Kemandirian Anak Tunggal Juli Kurniawati Wiraswasta Malang Abstract: Single child has a position as the only child in the family, so getting the love, care and full facilities of the parents. So that the independence of the child is very interesting to study. The sample was 4 at the age of 12-15 years. The research aims to determine the status of a single child's independence at early teens. The method used is qualitative research. From the research 3 of 4 subjects studied possess independence, whereas one subject does not possess the independence. Key Words: Autonomy and Only Child Abstrak: Anak tunggal memiliki kedudukan sebagai satu-satunya anak di dalam keluarga, sehingga mendapatkan kasih sayang, perhatian dan fasilitas penuh dari orang tua. Sehingga kemandirian anak tunggal sangat menarik untuk diteliti. Sampel yang digunakan berjumlah 4 orang dengan usia 12-15 tahun. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal. Metode yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif. Dari hasil penelitian 3 dari 4 subyek yang diteliti memiliki sifat kemandirian, sedangkan 1 subyek tidak memiliki sifat kemandirian. Kata Kunci: Kemandirian dan Anak Tunggal Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap tergantung kearah kemandirian. Pada mulanya seorang anak akan bergantung pada orangorang disekitarnya terutama orang tua hingga waktu tertentu. Kemudian secara perlahanlahan anak melepaskan ketergantungan sehingga tercapailah kemandirian. Tercapainya kemandirian akan menjadi seseorang tidak tergantung pada orang-orang disekitarnya, anak akan mampu mengatur dirinya secara bertanggung jawab, mengambil keputusan Alamat Korespondensi: Juli Kurniawati E-Mail:
[email protected] 76
secara mandiri, juga mampu memaknai seperangkat prinsip-prinsip nilai. Rice mengemukakan pencapaian kemandirian bagi remaja merupakan sesuatu hal yang tidak mudah, karena pada remaja terjadi pergerakan psikososial dari arah lingkungan keluarga menuju lingkungan luar keluarga. Remaja berusaha melakukan pelepasan-pelepasan yang selama ini dialami pada masa kanak-kanak dengan segala sesuatunya serba diatur dan ditentukan oleh orang tua. Pemutusan ikatan infantil yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami bagi kedua belah pihak baik remaja maupun orang tua (Aspin: 2007).
76 2 DESEMBER 2013 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR
Kemandirian Anak Tunggal
Pencapaian kemandirian memang bukan hal yang mudah bagi remaja, namun kemandirian tetap harus diraih karena kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan selanjutnya. Keberhasilan remaja dalam mencapai kemandirian memerlukan reaksi-reaksi yang tepat dari keluarga dan orang-orang disekitarnya. Tuntutan yang besar terhadap kemandirian memang muncul pada masa remaja, namun kemandirian perlu ditanamkan sejak usia dini. Mu’tadin (2002) mengemukakan kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terusmenerus dan dilakukan sejak dini. Pernyataan Mu’tadin mengisyaratkan keluarga memiliki peran penting dalam mengembangkan kemandirian seseorang, keluarga tempat individu tinggal bersama sejak kecil merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi individu. Orang tua merupakan pemegang peranan utama disebuah keluarga dalam mengasuh dan membimbing remaja untuk meraih kemandirian. Diperlukan keluarga yang mampu mengasuh dan membimbing remaja kearah kemandirian agar kemandirian remaja berkembang dengan baik. Orang tua yang kurang memberikan kesempatan kepada remaja untuk belajar membuat keputusan secara tepat dapat membuat remaja cenderung menggantungkan pengambilan keputusan secara tepat kepada orang lain meskipun keputusan tersebut berkaitan dengan kepentingan tanpa berusaha untuk mengambil keputusan secara mandiri . Mu’tadin (2002) menyatakan kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Ali dan Asrori (2011) menyatakan pola ISSN : 0853-8050
asuh sebagai salah satu faktor yang sering disebut korelat bagi perkembangan kemandirian. Korelat-korelat yang dimaksud meliputi gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan dimasyarakat. Berdasarkan jenis-jenis pola asuh sebagaimana disebutkan oleh Baumrind dalam Steinberg (2002) pola asuh yang diterapkan orang tua adalah pola asuh authoritarian, permissive-indulgent dan permissiveindifferent. Steinberg (2002) mengutip pendapat beberapa ahli mengenai karakteristik remaja terkait dengan pola asuh yang diterapkan orang tua sebagai berikut: pemuda yang diasuh dalam rumah tangga yang authoritative lebih kompeten dalam psikososial dibandingkan sebayanya yang diasuh dalam rumah tangga yang authoritarian, indulgent atau indifferent. Remaja yang diasuh dalam rumah tangga authoritarian, kondisinya berlawanan, mereka lebih tergantung, lebih pasif, adaptasi sosial rendah, penjagaan dirinya rendah dan keingintahuan intelektualnya rendah. Banyak remaja yang diasuh dalam rumah tangga indulgent sering kali memiliki kematangan yang rendah, lebih tidak bertanggung jawab, lebih mengikuti kelompoknya dan memiliki kemampuan yang minim dalam hal kepemimpinan. Banyak remaja yang diasuh dalam rumah tangga yang indifferent sering kali impulsif dan lebih berpeluang terlibat dalam perilaku kenakalan dan dalam pengalaman seks sebelum waktunya, obat-obatan terlarang dan alkohol. Sarwono (2008) mengungkapkan mengenai kondisi kemandirian anak-anak di Indonesia: rasa ketergantungan pada orang tua dikalangan anak-anak Indonesia lebih besar lagi karena memang dikehendaki oleh orang 77
Juli Kurniawati
tua. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh psikolog bangsa Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti sejumlah 20-403 orang tua diseluruh dunia. Dalam penelitian itu terbukti bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda mengharapkan anak menurut pada orang tua (Jawa: 88%, Sunda 81%). Demikian juga peran ayah dari kedua Suku tersebut berharapan yang sama (Jawa: 85%, Sunda: 76%). Harapan itu berbeda keadaannya dari bangsa-bangsa Korea, Singapura dan Amerika Serikat. Pada bangsa-bangsa tersebut lebih banyak orang tua yang berharap agar anaknya bisa mandiri (Ibu Korea:62%, Ibu Singapura:60%,Ibu Amerika Serikat:51%, ayah Korea:68%, ayah Singapura:69%, ayah Amerika Serikat:43%). Gambaran kondisi kemandirian anak-anak Indonesia seperti dipaparkan pada hasil penelitian C. Kagitcibasi menunjukkan kemandirian anakanak Indonesia terkait dengan perlakuan orang tua merupakan salah satu masalah yang patut mendapatkan perhatian. Demikian juga anak tunggal di Indonesia dimungkinkan besar sekali menurut kepada orang tuanya,mitositu yaitu: anak tunggal selalu agresif, pendiam tidak suka bercanda, punya teman khayalan, manja, egois, menang sendiri, sulit mandiri dan kekanak-kanakan atau terkadang cepat dewasa. Setiap anak mempunyai tempat yang unik dalam keluarga. Sering kita mengenal adanya anak sulung, anak bungsu, anak tengah, ataupun anak tunggal. Bila kita mendengar anak sulung maka asosiasi kita adalah anak yang cepat dewasa, berwibawa dan lain-lain. Bila kita mendengar anak bungsu maka asosiasi kita adalah anak yang manja, tidak tegas serta lemah lembut. Begitu pula bila kita mendengar tentang anak tunggal,yaitu sudah lama masyarakat pada umumnya dan 78
pendidik pada khususnya, merasa bahwa anak tunggal dalam keluarga mengalami banyak kesulitan. Benarkah demikian ? Berbicara mengenai sebab terjadinya anak tunggal perlu diperjelas terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud atau disebut seorang anak sebagai anak tunggal. Anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri hanya memiliki seorang anak saja. Menurut Gunarsa (2008) Terbentuknya situasi anak tunggal ini disebabkan macammacam kemungkinan. Secara garis besar ada dua kemungkinan sampai terbentuknya status anak tunggal. Pertama, disebabkan kehadiran anak tunggal tersebut memang direncanakan. Berarti sudah sejak semula diharapkan hanya memiliki satu orang saja. Yang kedua, kehadiran anak tunggal tersebut tidak direncanakan, hal ini berarti orang tua sejak semula, sejak sebelum menikah sudah bercitacita memiliki anak lebih dari satu tetapi karena sesuatu sebab maka sepanjang hidup orang tua tersebut hanya berhasil memperoleh seorang anak saja. Sedangkan Kaplan (2003) mengatakan terbentuknya kondisi anak tunggal mungkin disebabkan sebagai berikut: “seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia yang sudah lanjut atau bercerai pada usia muda”. Berdasarkan pembagian diatas maka contoh dari “seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal” dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang tidak direncanakan atau kehadiran anak tunggal tersebut berada dalam kondisi terpaksa. Sedangkan contoh dari “seorang anak menjadi anak tunggal karena orang tuanya terlambat menikah” dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
tunggal yang direncanakan.Kondisi anak tunggal karena “direncanakan” dalam kondisi ini bisa ditemukan bermacam situasi seperti: Suami-istri yang baru menikah melihat suatu keluarga yang harmonis dan ternyata keluarga tersebut hanya mempunyai seorang anak. Karena itu timbullah keinginan dari suami istri yang baru menikah itu untuk menjadikan keluarga yang harmonis dengan anak tunggal sebagai “modelnya”. Suami-istri baru menikah pada usia lanjut. Karena kedua suami-istri tersebut sudah berusia lanjut dan khawatir tidak dapat merawat dan mendidik anak-anaknya bilamana anaknya terlalu banyak maka diputuskan bahwa selama pernikahan-nya hanya diinginkan seorang anak. Suami istri yang baru menikah masih mengikuti pendidikan tertentu atau masih mengejar suatu prestasi, misalnya dibidang ilmu pengetahuan dan lainlain. Bilamana suami-istri tersebut mempunyai banyak anak, hal ini akan mengganggu pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari. Bisa pula disebabkan karena situasi ekonomi. Karena kedua suami-istri tersebut mempunyai penghasilan yang rendah maka mereka memutuskan untuk mempunyai anak paling banyak satu orang. Kondisi anak tunggal karena “tidak direncanakan” dalam kondisi ini bisa ditemukan bermacam situasi seperti: Ada orang tua yang sejak semula merencanakan memperoleh anak lebih dari satu. Tetapi ternyata kondisi fisik ibu tidak kuat sehingga tidak memungkinkan hal demikian. Setelah mempunyai seorang anak maka untuk melahirkan anak-anak berikutnya selalu terjadi kegagalan. Misalnya ibu tersebut terus menerus mengalami keguguran. Alasan lain bisa juga disebabkan oleh penyakit tertentu maka anak-anak yang lain meninggal dan tinggal seorang anak saja. Orang tua ISSN : 0853-8050
mengalami traumatik. Ketika melahirkan anak pertamanya ternyata pengalaman itu begitu mengerikan sehingga orang tua mengubah rencana sebelumnya. Sebab-sebab lain yang tidak diketahui baik dari sudut ibu maupun ayah yang menyebabkan orang tua hanya “berhasil” memperoleh satu anak saja. Bagaimana kondisi psikologis dari keluarga yang sebenarnya “tidak merencanakan” memperoleh anak tunggal? Bagi orang tua yang sejak semula menghendaki banyak anak tetapi karena kelemahan tubuh ibunya yang berakibat hanya memiliki seorang anak, dapat membuat orang tua bertindak kurang bijaksana. Dalam mendidik anak, orang tua tersebut bukan memperhatikan kebutuhankebutuhan anak, tetapi lebih banyak bereaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anak sangat erat sehingga tidak memiliki kebebasan untuk bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam masyarakat banyak ditemukan bermacam-macam pandangan orang tua mengenai kehadiran anaknya. Ada orang tua yang menganggap bahwa anaknya adalah sebagai penyambung keluarga atau keturunan. Hal ini jelas pada suku-suku tertentu yang menganggap memiliki anak laki-laki jauh membahagiakan daripada memiliki anak perempuan, karena anak lakilaki meneruskan nama keluarga. Ada juga orang tua yang berpandangan bahwa anaknya sebagai “tiang” hari depan. Kehadiran anak dianggap sebagai pembantu mencari nafkah karena anak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan diladang dan lain-lain. Pada orang tua tertentu mungkin karena tidak berhasil mencapai cita-citanya, maka anak bisa dijadikan “alat” untuk mencapai cita-cita orang tuanya. Semua hal 79
Juli Kurniawati
diatas selalu diiringi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda. Setiap kondisi disesuaikan dengan situasinya. Keadaan anak tunggal dalam masyarakat adalah sama dengan anakanak lainnya. Kalau anak-anak lain dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal maka demikian juga dengan anak tunggal. Kedua faktor tersebut juga berfungsi. Faktor-faktor eksternal yang sering dialami oleh anak tunggal ialah keadaan rumahnya dimana kurang terjadinya persaingan antara anggota keluarga. Seorang anak tunggal tidak atau kurang mengalami pertentangan-pertentangan yang biasanya terjadi diantara saudara-saudara kandung. Perselisihan, rasa iri hati, tolongmenolong, pendekatan pribadi, yang selalu terdapat dalam keluarga tidak pernah dialaminya. Seolah-olah kehidupan anak tunggal tersebut begitu menyenangkan karena perlindungan yang terus menerus diberikan oleh orang dewasa yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itulah sering dialami adanya kelemahan dalam hubungan antar pribadi di luar lingkungan rumahnya. Anak tunggal tersebut menjadi lebih cepat putus asa, lebih pemalu, egoistis, manja dan sebagainya. Dengan hanya memiliki seorang anak maka anak tunggal akan mendapat perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Begitu pula dalam kasih sayang karena kedua orang tuanya tersebut hanya mempunyai seorang anak sebagai buah hatinya mengakibatkan anak tunggal tersebut tidak akan kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Bahkan apa saja yang diinginkan anak tunggal tersebut akan selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak tunggal, karena segala keinginannya selalu terpenuhi maka anak tunggal tersebut bisa menjadi manja. Karena 80
selalu dituruti segala keinginan maka mengakibatkan anak tunggal tersebut menjadi anak yang terlalu bergantung kepada orang lain dan tentu orang tuanya. Orang tua dari anak tunggal biasanya bukan saja memberikan perhatian yang berlebih-lebihan atau kasih sayang yang berlebihan terhadap anak tunggalnya tetapi juga memberikan perlindungan yang berlebihan. Dalam hubungan ini jelas terlihat adanya kecenderungan dari pihak orang tua untuk melindungi anak tunggalnya secara berlebihan yang sebenarnya akan berpengaruh buruk terhadap anak tunggal tersebut sehingga mengalami kesulitan ketika memasuki masa remaja, dimana kemandirian merupakan kebutuhan psikologis pada remaja menurut (Fatimah: 2006) Perkembangan kemandirian merupakan masalah yang penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahanperubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam perubahan sosial melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Secara spesifik masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik, maupun emosionalnya untuk mengukur, mengurus, dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain. Menurut Sutari Kemandirian adalah “perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain” (Fatimah: 2006).
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
Pendapat ini juga diperkuat oleh Kartini dan Daliyang mengatakan bahwa kemandirian adalah ”hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri” (Fatimah: 2006). Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu terus belajar akan bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan, sehingga individu pada akhirnya mampu berpikir dan bertindak sendiri, sehingga bisa memilih jalan hidupnya untuk berkembang dengan lebih mantap. Untuk mandiri, seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya untuk mencapai otonomi atas dirinya sendiri. Terlebih peran orang tua terhadap pembentukan kemandirian remaja, (Fatimah: 2006). Dengan otonomi tersebut, seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak sehingga anak semakin berkembang menuju kesempurnaan. Maka dari itulah, penelitian yang sifatnya lebih mendalam tentang kemandirian anak tunggal sangat diperlukan untuk memperkaya teori dan memberikan pengetahuan. Penelitian ini berangkat dari pandangan negatif masyarakat tentang anak tunggal yang dianggap tidak bisa mandiri, manja, dan sering bergantung kepada orang tua dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Anak tunggal sama dengan anak-anak lainnya, mereka mempunyai keinginan agar bisa melakukan kegiatan dan tugas sehari-hari dengan mandiri sesuai dengan tahap perkembangannya. Seperti mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan ISSN : 0853-8050
orang lain. Proses kemandirian remaja terlebih sebagai anak tunggal merupakan perjalanan yang tidak mudah karena anak tunggal mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya ini akan mempengaruhi kepribadian anak tunggal, karena segala keinginannya selalu terpenuhi sehingga anak tunggal bisa menjadi manja. Orang tua dari anak tunggal biasanya juga memberikan perhatian secara berlebihan kepada anaknya, hal ini berpengaruh buruk terhadap anak itu sendiri. Dalam perjalanan mencapai kemandirian anak tunggal apa saja yang dilakukan untuk bisa mandiri, cara-cara apa saja yang dilakukan, dan hal-hal apa saja yang dihadapi anak tunggal remaja dalam mencapai kemandirian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal. Kemandirian Setiap manusia ketika dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau orang lain yang ada sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Proses alamiah ini dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Menurut Fatimah (2006) mandiri atau sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian memiliki aspek yang lebih luas dari sekadar aspek fisik. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar 81
Juli Kurniawati
dan jika tidak di respon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa mendatang. Peran serta orang tua sangatlah besar dalam proses kemandirian seorang anak. Orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya bergantung pada orang tua menjadi mandiri(Fatimah: 2006). Sedangkan Chaplin menyatakan otonomi kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi satu kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri (Desmita: 2011). Sedangkan Seifert dan Hoffnung mendifinisikan otonomi atau kemandirian sebagai”the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings and actions freely and responssibly while overcoming feelings of shame and doubt”. Dengan demikian dapat dipahami kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan (Desmita: 2011). Erikson menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai kemampuan 82
menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusankeputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain (Deswita: 2011). Dapat disimpulkan kemandirian mengandung pengertian: 1. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. 2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya. 4. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Maslow dan Murray mengatakan kemandirian adalah salah satu kebutuhan psikologis manusia. Dalam susunan hirarki kebutuhannya, Maslow menyatakan kemandirian sebagai salah satu cara memperoleh harga diri, kemandirian akan menjadikan seseorang menghargai dirinya sendiri. Maslow juga mencantumkan kemandirian sebagai salah satu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri yang ditandai dengan karakter otonom, menentukan diri sendiri dan tidak tergantung (Alwilsol: 2004) Sedangkan Maslow membedakan keman-dirian menjadi dua cara yaitu kemandirian aman dan kemandirian tidak aman. Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan & orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan tersebut kemudian digunakan untuk membantu orang lain, sementara yang dimaksud dengan kemandirian tidak aman adalah kekuatan pribadi yang dinyatakan dalam prilaku
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
menentang dunia. Dari pernyataan Maslow tersebut dapat diketahui bahwa kemandirian yang diharapkan dimiliki oleh para remaja adalah kemandirian yang aman, dimana remaja percaya pada kemampuan dirinya dan tidak selalu dalam ketergantungan pada bantuan yang akan diberikan pada orang lain, namun dalam kemandirian remaja tetap memiliki keinginan untuk membantu sesama (Ali & Asori: 2011). Menurut Sutari Kemandirian meliputi “perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan / masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain” (Fatimah: 2006). Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang mengatakan kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.” Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian: 1) Keadaan seseorang yang memiliki hasrat untuk bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. 2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya. 4) Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya (Fatimah: 2006). Robert Havighurst (Fatimah, 2006:143) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari berbagai aspek yaitu: 1) Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantung kepada orang tua. 2) Ekonomi, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. ISSN : 0853-8050
3) Intelektual, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang di hadapi. 4) Sosial, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain (Fatimah: 2006). Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dan individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang lebih mantap. Untuk mandiri, seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, untuk mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai “penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber bahwa:“kemandirian merupakan suatu sikap otonomi bahwa seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut, seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Fatimah: 2006). Proses Perkembangan Kemandirian Kemandirian, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu saja 83
Juli Kurniawati
tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Menurut Fatimah (2006) banyak dampak positif bagi perkembangan individu dari kemandirian, sehingga perlu diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. Seperti telah diakui, segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Sementara untuk anak remaja, berikan kebebasan misalnya dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminatinya atau memberikan kesempatan kepadanya untuk memutuskan sendiri jam berapa ia harus sudah pulang ke rumah jika ia ke luar malam bersama temannya (tentu saja orang tua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan sang remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak bergantung pada orang lain sehingga kemandirian akan berkembang dengan baik. Anak Tunggal Berbicara mengenai sebab terjadinya anak tunggal perlu diperjelas mengenai apa yang dimaksud seorang anak sebagai anak tunggal. Anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri dan hanya memiliki satu anak saja. 84
Menurut Gunarsa (2008) mengatakan terbentuknya anak tunggal disebabkan macam-macam kemungkinan. Secara garis besar ada dua kemungkinan latar belakang sampai terbentuknya status anak tunggal: 1. Disebabkan kehadiran anak tunggal tersebut memang “direncanakan”, artinya memang semula diharapkan hanya memiliki satu orang anak saja. 2. Dimana kedudukan anak tersebut dalam kondisi yang “tidak direncanakan”. Hal ini berarti orang tua sejak semula, sejak sebelum menikah bercita-cita memiliki anak lebih dari satu tetapi karena sesuatu sebab maka sepanjang hidup orang tua tersebut hanya berhasil memperoleh seorang anak saja. Sedangkan Kaplan, mengatakan terbentuknya kondisi anak tunggal mungkin disebabkan sebagai berikut: “seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia yang sudah lanjut atau bercerai pada usia muda”. Berdasarkan pembagian diatas maka contoh dari “seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal” dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang tidak direncanakan atau kehadiran anak tunggal tersebut berada dalam kondisi terpaksa. Sedangkan contoh dari “seorang anak menjadi anak tunggal karena orang tuanya terlambat menikah” dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang direncanakan (Gunarsa: 2008). Bagaimana kondisi psikologis dari keluarga yang sebenarnya “tidak merencanakan” memperoleh anak tunggal? Bagi orang tua yang sejak semula menghendaki banyak anak tetapi karena kelemahan tubuh ibunya yang berakibat hanya memiliki seorang anak, dapat membuat orang tua bertindak kurang
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
bijaksana. Dalam mendidik anak, orang tua tersebut bukan memperhatikan kebutuhankebutuhan anak, tetapi lebih banyak bereaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anak sangat erat sehingga tidak memiliki kebebasan untuk bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam masyarakat banyak ditemukan bermacam-macam pandangan orang tua mengenai kehadiran anaknya. Ada orang tua yang menganggap bahwa anaknya adalah sebagai penyambung keluarga atau keturunan. Hal ini jelas pada suku-suku tertentu yang menganggap memiliki anak laki-laki jauh membahagiakan daripada memiliki anak perempuan, karena anak lakilaki meneruskan nama keluarga. Ada juga orang tua yang berpandangan bahwa anaknya sebagai “tiang” hari depan. Kehadiran anak dianggap sebagai pembantu mencari nafkah karena anak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan diladang dan lain-lain. Pada orang tua tertentu mungkin karena tidak berhasil mencapai cita-citanya, maka anak bisa dijadikan “alat” untuk mencapai cita-cita orang tuanya. Semua hal diatas selalu diiringi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda. Setiap kondisi disesuaikan dengan situasinya. Kedua orang tua tidak ada tempat lain kecuali padanya. Karena itu kedua orang tua sangat khawatir, sangat ketakutan untuk kehilangan diri anak itu. Sehingga mereka berusaha melindungi dengan seamanamannya, memenuhi segala keinginannya, membiarkan dilakukan semua kehendaknya, menuruti semua keinginannya tetapi melarang anak-anaknya berbuat sesuatu yang berat, yang mengkhawatirkan, yang membahayakan bahkan dan bahkan semua perbuatannya dipandang sebagai membahayakan jiwa ISSN : 0853-8050
anaknya. Si anak yang dalam dirinya terdapat kekuatan-kekuatan kodrat untuk berkembang, banyak mendapat hambatan dari kedua orang tuanya karena rasa takut khawatir akan bahaya yang akan menimpa anaknya. Tetapi orang tua juga memaksakan perintah-perintah dan larangan-larangan baginya. Dengan maksud agar anak selalu menuruti kehendaknya, yang menurut pendapatnya tentu akan memberi keselamatan dan kebahagiaan. Karena anak banyak mendapat hambatan perkembangannya didalam pergaulan dengan teman-temannya. Ia tidak memiliki perbuatanperbuatan seperti yang dimiliki temantemannya. Sikapnya malu-malu, sembunyisembunyi menarik diri dari pergulatan. Ia merasakan adanya kekurangan dalam dirinya dibandingkan dengan teman-temannya. Karena menarik diri dari teman-teman, ia makin tidak berkembang dan makin mengasingkan diri, makin malu-malu. Di rumah kadang ia diperlakukan sebagai raja, tetapi kadang-kadang menjadi budak. Dari dua kutub perlakuan ini si anak menjadi kebingungan. Sikap dalam kebingungan ini bila dibawa dalam pergaulan dengan temantemannya, akan dianggap perbuatan yang aneh dan lucu sehingga membawa beban aneh tertawaan teman-temannya. Untuk menghindari hal tersebut ia bersembunyi dan makin bersembunyi anak tersebut makin menjadi kekurangan, serba tidak dapat berbuat apaapa demikianlah ia terhanyut dalam lingkaran kehidupan. Dalam keadaan semacam ini, bila orang tua tidak dapat menyadari keadaan anaknya bahkan masih meneruskan cara memperlakukan anaknya semacam itu si anak akan jatuh dalam bencana karena ia selalu berada dalam dunia yang tidak berkeseimbangan satu sama lain sehingga sering keadaan 85
Juli Kurniawati
semacam ini membawa kerusakan urat syarafnya, bahkan kalau sianak berpembawaan serba lemah, ia mungkin harus mendapat perawatan khusus yang lebih berat lagi. Jika si anak berpembawaan kuat. Ketika baru merasakan ada kekurangan pada dirinya dan teman-temannya. Ia mungkin segera berkompensasi sehingga ia tetap berada dalam keseimbangan sekalipun tidak sewajarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak tunggal itu bukan karena keinginan anak itu melainkan ada dua sebab yaitu memang direncanakan oleh orang tuanya atau karena tidak direncanakan oleh orang tuanya karena sebab sesuatu keadaan tertentu. Remaja Masa remaja menurut Mappiare berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori: 2011) Harlock mengatakan Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya ”tumbuh untuk mencapai kematangan”, Istilah adolescence memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik dikatakan (Ali dan Asrori: 2011). Agustiani (2009) mengatakan masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang tampak yaitu dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai 86
bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya reproduktif, berubah secara kognitif mulai mampu berpikir secara abstrak seperti orang dewasa dan mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Masa remaja awal (12-15 tahun) 2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) 3. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Menurut Yusuf (2010) yaitu fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Sedangkan menurut Konopka (Yusuf, 2010:184) masa remaja meliputi: 1. Remaja awal: 12-15 tahun 2. Remaja madya: 15-18 tahun 3. Remaja akhir: 19-22 tahun Perubahan-Perubahan pada masa remaja Lerner dan Hultsch mengatakan proses perubahan selama masa remaja sebagai berikut: 1) Perubahan Fisik Perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, sekitar 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin membawa perubahan dalam seks primer dan seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. 2) Perubahan Emosionalitas
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek emosional pada remaja. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahanperubahan baru yang membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Pengaruhpengaruh sosial juga membawa perubahan seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. 3) Perubahan Kognitif Piaget (Agustiani,2009:31) mengatakan pada umur 11 atau 12 tahun, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan aturan-aturan yang diperlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai halhal yang tak mungkin berubah. Kemampuankemampuan berpikir ini memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. 4) Implikasi Psikososial Semua perubahan yang terjadi dalam waktu singkat membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Banyak remaja dalam dilema. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan tentang peran sosial yang akan mereka jalankan tanpa menyelesaikan beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri. Perasaan tertentu yang berada ISSN : 0853-8050
dalam situasi yang krisis bisa muncul, krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat tentang siapa sebenarnya dirinya (Agustiani: 2009). Tugas Perkembangan Remaja. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock adalah: 1. Mampu menerima keadaan fisiknya, 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis 4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi 6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7. Memahami dan menginternalisasikan nilainilai orang dewasa dan orang tua 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. (Ali dan Asrori: 2011). Masa Remaja Awal Menurut Hurlock (Agustiani,2009:30) rangkaian yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada masa awal remaja, yaitu 87
Juli Kurniawati
sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 1216 tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan
88
anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai adanya perbedaan (Agustiani: 2009). Piaget mengatakan pada umur 11 atau 12 tahun, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspekaspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas.
Gambar 1. Kerangka Konseptual PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan aturan-aturan yang diperlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir ini memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal (Agustiani: 2009). KERANGKA KONSEPTUAL
Dalam Kehidupan setiap individu akan mengalami masa hidup yang didalamnya terdapat beberapa tahapan perkembangan antara lain tahapan remaja awal. Pada setiap tahapan pasti ada beberapa tugas-tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh anak remaja terlebih remaja awal yang berstatus anak tunggal. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seorang remaja awal berstatus anak tunggal tidak bisa melakukan tugas perkembangannya. Jika dalam pelaksanaan tugas perkembangan tidak berjalan seperti yang ada pada beberapa teori yang telah dicantumkan, maka individu tersebut akan mengalami hambatan dalam mencapai tugastugas perkembangan. Seorang remaja awal berstatus anak tunggal apabila tidak bisa menyelesaikan tugas perkembangannya akan mempengaruhi terhadap perkembangan remaja mulai dari remaja awal sampai dengan dewasa sehingga mengakibatkan anak remaja yang berstatus anak tunggal menjadi manja, tidak bisa mandiri dan selalu tergantung kepada orang lain.
METODE Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena ISSN : 0853-8050
menekankan pada upaya investigasi untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena yang tengah terjadi dalam keseluruhan kompleksitasnya (Sastradipoera: 2005). Menurut Bogdan dan Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong: 2011). Dari pengertian diatas, metode deskriptif kualitatif ini yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu situasi, gejala atau fenomena dengan mendeskripsikan sejumlah tema yang dihasilkan dari penilaian terhadap pernyataan dalam wawancara atau hasil observasi. Tujuan peneliti memilih metode tersebut untuk mengungkap sesuatu yang belum diketahui secara terarah dan terpimpin, sehingga nantinya diharapkan memperoleh informasi yang diinginkan oleh peneliti. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kemandirian pada remaja awal (12-15 tahun) yang berstatus sebagai anak tunggal, sehingga anak tunggal tidak manja seperti pandangan masyarakat, bisa mandiri dan bisa melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah kemandirian anak tunggal pada rentang usia remaja awal (12-15 tahun). Penekanan selanjutnya kemandirian adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Kemandirian dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja yang di ingini selama menjalani kehidupan, serta kendala apa yang dirasakan oleh anak tunggal 89
Juli Kurniawati
pada rentang usia remaja awal dalam mencapai kemandirian. Hal ini akan menjadi menarik karena kemandirian akan diteliti pada anak tunggal, dimana mereka diartikan sebagai seseorang yang tidak bisa mandiri, manja dan selalu tergantung pada orang tua atau orang yang ada disekitarnya. Subyek penelitian ini ditentukan secara purposif yang terstratifikasi. Purposif yang terstratifikasi adalah contoh yang diambil melalui teknik yang disesuaikan dengan maksud atau tujuan tertentu, dimana pemilihan contoh itu dilakukan karena contoh tersebut dianggap memiliki informasi yang sangat diperlukan dalam pendugaan. Subyek dalam penelitian ini adalah anak tunggal usia remaja awal yaitu 12-15 tahun dan sedang sekolah ditingkat SMP. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara mendalam (depth interview) dan observasi dengan atau terhadap subyek penelitian yang terpilih. Metode Wawancara Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang kemandirian anak tunggal. Beberapa model wawancara menurut Patton antara lain: 1. Wawancara konvensional yang informal Proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan -pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti yang melakukan observasi partisipatif. Situasi demikian membuat orangorang yang diajak bicara kemungkinan tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai secara sistematis untuk menggali data. 90
2. Wawancara dengan pedoman umum Proses wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus di liput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspekaspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah ditanyakan atau dibahas. 3. Wawancara dengan pedoman standar yang terbuka Wawancara ini menggunakan pedoman yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabaran dalam kalimat. Penelitian ini menggunakan jenis wawancara yang bersifat umum dengan pedoman umum. Dengan pedoman umum agar pembicaraan dalam wawancara tetap dalam fokus penelitian. Selain itu tema pertanyaan yang akan dijawab oleh subyek adalah tema tentang kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal (Poerwandari,200573). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana wawancara ini bersifat informal dan pertanyaan-pertanyaan dapat diajukan secara bebas, namun sebelumnya peneliti membuat dahulu pertanyaan awal atau secara garis besarnya saja. Pertanyaannya adalah untuk mengetahui seberapa besar kemandirian anak tunggal pada usia remaja awal dan mengetahui faktor-faktor yang mendukung dalam pencapaian kemandirian serta faktor-faktor yang menghambat dalam mencapai kemandirian. Metode Observasi Patton mengatakan observasi merupakan me-
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
tode pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, terutama penelitian dengan pendekatan kualitatif (Poerwandari,2005). Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian kejadian yang diamati tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini hal yang akan diamati adalah setting tempat pertemuan dengan partisipan, aktivitas-aktivitas dan orang-orang yang ada dalam tempat tersebut, keadaan fisik, ekspresi dan gerak tubuh partisipan selama wawancara berlangsung. Menurut Patton (Poerwandari,2005) menjelaskan bahwa data hasil observasi menjadi data penting, yaitu karena: 1. Peneliti memperoleh pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi. 2. Peneliti dapat bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. 3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang disadari oleh partisipan. 4. Peneliti dapat memperoleh data mengenai hal-hal yang tidak dapat diungkapkan oleh partisipan penelitian secara terbuka dalam wawancara. 5. Peneliti bisa bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan partisipan penelitian atau pihak-pihak lain. 6. Peneliti dapat merefleksi dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh metode observasi ini akan membuat peneliti ISSN : 0853-8050
lebih mendalami dan melengkapi data yang sudah didapat dari metode wawancara, sehingga diperoleh data yang lengkap dari partisipan penelitian baik secara verbal maupun nonverbal. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan observasi tidak berstruktur yaitu dimana peneliti tidak mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa yang ingin diamati dari subyek penelitian. Konsekuensinya peneliti harus mengamati seluruh hal yang terkait dengan permasalahan penelitian dan hal tersebut dianggap penting. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perilaku subyek yaitu perilaku anak tunggal pada remaja awal secara umum sebelum dilakukan wawancara, perilaku subyek ketika sedang melakukan proses wawancara, interaksi subyek ketika dilakukan wawancara. Observasi juga tidak tertuju pada tempat ataupun lokasi wawancara, peneliti juga berusaha untuk melakukan observasi pada saat wawancara di tempat tinggal agar peneliti dapat memperoleh bayangan maupun gambaran kehidupan yang dijalani oleh subyek. Salah satu bagian penting dari suatu penelitian ilmiah yaitu tahap melakukan analisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2011:248) yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Kesemuanya itu dikumpulkan untuk mengetahui bagaimana kemandirian pada anak tunggal untuk membantu mempresen-tasikan data kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan pa91
Juli Kurniawati
da penelitian ini adalah analisis tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah diverbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar ke dalam kategori-kategori konseptual dan pembuatan tema-tema atau konsep-konsep, yang digunakan untuk menganalisis data. Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah dikumpulkan. Koding adalah dua aktivitas yang dilakukan secara simultan, Reduksi data secara mekanis dan kategorisasi data secara analitis ke dalam tema-tema (Newman 2003:200). Analisis data dalam penelitian ini terdiri atas tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersama yaitu: a. Reduksi data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis lapangan. Data yang harus direduksi yaitu data-data yang mencakup bagaimana kemandirian pada remaja awal (usia 12-15 tahun) yang berstatus anak tunggal. b. Penyajian data Data-data hasil reduksi disusun atau dikelompokkan secara sistematis sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan. c. Menarik kesimpulan Dari permulaan pengumpulan data, peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Data yang disajikan secara sistematis dapat langsung disimpulkan. Dari data yang dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan. Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian Penelitian dengan metode kualitatif se92
ringkali tidak memperoleh penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif (Poerwandari,2001:100). Penelitian kualitatif tidak jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni, tidak menghasilkan data yang tetap dan terukur jelas serta subyektif. Dalam situasi yang demikian Marshall dan Rosman menyarankan bahwa peneliti kualitatif justru harus memberikan perhatian lebih besar pada isu validitas dan kualitas penelitiannya. Validitas dalam penelitian kualitatif seringkali disebut sebagai kredibilitas. Sementara itu reliabilitas sering disebut dependabilitas (Poerwandari, 2001:125). Untuk meningkatkan kredibilitas dan dependabilitas penelitian ini maka dilakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian. Data yang berasal dari sumber berbeda, dengan teknik pengumpulan yang berbeda pula akan menguatkan derajat manfaat studi pada setting yang berbeda. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data yaitu dari hasil wawancara, hasil observasi dan juga dengan mewawancarai lebih dari satu subyek yaitu anak tunggal pada remaja awal yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda, juga menggunakan triangulasi pengamat dimana adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data yaitu dosen pembimbing skripsi bertindak sebagai pengamat yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
triangulasi teori yaitu dengan penggunaan beberapa teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data. Dalam penelitian ini juga menggunakan triangulasi metode yaitu penggunaan berbagai metode antara lain metode wawancara dan observasi pada saat wawancara dilakukan. HASIL Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, dimulai sejak awal bulan Januari 2012 dan berakhir pada bulan Maret 2012. Adapun waktu penelitian ini dihitung sejak proses pencarian subyek penelitian hingga disusunnya laporan hasil penelitian ini secara bertahap. Waktu penelitian ini adalah waktu efektif. Setiap tahapan selanjutnya demi efektivitas waktu tanpa mengurangi esensi dari penelitian itu sendiri. Penelitian itu tidak lepas dari adanya kendala yang terjadi selama proses penelitian. Kendala yang ditemui pada penelitian ini diantaranya yang tersulit adalah ketika subyek sakit sehingga tidak dapat diwawancarai dan harus menunggu subyek sehat kembali. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap yang pertama adalah penentuan karakteristik dan usia subyek penelitian. Penelitian ini ingin mengetahui kemandirian anak tunggal pada rentang usia remaja awal. Tahap kedua adalah penelusuran informasi tentang subyek penelitian. Hal yang pertama kali dilakukan peneliti adalah mendekati keluarga-keluarga yang mempunyai anak tunggal usia remaja awal (12-15 tahun), pendekatan ini bertujuan untuk mencari beberapa subyek yang sesuai dengan kriteria ISSN : 0853-8050
dan karakteristik subyek yang telah ditentukan sebelumnya. Namun hal ini tidak berjalan lancar seperti yang telah diprediksikan peneliti, karena subyek sakit dan harus menunggu subyek sehat kembali dan ketika mau diwawancarai subyek pergi mendadak karena subyek diajak oleh temannya untuk keluar. Akhirnya peneliti menunggu subyek sampai subyek ada waktu untuk diwawancarai Untuk menjalin kedekatan peneliti terhadap subyek, peneliti melakukan pendekatan dalam setiap kegiatan subyek pada saat wawancara sehingga subyek tidak enggan untuk diwawancara. Tahap selanjutnya atau tahap ketiga adalah tahap pengumpulan data yang berupa wawancara langsung disertai observasi. Namun sebelum tahap ini dilakukan, terlebih dahulu disusun sebuah pedoman wawancara yang menjaga agar penggalian data ini tetap fokus pada data-data yang ingin diungkap. Pedoman wawancara tersebut tidak mutlak, namun menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi dilapangan. Tahap yang keempat adalah penulisan transkrip wawancara. Untuk keefektifan waktu, penulisan transkrip wawancara tidak menunggu wawancara semua subyek selesai. Namun penulisan transkrip wawancara dilakukan sesegera mungkin setelah proses wawancara seorang subyek,asalkan tidak mengganggu proses wawancara yang lain. Proses observasi terhadap subyek dilakukan selama proses wawancara dengan membuat catatan-catatan kecil secara sederhana dan hal ini langsung disalin sesegera mungkin agar tidak lupa. Gambaran Lingkup Penelitian Penelitian ini tidak spesifik dilakukan pada daerah tertentu, namun yang dititik 93
Juli Kurniawati
beratkan di dalam penelitian ini adalah suatu fenomena tentang kemandirian anak tunggal rentang usia remaja awal. Penelitian ini berfokus pada anak tunggal pada rentang usia remaja awal (12-15 tahun). Penekanan selanjutnya kemandirian adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Kemandirian dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja yang diingini selama menjalani kemandirian, serta kendala apa yang dirasakan oleh anak tunggal pada rentang usia remaja awal dalam mencapai kemandirian. Hal ini akan menjadi menarik karena kemandirian akan diteliti pada anak tunggal, dimana mereka diartikan sebagai seseorang yang tidak bisa mandiri, manja dan selalu tergantung pada orang tua atau orang yang ada disekitarnya. Penelitian pertama pada subyek 1 (SKR) dilakukan sebanyak tiga kali, dimana rencana penelitian sebanyak 4 kali namun pada saat peneliti datang kerumah subyek, ternyata subyek sakit sehingga subyek tidak dapat diwawancara. Penelitian semuanya dilakukan di rumah subyek. Pengambilan data yang pertama dan kedua dilakukan di ruang tamu, dimana ukuran 4 x 7 meter, di dalam ruang tamu terdapat sofa dan meja. Diatas meja ada vas bunga dan asbak. Dipojok ruangan ada almari besar tempat menyimpan hiasan perabot. Lampu hias kristal menjadi penerang ruang tamu. Lantai keramik putih di tutup karpet merah. Tempat ini dipilih karena disepakati oleh subyek dan orang tua dengan peneliti, selain itu peneliti menginginkan observasi yang mendalam di dalam menggali seluruh aspek-aspek pribadi subyek. Sedangkan pengambilan data yang ketiga dilakukan di ruang tengah, dimana ruangan berukuran 4 x 6 meter didalam ruangan ada 94
TV, bufet, meja kursi yang terbuat dari kayu berukiran, dengan lampu kristal yang digantung, di pojok ruangan terdapat bunga yang terbuat dari kayu sebagai hiasan. Peneliti memilih tempat ini karena disepakati oleh subyek sambil nonton acara TV kesukaan subyek. Penelitian kedua pada subyek II (YG) dilakukan sebanyak satu kali, Pengambilan data di teras rumah subyek pada saat itu subyek sedang membaca komik, dimana ukuran teras 3 x 7 meter, di teras terdapat kursi panjang dari kayu warna coklat, dengan berbagai macam bunga yang diletakkan di pinggir teras. Tempat tersebut dipilih oleh peneliti untuk memperakrab dengan subyek. Sedangkan pengambilan data yang kedua dilakukan di ruang tamu yang berukuran 4 x 6 meter, dimana terdapat kursi yang bermotif bunga-bunga dengan meja dialasi dengan taplak meja berwarna merah muda, diatas meja ada kue kering di dalam toples. Penelitian ketiga pada subyek III (TYS) dilakukan sebanyak dua kali, Pengambilan data pertama sampai kedua dilakukan di tempat les binavokalia, dimana ruangan itu berukuran 6 x 7 meter, di dalam ruangan terdapat beberapa kursi, orgen, stand mig, sound sistem, subyek dan peneliti sepakat menggunakan tempat ini karena tempat les binavokalia dekat dengan rumah peneliti dan juga sering subyek datang lebih awal dari teman-temannya sehingga untuk mengisi waktu peneliti menggunakan waktu untuk wawancara dengan subyek sambil menunggu temannya datang untuk les binavokalia. Penelitian keempat pada subyek IV (TGH) dilakukan sebanyak satu kali yang mana dilakukan di rumah subyek, lebih jelasnya pengambilan data dilakukan di ruang tamu. Pada saat dilakukan wawancara
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
suasana tempat wawancara sepi, Terdapat meja yang diatasnya ada toples berisi biskuit dan kursi yang terbuat dari kayu. Peneliti tidak mengalami hambatan wawancara karena subyek aktif dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Hasil Penelitian Subyek I (SKR) Profil Nama ( Inisial) : SKR Usia : 15 tahun Pekerjaan : Pelajar Deskripsi : SKR adalah anak perempuan tunggal yang diasuh oleh kedua orang tuanya. Subyek menjadi anak tunggal karena orang tua subyek ketika menikah sudah berumur yaitu orang tua laki-laki 38 tahun, sedangkan orang tua perempuan subyek berusia 35 tahun. Oleh karena itu orang tua subyek ketika menikah berencana hanya mempunyai anak satu saja karena mempertimbangkan usia orang tuanya yang sudah berumur. Kedua orang tua subyek bekerja, Ayah subyek sebagai fotografer, ibu subyek sebagai PNS di kecamatan Ngrambe. Karena kedua orang tua subyek bekerja sehingga orang tuanya tidak memperlakukan anaknya sebagai anak tunggal yang istimewa, tetapi diperlakukan sama seperti anak yang lainnya. Subyek sebagai pelajar kelas IX di SMPN 1 Ngrambe, yang mempunyai tinggi badan 160 cm dengan berat badan 47 kg, kulit sawo matang, rambut lurus panjang sebahu warna hitam, mata bulat tidak memakai kacamata.Meskipun subyek anak tunggal, subyek merupakan anak yang mandiri, setiap berangkat sekolah subyek naik bis sendiri. Dalam mengambil keputusan pun subyek tidak mudah dipengaruhi oleh teman atau guru. Disamping itu subyek merupakan anak yang ISSN : 0853-8050
mempunyai rasa percaya diri dan inisiatif. Subyek dalam mengelola keuangan dengan cara menabung.Subyek termasuk anak yang bisa mengelola keuangan.Termasuk juga ketika ada di rumah subyek anak yang rajin mengerjakan tugas di rumah. Ini menunjukkan bahwa subyek merupakan anak yang mandiri yang mampu untuk hidup tanpa tergantung dari orang tua. Dalam kehidupan manusia ada hal-hal yang diinginkan untuk mencapai kemandirian, tetapi dalam kenyataan antara harapan dan kenyataan sering tidak sesuai. Keinginan untuk mencapai kemandirian bersifat pribadi yang dapat dipengaruhi juga oleh lingkungan. Dari hasil analisis yang didapat maka subyek I (SKR) dalam mencapai kemandirian adalah keinginan dalam mengikuti pelajaran di sekolah tidak ingin ketinggalan dalam belajar seperti yang dikatakan oleh subyek:“Saya nggak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, nanti bisa ketinggalan dari teman-teman dan saya berharap bisa mengikuti pelajaran sekolah dan tidak pernah absen.”Maksud dari ungkapan subyek yaitu ada harapan dan keinginan didalam belajar dalam kehidupan bisa mampu mandiri dan tidak tergantung kepada orang tua. Selain itu Subyek juga mempunyai keinginan untuk mandiri dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yaitu mengikuti kegiatan pramuka hal ini dikatakan oleh subyek:“Saya milih pramuka karena saya ingin belajar mandiri, kalau milih musik kebetulan saya bisa main piano bu?”. Maksud dari perkataan subyek yaitu subyek memilih ikut kegiatan pramuka karena ada keinginan diri subyek sendiri, harapannya bisa menjadikan subyek lebih mandiri dan berani. Subyek juga mempunyai keinginan seperti anak-anak lainnya yaitu punya saudara seperti di katakan subyek: “Punya adik ya 95
Juli Kurniawati
senang sekali bu, tapi..... ibu sudah tidak bisa hamil lagi kan umurnya sudah tua,Biar aku punya teman di rumah dan bisa diajak bercanda, dan pingin ngendong adik seperti teman-temanku”. Maksud perkataan subyek yaitu subyek dapat merasakan kehidupan yang sama yang dirasakan oleh anak-anak yang lain yaitu mempunyai rasa persaudaraaan didalam keluarga, namun harapan untuk punya adik tidak dapat diwujudkan oleh orang tua subyek karena usia orang tua yang sudah tidak memungkinkan untuk bisa hamil lagi, kecuali harapan bisa terwujud apabila ada mujizat bagi keluarganya. Kendala yang dirasakan dalam mencapai kemandirian. Subyek berusaha untuk memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan maka tercapailah juga kemandirian seseorang. Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek I dalam mencapai kemandirian adalah subyek sering lupa baik di sekolah maupun di rumah. Hal ini nampak dari perkataan subyek:”Lupa mengerjakan PR bu”. Subyek pernah lupa mengerjakan PR di sekolah sehingga subyek harus mengerjakan PR di sekolahan dan ketinggalan pelajaran dari teman-temannya. Selain lupa di sekolah subyek juga sering mengalami lupa ketika berada di rumah seperti yang dikatakan oleh subyek: “Biasanya yang cerewet ibu, nak! “sudah ibu ingatkan berkali-kali jangan lupa makan walaupun banyak tugas, akhirnya kalau maaq kamu kambuh lagi siapa yang tersiksa kamu kan?”itulah katakata ibu yang sering saya dengar 96
......”.Dalam mencapai kemandirian subyek mengalami hambatan lupa, karena pernah lupa subyek mendapat hukuman sehingga subyek tidak boleh mengikuti pelajaran dan pada waktu di rumah ketika asyik mengerjakan tugas yang banyak dari sekolah sehingga subyek sering lupa dan menyebabkan subyek menjadi sakit, yang akhirnya melibatkan peran dari orang tua untuk ikut campur terhadap subyek sehingga menjadi kendala terhadap pencapaian kemandirian. Subyek II (YG) Profil Nama ( Inisial) : YG Usia : 15 tahun Pekerjaan : Pelajar Deskripsi : YG adalah seorang laki-laki tunggal yang diasuh oleh kedua orang tuanya. Subyek menjadi anak tunggal sebetulnya tidak direncanakan oleh orang tua subyek. Sejak orang tua subyek menikah sebetulnya orang tua ada keinginan mempunyai anak lebih dari satu, namun karena ada suatu sebab yaitu penyakit tumor di kandungan ibu subyek sehingga dengan sangat terpaksa kandungan ibu subyek harus diangkat oleh dokter yang akhirnya orang tua subyek hanya mempunyai anak tunggal. Ayah subyek bekerja di perhutani, sedangkan ibu subyek sebagai ibu rumah tangga sambil menjaga toko yang ada dirumah subyek. Subyek adalah laki-laki yang berusia 15 tahun dan pelajar SMP yang sedang duduk di kas 1X SMPN 1 Wido-daren. Tinggi badan 162, berat badan 50 kg, kulit sawo matang, rambut ikal pendek, Subyek memakai kacamata. Ada tahi lalat di dahi. Orang tua subyek sangat perhatian dan sayang terhadap YG, namun subyek merasa risih karena perhatian orang tua yang begitu besar
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
karena subyek sebagai laki-laki yang sudah menginjak usia remaja, subyek berangkat bersama-sama dengan teman-temannya misalnya pada waktu berangkat sekolah orang tua subyek berusaha untuk mengantarkan namun subyek tidak mau diantar oleh orang tua, ini dikatakan subyek:”Sebetulnya orang tua tidak tega sama aku, pinginnya ngantarkan aku sekolah tapi aku gak mau diantar orang tua, enak berangkat sendiri dan bareng jalan sama teman-teman”. Dari apa yang dikatakan oleh subyek, subyek merupakan anak yang mandiri dan ingin bersama dengan teman-temannya tidak tergantung kepada orang tuanya dan merasa malu di hadapan teman-temannya kalau ia dianggap seperti anak kecil. Subyek juga mempunyai tanggungjawab ketika berbuat salah, seperti yang dikatakan subyek: ”Hehehe... pernah bu, waktu kelas 1 saya nggak tahu, kalau ke sekolah nggak boleh bawa HP dan saya bawa HP,Saya dapat poin jelek, Nggak bu, temanku itu lo ngadu sama orang tuaku, padahal aku berusaha untuk menutup-nutupi,Ya biar aku saja yang mengata-sinya, kan ini persoalanku bu, lagi pula memang karena aku nggak tahu.....tapi yang jelas aku kan bertanggungjawab bu atas atas kesalahanku. Dari yang dikatakan oleh subyek bahwa subyek mempunyai rasa tanggung jawab yang baik ketika subyek melakukan suatu kesalahan, subyek tidak ingin orang tua tahu terhadap permasalahan yang dihadapinya, sehingga subyek berusaha untuk menutupi kesalahan sampai dia bisa mengatasinya sendiri, namun karena orang tua subyek diberi tahu oleh temannya sehingga ada campur tangan dari orang tua dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya, yang sebetulnya hal ini kurang disukai oleh subyek. ISSN : 0853-8050
Keinginan subyek sendiri ingin mengatasi permasalahannya sendiri tanpa bantuan dari orang tua.Subyek juga merupakan anak yang mendapatkan prestasi di sekolahnya mulai dari kelas VII-IX selalu juara 1. Selain itu subyek mempunyai ketrampilan bisa bermain gitar dan mempunyai rasa percaya diri untuk tampil dihadapan guru dan teman-teman pada saat acara perpisahan sekolah. Ketika di sekolah subyek mempunyai inisiatif untuk mengusulkan ada acara rekreasi dengan menabung selama 1 tahun sebelum rekreasi. Dalam mengelola uang saku yang diberi oleh orang tua, subyek termasuk anak yang bisa mengelola uang saku dengan baik, yaitu cara yang dipakai subyek dengan cara menabung sisa hasil uang saku. Meskipun orang tua subyek tidak pernah memberikan kesempatan pada subyek untuk mengerjakan tugas rumah, namun subyek berusaha untuk mengerjakan tugas rumah, karena subyek merasa bahwa diri subyek bukan anak-anak lagi tapi subyek sudah menjadi remaja. Hal yang diinginkan dalam mencapai kemandirian Dalam kehidupan manusia ada hal-hal yang diinginkan untuk mencapai kemandirian, tetapi dalam kenyataan antara harapan dan kenyataan sering tidak sesuai. Keinginan untuk mencapai kemandirian bersifat pribadi yang dapat dipengaruhi juga oleh lingkungan. Dari hasil analisis yang didapat maka subyek 2 (YG) dalam mencapai kemandirian adalah subyek ingin mandiri seperti anak-anak remaja lainnya seperti yang dikatakan subyek: “Aku memang pingin ikut beladiri,Kalau ada orang jahat kan enak bu, bisa melindungi kita sendiri”. Maksud dari perkataan subyek yaitu dengan mengikuti beladiri subyek bisa melindungi dirinya sendiri ketika ada orang 97
Juli Kurniawati
yang hendak berbuat jahat terhadap subyek. Subyek termasuk juga anak yang pandai di sekolah, namun tetap ingin mempertahankan prestasinya hal ini dikatakan oleh subyek: ”Wah harus tetap dipertahankan bu, jangan sampai nilai turun”. Walaupun subyek selalu mendapatkan juara 1 di sekolahnya namun subyek tetap ingin mempertahankan prestasi di sekolahan dan subyek tidak ingin nilainya turun.Selain itu subyek sebetulnya mempunyai keinginan punya adik, namun melihat kondisi dari ibu yang tidak memungkinkan sehingga keinginan subyek diredam. Dikatakan oleh subyek seperti: “Ada keinginan sih bu, tapi kasian kesehatannya mama....kandungan mama dioperasi karena ada tumor, jadi keinginan itu sudah tak redam bu.....”. Maksud dari perkataan subyek yaitu walaupun subyek mempunyai harapan dan keinginan untuk punya adik, namun subyek tahu dan mengerti kondisi kesehatan dari ibu sehingga subyek berusaha untuk memupus semua harapannya karena ibu tidak memungkinkan untuk bisa melahirkan dan punya anak . Kendala yang dirasakan dalam mencapai kemandirian. Subyek berusaha untuk memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan maka tercapailah juga kemandirian seseorang. Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek 2 dalam mencapai kemandirian adalah faktor dari orang tua yang tidak tega terhadap subyek dikatakan oleh subyek:“Sebetulnya orang tua tidak tega sama aku, pinginnya ngantarkan aku sekolah tapi aku gak mau diantar orang 98
tua, enak berangkat sendiri dan bareng jalan sama teman-teman, Hahaha kayak anak kecil aja bu”. Dikatakan oleh subyek bahwa perhatian dari orang tua yang begitu besar sering menjadi kendala bagi subyek dalam mencapai kemandirian, padahal subyek mempunyai niat untuk mandiri. Kekuatiran dari orang tua yang berlebih membuat kendala bagi subyek hal ini dikatakan subyek: “Ya orang tua sering kuatir, karena kekuatirannya kadang kalau aku berangkat sekolah tasku dicek dulu aku bawa HP apa nggak sampai rasanya risih, padahal aku sendiri berusaha untuk disiplin”, Subyek pernah berbuat salah karena kurang tidak begitu mengetahui peraturan yang ada di sekolah sehingga subyek mendapat poin jelek dari sekolah, karena kesalahan dari subyek ini diketahui oleh orang tua, sehingga menyebabkan orang tua subyek menjadi kuatir, rasa kekuatiran orang tua yang berlebih menyebabkan subyek risih akan sikap dari orang tua subyek. Padahal subyek merasa bukan menjadi anak-anak lagi, tapi subyek sudah menjadi remaja. Subyek jika belajar terlalu malam sulit bangun pagi, hal ini dikatakan subyek: “saya itu kalau sedang asyik belajar biasanya sampai malam akhirnya kalau bangun kesiangan dan kalau sudah siang saya cepat-cepat mandi akhirnya lupa untuk membersihkan tempat tidur dan langsung makan terus berangkat ke sekolah, eh pulang sekolah tempat tidurku sudah rapi karena mama yang membersihkan”. Maksud perkataan subyek bahwa jika subyek belajar terlalu malam, subyek sering bangun kesiangan sehingga melibatkan peran serta dari orang tua untuk membangunkan subyek, hal ini menjadikan kendala bagi subyek untuk mencapai kemandirian.
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
Subyek III (TYS) Profil Nama (Inisial) : TYS Usia : 13 tahun Pekerjaan : Pelajar TYS adalah anak perempuan tunggal yang diasuh oleh kedua orang tuanya.Subyek menjadi anak tunggal tidak direncanakan oleh orang tua karena sebelum subyek menjadi anak tunggal, subyek mempunyai seorang kakak. Namun ketika kakak subyek berumur 17 tahun waktu berangkat sekolah kakak subyek mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kakak subyek meninggal. Hal ini menyebabkan subyek menjadi anak tunggal. Oleh karena itu orang tua subyek sangat sayang dan perhatian terhadap subyek karena subyek anak satu-satunya. Ayah subyek bekerja sebagai PNS di puskesmas Kauman, sedangkan ibu subyek tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga. Subyek adalah wanita yang berusia 13 tahun dan pelajar SMP yang sedang duduk di klas VII SMPN 2 Widodaren. Tinggi badan 151cm, berat badan 40 kg, kulit sawo matang, rambut lurus sebahu. Subyek merasa nyaman dengan keadaannya sebagai anak tunggal dan subyek menggunakan kesempatan dari orang tua untuk bermanja-manja kepada orang tua seperti yang dikatakan oleh subyek: “Wah lebih enak begini bu...., Ya apa yang aku inginkan selalu dituruti oleh orang tua,Nggak pernah, termasuk cuci piring,cuci baju mama yang nyucikan bajuku, Ya bu memang saya nggak pernah diberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas rumah, karena mama takut kalau aku capek, takut aku sakit, tiap pagi aja aku di suruh minum susu sama mama, Sejak kecil bu, sejak kakak meninggal”. ISSN : 0853-8050
Maksud dari perkataan subyek bahwa subyek sangat menikmati dengan keberadaan dirinya sebagai anak tunggal serta didukung oleh orang tua subyek yang tidak pernah memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas rumah pada subyek seperti mencuci piring, mencuci baju semua dilakukan oleh ibu subyek dan subyek sendiri tidak mempunyai keinginan untuk mandiri.Dalam mengambil keputusan subyek masih tergantung pada orang tua, seperti yang dikatakan oleh subyek: “Nggak berani takut dimarahi oleh orang tua”. Subyek sangat tergantung dari orang tuanya, dalam memutuskan sesuatu masih belum berani untuk memutuskannya sendiri. Disamping itu subyek kurang mempunyai rasa percaya diri, seperti yang dikatakan oleh subyek: ”Hahaha kalau tampil sendiri saya masih malu bu, tapi kalau tampil sama teman-teman nyanyi bersama-sama saya berani”. Maksud perkataan subyek bahwa subyek belum berani untuk tampil nyanyi sendiri dihadapan teman dan guru subyek, namun subyek berani tampil jika bersamasama dengan teman-temannya. Di sekolah subyek juga tidak mempunyai inisiatif dalam mengusulkan kemajuan di sekolah subyek hanya ikut-ikutan saja. Dalam mengelola keuangan pun subyek tidak bisa mengelola uang saku yang diberi oleh orang tua subyek, hal ini seperti dikatakan oleh subyek: “Rp 10.000,00 kalau olahraga rp 15.000,00, Wah kadang masih kurang bu?. Dari perkataan subyek dapat dilihat bahwa subyek setiap diberi uang saku oleh orang tuanya selalu kurang, sehingga subyek tidak bisa menabung dari uang saku itu. Hal yang diinginkan dalam mencapai kemandirian Dalam kehidupan manusia ada hal-hal 99
Juli Kurniawati
yang diinginkan untuk mencapai kemandirian, tetapi dalam kenyataan antara harapan dan kenyataan sering tidak sesuai. Keinginan untuk mencapai kemandirian bersifat pribadi yang dapat dipengaruhi juga oleh lingkungan. Dari hasil analisis yang didapat maka subyek 3 (TYS) dalam mencapai kemandirian adalah Subyek mengalami kesulitan dalam menyesuaikan pelajaran di sekolah mengatasi dengan cara sering bertanya setiap ada pelajaran di kelas, hal ini dikatakan oleh subyek: “Yah..... sering bu sebab saya kan masih kelas VII SMP jadi belum begitu baik dalam menyesuaikan pelajaran di sekolah sehingga sering bertanya setiap kali ada pelajaran di kelas”. Maksud perkataan subyek yaitu subyek merasa tidak ingin ketinggalan dengan teman-temannya dalam belajar sehingga subyek sering bertanya pada guru ketika ada pelajaran yang tidak dimengerti oleh subyek.Subyek mempunyai keinginan bahwa orang tua subyek juga turut campur dalam belajar, seperti yang dikatakan oleh subyek: “Haha.....aku berharap mama ngajari terus biar nilaiku tetap bagus .....”.Subyek mempunyai keinginan nilai subyek tetap bagus dengan peran dari orang tua subyek dalam belajar. Dan subyek merasa senang dengan keberadaannya sebagai anak tunggal, hal ini dikatakan oleh subyek: “Wah lebih enak begini bu....,Ya apa yang aku inginkan selalu dituruti oleh orang tua” . Maksud subyek dengan menjadi anak tunggal subyek merasa nyaman karena apa yang diingini oleh subyek selalu dituruti oleh orang tua. Subyek tidak ingin punya adik seperti yang dikatakan subyek: “Nggak bu, saya nggak pingin punya adik....”. Maksud dari perkataan subyek yaitu subyek merasa dengan kehadiran seorang adik, rasa nyaman yang dialami oleh subyek terganggu sehingga 100
subyek tidak mendapatkan perhatian yang lebih besar dari orang tua subyek. Kendala yang dirasakan dalam mencapai kemandirian Subyek berusaha untuk memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan maka tercapailah juga kemandirian seseorang. Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek 3 dalam mencapai kemandirian adalah Orang tua yang terlalu memanjakan subyek sehingga subyek merasa nyaman dengan keberadaannya sebagai anak tunggal, seperti yang dikatakan subyek: “Nggak pernah, termasuk cuci piring,cuci baju mama yang nyucikan bajuku, Ya bu memang saya nggak pernah diberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas rumah, karena mama takut kalau aku capek, takut aku sakit, tiap pagi aja aku di suruh minum susu sama mama. Maksud dari perkataan subyek yaitu: Subyek tidak pernah diberi kesempatan untuk mandiri, sehingga subyek pun juga menikmati keberadaan dirinya tidak pernah berlatih sedini mungkin, sehingga menjadikan kendala bagi subyek untuk bisa hidup mandiri. Subyek IV (TGH) Profil Nama (Inisial) : TGH Usia : 15 tahun Pekerjaan : Pelajar Deskripsi : TGH adalah anak laki-laki tunggal yang diasuh oleh kedua orang tuanya. Subyek menjadi anak tunggal tidak direncanakan oleh
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
orang tua karena pada saat menikah orang tua subyek sulit mendapatkan anak, meskipun tidak ikut KB, orang tua subyek baru mempunyai anak yaitu setelah 5 tahun pernikahan baru mempunyai anak yaitu subyek.Kedua orang tua subyek bekerja, yaitu ayah subyek bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan ibu subyek sebagai guru. Kedua orang tua subyek sering memberikan kesempatan pada subyek agar subyek bisa mandiri dan mengajak subyek untuk berkomunikasi untuk memutuskan sesuatu dan subyek berani mengambil keputusan sendiri baik di sekolah maupun dirumah tanpa dipengaruhi oleh orang tua, teman maupun guru. Subyek adalah laki-laki yang berusia 15 tahun dan pelajar SMP yang sedang duduk di kelas 1X SMPN 1 Walikukun.Tinggi badan 161 cm dengan BB 48 kg, kulit sawomatang, rambut agak ikal pendek warna hitam. Subyek merupakan anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesalahan yang pernah dilakukan yaitu berani mengakui kesalahannya seperti yang dikemukakan oleh subyek: “Hahaha aku sering nggodain cewekcewek bu di sekolah, misalnya punggungnya aku kasih tempelan tulisan minggirminggir disini ada anjing sampai mereka pernah ada yang sampai nangis dan aku dilaporkan ke guru akhirnya aku di hukum nggak boleh ikut pelajaran.Subyek merupakan anak yang suka usil terhadap teman-temannya, subyek sering bercanda yang berlebihan terhadap temannya terlebih pada teman subyek perempuan sehingga kadang teman subyek sampai menangis. Sikap subyek yang terlalu kepada teman-teman menyebabkan subyek dihukum. Hal ini menyebabkan subyek akhirnya menyesal dengan perbuatan yang pernah dilakukan dan subyek berusaha untuk tidak mengulangi lagi ISSN : 0853-8050
perbuatannya itu. Namun subyek merupakan anak yang berani dalam mengambil keputusan sendiri seperti yang dikatakan oleh subyek: “Ya aku sendiri sih yang mengambil keputusan itu”. Subyek berani untuk memutuskan sendiri tanpa dipengaruhi oleh teman, guru ataupun yang lain. Selain itu subyek merupakan anak yang kreatif, hal ini dijelaskan oleh subyek: “Ya belajar bu dengan baca buku pelajaran bu, kadang baca-baca di internet agar dapat juara... Maksud dari perkataan subyek yaitu subyek ada usaha untuk belajar bukan hanya saja belajar melalui buku-buku pelajaran di sekolah, tapi subyek juga berusaha untuk mencari di internet, sehingga subyek mempunyai wawasan yang luas dan menjadi pintar. Subyek juga termasuk anak punya inisiatif dalam kegiatan sekolah dikatakan oleh subyek: “Pernah bu, tapi saya mengusulkan untuk belajar mandiri karena rumah teman-teman jauh lagipula kalau belajar kelompok biasanya banyak teman-teman yang nggak mau ngerjakan tugas mereka belajarnya nggak serius bu.... Subyek mempunyai keberanian untuk mengusulkan kegiatan di sekolah untuk belajar mandiri, melihat keberadaan dari para murid yang rumahnya jauh sehingga belajar kelompok dianggap tidak perlu karena membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak berguna. Subyek termasuk juga anak yang pintar dalam mengelola keuangan, seperti dikatakan subyek: “Ditabung, kalau ada keperluan sekolah saya ambil dari uang itu, untuk ke warnet dan uang lainnya kadang saya tabung dan kalau pingin beli sesuatu ambil dari uang tabungan itu”. Ini menunjukkan bahwa subyek merupakan anak yang mandiri yang tidak ingin membebani orang tua, namun subyek berusaha untuk tidak merepotkan orang tua meskipun untuk keperluan sekolah. 101
Juli Kurniawati
Subyek mempunyai hubungan yang baik kepada lingkungan yang ada di sekitar rumah, seperti yang dikatakan oleh subyek: “Sering bu, teman-teman kadang main kesini kadang juga saya yang kerumah tetangga”. Hubungan subyek dengan lingkungan sekitar sangat baik, kedekatan subyek dengan teman-teman sekitar rumah terjalin dengan baik karena subyek mampu dan bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar rumah. Hal yang diinginkan dalam mencapai kemandirian. Dalam kehidupan manusia ada hal-hal yang diinginkan untuk mencapai kemandirian, tetapi dalam kenyataan antara harapan dan kenyataan sering tidak sesuai. Keinginan untuk mencapai kemandirian bersifat pribadi yang dapat dipengaruhi juga oleh lingkungan. Dari hasil analisis yang didapat maka subyek 4 (TGH) dalam mencapai kemandirian adalah subyek mempunyai keinginan untuk mempertahankan prestasinya, diungkapkan oleh subyek: “Ya belajar bu dengan baca buku pelajaran bu, kadang baca-baca di internet agar dapat juara..... Maksud dari perkataan subyek yaitu subyek ingin tetap mempertahankan nilai atau prestasi di sekolah tetap baik. Selain itu subyek mempunyai keinginan yang diungkapkan oleh subyek yaitu: “Wah sebetulnya ya kepingin bu, tapi belum dikasih-kasih oleh Tuhan. Walaupun subyek menjadi anak tunggal namun bagi subyek belum merasa puas jika tidak mempunyai seorang adik, karena bagi subyek jika ada saudara rumah bisa menjadi rame, namun subyek menyadari yang bisa memberikan adik adalah Tuhan sendiri, sehingga subyek hanya bisa berharap. 102
Kendala yang dirasakan dalam mencapai kemandirian Subyek berusaha untuk memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan maka tercapailah juga kemandirian seseorang. Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek 4 dalam mencapai kemandirian adalah subyek tidak menemukan kendala dalam mencapai kemandirian karena orang tua subyek sangat mendukung dan memberikan kesempatan pada subyek untuk bisa mandiri, orang tua subyek melatih subyek bisa mandiri sejak masih SD, sehingga di usia remaja subyek mampu untuk hidup mandiri dan tidak tergantung dari orang tua meskipun orang tua subyek sering pergi dan sering ada kegiatan di luar rumah. PEMBAHASAN Kemandirian adalah sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya(Fatimah: 2006). Kemandirian memiliki aspek yang lebih luas dari sekadar aspek fisik. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa mendatang. Peran serta orang tua sangatlah besar dalam proses kemandirian seorang anak. Orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya bergantung pada orang tua menjadi mandiri (Fatimah: 2006). Sedangkan Chaplin menyatakan otonomi kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi satu kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri(Desmita, 2011). Menurut Seifert dan Hoffnung tonomi atau kemandirian sebagai”the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings and actions freely and responssibly while overcoming feelings of shame and doubt” (Desmita,2011:185). Dengan demikian dapat dipahami kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan. Erikson menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri (Desmita: 2011). Kemandirian biasanya ditandai kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Pada subyek 1 (SKR) kemandirian terealisasi dalam kehidupan subyek yang sekarang ini dimana subyek ketika di sekolah termasuk anak yang aktif ketika mempunyai kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah ISSN : 0853-8050
subyek tidak enggan bertanya pada guru, di samping itu subyek merupakan anak yang mau menyadari kesalahan dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh subyek dan tidak hanya itu saja kemandirian yang nampak pada diri subyek yaitu berani mengambil keputusan tidak dipengaruhi oleh orang lain, subyek juga mempunyai ketrampilan bisa main piano, subyek juga memiliki keinginan untuk bersaing dengan teman dalam mempertahankan prestasi di sekolah, disamping itu subyek juga memiliki rasa percaya diri dihadapan teman, guru, ketika di sekolah dan punya inisiatif untuk mengusulkan demi kemajuan di sekolahnya. Ketika di rumah kemandirian juga nampak pada diri subyek yaitu subyek mempunyai keberanian untuk memutuskan sesuatu sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang tua, dalam subyek mempunyai kemampuan untuk mengontrol emosi sendiri tanpa dipengaruhi orang tua, dalam berinteraksi dengan teman dan lingkungan subyek bisa menjalin hubungan dengan baik. Pada subyek 2 (YG) kemandirian terealisasi dalam kehidupan subyek yang sekarang ini yaitu subyek merupakan anak yang mempunyai keinginan untuk mandiri, meskipun orang tua kurang mendukung dalam pencapaian kemandirian namun karena keinginan untuk mandiri lebih kuat yaitu subyek merasa bahwa diri subyek bukan seperti anak kecil lagi sehingga kemandirian bisa terealisasi pada diri subyek. Kemandirian yang nampak pada diri subyek ketika dia belajar di sekolah subyek berusaha untuk mandiri, subyek termasuk anak yang kreatif dalam mengatasi kesulitan di sekolah dengan membawa kesulitan pelajaran pada waktu bimbingan belajar, subyek juga termasuk anak yang mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas apa yang pernah dilakukan dan berusaha 103
Juli Kurniawati
untuk mengatasinya sendiri dan tidak ingin orang tua subyek terlibat dalam mengatasi masalah yang dihadapinya karena subyek merasa bukan anak-anak lagi namun dia sudah menjadi seorang remaja yang bisa mengatasi persoalannya sendiri. Dalam mengambil keputusan di sekolah subyek juga berani mengambil keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh teman atau guru subyek, subyek mempunyai keinginan bersaing dalam hal prestasi di sekolahnya dengan cara rajin baca buku dan ikut bimbingan belajar demi mempertahankan prestasinya. Percaya diri subyek juga nampak ketika subyek tampil waktu acara perpisahan kakak kelas di sekolahan dengan tampil main gitar, dan subyek juga mempunyai inisiatif untuk mengusulkan demi kemajuan di sekolahnya. Kemandirian juga nampak pada subyek, dimana subyek bisa menjalin hubungan dengan teman-temannya yaitu subyek sering main dengan teman sambil nyanyi dan gitaran. Dan bukan hanya itu saja subyek termasuk anak yang bisa mengelola keuangan dimana subyek masih bisa celengi dari uang saku yang diberi oleh orang tua tiap bulan. Ketika di rumah subyek mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan yaitu ketika subyek melakukan kesalahan subyek minta pada orang tua. Meskipun orang tua tidak pernah memberikan kesempatan pada subyek untuk melakukan tugas rumah, namun subyek merasa mempunyai tanggung jawab bisa mengerjakan tugas rumah dan berani mengambil keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang tua. Dalam mengontrol emosi subyek pun mempunyai cara tersendiri yaitu dengan menulis di buku, subyek tidak mau tergantung pada orang tua dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. 104
Pada subyek 3 (TYS) kemandirian belum terealisasi pada kehidupan subyek sekarang ini. Hal ini nampak ketika subyek berada di sekolah, pada saat subyek melakukan kesalahan tanggung jawab subyek dalam mengatasi persoalan masih kurang yaitu subyek masih mempunyai rasa malu untuk mengakui kesalahannya, termasuk dalam mengambil keputusan dan belajar di sekolah masih tergantung pada orang tua. Percaya diri subyek juga masih kurang yaitu subyek masih belum berani untuk tampil nyanyi sendiri dihadapan teman dan guru, namun subyek bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam pengelolaan keuangan pun ketika subyek dikasih uang saku oleh orang tua, terlihat subyek masih belum bisa mengelola keuangan dengan baik, hal ini juga didukung oleh orang tua yang tidak pernah memberikan kesempatan pada subyek untuk mempunyai tanggung jawab serta tidak ada dukungan untuk belajar mandiri, oleh karena itu subyek masih belum bisa untuk mengerjakan tugas rumah seperti mencuci baju, mencuci piring, karena semuanya masih dikerjakan oleh mama subyek. Perhatian yang besar dari orang tua terlihat ketika kakak subyek meninggal sehingga kekuatiran orang tua terhadap subyek sangat besar sekali. Ketika berada di rumah subyek juga tidak berani dalam mengambil keputusan dan masih menggantungkan orang tua dan diperkuat dari sikap orang tua yang terlalu protektif tidak memberikan kebebasan dalam pergaulan subyek. Kemampuan dalam mengontrol emosi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar masih tergantung dari peran serta orang tua. Pada subyek 4 (TGH) kemandirian terealisasi dalam kehidupan subyek sekarang ini yaitu Subyek mempunyai usaha dalam belajar ketika mau menghadapi ujian dengan
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
cara belajar sedikit demi sedikit membaca buku pelajaran, subyek juga merupakan anak yang aktif dan kreatif ketika menghadapi kesulitan di sekolah ada usaha untuk menanyakan pada guru serta berusaha untuk mencari di internet. Subyek mempunyai kekurangan sering menggoda teman-teman subyek perempuan sehingga subyek pernah mendapatkan hukuman dari guru ketika berada di sekolah, oleh karena itu subyek menyadari akan kesalahan yang pernah diperbuat dan subyek tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi. Dalam mengambil keputusan ketika di sekolah subyek mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan sendiri dan tidak dipengaruhi oleh teman ataupun guru. Subyek juga mempunyai percaya diri dengan hasil prestasi yang selama ini subyek peroleh. Oleh karena itu ada keinginan bagi subyek untuk bersaing dengan teman dalam mempertahankan prestasi di sekolah dengan cara membaca buku pelajaran dan mencari di internet. Dalam pengelolaan keuangan subyek termasuk anak yang bisa mengelola uang dengan baik uang yang dikasih oleh orang tua ataupun saudara subyek ditabung sehingga subyek jika ada keperluan sekolah ataupun ke warnet tidak membebani orang tua dengan cara ambil uang tabungan. Ketika di rumah subyek juga mempunyai rasa tanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan yaitu pada saat subyek melakukan suatu kesalahan, subyek berusaha untuk minta maaf pada orang tua. Subyek mempunyai keberanian dalam menentukan suatu keputusan tidak tergantung dari orang tua, didukung juga dari orang tua yang memberikan kebebasan pada anak untuk menentukan keputusan ketika berada di rumah. Disamping itu subyek juga mempunyai kemampuan dalam mengontrol emosi dengan ISSN : 0853-8050
tidak tergantung kepada orang tua. Subyek termasuk anak yang bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Keinginan pada keempat subyek yaitu dalam mengikuti pelajaran di sekolah tidak ingin ketinggalan dari teman-teman dan tetap ingin mempertahankan prestasinya yaitu nilai di sekolah tetap baik dan tidak turun. Namun keinginan belajar yang dialami oleh subyek 3 (TYS) bahwa orang tua subyek turut campur dalam belajarnya. Dari ketiga subyek yaitu subyek1 (SKR), subyek 2 (YG) dan subyek 4 (TGH) ada keinginan untuk mandiri dan tidak tergantung dari orang tua kecuali yang dialami oleh subyek 3 (TYS) merasa nyaman dengan keberadaannya sebagai anak tunggal, tidak ada keinginan untuk belajar mandiri dan selalu tergantung kepada orang tua. Dan keinginan yang lain yaitu adanya keinginan untuk mempunyai adik, namun subyek mengerti dan menyadari kondisi dan keberadaan dari orang tua, sehingga subyek hanya bisa pasrah dan berserah, hanya subyek 3 (TYS) yang tidak mempunyai keinginan untuk mempunyai adik karena takut orang tua tidak memberikan kasih sayang lagi pada subyek. Kendala yang dihadapi subyek 1 (SKR) dan subyek 2 (YG) dalam mencapai kemandirian adalah faktor dari diri subyek mempunyai kelemahan lupa yang akhirnya melibatkan campur tangan dari orang tua untuk ikut campur terhadap subyek sehingga menjadi kendala terhadap pencapaian kemandirian. Perhatian dan kasih sayang yang berlebih dari orang tua juga menjadi kendala untuk mencapai kemandirian. Subyek ingin dihargai dan diberi kesempatan serta kebebasan untuk bisa mandiri dan tidak dianggap sebagai anak kecil lagi, karena subyek merasa bahwa dirinya sudah sebagai 105
Juli Kurniawati
remaja, seperti yang dialami oleh subyek 2 (YG). Sedangkan kendala yang dihadapi subyek 3 dalam mencapai kemandirian adalah orang tua terlalu memanjakan subyek sehingga subyek merasa nyaman dengan keberadaannya sebagai anak tunggal dan orang tua subyek tidak pernah memberi kesempatan pada subyek untuk belajar mandiri, sehingga subyek pun juga menikmati keberadaan dirinya tidak pernah berlatih sedini mungkin yang menyebabkan subyek 3 (TYS) masih belum bisa mandiri. Kendala yang dihadapi oleh subyek 4 (TGH) yaitu subyek tidak menemukan kendala dalam pencapaian kemandirian karena orang tua sangat mendukung dan memberikan kesempatan pada subyek untuk bisa mandiri, orang tua subyek melatih subyek bisa mandiri sedini mungkin, sehingga di usia remaja subyek mampu untuk hidup mandiri dan tidak tergantung dari orang tua meskipun orang tua subyek sering pergi dan sering ada kegiatan di luar rumah. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dijabarkan pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Kemandirian sering disebut berdiri diatas kaki sendiri dimana seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Pencapaian kemandirian pada subyek terjadi karena adanya kesempatan, dukungan, dorongan yang diberikan oleh orang tua pada subyek sehingga terjadi proses latihan yang terus menerus sampai tercapai suatu kemandirian serta adanya komunikasi dari orang tua dan anak yaitu komunikasi dua arah artinya saling mendengarkan pandangan satu 106
dengan yang lain. Oleh karena itu meskipun ada pandangan negatif dari masyarakat bahwa anak tunggal anak yang manja, tidak bisa mandiri, dan selalu tergantung pada orang tua, ternyata dari penelitian ini anak tunggal bisa mandiri. Anak tunggal yang mandiri pada penelitian ini yaitu pada subyek 1 (SKR), subyek 2 (YG) dan subyek 4 (TGH). Kemandirian yang nampak pada diri subyek yaitu ketika subyek melakukan suatu kesalahan subyek mau menyadari akan apa yang dilakukan dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Subyek berani mengambil keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Subyek juga memiliki keinginan untuk bersaing dengan teman dalam mempertahan-kan prestasi di sekolah atas usahanya sendiri. Selain itu subyek juga mampu mengelola keuangan dengan baik dengan cara menabung. Subyek mempunyai kemampuan untuk mengontrol emosi sendiri tanpa dipengaruhi orang tua, dalam berinteraksi dengan teman dan lingkungan subyek bisa menjalin hubungan dengan baik, meskipun pada subyek 2 (YG) orang tua kurang mendukung dalam pencapaian kemandirian namun karena keinginan untuk mandiri dari subyek lebih kuat sehingga subyek bisa mandiri. Namun kemandirian pada subyek 3 (TYS) belum nampak karena orang tua tidak pernah memberikan kesempatan, dukungan serta dorongan pada subyek sehingga tidak pernah ada latihan dari subyek untuk belajar mandiri. Selain itu subyek sendiri tidak pernah ada keinginan serta kemauan untuk belajar mandiri sehingga tidak terjadi suatu proses kematangan didalam diri subyek untuk menjadi mandiri dan dalam setiap kegiatan yang dilakukan masih tergantung dari orang tua. Oleh karena itu peran serta dari orang tua dan
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013
Kemandirian Anak Tunggal
lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemandirian seorang anak. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka adanya beberapa saran yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Pada penelitian ini ditemukan beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi oleh anak tunggal yang masih belum bisa mandiri orang tua perlu melakukan: a. Komunikasi Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi disini harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak saling mendengarkan pandangan satu dengan yang lain. Dengan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya dan sebaliknya anak-anak juga mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Komunikasi tidak berarti hanya dilakukan secara formal, tetapi bisa saja dilakukan sambil makan bersama atau selagi berlibur sekeluarga. b. Kesempatan Orang tua sebaliknya memberikan kesempatan kepada anak remajanya untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang telah diambilnya. Biarkan remaja tersebut mengusahakan sendiri apa yang diperlukan dan biarkan ia mengatasi sendiri berbagai masalah yang muncul. Dalam hal ini orang tua hanya bertindak sebagai pengamat dan hanya boleh melakukan ISSN : 0853-8050
intervensi jika tindakan sang remaja dianggap dapat membahayakan dirinya dan orang lain. c. Tanggung jawab Bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang diperbuat merupakan kunci menuju kemandirian. Dengan bertanggung jawab (betapapun sakitnya), remaja tidak akan mengulangi hal-hal yang memberikan dampak negatif (tidak menyenangkan bagi dirinya). b. Konsistensi Konsistensi orang tua dalam menerapkan disiplin dan menanamkan nilainilai sejak masa kanak-kanak dalam keluarga akan menjadi panutan bagi remaja untuk mengembangkan kemandirian dan berpikir secara dewasa. Orang tua yang konsisten akan memudahkan remaja dalam membuat rencana hidupnya sendiri dan dapat memilih berbagai alternatif karena segala sesuatu dapat diramalkan olehnya mengasuh dan membimbing anak untuk bisa mandiri melalui keluarga bisa kita wujud nyatakan mulai dari sekarang sehingga kita dapat membangun generasi baru yang tidak penuh dengan kebergantungan dan menjadi beban keluarga. 2. Penelitian ini menemukan gambaran yang lebih kongkrit tentang kemandirian dari seorang anak tunggal seperti dikehidupan sekarang ini, seorang anak tunggal selalu dilihat dari sisi negatifnya saja, maka akan terus berkepanjangan pandanganpandangan buruk dari masyarakat yaitu anak tunggal yang selalu manja dan tergantung pada orang tua, padahal mereka itu juga manusia yang bisa mandiri dalam 107
Juli Kurniawati
melakukan aktivitas dan kegiatan tanpa tergantung dari orang tua. DAFTAR RUJUKAN Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep diri dan Penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT Refika Aditama. Ali, Mohamad & Asrori, Mohamad. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Aspin. 2007. Hubungan Gaya Pengasuhan Orang tua Authoritarian dengan Kemandirian Emosional Remaja . Bandung: PPS UNPAD. Chaplin, J. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo. Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosda karya. Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia. Gunarso, Singgih. 2008. Psikologi Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 108
Mu’tadin, Zainun. 2002. Kemandirian sebagai kebutuhan Psikologis Pada Remaja. http:// www. e. Psikologi. Com/ remaja/ 250602. Htm. Poerwandari, E. K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Newman, W. L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative approach ( Fifth ed). Boston: Allyn and Bacon. Santrock, W. J. 2003. Adolesence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarwono, Jonathan. 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Jakarta: Andi Publiser. Steinberg, Laurence. 2002. Adolence. Sanfrancisco: Mc Graw-Hill inc. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia. Yusuf, Syamsu. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
.
.
PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013