t tanpa menanya apa apa. Ia terus mencobanya. Oyot rotan itu bukan naik hanya turun Setelah ia mencoba, ia membuktikan kebenaran kata katanya ibu angkat ini. kecuali pohon hoay itu, benar benar disitu tidak ada sebuah pohon lainnya Sekitarnya pohon, kabut putih tebal yang mengurungnya. Sampaikan sinar matahari tak nampak. Maka ia cuma bisa melihat sekitar sarangnya itu. Sekalipun otot otot rotan itu, setelah tiga kaki lebih, semuanya tertutup kabut juga hingga akarnya tak terlihat. Dengan berhati hati, Ie Kun melompat turun. Ia bisa sampai sejauh lima tombak kira kira, tibalah diujungnya, maka lantas ia merambat naik Ia berlaku sabar, ia mencoba terus. Dapat ia turun naik empat puluh sembilan kali, ia merasa tenangnya masih berlatihan. Akan tetapi, mentaati pesan Tok Koan lm ia tidak melanjuti, ia hanya kembali naik ke orong.
Ternyata Tok Koan Im sudah menantikan, tangan kirinya memegang sebutir pil merah sebesar kacang hijau, tangan kanannya memegang cangkir terisi air hangat, turun dia menyerahkan kedua duanya kepada anak pungutnya itu. "Kau minumlah!" katanya. Tanpa bersangsi sedikit juga. Ie Kun makan obat itu dengan diantar air hangat itu. Semenjak itu, anak muda itu mengulangi latihannya setiap hari. Pagi sampai tengah hari, ia duduk bersemedhi didalam tahang, habis beristirahat sebentar lohor, terus ia turun naik di oyot rotan. Ia berlatih tanpa mungkir. Cuma rotannya yang berubah, yaitu tiap hari berubah panjang hingga ada yang tambah sampai satu atau dua tombak. Maka itu, kalau ia hitung hitung, selama empat puluh sembilan hari itu, ia sudah turun naik lebih kurang seratus tombak lebih Dan selama itu. belum pernah ia merasa letih. Akhir-akhir, habislah sudah tempo empat puluh sembilan hari yang diberikan itu Ie Kun heran, ia tetap tidak melihat sesuatu yang berubah pada dirinya sendiri. Hingga ia kata didalam hati. apa ia bukan berlatih buat percuma saja, membuang buang waktu melulu... Meski begitu tak berani ia menanya atau mengatakan sesuatu kepada Tok Koan Im. Besok pagi Ie Kun mau berlatih seperti biasa. Masih ada sebatang rotan, yang belum habis gilirannya, maka ia mau bersemadhi pula, akan tetapi melihat aksinya itu, Tok Koan Im tertawa dan kata padanya: "Temponya sudah cukup empat puluh sebilan hari tak usah kau berlatih lagi!" "Masih ada sebatang rotan lagi..." kata Ie Kun. Tok Koan Im tertawa, dia tidak menjawab.
Ie Kun heran, ia mau bicara pula, atau sinyonya tertawa dan berkata. "Latihanmu sudah selesai dengan berhasil maka hari ini hendak aku menjamumu! Aku telah menyediakan barang hidangan, guna memberi selamat padamu!" Benar-benar ibu ini telah menjanjikan barang hidangannya itu. Ie Kun melihat barang-barang hidangan lengkap, ada daging ayam dan bebek, hingga
heran memikirkan dari mana semua itu didapatkannya Apa yang ia tabu setiap pagi pagi ia bangun tidur, nyonya itu sudah tidak ada didalam rumah. Sebaliknya saban tengah hari, sehabisnya ia berlatih didalam tahang, tentu-tentu ibu itu sudah siap sedia dengan barang makanan mereka Dan selamanya barang hidangan yang lengkap, yang semua lezat rasanya ! Meski ia heran karena tidak tahu dari mana datangnya semua barang makanan itu, tidak pernah Ie Kun menanya apa-apa. Selagi bersantap itu. Tok Koan Im kata sambil tertawa: "Setelah empat puluh sembilan hari berlatih, kau telah memperoleh kemajuan pesat, terutama didalam hal ringan tubuh, kau memperoleh kesempurnaan seperti apa yang dibilang, hijau itu aslinya dari biru...." Ie Kun heran. Ia tetap tidak merasakan sesuatu." "Aku tidak merasakan sesuatu yang berbeda..." katanya akhirnya. "Bila ada ketikanya nanti baru kau tahu!" bilangnya. Anak angkat ini percaya keterangan itu. Diam diam ia girang sekali, sampai hampir hampir ia menenggap habis sebotol arak.
Tok Koan Im pun nampak pipinya bersemu dadu, hingga ia terlihat semakin cantik. Tanpa merasa, Ie Kun mengawasi lbu-angkatnya itu. Satu kali Tok Koan Im memergoki si anak mengawasi padanya, ia tertawa. Itulah tertawa yang menggiurkan, yang dapat menerbangkan semangat. Hati Ie Kun goncang. Tok Koan Im berhenti tertawa terus ia kata: "Tidak sia sia kau berlatih selama empat puluh sembilan hari. Tapi masih ada waktu delapan hari buat berlatih lebih jauh. kau harus menetapkan hati, kau mesti tekun. Setiap hari kau melatih empat macam ilmu silat, maka selama delapan hari itu, kau akan mendapatkan tiga puluh dua macam Hari ini kau beristirahat, besok baru kau mulai!" Ie Kun mengangguk, "Ya, ya." sahutnya. Sebenarnya, ia sudah rada sinting. Hari itu. mereka bersantap sampai magrib. Besoknya pagi-pagi, Tok Koan Im mengasi bangun anak pungutnya itu. Ia lantas menyerahkan sejilid buku yang terbungkus dengan, sutera putih, katanya: "Tiga puluh dua macam ilmu silat itu berada didalam buku ini, habis bersantap pagi sebentar kau boleh mulai berlatih. Tapi kau mesti berlatihnya didalam kamar tidurku. Disana aku telah sediakan kau rangsum kering buat delapan hari itu. Maka juga, selama delapan hari, tidak dapat kau keluar dari kamar, tak setindak juga Padamu lanya. mungkin ada yang kau kurang jelas sampaipun kau sedikit....."Ia berhenti sebentar, baru ia melanjuti: "Pendeknya, sesudah kau mengarti semua, baru mengarti semua, baru kau boleh keluar dari kamar. Tempo yang diberikan yaitu delapan bari tetapi ada didalam delapan hari tepat, kau sudah paham..."
Berkata begitu, ibu angkat ini menyuruh si anak masuk kedalam kamarnya, Ia sendiri yang menutup pintu. Ie Kun heran, dia tertarik hati, sampai dia tidak memikir buat bersantap pagi. Lantas dia buka bungkusan buku itu Pada muka buku dia membaca, tiga huruf yang berbunyi: "Im Yang Kauw", yang berarti "Ikatan Im Yang". Sedangkan "Im Yang", itu dapat diartikan "wanita dan pria" atau "rembulan dan matahari" atau "gelap dan terang" dan kauw" ialah mengunci atau menyancang. Dibawah itu ada tulisan nama penulis atau pengarangnya: "Ciauw Hweesio". yang berarti "si pendeta doyan tertawa". Maka tahulah ia, itulah namanya ilmu silat yang ia mesti pelajari. Hanya ia tidak tahu, siapa Ciauw Hweesio yang ia belum pernah dengar. Mengingat halnya Tok Kwan Im sangat menghargai ilmu silat itu ia duga tentulah sipendeta bukan sembarang pendeta. Dengan perasaan hati tertarik Ie Kun lantas membuka lembarannya buku itu. Baru saja ia membalik halaman yang pertama, mukanya lantas menjadi merah, merah ke kedua telinganya! Ia melihat satu seri dari tiga puluh dua gambar berantai yang disebut "Lian hoan-cun kiong-touw" atau gambar dari sepasang wanita pria dengan pelbagai gerak geriknya. Ia tidak melihat sikap dari suatu ilmu silat, Saking mendongkol, hendak ia merobek robek itu. Sejenak itu ia menganggap itulan buku cabul. Lewat sejenak, hati anak muda ini menjadi tenang. Ia terus mengawasi gambar-gam bar itu. Dari jemu, ia menjadi tertarik. Ia lantas ingat lakonnya dengan Bun Hong dikuil San Sin Bio. Ia melihat kesekitarnya. Di dalam kamar itu tidak ada orang lain juga. Mereka andaikata ia bercumbu cumbuan disitu.
Selagi mengawasi pelbagai gambar indah itu hidung si anak muda merangkap bau yang harum tak sejorok semula diketemukan bahan bersih Itulah harumnya pembaringannya Tok Koan Im yang tak sejarah semula diketemukan, bahan bersih dan cantik dan menarik-hati! Simbil memegangi buku. Ie Kun merebahkan diri diatas pembaringan ibu angkat itu Buku itu diangkat diatasan kepalanya Pada halaman pertama ada gambarnya sepasang muda-mudi yang bertemu ditengah jalan kalimat suratnya cuma empat huruf bunyinya "Kun Cu Ho Kiu" artinya: "Pasangan yang setimpal". Gambar yang kedua yaitu berpegangan tangan masuk kedalam kamar dan kalimatnya "Teng Tong Jip Sip" artinya: "Memasuki kamar". Yang ketiga: dua orang itu duduk berendeng diatas pembaringan, baju mereka separuh terbuka mereka lagi bergurau, Sedangkan kalimatnya: "Sat Ie Jiok Lay" atau "Hujan bakal datang". Demikian seterusnya, semua gambar ialah gambar-gambar muda mudi itu lagi berpacaran, sikapnya pelbagai macam, ada yang biasa ada yang centil, dan
kalimatnya semua berbau asmara. Ketika ia sudah melihat semua tiga puluh dua gambar itu, Ie Kun mengeluarkan napas lega. Tadinya, ia seperti sukar bernapas. Ia masih tidak melihat gerak gerik ilmu silat dalam gambar gambar itu. Karenanya dan heran, ia menjadi curiga, sehingga ia mencurigai si ibu angkat bermaksud yang tidak tidak... Hanya kalau orang bermaksud buruk, tentulah ia bakal diserbu disaat hatinya lagi goncang itu ia menjadi letih karena berpikir keras sendirinya, ia rebah layaplayap, terus ia kepulasan. Sampai ia mendusin Tok Koan Im tidak juga muncul.
Tempo kamar mulai gelap. Ie Kun berbangku untuk menyulut lampu, kembali ia membeber pelbagai halaman buku itu. Tetapi Tok koan Im tidak muncul juga, Lama lama ia jadi berpikir, mungkin benar buku itu mempunyai arti tak sama seperti lukisannya gambar dipandang sepintas lalu. Lantas dari berduduk sembarangan, ia bersila, bersiap seperti orang bersemedhi. Sambil berduduk tegak lurus itu, ia menatap gambar ia memperhatikannya sungguh-sungguh. Hendak ia menyelami artinya yang sebenarnya. Memperhatikan secara begini, lama lama Ie Kun melihat sesuatu. Pada gerak tangan dan tindak kakinya muda-mudi itu ada silang yang tak wajar, maka ia menatapnya terus menerus. Satu malam itu terus ia perhatikan gambar nomor satu itu, lantas ia dapat menangkap artinya. Itulah lukisan yang maksudnya tersembunyi! kesudahannya ia menjadi girang sekali. Sekarang, tidak lagi si anak muda memandang tak mata pada si ibu angkat, ia justeru menghargai, memandang hormat dan kagum. Maka selanjutnya, hampir ia tak mau melepaskan buku itu. Terus menerus ia memahamkannya, kecuali saatnya bersantap, dan beristirahat. Jadi itulah bukan gambar berpacaran belaka, hanya ilmu silat yang luar biasa. Itulah ilmu silat kaum lunak. Dihari kedua tengah hari. te Kun telah dapat menangkap juga artinya gambar nomor empat. Tanpa merasa, sang waktu lewat terus. Waktu itu tapi tidak disia-siakan si anak muda. Ia membaca ia mengawasi gambar, ia memahami pelbagai sikap muda-mudi itu. saban saban ia mudah mengerti. Dengan begitu, dalam delapan hari, tamatlah pelajarannya! Tok Koan Im seperti pandai meramalkan. Disaat si anak muda paham semuanya dia membuka pintu dan muncul
dimuka kamar. Dia lantas tertawa dan berkata: "Bukankah ada harganya untuk mempelajari Im Yang Kauw yang terdiri dari tiga puluh dua jurus itu?" Parasnya Ie Kun merah, biar bagaimana ia jengah, Ia cuma mengangguk. Tok Koan Im masuk kedalam kamar, ia membetuli nyala lampu, merapikan tudungnya yang berwarna dan indah, buat membikin bercahaya merah bercampur hijau, hingga sinarnya menjadi teduh nyaman, setelah itu ia menyajikan masakan yang terdiri dari empat macam, sedangkan araknya ia menyediakan dua botol. "Sudah delapan hari kau tidak dahar barang masakan" katanya "maka malam ini mari kau dahar sedikit, Besok barulah aku akan memberi selamat padamu."
Berkata begitu nyonya ini menarik meja sampai ke depan pembaringan, karena pembaringannya yang dijadikan kursinya, bahkan selagi bersantap keduanya duduk berendeng. Kali ini Ie Kun tidak curiga apa apa. Akan tetapi, selekasnya ia minum tiga cangkir arak mendadak ia menjadi Kaget sekali. Ia merasai muka dan telinganya patas dan tubuhnya gerah, hatinya pun melonjak-lonjak. Hampir tak kuat ia mempertahankan diri, apapun ketika ia berpaling kepada si nyonya ia mendapat sepasang buah dadanya Tok Koan Im muncul berbayang diantara bajunya yang indah dan tipis! Ia kaget bukan main. Dengan sinar mata genit, Tok Koan Im melirik, terus ia berkata: "kau telah memahamkan selesai Im Yang Kouw, sekarang mari kita melihatnya dalam praktek!" Ie Kun kaget, ia melengak Hendak ia berbangkit, atau si nyonya sudah menyerang, menyambarnya dengan jurus
"San Ie Jok Lay." "Hujan mau turun" Itulah jurus yang ketiga Walaupun ia terkejut, Ie Kun ingat akan tipu silau itu. Ia pula melihat si ibu angkat bergerak dengan lurus, menuruti lukisan dalam gambarnya. Maka lekas lekas ia menangkis dengan kedua belah tangannya sambi tangannya terus diluncurkan, guna menjambret buah susu orang! Tok Koan Im mengelakkan diri, dia tertawa manis. Tapi dia bukan cuma tertawa dan menyelamatkan diri. kembali dia menyerang, dengan serangan "Sedap meresap." Syukur buat Ie Kun. ia telah makan jin-som tua, meski perutnya terasa panas, dapat ia bertahan, kalau tidak; tentulah ia sudah runtuh dan roboh berlutut didepan nyonya itu. Toh ia kaget. Mengenali jurus itu, ia mencaci didalam hatinya: "Oh. dasar Kiu Bwee-Sian Ho yang tak tahu malu!. "Untuk melo loskan diri, ia lompat keluar kamar. Tok Koan Im tertawa kata dia: "Jikalau kau tidak dengar kata-kataku, didalam tempo empat puluh sembilan hari, kau bakal mati keracunan karena bekerjanya racun itu didalam perutmu! Tidak ada lain jalan untuk menolongmu kecuali kau tidur bersama aku didalam satu pembaringan!" Ie Kun kaget, tetapi toh ia takut, maka ia lompat terus Baru ia sampai dilorong, Tok Koan Im telah menyandaknya, sambil tertawa dingin, nyonya im kata: "Walaupun kau lolos, kau bakal mati juga! kenapa kau tidak mau menurut aku? Toh kau bakal mendapat kesenangan? kau tahu jurus yang ke enam belas bukan? Haha! Sekarang ini aku menghendaki kau mati atau menjadi dewa!...." Ie Kun tetap sadar. "Cis!" serunya. "Tak tahu malu! Tak heran Tok Jiauw Sin Liong m«nyia-nyiakanmu!"
Tok Koan lm tidak menjadi gusar, dia tetap tertawa tawa. "Sekarang ini aku tak akan dengar apa juga dan tak akan menghindari yang lainnya kecuali kau melayani aku berlatih Im Yang Kauw!" katanya. "Aku tidak akan bergusar walaupun kau caci dan memukulku! Apalagi kau menyimpan hu-cui jie ie
itu ! Aku berlaku begini, aku tidak menyalahi janjiku! kau tahu, aku justeru tengah membantu padamu ! kaulah yang tidak mengenal kebaikan!" Ie Kun tidak meaapsrdulikan, ia justeru membentak. Sekarang ia bukannya lompat lari, untuk menyingkir, sebaliknya, ia maju menyerang ! Ia menggunai jurus "Cio Po Thian Keng" dan mengarah buah susu siibu angkatnya! Walaupun serangan sangat berbahaya, mudah saja Tok Koan Im mengegos tubuhnya, bahkan sebaliknya sembari berkelit itu, ia merangsek ia mengulur tangannya, guna menyambar pinggang sianak muda. Ie Kun mengasi dengar suara "Hm!" sambil iapun mengelit diri sembari menyandak, tangannya dipakai membacok lengan si nyonya yang putih bagaikan kemala. Ia menyerang dengan jurus "Cian Kouw Lui Tong". "Tambur perang mengguntur" "Hm." Tok Koan Im juga tertawa dingin, sedangkan tangannya dikibaskan, untuk menangkis. Ie Kun terkejut bukan main sebab tubuhnya tergempur mundur beberapa kaki, sampai ia membentur pintu lorong, hingga pintu itu terbuka melompong! Hingga tidak ampun lagi, tubuhnya itu terus terjerumus jatuh, tercemplung kedalam solokan ! Tok Koan Im juga tertolak mundur dua tindak, kerena mana, meski ia melihat si anak muda terjatuh tidak sempat
ia lompat untuk menolongi. la lantas menjerit keras, sambi) menjerit itu ia lari masuk ke dalam kamarnya...... 2. Korban Bwee Hoa Po .... Terpentalnya Ie Kun dan Tok Koan Im masing masing disebabkan tenaga mereka berimbang. Ie Kun tercemplung tanpa dapat berjalan lagi Syukurlah, dalam kagetnya, ia tidak menjadi bingung. Baik kaki maupun tangannya, lantas menjambret Dan ia berhasil menjambret sebatang oyot rotan. Memang di kiri dan kanan lorong itu tumbuh .lima puluh batang pohon rotan kecuali yang sebatang empat puluh sembilan lainnya ia sudah kenal baik sekali karena itulah pohon pohon di mana ia telah berlatih melompat turun dan naik. karena itu juta selekasnya ia bisa melihat tegas, ia mengenali itulah oyot yang keempat puluh delapan Pada ujung rotan itu ada tanda yang berupa palangan tapak jalak. Maka selekasnya tangannya menggenggam, kakinya lantas diinjakkan pada palang itu. Hanya sejenak itu, tak tahu ia mesti berbuat apa. Asal ia melonpat naik dan kembali ke sarangnya Tok Koan Im, ia pasti tidak bakal lolos dari tangannya wanita aneh itu. Sebaliknya, tidak dapat ia turun terus. Disitu tidak ada jalan, sedangkan Tok Koan Im telah membilangi, di dalam empat puluh sembilan hari, racun di dalam tubuhnya bakal bekerja dan ia tak akan ketolongan lagi...... Tapi anak mada ini cerdas ia dapat menggunai otaknya. Segera ia ingat oyot rotan yang tearkhir itu yang kelima puluh Pikirnya: "Kenapa aku tidak mau pergi melihat oyot itu untuk mencari tahu ujungnya sampai dimana? Kenapa Tok Koan Im tidak menyuruh aku pun berlatih di oyot itu?" Ie Kun berpikir tidak lama ia telah mengambil keputusan Ia memberatkan tubuhnya terus ia menggeraknya untuk mengayun diri, Cuma dengan satu kali ayun ia telih tiba ke oyot yang keempat puluh sembilan untuk berayun pula ke
oyot yang terakhir itu. Karena adanya kabut ia tidak dapat me lihat sebaliknya dapat ia meraba. Hanya kali ini ia mesti menggenggam dengan keras dan waspada. Oyot itu kecil seperti jempol tangan. Ketika ia sudah mencoba baru ia mendapat tahu meskipun kecil oyot itu kuat Toh ia tidak berani melepaskan dulu rotan ke empat puluh sembilan itu, malah sebaliknya oyot itu dilibat ke punggungnya. Hingga umpama kata tangannya terlepas tubuhnya tak akan turut terlepas dan jatuh. Habis mengikat ia menguji oyot terakhir itu. Untuk girangnya ia mendapatkan oyot kuat seperti yang lain lainnya. Baru setelah itu berarti ia molorkan libatan rotan pada pinggangnya itu. Selama berlatih turun naik pada empat puluh sembilan batang rotan itu [e Kun ketahui baik sekali bahwa rotan yang keempat puluh sembilan meski panjangnya lebih dari seratus tombak ujungnya tidak sampai ke dasar selokan atau kali Si dalam selat itu. Tapi sekarang dirotan yang ke lima puluh ini ia mencoba turun merosot terus! Baru kira sepanjang atau sejauh, lima puluh tombak maka ter1ihat bahwa kabut sudah mulai buyar hingga cuaca tampak juga fajar samar. Kiranya ketika itu sudah malam tidak heran apabila orang sukar melihat jauh.... Akan tetapi Ie Kun tidak berhenti merosot. Ia turun terus. Sampai kira seratus tombak. Atau segera telinganya mendengar suara yang ia tak kenal suara apa. Suara itu berbunyi:...kuru..kuru...Suara pun datang dari tempat tak jauh. Masih Ie Kun turun lagi belasan tombak lantas kedua kakinya batu, menginjak Disitu ujung rotan berakhir. Berpikir sejenak Ie Kun menerka nerka dari sarang sampai di dasar itu, ia sudah turun sedalam dua ratus lima puluh tombak!
"Telah bebaskah aku? ia tanya dirinya sendiri. Ia menghela napas lega Panjang napasnya. Kemudian ia mencoba memandang kesekitarnya. Segala apa gelap tak nampak apa juga. Dasar lembah itu bagaikan tak berbatas. Mestinya di situ terdapat banyak batu dari pelbagai ukuran dan ragam. Cuma suara secah sicsh itu masih terdengar tercampur suara lainnya; ..kuru.. kuru . Ie Kun mengawasi tajam, tetap ia tidak melihat mahluk atau benda itu. Lembah tetap sunyi. Lama-lama, dengan samar samar, Ie Kun melihat juga lumpur. Tapi, dengan dongak, ia tidak melihat apa juga. Hanya sang angin terdengar, dari terasa bersilir. "Baiklah aku mundur yaitu naik pula?" ia tanya didalam hati. Ia tidak takut tetapi suasana menyepi, membuat hati iseng... Segera ia ingat Tok Koan Im! "Tidak dapat!" katanya.
Lalu ia berpikir pula. Ia mau percaya, inilah tempat dimana Tok Koan Im biasa kelayapan atau mundar mandir. Terutama itu oyot oyot rotan. "Seringkah dia turun keselokan ini? Kalau benar, mau apakah dia?" Ie Kun menerka nerka pula. Kembali ia mengawasi tajam. Lama kelamaan biasa juga matanya di tempat gelap petang itu. Ia melihat pelbagai macam batu gunung. Karena ini, berani ia meninggalkan tempat dimana ia berdiri, untuk bertindak maju. Perlahan tindakannya.
Terasakan dasar lembah itu makin gelap dan sunyi. "Sebenarnya, tempat apakah ini? Hebat.." Justeru ia berpikir begitu, justeru Ie Kun bertindak. Blus! demikian kakinya membelebas. Itulah kaki kirinya, yang menginjak tempat yang lunak sekali, hingga tubuhnya bergoyang. Ia kaget, lekas-lekas ia menarik kakinya itu. Atau untuk kagetnya, bukan berhasil ia menarik hanya kakinya melesak lebih dalam! Lumpur itu, atau lebih benar embal mempunyai tenaga menarik yang kuat. "Inilah berbahaya," pikir Ie Kun, yang jadi berkecamuk hati. Barusan anak muda ini bergerak, maka kedua kakinya lalu melebas. Kaki kirinya diikat kaki kanan! Mulai berkuatir, Ie Kun berpikir keras. Lantas ia mengumpul tenaga dalamnya, untuk membikin tubuhnya menjadi ringan, lalu dengan berbareng, gntakan kedua kakinya diiringi kedua belah tangannya, yang dipentang. ia menjejak kakinya dan menekankan kedua tangannya itu, untuk berlompat! Kalau ia berhasil ia bebas. Hingga ia berada diatas batu lagi. "Ah!.. ia mengeluarkan napas lega. Hatinya jadi tenang pula. Ia merasa seperti baru hidup kembali. Tidak dapat Ie Kun berdiam terus disitu Hanya sejenak, ia mulai bertindak pula. Hanya kali ini ia lebih berhati-hati. Maka ia tidak pernah terjeblos pula. Malah ketika sekian lama ia terus menginjak batu atau tanah, ia mencoba mulai bertindak cepat.
Sekonyong-konyong! Dari arah belakang terdengar seruan nyaring halus itulah suara wanita. Kaget Ie Kun!
Apakah Tok Koan Im menyusul? Lantas Ie Kun lompat menyamping. Di situ ada batu-batu tinggi mirip rebung. Ia lompat naik keatas sebuah batu. Ia memutar tubuh, untuk mengawasi ke belakang. Ia mendengar suara ujung baju berkibar-kibar tetapi ia tidak melihat orangnya. Hanya sebentar, hilang juga suara ujung baju berkibaran itu. Hanya menanti sebentar lalu dengan melegakan hati. Ie Kun berjalan lebih jauh. Sekira satu lie ia sampai disebuah tanah datar luas beberapa bahu. Ia melihat lima tumpukan tanah tinggi teratur mirip bunga bwee mungkin itu buatan manusia, mungkin jaga wajar. Ie Kun lantas memikir untuk menghampirkan, untuk mendekati. Belum lagi ia bertindak maju, dua bayangan orang tampak berlompat turun, cepat bagaikan melayang la memasang mata tajam ia mengawasi. Untuk herannya, ia melihat dua orang cebol yang bertubuh kasar bajunya sama sama panjang, rambutnya ubanan dan riap-rispan turun kepundaknya sedangkan kulit muka mereka pucat pasi. Sebaliknya mata mereka bersinar hijau dan tajam! "Pastilah mereka lihay ilmu tenaga dalam mereka...." pikirnya. Ia tidak kenal mereka itu. Ia heran darimana datangnya mereka.
Lantas terdengar mereka itu berbicara , Seorang yang tubuhnya sedikit lebih tinggi, tertawa lebar dan berkata: "Benda yang dianggap sebagai mustika dikolong langit ini siapakah pun berhak mendapatkannya asal dia mampu! Diantara jago-jajo Bu Lim dijaman ini, siapakah yang pernah memasuki selokan Pek Kian di Lu Liang ini? Siapakah pula yang ketahui bahwa benteng tua Bwee Hoa Po di Pek Tok Kian ini ada menyimpan barang mustika? Maka itu kita In Bong Siang Shia. kita bolehlah dianggap sebagai orang-oranh yang berejeki besar..... "Ya. kau benar." sahut kawannya. Lantas keduanya tertawa berkakakan, tanda puasnya hati mereka. Hanya tertawa mereka itu tidak sedap, mirip pekik burung hantu. Ie Kun terkejut mendengar orang menyebut dirinya In Bong Sian Shia li Sesat Sepasang dari In bong Ia dengar dua orang ini aangat kosen dan kejam, jarang hubungan mereka dengan kaum BuLim. orang orang Rimba Persilatan. Bahkan sudah kira kira lima puluh tahun mereka menghilang dari dunia Kangouw. Sungai Telaga, siapa sangka di detik ini mereka muncul di Pek Tok Kian, selokan. Seratus Racun. Mereka juga menyebut Bwee Hoa Po, maka teranglah, lima tumpuk, batu mirip bunga Bwee inilah yang disebut dengang Bunga Bwee itu. Selagi Ie Kun berpikir, mendadak ia mendengar siulan yang lama disusul dengan berkelebatnya sesosok tubuh yang kecil mungil tetapi pesat, ia lantas menerka kepada Tok Koan Im Hang Kie Bun, tetapi ternyata ia menduga meleset!
Wanita yang baru tiba ini berpakaian seluruhnya hijau muda kundainya, kundai sepasang Dia mempunyai wajah cantik mirip bunga toh. Dia sudah berusia kira kira empat
puluh tahun tetapi kecantikannya itu masih sangat menggiurkan hati orang! Sebelum wanita itu berhenti, untuk menginjak tanah, In Bong Siang nia sudah mendahului menyingkir ke samping, buat menjembunyikan diri. Wanita itu memandang kesekitarnya, ia tidak melihat lain orang disitu, ia lantas tertawa nyaring. "Ha, siapakah yang sangka bahwa benteng tua Bwee Hoa Po ini telah dibangun untuk aku Lie Hui Wie Bouw yong Wan?" Kata kata itu disusul gerakkan tubuh sinyonya yang berlompat ke antara benteng Bunga Bwee itu, dan terus disitu ia berjalan mundar mandir sebagai juga dialah sijuru pemeriksa! Justeru Bouw yong Wan lagi beraksi itu, mendadak terdengar satu seruan, menyusul mana tubuhnya lompat mencelat kesisi benteng! Ie Kun terperanjat. Ia menduga bahwa orang telah terluka. Hanya sejenak, terdengarlah jeritan Lie-Hui Wie, yang terus roboh untuk tidak bangun pula! Dilain pihak maka tedengarlah suara tertawa bergelak gelak, lalu menyusul munculnya pula In Bong Siang Shia. Kata si cebol yang tadi bicara paling dulu: "Ini dia yang dibilang, sang cengcorang menghadang kereta! Memangnya benteng tua Bwee Hoa Po ini mudah orang lancang memasukinya?" Tapi sisobat lainnya menyela: "Laotoa jangan girang tidak karuan! Coba pikir Lie-Hu Wie dapat datang kemari
mustahil lain orang tidak mampu? Siapakah yang berani menjaminnya," Lao Toa, atau sikakak tua nampak terkejut "Habis menurut kau, lao Jie bagaimanakah?" tanyanya. Teranglah Lao Jie, situa kedua, menjadi adiknya Lao Toa ini. "Memukul besi mesti membarengi disaatnya masih panas" berkata Lao Jie. "Pada tubuhmu ada teratai merah usia selaksa tahun dari Gunung Salju, maka sekarang, pergilah kau yang masuk kedalam aku sendiri, aku akan menjaga memasang mata diluar sini! Kita jangan melewatkan ketika yang baik!" Si kakak mengangguk, bahkan mau dia lantas berlompat, atau dia segera didului suara tertawa yang seram seram merdu, yang tidak ketahuan dari arah mana datangnya! Maka dia menunda gerakkannya. Dia terkejut dan heran.
Lao Jie terperanjat juga. Demikian Ie Kun. Berbareng dengan tertawa yang menusuk hati itu maka terlihatlah munculnya Tok Koan Im Hang Kie Bun dengan rambutnya yang panjang dan riap riapan serta bajunya yang banyak tambalannya. Begitu dia berpaling kepada In Bong Siang Shia untuk tertawa dingin. "Hai, kedua hantu tua kamu sangat tidak tahu diri" tegurnya "Apakah kamu sangka kamu dapat mengandalkan teratai merah umur selaksa tahun dari Gunung Salju itu untuk memasuki benteng Bwee Hoa Po di Pek-Tok Kian ini? Kau tahu benteng tua ini justerulah tempat dimana kamu mengubur mayat kamu! Bukankah Lie Mui Wie Bouwyong Wan itu contohmu? Kamu juga harus
mengetanui benteng Bwee Koa Po di Pek Tok Kian ini telah dijagai oleh aku Tok Koan Im hampir tiga puluh tahun...." In Bong Siang Shia tidak menanti orang bicara habis "Oh, perempuan yang tak tahu langit tinggi dan bumi tebal!" damprat si kakak, berbareng dengan mana berdua mereka lompat menyerang, tangan mereka menyambar dari kiri kekanan! Selagi orang berkata dan berlompat, Tok Koan Im tertawa dingin dan berkata juga: "Saat mampusmu sudah tidak lama lagi, masihkah kau berani turun tangan?" Berkata begitu nyonya ini berlompat tinggi beberapa tombak dan berputar, hingga dilain detik ia sudah berdiri diatas puncak tumpukan Bwee Hoan Po yang jengah. Ia tertawa pula dan berkata lagi: "Kamu harus ketahui berbisanya Pek Tok Kian. yang mempunyai racun bukan cuma beribu atau berlaksa macam racun! Jikalau kamu suka dengar nasihatku, lekas kamu kembaii dari tempat darimana tadi kamu masuk kemari, aku tidak bakal menghalangi kamu, dengan begitu mungkin kamu dapat pulang kegunung In Bong San untuk mati secara baik baik diatas pembaringan kamu! Jikalau kamu temberang, jikalau berkeras, aku kuatir, tak usah sampai satu jam lamanya sukarlah buat kamu dapat keluar dari lembah ini. Percayalah kamu teratai merah umur selaksa tahun Gunung Salju itu tidak dapat menghidupkan orang yang sudah mati!" "Teratai merah umur selaksa tahun" itu dialah Pan lian Anglian", dari Gunung Salju yaitu "Soat San". Habis mengucap begitu, dengan sikapnya yang tenang Tok Koan im berlompatan mondar mandir diatas
tumpukkan benteng itu. Dimata dia, disitu seperti tidak ada In Bong Siang Shia, si Dua Sesat dari In Bong San. In Bong Siang Shia tidak mau melarang orang berbicara, atas ancaman sinyonya, mereka justeru menggeraki tubuh mereka untuk lompat menghampirkan. Atau...... Belum lagi mereka berlompat kedua duanya sudah mengasih dengar jeritan heoat
yang menyayatkan hati, terus tubuh mereka rubuh terkulai dengan darah mengalir keluar dari mata, hidung, mulut dan telinga mereka! Ie Kun mendengar dan melihat, dia kaget sekali. Tok Koan Im bertindak perlahan lahan menghampirkan tubuhnya Im bong Siang Shia, setelah datang dekat, mendadak ia mendupak tubuh orang hingga tubuh itu terlempar jauh setombak lebih. Ia mendupak bergantian. Sesudah itu, ia menggeledah tubuhnya Lao Toa, hingga ia mendapatkan dan Lian ang lian, yang ia terus memasuki kedalam sakunya. Sesudah itu, ia lompat naik kembali keatas tumpukan batu. Hanya sekarang ia terus memutar tubuhnya, menghadap kearah dimana Ie Kun lagi menyembunyikan diri. Ia medengarkan suara tertawa dingin. "Malukah kau tidak mau muncul sendirimu?" ia menanya tiba tiba, suaranya nyaring. "Apakah kau menghendaki aku yang menghampirimu untuk cintanya?" Hati Ie Kun bercekat, Ia kaget sekali. Tidak dapat ia tidak keluar diri tempat sembunyinya. Dilain pihak ia menginsafi bahwa orang lihay luar biasa. Maka ia menenangkan hati, lalu dengan sadar ia bertindak keluar dari tempat sembunyinya. Hanya begitu ia muncul mendadak ia bersiul terus ia menggerakki kedua tangannya,
kedua kakinya terus menjejak tanah karena mana tubuhnya terus lompat melesat katempat dimana si nyonya lagi berdiri menantikannya! Tok Koan Im mengawasi aksi orang Dia tertawa dingin. "Mungkinkah kau sudah bosan hidup?" tanyanya. Meski begitu, dia mengeluarkan teratai merah yang dia dapatkan dari tubuh Lao Toa dari In Bong Siang Shia tadi sembari dia kata: "Baik kau makan dahulu teratai merah ini! Sebentar baru kita bicara!" Tanpa merasa Ie Kun menyambut. Ia merandak, matanya mengawasi nyonya yang luar biasa itu. Orang telengas terhadap lain orang, tetapi orang berbaik hati terhadapnya. Tok Koan Im tertawa. Ie Kun mengawasi. Mendadak ia melihat orang berhenti bicara, lantas wajahnya menjadi padam. Ia tidak tahu apa sebabnya itu ia cuma melihat tubuh si nyonya berlompat. Tidak tahu Ie Kun orang mau lompat kemana hanya tiba diatas nyonya itu memutar tubuhnya kearah tumpukannya tadi, untuk melihat sambil mengasi dengar jeritan kaget. Ie Kun turut mengawasi. Untuk herannya, ia melihat tumpukkan batu itu bergerak berputar sampai belasan kali. Menyusul itu, maka terdengarlah satu suara nyaring memperledekan, lantas bagian atas dari tumpukkan batu itu terbuka sendirinya, mcmperlihatkan sebuah pintu kecil bundar. Akan tetapi itu belum semua. Selekasnya pintu terbuka, dari mulut pintu tampak munculnya satu kepala orang yang besar luar biasa, munculnya perlahan-lahan.
Selekasnya dia melihat tegas kepala orang itu lagi lagi Ie kun terkejut. "Bu Beng Tongcu!" serunya. Tok Koan Im melihat orang itu dia berseru, terus dia lompat menerkam! Bu Beng Tong cu belum muncul seluruhnya dia melihat Tok Koan Im lompat kearahnya lantas dia membuka mulutnya terus dia menghembuskan napasnya! Ie Kun mengawasi ia melihat di mulut si Bocah Tak Bernama keluar seutas benda hitam mirip benang yang menyambar kepada si wanita kosen dan telegas itu. Nampaknya Tok Koan Im tidak melihat benda hitam itu karena ketika dia mengetahuinya dia kaget sekali tetapi sekarang dia cuma bisa menjerit terus tubuhnya roboh terguling lantas dia berkoseran seperti orang lagi meronta ronta! Menyaksikan orang roboh dengan tidak dapat segera bangun lagi Bu Beng Tongcu tertawa dingin habis mana dia bangun terus dari lubang pintu terus dia lompat tinggi beberapa tombak jatuhnya kearah Ie Kun! Melihat orang berlompat kepadanya sianak mudapun kaget. Tempatnya Pek Tok Loojin. Hujan hebat! Badai! itulah gerak gerik sang alim yang meliputi gunung Lu Liang San! Dimana ada puncak gunung, yang tinggi yang aneh coraknya, yang berbahaya tetapi pun yang indah! Hanya disebabkan serbuan hujan dan badai itu. keindahannya itu telah sirna- musnah. Bertepatan dengan mengamukan sang hujan dan angin hebat itu, disana juga terdengar seruan yang nyaring keras,
yang seperti saling samburan dengan kekuasaan sang alam itu. Lantas nampak beberapa bayangan berlari-lari cepat bagaikan kilat, gerakgeriknya mirip serombongan anjing pemburi yang lagi mengejar mencari mangsanya. Didalam keadaan seperti itu. maka Bu Beng Tongcu, didalam wujud huruf "Tay" "besar" rebah tak berkutik, diatas, atau didalam, sarangnya, yang besar cuma lima kaki yang bagaikan tergantung diatas jurang. Dia memejamkan matanya. Angin dahsyat hujan menghebat, ada seruan-seruan juga tetapi, semua itu dia tidak hiraukan. Dia tetapi rebah tak berkutik, berdiam saja, hingga perlahanlahan dia seperti memasuki suasana "But Ngo Liang Bong" yaitu "lupa akan benda dan diri sendiri" Dia tidak mendengar, dia tidak melihat dia berdiam. Sesudah lewat sekian waktu maka sang alam berobah pula Hujan mula berhenti, badai mulai sirap. Diatas langit, dimana tadinya mega bagaimana membikin jagat gelap petang, perlahan lahan mega itu bergerak membuyar, maka perlahan-lahan juga muncullah si Putri Malam dengan lagaknya malu malu kucing. Dengan munculnya siPuteri Malam. gunungpun nampak remang. Bu Beng Tongcu tertawa dingin, lalu ia duduk dengan perlahan-lahan. Ia mementang kedua tangannya menggoyang kepalanya yang gedeh, untuk melihat kesekitarnya.
Habis itu, mendadak dia keluar dari sarang burungnya, untuk berlompat naik kepuncak, guna melakukan pemeriksaan, sikapnya tenang.
Setelah itu barulah dengan mendadak dia berlari pergi, sangat cepat, larinya tanpa tujuan Dan dia lari terus selama tiga hari dan tiga malam, belum pernah dia minum setetes air juga. Maka sekali.. dia sangat haus dan lapar, perutnya terasakan panas k-rongkongannya kering Hujan baru berhenti akan tetapi sulit buat ia mencari air bersih. Karena itu. ia berjalan mundar mandir Ketika kemudian ia mendengar suara air berkerituk yang datangnya dari sisinya, mendadak ia lompat maju hingga ia melihat sebuah jembatan batu lebar tiga kaki yang menghubungi kedua bukit Hanya jembatan itu jalannya mundur turun. Dikolong jembangan, air mengalir deras. Sulit untuk mengambil air itu untuk diminum. Tapi Bu Beng Tongcu mencoba turun kebawah. Baru saja ia mendekati air, ia sudah lekas mundur pula. Air itu menyiarkan bau yang membuatnya pusing kepala dan mau muntah-muntah. Maka ia tahu, air yang mendatangkan rasa mulas itu tidak dapat diminum. Karena itu, ingin ia naik pula atau mendadak ia justeru terbusruk turun kebawah sebab matanya kabur, kepalanya berat. Dia gagah, percuma itu, dia tidak berdaya. Bahkan lekas sekali, ia tak sadar akan mendapatkan tubuhnya rebah diatas sebuah pembaringan yang empuk, yang bergerak naik turun, Tapi kapan ia membuka matanya dan melihat, ia heran sekali. Ia lagi rebah di-atas sarang laba laba yang panjang seombak lebih! "Aneh!" pikirnya. Galagasi itu melintang diatas air selokan yang mirip kali itu kedua ujungnya pergantungan pada batu jembatan. Air selokan terus mengalir turun dengan derasnya.
Bu Beng Tongcu heran. Tadi mendekati air, kepadanya pusing dan rasanya mual. Kenapa sekarang, berada diatas air ia segar bugar. Selagi ia berpikir ia merasa siliran hawa dingin yang lunak, setiap kali ia tersilirkan, kepala terasa makin bersih dan sadar. Saking heran ia lantas menoleh kearah dari mana hawa adem itu datang. Lantas ia menjadi heran dan terperanjat Disitu ada dua ekor laba-laba raksasa, yang besar bagaikan mulut paso, yang berdiam diujung galagasi, yang lagi membuat main napasnya, perutnya kembung dan kempis. Itulah napas yang menghembus hembus bergantian. Kembali Bu Beng Tongcu heran. Laba-laba ialah satu diantara lima binatang beracun yang paling lihay, kenapa sekarang nepasnya kedua binatang itu demikian besar faedahnya? Dia sekarang bebas dari hawa air yang beracan tadi. Karena ini Bu Beng Tongcu mengawasi kadua laba-laba itu. Lantas ia ingin menggeraki tububnya Baru saja ia berkutik, atau sarangnya itu turun bergerak, turun kebawah secara keget. Satu galagasi itu putus! Maka ia terlempar keluar dari dalam sarang! Syukur untuknya, ia telah siap sedia, ketika ia jatuh, kakinya yang terlebih dahulu menginjak tanah Dilain pihak, galagasi itu menciut naik keujungnya yang lain, yang tak putus
Kembali Bu Beng Tongcu merasa aneh. Ia bukan tercebur keselokan, hanya ketanah, yang berupa seperti kamar batu. la terjatuh kedalam mulut gua yang bagian dalamnya persegi empat. Ia lantas mengawasi tajam. Ruang rada guram Ia melihat sebuah pintu kecil, yang tertutup rapat Ia dapat melihat lima huruf pada pintu itu, bunyinya.
Pek Tok Bwee Hoa Po." atau artinya, "benteng Bwee Hoa Po dari Pek Tok." Pek Tok berarti seratus racun. Dibawah lima huruf itu ada lagi empat lainnya, yang lebih kecil, bunyinya "Pek Tok Loo Jin." yang berarti si Orang tua (loojin) bersama Pek Tok." Bu Beng Tong-cu tidak kenal tempat itu. Ia tidak tahu siapa Pek Tok Loojin. Tapi dapat ia berlaku lancang. Ingin ia tahu, pintu itu akan membawa orang kekamar apa. Maka perlahan lahan ia menghampirkannya. Tengah ia bertindak, mendadak tubuhnya limbung, terhitung hampir jatuh terguling Ia lantas tunduk ingin melihat ia telah tersandung apa, atau ia kena injak barang apa. Begitu ia melibat, begitu ia terkejut. Ia melibat puluhan kerangka tulang belulang manusia! Teranglah semua orang itu korban korbannya si laba-laba raksasa, dari itu aneh, kemana terhadapnya, laba-laba itu justeru baik. keduanya tidak mau mengganggu. Sesudah menenangkan hatinya sebelah tiba dimuka pintu. Bu Beng Tongcu meraba pada gelang pintu yang terbuat dari kuningan. Baru sedia ia menolak sedikit, diluar dugaan pintu lantas terpentang, lantas kamar itu tampak terang bagaikan di siang hari cahayanya menyilaukan mata. Saking heran, Bu Beng Tongcu berlari melengak. Pintu itu memperhatikan sebuah lorong yang panjang. Cahaya terang itu keluar dan serentet mutiara yang besar yang diatur rapih dilelangit lorong. Ujung lorong ialah sebuah ruang besar. Bu Beng Tongcu berjalan dilorong itu, hanya bersangsi sebentar, ia terima masuk kedalam ruang. Atau segera ia sudah mundur sendirinya, Ia terperanjat dan heran. Inilah sebab ia melibat didalam ruang itu, didepan meja, duduk
bercokol seorang tua dengan rambut putih dan roman bengis tangan kirinya mencekal sebuah kipas yang memberi warna kuning emas, dan tangan kanannya memegangi sehelai kertas merah yang ada saratnya. Orang tua itu nampak lagi bersemadhi. Hanya berdiam sebentar, tiba tiba Bu Beng Tongcu tertawa menyeringai, terus ia menyerang dengan "Siang Sat Ceng Tiong, atau "Dua bintang jahat berebut pengaruh." suatu pukulan dari "Cit Sat Tiwie Sim Ciang", Atas itu terdengarlah suara berisik dari robeknya baju. akan tetapi siorang tua sendiri masih tetap duduk bercokol, cuma robekan pakaiannya yang pada terbang! Bu Beng Tongcu mengawasi. Sekarang ia mendapat kenyataan bahwa orang tua itu sudah mati lama. Karena ini segera berobahlah pandangannya Ia terus memberi hormat, habis itu, dengan sabar, ia bertindak maju, menghampirkan orang tua itu. Ia mengambil kipasnya, yang terbuat dari tulang tulang mendapatkan itu. Ia
selipkan kipas itu dipinggangnya. Kemudian ia mengambil juga kertas itu kertas merah yang berupa pesan terakhir Ia membaca. "Inilah benteng Pek Tok Bwee Hoa Po! Siapa berjodoh, dia dapat berdiam di sini mempelajari tiga macam ilmu yang istimewa setelah itu, dia akan menyerbu tiga kota untuk keluar dari Bwee Hoa Po. Maka.... Cuma sampai disitu, tulisan itu tak ada sambungannya lagi Bu Beng Tongcu manjublak, mengawasi kerangka tulang belulang itu. Tak tahu ia harus berduka atau bergirang. Kamar itu kosong melompong. Apakab itu tiga macam ilmu istimewa? Di manakah adanya itu ? Apakah itu disebut "tiga kota"? Apakah itu benteng Bwee Hoa Po?
Berpikir lebih jauh. Bu Beng Tongcu ingat ketangguhannya tulang tulang si orang tua. Pukulannya barusan hebat luar biasa. Kenapa tulang belulang itu tidak bergeming? Lantas Bu Beng Tongcu memegang kedua pundak siorang tua, ia menjgoyanggoyangnya. Mendadak kedua lengan si orang tua jatuh sendirinya! Dalam herannya, Bu Beng Tongcu menyambar dengan kedua tangannya. Atau sekarang tulang-belulang siorang tua terlempar jaun tidak keruan arahnya! Ia jatuh lebih heran lagi, maka ia berdiri diam mengawasi. Tiba tiba tempat duduk siorang tua bergerak sendirinya berputar kemana menyusul mana dari bawah itu mumbul naik sebuah menampan batu diatas mana terletak dua buah cangkir serta dua buah mangkok. Sepasang cangkir itu masing masing berisikan barang cairan warna merah dan hijau dan kedua mangkuk isinya masing masing yaitu tujuh butir pil hitam dan sejilid buku kulit emas putih Buku Itu betjudul "Bwee Hoa Sam Ciat" artinya Tiga macam ilmu Bwee Hoa, Bwee hoa berarti bunga bwee, Hati Bu Beng Tongcu tertarik sekali, paling dulu ia membalik balik lembarannya kitab itu Ia menjadi sangat girang Di situ terdapat teori dari tiga macam ilmu silat Bwee Hoa yang disebutkan itu berikut gambar gambar dan petanya. Ketika ilmu Kipas bersen yang nomor dua Pek tok S in Kut Ciang ilmu pukulan tangan kosong "Mematah tulang, yang terdiri dari tiga jurus dengan sembilan pecahannya, serta yang nonor tiga yaitu ilmu menggunai panah yang paling sulit dipelajarkan namanya. Hujan panah tak ada pulangnya jumlah tujuh puluh tujuh"
Didalam kitab itu tidak ada catatan tentang dimana adanya tiga kota" Bu Beng Tonrcu tidak pikirkan dahulu tentang "tiga kota" itu, dengan berani ia makan obat pil itu serta obat air dan cangkir Didalam kitab ada keterangan aturan memakannya. Hanya habis makan itu ia menjadi kaget Mendadak perutnya sangat mulas dan sakit dan kaki tangannya pada biru! Sejenak itu, bocah ini menjadi sangat menyesal. Ia menduga bahwa ia telah kena diperdayakan Pek Tok Loojin. Ia lantas mencoba mengeratkan tenaga dalamnya guna mengusir racun itu, tetapi ia tidak berdaya. Toh ia mencoba terus, ia tetap
mengarahkan tenaga dalamnya itu. Belum lama, Bu Beng Tongcu lantas menjadi heran Sekarang lenyap rasa mualnya itu hanya tinggal rasa mualnya sedikit. Yang tinggal tetap ialah birunya tangan dan kaki nya. Sekarang ia tidak kaget sebagai semula. Ia percaya perubahan itu disebabkan lagi bekerjanya ketiga macam obat itu. Selekasnya ia merasa hatinya tenang, hingga ia bisa berpikir jernih. Bu Beng Tong cu lantas mengumpulkan dan memindahkan tulang-belulangnya Pek Tok Loojin kesisi tulang belulang lain dipinggir pintu masuk tadi. Ia telah memikir asal ia sudah bisa keluar dari Bwee Hoa Po ingin ia mengubur tulang-belulang itu. buat mengurusnya dengan baik. Ia pun memilihkan tempat kuburannya yang bagus Selama menanti waktu untuk keluar. Bu-Beng Tongcu menghampirkan lubang dari mana obat obatan itu mumbul naik. Untuk herannya ia melihat lubang sudah tertutup sebagaimana asalnya tadi, tidak Lalu terasa hal aneh lainnya. Bocah ini tidak lagi lapar. Maka sekarang
kepercayaannya pulih. Ia pun dapat memikir buat tidak berlalu lancang. "Sebelum pecah teka teki tiga kota, baiklah aku bersabar" dcmikian pikirnya. Maka ia lantas mulai mempelajari tiga, macam ilmu silat itu Ia percaya setelah mengerti itu. barulah ia bisa memukul pecah tiga kota". Bu Beng TongCu sangat cerdas, didalam tempo satu hari, berhasillah ia mempelajari dua macam ilmu yang pertama itu yaitu "Tok Sie Hoat" dan "Pek Tok Sit Kut Ciang". Hanya mengenai ilmu yang ketiga "Cit Cit Bu Kwie Ie Can", ia menaksir waktu tiga hari baru selesai. Dilain pihak tentang dan petunjuk petunjuknya, ia sudah lantas hapal di luar kepala. Cuma ia belum dapat menangkap arti sepenuhnya. "Mestinya rahasia terpendam dibawah tempat duduk ini", pikirnya. Tempat duduk itu merupakan batu mirip tambur, Ia memikirkan bagaimana dapat ia mencari rahasianya. Ia mencoba menggeser batu itu namun gagal. Lama lama bocah ini menjadi habis sabar Tiba tiba ia menghajar dengan dua-dua tangannya! Hebat kesudahannya itu! Batu itu hancur beterbangan. Lantas dari dalam lubang yaitu dari bawah batu, terdengar suara nyaring yang diikuti dengan menyambarnya sesuatu yang hitam, yang nampak berbaris mirip benang. Dalam kagetnya Bu Beng Tongcu lompat mundur. Sebelum habis meluncur naiknya garis hitam itu kembali terdengar suara nyaring seperti gempurnya batu tadi. Dan sebelum berhenti suara meledak itu, terlihatlah sebuah lubang bundar seperti mulut gua, lebih besar daripada batu
tambur itu. Benda bergaris hitam itupun meluncur makin hebat. Disaat Bu Beng Tongcu memikir buat menyingkir terlebih jauh tiba tiba ia mendengar satu suara tertawa dan menangis, juga suara mirip keluhan binatang.
Suara itu sangat perlahan dan lembut. Bu Beng Tongcu menggeser kipasnya ke depan dadanya. Kipas itu dibuka dan dikibaskan, dipakai mengebut. Luncuran garis hitam itu berhenti dengan tiba tiba, sebagai gantinya, terdenyur tertawa seperti tadi. Sebelum tertawa itu berhenti, sekonyong-konyong menghembus angin yang halus berbareng dengan lompat keluarnya suatu makhluk yang berbulu hitam, potongan tubuhnya mirip tubuh manusia atau kera! (BERSAMBUNG KE JILID 14} Jilid 14 Bu Beng Tongcu memasang mata tajam, maka ia lantas mengenali, itulah seekor orang hutan. Aneh orang hutan itu. Dia menghadapi Bu Beng Tongcu, dia tertawa, kemudian dia mengangguk, orang yang menghunjuk hormat-Melihat binatang itu tidak bermaksud jahat Bu Beng Tongcu menyimpan Kim Kut Sie, kipas tulang emasnya itu. Selama ia menyimpan, orang hutan itu mundur beberapa tindak. Nampaknya dia jeri terhadap kipas itu. Hal ini membuatnya girang. Tahulah ia, kipas itu ialah senjata penakluk binatang liar ini. Maka selang sejenak, ia mengebut, mengasi tanda supaya orang hutan itu masuk ke dalam lubang dari mana barusan dia keluar Binatang itu mendengar kata Dia menghampirkan mulut lubang, dia berjongkok, tangannya diulur masuk, ketika dia
menarik tangannya itu dia memegang sekalian satu tangga lunak. "Kau masuklah lebih dulu," kata Bu Beng Togcu, yang tidak mau berlaku sembrono. Baru kemudian, ia mengikuti, memisahkan diri beberapa kaki dari orang hutan itu, supaya ia dapat bersiap sedia buat sesuatu, agar ia bisa mengebut batok kepalanya si binatang apabila itu perlu. Tiba di dasar lubang. Bu Beng Tongcu mendapati sebuah ruang yang lebar yang lengkap segala macam perabotannya: Dari pakaian sampai barang makanan, cuma pembaringan dan kelambunya jelek tetapi toh lumayan Aneh adalah si orang hutan. Dia sudah lantas menyediakan barang makanan buat si bocah tidak bernama. Bu Beng Tongcu tida merasa lapar tetapi ia tertarik seleranya, ia dahar barang hidangan yang disajikan itu. Orang hutan it berdiri di sisi mengawasi sambil tertawa menyengir... Habis bersantap Bu Beng Tongcu mau tahu garis hitam itu hawa apa dan dari mana keluarnya. Ia tanya siorang hutan Tapi orang hutan itu tidak dapat bicara. Maka berdua mereka bicsra dengan gerak gerik tangan dan mulut. Orang hutan itu mengarti maksud orang. Tiba-tiba dia mengumpul napasnya lalu dia mengeluarkan Dia bersikap seperti orang mengerahkan tenaga dalam, Habis itu, dia mengeluarkan napasnya. Maka terlihatlah hawa, atau garis hitam yang ketika mengenakan beberapa barang di situ, barang itu lantas terusak ! Bu Beng Tongcu tertarik hati. Sekarang mau tahu tentang ketiga ilmu yang baru didapat itu, ia sebutkan semua, ia tonjuki segala apa sampai kitab itu berikut gambar dan petanya
Orang hutan itu dapat menerka hati orang. Kembali ia mengeluarkan hawanya lalu ia menunjuk gambar dan peta "Cit Cit Bu Kwei Ie Cin" Jadi hawa itu itulah yang dinamakan "hujan panah" itu ! "Hebat !" pikir Bu Beng Tongcu, yang pun terkejut. "Kenapa orang hutan ini pandai ilmu panah hawa hitam itu? Sebaliknya kenapa dia takut pada kipas Kim Kut Sie ? Mungkinkah ilmu kipas terlebih liehay dari pada ilmu hujan panah itu? Sebaliknya kenapa ia mudah mempelajari kipas tetapi sulit terhadap panah? Teranglah orang hutan ini binatang piaraannya Pek Tok Loojin, hanya aneh, sudah majikannya mati, kenapa dia berdiam terus di sini menjagai ini tempat rahasia. Atau mungkinkah, dengan hujan panahnya ini, dia belum bisa melewati tiga kota..." Selagi si bocah berpikir orang hutan itu memberi isyarat untuk ia mengikutinya. Kiranya ia diajak memasuk sebuah kamar kecil didalam mana, di satu sisi. terdapat sebuah tahang kayu yang bundar, yang di dalamnya ada tempat duduknya. Keempat penjuru tahang ada liang-liangnya yang kecil, yang tak terhitung banyaknya. Rupanya itu semua yalah lubang angin. Di kiri dan kanan tahang ada masing-masing sebuah paso yang terisi air dingin Entah apa gunanya itu.... Orang hutan itu lantas membuat gerak-gerakan yang tidak dapat dimengerti Bu Beng Tongcu. Karena itu dia lantas naik untuk berduduk di tempat duduk di dalam tahang itu, terus dia menyedot air jernih di sisinya, habis mana dia menyemprotkannya keras sekali. Melihat itu, Bu Beng Tongcu terperanjat. Semprotan airnya si oranghutan telah menyebabkan liang kecil itu diempat penjuru tahang air menembus lewat, tidak ada seketes saja yang tinggal
Sekarang barulah si bocah ketahui cara mempelajarinya ilmu "Cit Cit Bu Kwie Ie Cian" itu. Hanya ia tetap tidak mengerti apa diartikan dengan "Cit Cit" yaitu "tujuh tujuh" atau " tujuh kali tujuh". Ia mebyesal yang ia tidak dapat minta keterangan dari si orang hutan. Habis orang hutan itu memberi petunjuk. Bu Beng Tongcu minta dia keluar, terus ia menutup pintu kamar, untuk ia berlatih seorang diri. Latiban ini ia lakukan racun yang berada di dalam tubuhnya. Selama hari-hari itu, si orang hutan dengan tentu tentu membawakan barang makanan dan air, dia melayani dengan sempurna sekali, hingga kesannya bocah terhadapnya baik sekali. Hingga selanjutnya ia mengajak binatang itu besantap bersama dengannya. Satu kali setelah siorang hutan menenggak arak lebih banyak daripada biasanya hingga agaknya dia mulai sinting dia menarik tangan Bu Beng Tongcu. Ia heran tetapi ia mengikuti. Ia dibawa kebelakang pembaringan dimana kelambu lantas disingkat Terus dengan tangannya, orang hutan itu menekan pada tembok. Hanya sekejab saja, pada tembok itu terbuka sebuah pintu rahasia. Bu Beng Tongcu heran, terus ia merasa mual. Ruang itu gelap dan juga mendatangkan bau bacin. Akan tetapi si orang hutan tertawa, dia bertindak
memasukinya. Sesudah mengawasi sekian lama, bisa juga Bu Beng Tongcu melihat samar-samar, Kembali ia terperanjat karena herannya. Itulah bukannya kamar hanya sebuah lorong Di situ rebah bangkainya dua ekor ular yang besar sekali, yang sudah mati buat banyak waktu. Itu pula yang menyebabkan hawa busuk itu.
Mengikuti si oranghutan, terpaksa Bu Beng Tongcu berjalan dengan menginjak bangkai ular itu. Setelah berjalan kira lima tombak,jauhnya, mereka menemukan pula sebulah tembok. Kembali si orang hutan menekan sesuatu pada tembok itu. Hanya kali ini setelah terpentang pintu rahasianya, terlihatlah cahaya yang terang, hingga tampak. pula bahwa itulah sebuah lorong lain yang panjang lima tombak juga Kalau di lorong yang pertama panjangnya masing-masing beberapa kaki.. Selagi Bu Beng Tongcu, terheran-heran si orang hutan hanya tertawa, Dia berjalan melewatinya. Setelah memasuki pintu dimuka cahaya terang tampak terus, Bu Beng Tongcu mendapati bangkai atau mayatnya suatu mahkluk yang luar biasa,luar biasa macam dan tinggi besarnya sebab makhluk itu bermacam manusia bukannya manusia dan binatang bukannya binatang. Sementara itu sekarang mengertilah ia apa yang dinamakan "tiga pintu" Itulah tiga buah lorong, yang masing-masing ada pintu rahasianya. Diam diam, ia menjadi girang., Di depan mereka tampak pintu yang ketiga Pintu itu lantas dibuka si orang hutan Ketika Bu Beng Tongcu sudah masuk kedalam pintu itu, ia melihat sebuah ruang didalam, atau, dibawah tanah, yang luasnya beberapa bahu. yang kosong dari segala apa, kecuali di tengah-tengahnya ada sebuah batu gosok, sedangkan"pada lelangitnya terdapat lima buah lengkung bundar yang teratur rapi mirip bunga bwee dan pada setiap lengkung dipasangi sebuah gelang kuningan yang dapat di jambret. Mengawasi kelima lengkuna itu, Bu Beng Tongcu dapat menerka artinya Bwee Hoa Po Tinggal sekarang bagaimana cara atau jalannya, untuk keluar dari situ. Dengan gerak-
gerakan tangan, ia turun si orang hutan, Lalu ia menjadi heran. Baru saja ia menanya, atau sahabatnya ini mengasih syar untuk ia jangan bersuara!, Segera seruan Justru dongak
Bu Beng Tongcu memasang telinga Lantas dengan samar samar ia mendengar atau bentak bentakan yang halus-halus nyaring. Ia melengak karenanya itu, ia menampak sesuatu bayangan tubuh berkelebat, hingga ia menoleh dan melihatnya.
Kiranya itulah gerakan si orang hutan yang berlompat sambil berpekik, yang tangan kanannya menyambar sebuah gelang kuningan, yang dia terus tarik dengan perlahan. Karena tarikan gelang kuningan itu maka pada empat penjuru lengkung sinar terang sayup-sayup. Setelah mengawasi Bu Tongcu meugetahui sinar terang itu molos dari antara banyak
sekali liang-liang kecil. Kembali si oranghutan berpekik keras mirip manusia tertawa, habis mana, dia mengeluarkan napas, atas mana tampak belasan panah hujan atau, hujan panah menyemprot melewati liang liang kecil itu. Begitu panah hujan itu lewat begitu terdengar satu jeritan yang menyedihkan lantas siraplah segala apa. Itulah jeritannya Lie Kui Wie Bauw yong Wan ketika dia terjatuh kedalam selokan Pek Tok Kan. Dalam tidak mengertinyaBu Beng Tongcu memegang tangan kanan si orang hutan dan menariknya. Dengan tiba tiba saja diatas kelangit, tampak terbukanya suatu pintu melihat mana tanpa bersangsi sejenak juga. Bu Beng Tongcu berlompat naik, geraknya cepat bagaikan terbang. Tapi baru ia nongol separuh badannya,
atau ia- melihat Tok Koan Im Hang Kie Bun berlompat masuk kedalam Bwee Hoa Po, benteng Bunga Bwee itu! Tidak ayal lagi, bee Beng Tongcu menyerang dengan "Cit Cit Bie Kwie Ie Cian, atas nama nyonya itu roboh seketika." Hampir berbareng dengan itu U Ie Kun disisi si bocah tak bernama. Melihat anak muda itu, Bu-Beng Tongcu mendadak tertawa tawar lantas lompat menerjang! Ie Kun tidak tau apa itu keistimewaan dari Bwee Hoa Po. akan tetapi dari kata katanya In Bong Siang Shia dan Lie Hui Wie Bouwyong Wan dapat ia menerka kirakira bahwa didalam ,benteng itu mesti terdapat sesuatu yang berharga untuk dari kaum Bulim. Maka itu, ketika mendadak ia melihat Bu Beng Tongcu muncul dengan tiba tiba dan dengan tiba tiba juga dia merobohkan Hek kie Bun ia heran, terkejut dan girang dengan berbareng Karena ini ia terlambat ketika diserang dengan sekonyong konyong itu, tak ada ketikanya buat ia menangkis atau berkelit Ia kaget sekali kalau ia ingat robohnya Tok Koan Im barusan Hanyalah kesudahannya mengherankan. Ie Kun terserang Cit Bu Kwie Ie Cian, ia tidak kurang suatu apa kecuali ia merasa sedikit pusing. Ia heran. Tapi tak kurang herannya Bu Beng Toogcu, yang serangannya yang hebat itu tidak mempan! Hanyalah Bu Beng Tongcu sadar dengan segera, gagal dengan serangannya yang pertama itu, lantas ia menyusul menyerang pula sekarang dengan Kim kut Sie, kipas bertulang emasnya itu. Begitu ia mengebat begitu terlihat seperti tujuh atau delapan buah kipas menutupi Ie Kun,
Dengan tak hentinya, menolaklah tenaga yang lunak tetapi kuat. Ie Kun insyaf akan bahaya Sambil bersiul ia mendak untuk berlompat berkelit. Ia pun lantas mengeluarkan Po Tak Kiam. pedang bambunya ia mengerti sibocah tidak bernama yang cebol ini tidak dapat dipandang ringan.
Justeru pedang bambu digeraki. justeru kipas bertulang emas telah meayambarnya. Sambil menyerang itu, Bu Beng Tongcu tertawa tawar. Segera kedua senjata bentrok, keduanya memperdengarkan suara yang nyaring dan mengalun. Ba Beng Tongcu tidak berhenti sampai disitu. Dia meneruskan, menyabet kelengan anak muda didepannya. Ie Kun berlaku waspada. Ia berkelit pula. Bu Beng Tongcu mandesak. Dia sangat gesit Karena sebatnya dia bertindak. dia dan lantas berada dibelakang orang! Lantas ia menyerang dongan pukulan Kong ciak Kay Pin atau "Burung merak mementang sayap." Ie Kun berkelit pula sambil ia mengasih dengar suara "Hm!" Ia bertindak siapa yang dinamakan garis tiong-kiong, akan maju ke garis bong-bun, pedangnya digeraki juga dalam gerakan ,Cay In Swie Hong atau Mega indah mengikuti angin Itulah caranya membela diri. Bu Beng Tongcu tertawa dingin. Dia melihat, meski Ie Kun bisa berkelit, tetapi berkelitnya secara tukar. Maka dia mendesak pula. kali ini dengan tangan kanan manotok ke jalan darah Ciauw yauw dan dengan tangan kiri menjambak pinggang kanan Lagi-lagi Ie Kun berkelit. Mulanya ia melindungi diri deagan tipu silat "Soan bong Kwee Kian" atau "Angin
puyuh melintasi selokan" pedaag bambunya dipakai menangkis. lalu ia lompat mencelat untuk lewat dia ia kepala penyerangnya itu. Bu Beng Tongcu terkejut. Dia tidak nyana dari gerakan si lawan, yang bukan mundur hanya maju. Dari terkejut, hatinya menjadi panas, lalu dia menjadi gusar Dia lantas lompat mundur. Ie Kun baru menaruh kakinya di tanah atau ia segera di serang si bocah tak bernama yang kipasnya dikibaskan dengan jurus "Heng Sauw Cian Kun" hampir ia tidak bisa menolong diri. baiknya ia masih bisa kelit, kekanan hingga ia berada dikirinya lawan yang ia terus serang dengan pedang bambunya, Sebagai sasaran dia mencari iga! Bu Beng Tongcu lihay. dapat dia berkelit. Setelah itu keduanya terus saling menyerang atau tubuh mereka berputaran sangat cepat baik kipas, maupun pedang saban-saban mengasi densar suara anginnya sebab kedua pihak sama sebatnya. Didalam ilmu ringan tubuh Ie Kun merasa ia terlebih unggul walaupun demikian ia tidak berani berlaku sembrono. Bu Bengcu sebaliknya meski kipasnya lihay iapun waspada, Tengah mereka berdua bertarung dahsyat itu mendadak mereka mendengar satu jeritan wanita Ie Kun lantas melirik, maka ia melihat satu makhluk bertubuh hitam mirip kera atau orang hutan telah mengeram tubuhnya Tok Koan Im yang terus dibawa lari. kearah Bwee Hoa Po, Ia menjadi kaget. Ia jemu terhadap nyonya itu, tetapi ia ingat budi orang yang terlebih besar daripada keburukannya terhadapnya, maka itu ingin menolongi, Begitulah disaat ada ketikanya yang baik dengan tiba-tiba ia lompat mundur
dari kalangan pertempuran, terus ia lompat lagi, untuk berlari menyusul makhluk luar biasa itu Sempat ia menyandak terus ia membacok ke arah kakinya makhluk itu. Bu Beng Tongcu melihat itulah si orang hutan kawannya yang membawa lari Tok-Koan Im Dia heran, tak tahu ia maksudnya, kawan itu Akan tetapi melihat si kawan terancam bahaya dia lompat untuk menolongi orang menangkis serangan pedang bambu itu. Ie Kun bergerak dengan cepat luar biasa ia membuat lawannya ketinggalan, pedangnya sudah menyerang dengan satu jurus dari "Soan hong Tay Pat-sie" "Delapan jurus angin puyu." Begitulah belum sampai kipasnya. sudah terdengar lima tumpuk Bwee melesak ke bawah tanpa suara apa hanya lima potong batu besar dan
Bu Beng Tongcu bekerja satu suara nyaring, Hoa Po, telah ambruk berikut si orang hutan, apa lagi! Sebagai gantinya tumpukkan terlihat rata mirip papan.
Ie Kun heran hingga ia heran menjublak mengawasinya. Bu Beng Tongcu tidak kalah herannya, dari pada Ie Kun tetapi dia tidak melengak saja. dengan Kim Kut Sie di tangannya, dia berjalan mundar mandir memeriksa kelima papan besi itu. rupanya buat mencari rahasianya untuk dia bisa membuka atau menyingkirkannya. Akan tetapi dia mondar-mandir sekian lama ia tidak mendapatkab apa juga Diapun mencoba mengetuk-ngetuk dengan kipasnya tetap tidak ada hasilnya Ie Kun mengawasi orang bekerja ia tahu si bocah tidak bernama ingin membuka tutup papan batu yang istimewa iiu, Lalu ia ingat halnya pedang bambunya dapat memecah
batu, seperti ia pernah mencobanya di-Toan Hua Kok lembah Nyawa putus. Tiba-tiba timbul keinginannya untuk mencoba pula Po Tek Kiam. pedang bambunya itu. Hanya memikir sebentar Ie Kun segera bekerja Mulanya ia bersiul nyaring lalu ia memutar ruangnya dan akhirnya, ia menyerang dengan jurus "Sie Hong Cwie Hie" atau "Angin keramat bertiup" Bentrokan pedang dengan pipa batu menemperdangarkan suara keras dan lelatu api berhamburan akan tetapi papan batunya tetap utuh Inilah diluar dugaan si anak muda, hingga ia jadi terbengong pula, Tak mungkin pikirnya penasaran Maka ia mengulangi serangannya kali ini empat kali beruntun dengan tenaga yang ditambah Mulanya mengulangi "Sin Hong Cwie Hie". Seterusnya dangau "Po Tiok Hiang" "Bambu pecah berbunyi Nyaring" "Han Hoat kwie ong" , Selaksa ilmu kembali ke asalnya." dan "Gin Ho Ho Han" "Bima Sakii Memancar!" Aneh luar biasa hebat papan batu itu! Dia tetap utuh sebagaimana asalnya! Saking heran Ie Kun mundur tercengang Ia bagaikan putus asa.
Justeru itu hebat sepak terjangnya Bu Beng Tongcu. Bocah ini menonton sekian lama, sekarang mendadak dia tertawa dingin, berulangulang lalu habis itu dengan mendadak juga dia lompat menyerang orang! Syukur Ie kun melihat lagak orang itu, Ia menjadi mendongkol, Sambil membentak Ia menyambut dengan pedangnya. Ia menggunakan pula satu jurus dari Sia -hong Tay pat Sie dicampur dengan tenaga dalam Bu Siang Sin Kang."
Bu Beng Tongcu rupanya tidak menyangka orang dapat bersiap sedia batal dia menyerang, dia lompat mundur dengan cepat. Tapi Ie Kun tidak dapat membatalkan tangkisannya yang pun berupa penyerangan, dia menuju terus dengan gerakannya itu Melihat demikian, Bu Beng Tongcu juga Mendongkol, Dia mengira orang keterlaluan Dia tidak mau memikir bahwa dialah yarg mulai menyerang terlebih dahulu, Dia lantas maju sambil menolak dengan kipas tulang berematan itu! Kedua senjata beradu dengan hebat, itulah suaranya nyaring, kedua pemiliknya juga tertolak mundur bersama sama. Dengan bengong mereka berdua berdiri berhadapan, diantara mereka ada sepotong papan batu, tutup dari liang batang yang amblas lenyap itu! Suasana mereka tidak berami lancang maju pula. Selang sekian lama maka tertawalah Bu Beng Tongcu yang terus berkata; "Pedang dan kipaa telah dicoba, sekarang marilah menukar lain cara!" Sembari berkata begitu sembari menantang ia menyelipkan kipasnya, dipinggangnya Ie Kun dapat menerka orang mau menukar senjata dengan tangan kosong, yaitu kekerasan dengan kelunakan. Ia bersedia meayambutnya walaupun ia menduga orang tentu hendak menggunakan ilmu silat Cit Sat Cwie Sim Ciang yang lihay itu ia hanya mereka keliru. Sebenarnya Bu Beng Tongcu memikir lain Sembiri tertawa dingin Ie Kun msnyimpan pedangnya lantas ia mengawasi. Bu Beng Tongcu menanti sampai lawan menyimpan pedangnya itu, dia tertawa dingin sembari tertawa dia mengajukan tubuhnya lalu tangannya diulur panjang
menyambar dengan gerakan "Kim Liong Tam Jiauw" "Naga emas mengulur cakar!" sasarannya ialah tangan lawan. Ie Kun heran, orang tidak menggunakan Cit Sat Cwie sim ciang Ia pula melibat suatu serangan yang biasa saja. Karena itu ia melesat berkelit tiada tindakan. Bu Beng Tongcu gagal dengan sembarangannya itu. Mungkin itulah ujian belaka sebab segera setelah itu dia menyerang pula dengan tangat capat dengan kedua dua tangannya. Karena mereka terpisah dalam jarak tiga tindak maka itulah pukulan di antara udara kosong. Ie Kun tetap heran. Ia merasa sambaran angin silir. Karena menerka orang menyembunyikan sesuatu ia bersiul seraya terus mengambil
sikapnya yaitu menjedot napas hingga dadanya melesak sesadah mendadak dia menyambar pula. Bu Beng Tongcu melihat sikap si anak muda mendadak dia menyambar pula. Mulanya Ie Kun memandang ringan ia bersenyum tawar maka kagetlah ia waktu ia melihat kedua belah tangan lawan itu yang warna kulitnya berubah menjadi ungu atau merahnya. Secepat kilat ia berkelit Setelah itu tanpa menanti sedetik juga ia membalas menyerang Tangan kanannya dilengkungkan tangan kirinya dikebalkan berbareng dengan itu sebelah kirinya terbang melayang ketiga. Sebenarnya Bu Beng Tongcu menyerang dengan "Pek Tok Sit Kut Ciang ilmu silatnya. Pek Tok Loojin yang berarti Seratus Racun Memamah Tulang. Dia tidak menyangka yang dia gagal bahkan segera dia dibalas diserang. Maka dia berkelit mundur sambil sebelah tangannya diajukan untuk
memapak kaki lawan untuk ditotok sedangkan dengan tangan yang lain dengan dua jerijinya dia menusuk ke mata lawannya itu! Ie Kun menggoyang kepalanya guna mengelit diri tapi berbareng dengan itu dengan tangannya ia membacok lengan penyerangnya! Bu Beng Tongcu awas dan cerdik dengan melengan dia membebaskan diri dari ancaman bahaya itulah tipu silatnya yang dinamakan "Ge Kian Kiauw In atau Sembari rebah melihat mega indah. Sembari melenggak ia sekalian lompat mundur beberapa tindak Meski ia tidak berhasil Ie Kun toh dapat membuat lawan mundur karena itu ia meneruskan merangsak. Ia lompat dengan ilmu ringan tubuh. Keng Hong Houw In atau Angin enteng mega mengambang dengan kedua tangannya ia menyerang pula. Bu Beng Tongcu tidak menyangka bahwa dia bakal dirangsak hingga dia kena didulukan akan tetapi dia tidak menjadi gugup atau tidak berdaya dia terus membentak sambil kedua tangannya diajukan. Dia mau menangkap tangan lawan itu. Ie Kun selalu bersiap sedia dan waspada ia menyelamatkan tangannya mundur untuk teras berputar maka di lain detik ia dapat mgayerang pula menolak dengan keras. Kali ini ia menggunai tipu silat Cian Rouw Liu Tong atau Tambur pedang mengguntur Inilah serangan yang mengandung tenaga besar. "Poan Jiak Tay Lek" dan sasarannya ialah lima jalan darah di dada lawan. Bu Beng Tongcu dapat melihat bahaya mengancam padanya tetapi dia tidak takut bahkan sebaliknya dia menyambuti, Begitulah sudah terjadi selagi angin dari gerakan tangan kedua pihak saling alir tangan mereka juga
bentrok dengan nyaring. Saking liehaynya si jebol juga bisa menangkap tangan lawannya itu. Hingga kejadian mereka berkutat saling tarik! Justeru itu mendadak terdengar pekik dari sisi kanan. Bu Beng Tongcu terkejut dan parasnya berubah. Ie Kun terkejut juga. Inilah sebab ia tahu itulah suaranya Cit Sat Im Siu dan kawan-kawannya. Mesti begitu, keduanya sama-sama tidak mau mengalah, sama-sama mereka masih berkutat terus.
Agaknya bu Beng Tongcu tidak sabaran, dengan tangan kirinya, dia mengeluarkan kipas dipinggangnya. Ie Kun melibat gerakan orang ia kaget maka iapun lekas-lekas mengeluarkan pedangnya juga. Suara pekik tadi terdengar pula, datang dari jauh dan lalu mendekati, lalu samar-samar tampak tiga sosok tubuh dalam rupa bayangan hitam. Kembali keduanya terperanjat. Lantas keduanya sama-sama menarik dan menolak Menarik untuk melepaskao diri, menolak untuk menyerang Itulah saat mereka berdua hendak memisahkan diri. Kim Kut Sie menyelusup kepaha atau dengkul Ie Kun, dan pedang Po Te kiam menusuk kelengan kanannya Bu Beng Tongcu Kesudahannya duaduanya kaget sekali, terasa dada mereka masing mising bergolak, setelah keduanya menjerit "Aduh!" terus sama sama mereka roboh dialas papan batu yang lebar itu. Darahpun mengalir keluar dari dengkul dan lengan mereka masing masing. Kipas dan pedang tetap menggeletak disisi mereka itu. Ketiga bayangan hitam tadi sementara itu mendatangi semakin dekat.
Ie Kun masih sadar, hanya matanya dapat melihat samar-samar. Melihat dari gerak geriknya, ia menduga kepada Cit Sat Im Siu. Thian Toojin dan Tiat Ciang Pu Thian Bin, Mereka itu mengenakan pakaian hitam dan muka mereka tertutup rapat hingga tidak nampak melainkan sinar matanya. Bahkan didepan mata mereka ada alingan lagi serupa benda yang terang. Maka teranglah mereka berpakaian demikian rupa untuk menyelamatkan diri dari serangan racun, atau kabut beracun dari kali Pek Tok Kian. Didalam keadaannya tak berdaya itu mau atau tidak si anak muda berkuatir. ... Bertepatan itu waktu sekonyong konyong terdengar seruann nyaring halus yang disusul cepat dengan tibanya lagi enam orang. Mendengar suara itu diam-diam sianak muda girang Tapi justeru ia bergirang justeru darahnya bergolak mendadak ia pingsan! Disaat anak muda ini mulai tak sadarkan diri ia sempat mendengar Cit Sat Im Sin yang sudah datang dekat tertawa dan berkata: "Tidak kusangka bahwa turunan celaka dari Tiat Kiam Sie seng dari Toan Hui Kok hanya di lembah Pek Tok Kan ini bahwa mereka justeru saling bunuh! Maka sungguh benar mereka kakak dan adik yang empes.... Cuma sampai disitu Ie Kun tidak mendengar apa apa lagi sedangkan waktu ia mendusin ia tidak melihat lagi ketiga orang itu Cit Sit Im Siu Thian Tie Too jin dan. Pui Thian Bin Sebaliknya orang orang yang merubung ia dan Bu Beng Tongcu . yalah enam orang dengan pakaian serba putih, Melihat dari potongan tubuh mereka itu Ie Kun menerka kcpada Bu Tim Siangjin, Tang Hay Kie In, Lay Ong Sin Kau Yo Thian Hoa. serta dua orang wanita yaitu Pek-Giok Kongcu dan Pek Ie Lie Bun Hong,
"Ah ia sadar demikian seruannya Bun Hong selekasnya si anak muda ingat akan dirinya. Nampak nona itu girang luar biasa hingga ia melupakan segala apa ia sudah lantas memeluk dan merangkul pemuda kita pada dadanya.
Menyaksikan demikian Pek Giok Kong-cu tertawa dingin dan berpating ke lain arah! Ie Kun hendak membuka mulut untuk menghaturkan terima kasih atau..." Tang Hay He in mencegahnya seraya berkata: "Jangan bicara! Jangan bergerak! Dari tujuh butir pil mustajapku dua kau telah telan sekarang kau menelan pula dua butir lainnya! Aku Mendengar demikian sambil tertawa Lay Ong memotong: "Jangan berpikiran cupat!" Baru orang tua itu berkata, atau mendusinlah Bu Beng Tongcu Dia membuka matanya, dia mengawasi orang banyak disekitarnya, lantas dia hendak berbangkit. Melihat demikian, Bu Tim Siangjin lompat maju sambil menotok otot gagu bocah itu, maka dia rebah terus dengan cuma mementang kedua belah matanya! Orang melihat pada alisnya bocah itu, ada tai lalat merah dadu yang sama dengan tai lalatnya Ie Kun. Sedangkan darah mereka itu bercampuran menjadi satu, tidak kali satu dari lain. Melihat tai lalat dan darah itu, Bu Tim Siang jin menyerukan Sang Budha hanya seruan itu tidak dimengerti semua hadirin lainnya kecuali Lay Ong. Dengan lewatnya sang waktu, mukanya Ie Kun dan Bu Beng Tongcu berobah dari pucat menjadi merah, lalu peluhnya bercucuran.
Tang Hay He In lantas bekerja, Ia meraba sianak muda. untuk mengurut supaya napasnya menjadi lurus setelah mana ia menyuruh sianak muda sendiri melanjuti memelihara dirinya sendiri. Habis menolongi Ie Kun. Tang Hay Hie In menolong juga Bu Beng Tongcu, yang iapun menyuruh duduk bersemadhi, guna memulihkan kesehatannya. Selesai bersemadhi, Ie Kun merasa dirinya sehat seperti biasa. Ia lantas memberi hormat pada semua orang sambil menghaturkan terima kasihnya. Bu Beng Tongcu pulih kesehatannya selagi Ie Kun menghaturkan terima kasih Dengan mendadak dia menyambar kipasnya dengan apa dia terus menyerang pula anak muda itu! Dia menggunakan tipu silat "Ie Ta Pa ciauw" atau "Hujan menimpa pobon pisang" Lay Ong melihat aksinya si cebol yang berkeras hati, tidak menanti serangan dia itu mengenai sasarannya, ia mendahului menotok pula yaitu dua otot gagunya, atas mana bocah ini roboh kembali, sebab dengan mendadak kaki tangannya menjadi kehabisan tenaga. Bu Tim Siangjin menoleh pada Sin Kay thian Ho, matanya memain, maka Yo Thian Hoa memondong bangun Bu Beng Tong co, untuk ditolongi dikasi berduduk. Ssgera Bu Tim menjemput Pek Kut Sie, terus ia kata dengan sungguh sungguh: "Hitungan manusia tak dapat melawan hitungan Thian! Kipas Kim Kut Sie dari Pek Tok Loo jin ini telah didapat ini bocah berandalan, maka itu, mungkin sekali dia telah mengetahui semua rahasianya Bwee Hoa Po,..." Berkata begitu orang beribadat ini menunjuk pada mayat-mayatnya In Bong Siang Shia dan BouwYong Wan
untuk menyambungi berkata: "Rupa rupanya mereka itu datang ke Bwee Hoa Po dengan serupa maksudnya....