SPORTS MEDICINE: ADAPTASI PADA OTOT RANGKA SETELAH MELAKUKAN LATIHAN BEBAN (HIGH-RESISTANCE EXERCISE) DAN OLAHRAGA KETAHANAN OTOT (ENDURANCE EXERCISE)
LENY PURNAMASARI 14711018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA DESEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “SPORTS MEDICINE: Adaptasi Pada Otot Rangka Setelah Melakukan Latihan Beban (High-Resistance Exercise) dan Olahraga Ketahanan Otot (Endurance Exercise)” dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi penugasan Blok Sistem Saraf dan Muskuloskeletal (1.2) tahun pembelajaran 2014/2015. Referat ini dapat dapat tersusun berkat bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya akan mengucapkan terima kasih, khususnya kepada : 1. Allah SWT yang telah memberi Rahmat dan Hidayah-Nya. 2. Keluarga yang selalu memberi doa, dukungan dan segala kasih sayangnya. 3. Ketua blok 1.2 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, dr. Zainuri Sabta Nugraha, M.Sc. 4. Dr. Ety Sari Handayani, M.kes selaku tutor pada tutorial 10 dan sebagai pembimbing pada pembuatan referat ini. 5. Teman-teman tutorial 10 yang telah membantu dan menemani hingga tersusunnya karya tulis ini. 6. Teman-teman fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2014. 7. Tidak lupa kepada seluruh pihak yang telah membantu sampai karya tulis ini terselesaikan. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Seperti kata pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”. Akhirnya saya mohon kritik dan saran yang membangun sebagai pedoman saya dalam
1
melangkah ke arah yang lebih baik. Semoga referat ini dapat berguna bagi kita. Amin. Yogyakarta, 11 Desember 2014 Penulis DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................2 DAFTAR ISI.....................................................................................2 SPORTS MEDICINE:........................................................................2 Adaptasi Pada Otot Rangka Setelah Melakukan Latihan Beban (High-Resistance Exercise) dan Olahraga Ketahanan Otot (Endurance Exercise)..........................2 Adaptasi Otot Rangka Terhadap Latihan Beban (HighResistance Exercise)...........................................................2 1. Adaptasi Fungsi..............................................................2 2. Adaptasi Ukuran dan Struktur........................................2 3. Adaptasi Neuralogical.....................................................2 4. Adaptasi Metabolik.........................................................2 5. Adaptasi Hormonal.........................................................2 Adaptasi Otot Rangka Terhadap Latihan Ketahanan (Endurance Exercise)..........................................................2
Regulasi Biogenesis Mitokondria....................................2
Ekspresi GLUT4...............................................................2
KESIMPULAN..................................................................................2 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................2
2
3
SPORTS MEDICINE: Adaptasi Pada Otot Rangka Setelah Melakukan Latihan Beban (High-Resistance Exercise) dan Olahraga Ketahanan Otot (Endurance Exercise) Olahraga merupakan suatu kegiatan yang memerlukan tulang dan otot sebagai alat penggeraknya. Terdapat dua jenis olahraga berdasarkan pengaruhnya terhadap otot yaitu; 1) latihan
beban
(High-Resistance
Exercise)
yang
merupakan
olahraga intensitas tinggi dalam waktu yang pendek dengan frekuensi latihan yang rendah, contohnya latihan angkat barbell dan 2) latihan ketahanan (Endurance Exercise) atau biasa dikenal latihan aerobik dengan intensitas latihan rendah dalam durasi yang panjang dan frekuensi latihan yang tinggi contohnya lari maraton. Latihan beban (High-Resistance Exercise) berdampak pada peningkatan massa dan kekuatan otot sedangkan latihan ketahanan (Endurance Exercise) meningkatkan ketahanan otot terhadap kelelahan (McCarthy and Esser, 2012:911). Otot
merupakan
alat
gerak
aktif
yang
memiliki
kemampuan untuk berkontraksi dan berelaksasi untuk dapat menggerakkan
tulang
dengan
serangkaian
proses
yang
kompleks. Otot terdiri dari serat-serat otot, satu serat otot merupakan satu sel otot rangka yang mengandung banyak inti sel yang terletak di tepi serat otot. Serat otot terdiri dari kumpulan myofibril yang memiliki zona terang (Pita I hanya mengandung filament tipis) dan zona gelap (Pita A mengandung filament tebal dan filmen tipis) yang menyebabkan serat otot terlihat lurik-lurik. Kontraksi otot terjadi jika terdapat potensial aksi dari sel saraf ke serabut otot melepaskan neurotransmitter yang akan berjalan melalui neuromuscular junction dan berikatan dengan reseptor di sarcolemma. Kemudian kanal Na + terbuka dan terjadi depolarisasi membran sehingga potensial aksi
4
berjalan menuju reticulum sarkoplasma menyebabkan lepasnya Ca2+, Ca2+ akan berikatan dengan troponin sehingga tropomyosin bergeser dan terjadilah pemendekan zona H. pada saat Ca 2+ berikatan
dengan
troponin,
aktin
akan
berikatan
dengan
jembatan silang pada myosin sehingga myosin dapat menarik aktin
menuju
garis
M
pada
tengah
sarkomer
dengan
membutuhkan energi berupa ATP. Kemudian ikatan myosin terlepas
dan
menggesernya
kepala lagi
myosin begitu
akan
mengikat
seterusnya
aktin
seperti
dan
gerakan
mengayuh, siklus ini berjalan selamanya Ca2+ dan ATP masih tersedia (Sherwood, 2007). Menurut Egan dan Zierath (2013:163) otot rangka memiliki dua tipe serat otot, yaitu serat otot lambat (tipe I) dan serabut otot cepat (tipe II). Serat otot tipe I disebut juga serat oksidatif lambat, memiliki kontraksi kedutan secara lambat dan karakteristik metabolik oksidasinya tinggi. Serat ini mengandung myoglobin, mitokondria, dan pembuluh darah dalam jumlah yang besar yang menyebabkan serat ini berwarna merah (Tortora dan Derrickson, 2009). Tenaga yang dihasilkan serat ini lemah tetapi memiliki ketahanan terhadap kelelahan yang tinggi sehingga tipe serat otot ini dominan untuk olahraga intensitas rendah dengan durasi yang panjang seperti latihan ketahanan (Endurance Exercise) (Egan dan Zierath, 2013:164). Serat otot tipe II diklasifikasikan menjadi serat otot tipe IIa (serat oksidatifglikolitik cepat) memiliki kontraksi kedutan yang cepat dan karakteristik metabolik dengan cara oksidatif dan glikolitik. Pada serat ini kandungan myoglobin, mitokondria dan pembuluh darah berjumlah banyak tetapi tidak sebanyak serat otot tipe I sehingga serat ini berwarna lebih merah muda. serat ini menghasilkan tenaga yang cukup kuat dan ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi. Olahraga yang dominan untuk serat ini yaitu olahraga intensitas tinggi dengan durasi yang sedang. Tipe 5
serat otot lainnya yaitu serat otot tipe IIx (serat glikolitik cepat), serat ini berkontraksi cepat dan metaboliknya secara glikolitik. Kandungan
myoglobin,
mitokondria
dan
pembuluh
darah
berjumlah sedikit sehingga serat ini tampak berwarna putih (Tortora dan Derrickson, 2009). Ketahanan
terhadap kelelahan
serat ini rendah tetapi tenaga yang dihasilkannya kuat sehingga serat ini dominan untuk olahraga intensitas tinggi seperti latihan beban (High-Resistance Exercise) dengan durasi yang pendek (Egan dan Zierath, 2013:164). Otot rangka memiliki kemampuan adaptasi sebagai respon terhadap perubahan yang tejadi. Perubahan ini dapat berupa perubahan bentuk dan ukuran otot seperti otot pada binaragawan, tetapi berbeda dengan atlet pelari maraton dimana bentuk ototnya tidak membesar seperti otot binaragawan. Adaptasi yang terjadi pada otot rangka dapat berupa adaptasi neurological,
adaptasi
struktural
dan
adaptasi
metabolik
(Lesmana, 2012). Adaptasi ini bergantung pada jenis olahraga yang dilakukan, berikut akan dibahas mengenai adaptasi otot terhadap latihan beban (High-Resistance Exercise) dan latihan ketahanan (Endurance Exercise). Adaptasi Otot Rangka Terhadap Latihan Beban (HighResistance Exercise) Pada latihan beban, serabut otot rangka yang digunakan adalah serat tipe IIx (serat glikolotik cepat) dimana dapat menghasilkan tenaga yang maksimal pada saat berkontraksi. Menurut McCarthy dan Esser (2012) peningkatan kekuatan otot dapat meningkat sekitar 10-14% dalam waktu 8-12 minggu dengan cara latihan beban sebanyak tiga set dengan 8-12 kali repetisi minimal tiga kali latihan perminggu. Persentase kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kondisi latihan, jumlsh serabut otot yang digunakan, jenis kelamin dan umur (McCarthy dan Esser, 2012). 6
Menurut Plowman dan Smith (2011:572-575) adaptasi otot yang terjadi pada latihan beban berupa; 1. Adaptasi Fungsi Jika otot terus dilatih maka otot akan terus bertambah kuat dan memiliki ketahanan yang meningkat. Menurut Haskell et al, (Plowman dan Smith, 2011:572) Latihan beban minimal 2 kali seminggu dapat menambah kekuatan dan ketahanan otot sekitar 25-100%. Dalam penelitian Rønnestad et al(2007), pada grup otot tubuh bagian atas peningkatan ketahanan terhadap kelelahan sekitar 25% dimana peningkatan tersebut tidak dipengaruhi jumlah set latihan yang dilakukan. Berbeda dengan grup otot tubuh bagian bawah dimana semakin banyak jumlah set latihan yang dilakukan maka ketahanan terhadap kelelahan otot lebih cepat meningkat sekitar 40%. 2. Adaptasi Ukuran dan Struktur
Respon adaptasi yang paling terlihat dari latihan beban (High-Resistance Exercise) adalah bertambahnya massa otot (hipertrofi otot) yang merupakan peningkatan jumlah filamen aktin dan myosin dalam myofibril sehingga menyebabkan membesarnya diameter serabut otot (Guyton dan Hall, 2007). Peningkatan
cross-sectional
area
(CSA)
pada
serabut
otot
sebagai hasil dari peningkatan sintesis dan bertambahnya muatan protein myofibril serta perubahan serat oksidatif-glikolitik cepat (tipe IIa) ke serat glikolitik cepat (tipe IIx). Pada jaringan ikatnya adaptasi yang terjadi berupa meningkatnya sintesis kolagen dan penguatan jaringan ikat disekitar otot (Plowman dan Smith, 2011:572).
3. Adaptasi Neuralogical Adaptasi
ini
terjadi
secara
alami
menyebabkan
peningkatan kekuatan otot secara dramatis (Lesmana, 2012).
7
Perubahan yang terjadi berupa peningkatan kerja saraf pada otot, sinkronisasi terhadap aktivasi rekruitmen motor unit dan penghambatan dari mekanisme refleks tendon Golgi. Refleks tendon golgi yang merupakan batasan kontraksi otot dicegah oleh inhibitor pada saraf motorik untuk mengurangi batasan limit kontraksi
maksimal
sehingga
otot
dapat
menahan
beban
melebihi berat beban semula (Plowman dan Smith, 2011:573). 4. Adaptasi Metabolik Adaptasi metabolik yang terjadi adalah mekanisme membesarnya diameter otot (hipertrofi) karena peningkatan muatan protein di sarkomer (McCarthy dan Esser, 2012:912), dan peningkatan
pembuatan
ATP
dari
metabolisme
anaerobic.
Ketersediaan sumber energi pada otot juga meningkat dengan peningkatan penyimpanan phosphocreatine (PC) dan glikogen pada otot, dan peningkatan jumlah enzim-enzim pengurai seperti creatine phosphokinase (Plowman dan Smith, 2011:575) 5. Adaptasi Hormonal Proses katabolisme secara besar-besaran yang terjadi pada saat olahraga dikembalikan dengan proses anabolisme yang
besar
pada
masa
setelah
olahraga.
Proses
ini
mempengaruhi sistem neuroendokrin yang menjadi memicu respon
hormon.
Adaptasi
dari
resting-level
hormon
yang
meningkat yaitu hormone insulin-like growth factor (IGF-1) yang berperan dalam penambahan massa otot, dan
perubahan
resting-level dari hormon testosteron (Plowman dan Smith, 2011:575).
Adaptasi Otot Rangka Terhadap Latihan Ketahanan (Endurance Exercise) Otot rangka tipe I (serat oksidatif lambat) sangat berperan dalam olahraga ini. Adaptasi yang terjadi berupa
8
adaptasi fungsi, adaptasi struktural, dan adaptasi metabolik. Berbeda
dengan
adaptasi
otot
latihan
rangka
beban
pada
(High-Resistance
latihan
ketahanan
Exercise)
lebih
pada
pernyesuaian fungsi dan struktur otot untuk dapat melakukan kontraksi dalam waktu yang lama. Sehingga pada atlet pelari maraton otot yang terbentuk tidaklah besar seperti binaragawan. Adaptasi yang terjadi berupa peningkatan kapasitas oksidasi otot dengan peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada otot yang
diatur
dalam
regulasi
biogenesis
mitokondria
dan
peningkatan proses metabolik sel otot yang diatur dengan regulasi ekspresi Glukosa Transporter isoform 4 (GLUT4) yang merupakan sistem transportasi glukosa pada membran sel otot (Baar, et al, 2002).
Regulasi Biogenesis Mitokondria Proses pembentukan mitokondria pada sel otot di
aktivasi
oleh
PGC-1α
(peroxisome
proliferative
activated
receptor, gamma, coactivator 1 beta) yang terinduksi sinyal dari kontraksi
otot.
PGC-1α
akan
berinteraksi
dengan
PPAR
(peroxisome proliferator activated receptor) dan NRF (nuclear respiratory factor) untuk meregulasi ekspresi gen untuk memulai transkripsi dan translasi mitokondria (McCharty dan Esser, 2012:915). Pada gambar 1 terlihat bahwa proses kontraksi otot menghasilkan
sinyal
yang
kompleks hingga PGC-1α
menyebabkan
terjadinya
proses
menginduksi terjadinya regulasi
biogenesis mitokondria.
9
Sumber: McCarthy dan Esser, 2012
Gambar 1 Regulasi PGC-1α terhadap adaptasi otot rangka setelah latihan ketahanan (Endurance Exercise)
Ekspresi GLUT4 Adanya PGC-1 yang meningkat menyebabkan
terstimulusnya GLUT4. Stimulus GLUT4 dapat juga berupa penurunan level ATP pada otot dan aktivasi AMP kinase (Baar, et al, 2002). GLUT4 merupakan gerbang masuknya glukosa kedalam sel otot. Peningkatan GLUT4 menyebabkan transportasi glukosa kedalam sel otot akan semakin cepat sehingga kebutuhan pembentukan energi (proses oksidasi) akan cepat terpenuhi (Baar, et.el., 2002). Perbandingan pengaruh adaptasi latihan beban (HighResistance Exercise) dan latihan ketahanan (Endurance Exercise) menurut Egan dan Zierath (2013:166) dapat dilihat dalam table berikut:
10
Perubahan yang terjadi
Latihan Beban (RE)
Hipertrofi otot
Meningkat
Kekuatan dan daya otot
Meningkat
Ukuran serat otot
Meningkat
Adaptasi neurological
Meningkat Cukup
Kapasitas anaerobik
meningkat
Sintesis protein myofibril
Meningkat
Latihan Ketahanan (EE) Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah Sedikit meningkat Tidak
Tidak
berubah Cukup
berubah Tidak
meningkat Cukup meningkat
Kepadatan mitokondria dan fungsi
berubah Tidak
oksidatifnya Kapasitas ketahanan terhadap
berubah Tidak
kelelahan
berubah
Sintesis protein mitokondria Kepadatan pembuluh darah
meningkat meningkat
Sumber: Egan dan Zierath, 2013
Tabel 1. Perbandingan adaptasi dan manfaat kesehatan antara latihan aerobic dan latihan beban. KESIMPULAN 1. Berdasarkan pengaruhnya terhadap otot, olahraga dibedakan menjadi dua tipe yaitu latihan beban (High-Resistance Exercise) dan latihan ketahanan (Endurance Exercise) 2. Otot merupakan alat gerak aktif yang dapat berkontraksi dan berelaksasi untuk menggerakkan tulang. 3. Serabut otot rangka diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu serat tipe I (serat oksidatif lambat), serat tipe IIa (serat oksidatifglikolitik cepat), dan serat tipe IIx (serat glikolitik cepat).
11
4. Adaptasi otot rangka terhadap latihan beban (HighResistance Exercise) berupa adaptasi fungsi, adaptasi ukuran dan struktur, adaptasi neurological, adaptasi metabolik dan adaptasi hormonal. 5. Adaptasi otot rangka terhadap latihan ketahanan (Endurance Exercise) berupa adaptasi fungsi, adaptasi struktural, dan adaptasi metabolik. 6. Pada latihan beban (High-Resistance Exercise) perubahan yang menonjol adalah bertambahnya massa otot (hipertrofi). 7. Perubahan otot pada latihan ketahanan (Endurance Exercise) berupa peningkatan kapasitas oksidatif dalam pengaturan regulasi biogenesis mitokondria dan regulasi ekspresi GLUT4. 8. Perbedaan pada adaptasi latihan RE dan EE terdapat pada hipertrofi otot, kekuatan dan daya otot, ukuran serat otot, adaptasi neurological, kapasitas anaerobic, sintesis protein myofibril, sintesis protein mitokondria, kepadatan pembuluh darah, kepadatan mitokondria dan fungsi oksidatifnya, dan kapasitas ketahanan terhadap kelelahan yang memiliki pengaruh yang berbeda-beda. 9. Otot memiliki kemampuan adaptasi dengan proses yang kompleks dimana karakteristik adaptasi tersebut bergantung pada kebutuhan individu yang menjalani latihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baar, K., et. al. 2002. Adaptations of Skeletal Muscle to Exercise: Rapid Increase in The Transcriptional Coactivator PGC-1, FASEB J., 0892-6638/02/0016-1879 2. Egan, B., Zierath, J.R. 2013. Exercise Metabolism and the Molecular Regulation of Skeletal Muscle Adaptation. Cell Metabolism. 10.1016/j.cmet.2012.12.012 12
3. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Text Book of Medical Physiology). edisi 11. Irawati, et al (alih bahasa). EGC. Jakarta. 4. Lesmana, S.I. 2012. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Fakultas Fisioterapi. Universitas Esa Unggul. 5. McCharthy, J.J., Esser, K. A. 2012. Muscle Fundamental Biology and Mechanism of Disease. Hill, J. A., Olson, E. N. (editor). Elsevier Inc., Canada. 6. Plowman, S.A., Smith, D.L. 2011. Exercise Physiology for Health, Fitness, and Performance. 3rd ed.,Lippincott Williams & Wilkins,a Wolters Kluwer business. China. 7. Rønnestad B.R., et al. 2007. Dissimilar effects of one- and three-set strength training on strength and muscle mass gains in upper and lower body in untrained subjects. Journal of Strength and Conditioning Research. 21(1):157-163(2007). 8. Sherwood, L, 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. edisi 6. Pendit, B.U. (alih bahasa). EGC. Jakarta. 9. Tortora, G.J., Derrickson, B., 2014. Principles of Anatomy and Physiology. 14th ed., John Wiley & Sons Inc, USA.
13