ng2nya dan ketiga pembantunya yang kemarin itu berdiri dipinggir, semuanya diam tak berani buka suara. Tapi Jun-yan tak peduli, mendekati meja pengurus hotel dan berseru: “Hai, kuasa, ini rekening saya!" sembari berkata, ia letakkan serenceng uang perak di atas meja terus putar tubuh hendak pergi. Diluar dugaan, mendadak dari samping tubuhnya angin menyerempet lewat, tahu-tahu Siang Lui sudah menghadang diambang pintu sambil melototkan mata padanya. “Hei, maukah kau minggir, aku masih ada keperluan harus lekas-lekas berangkat!" demikian Jun-yan mencoba berkata dengan sopan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Siapa tahu Siang Lui terus memaki: ”Budak maling!" habis itu, mendadak ia ulur tangan mencengkram kemuka si gadis. Lekas-lekas Jun-yan melompat mundur menghindarkan serangan itu. Sementara itu Siang Lui sudah berteriak-teriak lagi: ”ayoh, kenapa kalian masih diam saja, kapal jamrud justru berada padanya!" Jun-yan menjadi heran, dari manakah orang bisa tahu, dan bila ia memeriksa bungkusannya, barulah ia insyaf, kiranya dalam ter-gesa2nya waktu membungkus tadi, kain sutera pembungkus kapal jamrud itu ada sebagian terkacir keluar. Karena perbuatannya sudah konangan, ia pun tak mau unjuk kelemahan, cepat ia tarik Pek-lin-to dari bungkusannya terus mengayun kebelakang hingga orang2 yang mengepung di belakangnya itu terdesak mundur. Lalu dengan suara keras ia berseru : ”Sam-bok-leng-koan, katanya kau adalah Bu-lim cianpwe, kau tahu malu tidak ?" Tapi Siang Lui sudah terlalu murka, mendadak ia melangkah maju, tangan kiri mengebas kesamping sekuatnya, walaupun kebasan itu tidak langsung menyerang Jun-yan, tapi tiba2 si gadis merasa ada suatu tenaga yang maha besar seakan2 menyedot dirinya kesamping hingga hampir saja ia terjungkal, dan pada saat itulah, cepat sekali Siang Lui sudah baliki tangannya terus mencengkeram kemukanya lagi. Tenaga kebasan Siang Lui itu sebenarnya bertujuan untuk membikin miring tubuh Jun-yan, menyusul terus mencengkeram. Kalau tubuh Jun-yan sudah terhuyunghuyung kesamping, maka pasti akan kena dicengkeram seperti sengaja memapakkan sendiri. Dalam keadaan terancam, ternyata Jun-yan tidak kurang akal, mendadak ia jatuhkan dirinya kelantai dengan berduduk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berbareng golok Pek-lin-to ia babatkan kedepan dua kali, habis itu, ujung golok ia tutulkan kelantai dan tubuhnya meloncat kesamping. “Sam-bok-leng-koan", dampratnya, kemudian mengancam, “Jika kau berani maju lagi, segera aku bacok kapal jamrud ini hingga hancur, coba kau mampu membunuh aku tidak?" Siang Lui menjadi mati kutu, ia pikir, sekalipun gadis itu ia cincang, tapi kalau kapal pusaka itu sudah remuk, kemana harus dicari ganti benda yang tiada taranya itu? “Lalu, kau mau apa?" tanyanya kemudian kewalahan, tapi dalam hati gusar tidak kepalang. “Sebenarnya kapal jamrud ini aku tak inginkan, cuma.......ah, meski aku ceritakan juga kau takkan percaya, lebih baik tak diceritakan", demikian sahut Jun-yan. “tapi golok ini biar tinggalkan padaku saja, nanti aku yang kembalikan pada Liok-hap-tong-cu!" Sejak Sam-bok-leng-koan Siang Lui malang melintang di kangouw, belum pernah ia dibikin mendongkol seperti sekarang ini. Maka sembari mendengar iapun sambil mencari akal. Ketika Jun-yan lagi senang2 hampir selesai mengucapkan kata2nya, mendadak Siang Lui menggertak: “Ngaco-belo!" dan sekali tubuhnya bergerak, secepat kilat ia menubruk maju, tangan kiri mengulur, seketika mulur hampir dua kali lipat, terus membalik hendak menampar muka si gadis. Keruan Jun-yan terkejut, tapi cepat pula ia angkat goloknya buat menangkis. Namun tahu2 tangan kiri Siang Lui sudah mengkeret lagi, sebaliknya tangan kanan yang mulur terus memegang buntalan dipinggang si gadis, ia barengi mendorong dengan tenaga dalamnya hingga gadis itu terhuyung2 kebelakang sambil berseru: “Sambuti!" dan segera orang2nya menyambut buntalan itu dengan hati2. Merasa kecundang lagi, Jun-yan gusar tidak kepalang, sesudah berdiri tegak kembali, mendadak sinar tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkelebat, ia putar golok pusaka Pek-lin-to dan menghujani bacokan kepada Siang Lui. Karena tidak bisa menggunakan golok, meski Jun-yan mainkan dengan menurut ilmu pukulan “Hui-hun-cio-hoat" namun tetap tak ungkulan melawan Siang Lui. Sesudah beberapa jurus, ia sudah terdesak kalang kabut, keruan ia gugup dan sengit, permainan goloknya semakin cepat, ia menyerang mati2an tanpa pikir. Tapi pada suatu saat, ketika Sam-buk-leng koan kebaskan lengan bajunya kedepan
hingga angin kuat menyambar pergelangan tangan, Jun yan merasa kesemutan hampir Pek-lin-to terlepas dari cekalannya. terpaksa ia melompat mundur, lalu putar golok semakin kencang. Tampaknya bila empat-lima jurus lagi, pasti si gadis akan kecundang dan goloknya terampas, tiba2 terdengar diluar hotel itu ada suara orang berkata : “He, Liheng didalam hotel ada orang lagi bertempur, sinar senjata itu tampaknya adalah senjatamu Pek-lin-to!" Lalu suara seorang menjawab : “Benar, mari cepat kita melihatnya kedalam !” Girang sekali Jun-yan mendengar suara orang2 itu. dalam seribu kerepotannya itu ia kenal suara orang pertama itu adalah Jing-ling-cu dan yang lain terang Liokhap-tong-cu Li Pong adanya. Saking girangnya semangatnya terbangkit. “ser-ser" dua kali ia ayun goloknya hingga Siang Lui terdesak mundur, dan pada saat itulah Jing-ling-cu dan Li Pong pun telah melangkah maju. Ketika tiba2 melihat yang sedang bertarung itu satu diantaranya ialah Lou Jun-yan yang memegang golok pusakanya sambil memainkan jurus2 ilmu golok yang aneh lagi bertahan matimatian, sesaat itu Li Pong tertegun. Tapi kemudian bila mengetahui lawan si gadis adalah Sam-bok-leng-koan Siang Lui, segera iapun terkejut. Lekas2 ia berseru:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Tahan dulu, tahan dulu! Orang sendiri semua." Namun Siang Lui sudah ketelanjuran murka, sesaat tak mudah untuk melerai, terutama bila mengingat si gadis segera dapat dilakukan. “Berhenti dulu, Siang-heng!" teriak Li Pong pula. “Dengarlah kataku, Siang-heng, anak dara ini adalah murid lo-Jiau, pikiran loJiau (maksudnya Jiau Pek-king situa) biasanya sempit suka mengeloni murid sendiri, kenapa kau mesti cekcok dengan dia ?" Jun-yan tahu persahabatan antara Liok-hap tong-cu Li Pong dengan gurunya sangat karib, asal dia ikut campur, betapa besarnya urusan pasti akan beres, maka hatinya menjadi lega. Segera iapun berseru : “Awas, Li-sioksiok, dibelakang suhu kau berani merasahi, kalau pulang nanti, biar aku laporkan pada suhu, coba bagaimana kau akan bela diri?" Sembari berkata, ia menjadi sedikit lengah, kesempatan itu segera digunakan Sambok-leng koan untuk menyerang sambil berteriak : “Sebentar lagi, Li-heng, biar aku rebut dulu goloknya!" dan cepat sekali ia menabok kedepan, lalu tangannya menekan turun, lengan bajunya terus membelit hingga golok Pek-lin-to itu kena digulungnya sambil ditarik. Keruan tangan Jun-yan menjadi kesemutan hingga goloknya terlepas dari cekalannya.
Liok-hap-tong-cu Li Pong cukup kenal gurunya Jun-yan yang suka mengeloni muridnya pasti tak mau membiarkan muridnya dihina orang, dan jika sampai urusan makin meluas, kedua pihak sama-sama sahabat, tentu ia serba salah. Maka cepat ia menyelak ketengah sembari mengomeli si gadis : “Jun-yan, makin lama kau semakin sembrono, Sam-bokleng-koan adalah Bu-lim-cianpwe, kenapa kau sembarangan bergebrak dengan dia ? Nah, lekas kau minta maaf!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun Jun-yan masih penasaran, sahutnya: “Hm, kalau dia adalah Bu-lim cianpwe, seharusnya dia mempunyai sifat angkatan tua dari Bu-lim, kenapa dia berkeras menuduh aku yang telah mencuri kapal jamrudnya itu, tak sudi aku meminta maaf padanya!" Li Pong benar2 kewalahan, maka dengan tertawa katanya kepada Sam-bok-leng-koan: “Lau Jiau orangnya aneh, murid ajarannya ternyata juga serupa!" Kalau Li Pong berulang kali menyebut asal usul Lou Jun-yan perlunya biar Siang Lui mengetahui dan jangan coba terlibat permusuhan dengan Jiau Pek king yang disegani itu. Tak terduga, maksud baiknya itu berbalik jelek, Siang Lui menjadi salah paham malah, segera dengan tertawa dingin ia menjawab: “Jau-li, budak ini kemarin membawa golok Pek-lin-to dari Kong-tong-pay kalian dan mematahkan tiga bendera pertandaan kami, waktu aku tinggal minum di belakang kangzusi.com hingga datang terlambat sedikit, ternyata daun telinga dua orangku sudah kena diirisnya. Tatkala mana ia sudah terang2an hendak merampas kapal jamrud itu, tapi melihat pertandaan golok pusakamu itu, aku hanya tahan goloknya dan biarkan dia pergi, siapa tahu semalam ia datang kembali untuk mencuri golok dan kapal, kalau bukan bungkusannya kurang rapat hingga dapat kuketahui boleh jadi sekarang ia sudah kabur jauh2. Hm, kau jeri pada Jiau Pek-king, masakan kami juga takut padanya ?" Mendengar lagu kata2 orang menjadi kurang senang juga kepadanya, Li Pong hanya tersenyum saja, sahutnya : “Siang-heng, gadis ini meski nakal, tapi tentang merampas barang kawalanmu, mungkin belum tentu berani melakukannya." Tapi Siang Lui makin gusar, “plok" mendadak ia gebrak meja hingga meja itu amblong suatu lubang besar, berbareng tangan lainnya pun mengayun, Pek-lin-to yang dirampasnya ia tancapkan keatas meja, lalu katanya dengan sengit :
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Tidak, budak ini takkan kulepaskan pergi, sesudah aku selesai hantarkan barangku, aku sendiri akan mengirimnya kembali ke Jing-sia san untuk menanya pada Jiau Pek-king cara bagaimana mengajar murid. Jika kau merasa kurang senang, terserahlah kau bila mau membelanya!" Melihat Siang Lui ternyata bermaksud menawan si gadis, Li Pong cukup kenal akan watak Jun-yan yang tentu takkan mau turut. Tapi tabiat Siang Lui juga keras luar biasa, apa yang dikatakannya kembali, maka ia menjadi serba salah untuk sesaat itu.
“Li-sioksiok?” tiba2 Jun-yan berseru, “orang itu menantang kau, masa kau tidak berani? Ciangbunjin dari Khong-tong-pay janganlah sampai dibikin malu orang!" Li Pong menjadi geli dan mendongkol, omelnya: “Jun-yan, jangan sembarangan omong !" habis itu ia coba kedipi Jingling-cu. Imam itu faham akan maksud sang kawan, maka cepat ia menyela: “Siang-heng, kalau barang kawalanmu belum sampai hilang, kenapa mesti sepikiran seperti bocah ini? Biarkanlah dia pergi!" “Boleh juga, asal dia menjura tiga kali meminta maaf padaku", sahut Siang Lui marah2. “Kent....." segera Jun-yan hendak mendamprat, tapi belum lagi ucapannya selesai, tahu-tahu Sam-bok-leng-koan Siang Lui sudah melesat kedekatnya dimana tangannya sampai, “koh-ceng-hiat" dipundak si gadis telah kena ditutuknya. Namun cepat Jun-yan dapat menyalurkan tenaga mematahkan tutukan itu, lalu teriaknya : “Bagus, Li-sioksiok, kau tinggal peluk tangan saja tidak mau menolong, ya? Masa keparat ini menuduh aku merampok, lantas kau mau percaya ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Li Pong tahu didalam urusan ini tentu ada hal2 yang ber-belit2, tapi Siang Lui sudah ketelanjur bergusar sungguh2, rasanya susah mau beres begitu saja, maka cepat ia menyahut : “Jun-yan, lekaslah kau pergi saja. Disini masih ada aku!" “Bagus, Lau-Li, beginilah baru benar-benar tegas", teriak Siang Lui tiba-tiba dengan bergelak tertawa. “Dengan kata-katamu ini, putuslah persahabatan kami tiga saudara dengan pihak Khong-tong-pay kalian". Habis berkata, mendadak tangannya bergerak membalik dengan ilmu thong-pi-kang, tiba-tiba lengan kanannya seakan-akan mulur lebih panjang terus menggaplok ke dadanya Li Pong. Cepat Li Pong berkelit dan gunakan satu tipu Liok-hap-cio-hoat untuk mematahkan serangan Siang Lui itu. Dalam hati diam2 ia mengeluh. Ia cukup kenal Siang Lui bertiga saudara perguruan itu semuanya berwatak keras berangasan. Ketika melihat Siang Lui hendak buka serangan pula dan Jun-yan masih belum mau pergi, tiba2 hatinya tergerak, cepat ia berseru; “Nanti dulu Siang-heng, dengarlah kata2ku". “Apalagi?" jengek Siang Lui. Tapi Li Pong terus menanya si gadis: “Golok Pek-lin-to itu cara bagaimana bisa jatuh di tanganmu, Jun-yan?" Maka berceritalah si gadis apa yang dialaminya didalam hotel serta cara bagaimana golok Pek-lin-to itu tahu2 sudah berada disamping bantalnya hingga batang hidungnya hampir2 pesek terpapas.
“Siang-heng", kata Li Pong sesudah merenung sejenak, setelah mendengar penuturan Jun yan, “urusan ini memang rada aneh, sesungguhnya Jun-yan tak bisa disalahkan.” Lalu iapun menuturkan pengalamannya ketika bertemu si-orang aneh dirimba tempo hari dan menyambungnya pula: “Setelah aku melanjutkan perjalanan ke Lo-seng-tian, sampai disana barulah aku mengetahui golokku sudah hilang tanpa aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merasa. Melihat gelagatnya, terang dilakukan oleh manusia aneh itu. Maka hendaklah Siang-heng jangan salah sangka pada orang lain". Namun Siang Lui tidak mau mudah percaya, bukankah sudah terang2an ia melihat Jun yan yang hendak membawa pergi kapal jamrudnya yang dicuri orang malam2 itu ? Maka dengan tertawa dingin ia menjawab : “Liokhap-tong-cu, biasanya kami tiga saudara selalu pandang kau sebagai seorang laki2 sejati, siapa tahu kaupun tak bertulang, berani pada yang lemah, takut pada yang jahat!" Betapa sabarnya Li Pong, akhirnya menjadi kurang senang oleh olok2 Siang Lui ini, katanya segera : “Siang-heng, telah kukatakan bahwa anak dara ini adalah muridnya Lau Jiau, maksud baikku kenapa kausalah artikan?" Siang Lui menjadi gusar. “Aku justru ingin tahu betapa lihaynya Thong-thian-sinmo", sahutnya. “Jika ternyata kau begitu karib dengan dia, nah, silahkan kau pergi memberitahukan padanya, bahwa didalam dua bulan, pasti kami bertiga saudara akan membawa murid mustikanya ini ke Jing-sia-san untuk mencarinya". Melihat urusan makin lanjut makin runyam Jing-ling-cu cukup kenal watak Siang Lui yang gopoh, tentu susah dilerai, boleh jadi nanti dua bulan lagi amarahnya sudah hilang dan percekcokan inipun dapat didamaikan, maka cepat ia memberi tanda pada Li Pong. Li Pong tahu maksud kawan itu, maka katanya pada si gadis: “Jun-yan, sebenarnya kau juga salah mematahkan panji pertandaan orang. Sam-bok-leng-koan ingin kau ikut padanya, dalam dua bulan, kau akan dihantar pulang ke Jing-sia-san, baik kau terima saja, nanti tiba waktunya, tentu kita akan selesaikan urusan ini." Semula Jun-yan berniat melancong di kang ouw, dengan sendirinya sangat berat kalau disuruh pulang. Tapi bila
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengingat Liok-hap-tong-cu berada dalam keadaan serba salah, kenapa mesti bikin susah padanya, masa nanti di tengah jalan aku tak bisa meloloskan diri? Maka segera ia mengangguk. “Baiklah, Li-sioksiok, masa aku takut padanya?" Tapi masih kuatir terjadi apa2 atas diri si gadis, maka ia berkata pula: “Jangan kuatir, Sam-bok-leng-koan adalah angkatan tua, tak nanti dia bikin susah padamu."
Dengan kata2 ini, ia telah cegah lebih dulu agar Siang Lui sebagai orang tua tak nanti merecoki seorang muda. Habis ini, bersama Jing ling-cu mereka lantas berlalu. “Jangan kau coba melarikan diri!" kata Siang Lui gemas kepada Jun-yan, lalu perintahkan orang2nya berangkat. Jun-yan tidak gubris akan kata2 orang, bahkan terus melengos dengan sikap memandang hina. Keruan Siang Lui ber-jingkrak2, tapi sebagai seorang tua, tidak pantas juga bertengkar terus dengan seorang muda, terpaksa ia menahan gusar pergi mengatur pemberangkatan kereta-keretanya. Tidak lama, iring2an kereta kangzusi.com sudah meninggalkan kota kecil itu, Siang Lui dan Jun-yan menunggang kuda mengikuti dari belakang, diam2 Sam-bok-leng-koan me-nimang2, Thong-thian sin-mo Jiau Pek-king itu benar2 lihay, tiga saudara maju sekaligus belum tentu sanggup melawannya, rasanya didalam dua bulan ini mesti mengundang lagi bala bantuan. Sampai disini ia menjadi agak menyesal juga akan keburu nafsunya menimbulkan percekcokan ini. Sebaliknya Jun-yan sendiri lagi memikirkan bagaimana caranya meloloskan diri, malahan sebelum kabur, Siang Lui harus diberitahukan dulu, barulah mendongkolnya bisa terlampias. Tapi apa daya, jika bertempur terang2an takkan berhasil. Lalu akal apakah yang harus dipakai? Malamnya, mereka menginap dihotel lagi. Siang Lui mengirim dua orangnya menjaga di luar kamar Jun-yan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena itu si gadis menjadi mati kutu. Jika ia terjang keluar, tapi kemudian dibekuk kembali oleh Siang Lui, bukankah akan membikin malu saja ? Ia menjadi kesal hati, ia rebahan diranjangnya, tanpa terasa ia terpulas. Sampai tengah malam, tiba2 terdengar berkesiurnya angin, samar-samar terasa suatu bayangan berkelebat di depannya. Ia menyangka pandangan sendiri menjadi kabur, cepat ia bangun, tiba2 berjangkit lagi kesiurnya angin, menyusul daun jendela berkedut dan terpentang, satu bayangan orang secepat terbang sudah melayang keluar. Jun-yan kucak2 matanya, kemudian ia menegasi pula, dan memang jendela kamarnya sudah terpentang. Ia menjadi ingat kejadian malam kemarin yang mirip dengan barusan ini. Pada saat itulah, lantas terdengar suara bentakan orang diluar : “Budak liar, jangan lari!" Menyusul suara itu, segera seorang menjerit di barengi suara gemerentang jatuhnya senjata. Jun-yan dapat mengenali suara jeritan itu adalah suara orang yang dikirim Siang Lui untuk mengawasi dirinya itu, dan bayangan orang yang begitu cepat dan gesit itu siapa gerangannya? Mungkinkah sipelajar penunggang keledai berjari tunggal itu?
Sedang memikir, tiba2 didengarnya lagi suara bentakan Siang Lui yang keras, menyusul mana ada orang sedang melapor dengan gemetar: “Susiok, Loji dan Losam telah terbinasa!" Jun-yan terkejut, betapa lihaynya cara turun tangan orang itu? Dalam pada itu Siang Lui hanya menjengek tanpa menyahut, mendadak Jun-yan dikagetkan oleh suara “blang" yang keras, sekonyong-konyong pintu kamarnya kena didepak terpentang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Cepat ia bangkit berduduk, dengan suara keras ia membentak : “Siapa?" Tadinya Siang Lui menyangka kalau si gadis telah lari sehabis membunuh orang, ia mendepak pintu kamar yang untuk melampiaskan amarah saja, kini mendengar Jun-yan masih berada didalam kamar, seketika ia melengak, tapi terpaksa ia menyahut: “Aku !" Tiba2 Jun-yan tergerak pikirannya, ia pura2 mendamprat : “Tengah malam buta kau dobrak kamarku ada apa ? Katanya angkatan tua Bu-lim, kenapa kelakuanmu begini rendah ?" Betapapun Siang Lui memang seorang kesatria, kena digertak demikian, ia menjadi mengkeret dan lekas2 undurkan diri sambil menggerutu didalam hati akan kelicikan si gadis. Sebaliknya diam2 Jun-yan tertawa geli. Karena kematian dua murid keponakannya, dan pula dirinya kena di-olok2 si gadis, sungguh Siang Lui gusar tidak kepalang. Besoknya di waktu meneruskan perjalanan, diam2 ia mengambil ketetapan akan mengundang semua kawan yang dahulu pernah bertengkar dengan Jiau Pek-king untuk mendatangi Jing-sia-san dan menentukan unggul atau asor dengan iblis itu, lalu Jun-yan juga akan dicincangnya pula. Melihat sikap orang, Jun-yan tahu Siang Lui sudah membencinya tujuh turunan, tapi dasar jahil, dalam perjalanannya ia justru sengaja pakai macam2 cara untuk bikin marah Siang Lui hingga tokoh ini semakin geregetan. Untuk selanjutnya Siang Lui tidak mengirim orang untuk menjaganya lagi, sebenarnya kalau mau Jun-yan sudah bisa melarikan diri. Tapi sekarang justru ia berbalik pikiran, ia tidak mau tinggal pergi. Maka tiada beberapa hari akhirnya sampailah mereka diperbatasan daerah Ciatkang, kalau Siang Lui sudah selesaikan barang hantarannya di Hengciu, ia lantas bisa pulang ke Soatang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selama beberapa hari terakhir ini, setiap tengah malam tentu ada satu orang yang diam2 masuk kamar Jun-yan. Setiap malam si gadis juga melihat bayangan orang, tapi asal sedikit ia bergerak, segera orang itu melompat keluar jendela dan menghilang untuk malam berikutnya datang lagi. Betapa cepat gerakan orang itu, benar2 sukar dilukiskan. Tidak peduli betapa perlahan Jun-yan bergoyang, segera orang itu mendapat tahu dan lantas melesat pergi. Suatu malam, sengaja Jun-yan mengincar orang, pura2 pejamkan mata menantikan datangnya orang. Betul juga, tengah malam orang itu melayang masuk kekamarnya lagi, karena gelap gulita, maka muka orang itu tak tertampak jelas, hanya perawakannya cukup besar, terang seorang laki2. Sesudah, masuk kekamar, orang itu terus berdiri kaku didepan ranjang Jun-yan hingga tanpa merasa si gadis merinding. Diam2 ia pikirkan ilmu silat yang luar biasa itu, kalau orang bermaksud jahat, untuk mencelakai dirinya adalah terlalu mudah, tetapi setiap malam hanya datang, lalu pergi lagi, entah apa yang hendak diperbuatnya ? Agaknya yang dua kali membawakan golok Pek-lin-to, tentulah orang ini tak salah lagi. Jun-yan men-duga2 siapakah gerangan orang ini, mulanya ia sangka si pelajar berjari tunggal itu, tapi lantas terpikir olehnya mungkin sang guru yang telah turun gunung dan secara diam2 melindungi dirinya? Namun bila dipikir lagi, rasanya hal itu tidak mungkin. Ketika dilihatnya orang itu masih berdiri terpaku, sekonyong2 ia melompat bangun terus menubruk kearah orang. Ia menaksir dengan tubrukannya secara mendadak itu tentu orang akan kena dicengkeramnya. Siapa tahu ia hanya tubruk tempat kosong saja. Terdengar dua kali suara “plak-plak", kedua tangannya telah menghantam diatas meja, sedang disampingnya angin berkesiur perlahan, ketika ia menoleh, orang itu sudah menghilang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keruan Jun-yan tambah curiga, cepat ia menyalakan lentera, ia lihat keadaan kamarnya tiada tanda2 aneh. Ketika ia hendak matikan lentera untuk tidur lagi, sedikit menunduk, mendadak dilihatnya permukaan meja yang tadinya rata mengkilap itu, kini nampak benjal-benjol seperti terukir tulisan. Waktu ia angkat lentera memeriksanya, ternyata diatas meja itu terukir beberapa hurup yang mencang-mencong, semuanya bertuliskan “Jing-kin". Ukiran ini sedalam hampir setengah senti, licin halus, tanpa ada tanda-tanda bekas korekan senjata, terang asal goresan dengan jari, dan tempat dimana orang tadi berdiri tepat berdekatan dengan meja ini, maka dapat diduga tentu dilakukan orang itu, betapa tinggi ilmu silatnya, sungguh bikin orang tercengang. “Jin-kin, Jin-kin", tanpa terasa Jun-yan menyebut nama itu. Ia pikir tentu ini nama seorang wanita, tapi apa hubungannya dengan diriku? Kenapa diwaktu orang hantarkan golok dan kapal jamrud itu selalu disertai
secarik kertas yang bertuliskan kedua hurup itu? Ia tak bisa pulas lagi, ia coba merenungkan pengalamannya selama ini, tiba2 ia teringat orang aneh yang dilihatnya di Lo-seng-tian dan selalu menguntitnya dalam perjalanan itu. Ia menjadi bergidik bila mengingat betapa seramnya muka orang aneh itu, ia coba lupakan orang, tapi makin hendak melupakan, semakin teringat. Teringat olehnya kelakuan orang aneh itu Pek-lin-to diminta Liok-hap-tong-cu Li Pong tidak boleh, tapi rela diserahkan padanya. Ketika dirinya berkata ingin memiliki golok pusaka itu, tahu2 besoknya senjata sudah berada di samping bantalnya. Ketika terjadi pertengkaran dengan orang Sam-thay Piaukiok, pernah dirinya berteriak ingin mereka tinggalkan kapal jamrud, eh, tahu2 besok paginya benda itu dihantarkan kepadanya. Maka dapatlah dipastikan, kesemuanya itu dilakukan si orang aneh itu. Tapi sebab
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ apakah orang aneh itu sedemikian menurut pada kata2nya serta berbuat apa yang dapat memenuhi keinginan batinnya? Makin dipikir, makin Jun-yan tidak mengerti. Pikirnya lagi, jika begitu naganaganya, terang orang aneh itu senantiasa berada disekitarnya, mungkin sekarang juga masih berada disitu, kenapa aku tidak menjajalnya lagi, apa dugaannya itu sesuai dengan kenyataannya ? Maka ia mendekati jendela, ia lihat diluar sana sunyi senyap, maka ia menggumam sendiri : “Ai, kapal jamrud itu benar2 sangat mungil dan indah, kalau besok pagi sudah sampai di Hangciu, tiada kesempatan untuk menikmatinya lagi, alangkah baiknya jika malam ini aku dapat memainkannya benda itu sejenak !" Habis berkata, ia tutup daun jendelanya dan merebahkan diri buat tidur lagi. Tidak lama kemudian, mendadak diluar terdengar suara bentakan Siang Lui yang keras : “Siapa kau ?" menyusul terdengar suara “blang” yang keras, lalu Siang Lui berteriak lagi : “Kau adalah sobat dari gadis mana ?" Tapi tiada suara orang menyahut, sebaliknya terus berkumandang suara kangzusi.com gedubrakan yang gaduh. Maka dalam sekejap
saja hotel itu menjadi kacau balau semua orang keluar untuk melihat keramaian. Jun-yan bergirang dan terkejut. Terkejutnya karena orang yang selalu mengintil itu ternyata benar si orang aneh yang menyeramkan. Girangnya sebab dugaannya ternyata tepat. Maka cepat iapun membuka pintu kamar, ia lihat dibawah sorot obor, orang aneh itu sudah hancurkan sebuah kereta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ muatan hingga benda mustika berantakan berserakan ditanah, tersorot oleh sinar api, benda2 berharga itu memancarkan sinar kemilauan yang indah. Sedang kapal jamrud itu tampak sudah dikempit oleh si orang aneh. Kedua mata Siang Lui “Hok-mo-kim-kong-co" kencangnya, ia terus dan pintu berantakan
se-akan2 memancarkan api saking murkanya, dengan senjatanya atau gada penakluk iblis yang diputar sedemikian memburu. Begitu hebat tenaganya hingga meja kursi, tembok kena dihantam senjatanya itu.
Belum pernah Jun-yan melihat Siang Lui memakai senjatanya itu. Mungkin melihat si orang aneh itu terlalu tangguh baginya, maka “Malaikat bermata tiga" ini sekarang merasa perlu keluarkan senjata andalannya. Tapi orang aneh itu seperti tidak mau terlibat dalam pertempuran, hanya berkelit kian kemari dibawah sambaran gada orang, dan sedikitpun Siang Lui tak bisa menyentuh padanya. Ber-duyun2 begundalnya Siang Lui juga merubung datang dengan senjata lengkap, tapi ketika melihat macamnya orang aneh yang menakutkan, yang bernyali kecil segera bergidik, apalagi suruh maju mengeroyok? Dalam keadaan ribut2 itu, tiba2 diantara penonton itu ada satu orang berteriak: “Wah, celaka, hancur semua, hancur semua!" Terkesiap hati Jun-yan mendengar suara itu, ketika ia berpaling kearah suara itu, benar juga dilihatnya sisuseng berjari tunggal itu lagi berjingkrak2 kegirangan oleh peristiwa itu. Ketika melihat Jun-yan berpaling, ia membalasnya dengan seulas senyuman. Sementara itu Siang Lui memutar gadanya semakin kencang, ditambah ilmu “Thong-pi-kang" yang lihay, tapi sesudah 30-40 jurus sedikitpun masih belum bisa menyentuh tubuh orang aneh itu. Diam-diam ia apa mau percaya apa yang diceritakan Li Pong tempo hari ternyata tidak omong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kosong belaka, betapa hebat ilmu silat orang aneh ini, benar-benar susah diukur. Tapi sekali gebrak saja hampir pundaknya kena dihajar orang, melihat serangan orang aneh ini, terang ilmu pukulan geledek “Pi-lik-jiu" dari keluarga In di
Holam, tapi sekarang melihat gerak tubuhnya yang enteng, tampaknya dari aliran lain lagi. Dan karena sudah lama masih belum bisa mengalahkan lawan, hati Siang Lui menjadi gugup. Makin lama ia menjadi semakin kalap, saking sengitnya ia memutar gadanya hingga penonton terpaksa menyingkir mundur oleh angin gambarannya. Melihat pertarungan yang susah dilerai itu jika diteruskan entah bagaimana akhirnya, maka cepat Jun-yan berseru : “Sudahlah, berhenti, berhenti !" Mendengar suara Jun-yan, orang aneh itu tampak tertegun sejenak hingga gerak tubuhnya agak merandek, kesempatan itu telah digunakan Siang Lui untuk mengemplang dengan gadanya. Saat itu kedua tangan si orang aneh itu lurus kebawah tanpa ber-jaga2, jika kemplangan itu kena kepalanya, jangankan manusia, sekalipun batu juga akan hancur lebur. Keruan Jun-yan terkejut, ia menjerit kaget sambil menekap mulutnya. Tapi pada saat itulah, sampai Siang Lui sendiri tidak jelas bagaimana jadinya. tiba2 pandangan semua orang seakan2 kabur, mendadak orang aneh itu ulurkan tangan kirinya, secepat kilat gada Siang Lui sudah kena ditangkapnya. Cepat Siang Lui menarik sekuatnya, tapi sedikitpun lawan tak bergeming, lekas2 ia gunakan ilmu “Thong-pi-kang" mendorong kedepan, tapi masih tetap tak bisa membuat orang aneh itu bergerak malahan lengannya sendiri hampir2 patah, keruan terkejutnya tidak kepalang. Ketika tiba2 orang aneh itu menarik kebawah, menyusul disengkelit kesamping, maka terasa oleh Siang Lui suatu tenaga yang amat besar menubruk kedadanya hingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cekalannya menjadi kendor, gadanya telah kena dirampas orang, sedang tubuhnya akhirnya ter-huyung2 kebelakang terus jatuh terduduk. Sejak ia unjuk diri di kangouw, belum pernah mengalami kekalahan sehebat ini, dalam masgulnya ia membentak pula: “Tinggalkan namamu sobat!" Akan tetapi orang aneh itu hanya sedikit mengapkan mulutnya yang sudah tidak utuh lagi dan mengeluarkan semacam suara yang menggoncangkan sukma, se-konyong2 gada yang dirampasnya itu ditimpukan ketanah hingga amblas sedalam setengah gada itu, lalu berjalan ke arah Lou Jun-yan. “Terima kasih atas maksud baikmu", kata Jun-yan ketika melihat orang aneh itu mendekatinya. Tiba2 orang aneh itu taruh kapal jamrud itu ditangan Jun-yan, sekali melesat, mendadak meloncat keluar secepat terbang. “He, nant...." Jun-yan hendak meneriakinya, tapi orang sudah sampai diluar dan
sekejap mata saja sudah menghilang. Menyaksikan semua itu, Sam-bok-leng-koan Siang Lui benar2 terkejut, iapun tahu bukan tandingan orang. Maka ia berbangkit buat kembali kekamarnya. “Orang she Siang", tiba2 Jun-yan menegurnya sembari meletakkan kapal jamrud yang diterimanya dari si orang aneh itu keatas meja, “barangmu ada disini, apa kau kira aku benar2 menginginkannya? kau sendiri yang menjaganya masih dapat dibegal orang, kalau panji Sam-thay Piaukiok kalian telah kupatahkan, rasanya tidak berlebihan. Sekarang apa kau masih akan menggiring aku kembali ke Jing-sia-san?" Siang Lui sudah lesu sekali, ia hanya kebas tangannya dan menyahut: “Bolehlah kau pergi, dalam dua bulan, biar aku pergi menemui gurumu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Haha, berani mengaku kalah, masih terhitung seorang laki2 sejati!" Jun-yan meng-olok2 sembari tinggalkan pergi. Baru saja ia melangkah keluar pintu, segera dilihatnya sisuseng berjari tunggal itu lagi menggapai padanya. Cepat ia mendekatinya. “Tabah benar nona" puji pelajar itu dengan tertawa. Biasanya mulut Jun-yan cukup tajam, tapi aneh, menghadapi suseng ini, mukanya menjadi merah, hatinya ber-debar2, sekejappun tak sanggup buka suara, sampai lama sekali baru ia menjawab : “Ah, kau terlalu memuji saja !" “Disini bukannya tempat bicara, bila nona tidak menolak, marilah kita tinggalkan tempat ini", ajak suseng itu tiba2. Aneh juga, Jun-yan benar2 kesemsem oleh pemuda ini, maka ia hanya mengangguk setuju. Segera mereka mendatangi kandang kuda, suseng itu menuntun keluar keledainya, mereka berdua menunggangi satu keledai terus dilarikan keluar kota. “Siapakah she nona yang terhormat ?" tanya suseng itu sesudah sampai ditempat yang sepi. “She Lou, bernama Jun-yan..." ia merandek lalu pikirnya hendak balik menanya : “Dan kau ?" Namun aneh, ia menjadi tak enak mengucapkannya. Ia sendiri heran mengapa bisa malu2 kucing begini. “Nona Lou", kata suseng itu pula, “orang aneh yang mirip mayat hidup itu, pernah apa dengan kau?" “Tidak pernah apa2 denganku", sahut Jun-yan. Lalu menyambungnya pula: “Tapi kalau diceritakan, agak panjang juga!" “Tidak apa, lihatlah, dibawah sinar bulan yang indah, kita menunggang diatas satu keledai, sekalipun kau bercerita sebelum setahun, akupun takkan bosen, makin jelas ceritamu, makin baik", ujar suseng itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Senang sekali hati Jun-yan oleh rayuan pemuda itu. Tanpa pikir lagi, segera ia tuturkan pengalamannya selama itu. Ketika selesai ceritanya, hari sudah remang2, subuh sudah tiba. Karena sejak tadi tidak mendengar suara sisuseng, maka Jun-yan berpaling memandang orang, ia lihat wajah si pelajar itu mengunjuk rasa heran dan girang bukan buatan, ia menjadi heran, tanyanya: “Eh, hal apa yang membuat kau begini gembira?" “Ah, tidak apa2", sahut suseng itu tertawa. “Aku hanya terlalu kagum terhadap ilmu kepandaian orang aneh yang tinggi itu. Nona Lou, apakah kau tahu, sebab apakah ia selalu tunduk dan menurut pada perintahmu?" “Ya, aku sendiri tidak mengerti kelakuannya yang aneh itu", sahut Jun-yan. “Orang itu mahir ilmu silat dari berbagai cabang aliran, sesungguhnya susah dipercaya." Suseng itu termenung sejenak, tiba2 bertanya pula: “Sekarang tujuan nona hendak kemana?" “Memangnya aku tidak mempunyai tujuan, cuma Sam-bokleng-koan itu bilang dalam dua bulan ini akan mencari suhu ke Jin-sie, bila aku tidak hadir hingga suhu mau percaya atas obrolan mereka sepihak, kelak pasti aku akan didamprat habis2an". “Nona Lou,” ujar suseng itu. “Sam-bok-leng-koan bertiga tidak nanti berani mendatangi gurumu, tentu mereka akan mengundang banyak tokoh2 Kangouw lainnya untuk mana sedikitnya akan makan waktu sebulan, dan selama sebulan ini, aku ingin minta sesuatu bantuan, entah kau sudi tidak." “Silahkan berkata", sahut Jun-yan. Betapa tidak, sejak si gadis merasa orang sudi menolong hindarkan dirinya dari kesulitan, dalam hatinya sebenarnya sudah berbenih asmara, ia justru berharap setiap hari bisa berdampingan dengan sipemuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Aku ingin minta nona bikin perjalanan bersamaku ke Hun-kui (Hunlam dan Kuiciu), dalam sebulan, tentu kita bisa kembali", sahut suseng itu. “Tentu saja aku iringimu", sahut si gadis. Dalam hati ia memikir, meski tidak bisa kembali dalam sebulan juga aku tidak menyesal. Karena pikiran ini, wajahnya menjadi merah. Maka sambil mengucapkan terima kasih, segera suseng itu keprak keledainya terlebih cepat ke arah barat. Jun-yan duduk didepan orang, maka tidak mengetahui
gerak gerik sisuseng yang waktu itu sebenarnya lagi tengak tengok kebelakang, maksudnya ialah ingin tahu apakah orang aneh yang berilmu silat tinggi, tapi sangat menurut pada Jun-yan itu, apakah mengintil dibelakang. Namun ia agak kecewa, sebab satu bayanganpun tidak kelihatan. Dalam perjalanan selama setengah bulan, dasar gadis remaja mudah terpikat, tanpa merasa Jun-yan telah jatuh kedalam jaring2 cinta, ia merasa setiap gerak-gerik suseng tampan itu sangat menarik. Hanya satu hal yang belum diketahuinya, ialah setiap kali ia menanya nama dan asal usul suseng itu, orang selalu menjawabnya samar2 dan membilukan pembicaraan. Karena melihat kedua tangan orang tak berjari, kecuali jari tengah tangan kanan dan memakai sebuah selongsong emas yang ber-kilat2, maka ia memanggilnya “It-ci Toako" atau engko berjari satu, tapi pemuda itupun mau menyahutnya. Suatu hari, selewatnya Kuiciu, tibalah mereka diwilayah Hunlam. Tempat dimana mereka lalui, kedua samping adalah lereng2 gunung hanya di-tengah2nya suatu jalan yang tidak terlalu besar. Daerah Kuiciu dan Hunlam terhitung dataran tinggi yang banyak lereng pegunungan, penduduknya jarang, tempatnya penuh rahasia. Sebab itu banyak pula binatang2 aneh yang tak dikenal namanya, dan karena jarang melihat manusia,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ maka bila ketemu orang, binatang itupun tidak takut2. Sungguh tidak Jun-yan duga bahwa tempat yang mereka datangi ini ternyata indah permai tidak kalah dengan pegunungan Jing sia tempat kediaman gurunya. Ditambah lagi bikin perjalanan dengan suseng itu, maka hatinya selalu riang gembira. Sesudah sehari pula, sampai petangnya, tiba2 mereka melihat di tepi jalan terdapat sebuah gardu istirahat yang kecil. Didalam gardu itu berduduk dua orang wanita yang berdandan sebagai suku Biau (Miao), yang satu sudah nenek keriput, sedang lainnya gadis jelita. Kulit badan gadis itu putih laksana salju, tapi diantara putih itu bersemu kehijau2an seperti bukan manusia hidup. Namun ketika kedua bola matanya mengerling, menimbulkan rasa senang bagi orang yang memandangnya. “A Siu, siapakah orang yang datang ini ?" tanya sinenek itu dengan suara tertahan ketika mendengar Jun-yan dan suseng itu mendekati gardu. “Entah siapa, belum pernah kenal" sahut si gadis dengan wajah heran sesudah memandangi kedua orang. Barulah kini Jun-yan berdua memperhatikan bahwa nenek itu adalah seorang buta. Tiba2 suseng itu merosot dari keledainya, dengan jari tunggal ia gantol semacam benda kehitam2an yang diambil dari bajunya, lalu disodorkan sambil bertanya : “Apakah aku berhadapan dengan Tiat hoa-popo ? periksalah ini !"
Jun-yan tidak jelas benda apa yang diangsurkan sisuseng itu, cuma dalam hati ia merasa heran untuk apa It-ci Toako ini bersalaman dengan orang Biau dan memanggilnya Tiat-hoa-po po atau nenek bunga besi segala. “A Siu, coba kau ambilkan," terdengar nenek tadi berkata. Lalu si gadis Biau tampak bisik-bisik beberapa kali dalam bahasa mereka. Karena kepalanya bergerak, maka anting2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ besar di telinganya ikut bergoncang tiada hentinya. Kemudian nenek itu perlahan2 telah berbangkit. Karena tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, maka Jun-yan berdiam diri saja, tapi perhatiannya tidak lepas dari gerak-gerik wanita2 Biau itu, yang menurut kabar, suku Biau pandai main guna2 dan meracun, mungkinkah mereka akan mencelakai engko jari satunya? Karena pikiran ini, maka ia hendak mendekati kearah mereka bertiga. Tapi tiba2 dilihatnya sisuseng telah menoleh sambil memberi tanda padanya supaya Jun-yan diam2 saja, terpaksa si gadis urungkan niatnya, meski hatinya penuh tanda tanya. Sesudah Tiat-hoa-popo berdiri, ia ambil benda dari tangan sisuseng serta diraba2nya dengan teliti. Barulah sekarang Jun-yan dapat melihat jelas bahwa benda itu berbentuk bunga seruni yang terbuat dari besi. Setelah me-raba2 sebentar, terdengar nenek itu bersuara puas, lalu katanya : “Betullah, nah pergilah, kiri tiga, kanan tujuh, timur tiga belas, dan barat delapan belas !" Jun-yan menjadi bingung oleh istilah2 itu, tapi sisuseng meng-angguk2 dan menyahut : “Banyak terima kasih atas petunjuk Popo !" Baru saja mereka putar tubuh hendak berlalu, tiba2 si gadis jelita tadi memandang tajam kearah Jun-yan dan bersuara : “Tiat-hoa-popo !” “Ada apa ?" nenek itu menjawab. Tapi si suseng itu sudah keburu kedipi si gadis sembari jari tunggalnya itu menggandeng sebelah tangan orang. Gadis itu menjadi ragu2 sejenak, tapi akhirnya ia berkata pula pada sinenek: “Tidak apa2, aku hanya panggil biasa saja!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Segera sisuseng itu menarik gadis jelita ini kepinggir dan berbisik: “A Siu, terima kasih kau tidak menceritakan pada Tiat-hoa-popo." Tapi gadis itu tidak menjawab, hanya mengebas tangannya dengan muka merah
jengah, ia melirik sekilas pada sipemuda lalu menunduk. Melihat itu, perasaan Jun-yan menjadi kecut. Namun sisuseng sudah menaiki keledainya dan melanjutkan perjalanan. Sesudah jauh tak tahan lagi segera Jun-yan menanya: “It-ci Toako, tadi nenek itu bilang tentang kiri-kanan-timur-barat, apa2an itu?" “Ia menunjukan suatu tempat tujuan kita, yaitu didepan sana yang disebut Bwe-hocap-peh-tong. Tempat itu sangat sulit didatangi karena jalannya yang me-lingkar2 bagai jaring laba-laba, maka apa yang dikatakan nenek itu tadi yalah langkah2 kemana kita harus membalik sesudah sampai dipersimpangan jalan." Masih Jun-yan belum faham, tanyanya pula: “Lalu untuk apa sesudah sampai disana?" “Kita bicarakan kalau sudah sampai disana," sahut si suseng. Kembali jawaban demikian yang diperoleh, Jun-yan menjadi uring2an. Sepanjang jalan ia sudah sering tanya, dan selalu mendapat jawaban yang sama, padahal ia justru sangat ingin tahu. Maka omelnya: “Aku minta sekarang juga kau terangkan, bila tidak, biar aku kembali saja." Habis berkata, ia pura2 hendak merosot kebawah keledai. Diam2 si suseng rada kuatir, maka terpaksa katanya: “Tujuan kita menyangkut urusan besar. Kita berada ditanah Biau, mereka ada peraturan yang menentukan orang tidak boleh sembarangan omong. Maka nona, haraplah kau sabar dulu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jun-yan serba salah, kalau melihat sikap pemuda ini, tampaknya bukan pura2. Maka sesudah berpikir, katanya kemudian: “Jika begitu, masa namamu juga tidak boleh kuketahui? Apakah selama hidup aku harus memanggil It-ci Toako?" Sesudah mengucapkan ini, barulah teringat olehnya agak ketelanjuran hingga mukanya menjadi merah. Namun suseng itu tampaknya lagi susah oleh recoknya, maka tidak memperhatikannya, dan sahutnya: “Soalnya karena namaku tak sedap didengar, maka tidak ingin kau tahu. Baiklah kukatakan, aku she Ti, bernama Put-cian (tidak cacat)". Mendadak Jun-yan tertawa. “Namamu tidak cacat, tapi jarimu justru bercacat, kesembilan jarimu itu...." Sebenarnya ia hendak bertanya mengapa jarimu itu putus, tapi belum terucapkan, tiba2 teringat seseorang olehnya hingga tanpa terasa ia berseru: “He, Kanglam-it-ci-seng, kau adanya?" “Benar", sahut sisuseng mengangguk. Jun-yan coba meng-amat2i orang sejenak, kemudian menggumam sendiri: “Kau adalah Kanglam-it-ci-seng? Ah, bukan, bukan! Tentu memalsukan namanya!"
“Lalu, macamnya Kanglam-it-ci-seng itu dalam bayanganmu, seharusnya bagaimana, nona?" tanya Ti Put-cian tertawa. “Aku tidak pernah melihatnya, tapi. . . . tapi. . . ." Sebenarnya ingin bilang: “tapi betapapun juga takkan secakap macam suseng muda seperti kau ini!" cuma kata2 ini tak enak diutarakan. Rupanya Ti Put-cian dapat meraba dugaan orang, maka katanya: “Ha, dalam bayangan nona, Kanglam-lt-ci-seng yang terkenal jahat itu tentu berwujut seorang yang kepalanya sebesar gantang, mata sebesar mangkok, ditambah lagi hidungnya sebesar kentongan, mulut sebesar baskom, penuh berewok macam singa, bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jun-yan terkikih geli oleh kata2 itu, sahutnya: “Tak peduli apa dia singa atau macan, sekalipun kau benar Ti Put-cian, masakan aku takut padamu? Berani kau menyentuh seujung rambutku?" Kiranya nama “Kanglam-lt-ci-seng Ti Put-cian" atau si pemuda jari tunggal dari kanglam itu sangat disegani orang Bu-lim. Pada jari satu-satunya itu terpasang segolongan emas yang bisa mulur mengkeret dan khusus dipakai untuk mematuk, ilmu yang menjadi kemahirannya. Tindak tanduknya kejam, ganas dan tak pilih bulu. Sebab itulah Jun-yan mulai meragukan kebenaran Kanglam-it-ci-seng kangzusi.com yang tersohor sebagai momok itu bisa berupa seorang suseng tampan, malahan diam2 ia sendiri telah jatuh hati padanya. “Sudahlah, jangan2 kita akan kesasar", kata Ti Put-cian kemudian sambil tertawa. Karena benih cinta telah tumbuh pada orang dengan sendirinya yang terpikir olehnya hanya mengenai hal2 yang baik, maka Jun-yan menjadi lupa namanya lebih jauh soal tadi. Sebaliknya Ti Put-cian sedang memperhatikan jalan yang mereka lalui itu, haripun mulai gelap. Dan sesudah melingkat kian kemari, akhirnya terdengar Ti Put-cian berkata : “Sudah sampai !” Segera hidung Jun-yan mengendus bau harum bunga Bwe, sejauh mata memandang, pepohonan jarang2, tetapi bunga2 mekar mewangi ditambah bulan baru menyinari malam nan indah itu. Jun-yan benar2 kesemsem akan keadaan waktu itu. Ketika tiba2 mendengar pemuda itu bilang sampai, ia memandang kearah barat, ia lihat tidak jauh sebuah tebing curam tegak berdiri, tampaknya satu jalan buntu, maka jawabnya : “It-ci Toako, jalan sana buntu, jangan-jangan nenek itu salah menunjukkan jalan ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Tidak, Bwe-hoa-cap-peh-tong memang melingkar-lingkar tempatnya, jika orang kesemsem akan pemandangan sekitarnya, tentu dia akan kesasar", sahut Ti Put-cian. Mereka terus menuju ketebing curam itu, sesudah dekat, tampaklah di bawah semaksemak rotan pegunungan situ terdapat sebuah gua, setelah memasuki gua itu dan berbiluk-biluk didalamnya, akhirnya menembusi perut pegunungan itu dan sampai disuatu lembah dengan lima gua yang lebih besar. Ketika beberapa gua dilewati pula dan sampai digua kedelapan belas, jauh-jauh sudah terdengar didalam perut gunung itu suara tambur dipukul riuh ramai mengejutkan orang. “Sampailah tempat tujuan kita", kata Ti Put-cian akhirnya. Mendengar sudah sampai, segera Jun-yan mengamati tempat itu, ia lihat didekat gua sana tumbuh beberapa pohon Bwe dengan bunga sebesar mangkok dan ranting2nya yang lebat. Suara tambur itu berkumandang terus dari dalam gua. Ti Put cian melepaskan keledainya agar pergi makan rumput sendiri, lalu Jun-yan diajaknya mendekati pintu gua. Ternyata gua itu berpintu besi yang sangat lebar dan setinggi lebih dua tombak hingga nampaknya sangat megah. Lalu suseng itu mengeluarkan bunga seruni besi dari bajunya dan mengetok beberapa kali pada pintu besi. Melihat itu, hati Jun-yan penuh tanda tanya, namun ia coba menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak lama, pintu besi itu terdengar berbunyi, tampak satu lubang kecil terpentang dari lubang itu. Ti Put-cian angsurkan bunga seruni besi. Sebentar kemudian, pintu besi itu terbuka, didalam gua itu gelap gulita, Jun-yan kencang2 menggendoli lengan si pemuda dan ikut masuk kedalam. “It-ci Toako, kemanakah kita ini ?" tanya pula Jun-yan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Didepan ada orang mengunjukan jalan bagi kita, sebentar lagi tentu kau akan jelas melihatnya", sahut Ti Put-cian. Tak lama kemudian, karena sudah biasa dalam kegelapan, samar2 Jun-yan dapat melihat di depan betul saja ada dua orang Biau yang tegap bertombak sedang menunjukan jalan. Sesudah beberapa jauhnya, di depan terdapat pintu besi semacam itu. Suatu saat Jun-yan merasa angin silir berkesiur lewat disampingnya. Tepat pada saat itulah, tiba2 Ti Put-cian berpaling menanya: “Jun-yan, sepanjang jalan, apakah kau merasa bahwa manusia aneh itu terus mengintil di belakangmu?"
“Barusan saja terasa angin lewat menyambar disampingku, apakah kau tidak berasa ?" sahut Jun-yan. “Gerak gerik orang aneh itu tidak bersuara, tapi menimbulkan kesiurnya angin, tampaklah dia sudah pasti. Ia ikut kemari, tidak berhalangan bukan?" „Tidak apa2, bahkan itulah yang kita harap", sahut Ti Put Cian. “Jun-yan, sebentar nanti kalau terpaksa, aku ingin minta bantuanmu, hendaklah kau jangan menolak". Jun-yan tidak tahu bantuan apa yang orang harapkan darinya, tapi iapun menjawab : “Jangan kuatir !” Pada saat itulah, tiba2 pandangan mereka terbeliak, suara tamburpun semakin keras terdengar. Ternyata mereka sudah berada di-tengah2 sebuah lembah pegunungan yang sekelilingnya diapit oleh lereng2 tebing yang tinggi dan curam. Tanah mangkok lembah itu seluas kira-kira dua ha dan tandus tak tertumbuh apapun, malahan dibawah sinar bulan nampaknya halus licin, kecuali dapat dimasuki melalui pintu2 besi dalam gua tadi, agaknya burung sekalipun tak dapat masuk ketempat ini. Di-tengah2 tanah lapang itu terdapat sebuah batu besar setinggi tiga kaki dan lebarnya lebih dua tombak persegi, permukaan batu rata gelap, nyata sebuah meja batu buatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ alam. Di atas meja batu itu waktu itu ada seorang Biau dengan bagian atas badan telanjang hingga tampak kulitnya yang ke-hitam2an, sedang memukul tambur sekuat2nya hingga air keringatnya bertetes-tetes. Disekitar batu besar itu banyak orang yang sedang duduk mengitari, ada suku Biau sendiri, juga ada bangsa Han. Didepan batu besar itu terdapat tujuh kursi yang diatur berderet, semuanya masih lowong. Dekat dengan dinding tebing sana beberapa ratus orang Biau memegangi obor besar hingga lembah itu tersorot terang benderang bagai siang hari. Diam2 Jun-yan memikir mungkin ini pertengahan bulan, tentu orang2 Biau lagi mengadakan perayaan apa2. Maka iapun tidak banyak tanya, kemana Ti Put-cian pergi ia mengikut kesitu. Sesudah hampir mengitari tanah lembah itu, kemudian Ti Put-cian memilih suatu tempat yang longgar dan berduduk, tempat itu kira2 beberapa tombak jauhnya dari meja batu tadi, maka Jun-yan pun berduduk disamping kawannya ini. Ketika tanpa sengaja ia berpaling, tiba2 ia berseru kaget: “He, hidung kerbau! Kaupun berada disini?" Lekas2 Ti Put-cian menjawil si gadis dan membisikinya: ”Ssst, jangan bersuara Jun-yan!" Namun seruan Jun-yan tadi meski tak keras, tapi karena waktu itu hanya suara tambur saja yang berdentang, semua orang lagi menanti dengan berdiam, maka yang berdekatan dengan Jun-yan lantas
banyak yang berpaling kearahnya. Sebab itu, Jun-yan menjadi makin heran. Kiranya tadi diantara orang2 itu ia telah melihat Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin juga berduduk disana, sebab itulah ia berseru kaget. Tapi kini ketika banyak orang berpaling kearahnya, ia menjadi melihat pula diantaranya bukan saja terdapat Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong, bahkan si orang aneh juga tertampak berduduk tidak jauh dari dirinya dan kepalanya tertutup selapis kain. Walaupun orang aneh itu berkedok, tapi dari bentuk tubuh dan dandanannya Jun-yan masih dapat mengenalinya, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ katanya kepada Ti Put-cian : “It-ci Toako, ternyata disini tidak sedikit kenalan lama !” “Siapa saja ?" tanya Put-cian. “Lihatlah, imam setengah umur itu ialah Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin, dan kakek pendek buntik itu adalah Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong, sedang lelaki berkedok itu bukan lain adalah orang aneh yang banyak bikin gara2 atas diriku itu!" “Benar? Kau tidak salah mengenalinya?" Put-cian menegas. Dan rupanya saking girang hingga suaranya agak keras. “Ssst", cepat pula Jun-yan menjawil padanya. Maka keduanya lantas saling pandang dengan tersenyum. Mendadak suara tambur tadi semakin keras dan cepat, lalu beberapa ratus orang Biau lantas bersorak-sorai hingga suasana seketika bergemuruh oleh suara gema kumandang dilembah pegunungan itu. “Hampir mulailah sekarang", kata Ti Put-cian rada tegang ketika melihat sang dewi malam sudah berada di-tengah2 cakrawala. Maka tertampaklah dari pintu besi sana berduyun2 datang tujuh orang, setiap orang memondong satu mayat yang sudah kering, ada lelaki ada perempuan, tapi tubuh mayat itu sudah mengering kuning hingga tampaknya sangat menyeramkan. Dandanan mayat2 itupun tidak seragam, ada suku Biau, ada bangsa Han dan suku lain pula. Agaknya, orang yang memondong mayat itu sangat menghormat sekali terhadap apa yang mereka bawa itu. Setelah sampai didepan ketujuh kursi kosong tadi, mereka-mereka meletakkan mayat2 itu diatasnya, lalu berlutut memberi sembah, sesudah bangun, mereka lantas berbicara, mula2 dengan bangsa Biau, kemudian dengan bangsa Han, seru mereka: “Secara sembrono kami berani menyentuh tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seng-co (nabi agung), pantas kalau mati, maka mengharap Seng-co suka memberi berkah!" Habis berkata, cepat mereka melolos senjata terus membunuh diri. Segera pula ada orang yang menyeret ketujuh jenazah baru ini kepinggir. Betapa terkejut dan berdebar hati Jun-yan oleh kejadian itu, sebaliknya Ti Putcian ternyata sangat kesemsem menyaksikan itu katanya dengan perlahan pada si gadis: “Lihatlah, betapa agung perbawa Seng-co, sesudah wafat, tubuh emasnya masih begitu keramat hingga siapa yang menyentuhnya rela membunuh diri untuknya!" “Apa2an Seng-co itu ?" tanya Jun-yan. “Ssst, jangan sembrono", bisik Ti Put-cian dengan wajah kuatir. Jun-yan masih hendak menanya, tapi suara tambur tadi sudah berhenti mendadak dan orang yang memukul tambur itu terus melompat turun dari meja batu itu dengan gesit. Maka terlihatlah Tiat-hoa-popo menaiki meja batu dengan langkah yang tidak tetap sebagai lajimnya seorang nenek2. Sesudah berada diatas, ia memandang kesekitarnya hingga seketika sunyi senyap, maka iapun mulai berkata, juga bahasa Biau dulu, kemudian bahasa Han. Katanya: “Seng co ketujuh sudah wafat 30 tahun yang lalu, Seng-co kedelapan juga sudah menghilang selama 30 tahun dan tak pernah kita ketemukan. Menurut tradisi kita, Seng-co kesembilan harus kita angkat diantara semua hadirin ini. Menurut peraturan, 49 bunga seruni sudah kita sebarkan keseluruh negeri, siapa yang memperolehnya malam ini juga sudah hadir semua. Maka Lopocu (nenek-tua) tidaklah perlu banyak omong, terserah pada takdir, siapakah gerangannya yang bakal terpilih sebagai Seng-co dari rakyat2 72 gua kita." Habis itu, sekali tubuhnya melesat cepat sekali orangnya sudah melayang turun. Jangan dikira usianya sudah tua dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ matanya buta, tapi betapa cepat gerakannya, ternyata tidak kalah dengan tokoh kelas satu dari kalangan Bulim. Sampai disini, sedikit banyak Jun-yan sudah mengetahui duduknya perkara. Apa yang disebut Seng-co itu tentu adalah pemimpin tertinggi dari 72 gua suku Biau, dan hari ini justru hari pemilihan Seng-co baru itu. Cuma yang tidak dapat dipahaminya ialah apa yang dikatakan sinenek bahwa Seng-co ke 8 bisa menghilang sejak 30 tahun yang lalu, padahal kedudukan Seng-co ini ada sekian banyak orang yang menginginkannya?
Sedang ia berpikir, tiba2 dilihatnya didepannya berdiri satu orang berbaju putih, ujung lengan baju orang hampir2 menyentuh mukanya. Ketika ia mendongak, kiranya adalah si gadis yang bernama “A Siu" itu. Gadis jelita ini lagi memandangi Ti Put-cian dengan senyum yang penuh arti. Hati Jun-yan menjadi panas, segera ia bermaksud membentak, tapi gadis itu hanya sejenak saja merandek, lalu meninggalkan pergi. “Hm, gadis Biau ternyata begini tak kenal malu", segera Jun-yan mencemoh sambil melihati belakang A Siu, yang sementara itu telah mendekati dan duduk disamping Tiat-hoa Popo. Sejenak nenek itu turun panggung, semua hadirin berdiam diri saja, setelah lama barulah si orang Biau yang tinggi besar wajahnya bengis membawa tombak, sambil meloncat dan berlari menaiki panggung batu, lalu teriaknya : “Tong-cu (kepala Gua) dari Jingcha-tong, Pulaihua, minta pengajaran dari para hadirin !" Habis berkata, dengan congkaknya ia berdiri menolak pinggang dengan sebelah tangannya, sikapnya memang gagah sekali, tapi bagi penglihatan orang ahli segera tahu kuda2nya tidak kuat, tidak tahan sekali pukul saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiranya ke-72 gua suku Biau itu yang hidupnya diantara tanah penuh binatang-binatang berbisa, jiwa mereka sama sekali tak segera telah mengadakan perserikatan mengangkat seorang yang menjadi pemimpin besar mereka, yaitu disebut Seng-co, dengan penuh. Sejak Seng-co
pegunungan yang terjamin, maka serba pandai untuk hak kekuasaan
pertama diangkat, selamanya tidak membeda-bedakan suku bangsa dan keturunan, sebab itulah diantara delapan Seng-co yang lalu, enam diantaranya adalah bangsa Han. Waktu pemilihan Seng-co baru selalu diadakan pada pertengahan bulan pertama diwaktu bulan purnama, sesudah Seng-co lama wafat, sebelum itu, 49 buah bunga seruni besi yang menjadi tanda pemilihan itu disebar keseluruh negeri, siapa yang memperolehnya dapat ikut hadir dalam pemilihan. Urusan ini selamanya dirahasiakan, maka Jun-yan sejak mula tidak mengetahui untuk apakah kedatangan Ti Put-cian ini. Begitulah, sesudah Pulaihua tadi naik ke-panggung, lalu datang seorang Biau lalu sebagai penantang dan mulai bertanding, akhirnya Pulaihua itu kena dijungkalkan kebawah. Selanjutnya seluruh suku Biau saja yang saling bertempur hingga dua jam lebih, tapi cara berkelahi mereka adalah terlalu kasar hingga tiada harganya dilihat. Tampaknya sang bulan sudah mendoyong kebarat, tiba2 Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong melolos senjatanya, Go-bi-ji, sekali lompat, panggung yang jauhnya dua tiga tombak itu telah kena dinaikinya. Waktu yang berada disitu adalah seorang Biau yang muda tangkas, diantara leher pergelangan tangan dan kakinya memakai gelang rotan yang hitam gelap. Sesudah naik keatas, tanpa bicara lagi senjata Bok Siang hiong terus menusuk kepaha orang Biau itu.
Namun orang Biau berdiri diam saja tanpa menghindar, maka tepat kena pahanya yang di arah itu, tapi hanya mengeluarkan suara seperti kayu diketok, sedikitpun kakinya ternyata tidak terluka. Keruan Bok Siang-hiong terkejut,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ segera ia tarik kembali senjatanya hendak ganti serangan, namun tombak orang Biau itu juga telah menusuk kebadannya, cepat ia meraup hingga ujung tombak orang kena ditangkapnya, sekali gertak, Bok Siang-hiong kerahkan tenaga dalamnya yang kuat, tanpa ampun lagi orang Biau itu terpental jatuh kebawah seperti layang2 putus benangnya. “Maaf !" Bok Siang-hiang coba merendah lalu ada seorang Biau lagi yang melompat keatas, tapi juga bukan tandingannya, ber-turut2 beberapa orang lagi dari berbagai suku bangsa, tapi semuanya kena dikalahkan Bok Siang-hiong. Sementara itu hari sudah terang, obor sudah dipadamkan, Bok Siang-hiong masih menjagoi di atas panggung, kedua matanya selalu mengincar Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin saja. Karena ditunggu lama masih belum ada yang naik, akhirnya Cu Hong-tin berbangkit, sekali ayun kebutnya, perlahan dan enteng sekali ia melompat keatas panggung batu itu. Melihat betapa indah loncatan itu, semua hadirin bersorak memuji. Sebaliknya Bok Siang-hiong sangat mendongkol akan datangnya Cu Hong-tin ini, sedangkan dirinya sudah bertempur setengah malam, tenaganya sudah habis, barulah orang maju menantang padanya, maka tanpa bicara lagi, begitu membuka serangan, segera ia putar sepasang cundriknya itu mengurung rapat lawannya. -0odwkz’hendrao0-
Jilid 4 DALAM hal keuletan, sebenarnya Cu Hong-tin memang masih lebih unggul dari pada Bok Siang-hiong. Apa lagi orang telah bertempur selama setengah malam dengan berpuluh orang. Betapapun lihay serangannya, tidaklah dipandang berat oleh Cu Hong-tin. Sekali Siau-yau-ih-su ini meloncat, dari atas kebutnya yang berekor benang emas itu terus mengepruk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kebawah dengan tipu “Thian-hoa-kap-teng" atau bunga langit menghambur kepala. Ketika mendadak Bok Siang-hiong merasa kabur
pandangannya, Cu Hong-tin telah menghilang, tahu2 dari atas suatu tenaga maha besar menindih kepalanya, ia menjadi terkejut luar biasa, tanpa pikir lagi ia melompat pergi sejauh mungkin. Sementara itu Cu Hong-tin sudah tancap kaki kebawah lagi dengan sikapnya yang gagah sebagai jago yang berada diatas angin, katanya : “Jurus "Siao-jin ki-loh" (sang dewa menunjuk jalan) ini silahkan Bokheng terima lagi !" tiba2 ujung kebutnya menjadi tegang terus menutuk kedada lawan. Belum lagi bisa berdiri tegak, terpaksa Bok Siang-hiong menangkis pula serangan ini. Namun kebut Cu Hong-tin ternyata sangat hebat dan serba guna, dengan tenaga dalam ia patahkan tenaga keras tangkisan orang, lalu ekor kebutnya melibat diatas cundrik orang hingga kencang, habis itu ia tarik sekuatnya. Keruan Bok Siang-hiong tak sanggup menahan hingga senjatanya terlepas dari cekalannya. Ketika sedikit Cu Hong-tin menggentak pula, cundrik rampasan itu mencelat terbang keudara, hingga menimbulkan sinar kemilauan diatas. Insyaf tak ungkulan, diam2 Bok Siang-hiong undurkan diri dengan rasa likat. Sementara itu dengan tekebur Cu Hong-tin memandangi sekeliling panggung, ia lihat orang Biau disitu tiada satupun yang dapat ditakuti, sedang diantara bangsa Han, kecuali sepasang pemuda pemudi yang dikenalinya sebagai Lou Jun-yan, sedang si pemuda rasanyapun bukan tandingannya. Ada seorang lagi yang berkedok kepala, ketika datang disitu terus duduk terpaku, agaknya datang untuk melihat keramaian saja. Maka dapat diduga kedudukan Sengco dari 72 gua suku Biau sudah yakin akan diperolehnya, bukan saja bangsa Biau akan tunduk pada perintahnya, bahkan juga akan mendapat rahasia pembuatan berbagai macam racun dan obat bius. Apalagi sudah lama terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa banyak orang mendatangi daerah ini untuk mencari harta karun serta kitab rahasia ilmu silat peninggalan tokoh Bu-lim dari jaman dahulu. Saking senangnya Cu Hong-tin, tiba2 ia unjukan pula ilmu mengentengi tubuhnya yang indah, ia meloncat lurus keatas dan tepat cundrik yang baru jatuh kembali itu dapat ditangkapnya. Lalu orangnya turun lagi diatas panggung batu dengan enteng. Dan sekali ia tekuk cundrik baja itu, tahu2 telah melengkung bagai gendewa. Melihat itu, tidak kepalang orang2 Biau yang hadir disitu, mereka menyangka apa orang bukan jelmaan malaikat ? Lalu Cu Hong-tin buang cundrik itu ketanah katanya dengan angkuh : “Entah masih ada siapa lagi yang berani naik kemari ?" “Jun-yan", tiba2 Ti Put-cian membisiki si gadis, “telah tiba saatnya sekarang. Permintaanku akan bantuanmu justru inilah urusannya. Jika aku tak ungkulan melawan Cu Hong-tin, hendaklah kau bisiki orang aneh itu agar suka membantu aku dari bawah. Apa yang kau katakan selalu diturutnya, tentu dia takkan menolak". Jun-yan ter-mangu2 sejenak oleh permintaan itu. “Apa ? Kau juga ingin menjadi kepala orang Biau ?" tanyanya heran. “Jun-yan, harap kau suka membantu sungguh2", pinta Ti Put-cian lagi. “Baiklah, akan kukatakan padanya nanti" sahut Jun-yan kemudian merasa tak tega untuk menolaknya. “Tapi kalau kau tak ungkulan, ada lebih baik kau lekas kembali saja.” Dan selagi Ti Put-cian hendak berdiri dan melompat keatas panggung, tiba2
terdengar Tiat hoa popo berseru : “A Siu, dimana kau, kenapa belum naik keatas ?" Ti Put-cian dan Jun-yan terkejut, sungguh mereka heran, apa benar A Siu yang mereka ketemukan yang tampaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lemah gemulai tak tahan angin itu berani naik panggung bertanding dengan Siauyau-ih-su Cu Hong-tin ? Mereka bertambah terkejut bila kemudian melihat gadis yang muncul itu memang benar A Siu yang berbaju putih mulus itu, ditambah lagi kulit dan wajahnya juga putih pucat, perlahan2 A Siu bertindak kedepan dengan gayanya yang menggiurkan bagai dewi kayangan yang baru turun kebumi. Ketika tiba2 menampak seorang gadis jelita tampil kemuka sebagai penantangnya, sesaat itu Cu Hong-tin pun tertegun. Ia sangsikan apa benar gadis semuda ini berani coba2 naik panggung ? Sementara itu A Siu sudah sampai didepan panggung batu, tanpa kelihatan ia bergerak, tahu2 sudah meloncat keatas panggung setinggi beberapa kaki itu. Ia tidak lantas memapaki Cu Hong-tin, melainkan menjemput dulu cundrik, senjata Bok Siang-hiong yang dibengkokkan Cu Hong tin tadi, ketika tangannya yang halus putih itu pegang kedua ujungnya terus ditarik, tahu2 cundrik itu telah lempeng kembali seperti asalnya. Cu Hong-tin menjadi kaget dan curiga, sungguh susah dimengerti, gadis semuda ini, sekalipun belajar sejak masih dalam kandungan ibu, Iwekangnya juga takkan sehebat ini. Maka sekarang yakinlah dia si gadis benar2 seorang penantangnya yang tangguh, ia tak berani ayal lagi, segera ia ber-siap2 dengan kebutnya, katanya : “Silahkan nona keluarkan senjata !" “Aku tak punya senjata," sahut A Siu. Diam2 Cu Hong-tin mendongkol mendengar sahutan itu. Pikirnya, ’36 jurus ilmu kebutku sudah malang melintang selama ini, sampai tokoh lihay seperti Thong-thian-sin-mo Jiau Pek king juga mesti bertarung sama kuat dengan aku, masakan aku malah takut terhadap seorang gadis macam kau ?’
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Maka tanpa bicara lagi, mendadak tangannya menggertak, ekor kebutnya menjengkit, dengan tipu “Sian-jin-ki-loh"
seperti tadi segera ia tutuk kedada A Siu tempat “Ki-bun-hiat", cuma serangan tidak penuh dilontarkan, hanya ia tahan ketika hampir mengenai sasarannya, ia ingin melihat jelas gaya silat dari aliran manakah si gadis ini, agar dapat mengatur cara menghadapinya. Tak terduga, A Siu tetap berdiri dengan kedua tangan lurus kebawah, sepasang matanya menatap tajam keujung kebutnya. Melihat kesempatan Cu Hong-tin dorong kebutnya kedepan. Tapi baru saja bergerak, tahu2 menggeser pergi hingga ujung kebutnya menyambar lewat disampingnya, saja tidak menyentuhnya.
hanya itu, segera A Siu telah ujung baju
Diam2 Cu Hong-tin memuji akan kecepatan orang, sekali kebutnya ditarik, sekali kebas dengan tipu “pek-hun-bian-bian" atau awan bergumpal me-layang2 segera ia menyabet dari samping. Tapi kecepatan bergerak A Siu juga cepat dan gesit luar biasa, ditambah bajunya yang berwarna putih dan berkaki telanjang hingga langkahnya tidak bersuara, maka cara bagaimana bergeraknya susah terlihat jelas, hanya tampak bayangan putih berkelebat, tahu2 orangnya melesat minggir kesamping dengan indahnya. Diam2 Cu Hong-tin menjadi gugup melihat dua kali serangannya mengenai tempat kosong. Bila ia lihat gerak tubuh orang, nyata semacam ginkang yang maha hebat dengan kecepatan yang susah dibayangkan. Kalau melihat ujung kakinya sedikit melejit, lalu orangnya sedikit mumbul, lantas mengikuti tenaga kebasan kebutnya melompat kedepan, nyata sekali adalah ilmu “leng-kong-poh-hi" atau melangkah kosong diatas udara yang biasanya hanya bisa dilatih oleh orang yang berilmu Iwekang tinggi, padahal gadis ini masih sangat muda, darimanakah bisa melatih ilmu entengi tubuh yang sehebat itu?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam sengitnya segera Cu Hong-tin menyerang tanpa berhenti dengan ke 36 jurus ilmu kebutnya. Tapi meski sekejap serangan berantai itu selesai dilontarkan, ujung baju gadis itu masih belum dapat disentuhnya. Malahan orang hanya berkelit kian-kemari tanpa membalas. Sungguh tidak kepalang terkejutnya Cu Hong-tin, sama sekali tak bisa dipahaminya, mengapa seorang gadis jelita suku Biau dapat memiliki kepandaian setinggi ini. la benar2 penasaran, sekali kebutnya diayun, kembali ia mengebas, sekali ini dengan jurus siau yau-bu-kek atau gembira ria tak terbatas, ia salurkan seluruh tenaga dalamnya kesenjatanya hingga membawa samberan angin keras. Tapi masih A Siu tidak balas menyerang, malahan dengan baik2 ia mengatakan : “Aku telah mengalah tiga puluh enam jurus seranganmu, dengan ilmuku ham-hong-giheng (bergerak terbawa angin), masakan kau mampu apakan aku ? Jika kau masih tidak kenal gelagat, rasanya kau sendirilah yang mencari susah! Lekas turun panggung sajalah!"
Mendengar ilmu kepandaian orang, terkejut Cu Hong-tin ber-tambah2, pantas ujung baju orang saja ia tak mampu menyentuhnya. Ia menaksir dirinya tak akan sanggup melawan ilmu ginkang yang hebat itu, cuma tujuannya kemari telah banyak mengalami aral lintang dan berhasil merebut bunga seruni besi, sangkanya daerah Biau tak terdapat orang pandai, bila dirinya dapat memperoleh kedudukan Sengco dan memerintah tujuh puluh dua gua rakyat Biau kangzusi.com, pula bila bisa mendapatkan harta pusaka serta kitab silat rahasia yang tersiar dlkalangan Bulim itu, kelak ia bisa mendirikan cabang aliran tersendiri dan akan berdiri sama derajat dengan Jing-sia pay, Khong-tong-pay, Bu-tong-pay dan Go-bi-pay yang besar2 itu. Siapa duga, baru saja mengalahkan Bok Siang-hiong, tahu2 datang seorang gadis jelita yang membuatnya tak berdaya. Sudah tentu ia tak rela menyerah begitu saja. Tanpa bicara lagi, ia himpun tenaga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan tipu “Thian-hoa-kap-teng" atau bunga langit menghambur kepala, secepat kilat ia sabet kepala A Siu. Namun samberan angin senjatanya itu lebih dulu membuat A Siu terbawa pergi beberapa kaki hingga sabetannya mengenai tempat kosong. Tahu2 gadis itu telah melompat maju, dengan tangannya yang putih bersih bergelang keleningan, segera kebutnya Cu Hong-tin kena ditangkapnya. Maka seketika kedua orang saling tarik menarik mengadu tenaga dalam, banyak orang yang kuatirkan A Siu yang bertubuh lemah itu takkan tahan, maka orang2 Biau sama bersorak membantu suara. Sebaliknya bagi penglihatan Ti Put-cian, ia sudah menduga Siau-yau ih-su pasti akan kalah. Kalau ia tahu diri mau turun panggung masih mendingan, tapi kalau mengadu tenaga dalam demikian, walaupun A Siu tidak ada niat arah jiwanya, sedikitnya akan terluka parah. Tadinya ia memperhitungkan tiada orang lain lagi yang bisa menandingi Cu Hongtin, sebaliknya ia sendiri menaksir dengan mudah sanggup mengalahkannya. Siapa tahu ilmu silat A Siu bisa begini lihay, tampaknya tidak mudah jika bertanding dengan dia. Sementara itu diatas panggung Cu Hong-tin masih berkutetan dengan A Siu, meski ber-ulang2 ia kerahkan tenaga dalamnya, tapi selalu tak berhasil menarik kembali kebutnya. “Maafkan !" tiba2 A Siu tersenyum, segera Cu Hong-tin merasa suatu tenaga yang kuat sekali menumbuk kembali dari kebutnya hingga dadanya serasa sesak. Hampir2 darah menyembur keluar dari tenggorokannya. Terpaksa ia lepaskan kebutnya dan melompat kebelakang turun dari panggung, menyusul pandangan menjadi silau, kebutnya sudah dilemparkan A Siu kearahnya. Masih tak berani ia menyambutnya, melainkan melompat kesamping, tak terduga sekali ini A Siu memang benar2 hendak mengembalikan senjatanya itu, maka tidak menggunakan tenaga, dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ enteng kebut itu jatuh ditanah, cepat Cu Hong-tin menjemputnya. Sejak Cu Hong-tin malang melintang dikang ouw, belum pernah ia dikalahkan seperti sekarang ini, keruan ia gemas bukan kepalang kepada A Siu, tanpa menoleh lagi ia berlari pergi. Sesudah kalahkan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin, lalu dengan senyum simpul A Siu berkata kepada para hadirin : “Masih ada orang gagah manakah yang sudi naik kemari memberi pelajaran ?" Ia ulangi beberapa kali tantangannya itu, tapi tiada seorangpun yang tampak berani maju. Ti Put-cian pikir telah tiba saatnya, ia memberi pesan pada Jun-yan tentang bantuan orang aneh itu, lalu berdiri dan berseru : “Aku yang rendah mohon petunjuk pada nona !" Lalu dengan jalan berlenggang ia mendekati panggung batu, sekali enjot, dengan enteng ia sudah melompat keatas. “Kau ?" dengan wajah merah A Siu menegasi, ia tidak percaya kalau pemuda itu juga hendak bertarung padanya. “Benar aku, petunjuk apakah yang hendak nona berikan ?" sahut Ti Put-cian dengan lagak tengik. A Siu tudingi jari satu2nya Ti Put-cian, lalu tunjuk pergelangan tangannya sendiri dengan wajah merah jengah. Ti Put-cian menjadi ingat godaannya tempo hari digardu tepi jalan itu, nyata si gadis ini telah jatuh hati padanya. Jika seorang gadis Biau sudah jatuh cinta pada seseorang, ia rela berkorban untuk segalanya, apalagi hanya kedudukan Sengco. Memang dugaan Ti Put-cian tidak salah, diam2 A Siu memang sudah jatuh cinta padanya. Kiranya pergaulan laki perempuan diantara suku Biau meski bebas, tapi se-kali2 tak boleh kedua badan saling sentuh, kecuali kalau sudah suka sama suka untuk mengikat menjadi suami isteri. Ketika Ti Put-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cian gunakan jarinya menggantol lengan A Siu digardu itu, kalau bukan ketampanan Ti Put-cian telah menggiurkan hati A Siu, tentu gadis itu sudah menghajarnya. Kini sesudah berhadapan, A Siu menjadi ragu2, ber-kali2 Ti Put-cian mempersilahkannya bergebrak, ia hanya memandangi pujaan hatinya dengan mata mendelong. “Long-kun ( panggilan pada kekasih ), mana bisa aku menangkan kau, silahkan kau turun tangan saja !"
Dasar orang Biau memang sangat jujur, karena menyangka Ti Put-cian sudah penuju padanya, maka tanpa tedeng aling2 lagi A Siu terus menyebut “long-kun” padanya. Tentu saja diam2 Ti Put-cian bergirang, terus ia menutuk ke “Ki-bun-hiat" didada orang. Sama sekali A Siu tidak menghindarinya, maka tutukan itu tepat kena tempatnya, sekali tubuhnya mendoyong kebelakang terus terperosot kebawah panggung. Ketika hampir merosot kebawah, tiba2 telinga Ti put-cian mendengar gema suara yang lirih jelas: “Sampai ketemu besok malam dibawah bulan purnama, longkui.”