SAJIAN PEMBUKA
Memiliki pekerjaan yang jarang orang tahu terkadang sedikit menyebalkan. Seperti gue, yang bekerja sebagai pegawai di perusahaan transportasi massal di negara ini. Apa sih pekerjaan gue? Hmm, kasi tau ngga ya? Baiklah, gue kasi tau clue-nya sedikit deh. Gue bekerja di salah satu perusahaan berplat merah yang bergerak di bidang transportasi massal. Kerjaan gue itu berkaitan dengan kereta api. Ayo, udah pada bisa nebak belum? Kalo ngga bisa nebak kelewatan banget. Soalnya satu-satunya perusahaan yang bergerak di bidang transportasi kereta-api di Indonesia cuma satu, yaitu PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Lantas apa istimewanya? Nah, kalo dapet pertanyaan begitu gue bingung jawabnya. Seperti halnya semua bentuk pekerjaan dan profesi yang ada di dunia ini pastilah istimewa. Karena ngga ada pekerjaan ataupun profesi yang sama identik. Terus dimana hal yang bikin gue sebel? Ya itu tadi, karena ngga terlalu banyak yang paham seperti apa pekerjaan gue ini. Karena PT. KA, ini gue singkat aja ya, cuma ada di wilayah Jawa dan sebagian Sumatera.
Jadi, sewajarnya kalo orang-orang dari daerah lain diluar Jawa dan Sumatera kurang begitu akrab dengan si ular besi ini. Bahkan, konyolnya, pegawai sendiri pun terkadang kurang begitu paham dengan dunia perkereta apian di Indonesia itu sendiri. Perkereta apian di Indonesia ini sendiri adalah warisan peninggalan Belanda. Tepatnya warisan VOC. Lo semua pasti tau kan apa itu VOC. Yang mikir kalo VOC itu sejenis penyakit pasti dulu pas SD lulusnya nyogok. Secara singkat, perkereta apian di Indonesia dimulai tahun 1864 oleh Gubernur Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Belle. Lokasi pembangunan diawali di desa Kemijen. Perusahaan maskapai kereta api milik Belanda ini sempat diambil alih oleh Jepang saat masa pendudukan di Indonesia. Tepat tanggal 28 September 1945, di era proklamasi kemerdekaan Indonesia, Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasaan di maskapai kereta api ini dari Jepang. Dan maskapai kereta api resmi menjadi milik bangsa Indonesia dengan nama Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia. Tanggal itu pula resmi diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Kereta Api di Indonesia.
2
Nah, sekilas aja gue jelasin sejarah singkat soal kereta api. Gue takut kalo kebanyakan bahasnya, nanti lo kira ini buku sejarah, trus lo ngga minat lagi bacanya. Gue lebih takut lagi pas lo baca terus lo malah ketiduran, dan akhirnya buku ini jadi alas buat tidur dan berakhir di rak buku tumpukan paling bawah lengkap dengan noda-noda liur lo didalamnya. Buku ini ngga melulu berisi soal kereta-api. Tapi lebih soal sudut pandang pemikiran dan cerita kehidupan seorang pegawai muda kereta-api yang sotoy dan bawel total bernama Arya Bima Caraka Putra yang juga berprofesi sebgai PPKA, serta
sisi
lainnya
sebagai
pemuda
dengan
kehidupan
percintaannya. Arya Bima Caraka Putra, atau dipanggil Ara, sebagai karakter dan tokoh utama di cerita ini adalah pemuda sotoy yang sedikit tengil namun hatinya baik. Dia dikelilingi oleh sahabatsahabat yang galau. Biar lebih jelas, lo baca aja buku ini sampe habis. Buku gue ini pasti lebih asik dinikmati membacanya diatas bantalan rel kereta-api, tepat saat matahari berada di atas kepala. Gue jamin pemikiran sotoy seorang Ara akan dapat dicerna dengan sempurna. Selamat membaca. p.s : Saran gue soal membaca diatas bantalan itu sebaiknya jangan diikuti. Karena dapat menyebabkan keluarga yang ditinggalkan menjadi emosi jiwa dan gangguan terhadap stabilitas keamanan pembaca itu sendiri.
Awank Ricardo
3
SEMANGAT PAGI
Pagi yang mendung dan gelap. Sayup-sayup terdengar gemericik hujan di telinga Ara. Sejenak ia menggeliat, lalu menguap. Dipicingkan matanya sedikit, buram pikirnya. Ohya, aku masih setengah sadar, selintas dia sempat berpikir begitu. Suara deru hujan yang deras hampir saja kalah dengan rotasi kipas angin yang tergantung menempel di sudut tembok kamarnya. Tiba-tiba dia terpaksa menyadarkan dirinya seutuh mungkin, dan mencoba bangkit untuk menyalakan lampu kamar. “ Oh, sial. Baru jam segini”, ucapnya. Lantas, sambil terhuyung Ara kembali ke ranjangnya. ”Kreekkk”. Ya, suara dari ranjang kayunya yang sudah nampak reyot karena dimakan usia. Dihempaskan saja tubuhnya keatas kasur. Kasur yang sudah sekian tahun menemaninya tidur, dan menjadi saksi bisu atas segala kejahatan yang pernah Ara lakukan terhadapnya. Sejenak, Ara memegang kepalanya. Sedikit migrain, mungkin karena kurang nyenyak tidurnya. Saat itu tepat pukul 05.15 ketika Ara mengecek jam weker diatas meja belajarnya. Dan dia masih ingat betul, bahwa, sekitar 2 jam yang lalu dia 4
baru tertidur. Dirabanya seprei kasur, mencari sesuatu yang teramat sangat penting baginya. Iya, sesuatu yang bahkan mungkin lebih penting dari apapun baginya di dunia ini. Sesuatu yang selalu setia menemaninya kemanapun dia berada. Sebuah smartphone Blackberry edisi termurah, yang mungkin sekarang tak ada lagi yang memakainya. Dia setel ulang kembali jam alarm di smartphone kesayangannya tersebut. Lalu, sejenak dia mengecek notifikasi email dan pesan apa saja yang masuk ke smartphone berwarna hitam tersebut. Beberapa notifikasi tampak masuk, dari jejaring sosial twitter dan pesan email. Ara memutuskan untuk membaca sejenak, namun perlahan rasa kantuk kembali menguasainya. Kelopak matanya semakin berat, seperti ditarik oleh sesuatu yang tak kasat mata. Kepalanya mulai berat. Sayup-sayup gemericik hujan yang menari-nari di atap rumahnya terdengar semakin samar, bahkan seolah Ara bisa mendengar tiap bulir hujan yang menetes di genting. Ditambah lagi cuaca subuh itu amat mendukungnya untuk berleyeh-leyeh sejenak. Kemudian, Tak terjadi apa-apa. Semuanya tampak gelap dan kosong
5
Pemuda berusia 23 tahun itu telah terlelap kembali. Melanjutkan
mimpi-mimpi
yang
sama
sekali
belum
dimainkannya malam itu. Tersedia banyak impian baginya, tapi dia bahkan terlalu lelah untuk bermimpi. Keasyikannya bertualang di dunia maya telah membuatnya sampai tak kuat untuk bermimpi. Semua yang tersedia di mimpinya telah didapati melalui informasi-informasi yang beredar di situs-situs internet. Bahkan internet sepertinya telah memabukkannya. Ara sampai tak sadar bahwa tubuhnya tak mampu menopang hasratnya untuk berlama-lama didepan layar laptop Compaq butut miliknya. “Kak Araaaaa!!! Banguuunnn! Ditanyain bunda tuh, kak Ara kerja ngga hari ini?!”, sebuah teriakan keluar nyaring dari si bungsu Ical lantas mengagetkan Ara yang tengah tertidur pulas. Lantas dia menggeliat dan meregangkan tangannya sembari menguap. “Heh, bedul. Kamu ini pagi-pagi udah teriak. Berisik tau! Ngga liat apa kakak kamu ini lagi enak-enak tidur?”, tukas Ara. “Ish, kakak ini lho. Ini udah jam 7 lewat. Emangnya kakak
ngga
kerja
apa?”
tanya
Ical
dengan
sedikit
memonyongkan mulutnya. Hal ini selalu dilakukan Ical apabila ia melihat kakaknya sudah mulai serius dalam berbicara 6
kepadanya, semacam trik psikologi yang dilakukannya agar lawan bicaranya menjadi luluh hati dan urung memarahinya. “Hah, what? Jam 7 lewat? Ya ampun, gue telat ngantor niiihhh..! KACAUUUUU!!!”, Ara berteriak kencang. Hampir saja ranjang kayu yang ditidurinya itu rubuh. Teriakan itu terhenti, ketika didapatinya sosok wanita berusia 40 tahunan, bertubuh kecil, dengan bentuk mata yang mirip sekali dengannya, menatapnya dengan tatapan setengah kaget dan setengah marah. Ya, itu Bunda Asih, ibunya. Mendapati anak sulungnya teriak tidak karuan itu menyebabkan dia langsung berlari tergopoh-gopoh dari toko yang terletak di bagian depan rumahnya menuju kamar si Ara, anak sulungnya itu. “Arya Bima Caraka Putra, kamu apa-apan sih? Pagipagi udah teriak-teriak. Bikin Bunda jantungan aja”, tanya Bunda Asih kepada Ara. ”Ara kesiangan bun. Bakal terlambat masuk kantor nih. Gimana nih bun?” Sebuah pertanyaan bernada putus asa meluncur dari mulutnya. Sebuah pertanyaan yang begitu mendasar dan tidak perlu mendapat jawaban. “Memangnya kamu masuk kerja jam berapa?Ya sudah. Buruan mandi gih. Nanti bunda siapin bekal, jadi kamu nanti sarapan aja di kantor. Makanya, jangan begadangan terus tiap
7
malam. Sibuk bener main komputer, sampe telat tidur”,oceh Bunda Asih kepada anak sulungnya tersebut. Dan, tak berpanjang lebar lagi. Semua langsung dikerjakan oleh Ara dengan penuh semangat. Kecepatan tingkat tinggi. Mandi ala koboy, seperti istilah orang tua jaman dulu, menunjukkan mandi yang tergesa-gesa dan ala kadarnya. Semua dilakukannya dengan penuh semangat. Semangat Pagi. Dengan harapan, pagi yang kacau ini tidak menjadi lebih kacau lagi hari ini.
***
8
HIKAYAT SI MANUSIA KERETA API
Pagi itu gue datang telat. Kesiangan dengan berbagai alasan yang tentunya udah gue siapin kalo dipertanyain. Khas anak muda banget, kalo salah selalu pinter ngeles. Intinya sih ngga mau disalahin. Yang menjengkelkan, sistem kerjaan gue adalah sistem dinasan dengan jadwal shift aplusan. Dinas pagi, siang dan malam. Gue mesti mengaplus petugas yang dinas malam. Bisa ditebak, rekan yang gue aplus itu udah pasang tampang cemberut, muka ditekuk kayak anak kecil ngga dibeliin balon terus ngambek sama nyokapnya. Gue pun datang menghampiri dengan tampang lugu tanpa dosa. Tebar sedikit senyuman, senyuman maut yang biasa gue pake buat godain cewek-cewek di jalan, senyuman yang buat cewek klepek-klepek. Tapi, ini salah. Yang gue kasi senyuman ini seorang bapak-bapak, berusia sekitar 30 tahunan dengan brewok disekitaran dagunya.
9