya laju
pertumbuhan penduduk, tingginya jumlah pelaju, buruknya sistem transportasi publik serta jumlah daya tampung jalan yang kurang menyebabkan berbagai macam masalah bagi kawasan Jabodetabek khususnya Kota Jakarta. Menurut hasil penelitian memprediksi setiap menit waktu yang dihabiskan untuk kemacetan menciptakan kerugian opportunity cost sekitar 9,34 miliar rupiah. Dalam 15 tahun, telah terjadi peningkatan waktu tempuh dalam Kota Jakarta sebesar dua kali lipat. Bahkan secara rata-rata, 40% dari waktu perjalanan seorang pelaju di Jakarta hanya dihabiskan untuk berhenti karena macet. 1.3
Pertanyaan Penelitian Kehadiran superblok di kawasan Jabodetabek mungkin akan merubah
sebagian gaya hidup masyarakat yang awalnya cenderung mengelaju karena bertempat tinggal di daerah-daerah kota satelit di sekitar Jakarta. Superblok diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, karena seluruh kebutuhan hidup dapat terpenuhi dalam jangkauan yang relatif lebih efisien. Dari uraian diatas, maka pertanyaan yang diajukan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana kemungkinan penerapan konsep pengenjawantahannya
berupa
superblok
compact city dalam untuk
menyelesaikan
permasalahan di kawasan Jabodetabek?
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
3 1.4
Tujuan Penelitian Secara garis besar, tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak positif serta negatif dari konsep ini sebagai salah satu solusi permasalahan perkotaan di kawasan Jabodetabek. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimanakah pengaruh bentuk spasial suatu perancangan perkotaan memiliki dampak terhadap aspek sosial bagi masyarakat yang bertinggal di kawasan superblok tersebut. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Lingkup permasalahan yang dibahas pada penelitian ini hanya dibatasi
pada pembahasan mengenai compact city sebagai sebuah ‘konsep’. Oleh karena itu, studi kasus yang dijadikan sebagai alat penelitian ini berupa superblok. Superblok diambil sebagai sebuah alat penelitian dikarenakan bentuk perancangan perkotaan ini cukup dibilang cocok dengan konsep compact city yang akan dibahas pada penelitian ini, dimana superblok merupakan sebuah pengembangan kawasan dengan fungsi campuran (mix-used), yang saling mendukung, khususnya dikawasan pusat kota dengan dinamika sosial, ekonomi dan budaya yang sangat kompleks sebagai kawasan perkotaan terpadu, mandiri dan berintensitas tinggi (Wibisono, 2010, h.8).
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
4 1.6
Kerangka Penelitian
Kemungkinan Penerapan Konsep Compact City di Kawasan Jabodetabek Studi Kasus : Rasuna Epicentrum Latar Belakang 1. Peningkatan Jumlah Pelaju di daerah pinggiran kota Jakarta 2. Buruknya Jaringan transportasi umum di sekitar Jabodetabek meningkatnya pengguna kendaraan pribadi 3. Semakin maraknya penggunaan konsep compact city dalam bentuk super blok sebagai salah satu solusi penanganan permasalahan perkotaan
Pertanyaan penelitian Bagaimana kemungkinan penerapan salah satu solusi perkotaan yakni konsep compact city dalam menyelesaikan permasalahan di kawasan Jabodetabek?
Tujuan Mengetahui dampak positif dan negatif dari penerapan konsep compact city
Kajian teori
Latar Belakang Lahirnya Konsep Compact City Faktor- faktor pendorong fenomena sub-urbanisasi Kriteria- kriteria pola pengembangan urban sprawl
Konsep Compact City Definisi konsep Compact City Konsep Compact City Sebagai Suatu Pengembangan Perkotaan Yang Berkelanjutan Kriteria- Kriteria Pola Pengembangan Urban Sprawl
Tantangan dalam penerapan konsep compact city Kritik sosial dalam penerapan konsep compact city Penerapan konsep compact city dalam konteks kondisi perkotaan di Indonesia
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
5
Deskriptif studi kasus: Rasuna Epicentrum Lokasi berada di jalan HR. Rasuna Sahid, Kuningan dan berdekatan dengan kawasan segitiga emas Jakarta (SCDB dan Mega Kuningan) Batas Kawasan Utara & Barat: HR. Rasuna Sahid Selatan: Casablanca Timur: Menteng Pulo Luas Lahan & Tahun Pengembangan luas lahan 53.1 Ha dikembangkan mulai tahun 2006 Fasilitas-fasilitas yang ada perkantoran, hunian, rekreasi, pendidikan, dan pendukung transportasi
Analisa Studi Kasus Rasuna Epicentrum
Dilihat dari sisi penggunaan tata lahan campuran Dilihat dari sisi keberagaman
Kesimpulan
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
6 1.7
Urutan Penulisan Penulisan penelitian ini dibagi menjadi tujuh bab dengan urutan
pembabakan sebagai berikut : 1. BAB 1 PENDAHULUAN, memuat penjelasan mengenai latar belakang
masalah,
permasalahan
penelitian,
ruang
lingkup
permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kerangka penelitian serta urutan penulisan. 2. BAB 2 KAJIAN TEORI : LATAR BELAKANG LAHIRNYA KONSEP COMPACT CITY, menjelaskan tentang pengertian dari pengembangan urban sparwl dan juga faktor-faktor pendorong suburbanisasi. 3. BAB 3 KAJIAN TEORI : KONSEP COMPACT CITY, menjelaskan tentang pengertian dari konsep compact city beserta komponenkomponen pembetuknya dan juga menjelaskan tentang fungsi konsep compact city sebagai pengembangan perkotaan yang berkelanjutan. 4. BAB 4 KAJIAN TEORI : TANTANGAN DALAM PENERAPAN KONSEP COMPACT CITY, menjelaskan tentang kritik sosial bagi konsep compact city dan juga bagaimana penerapan ini dalam konteks kondisi perkotaan di Indonesia. 5. BAB 5 DESKRIPSI STUDI KASUS, menjelaskan tentang seluruh eleman-eleman apa saja yang berada di Kawasan Superblok Rasuna Epicentrum. 6. BAB 6 ANALISIS STUDI KASUS, menjelaskan tentang hasil analisis yang didapat dari studi kasus berupa kawasan superblok Rasuna Epicentrum sebagai sebuah alat penelitian konsep ini. 7. BAB 7 KESIMPULAN, menyimpulkan hasil analisis yang dilakukan, berisi masukan-masukan dari tim penguji sidang skripsi serta memberikan baik saran-saran maupun kritik-kritik membangun untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 2 LATAR BELAKANG LAHIRNYA KONSEP COMPACT CITY Konsep compact city lahir disebabkan oleh meningkatnya tingkat suburbanisasi. Akibat semakin meningkatnya fenomena suburbanisasi maka secara langsung mengakibatkan semakin maraknya fenomena urban sprawl di kota-kota besar. Oleh karena itu, bab ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor pendorong terjadinya fenomena suburbanisasi pada masyarakat perkotaan. Disamping itu, bab ini juga akan membahas mengenai definisi serta kriteriakriteria apa saja yang dapat digolongkan sebagai fenomena urban sprawl. 2.1
Faktor-Faktor Pendorong Suburbanisasi Terdapat empat faktor pendorong terjadinya suburbanisasi, antara lain
(Gillham, 2002, h.8-17) : a.
Tingginya Harga Tanah di Tengah Kota
Tanpa tingginya sistem pengembangan dari kepemilikan tanah kepada pihak swasta dan kegiatan pemasaran akan tanah di tengah kota, sprawl pasti tak akan pernah tercipta. Ada dua faktor yang menyebabkan harga tanah di tengah kota selalu lebih mahal dari pada di pinggiran kota yakni pengelompokan dan akses. Pebisnis mengangap akan sangat menguntungkan jika perbelanjaan akan barang-barang dan pelayan servis berada di dalam suatu pengelompokan. Pebisnis pada dasarnya bukan hanya membutuhkan jarak yang dekat antar pebisnis yang lainnnya tetapi juga membutuhkan jarak yang dekat dengan pusat kegiatan ekspor dan impor seperti, pelabuhan, dan stasiun kereta api. Tetapi sekarang dengan hadirnya jalan-jalan tol yang lebar, hal ini membuat para pebisnis mengubah pola pikirnya untuk melakukan kegiatan bisnisnya di pinggiran kota selain karena harga tanahnya yang lebih murah juga dikarenakan sudah terfasilitasinya dengan akses jalan yang mudah. b.
Pola Transpotasi
Terdapat
dua faktor transportasi utama yang membentuk suatu
pengembangan kota yakni alternatif pilihan moda transportasi dan tata letak fisik pola transportasi itu sendiri. Pada daerah pinggiran kota biasanya alternatif pemilihan moda transportasi sangatlah sedikit bahkan kadang pula mobil pribadi hanyalah satu-satunya pilihan moda transportasi. Waktu tempuh dan biaya sangat 7
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
8 menjadi penentu dalam bagaimana masyarakat memilih moda tranportasi apa yang akan dipilih. Terkadang justru penggunaan kendaraan bermotor pribadi jauh lebih murah karena waktu tempuh yang lebih cepat tanpa harus banyak berpindah kendaraan dan biaya parkir yang masih cenderung murah. Mobil menjadi satusatunya pilihan moda transportasi dikarenakan pengembangan dareah suburban yang menciptakan penggunaan peruntukan lahan dan pemisahan peruntukan lahan membuat mustahil jika di tempuh dengan berjalan kaki. Selain itu peruntukan lahan yang tersebar membuat pola tranportasi publik menjadi terlihat mustahil. c.
Kemajuan Teknologi Telekomunikasi
Dahulu para pebisnis menganggap bahwasannnya jika operasional perusahaan dan daya pekerjanya berada dalam satu atap akan lebih menguntungkan tetapi dengan hadirnya jalan-jalan tol, bandara dan teknologi termutakhir seperti komputer maka banyak pebisnis yang mengubah pola pikirnya untuk memindahkan operasional perusahaannya di daerah suburban dikarenakan harga tanahnya yang lebih murah. Kehadiran teknologi internet juga menjadi faktor meningkatnya desentralisasi kegiatan bisnis, contohnya adalah jika dahulu kita harus berbelanja di tengah kota tetapi dengan teknologi internet kita tak harus pergi lagi karena cukup dengan duduk dan memesannnya via online barang yang kita mau akan langsung berada di depan pintu rumah kita. d.
Kode Zoning dan Kode Bangunan
Aturan-atruan kode zoning dan kode bangunan menjadi faktor utama dari bagaimana akan suatu pengembangan kawasan itu dapat terjadi. Sekarang banyak sekali aturan-aturan dalam penzoningan maupun bangunan yang mendorong agar terciptanya pemisahan pengunaan peruntukan lahan. Seperti contohnya adalah adanya
pemisahan tipe-tipe
perumahan
yang
mengakibatkan terjadinya
diskriminasi sosial antara si kaya dan si miskin. Selain itu banyak aturan –aturan itu sekarang yang membuat kita tak dapat mencapai satu tempat dengan satu tempat yang lainnnya hanya dengan berjalan kaki karena adanya pemisahan peruntukan lahan yang sangat jauh itu. Definisi dari sprawl digambarkan sebagai salah satu fenomena suburban. Sprawl
ini
biasanya
dikarakteristikan dengan kepadatan
yang
rendah,
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
9 ketergantungan akan kendaraan bermotor, dan pola kota yang “tersebar” atau “tak terencana”. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri jika latar belakang lahirnya fenomena urban sprawl ini disebabkan oleh semakin populernya suburbanisasi di kota-kota besar di dunia. 2.2
Kriteria-Kriteria Pola Pengembangan Urban Sprawl Menurut Profesor Reid Ewing (Gillham, 2002, h.4-7) dari Florida
International University, ada enam bentuk pengembangan dari apa yang dinamakan dengan sprawl tersebut, antara lain : a.
Pengembangan leapfrog
Maksud dari istilah ini adalah pengembangan pembagian persil (subdivision), pusat perbelanjaan dan kawasan perkantoran telah melampaui pengembangan dari lahan pertanian maupun hutan didaerah perkotaan itu sendiri. Sehingga menghasilkan bentuk wajah kota yang seakan tambal sulam serampangan, wajah kota semakin melebar, dan banyak lahan yang terpakai. Pola karakter seperti ini merupakan bentuk dari karakter pengembangan kawasan suburban atau pinggiran kota. b.
Pengembangan lajur komersial
Pengembangan lajur komersial ini dikarakteristikan dengan jalan arteri yang besar dimana disana digambarkan terdapat pusat perbelanjaan, pom bensin, restoran cepat saji, drive-thru bank, kompleks perkantoran, lahan parkir dan banyak sekali papan-papan reklame yang besar terpampang di sepanjang lajur komersial tersebut. Selain itu pada pengembangan lajur komersial ini jarang sekali ditemukannnya jalur pejalan kaki dan biasanya perjalanan dari satu titik pusat aktifitas ke titik pusat aktifitas yang lainnnya harus ditempuh dengan kendaraan bermotor. Konsep pengembangan ini sangat populer sekali di Amerika Serikat terutama di wilayah Las Vegas yang tergambarkan dalam buku “Learning from Las Vegas”.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
10
Gambar 2.1 Suasana lajur komersial di Las Vegas, Amerika Serikat Sumber : Skyline
c.
Pengembangan Perumahan dengan Kepadatan Rendah
Kepadatan dari bentuk sprawl ini biasanya sangat rendah. Perumahan yang berada di daerah suburban sering dijumpai bukan hanya memiliki satu tingkat lantai bangunan saja melainkan pula memiliki lantai denah yang luas dimana dari setiap rumah tersebut pasti dihubungkan dengan jalan raya-jalan raya dan lahanlahan parkir.
Gambar 2.2 Masterplan perumahan di Sentul city Sumber : Rumahsentulcity.net
d.
Pengembangan Fungsi Tunggal
Pengembangan kawasan perumahan dengan kepadatan rendah sering dikarakteristikan dengan penyengajaan segregasi dari peruntukan lahan. Pada daerah ini biasanya peruntukan lahan yang berbeda akan sengaja dibuat jauh jaraknya atau bahkan tak dihubungankan satu sama lain. Pemisahan ini biasanya diformalkan melalui aturan-aturan penzoningan dan pembagian persil lahan.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
11 e.
Aksesbilitas yang Buruk
Menurut Profesor Reid Ewing (Gillham, 2002, h.7) dari Florida International University, maksud dari aksesbilitas yang buruk ini adalah jika perumahan berada jauh dari tempat aktifitas kegiatan di luar rumah atau tempat aktifitas kegiatan di luar rumah berada jauh dengan tempat aktifitas kegiatan di luar rumah yang lain. Karena semakin jauh jarak antar tempat untuk aktifitasaktifitas tersebut maka satu-satunya cara yang mudah untuk menempuhnya hanya dengan kendaraan bermotor. f.
Kurangnya Ruang Terbuka Publik
Sekarang banyak sekali ruang terbuka publik seperti taman-taman kota, waduk-waduk dan juga situ-situ yang diubah menjadi lahan-lahan parkir ataupun pusat-pusat perbelanjaan berupa mall. Sekarang seolah-olah mall yang besar merupakan ruang terbuka publik yang dimaksud sebagai pengganti dari peran ruang terbuka publik seperti taman kota, waduk dan situ, padahal mall tersebut sebenarnya juga dimiliki oleh pihak swasta. Dari uraian yang ada pada bab ini dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan suburbanisasi yang didorong oleh faktor tingginya harga tanah di tengah kota, faktor minimnya moda pola transportasi, faktor majunya teknologi telekomunikasi serta faktor kode zoning dan kode bangunan, merupakan cikal bakal lahirnya fenomena urban sprawl. Selain itu, daya dukung juga merupakan faktor yang cukup penting bagi alasan meningkatnya suburbanisasi karena masyarakat menganggap tinggal ditengah kota sudah tidak dapat mendukung lagi keberlanjutan kehidupan mereka. Daya dukung merupakan kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat penggunaan. Daya dukung ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial, ekonomi, dan budaya yang saling mempengaruhi. Biasanya bentuk pengenjawantahan daya dukung di perkotaan berupa infrastruktur seperti jalan, drainase, jalur pipa gas, jalur kabel listrik, jalur kabel telekomunikasi, dll. Fenomena urban sprawl inilah yang dikarakteristikan dengan kepadatan rendah, ketergantungan dengan kendaraan bermotor serta pola kota yang tersebar dan tak terencana yang menjadi isu utama dalam terciptanya konsep compact city. Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 3 KONSEP COMPACT CITY 3.1
Pengertian dari Konsep Compact City Pada awalnya ide dari ini hadir dari suatu adaptasi model perkotaan pada
abad pertengahan di eropa. Para pencetus ide ini sangat terpengaruh dengan aliran-aliran perancangan kota pada dekade „1980an yakni aliran- aliran enviromentalism
atau
juga
neo-traditionalism
dimana
aliran-aliran
ini
memfokuskan pada bagaimana perancangan kota itu bukan hanya tergantung pada faktor keindahan dan arsitekturnya saja melainkan harus juga melihat dari sisi kontekstualnya baik dari segi sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan. Ide utama dari ini adalah mencari solusi untuk meminimalisir emisi energi dengan cara meminimalisir jarak dan jumlah perjalanan kendaraan bermotor sehingga diasumsikan hal ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak. Selain sebagai salah satu solusi akan pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, konsep ini juga memiliki beberapa tujuan yakni untuk mendongkrak keefektifan pengunaan lahan perkotaan serta meningkatkan vitalitas area perkotaan. Konsep dari ini tak harus selalu diidentifikasikan hanya dengan pengintensifikasian berbagai macam kegiatan di tengah perkotaan melainkan terdapat hal yang lebih penting, yakni keterhubungan dari setiap fasilitas yang ada di perkotaan serta penciptaan yang kompak antara area lingkung bangun dengan area non-lingkung bangun (Gunawan, 2006, h.8). Oleh karena itu penting untuk dicermati jika konsep ini harus lebih mengutamakan „kekompakan‟ dari seluruh aspek yang ada didalam perencanaan kota baik dalam penciptaan suatu perkotaan maupun manajemen suatu perkotaan (Gunawan, 2006, h.16). 3.2
Konsep Compact City sebagai Suatu Pengembangan Perkotaan yang Berkelanjutan (Sustainable Urban Development) Meningkatkan ambang batas ketinggian bangunan dan mengintensifkan
aktivitas pada suatu area akan menciptakan skala ekonomi yang baik bagi fasiltas publik. Hal itu bertujuan agar dapat mendorong efisiensi tata guna dan sumber daya lahan sehingga kebutuhan akan lahan untuk kepentingan pembuatan gedung, jalan dan tempat parkir menjadi berkurang. Pada akhirnya, lahan-lahan sisa yang 12
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
13 tidak terpakai dapat dimanfaatakan sebagai ruang terbuka umum yang baik untuk mengamankan serta menjaga kota dari permasalahan lingkungan seperti banjir, tanah longsor, dll. Suburbanisasi dan tata letak pemukiman yang jauh dari pusat aktifitas sehari-hari seperti bekerja dan berbelanja menyebabkan lamanya waktu perjalanan yang harus ditempuh serta berkontribusi dalam peningkatan kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas dan peningkatan waktu tempuh suatu perjalanan dapat berakibat buruk bagi waktu produktif dan juga banyaknya penggunaan energi yang terpakai baik energi yang dikeluarkan oleh kendaraan seperti bahan bakar minyak maupun energi yang dikeluarkan oleh si pengendara itu sendiri. Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dapat menjadi pemicu terciptanya banyak polusi udara, meningkatnya kebisingan suara, asap kendaraan bermotor yang dapat menganggu kesehatan tubuh, serta berkontribusi dalam peningkatan efek rumah kaca yang mengakibatkan perubahan iklim global. Tetapi perlu dicermati kembali jika pengintensifan kegiatan sehari-hari manusia dan juga perencanaan tata letak pemukiman manusia yang dekat dengan kegiatan sehari-hari tidak akan langsung secara otomatis menciptakan pengembangan perkotaan yang berkelanjutan. Pengertian pengembangan yang berkelanjutan bukan hanya tentang produksi terhadap sebuah barang atau jasa saja tetapi juga mengenai bagaimana hal itu bisa bereproduksi kembali sehingga selalu menjadi berkelanjutan (continue). Pengembangan yang berkelanjutan bukan hanya fokus terhadap bagaimana menjaga bumi dari isu lingkungan dan pengembangan ekonomi semata saja tetapi juga terhadap ketergantungan masyarakat dengan lingkungannnya. Karena keberlanjutan dari dimensi setiap individu manusia ataupun masyarakat harus sejajar sebagai sebuah eksplisit dari lingkungan sosial dan hubungan sosio-ekonominya. Mengapa faktor sosial juga patut menjadi fokus dalam pengembangan yang berkelanjutan selain isu lingkungan dan ekonomi?
kerena menurut Gregory, Bhaskar, Walmsley dan
Lewis (di Jarvis, Pratt,& Chong Wu, 2001, h.133), yakni “individu create society, society produces individu in continues dialetic reproduction”.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
14 3.3
Komponen-Komponen Pembentuk Konsep Compact City Sebagai sebuah konsep model perancangan kota, juga memiliki beberapa
komponen-komponen pembentuk sebagai sebuah parameter solusi dari isu ekologi yang menjadi dasar pertama pemikiran lahirnya konsep perancangan kota ini (Cooper, Evans, & Boyko, 2009), yaitu: a.
Penggunaan Campuran (Mixed-use)
Penggunaan campuran pada tata guna lahan perkotaan menurut Lagendijk dan Wisserhof (1999, di Cooper, Evans, & Boyko, 2009, h.194) dapat diartikan sebagai sebuah intensifikasi (efisiensi, intensitas pengunaan), interweaving (area atau gedung yang multifungsi), dan beberapa pengunaan lahan dalam waktu yang bersamaan
(temporal
mix).
Pengembangan
pengunaan
campuran
dapat
menciptakan vitalitas, keberagaman serta dapat mengurangi kebutuhan akan perjalaanan. Hal ini menurut DoE PPGI (1997, di Cooper, Evans, & Boyko, 2009, h.192) akan lebih menciptakan keberlanjutan daripada pengembangan yang mengandalkan penggunaan tunggal. Pengembangan pengunaan campuran dapat membawa kita kedalam kehidupan yang baru dimana hal ini dapat meningkatkan kualitas kehidupan serta karakter dari suatu tempat tersebut dan juga dapat menciptakan pola pengembangan yang berkelanjutan untuk masa yang akan datang (English Partnership, 1998). Akan tetapi perlu dicermati bahwa pengembangan pengunaan campuran, jika hanya digunakan oleh penguna yang homogen akan menghasilkan solusi yang kurang efektif dan kurang berkelanjutan bagi lingkungan. a.
Keberagaman (Diversity)
Berbeda dengan penggunaan campuran yang lebih menitikberatkan pada bentuk perkotaan yang didasari dari bentuk material fisik dan spasial saja, keberagaman justru lebih menitikberatkan kepada bagaimana hubungan antara sosio-ekonomi dan kebudayaan masyarakat kota dengan bentuk fisik dan spasial kota dalam konteks kehidupan berkota sehari-hari. Oleh karena itu pengembangan keberagaman bentuk fisik material dan spasial dari sebuah bentuk perkotaan juga harus diimbangi dengan pengembangan keberagaman kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi di perkotaan tersebut. Fungsi hadirnya keberagaman dalam kehidupan perkotaan adalah agar dapat menawarkan perbedaan kesempatan bagi Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
15 bentuk-bentuk kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu juga dapat menciptakan perbedaan „spesies‟ dari pengguna kehidupan ekonomi, sosial dan budaya tersebut (Cooper, Evans, & Boyko, 2009, h.237).
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 4 TANTANGAN DALAM PENERAPAN KONSEP COMPACT CITY Jika pada bab sebelumnya membahas mengenai definisi, tujuan serta komponen-komponen pembentuk konsep compact city, pada bab ini akan membahas tentang kendala-kendala apa saja yang ada dalam penerapan konsep ini. Bab ini khususnya akan lebih menyoroti mengenai kendala penerapan konsep compact city dilihat dari segi sosial serta kendala yang kemungkinan akan dihadapi jika akan diterapkan di Indonesia. 4.1
Kritik Sosial dalam Penerapan Konsep Compact City Seperti teori-teori pada umunya, konsep model perkotaan berupa ini juga
mendapatkan berbagai kritik terutama dari segi sosialnya. Tak dapat dipungkiri jika objek yang paling menjadi sasaran dari ini bukan lain adalah masyarakat perkotaan itu sendiri karena mereka harus merasakan dinamika perubahan sosial yang terjadi dengan adanya perubahan pola spasial di lingkungan mereka. Jika dilihat dari sudut pandang ’waktu’ dan ’ruang’, saat ini kita hidup di lingkungan masyarakat yang berdasar pada era kapitalis industri yang erat hubungannnya dengan produksi massal dan reproduksi massal. Oleh karena itu tak aneh jika pada kenyataannya terjadi pemisahan antara tempat kerja dengan tempat tinggal. Hal ini tentu akan berbeda jika kita masih hidup di dalam lingkungan masyarakat pada era agraris yang dimana produksi dan reproduksinya itu masih dibatasi oleh ‘waktu’ dan ‘ruang’ (Jarvis, Pratt & Chong Wu, 2001, h.137). Pembahasan bukan sekedar hanya yang berhubungan dengan spasial dan bentuk saja tetapi juga mengenai bagaimana cara menunjukan keterkaitan ‘waktu’ dan ‘ruang’ antara kehidupan sehari-hari dan seluruh struktur kehidupan perkotaannya sehingga terciptalah kehidupan sosial yang berkelanjutan (Jarvis, Pratt & Chong Wu, 2001, h.145). Seperti yang diungkapkan oleh William (1996, di Gunawan, 2006, h.8) yakni “Compactness and mixed uses are associated with cultural development and social cohesion since it encourages shared facilities and ensure accessibility for everybody.” Sebagai salah satu contohnya adalah kuantitas dan kualitas dari sebuah kebutuhan akan pemukiman yang harus bisa memenuhi seluruh jenis pekerjaan apa saja yang ada di area tersebut dan pekerjaan yang cocok itu juga harus 16
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
17 diciptakan di area dimana orang-orang biasanya bertempat tinggal. Oleh karena itu keberlanjutan (sustainable) memiliki isu dasar mengenai hal tentang ‘waktu’ dan ‘ruang’ antara aktivitas produksi dan aktivitas reproduksi pada dualitas reproduksi individu dan reproduksi sosial. 4.2
Penerapan Konsep Compact City dalam Konteks Kondisi Perkotaan di Indonesia Konsep compact city yang diadopsi dari perkembangan dan permasalahan-
permasalahan di kota-kota Eropa memang harus melalui tahap adaptasi kembali jika ingin menghadirkan konsep ini dalam konteks perkotaan di Indonesia. Terdapat enam hal permasalahan utama yang menjadi tantangan dalam penerapan di Indonesia (Gunawan, 2006, h.26-36), antara lain : a.
Mahalnya Harga Tanah
Harga tanah didaerah perkotaan di Indonesia dapat begitu mahal dikarenakan daerah perkotaan menjadi satu-satunya tujuan utama dari para pelaku ekonomi dan pelaku bisnis untuk melakukan aktifitasnya. Kenyataan ini diperparah dengan konsidi penyedian tanah dan penentuan harga tanah di Indonesia yang lebih dipengaruhi oleh mekanisme pasar. Kebijakan seperti land stock maupaun land banking yang popular di Eropa justru tidak popular di Indonesia sehingga hal ini menyebabkan tanah masih menjadi sebuah obyek untuk investasi maupun spekulasi. Situasi ini bukan hanya menyebabkan tingginya harga-harga pemukiman di Indonesia tetapi juga membuat kapasitas pemerintah daerah di Indonesia untuk menerapakan perencanaan pengembangan perkotaan demi kebutuhan publik semakin mendapatkan hambatan yang serius. b.
Tingginya Tingkat Urbanisasi
Tingginya tingkat urbanisasi di Indonesia berdampak langsung terhadap pengunaan tata guna lahan di daerah perkotaan di Indoensia. Banyak hutan kota, taman-taman dan juga ruang-ruang terbuka hijau pada pusat kota-pusat kota di Indonesia berubah fungsinya menjadi pusat pusat perbelanjaan atau mall, pusatpusat bisnis atau juga condominium-condominium. Sedangkan di daerah sekitar perkotaan yang justru memiliki fungsi sebagai lahan pertanian dan penjaga
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
18 ekosistem lingkungan kota juga tak luput dari perubahan fungsi yang sama seperti yang terjadi di pusat kota. c.
Tingginya Pengunaan Kendaraan Bermotor Pribadi
Tingginya urbanisasi menyebabkan tingginya permintaan kebutuhan akan pemukiman di kota-kota di Indonesia. Tetapi dikarenakan harga tanah di pusat kota yang mahal menyebabkan banyak pemukiman justru hadir di daerah-daerah sekitar perkotaan karena harga tanah disana yang tidak begitu mahal seperti yang ada di pusat kota. Biasanya pemukiman-pemukiman ini memiliki tingkat kepadatan yang rendah dan jarak antara pemukiman dengan fasilitas-fasilitas pendukung kehidupan sehari-hari sangat jauh sehingga asumsi perjalanan yang paling dapat dilakukan hanyalah dengan menggunakan kendaraan bermotor. Tak dapat dipungkiri jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi salah satu penyebab meningkatnya populasi pengguna kendaraan pribadi di Indonesia karena meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat kelas menengah menciptakan meningkatnya pula daya beli masyarakat dalam memiliki kendaraan bermotor. Kombinasi dari permasalahan jarak antara pemukiman dengan fasilitas-fasilitas pendukung kehidupan sehari-hari yang sangat jauh dan juga buruknya pelayanan tarnsportasi publik di Indonesia memicu terciptanya peningkatan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di Indonesia. d.
Penggunaan Energi yang Tidak Efisisen
Jika sebelumnya paradigma yang tercipta bahwasannya aktifitas industri merupakan aktifitas yang paling banyak melakukan pemborosan energi, tetapi saat ini pemborosan konsumsi energi yang paling besar justru dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Seperti yang diungkapkan oleh Oemry (2003, di Gunawan, 2006, h.31) bahwasannnya tingkat penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia meningkat tajam 10% setiap tahunnnya dan sektor transportasi merupakan sektor yang mengkonsumsi lebih dari 90% sumberdaya yang tak terbarukan tersebut. e.
Lemahnya Kebijakan dan Kontrol Regulasi
Pengalaman mengungkapkan bahwasannya kebijakan transportasi yang sukses di kota dengan tingkat kepadatan yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian realitas spasial di daerah perkotaan tersebut. Pada faktanya banyak kota-kota di Indonesia
memiliki
detail
pengembangan
perancangan
perkotaan
baik
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
19 perencanaan aturan bangunan maupun perancangan lansekap yang tidak cocok dengan transportasi non-kendaraan bermotor tetapi masih berorientasi kepada akses kendaraan bermotor pribadi. Seperti yang diutarakan oleh Dressbach dan Wessels (1992, di Gunawan, 2006, h.34) mengenai kebijakan transportasi di Indonesia yaitu: “The main emphasis of urban transport policy and practice in Indonesia has long been on efforts to increase the flow of traffic. Vehicle ownership restraint heas been rejected around the country. Public transport and non-motorized transport have been neglected. Indonesia has had lowest gasoline prices of the Asian Group.”
Selain kebijakan mengenai transportasi, kebijakan mengenai rencana pengembangan tata ruang di Indonesia juga masih lemah. Banyak perencanaan pengembangan tata ruang di Indonesia masih menjadi subyek intervensi para pelaku yang memiliki kepentingan di segi baik politik maupun ekonomi. Menurut Cowherd (2005, di Gunawan, 2006, h.36) banyak aturan-atruan yang diciptakan hanya demi kepentingan para pebisnis maupun politikus semata. Sehingga banyak perencanaan pengembangan tata ruang kota-kota di Indonesia yang masih belum detail dan masih terlalu luas untuk fokus diterapkan dalam segi spasial terutama untuk level-level kepemerintahan tingkat bawah seperti kelurahan. Padahal seharusnya menurut Faludi (2005, di Gunawan, 2006, h.36), sebuah perencanaan pengembangan tata ruang perkotaan yang baik itu harus memiliki sebuah hirarki perencanaan yang sistematis dan formal baik dari level atas kepemerintahan (Negara) sampai dengan level bawah kepemerintahan (Kelurahan) dengan menitikberatkan pada koordinasi sektor-sektor lain dengan aktifitas sektor publik tetapi tetap fokus untuk diterapkan dalam segi spasial dan juga segi pengembangan ekonomi. f.
Kesenjangan Sosial dan Perbedaan Perilaku Masyarakat Indonesia
Paradigma bahwasannya kepemilikan rumah dan kepemilikan kendaraan pribadi masih menjadi properti untuk tolak ukur akan status sosial mayoritas masyarakat di Indonesia. Tinggal di rumah yang mewah dan besar serta memilki beberapa kendaraan pribadi masih menjadi cara untuk menaikan status sosial di kehidupan
mayoritas
masyarakat
Indonesia.
Bagi
mereka
yang
hanya
berpenghasilan ekonomi menengah kebawah, melakukan kegiatan sehari-hari dengan berjalan ataupun bersepeda adalah hal yang paling realistis karena mereka Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
20 tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memiliki kendaraan bermotor pribadi. Mayoritas masyarakat di Indonesia lebih rasional memilih menggunakan kendaraan bermotor dari pada berjalan kaki ataupun bersepeda dikarenakan selain faktor kecepatan, mereka juga menghindar dari kondisi berkeringat dan kehujanan karena memang kondisi geografis dan iklim Indonesia berada di daerah tropis yang lembab, intensitas sinar matahari yang tinggi dan intensitas hujan yang tinggi pula. Meskipun mahalnya harga tanah, tingginya tingkat urbanisasi, tingginya tingkat pengguna kendaraan bermotor, pengunaan energi yang tidak efisien, lemahnya kebijakan serta kontrol regulasi dan juga kesenjangan sosial dan perbedaan perilaku masyarakat di Indonesia menjadi tantangan dalam penerapan compact city di Indonesia tetapi masih ada kemungkinan konsep ini untuk diterapkan di negara ini. Krisis ekonomi dunia dan melambung tingginya harga minyak mentah dunia menjadi momentum pemicu untuk mempromosikan dan menerapkan konsep di Indonesia. Menurut Gunawan (2006) Terdapat beberapa langkah penerapan yang kemungkinan dapat diterapkan pada perancangan kota di Indonesia antara lain :
Pengembangan areal pemukiman baru beserta fasilitas-fasilitas pendukungnya yang ‘kompak’ di daerah pinggiran kota dengan menitikberatkan kepada orientasi pelayanan kendaraan angkutan umum seperti bus atau kereta api. Sehingga aktifitas ekonomi dan sosial dapat terfokus didalam pengembangan berorientasi kepada kendaraan angkutan umum ini.
Untuk menghadapi harga tanah yang tinggi, pengembangan perkotaan dengan cara pengintesifikasian berbagai fungsi bangunan dalam satu lahan menjadi solusi yang bijak dalam mengatasi hal tersebut. Tetapi solusi ini juga perlu di dukung dengan hadirnya investasi yang tinggi di bidang infrastruktur dan manajemen perkotaan yang efektif demi mempertahankan keberlanjutan dari penerapan pengembangan ini.
Membatasi pengunaan kendaraan bermotor pribadi, baik dengan langkah kebijakan finansial maupun juga dengan penerapan desain Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
21 perkotaan yang lebih bersahabat dan nyaman untuk mendorong masyarakat Indonesia beralih menggunakan kendaraan angkutan umum, bersepeda maupun berjalan kaki.
Menghadirkan perancangan kota dan perancangan lansekap yang cocok dengan iklim tropis lembab di Indonesia dan juga harus sesuai dengan perilaku mayoritas masyarakat
Indonesia yang lebih
menghindari kondisi berkeringat dan kehujanan.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 5 DESKRIPSI STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM Superblok Rasuna Epicentrum adalah salah satu superblok yang dikembangkan oleh PT. Bakrie Swasakti Utama, anak perusahaan dari PT. Bakrieland Development Tbk dengan lokasi yang berada di kawasan Kuningan, DKI Jakarta. Supeblok ini dapat diakses melalui Jalan H.R Rasuna Said pada bagian utara kawasan dan juga Jalan Casablanca pada bagian selatan kawasan. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2010-2030, kawasan Rasuna Epicentrum termasuk ke dalam Wilayah pengembangan kotamadya Jakarta Selatan bagian utara dengan kebijakan untuk pengembangan kawasan permukiman dengan intensitas sedang sampai tinggi. Untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan DKI Jakarta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 RTRW DKI Jakarta 2010-2030, maka misi pengembangan tata ruang Kotamadya Jakarta Selatan yang salah satunya adalah mewujudkan wilayah bagian utara Jakarta Selatan sebagai pusat niaga terpadu. Selain itu dalam RTRW DKI Jakarta 20102030 juga diterapkan strategi pengembangan tata ruang untuk kawasan Jakarta Selatan yakni pertama, pengembangan kawasan strategis skala nasional dan internasional pada kawasan ekonomi prospektif di kawasan Segitiga Kuningan, Casablanca, Manggarai dan penataan kawasan Blok M Kebayoran Baru. Kedua, mengakomodasikan permukiman dengan kepadatan sedang pada wilayah bagian utara Jakarta Selatan dan mempertahankan pengembangan permukiman dengan kepadatan rendah pada wilayah bagian selatan Jakarta Selatan (Badan Perencanaan Daerah DKI Jakarta Online, 2011). Kawasan superblok ini juga termasuk kedalam bagian kawasan „segitiga emas Jakarta‟ yang berdekatan dengan kawasan terpadu SCBD, Sudirman dan kawasan Mega Kuningan, Kuningan. Kawasan superblok ini dapat dikatakan sangat strategis dan potensial karena selain berada pada kawasan „segitiga emas Jakarta‟, kawasan superblok ini juga diperuntukan sebagai kawasan karya pemerintah mulai dari kedutaan-kedutaan besar negara-negara sahabat RI sampai dengan kantor-kantor pemerintah RI.
22
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
23
Gambar 5.1 Peta Kawasan Kuningan Sumber : Google Earth (yang telah diolah kembali)
Superblok Rasuna Epicentrum memiliki luas area pembangunan seluas 53,1 Ha dan mulai dikembangkan pada tahun 2006. Superblok ini merupakan pengembangan dari kompleks Apartemen Taman Rasuna di kawasan Kuningan, Jakarta. Superblok Rasuna Epicentrum ini terdiri dari berbagai fasilitas antara lain yaitu fasilitas hunian, fasilitas perkantoran, fasilitas rekreasi, fasilitas pendidikan serta fasilitas penunjangnya seperti fasilitas pendukung transportasi (Shuttle Bus serta Halte Bus Rasuna Epicentrum).
Gambar 5.2 Masterplan Rasuna Epicentrum Sumber : Rasunaepicentrum.com (yang telah diolah kembali)
Pada awalnya superblok ini merupakan pengembangan dari kompleks Apartemen Taman Rasuna. Superblok ini terbagi dalam tiga tahap pengembangan, tahap yang pertama adalah pengembangan dua tower apartemen baru di kavling Apartemen Taman Rasuna, pengembangan menara kantor sebagai tenggaran Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
24 kawasan superblok ini, pengembangan fasilitas-fasilitas rekreasi berupa mall dan pusat kebugaran dan pengembangan fasilitas pendidikan berupa perguruan tinggi di kavling Pasar Festival yang semenjak tahun 2012 berubah namanya menjadi Plaza Festival. Tahap pengembangan yang kedua adalah pengembangan 11 tower apartemen di dua kavling baru serta pengembangan hunian tingkat rendah berkelas suite room.
Dan tahap pengembangan yang terakhir
adalah
pengembangan di kavling dekat jalan H.Cokong dan di kavling dekat jalan Jembatan Merah. 5.1
Fasilitas Hunian di Superblok Rasuna Epicentrum Fasilitas hunian yang terdapat di superblok Rasuna Epicentrum terdiri dari
dua tipe hunian, yang pertama adalah tipe hunian berupa hotel yaitu Aston Rasuna Hotel & Residence serta yang kedua adalah tipe hunian berupa apartemen yaitu Apartemen Taman Rasuna dan The 18th Residence. Aston Rasuna Hotel Epicentrum merupakan hotel bintang empat yang dibangun sejak tahun 2004. Aston Rasuna Hotel Epicentrum ini terdiri dari dua buah menara dimana menara A terdiri dari 223 unit kamar hotel dan menara B terdiri 226 unit condominium. Sedangkan untuk seluruh tipe hunian vertikal berupa apartemen pada superblok Rasuna Epicentrum dapat saling terhubung satu sama lain serta dapat terhubung pula dengan sebuah podium yang difungsikan sebagai areal ruang terbuka hijau. Pada setiap menara hunian vertikal di Superblok Rasuna Epicentrum ini juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung seperti lajur untuk jogging, kolam renang, lapangan basket, lapangan tenis, taman bermain anak-anak, minimarket, layanan binatu, dan kafe tetapi sayangnya demi menjaga keamanan penghuni, hanya penghuni saja yang dapat mengakses fasilitas-fasilitas umum ini dengan mengunakan sebuah kartu akses.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
25
Gambar 5.3 Apartemen Taman Rasuna Sumber : rasunaepicentrum.com
Saat ini sedang dikembangkan hunian-hunian baru berupa apartemen dan condominium suite di superblok ini. Apartemen yang sedang dikembangkan dan sedang dalam masa konstruksi bernama The Wave. The Wave merupakan apartemen yang terdiri dari sembilan tower yang diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, coral tower terdiri dari 41 lantai, sand tower terdiri dari 42 lantai dan breeze tower terdiri dari 37 lantai. Sedangkan The Grove Suite merupakan condominium mewah yang sedang dikembangkan dan sedang dalam masa konstruksi dimana condominium ini terdiri dari 12 lantai. 5.2
Fasilitas Perkantoran di Superblok Rasuna Epicentrum Fasilitas perkantoran yang terdapat di superblok Rasuna Epicentrum terdiri
dari Bakrie Tower, Studio Andalas Televisi (ANTV) dan Rasuna Office Park. Salah satu unit fasilitas perkantoran ini bahkan menjadi tenggaran dari superblok Rasuna Epicentrum ini yakni Bakrie Tower. Bakrie Tower memiliki ketingggian 215 meter yang terdiri dari 50 lantai dan dibangun di lahan seluas 64.856 m2.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
26
Gambar 5.4 Bakri tower (kiri) dan Rasuna Office Park (kanan) Sumber : Rasunaepicentrum.com & dokumentasi pribadi (yang telah diolah kembali)
Menara kantor ini dikembangkan dengan konsep dan bentuk gubahan massa yang unik (twisting and interlocking concept) serta dirancang dengan memperhatikan isu „keberlanjutan‟ (efisiensi energi, isu lingkungan dan konservasi air) hasil kolaborasi antara biro konsultan PT. Associate Architect URBANE Indonesia (Indonesia)
dengan
HO+K
INTERNATIONAL
(ASIA/PACIFIC)
LTD.
(Hongkong). Dengan alasan itulah maka tidak aneh jika menara ini dijadikan sebagai sebuah tenggaran dari superblok Rasuna Epicentrum ini. 5.3
Fasilitas Rekreasi di Superblok Rasuna Epicentrum Selain terdapat fasiltas hunian dan perkantoran, Superblok Rasuna
Epicentrum juga memiliki fasiltas lain berupa fasilitas rekreasi yakni Epicentrum Walk dan Elite Club Epicentrum. Epicentrum Walk adalah kompleks komersial berbentuk retail yang dibangun di lahan seluas 24.963 m2.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
27
Gambar 5.5 Epicentrum Walk (kiri) dan Elite Club Epicentrum (kanan) Sumber : Rasunaepicentrum.com & dokumentasi pribadi (yang telah diolah kembali)
Epicentrum Walk memiliki konsep “covered open air Mall & Entertainment Center with lifestyle retail and Foods & Beverages.” yang juga dilengkapi dengan fasilitas tranpostasi internal berupa „tram‟. Sedangkan Elite Club Epicentrum merupakan pusat kebugaran eksklusif terdiri dari tiga lantai yang dibangun di lahan seluas 22,783 m2. Selain sebagai pusat kebugaran, Elite Club Epicentrum juga dirancang dengan menawarkan konsep sebagai „oase‟ dari kesibukan kegiatan sehari-hari bagi para penghuni superblok Rasuna Epicentrum yang dipadukan dengan dengan rancangan lansekap yang asri dan ruang terbuka hijau yang difungsikan juga sebagai ruang interaksi sosial. 5.4
Fasilitas Pendidikan di Superblok Rasuna Epicentrum Satu-satunya fasilitas pendidikan yang ada di kawasan superblok Rasuna
Epicentrum ini berupa lembaga perguruan tinggi yakni Universitas Bakrie. Universitas ini berada disebelah Plaza Festival dekat dengan Gelanggang Olahraga & Remaja Soemantri Brojonegoro. Berawal dari perubahan kepemilikan STIE Mulia Persada pada tahun 2006, maka STIE Bakrie School of Management (BSM) pun berdiri pada tahun yang sama di bawah naungan Yayasan Pendidikan Bakrie (YPB). Pada Juli 2009 Yayasan Pendidikan Bakrie (YPB) menetapkan pendirian Universitas Bakrie (UB), menggantikan status BSM yang semula STIE menjadi Universitas dengan tambahan program studi baru yakni program studi Ilmu Komunikasi, Ilmu Politik, Sistem Informasi, Teknik Informatika, dan Teknik Industri. Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
28
Gambar 5.6 Universitas Bakrie Sumber : Dokumentasi pribadi
5.5
Fasilitas Transportasi dan Infrastruktur di Superblok Rasuna Epicentrum
Gambar 5.7 Fasilitas shuttle bus (kiri) dan peta trayek shuttle bus (kanan) di Rasuna Epicentrum Sumber : Dokumentasi pribadi
Di kawasan ini juga tersedia fasilitas transportasi internal berupa halte bus serta shuttle bus gratis yang dapat mengantarkan penghuni dari hunian-hunian mereka untuk berpindah ke fungsi-fungsi lahan lainnnya. Selain faktor transportasi internal, kawasan ini juga sudah di dukung dengan fasilitas transportasi eksternal yang ada di Jakarta yaitu fasilitas transportasi Bus Transjakarta yang dapat diakses melalui halte GOR Soemantri dari koridor Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
29 Dukuh Atas – Ragunan. Oleh karena itu penghuni tak perlu lagi berpergian dengan kendaraan bermotor pribadi mereka jika ingin berpergian keluar dari kawasan superblok ini.
Gambar 5.8 Riverfront pedestrian way di Rasuna Epicentrum Sumber : Dokumentasi pribadi
Selain tersedianya shuttle bus, halte bus dan akses Bus Transjakarta, Superblok Rasuna Epicentrum juga didukung dengan fasilitas lajur pejalan kaki yang baik dan lebar. Material batu alam bertekstur digunakan sebagai penutup lajur pejalan kaki dan lajur kendaraan bermotor terlihat bahwa kendaraan bermotor yang bersirkulasi di kawasan superblok ini berjalan lebih pelan daripada dengan material aspal atau beton. Selain fasilitas penunjang berupa fasilitas transportasi, pada kawasan superblok ini juga terdapat fasilitas infrastruktur. Sungai buatan yang ada pada kawasan superblok ini bukan hanya berfungsi sebagai ruang terbuka publik bagi penghuni kawasan superblok ini melainkan juga sebagai penghubung jalur drainase kawasan ini dengan jalur drainase kota Jakarta seperti yang terlihat pada gambar 5.8.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 6 ANALISIS STUDI KASUS : RASUNA EPICENTRUM Tabel 6.1 Tabel Peruntukan, KDB, KLB Rasuna Epicentrum Jenis Peruntukan Karya Kantor
Koefisien Dasar Bangunan 50% 55%
Koefisien Lantai Bangunan 3,5 3
50%
3,5
55% 40% 45% 50% 15%
3 3,5 4 3,5 3,3
45%
3.3
Karya Perdagangan Wisma Sedang
Rata-Rata
Sumber : Tatakota-jakartaku.net (telah diolah kembali)
Dari data diatas dapat dilihat bahwa superblok Rasuna Epicentrum termasuk ke dalam kawasan yang multifungsi terlihat dari adanya berbagai peruntukan seperti peruntukan untuk wisma hunian, karya kantor, dan karya perdagangan. Selain itu dari data diatas, rata-rata KDB dan KLB di superblok Rasuna Epicentrum adalah 40% dan empat. Hal ini menjelaskan bahwa kawasan superblok ini memiliki intensitas bangunan yang tinggi sehingga pengembangan massa bangunan yang terjadi menjadi vertikal. Oleh karena itu, kawasan ini dapat digolongkan sebagai bentuk konsep compact city karena selain kawasan ini multifungsi (mixed use) juga karena kawasan ini memiliki intensitas bangunan yang tinggi. Merujuk dari apa yang dibahas pada bab dua kajian teori mengenai definisi compact city bahwasannnya terdapat dua komponen utama pembentuk compact city yaitu penggunaaan tata guna lahan campuran (mixed use) dan keberagaman (diversity). Maka dari itu pada bab ini akan dipaparkan analisis keterhubungan dari kedua komponen tersebut dengan studi kasus berupa superblok Rasuna Epicentrum.
30
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
31 6.1
Analisis Superblok Rasuna Epicentrum Dilihat dari Sisi Penggunaan Tata Guna Lahan Campuran Seperti yang dibahas pada bab dua tentang definisi konsep compact city
bahwa salah satu komponen pembentuk konsep compact city adalah penggunaan tata guna lahan campuran (mixed use). Hal ini juga dapat ditemukan pada kawasan Superblok Rasuna Epicentrum dimana terdapat pencampuran tata guna lahan antara tata guna lahan untuk fasilitas hunian, perkantoran, rekerasi dan pendidikan berada dalam satu kawasan yang terintegrasi. Terdapat pula tiga ciri dari pengunaan tata guna lahan campuran (seperti yang ada pada bab II pada konsep compact city) yaitu pengintensifan, penggunaan bangunan yang multifungsi serta beberapa penggunaan lahan dalam waktu yang bersamaan. Hadirnya suatu pengintesifan penggunaan tata guna lahan ditujukan agar para penghuni superblok Rasuna Epicentrum tak perlu berpergian jauh dalam melakukan perjalanan untuk berkegiatan sehari-hari seperti bekerja, berbelanja dan menikmati hiburan di luar rumah. Hal ini terlihat dengan adanya fasilitas rekreasi misalnya Epiwalk, fasilitas perkantoran misalnya Bakrie Tower dan fasilitas hunian di superblok Rasuna Epicentrum. Selain itu pengintesifan penggunaan tata guna lahan dan ambangan batas ketinggian bangunan di superblok ini menjadi pemicu meningkatnya pertumbuhan ekonomi bagi daerah di sekitar Kuningan khususnya maupun Jakarta pada umumnya. Oleh karena itu, kawasan superblok ini menjadi salah satu kawasan yang semakin penting bagi roda perekonomian DKI Jakarta seperti halnya kawasan Mega Kuningan maupun SCBD. Pengintensifan tata guna lahan cukup dikatakan berhasil dalam konteks mendorong penghuni untuk cukup dengan berjalan kaki saja dalam melakukan perjalanan dari satu bangunan ke bangunan lainnnya. Selain itu, penggunaan material batu alam bertekstur sebagai penutup jalan kendaraan merupakan cara yang jitu untuk mengurangi kecepatan kendaraan pribadi yang lalu-lalang di kawasan ini dikarenakan hal ini dapat meningkatkan rasa aman bagi para pejalan kaki dalam melakukan perjalanannya dari satu bangunan ke bangunan lainnnya. Walaupun demikian menurut hasil pengamatan lapangan serta keterangan dari salah satu penghuni superblok Rasuna Epicentrum, mayoritas dari para Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
32 penghuni superblok Rasuna Epicentrum justru bekerja diluar kawasan superblok tersebut seperti di Kawasan SCBD atau Mega Kuningan. Alasan dari salah satu penghuni kawasan Superblok Rasuna Epicentrum memilih untuk tinggal disini justru karena lokasi superblok ini yang memang tidak jauh dari tempat-tempat mereka bekerja, sehingga mereka tidak harus terjebak lama dalam kemacetan di Jakarta. Sedangkan banyak pekerja di kawasan Superblok Rasuna Epicentrum seperti yang bekerja di Bakrie Tower, Studio ANTV maupun Rasuna Office Park justru tidak tinggal di kawasan Superblok Rasuna Epicentrum tersebut.
Gambar 6.1 Masterplan Rasuna Epicentrum (yang telah diolah kembali) Sumber : Rasunaepicentrum.com (yang telah diolah kembali)
Selain permasalahan tersebut, terlihat bahwasannya kawasan superblok ini masih menciptakan pencampuran tata guna lahan secara horisontal saja belum menyentuh pada pencampuran tata guna lahan secara vertikal. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemisahan dan pengelompokan fungsi-fungsi tata guna lahan dalam kawasan superblok ini seperti yang terlihat pada gambar 6.1 dimana blok-blok massa bangunan yang diberi warna kuning menunjukan fasilitas hunian, warna hijau menunjukan fasilitas perkantoran, warna jingga menunjukan fasilitas rekreasi serta warna merah jambu menunjukan fasilitas pendidikan. Blok-blok massa bangunan ini masih memiliki fungsi yang tunggal padahal seharusnya penggunaan tata guna lahan campuran akan lebih efektif, jika suatu bangunan memiliki perpaduan fungsi lebih dari satu misalnya mall dan hotel sehingga Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
33 bangunan tersebut dapat berfungsi selama hampir 24 jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. 6.2
Analisis
Superblok
Rasuna
Epicentrum
Dilihat
dari
Sisi
Keberagaman Seperti yang dibahas pada bab II tentang definisi konsep compact city bahwa komponen kedua pembentuk konsep compact city selain komponen pengunaan tata guna lahan campuran adalah komponen keberagaman (diversity). Komponen ini memiliki sudut pandang yang berbeda dengan komponen pembentuk konsep compact city yang pertama (pengunaan tata guna lahan campuran yang erat kaitannnya dengan faktor fisik dan teknis) karena komponen ini lebih menyoroti kepada faktor non-fisik/non-teknis yaitu faktor spasial, sosioekonomi dan budaya. Seperti yang dijelaskan pada bab empat mengenai kritik sosial bagi konsep compact city bahwa pencampuran tata guna lahan dapat menghasilkan keragaman pemakai mulai dari kalangan ekonomi bawah sampai kalangan ekonomi atas. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukan bahwa mayoritas beragam fasilitas yang ada di kawasan ini justru hanya dapat diakses oleh kalangan ekonomi menengah ke atas. Hal ini dapat dicermati mulai dari harga unit hunian dimana menurut hasil wawancara dengan salah satu penghuni superblok Rasuna Epicentrum kisaran harga unit apartemen disana adalah berkisar Rp 800.000.000 - Rp 8.000.000.000. Disamping itu dapat pula dicermati dari retail-retail komersil apa saja yang disediakan dan dijual pada kawasan superblok ini. Tak dapat dipungkiri bahwasannya lokasi superblok ini memang berada tepat ditengah jantung kota Jakarta sehingga menyebabkan harga lahan di kawasan ini menjadi sangat mahal. Fakta ini sejalan dengan kajian teori yang ada pada bab empat mengenai kemungkinan penerapan konsep compact city di Indonesia, bahwa mahalnya harga tanah memang merupakan kendala dalam penerapan konsep compact city. Disamping itu, faktor mahalnya harga lahan menimbulkan adanya eksklusifitas dalam penentuan siapa yang bisa menghuni dan bertingal di kawasan superblok ini. Realita ini bukan hanya menghasilkan ‘spesies’ penghuni yang homogen saja tetapi juga menghasilkan bentuk-bentuk perekonomian dan bentukUniversitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
34 bentuk kehidupan sosial yang juga homogen. Selain itu, eksklusifitas ‘spesies’ penghuni kawasan superblok ini juga semakin memberi jarak bagi kesenjangan sosial antara masyarakat yang tinggal di kawasan superblok ini dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan superblok ini. Sebagai contoh adalah penggunaan kartu akses hanya untuk penghuni yang menjadikan akses publik terbatas terhadap fasilitas-fasilitas umum. Akibat dari kesenjangan sosial adalah terciptanya kecemburuan sosial selanjutanya kecemburuan sosial mengakibatkan berkuranganya rasa percaya (trust) antara satu individu dengan individu lain atau satu komunitas dengan komunitas
lain.
Berkurangnya
rasa
percaya
(trust)
ini
mengakibatkan
berkurangnya rasa aman (safety) dari suatu lingkungan berketetanggaan (neigbourhood) tersebut. Ditambah lagi dari hasil pengamatan di lapangan, penghuni kawasan di superblok Rasuna Epicentrum ini terkesan acuh-tak-acuh, individualis dan tidak mengenal satu sama lainnya bahkan mungkin dengan tetangga sebelah unit huniannya sendiri. Seperti yang dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Superblok Rasuna Epicentrum terlihat belum cukup efektif sebagai salah satu contoh kemungkinan penerapan konsep compact city di Indonesia ditinjau dari aspek penggunaan tata guna lahan campuran (mixed use) dan keberagaman (diversity). Hal ini dikarenakan masih adanya kelemahan-kelemahan dalam penerapannya seperti pengunaan tata guna lahan campuran yang masih berorientasi secara pengembangan horizontal, homogennya penghuni kawasan superblok ini, serta bentuk pengeksklusifan akses di kawasan ini yang justru berpotensi menyebabkan semakin senjangnya kesenjangan sosial yang terjadi.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
BAB 7 KESIMPULAN Menurut hasil analisis dari penelitian ini serta merujuk kajian beberapa sumber teori mengenai konsep compact city dapat disimpulkan bahwasannya konsep compact city dapat mungkin diterapkan untuk konteks perkotaan di Indonesia. Akan tetapi, tetap saja konsep ini memiliki beberapa ancaman negatif dan peluang positif yang harus diperhatikan bagi para perancang maupun perencana kota di Indonesia. 7.1
Dampak Negatif dan Positif Berdasarkan Analisis Studi Kasus Merujuk dari apa yang dikemukakan pada bab pendahuluan bahwa tujuan
dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dampak positif dan negatif yang diciptakan dari konsep compact city ini. Setelah melihat hasil dari analisis studi kasus yang dilakukan dengan kajian beberapa sumber teori mengenai konsep compact city didapatkan bahwasannya dampak negatif dari konsep compact city ini sebagai salah satu kemungkinan penerapan solusi permasalahan perkotaan di kawasan Jabodetabek yaitu :
Lokasi superblok yang biasanya berada tepat di tengah jantung kota menyebabkan tingginya harga unit hunian pada superblok tersebut dikarenakan harga lahan yang mahal. Sehingga menyebabkan hanya golongan ekonomi tertentu saja (menengah ke atas) yang dapat mengakses superblok ini. Hal ini tidak sesuai dengan aspek keberagaman (diversity) dimana diharapkan akan tercipta beragam bentuk kegiatan sosio-ekonomi serta beragam pula pengguna dari bentuk kegiatan ekonomi tersebut.
Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa homogennya penghuni dari kawasan superblok ini meyebabkan timbulnya rasa individualis dan keacuh-tak-acuhan yang tinggi akibat dari minimnya rasa kepercayaan (trust) antara satu individu dengan individu lain atau satu komunitas dengan komunitas lainnnya. Pengeksklusifan ‘spesies’ penghuni di kawasan superblok ini juga menyebabkan semakin renggangnya kesenjangan sosial yang terjadi antara kawasan tersebut 35
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
36 dengan kawasan sekitarnya (sehingga rasa aman (safety) pada kawasan tersebut menjadi terasa kurang). Tetapi selain memiliki dampak negatif, konsep compact city sebagai salah satu kemungkinan penerapan solusi permasalahan perkotaan di kawasan Jabodetabek juga memiliki beberapa dampak positif diantaranya yaitu:
Letak tata guna lahan campuran yang terintegrasi, akses dari satu tataguna lahan campuran ke tata guna lahan campuran lain dapat dijangakau hanya dengan berjalan kaki (walkable), adanya fasilitas shuttle bus gratis, terjangkau dengan jaringan transportasi umum berupa bus Transjakarta, serta kualitas lajur pejalan kaki yang baik cukup merangsang penghuni dari kawasan ini untuk menyimpan kendaraan bermotor pribadi mereka jika mereka ingin berpergian keluar kecuali untuk keperluan perjalanan ke luar kota.
Letak kawasan superblok yang terintegasi serta tepat berada di tengah kota sehingga memiliki aksesibilitas yang baik cukup mampu merubah pandangan golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas yang notaben memiliki kendaraan bermotor pribadi untuk berkegiatan sehari-hari dan bertinggal di pinggiran kota agar lebih memilih kembali tinggal di tengah kota.
7.2
Keterbatasan dan Saran Penelitian Penulisan skripsi ini memang tidak lepas dari berbagai macam kekurangan
salah satunya yang dialami adalah kekurangannya data yang diperoleh untuk penelitian kasus Superblok Rasuna Epicentrum ini. Hal ini dikarenakan selain singkatnya waktu tenggat penelitian juga terbentur dengan masalah birokrasi dan ijin akses dari pihak berwenang yang membutuhkan waktu cukup lama dalam mengeluarkan data yang diperlukan untuk penelitian skripsi ini. Selain itu karena proyek superblok ini yang belum selesai maka mengakibatkan belum dapat dikeluarkan atau dipamerkannya data yang masih dianggap penting dan krusial. Sehingga saran saya untuk penelitian selanjutnya agar hasilnya lebih valid dan lebih tajam lagi adalah harus menyiapkan keperluan perijinan dan proses perijinan jauh-jauh hari sebelumnya agar data yang lebih lengkap (masterplan Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
37 superblok Rasuna Epicentrum, hasil wawancara pengurus superblok, kuisioner penghuni, dll) bisa didapatkan.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012
38 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. (2009). Jumlah Pengendara Kendaraan Bermotor di Jakarta. Mei 12, 2012. Cooper, Rachel., & Evans, Graeme., & Boyko, Christopher. (2009). Designing Sustainable Cities. West Sussex: Wiley-Blackwell. Gillham, Oliver. (2002). The Limitless City A Primer on the Urban Sprawl Debate. Washington: Island Press. Gunawan, Derry. (2006). The Idea of Compact City and Its Relevance to The Current Urban Development in Indonesia A Reflection from The Netherlands Experiences. Bandung: Department of Regional and City Planning Institute Teknologi Bandung. Jarvis, Helen., & Pratt, Andy.C., & Chong Wu, Peter.C. (2001). The Secret Life of Cities The Social Reproduction of Everyday Life. United Kingdom: Prentice Hall Media Indonesia. (2010).
Menimbang Pindah Ibukota.
Mei 5, 2012.
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/15/175154/68/11/Menimban g-Pindah-Ibu-Kota/ Sutanudjaja, Elisa. (2008). Urban Sprawl di Jakarta Korelasi antara Ketergantungan Kendaraan Bermotor dengan Perencanaan dan Desain Perkotaan Jakarta. Semarang: Universitas Diponegoro. Wibisono, Bambang.H. (2010). Superblok:Solusi atau Masalah Baru bagi Perkembangan Perkotaan di Indonesia?. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Universitas Indonesia
Kemungkinan penerapan..., Tervian Febri, FT UI, 2012