KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR
Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C 54102054
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor,
Februari 2006
Meita Maria Adriani Ritonga C 54102054
ABSTRAK MEITA MARIA ADRIANI RITONGA. Kemiringan Dinding Lintasan Masuk Bubu Lobster Hijau Pasir. Dibimbing oleh : GONDO PUSPITO. Nilai ekonomi lobster yang tinggi sebagai komoditi pangan sangat bergantung pada kualitas fisiknya. Perangkap merupakan jenis alat tangkap yang dapat diandalkan untuk menangkap lobster dengan kualitas fisik yang baik. Alat tangkap ini memungkinkan lobster yang tertangkap tetap dalam keadaan hidup dan tanpa cacat fisik karena metode pengoperasiannya. Ada banyak perangkap dengan desain, konstruksi, dan material pembentuknya. Biasanya pembuatan perangkap tidak berdasarkan perhitungan dan pengujia n dahulu. Padahal, salah satu faktor kunci produktivitas perangkap adalah kemiringan dinding yang akan dirayapi lobster. Dinding ini menghubungkan lobster ke mulut perangkap. Apabila kemiringan dinding mempermudah lobster mencapai funnel perangkap, maka lobster akan cepat masuk dalam perangkap. Dalam penelitian diujikan tiga kemiringan dinding perangkap dengan sudut 30, 45, dan 60 . Kemiringan yang dianggap paling cocok adalah kemiringan yang lintasannya paling cepat dirayapi lobster. Selain itu pola gerak yang dibentuk oleh hasil rayapan lobster adalah sederhana dan cenderung lurus. Dari hasil penelitian didapat bahwa kemiringan dinding 60 memberikan hasil yang sangat baik bagi lobster ukuran <50 g maupun 50-100 g. Dinding kemiringan 60 memberikan pola lintasan sederhana, panjang lintasan yang pendek, waktu merayap lobster yang singkat, dan kecepatan merayap lobster tercepat hingga mencapai puncak dinding perangkap.
KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR
Oleh : MEITA MARIA ADRIANI RITONGA C 54102054
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SKRIPSI
Judul
:
Nama NRP Departemen
: : :
Kemiringan Dinding Lintasan Masuk Bubu Lobster Hijau Pasir Meita Maria Adriani Ritonga C54102054 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc NIP 131 791 327
Mengetahui : Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP 130 805 032
Tanggal Lulus : 2 Februari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 6 Mei 1984, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Yohanes Ritonga dan Sartia h Hamidah Sianipar. Pada tahun 1989, penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Idhata, Tanjung Enim dan lulus pada tahun 1990. Tahun 1990 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar (SD) Xaverius Emmanuel, Tanjung Enim dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1, Tanjung Enim dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1, Muara Enim dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di IPB pada tahun 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis berkesempatan menjadi asisten dosen pada praktikum mata kuliah Ikhtiologi selama dua tahun berturut-turut, yaitu 2003/2004 dan 2005/2006. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan, penulis melakukan pene litian dengan judul “Kemiringan Dinding Lintasan Masuk Bubu Lobster Hijau Pasir.”
PRAKATA
Penyusunan skripsi berjudul “Kemiringan Dinding Lintasan Masuk Bubu Lobster Hijau Pasir” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juli – September 2005 di perusahaan pengumpul lobster CV. Mutiara Dua, Palabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat, dan Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan (TAP), Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan sumbangan ide, pemikiran dan dukungan moril serta material, sehingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berlangsung dengan lancar; 2. Kedua orang tua dan adik penulis yang senantiasa mendukung proses penyelesaian skripsi dan mencukupi kebutuhan moral dan material penulis; dan 3. Semua pihak yang telah mendukung proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis memerlukan masukan- masukan yang dapat membangun kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif akan sangat membantu. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang memerlukannya.
Bogor,
Penulis
2006
DAFTAR ISI
Halaman RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
i
PRAKATA ...........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
viii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 1.3 Hipotesis ...................................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................
1 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Hijau ..............................................................................
4
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi .................................................................. 2.1.2 Indera Lobster ................................................................................... 2.1.3 Makanan dan cara makan .................................................................. 2.1.4 Habitat dan daerah penyebaran..........................................................
4 5 6 6
2.2 Alat Tangkap ...............................................................................................
7
2.2.1 Umpan ...............................................................................................
7
3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Pendahuluan ...............................................................................
9
3.1.1 Penentuan jenis umpan ......................................................................
9
3.2 Penelitian Kemiringan Dinding ...................................................................
11
3.2.1 Pola lintasan lobster .......................................................................... 3.2.2 Kecepatan merayap ...........................................................................
13 13
3.3 Keterbatasan Penelitian ...............................................................................
14
3.4 Analisis Data ...............................................................................................
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Lintasan Lobster pada Setiap Kemiringan Dinding ...........................
15
4.1.1 Pola lintasan pada kemiringan 30 ..................................................... 4.1.2 Pola lintasan pada kemiringan 45 ..................................................... 4.1.3 Pola lintasan pada kemiringan 60 .....................................................
16 19 22
4.2 Kecepatan Merayap Lobster pada Setiap Kemiringan Dinding...................
25
4.2.1 Kemiringan dinding 30 ..................................................................... 4.2.2 Kemiringan dinding 45 ..................................................................... 4.2.3 Kemiringan dinding 60 .....................................................................
25 28 30
4.3 Lobster yang Gagal Mencapai Puncak Dinding...........................................
33
4.3.1 Kemiringan dinding 30 ..................................................................... 4.3.2 Kemiringan dinding 45 ..................................................................... 4.3.3 Kemiringa n dinding 60 .....................................................................
34 35 36
4.4 Kelebihan dan Kekurangan Masing- masing Kemiringan Dinding ............
38
4.4.1 Kemiringan dinding 30 ..................................................................... 4.4.2 Kemiringan dinding 45 ..................................................................... 4.4.3 Kemiringan dinding 60 .....................................................................
38 38 39
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 5.2 Saran ...........................................................................................................
40 40
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
41
DAFTAR TABEL Halaman 1. Ukuran lobster yang digunakan dalam penelitian ............................................
11
2. Perbandingan kemampuan lobster memanjat di setiap kemiringan dinding ..............................................................................................................
38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagian-bagian tubuh lobster tampak samping .................................................
5
2. Posisi dan jarak umpan terhadap lobster...........................................................
10
3. Posisi dinding terhadap lobster dalam bak percobaan .....................................
12
4. Posisi dinding perangkap tampak samping ......................................................
12
5. Proyeksi horizontal mata jaring yang dibentuk oleh kemiringan dinding .......
16
6. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding ............................
18
7. Pola lintasan lobster kelompok ukuran 50-100 g pada dinding ......................
19
8. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding ............................
21
9. Pola lintasan lobster kelompok ukuran 50-100 g pada dinding .......................
22
10. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding ..........................
24
11. Panjang lintasan lobster dan waktu merayap ukuran <50 g ...........................
26
12. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g ......................................................
26
13. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran 50-100 g ......................
28
14. Kecepatan merayap lobster ukuran 50-100 g .................................................
28
15. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran <50 g ...........................
29
16. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g ......................................................
30
17. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran 50-100 g ......................
31
18. Kecepatan merayap lobster ukuran 50-100 g .................................................
31
19. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran <50 g ...........................
32
20. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g ......................................................
33
21. Pola lintasan gagal lobster ukuran <50 g pada dinding ..................................
34
22. Pola lintasan gagal lobster ukuran 50-100 g pada dinding .............................
35
23. Pola lintasan gagal lobster ukuran <50 g pada dinding ..................................
36
24. Pola lintasan gagal lobster ukuran 50-100 g pada dinding .............................
37
25. Pola lintasan gagal lobster ukuran <50 g pada dinding ..................................
37
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Dimensi dinding perangkap yang diuji tampak depan .....................................
44
2. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster < 50 g pada kemiringan dinding 30 .....................................................................................
44
3. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster <50 g pada kemiringan dinding 45 ....................................................................................
45
4. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster 50-100 g pada kemiringan dinding 45 ....................................................................................
45
5. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster <50 g pada kemiringan dinding 60 ....................................................................................
45
6. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster 50-100 g pada kemiringan dind ing 60 ....................................................................................
46
7. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 30 kelompok ukuran <50 g ....................................................................................................
46
8. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 45 kelompok ukuran <50 g ....................................................................................................
46
9. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 45 kelompok ukuran 50-100 g ...............................................................................................
47
10. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 60 kelompok ukuran <50 g ..................................................................................................
47
11. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 60 kelompok ukuran 50-100 g .............................................................................................
47
12. Bak percobaan yang dipakai ..........................................................................
48
13. Lobster hijau pasir yang dipakai dalam penelitian .........................................
48
14. Keadaan bak percobaan saat penelitian malam hari .......................................
48
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lobster atau udang karang merupakan komoditi pangan dari laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek untuk meningkatkan devisa negara. Potensi sumber daya lobster Indonesia sekitar 4800 ton/tahun. Produksinya mencapai 3210 ton sehingga tingkat pemanfaatannya hingga tahun 2000 adalah 66,82% (Boer et al, 2001). Lobster juga merupakan komoditi hias laut karena memiliki morfologi tubuh yang indah. Tidak heran jika lobster sering terdapat pada akuarium ikan hias air laut karena tubuhnya yang indah dan tingkah lakunya yang menarik untuk diamati. Indonesia memiliki daerah sebaran udang karang yang luas, yaitu hampir terdapat di seluruh perairan karang Indonesia. Daerah penyebaran udang karang di Indonesia antara lain di pantai selatan Bali, Lombok, pantai selatan Jawa Barat (Pangandaran, Pameungpeuk, P. Deli, Ujung Genteng, dan P. Tinjil), pantai selatan Jawa Tengah (Baron dan Cilacap), pantai selatan Jawa Timur (Ngliyep dan Sendang Biru) (Subani dan Prahoro, 1990). Kegiatan
penangkapan
lobster
sudah
dilakukan
sejak
dulu
dengan
menggunakan alat-alat sederhana, seperti pancing dan tombak. Kedua alat ini sudah sangat jarang digunakan, karena sangat merusak hasil tangkapan. Jenis alat tangkap lain yang umum adalah bubu. Bubu ini memiliki konstruksi yang besar dan baik sehingga memberikan hasil tangkapan yang berkualitas baik. Namun bubu memberikan hasil tangkapan yang sedikit. Jaring insang dasar tanpa tali ris bawah dapat dipakai untuk menangkap lobster dalam jumlah yang lebih besar, namun karena lobster tertangkap dalam keadaan terpuntal maka kualitas fisiknya kurang terjamin. Bubu atau perangkap (trap) merupakan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap lobster. Beberapa bentuk bubu yang dikonstruksikan khusus untuk menangkap lobster adalah
semi-cylindrical pot, trapezoidal pot, dan square pot
(Everett 1972 dalam Budiharjo 1981). Bentuk yang masih bersifat tradisional yaitu bubu berbentuk gendang yang terbuat dari bambu. Nelayan di Palabuhan Ratu biasa
menggunakan perangkap berbentuk limas persegi terpancung atau trapezoidal pot karena cocok untuk keadaan arus yang besar agar perangkap tidak mudah terbalik. Bubu memiliki beberapa kelebihan, antara lain: metode pengoperasian yang mudah, hasil tangkapannya dalam keadaan segar sehingga kualitasnya bagus. Konstruksinya yang besar dan rapat serta pengoperasiannya menggunakan umpan membuat lobster masuk karena mencari makan, atau juga berlindung dari predator (sebagai shelter). Selain itu bubu bisa dioperasikan di daerah penangkapan ikan yang alat tangkap lain sulit dioperasikan, seperti di daerah sekitar karang. Produktivitas yang rendah dapat disebabkan oleh desain dan konstruksi bubu yang belum sempurna serta umpan yang belum sesuai. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan untuk mendapatkan konstruksi perangkap lobster yang lebih baik. Salah satu yang menentukan keberhasilan penangkapan lobster dengan perangkap adalah faktor konstruksi kemiringan dinding perangkap. Hal ini disebabkan konstruksi kemiringan dinding perangkap berkaitan erat dengan kecepatan merayap lobster untuk memasuki perangkap. Agar hasil tangkapan maksimum, maka kemiringan dinding harus tinggi. Dalam penelitian ini akan dibuat dinding perangkap dengan kemiringan yang berbeda-beda. Kemiringan ini akan menyebabkan tingkah laku lobster dalam merayap berbeda-beda. Hal ini disebabkan berbedanya tingkat kesukaran dalam memanjat dinding perangkap dengan sudut tertentu. Tingkah laku itu dapat dilihat dari pola gerak lobster yang bervariasi untuk tiap kemiringan dan lama waktu (kecepatan) yang dibutuhkan lobster untuk mencapai mulut masuk perangkap (funnel) pada bagian atas bubu. Nilai kemiringan dinding perangkap yang mudah dimasuki lobster dianggap sebagai konstruksi terbaik untuk diterapkan pada pembuatan perangkap lobster. Penelitian tentang kemiringan dinding perangkap ini masih belum pernah dilakukan. Untuk itu penulis melakukan penelitian mengenai koreksi kemiringan perangkap lobster. Adapun beberapa hasil penelitian tentang lobster yang dapat mendukung penelitian ini adalah: 1. Perbandingan jenis-jenis lobster pot (Budiharjo,
1981), 2. Kontruksi perangkap lobster (Hestrianoto, 1985), dan 3. Pengaruh pikatan umpan bagi lobster (Febrianti, 2000).
1.2 Tujuan Penelitian Mendapatkan sudut kemiringan dinding lintasan masuk bubu yang paling sesuai untuk menangkap lobster hijau pasir.
1.3 Hipotesis Kemiringan dinding yang berbeda akan mempengaruhi kemampuan merayap lobster.
1.4 Manfaat Penelitian Mendapatkan suatu konstruksi perangkap lobster yang mudah dirayapi lobster.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lobster Hijau 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi Lobster hijau (Panulirus homarus), menurut Lovett (1981), adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Reptantia Seksi : Macrura Tribe : Scyllaridae Family : Palinuridae Genus : Panulirus Spesies : Panulirus homarus Udang karang memiliki morfologi tubuh yang terbagi dua, yaitu bagian depan dan
belakang. Bagian depan yaitu kepala yang bersatu dengan dada disebut
cephalothorax dan bagian belakang disebut abdomen yaitu dari perut hingga ekor. Ciri-ciri morfologi lobster adalah sebagai berikut : 1. Badan besar dan dilindungi kulit keras yang berzat kapur; 2. Mempunyai duri-duri keras dan tajam, terutama di bagian atas kepala dan antena atau sungut; 3. Pasangan kaki jalan tidak punya chela atau capit, kecuali pasangan kaki kelima pada betina; 4. Dalam periode pertumbuhan lobster selalu berganti kulit (moulting); 5. Memiliki warna bermacam- macam yaitu, ungu, hijau, merah, dan abu-abu, serta membentuk pola yang indah; dan 6. Antena tumbuh baik, terutama antena kedua yang melebihi panjang tubuhnya. Bagian-bagian tubuh lobster ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagian-bagian Tubuh Lobster Tampak Samping
2.1.2 Indera lobster Lobster memiliki beberapa indera yang digunakan untuk mencari makan, mendeteksi keadaaan lingkungan sekitar dan sebagainya. Cobb and Phillips (1980) menjelaskan beberapa alat indera lobster yang dipakai untuk mencari makan, diantaranya: 1. Penglihatan Mata lobster merupakan superposition type, yang secara khusus ditemukan pada arthropoda dewasa yang aktif pada malam hari, atau hidup di dasar laut. Mata ini terbuka hanya untuk intensitas cahaya yang rendah. Mata lobster bekerja sangat baik untuk mengamati objek dibawah intensitas cahaya yang rendah. Penerimaan bayangan objek pada mata lobster sangat mungkin diperkirakan, tetapi besarnya visual actuity tidak diketahui. Mata lobster ini teradaptasi dengan baik untuk menangkap adanya gerakan. 2. Kemoreseptor Kemampuan kemoreseptor lobster telah dikenal. Lobster dapat membedakan bau, dan bau yang paling meransang lobster adalah kombinasi dari beberapa zat kimia. Kemoreseptor ini berupa bulu-bulu organ yang terletak di permukaaan antenna pertama, antennules, bagian mulut, dan kaki jalannya.
2.1.3 Makanan dan tingkah laku mencari makan Lobster memakan binatang-binatang kecil, seperti crustacea kecil, ikan- ikan, cacing, gastropoda, dan bangkai binatang. Lobster menggunakan kukunya yang lancip untuk mencengkram mangsanya dan kemudian dimasukkan ke dalam mulut (Subani, 1978). Makanan utama lobster sebagai hewan karang yang hidup di dasar laut adalah moluska, echinodermata, crustacean, dan ikan kecil (Philips and Cobb, 1980 dalam Hestirianoto, 1985). Bukan hal yang mengejutkan jika hewan yang biasa mencari makan di tempat yang gelap, seperti lobster, memiliki sistem kemoreseptor yang berkembang dengan baik. Lobster sangat mengandalkan ransang kimia berupa bau dalam mencari makanan. Pengetahuan untuk membedakan objek yang hampir tidak kentara bedanya didapat ketika mata bertangkai lobster mampu mengamati objek mangsanya. (Cobb and Phillips, 1980). Shelton dan Laverack (1970) dalam Cobb and Phillips (1980) menerangkan tingkah laku lobster saat pertama kali mendeteksi zat terlarut yang terbawa oleh arus, yaitu menyatukan antennulae-nya secara cepat (perilaku ini bertujuan untuk memperjelas reseptor dan membukanya terhadap volume air yang lebih besar, serta mempertinggi respon dari sel kemoreseptor). Diiikuti dengan gerakan maxilliped dengan penuh semangat saat konstrasi kimia dari makanan yang dideteksi meningkat. Respon terbesar dari lobster jika menerima bermacam- macam gabungan bau organic. Ketika lobster teransang, lobster bangkit dari posisinya dan mulai melakukan rangkaian gerakan dengan kaki jalannya. Setelah bangkit, lobster meluruskan ekornya dengan sempurna dan mulai berjalan mendekati sumber substansi terlarut tersebut.
2.1.4 Habitat dan daerah penyebaran Lobster banyak dijumpai di daerah-daerah yang terdapat karang, terumbu karang atau batuan yang berbatu karang (Subani, 1977). Umumnya lobster tidak menyukai tempat-tempat terbuka apalagi perairan yang arusnya kuat. Tempat yang disukai lobster adalah perairan yang tenang, tempat-tempat yang terlindung dari arus
dan gelombang yang kuat, serta memiliki dasar berupa pasir atau pasir berkarang (Budiharjo, 1981). Pada siang hari lobster bersembunyi pada batu-batu karang atau pada goa- goa karang, dan pada malam harinya keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan dengan kaki jalannya mendekati pantai untuk mencari makanan (Subani, 1971).
2.2 Alat Tangkap Bubu lobster (lobster pot) dalam penggolongan statistik alat penangkapan ikan termasuk kelompok perangkap dan penghadang (traps and guiding barriers), yaitu alat perangkap yang berupa jebakan. Alat penangkap ini sifatnya pasif (Subani dan Barus, 1989). Lobster dapat masuk dengan mudah tanpa paksaan, tetapi akan susah keluar karena terhalang pintu masuknya yang berbentuk corong (non-return device) (Von Brandt, 1984). Beberapa bentuk bubu yang dikonstruksikan khusus untuk menangkap udang karang, menurut Everett (1972) dalam Budiharjo (1981), adalah semi-cylindrical pot, trapezoidal pot, dan square pot. Namun penggunaan jenis konstruksi yang cocok akan banyak tergantung pada jenis perairan, jenis udang karang, kuat arus, dan konfigurasi dasar laut. Untuk itu setiap pengadaptasian jenis pot perlu dilakukan percobaan terlebih dulu dan mungkin pula bahwa pada alat tersebut harus dilakukan beberapa rekonstruksi (O’Forrel, 1971). Peluang lobster memasuki bubu dipengaruhi adanya predator, kompetitor, mangsa lobster yang terpikat dan berada di sekeliling perangkap, serta umpan yang dipasang untuk menarik perhatian lobster.
2.2.1 Umpan Umpan merupakan salah satu faktor penting keberhasilan penangkapan bubu, karena umpan berfungsi untuk meransang lobster masuk ke dalam bubu. Umpan yang memiliki komposisi protein, lemak dan kitin yang tinggi serta memiliki bau yang menyengat sangat disukai oleh lobster (Moosa dan Aswandy,1984).
Umpan yang biasa digunakan untuk bubu lobster antara lain kulit hewan, ikan rucah, krunken dan cucut. Penelitian Fielder (1965) dalam Hestirianoto (1985) membuktikan bahwa lobster lebih menyukai ikan umpan daripada hewan darat. Menurut Everett (1972) dalam Budiharjo (1981), umpan untuk menangkap lobster adala h ikan mati yang dipotong-potong atau belum, yang sudah diproses atau organisme lain yang memiliki bau menyengat yang menarik daya cium lobster. Lobster juga sangat menyukai organisme dari kelas crustacea seperti rajungan. Menurut Budiharjo (1981), rajunga n merupakan lawan dan pesaing yang disegani, tetapi rajungan yang berukuran kecil atau sudah mati merupakan makanan yang sangat digemari.
3 METODOLOGI
3.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis umpan yang akan dipakai pada saat penelitian tentang kemiringan dinding. Umpan memegang peranan sangat penting untuk menarik lobster masuk ke dalam bubu. Umpan yang baik memiliki komponen yang dibutuhkan oleh lobster untuk pertumbuhannya, atau merupakan makanan alami dari lobster. Pemilihan umpan kulit hewan, cucut, ikan rucah dan rajungan didasarkan pada penelitian terdahulu mengenai umpan pemikat lobster dan berdasarkan pengalaman nelayan serta ketersediaan bahan di Palabuhan Ratu. Penelitian ini menggunakan metode percobaan. Seluruh rangkaian penelitian dilakukan di bak percobaan yang terkontrol. Umpan yang paling disukai digunakan seterusnya untuk penelitian konstruksi. Adapun ukuran lobster yang digunakan pada kedua penelitian ini terdapat dalam Tabel 1.
3.1.1 Penentuan jenis umpan Dalam penelitian ini digunakan lima jenis umpan yaitu kulit kambing, kulit sapi, ikan rucah, rajungan dan cucut. Tahapan penelitiannya adalah : 1. Bak percobaan dengan ukuran p×l = 248×149 (cm) diisi air laut setinggi 50 cm; 2. Lobster- lobster tersebut diposisikan di satu sudut bak percobaan; 3. Pada jarak ½ m dari lobster ditaruh kombinasi dua dari lima jenis umpan, yaitu: a.
Kulit kambing dan ikan rucah;
b.
Kulit kambing dan kulit sapi;
c.
Ikan rucah dan kulit sapi;
d.
Cucut dan rajungan;
e.
Kulit kambing dan cucut;
f.
Ikan rucah dan cucut;
g.
Kulit sapi dan cucut;
h.
Kulit kambing dan rajungan;
i.
Ikan rucah dan rajungan; dan
j.
Kulit sapi dan rajungan. Pada percobaan umpan dilakukan kombinasi dua dari lima umpan, maksudnya supaya bau umpan mudah dideteksi dan didekati oleh lobster. Selain itu medium air yang digunakan juga terbatas untuk menampung kombinasi umpan.
4. Lobster dibiarkan bergerak mendatangi umpan; 5. Jenis umpan yang paling banyak dan sering didatangi oleh lobster merupakan jenis yang paling disukai; dan 6. Penelitian dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan menukar posisi kedua umpan tersebut. Setiap ulangan diberi selang waktu yang sama. Ulangan yang dilakukan pada tiap kombinasi umpan adalah sebanyak dua kali. Hal ini dikarenakan sudah terlihat kecenderungan lobster dalam memilih umpan dalam dua kali ulangan saja. Selain itu penelitian umpan ini hanya untuk membuktikan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan penelitian ini bukan merupakan fokus utama penelitian. Posisi lobster terhadap umpan dapat dilihat pada Gambar 2.
Umpan 1
30 cm
Umpan 2
50 cm
Lobster Gambar 2. Posisi dan jarak umpan terhadap lobster
Dari hasil pengamatan, didapat bahwa lobster paling sering mendatangi umpan rajungan. Selain itu lobster dapat mendeteksi rajungan denga n lebih cepat. Oleh karena itu rajungan dianggap sebagai umpan yang paling sesuai untuk lobster.
Tabel 1 Ukuran lobster yang digunakan dalam penelitian. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kelas Ukuran
Terkecil (< 50 g)
Baby (50-100g)
Panjang Karapas (cm) 11 10,5 15,5 9,5 12 11,5 10,5 10,5 13,5 15,5 15,5 15,5
Berat (g) 20 10 10 10 20 20 10 10 80 70 70 75
3.2 Penelitian Kemiringan Dinding Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sudut kemiringan dinding yang mudah dirayapi oleh lobster. Parameter yang digunakan untuk mendapatkan kemiringan dinding yang tepat adalah pola lintasan lobster terhadap dinding, panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap untuk setiap kemiringan dinding. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara : 1. Meletakkan dinding perangkap dengan material jaring polyethylene (PE) dengan kemiringan masing- masing 30, 45, dan 60 . Dinding berbentuk persegi dengan panjang dan lebar 53,5 cm; 2. Dinding perangkap diapit oleh pinggir bak percobaan dan sekat pembatas. Hal ini bertujuan supaya lobster memiliki area rayapan terbatas hanya pada sisi depan dinding, sehingga orientasinya ke puncak dinding; 3. Umpan digantung di bagian tengah atas dinding untuk memancing lobster memanjat ke atas dinding perangkap; 4. Pola merayap lobster direkam dengan handycam; 5. Waktu dengan stopwatch.; 6. Kemiringan dinding yang dapat dilalui lobster dengan cepat dianggap sebagai sudut kemiringan yang tepat.
Posisi dinding perangkap di dalam bak percobaan dijelaskan pada Gambar 3. Adapun Gambar 4 menunjukkan posisi dinding perangkap tampak samping.
Sekat pembatas umpan
149 cm
lobster
handycam
248 cm
Dinding kemiringan á Gambar 3. Posisi dinding terhadap lobster dalam bak percobaan
Dinding perangkap
á=x Dasar bak percobaaan Gambar 4. Posisi dinding perangkap tampak samping
3.2.1 Pola lintasan lobster Pengamatan pola lintasan lobster dilakukan dengan cara: 1. Memposisikan lobster hanya di satu sudut bak percobaan; 2. Kerangka dinding telah diberi penandaan setiap 10 cm ke kiri dan ke atas; 3. Lobster dibiarkan mendekati kemiringan dinding; 4. Pola lintasan lobster saat merayapi dinding direkam dengan handycam, mulai dari dasar hingga mencapai puncak dinding; 5. Batasan waktu yang diberikan adalah selama dua jam, jika dalam selang waktu dua jam lobster belum mencapai puncak dinding maka lobster dinyatakan gagal; 6. Pola lintasan diolah ke dalam bentuk gambar dengan memperhatikan posisi arah datang hingga mencapai puncak dinding, yaitu tempat umpan digantung; dan 7. Posisi titik-titik henti juga dicatat dalam gambar;
3.2.2 Kecepatan Merayap Pola lintasan yang berbeda menyebabkan perbedaan jarak tempuh yang berbeda pada tiap kemiringan. Banyaknya titik henti menyebabkan pertambahan waktu merayap lobster. Jarak dan waktu tempuh yang berbeda pada tiap kemiringan menghasilkan kecepatan yang berbeda pula. Kemiringan yang dapat ditempuh dengan cepat menunjukkan rendahnya tingkat kesulitan lobster dalam mencapai puncak dinding perangkap. Pengamatan kecepatan merayap lobster dilakukan dengan cara: 1. Lobster tetap diposisikan hanya pada satu sudut bak percobaan; 2. Lobster dibiarkan mendekati kemiringan dinding; 3. Waktu yang dibutuhkan lobster untuk merayap dari dasar dinding hingga mencapai umpan dihitung dengan stopwatch; 4. Batasan waktu yang diberikan adalah selama dua jam, jika dalam selang waktu dua jam lobster belum mencapai puncak dinding maka lobster dinyatakan gagal; 5. Data yang didapat diolah ke dalam bentuk histogram dan dibandingkan dengan panjang lintasan.
3.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, terutama untuk habitat buatan lobster yaitu bak percobaan. Lobster yang biasa berada di tempat tersembunyi, kurang cahaya, dan bersubstrat dasar pasir, tiba-tiba harus menyesuaikan diri dengan bak percobaan. Hal- hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian antara lain: 1. Keadaan bak percobaan yang tidak sama dengan habitat lobster, misalnya: tidak diberi substrat dasar; 2. Pencahayaan di sekitar bak percobaan tidak sama dengan keadaan asli habitat lobster yang kurang cahaya, bak percobaan lebih terang karena cukup cahaya dari luar; dan 3. Adanya suara-suara yang dapat mempengaruhi lobster di bak percobaan, seperti suara pompa penyedot air, suara aliran air yang masuk ke bak percobaan, suara aktivitas manusia di sekitar bak percobaan.
3.4 Analisis Data Hasil percobaan dianalisis dengan metode deskriptif komparatif. Lobster yang diamati dikelompokkan ke dalam kelompok ukuran dan dilihat kecenderungan gerakannya pada tiap kemiringan dinding. Hasil pengamatan ditabulasi sehingga terlihat persamaan dan perbedaannya, kemudian dapat ditarik kesimpulan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Lintasan Lobster pada Setiap Kemiringan Dinding Kemiringan dinding yang berbeda akan memberikan tingkat kesukaran merayap yang berbeda, sehingga pola lintasan yang terbentuk berbeda-beda bagi tiap lobster. Lobster dalam kelompok ukuran yang sama akan memberikan kecenderungan pola lintasan yang relatif mirip. Pola lintasan ini dapat memberikan gambaran tingkat kesukaran lobster dalam merayapi tiap kemiringan dinding. Selain itu pola lintasan lobster dapat menjelaskan mekanisme pendeteksian umpan oleh indera lobster. Selain pola lintasan, kemiringan dinding juga menyebabkan lobster memiliki titik-titik henti sebelum mencapai puncak dinding. Titik-titik henti ini juga berbeda untuk tiap ukuran lobster pada tiap kemiringan dinding. Banyaknya titik henti dapat menjadi indikator lama waktu yang dibutuhkan untuk merayap pada dinding karena adanya tingkat kesulitan dalam merayap. Kemiringan dinding yang berbeda menyebabkan perbedaan arah pijakan kaki lobster. Jika sudut kemiringan dinding semakin kecil atau landai, maka hamparan mata jaring akan seperti lubang- lubang yang menjerumuskan kaki lobster ketika merayapinya. Sudut kemiringan yang kecil ini memiliki kesulitannya sendiri. Sudut kemiringan yang besar akan memberikan suatu konstruksi anak tangga bagi pijakan kaki lobster untuk mencapai umpan. Tetapi sudut kemiringan yang besar atau curam memberikan kesulitan dalam merayap karena bidangnya sudah mendekati keadaan tegak. Kemiringan dinding yang berbeda akan menyebabkan proyeksi mata jaring terhadap mata lobster berbeda juga. Mata jaring yang kecil dan rapat jika terhampar dengan kemiringan semakin landai akan memberikan proyeksi mata jaring yang semakin rapat dilihat mata lobster. Sehingga semakin rapat proyeksinya, maka lobster semakin sulit melihat umpan. Semakin curam sudut kemiringan, maka proyeksi mata jaring terhadap mata lobster semakin besar dan jarang. Untuk kemiringan yang curam, mata jaring terlihat lebih besar, dan umpan yang tergantung di ujung perangkap semakin terlihat (Gambar 5).
K e m i r i n g a n 30
h
H ’’ = m sin 30
m h’
K e m i r i n g a n 45 h
H ’’ = m sin 45
m
h’
K e m i r i n g a n 60 h
H ’’ = m sin 60
m
h’
Gambar 5. Proyeksi horizontal mata jaring yang dibentuk oleh kemiringan dinding 4.1.1 Pola lintasan pada kemiringan 30 Pada kemiringan 30
lobster yang berhasil mencapai puncak dinding
perangkap hanya dari kelompok ukuran <50 g. Secara umum lobster dalam kelompok ukuran ini bersifat sangat aktif dalam mencari makanan. Hal ini disebabkan karena mereka sedang dalam masa pertumbuhan sehingga sangat membutuhkan nutrisi pertumbuhan. Selain itu, lobster pada ukuran ini aktif bergerak, senang bermain dengan lobster yang seukuran, dan memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar. Adapun lobster ukuran 50-100 g tidak seaktif lobster yang lebih kecil. Lobster ini memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap lingkungan sekitar, dan visualisasi yang peka terhadap gerakan (Waterman, 1961 dalam Cobb and Phillips, 1980). Selain menggunakan mata, lobster juga memiliki penciuman yang sangat baik. Shelton dan Laverack (1970) dalam Cobb and Phillips (1980) menyatakan bahwa lobster mencari makan dimulai ketika antennulae mendeteksi adanya bau makanan yang dibawa oleh pergerakan air (arus). Bau ini kemudian memancing
lobster berjalan, menggerakan maxilliped ke-2 dan ke-3, dan membuka sejumlah besar bulu-bulu reseptor kimianya. Setelah lobster bergerak mendekati umpan, maka lobster dapat menggunakan matanya untuk me ndeteksi keberadaan umpan. Sudut kemiringan 30
paling landai dibanding sudut lainnya. Hal ini
menyebabkan proyeksi mata jaring terlihat lebih kecil dan rapat sehingga menghalangi terlihatnya umpan yang digantung di puncak (Gambar 5). Sehingga kelompok ukuran lain yang lebih besar dan sifatnya lebih waspada enggan mencoba merayap ke dinding perangkap. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g dapat dilihat pada Gambar 6. 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
lobster1
30 lobster2
40 lobster3
50
60
lobster7
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20 lobster6
Keterangan : = umpan rajungan
30 lobster1
40
50 lobster3
60
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20 lobster5
30
40
lobster4
50
60
lobster6
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20 lobster8
30 lobster5
40
50
60
lobster7
Keterangan : Angka di sebelah kiri dan bawah gambar merupakan penandaan skala rangka dinding setiap 10 cm. Lobster mengawali pola lintasannya dari dasar dinding menuju umpan yang diletakkkan di puncak dinding pada posisi 40 cm dari kiri (pertemuan pola lintasan lobster). = umpan rajungan
Gambar 6. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding Pada Gambar 6 dapat dilihat pola lintasan cukup sederhana pada setiap lobster. Ada tiga titik awal pergerakan lobster, yaitu ujung kiri, tengah, dan kanan dinding. Perbandingan jumlah lobster yang bergerak dari kiri : tengah : kanan, adalah 3 : 1 : 9. Titik akhir lintasan bertemu di tengah atas, tempat umpan digantung. Sebagian besar lobster datang dari ujung kanan dinding. Hal ini disebabkan karena lobster berkumpul di bagian kanan yang merupakan sudut bak percobaan. Pola lintasan menunjukkan lobster yang datang dari arah kiri atau kanan cenderung bergerak lurus 30 cm ke atas kemudian berbelok menuju umpan di bagian tengah. Hal ini disebabkan area bayang-bayang yang diberikan dinding penyekat pembatas yang
ada di kiri-kanan dinding perangkap. Dalam bergerak lobster lebih menyukai jalurjalur yang terlindung dari cahaya atau bayangan. Mata lobster yang merupakan “superposition type” terbuka hanya untuk intensitas cahaya yang rendah. Jenis mata tersebut bekerja untuk melihat objek pada kondisi cahaya yang redup (Cobb and Phillips, 1980). Setelah umpan terlihat pada jarak tertentu, lobster langsung bergerak untuk mendapatkan umpan. Lobster yang bergerak dari pinggir juga me miliki titik henti yang lebih banyak dari pada lobster yang datang dari tengah. Lewat tepi dinding perangkap, lobster dapat bergerak dengan aman sambil terus waspada dan mendeteksi keberadaan umpan. Lobster yang datang dari bagian tengah cenderung bergerak langsung ke atas tanpa berhenti. Hal ini dapat disebabkan karena jalur tengah tidak terkena bayangan dinding perangkap, sehingga lobster berusaha secepat mungkin menuju akhir dinding perangkap. 4.1.2 Pola lintasan pada kemiringan 45 Pada kemiringan 45 lobster yang berhasil naik adalah kelompok ukuran 50100 (38% atau 5 ekor) dan <50 g (62% atau 8 ekor). Sudut ini lebih curam dari sudut 30 , sehingga memberikan proyeksi mata jaring yang tidak serapat sudut 30 , sehingga umpan yang digantung pada ujung dinding cukup terlihat oleh lobster. Oleh karena itu lobster dengan ukuran 50-100 g mau merayap dan mencapai puncak dinding perangkap. Gambar 7 memperlihatkan pola lintasan lobster 50-100 g. 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20 lobster9 lobster12
30
40
lobster10 lobster10
50
60
lobster11
Keterangan : = umpan rajungan
Gambar 7. Pola lintasan lobster kelompok ukuran 50-100 g pada dinding
Lobster kelompok ukuran 50-100 g menunjukkan perbedaan pola lintasan yang cukup nyata dibanding kemiringan dinding lainnya. Pola lintasan yang dihasilkan kurang beraturan dan memiliki banyak titik henti. Lobster dengan ukuran ini memang cenderung pasif
dalam bergerak. Kepasifan ini disebabkan tingkat
kewaspadaan yang lebih tinggi. Akibat rasa waspada itu, lobster ini membutuhkan waktu lebih untuk bergerak dengan hati- hati. Pada tiga lobster dapat dilihat adanya olah gerak sebelum naik ke puncak dinding. Hal ini mungkin disebabkan keraguan untuk terus melanjutkan usahanya menempuh kemiringan yang cukup curam. Namun karena umpan yang dipasang terus menarik perhatian, akhirnya lobster kembali ke atas. Pembauran bau umpan akibat dekat dengan permukaan air juga mungkin terjadi. Atau juga karena jarak puncak dinding perangkap dengan permukaan air sangat dekat menimbulkan keraguan pada lobster tersebut. Titik henti terbanyak antara 10 hingga 40 cm. Pada jarak ini puncak dinding relatif jauh menyebabkan lobster membutuhkan waktu untuk terus mendeteksi umpan dan memberanikan diri tetap merayap ke atas. Setelah 40 cm umpan terlihat jelas dan lobster dapat langsung bergerak mendapatkannya. Lobster ukuran <50 g memiliki pola lintasan yang tidak begitu berbeda dengan kemiringan 30 . Lobster datang dari arah ujung kiri, tengah dan kanan. Perbandingan kiri : tengah : kanan, adalah 1 : 2 : 6. Gambar 8 menunjukkan pola lintasannya. 60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster1
Keterangan : = umpan rajungan
20 lobster2
30
40 lobster5
50
60
lobster8
60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster6
20 lobster3
30
40 lobster4
50
60 lobster7
Gambar 8. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding Seperti pada kemiringan 30 , lobster untuk ukuran <50 g cenderung bergerak lurus ke atas hingga 30 sampai 40 cm dari arah datangnya lalu berbelok ke arah umpan. Lobster dengan uk uran ini tidak banyak berhenti dalam lintasannya. Titik henti berada antara 15 sampai 45 cm. Seperti juga pada kelompok 50-100 g, jarak antara 10 hingga 40 cm memang merupakan jarak rentan bagi lobster untuk terus bergerak ke atas. Faktor curam dan belum terdeteksinya arah umpan secara jelas menjadi pertimbangan bagi lobster untuk terus merayap dinding perangkap. Arah datang lobster masih dari kanan karena sebaran lobster terbanyak di sudut bak sebelah kanan. Lobster menyukai daerah-daerah pinggir yang berbayang-bayang karena mata lobster memang teradaptasi untuk daerah gelap. Jika dibandingkan kedua kelompok ukuran lobster ini, maka lobster yang memiliki pola lintasan lebih sederhana dan titik henti paling sedikit adalah lobster dengan ukuran <50 g. Oleh karena itu perangkap dengan kemiringan 45
baik
digunakan untuk menangkap lobster ukuran <50 g. Kemiringan ini tidak begitu landai namun umpan cukup tersembunyi dari penglihatan lobster. Bagi lobster ukuran 50100 g yang lebih waspada hal ini menjadi faktor yang membuatnya ragu untuk merayap hingga ke atas, sehingga manuver terjadi pada beberapa lobster.
4.1.3 Pola lintasan kemiringan 60 Kemiringan 60
adalah kemiringan yang paling curam dibanding kemiringan
dinding lainnya. Namun lobster dapat merayap dengan cukup cepat, karena dinding mata jaring memberi suatu konstruksi seperti anak tangga yang memudahkan lobster mencapai umpan. Selain itu proyeksi permukaan mata jaring yang tidak begitu rapat lagi membuat lobster dapat mendeteksi umpan dengan matanya lebih jelas (Gambar 5). Lobster yang mampu merayap sampai ke puncak dinding perangkap berasal dari dua kelompok ukuran. Dari 13 ekor lobster yang berhasil mencapai puncak, 38% adalah kelompok 50-100 g (lima ekor). Pada Gambar 9 diperlihatkan pola lintasan lobster kelompok ukuran 50-100 g terhadap dinding perangkap dengan kemiringan 60 . 60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster9 lobster12
20
30 lobster10 lobster9
40
50
60
lobster11
Keterangan : = umpan rajungan
Gambar 9. Pola lintasan lobster kelompok ukuran 50-100 g pada dinding
Lobster dengan ukuran 50-100 g memiliki badan yang lebih besar dan pergerakan yang lebih lambat daripada ukuran <50 g. Hal ini menyebabkan mereka memiliki kesulitan dalam memanjat dinding yang curam. Seperti yang terlihat di gambar, pola lintasan berliku dan memiliki beberapa titik henti. Namun pada kemiringan ini tidak terlihat adanya olah gerak. Hal ini disebabkan karena orientasi lobster tampak lebih jelas yaitu umpan yang tergantung di puncak dinding.
Titik henti untuk kemiringan 60
antara 20 sampai 40 cm. Dibandingkan
dengan kemiringan 30 , titik henti awal mengalami penaikan 10 cm. Hal ini dapat disebabkan kemiringan 60 membuat mata jaring menjadi seperti konstruksi anak tangga bagi kaki lobster untuk naik mencapai umpan. Lobster cenderung bergerak lurus hingga 20 cm ke atas dari arah datangnya kemudian berbelok menuju umpan. Lobster yang datang dari pinggir cenderung bergerak lurus sebelum berbelok ke umpan, karena matanya yang teradaptasi untuk daerah gelap. Daerah pinggir seperti yang telah dikatakan sebelumnya merupakan daerah dengan intensitas cahaya yang lebih rendah. Lobster yang datang dari tengah cenderung bergerak miring sebelum berbelok lagi ke arah umpan, supaya tingkat kesukaran memanjat dinding perangkap berkurang sedikit. Perbandingan jumlah lobster yang mengawali lintasannya dari kiri, tengah, dan kanan adalah 1 : 2 : 2. Untuk lobster ukuran <50 g terdapat sedikit perbedaan pada arah datangnya. Pada kemiringan ini lobster cenderung datang dari sebelah kiri. Sifat lobster terutama pada ukuran ini adalah senang bergerombol. Jika beberapa lobster berkumpul dan bergerak pada arah dan waktu yang berdekatan, maka akan menyebabkan lobster yang lain ikut bergabung dan berjalan pada lintasan yang hampir sama. Pola lintasan lobster <50 g dapat dilihat pada Gambar 10. 60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster1
Keterangan : = umpan rajungan
20 lobster3
30
40 lobster6
50 lobster7
60
60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster2
20 lobster4
30
40 lobster5
50
60
lobster8
Gambar 10. Pola lintasan lobster kelompok ukuran <50 g pada dinding
Dari Gambar 10 dapat dilihat sebagian besar lobster mengawali lintasannya dari kiri 10-20 cm (lima ekor). Lobster yang bergerak dari tengah dua ekor, dan dari kanan hanya satu ekor. Seperti dijelaskan sebelumnya, lobster ukuran ini memiliki kecenderungan bergerombol. Lintasan ini terjadi pada waktu yang tidak jauh berbeda, sehingga polanya hampir sama. Sehingga alasan lobster naik bisa disebabkan pengaruh umpan atau juga pengaruh lobster lainnya. Titik henti pada kemiringan ini tidak begitu banyak dibanding yang lainnya. Proyeksi mata jaring yang tidak lagi menutupi umpan membuat fokus lobster lebih jelas. Lobster cenderung bergerak ke atas sejauh 30 cm sebelum akhirnya berbelok ke arah umpan. Titik henti mengalami penaikan lagi sejauh 10 cm dari kemiringan sebelumnya menjadi 30 cm. Hal ini menunjukkan umpan dapat dilihat jelas dari bawah sehingga orientasi lobster terus ke atas sampai 30 cm sebelum berbelok. Karena titik henti sedikit, maka untuk kemiringan ini waktu yang dibutuhkan untuk merayap menjadi lebih singkat. Pada dinding perangkap dengan kemiringan 60 , kelompok ukuran yang mampu mencapai puncak dinding dengan pola lintasan lebih sederhana dan waktu lebih singkat adalah kelompok ukuran <50 g. Untuk ukuran 50-100 g terdapat perbedaan dengan kemiringan sebelumnya. Pola lintasan ukuran ini lebih sederhana dan titik hentinya berkurang. Jika dibandingkan antara ketiga kemiringan dinding perangkap, untuk ukuran lobster 50-100 g didapat bahwa kemiringan 60 memberikan pola lintasan yang lebih
sederhana dan titik henti yang lebih sedikit dibandingkan kemiringan lainnya. Untuk ukuran lobster <50 g, kemiringan 60 juga memberikan pola lintasan yang paling sederhana dan singkat karena titik henti sedikit. Titik henti dimulai dari ketinggian yang paling tinggi dibanding kemiringan lainnya yaitu 30 cm.
4.2 Kecepatan Merayap Lobster pada Setiap Kemiringan Dinding Pola lintasan yang berbeda menyebabkan perbedaan jarak tempuh yang berbeda pada tiap kemiringan. Banyaknya titik henti menyebabkan pertambahan waktu merayap lobster. Jarak dan waktu tempuh yang berbeda pada tiap kemiringan menghasilkan kecepatan yang berbeda pula. Kemiringan yang dapat ditempuh dengan cepat menunjukkan rendahnya tingkat kesulitan lobster dalam mencapai puncak dinding perangkap. Perbandingan antara panjang lintasan, waktu tempuh dan kecepatan merayap tiap kemiringan dinding perangkap akan disajikan di bawah ini.
4.2.1 Kemiringan dinding 30 Kemiringan dinding 30 merupakan yang paling la ndai dibanding kemiringan lainnya. Ukuran lobster yang mampu mencapai puncak dinding berasal dari kelompok yang sama, yaitu <50 g. Panjang lintasan dan waktu tempuh tidak berbanding lurus, karena dipengaruhi oleh berbagai hal seperti banyaknya titik henti dan lainnya. Berikut adalah gambar yang dapat memperjelas kedua faktor utama pembentuk kecepatan merayap lobster.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2
3 4 5
6 7 8
Panjang Lintasan (cm)
Waktu (det)
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 9 10 11 12 13
Lobster ke Waktu (det)
Panjang Lintasan (cm)
Kecepatan Merayap (cm/det)
Gambar 11. Panjang lintasan lobster dan waktu merayap ukuran <50 g 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
Lobster Ke
Gambar 12. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g
Dari Gambar 11 dapat dilihat panjang lintasan rata-rata lobster ukuran <50 g untuk kemiringan 30
berkisar antara 50 hingga 60 cm. Hal ini menunjukkan panjang
lintasan lobster tidak jauh berbeda dengan panjang bubu itu sendiri (53,5 cm). Dapat disimpulkan bahwa kemiringan 30
tidak memberikan kesulitan dalam memanjat.
Jika dilihat dari waktu tempuh rata-rata yang berkisar antara 50 sampai 120 detik, maka dapat dikatakan pada kemiringan ini lobster cenderung bergerak lambat. Dilihat dari kecepatannya memang pada kemiringan ini lobster bergerak lambat, yaitu antara
0,5 hingga 1 cm/detik. Hal ini dapat disebabkan karena kemiringan 30 menyebabkan permukaan dinding yang terhampar menjadi suatu lintasan yang cenderung datar namun berlubang- lubang oleh mata jaring, sehingga lobster mengalami kesulitan untuk berpijak dan sering terperosok. Hal ini menyebabkan lobster membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai umpan. Selain itu orientasi lobster yaitu umpan kurang terlihat oleh lobster, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini memberikan waktu lebih bagi lobster untuk mendeteksi keberadaan umpan dengan pasti melalui penciumannya. Pada Gambar 12 terlihat ada satu lobster pencilan (lobster 10) dengan waktu tempuh yang sangat lama yaitu 948 detik. Pada penelitian sering terjadi lobster menempel pada suatu titik dengan waktu yang cukup lama. Hal ini kadang disebabkan bukan karena lobster ingin mencari umpan di puncak dinding perangkap. Tetapi karena ingin bermain dengan lobster lain, lalu karena adanya ancaman dari lobster yang lebih agresif atau aktivitas manusia di sekitar bak maka lobster memilih diam di satu titik. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan lobster tidak melanjutkan perjalanannya dalam waktu cukup lama. Setelah lama berada pada titik tersebut, penciumannya semakin mengena l letak umpan dan akhirnya lobster tersebut bergerak mencapai umpan. Ada juga lobster yang memiliki waktu yang sangat singkat mencapai puncak dinding (lobster 11) dengan panjang lintasan yang relatif sama dengan lobster lainnya sehingga kecepatannya sangat tinggi yaitu 3,28 detik. Hal ini menunjukkan lobster memiliki penciuman yang baik atau bisa juga karena dia telah memperhatikan tempat berkumpulnya lobster merupakan keberadaan makanan yang dibutuhkan. Setelah membandingkan gambar panjang lintasan dan waktu tempuh tiap-tiap lobster ukuran <50 g pada kemiringan 30 , dapat dilihat bahwa panjang lintasan tidak selalu berbanding lurus dengan waktu tempuh sampai ke puncak dinding perangkap. Kecepatan lobster yang terbentuk sangat tergantung pada waktu tempuh. Karena dilihat dari gambar panjang lintasan tiap lobster tidak begitu berbeda, yang membedakan adalah waktu tempuh. Lama dan singkatnya waktu tempuh dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti banyaknya titik henti, daya deteksi penciuman lobster akan umpan, kewaspadaan lobster, dan pengaruh lobster lain di sekitarnya.
4.2.2 Kemiringan dinding 45 Dinding perangkap dengan kemiringan 45
dapat dicapai oleh lobster
kelompok ukuran 50-100 dan <50 g. Seperti dijelaskan sebelumnya pada kemiringan ini lobster besar yang kewaspadaannya lebih tinggi telah dapat melihat keberadaan umpan sehingga mereka mau merayap hingga ke puncak dinding perangkap. Gambar 13 dan 14 menunjukkan perbandingan panjang lintasan, waktu tempuh dan kecepatan
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
160 140 120 100 80 60 40 20
Panjang Lintasan (cm)
Waktu (det)
lobster ukuran 50-100 g.
0 1
2
3
4
5
Lobster ke Waktu (det)
Panjang Lintasan (cm)
Kecepatan Merayap (cm/det)
Gambar 13. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran 50-100 g 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 1
2
3
4
5
Lobster Ke
Gambar 14. Kecepatan merayap lobster ukuran 50-100 g
Panjang lintasan lobster ukuran 50-100 g pada kemiringan 45
ini relatif lebih
panjang (rata-rata 78.2 cm) dibandingkan dengan kemiringan sebelumnya. Dibandingkan dengan panjang dinding perangkap 53,5 cm, maka panjang lintasan lobster ini hampir 1,5 kalinya. Pada penjelasan sebelumnya tiga dari lima lobster pada ukuran dan kemiringan ini melakukan olah gerak sebelum mencapai puncak dinding. Hal ini menunjukkan adanya keraguan lobster untuk terus merayap ke atas. Panjang lintasan ini menunjukkan bahwa dengan kemiringan 45
lobster memiliki suatu
kesulitan tertentu untuk mencapai puncak dinding. Kesulitan bukan karena lobster tidak mampu merayap pada dinding yang curam namun lebih disebabkan karena faktor psikis, seperti keamanan lobster melanjutkan perjalanannya, pendeteksian bau umpan, serta terlihat atau tidaknya umpan di ujung dinding dengan kemiringan 45 tersebut. Waktu yang dibutuhkan lobster dengan ukuran ini untuk mencapai umpan tergolong cukup merata antara 90 sampai 130 detik. Waktu ini cukup lama sehingga kecepatan yang dihasilkan bervariasi dengan rata-rata 0,8 cm/detik dan tidak berbeda dengan kemiringan 30 . Lobster ukuran <50 g panjang lintasannya lebih pendek dari ukuran 50-100 g. Selain itu lobster ini juga memiliki waktu tempuh yang lebih singkat, sehingga kecepatannya lebih cepat daripada lobster yang lebih besar. Gambar 15 dan 16 akan
160
80
140
70
120
60
100
50
80
40
60
30
40
20
20
10
0
Panjang lintasan (cm)
Waktu (det)
menunjukkan perbedaannya.
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lobster ke Waktu (det)
Panjang Lintasan (cm)
Gambar 15. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran <50 g
Kecepatan Merayap (cm)
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
Lobster Ke
Gambar 16. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g
Ukuran <50 g pada kemiringan 45
memberikan panjang lintasan yang paling
merata (57,75 cm). Bila dibandingkan dengan panjang dinding perangkap maka panjang lintasan ini tidak begitu berbeda. Lobster dapat menentukan orientasi pergerakannya. Untuk waktu tempuh, lobster pada ukuran dan kemiringan ini memiliki waktu yang lebih cepat dibandingkan sebelumnya, yaitu rata-rata 61,25 detik. Hal ini menunjukkan tidak ada kesulitan bagi lobster untuk mencapai umpan. Kemiringan ini memungkinkan lobster berpijak pada benang jaring lebih mudah, sehingga waktu tempuh menjadi lebih singkat daripada waktu tempuh sebelumnya. Kecepatan bervariasi karena waktu tempuh yang bervariasi. Namun jika dibandingkan kecepatan sebelumnya, maka kecepatan pada kemiringan dengan ukuran ini lebih cepat.
4.2.3 Kemiringan dinding 60 Kemiringan ini adalah kemiringan yang paling curam, namun bukan berarti paling sulit dilalui oleh lobster. Dari hasil pengamatan justru menunjukkan lobster paling cepat mencapai umpan pada kemiringan ini. Kemiringan ini, seperti dijelaskan sebelumnya, memberikan kemudahan bagi lobster untuk berpijak pada benang jaring yang menjadi seperti anak tangga. Proyeksi mata jaring pada kemiringan ini juga memungkinkan umpan terlihat paling jelas di antara kemiringan lainnya. Ukuran 50100 g memiliki perbandingan panjang lintasan, waktu dan kecepatan sebagai berikut.
76 74 72 70 68 66 64 62 60 58 56
Waktu (det)
120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
Panjang Lintasan (cm)
140
5
Lobster ke Waktu (det)
Panjang Lintasan (cm)
Kecepatan Merayap (cm/det)
Gambar 17. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran 50-100 g
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1
2
3
4
5
Lobster Ke
Gambar 18. Kecepatan merayap lobster ukuran50-100 g Dari Gambar 17 dan 18 dapat dilihat panjang lintasan rata-rata berkisar antara 63 hingga 64 cm. Bila dibandingkan dengan panjang dinding perangkap, maka lobster ukuran 50-100 g dapat merayap lebih baik pada kemiringan 60
daripada
kemiringan lainnya. Panjang lintasan tidak jauh berbeda dengan panjang dindingnya sendiri. Dengan kemiringan ini ternyata lobster dapat melihat umpan dengan jelas, sehingga orientasinya lebih jelas dibanding kemiringan-kemiringan dinding lainnya.
Waktu tempuh yang dibutuhkan lobster ukuran ini sangat bervariasi mulai dari 20 sampai 120 detik. Hal ini tergantung situasi dan kondisi lobster itu sendiri. Waktu yang bervariasi memberikan kecepatan lobster yang juga bervariasi mulai dari 0,5 hingga 2,75 cm/detik. Untuk ukuran 50-100 g, kemiringan yang memberikan rata-rata panjang lintasan paling pendek dan waktu tempuh paling singkat adalah kemiringan 60 . Lobster ukuran <50 g seperti halnya pada kemiringan dinding sebelumnya memiliki pola lintasan lebih pendek dari pada lobster ukuran 50-100 g. Namun pada kemiringan 60 , karena lebih curam memiliki perbedaaan dengan sudut 45 . Gambar
70
90 80 70 60 50
Waktu (detik)
60 50 40
40 30 20 10 0
30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
Panjang Lintasan (cm)
19 dan 20 dapat memperlihatkan perbedaannya.
8
Lobster ke Waktu (det)
Panjang Lintasan (cm)
Gambar 19. Panjang lintasan dan waktu merayap lobster ukuran <50 g
Kecepatan Merayap (cm/det)
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
lobster Ke
Gambar 20. Kecepatan merayap lobster ukuran <50 g
Jika dibandingkan dengan kemiringan 30 dan 45 , maka pada kemiringan 60 ini lobster ukuran <50 g memiliki lintasan yang paling panjang. Hal ini disebabkan karena kemiringan dinding yang sangat curam. Lobster membutuhkan suatu pola lintasan yang lebih panjang, namun mempermudah pergerakan menuju ke puncak. Dari segi waktu tempuh, kemiringan ini memiliki waktu tempuh yang paling singkat. Umpan yang terlihat dengan jelas menyebabkan lobster cepat mendeteksi keberadaannya sehingga kecepatannya pada kemiringan ini juga merupakan yang paling tinggi di antara kemiringan lainnya. Dengan demikian kemiringan 60
memberikan panjang lintasan dan waktu
tempuh tersingkat untuk lobster 50-100 g. Untuk ukuran <50 g kemiringan ini memberikan waktu tersingkat dan kecepatan tercepat. Tetapi untuk panjang lintasan terpendek lobster <50 g didapat pada kemiringan 45 .
4.3 Lobster yang Gagal Mencapai Puncak Dinding Tidak semua lobster yang diuji mampu naik hingga ke puncak dinding bubu. Selama pengamatan ada beberapa lobster yang tidak berhasil mencapai puncak. Sebagian berhenti pada suatu titik ketinggian hingga batas waktu tertentu, sebagian lagi turun sebelum mencapai puncak dinding. Kegagalan lobster ini disebabkan berbagai hal yang akan dijelaskan kemudian. Gambar pola lintasan lobster gagal setiap kemiringan dinding akan disajikan.
4.3.1 Kemiringan dinding 30 Pada kemiringan ini 13 lobster berhasil mencapai puncak dinding. Tujuh ekor lobster gagal hanya mencapai 50 cm sebagai titik tertinggi yang berhasil dicapai. Berarti pada kemiringan ini perbandingan antara lobster yang berhasil dan gagal adalah 1,8 : 1 atau hampir mencapai 2 : 1. Lobster yang gagal juga dari ukuran yang sama dengan lobster yang berhasil, yaitu <50 g. Gambar 21 menunjukkan pola lintasan lobster yang gagal. 60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10 0
0 0
10
20
lobster1
30
40
lobster2
50
60
0
10
20
lobster8
30
lobster2
40
50
60
lobster7
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
lobster4
30
40
50
60
lobster6
Keterangan : = umpan rajungan
Gambar 21. Pola lintasan gagal lobs ter ukuran <50 g pada dinding
Titik puncak tertinggi yang berhasil dicapai lobster antara 40 sampai 50 cm. Titik ini sebenarnya sudah sangat dekat dengan puncak dinding perangkap. Hal yang menjadi alasan kegagalan lobster mungkin disebabkan kondisi lingkungan sekitar bak percobaan. Lobster memiliki mata yang peka terhadap adanya gerakan. Ketika ada
aktivitas di sekitar bak percobaan, lobster yang telah naik hingga mencapai titik tertentu merasa terancam sehingga tidak melanjutkan rayapannya. Setelah batas waktu yang ditentukan habis, maka lobster dinyatakan gagal. Alasan lain yang dapat menjadi penyebab berhentinya lobster pada suatu titik adalah keberadaan lobster lain di dekat umpan yang lebih agresif. Lobster yang lebih kecil umumnya enggan bersaing dengan lobster yang lebih agresif dan lebih kuat.
4.3.2 Kemiringan dinding 45 Pada kemiringan 45
perbandingan antara lobster yang berhasil dan yang
gagal juga 1,8 : 1. Namun pada kemiringan ini terdapat dua ekor lobster dari kelompok ukuran 50-100 g. Jika dibandingkan dengan lobster ukuran yang sama yang berhasil (lima ekor), perbandingannya 2,5 : 1. Untuk ukuran <50 g perbandingan lobster yang berhasil dengan lobster yang gagal adalah 1,6 : 1. Pola lintasan kedua ukuran lobster tersebut dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. 60
50
40
30
20
10
0 0
10
20
30
lobster11
40
50
60
lobster9
Gambar 22. Pola lintasan gagal lobster 50-100 g
Keterangan : = umpan rajungan
60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster2 lobster8
20
30 lobter3 lobster7
40
50
60
lobster6
Gambar 23. Pola lintasan lobster gagal <50 g
Dapat dilihat dari Gambar 22 dan 23
bahwa lobster ukuran 50-100 g
memiliki lintasan yang lebih sederhana dan pendek dibanding ukuran <50 g. Lobster terpaksa turun kembali karena tidak aman dengan adanya aktivitas di sekitar bak percobaan. Bau umpan yang tadinya mempengaruhi lobster berkurang pengaruhnya dibandingkan dengan faktor psikis lobster yang mencegahnya untuk naik mendekati umpan. Lobster <50 g cenderung memiliki pola yang lebih bervariasi yang menunjukkan adanya usaha untuk mencapai umpan. Namun karena terusir oleh lobster lain atau bermain dengan lobster lainnya, maka lobster- lobster tersebut turun kembali.
4.3.3 Kemiringan dinding 60 Lobster yang gagal pada kemiringan ini jumlahnya paling tinggi dibandingkan dengan kemiringan sebelumnya. Perbandingan yang berhasil dengan yang gagal adalah 1,3 : 1. Tingginya angka yang gagal sesuai dengan tingginya kecepatan yang berhasil naik. Seperti hubungan yang ironis, terlihatnya umpan dengan jelas membuat banyak lobster ingin mencapainya. Tetapi banyak juga yang gagal di tengah jalan.
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
lobster9 lobster12
30
40
lobster10 lobster9
50
60
lobster11
Gambar 24. Pola lintasan gagal lobster 50-100 g pada dinding 60 50 40 30 20 10 0 0
10 lobster1 lobster2
20
30 lobster3 lobster6
40
50
60
lobster8
Keterangan : = umpan rajungan
Gambar 25. Pola lintasan gagal lobster <50 g pada dinding
Dari Gambar 24 dan 25 dapat dilihat, kecenderungan lobster ukuran 50-100 g gagal di pinggir dinding dengan ketinggian beragam mulai dari 20-50 cm. Untuk ukuran <50 g ketinggian titiknya bervariasi dari 20, 35, 40 hingga 50 cm. Untuk ketinggian 20 cm dapat dikatakan lobster memang tidak melihat umpan sebagai fokus utama pergerakannya. Tetapi lebih disebabkan karena rasa ingin tahu atau bermain dengan temannya. Untuk ketinggian dari 35-50 cm biasanya lobster terusik oleh keberadaan lobster lain yang lebih besar atau lebih agresif sehingga terpaksa turun kembali.
4.4 Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Kemiringan Dinding Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan didapat kelebihan dan kekurangan masing- masing kemiringan dinding terhadap pola lintasan, panjang lintasan, dan kecepatan merayap. Lobster ukuran kelompok 50-100 dan <50 g memiliki kharakteristik pola dan panjang lintasan yang berbeda. Perbedaan itu memberikan hasil yang dapat diaplikasikan untuk menangkap lobster dengan memperhatikan kemiringan yang tepat untuk menangkap lobster ukuran tertentu. Tabel 2 memberikan perbandingan tiap-tiap kemiringan dinding.
Tabel 2 Perbandingan kemampuan lobster memanjat di setiap kemiringan dinding. Kemiringan dinding
Pola
lobster <50 g Panjang lintasan Waktu Kecepatan
Pola
Lobster 50-100 g Panjang lintasan Waktu Kecepatan
Dinding 30 Dinding 45 Dinding 60
4.4.1 Kemiringan dinding 30 Dinding dengan kemiringan ini hanya dirayapi oleh lobster <50 g. Pola lintasan lobster cenderung berbelok dan memiliki cukup banyak titik henti. Rata-rata panjang lintasannya 60,23 cm ditempuh dalam waktu rata-rata 189,77 detik. Waktu ini merupakan waktu terpanjang dibanding kemiringan lainnya, sehingga rata-rata kecepatan lobster menjadi yang terendah di antara kemiringan lainnya. Dari hasil yang didapat, maka kemiringan dinding ini kurang baik dipakai untuk menangkap lobster ukuran apapun. 4.4.2 Kemiringan dinding 45 Lobster ukuran 50-100 dan <50 g dapat merayap pada kemirngan ini. Lobster ukuran 50-100 g menunjukkan pola lintasan yang berbelok-belok dan panjang lintasan yang terpanjang (78,2 cm). Dari segi waktu, kemiringan ini juga
menghasilkan waktu terpanjang dari kemiringan lainnya (115,8 detik). Jadi kemiringan 45
kurang tepat untuk mengumpulkan lobster ukuran 50-100 g.
Untuk lobster ukuran <50 g, kemiringan ini memberikan rata-rata panjang lintasan terpendek di antara kemiringan lainnya yaitu 57,75 cm. Namun dari segi waktu dan kecepatan, kemiringan 30 kemiringan 60 . Jadi kemiringan 45
masih kalah jika dibandingkan dngan
cukup baik untuk mengumpulkan lobster ukuran
<50 g, karena setidaknya pada kemiringan ini lobster memiliki lintasan yang sederhana dan pendek. Sehingga kemiringan ini cocok untuk mengumpulkan lobster <50 g, yaitu ukuran yang baik untuk pembibitan.
4.4.3 Kemiringan dinding 60 Kemiringan 60
merupakan kemiringan terbaik untuk mengumpulkan lobster
baik ukuran <50 maupun 50-100 g. Lobster 50-100 g pada kemiringan ini memiliki pola lintasan yang lebih sederhana dan rata-rata panjang lintasannya juga lebih pendek (65,4 cm). Waktu tempuh lobster juga jauh lebih pendek (64,2 detik) sehingga kecepatan yang dihasilkan juga lebih tinggi (1,57 cm/detik). Demikian juga untuk lobster ukuran <50 g, kemiringan ini menghasilkan waktu tersingkat (30,25 detik) dan kecepatan tertinggi (2,43 cm/detik). Jadi kemiringan 60
merupakan
kemiringan yang terbaik untuk digunakan dalam menangkap lobster baik ukuran <50 maupun 50-100 g.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Kemiringan 60
memberikan pola lintasan dan kecepatan terbaik untuk lobster,
baik ukuran 50-100 maupun <50 g dibandingkan kemiringan 30 dan 45 . 2. Kemiringan 60
untuk lobster 50-100 g memberikan pola lintasan lebih
sederhana, dengan panjang lintasan rata-rata 65,4 cm,
waktu tempuh lebih
pendek (64,2 detik), dan kecepatannya paling tinggi (1,57 cm/detik). 3. Kemiringan 60
untuk lobster ukuran <50 g memberikan waktu rayap terpendek
(30,25 detik), dan kecepatan tertinggi (2,43 cm/detik). Kemiringan yang terbaik untuk digunakan dalam menangkap lobster, baik ukuran 50-100 g maupun <50 g, adalah 60 .
5.2 Saran 1. Perlu diadakan penelitian mengenai kemampuan penglihatan lobster, karena lobster mendeteksi umpan selain dengan penciuman, juga dengan matanya. 2. Perlu dilakukan penelitian lapang penangkapan lobster dengan menggunakan bubu yang memiliki kemiringan dinding 60 .
DAFTAR PUSTAKA
Boer, et al. 2001. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Direktorat Riset dan Eksplorasi Sumberdaya Hayati, Direktorat Jendral Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan – Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Perikanan Laut – Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 30. Budiharjo, S. 1981. Studi Perbandingan Jenis-jenis Alat Tangkap Lobster Pot dengan Bubu Tradisional. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Cobb, J.S and B.F Phillips. 1980. The Biology and Management of Lobsters. USA : Academic Press.p25-279. Febrianti. 2000. Pengaruh Umpan Pikatan Kulit Hewan terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkah Laku Mencari Makan Udang Karang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hestirianoto, T. 1985. Pengaruh Hari Bulan dan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Lobster Pot di Pelabuhan Ratu. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Lovett, D.L. 1981. A Guide to the Shrimp, Prawn, Lobster, Crabs of Fisheries and Marine Science. University of Agricultural. 156p. Moosa, M.K dan I. Aswandy. 1984. Udang Karang dari Perairan Indonesia. Proyek Studi Potensi Suberdaya Hayati Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI. Jakarta. O’Forrell. 1971. Seafood Fishing for Amateur and Professional. London and Tonbridge : The Witefriass Press Ltd. Subani, W. 1971. Perikanan Udang Barong (Spiny Lobster) di Indonesia. Direktorat Jendral Perikanan Jakarta. 27 hal. _________. 1977. Perikanan Udang Barong (Panulirus sp) dan Prospek Masa Depannya. Seminar ke-2 Perikanan Udang. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut Jakarta.
Subani, W. 1978. Perikanan Udang Barong (Spiny Lobster) dan Prospek Masa Depannya. Prosiding Seminar ke II Perikanan Udang. 15-18 Maret 1974. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian Pengembangan Perikana n. Subani, W, H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 5 Th 1988/1989. Edisi Khusus BPPL. Jakarta. Hal 113-114. Subani, W, Prahoro. 1990. Status Nelayan dan Perkiraan Potensi Udang Barong (Spiny Lobster) di Pantai Selatan Bali. Laporan Penelitian Perikanan Laut No. 54. Jakarta : BPPL. Hal 9-10. Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of The World. England : Fishing News Book Ltd.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dimensi dinding perangkap yang diuji tampak depan 53,5 cm
53,5 cm
Tabel parameter yang dihitung pada tingkah laku lobster, yang berhasil merayap dinding perangkap dengan kemiringan yang berbeda. Lampiran 2. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster < 50 g pada kemiringan dinding 30 . Panjang Lobster Waktu Ukuran lintasan Kecepatan No (g) (cm) (det) (cm/det) 1 20 57 432 0,13 2 10 60 240 0,25 3 10 55 60 0,92 4 10 56 120 0,47 5 20 56 60 0,93 6 20 62 60 1,03 7 10 87 60 1,45 8 10 56 60 0,93 6 20 60 49 1,22 3 10 56 948 0,06 7 10 59 18 3,28 1 20 64 120 0,53 5 20 55 240 0,23 Rata2 60,23 189,77 0,88
Lampiran 3. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster <50 g pada kemiringan dinding 45 . Panjang Lobster Waktu Ukuran Kecepatan lintasan No (g) (cm) (det) (cm/det) 1 20 67 60 1,12 2 10 62 60 1,03 3 10 60 43 1,40 4 10 55 65 0,85 5 20 53 54 0,98 6 20 54 136 0,40 7 10 53 41 1,29 8 10 58 31 1,87 2 Rata 57,75 61,25 1,12 Lampiran 4. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster 50-100 g pada kemiringan dinding 45 . Panjang Lobster Waktu Ukuran lintasan Kecepatan No (g) (cm) (det) (cm/det) 9 80 106 86 1,23 10 70 136 86 1,58 11 70 56 106 0,53 10 70 33 172 0,19 12 75 60 129 0,47 2 Rata 78,2 115,8 0,8
Lampiran 5. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster <50 g pada kemiringan dinding 60 . Panjang Lobster Waktu Ukuran lintasan Kecepatan No (g) (cm) (det) (cm/det) 1 20 68 30 2,27 2 10 68 26 2,62 3 10 62 22 2,82 4 10 80 60 1,33 5 20 57 18 3,17 6 20 68 21 3,24 7 10 61 39 1,56 8 10 63 26 2,42 2 Rata 65,88 30,25 2,43
Lampiran 6. Panjang lintasan, waktu, dan kecepatan merayap lobster 50-100 g pada keirngan dinding 60 . Panjang Lobster Waktu Ukuran Kecepatan lintasan No (g) (cm) (det) (cm/det) 9 80 63 100 0,63 12 75 74 53 1,40 9 80 63 22 2,86 10 70 64 120 0,53 11 70 63 26 2,42 Rata2 65,4 64,2 1,57
Tabel parameter yang dihitung pada tingkah laku lobster, yang gagal mencapai puncak dinding perangkap dengan kemiringan yang berbeda.
Lampiran 7. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 30 kelompok ukuran <50 g. Lobster Ukuran Waktu Tinggi yang dicapai No (g) (menit) (cm) 1 20 2 30 2 10 5 50 4 10 1 40 2 10 1 50 6 20 2 40 7 10 3 50 8 10 2 30 2 Rata 27,92 Lampiran 8. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 45 kelompok ukuran <50 g. Lobster Ukuran Waktu Tinggi yang dicapai No (g) (menit) (cm) 2 10 1 50 8 10 10 20 7 10 1 40 6 20 0,5 40 3 10 0,5 20 Rata2 2,6 34
Lampiran 9. Lobster yang gagal mema njat kemiringan dinding 45 kelompok ukuran 50-100 g. Lobster Ukuran Waktu Tinggi yang dicapai No (g) (menit) (cm) 11 70 0,6 20 9 80 0,5 50 2 Rata 0,55 35
Lampiran 10. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 60 kelompok ukuran <50 g. Lobster Ukuran Waktu Tinggi yang dicapai No (g) (menit) (cm) 1 20 1 20 8 10 2 35 2 10 1 50 3 10 1 45 6 20 1 40 2 Rata 38
Lampiran 11. Lobster yang gagal memanjat kemiringan dinding 60 kelompok ukuran 50-100 g. Lobster Ukuran Waktu Tinggi yang dicapai No (g) (menit) (cm) 9 80 0,283 35 10 70 1 20 12 75 1 20 9 80 0,5 50 11 70 1 50 2 Rata 35
Lampiran 12. Bak percobaan yang dipakai
Lampiran 13. Lobster hijau pasir yang dipakai dalam penelitian
Lampiran 14. Keadaan bak percobaan saat penelitian malam hari