Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 3 PADANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN KOMPETENSI BELAJAR BIOLOGI METACOGNITION ABILITY OF CLASS XI SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS SMAN 3 PADANG AND THE RELATIONSHIP WITH BIOLOGY LEARNING COMPETENCY Helendra1, Rahmawati D.2, Fauzan2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang1
[email protected] Kampus UNP Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang 251312
ABSTRACT One factor that affects students’ learning competencies is metacognition ability; knowledge about individual how an individu learn to control and adjust their behavior in learning. This research aims were to determine positive and significant relationship between metacognition abilities with learning competencies of students in biology. Subject of this study are class XI IPA students of SMAN 3 Padang. This research was a descriptive study. Data were collected with a metacognition ability questionnaire and students’ learning competency class XI biology SMA IPA 3 Padang taken from student grades at second semester of 2013/2014. Data were analyzed using Pearson Product Moment correlation formula to find the relationship between metacognition ability with biology learning competencies. Determinant coefficient was analyzed to see the contribution of metacognition ability to learning competence, and t-test analysis to see significant relationship. The results showed that metacognition abilities has a positive relationship with students' learning competencies in the value of r = 0.87. The ability of metacognition also provided a substantial contribution to student learning competencies in the value of 74.99%. Based on the research result, it was concluded that there was a positive and significant relationships between metacognition ability with biology learning competency of class XI IPA students of SMAN 3 Padang. Keywords: Metacognition ability, Learning competenci ABSTRAK Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi belajar siswa adalah kemampuan metakognisi; pengetahuan tentang individu dan bagaimana individu belajar untuk mengontrol dan menyesuaikan perilaku belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan metakognisi siswa dalam pembelajaran biologi dan hubungannya dengan kompetensi belajar biologi siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA kelas SMAN 3 Padang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data kemampuan metakognisi diperoleh menggunakan instrumen berupa angket dan data kompetensi belajar diperoleh dari nilai UAS siswa semester II tahun ajaran 2013/2014. Data dianalisis dengan menggunakan rumus Pearson korelasi Product Moment untuk melihat hubungan antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi siswa. Koefisien determinasi dianalisis untuk melihat seberapa banyak kontribusi kemampuan metakognitif terhadapkompetensi belajar, dan analisis t-test untuk melihat apakah ada atau tidak hubungan yang signifikan antara kemampuan metakognitif dengan kompetensi belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi siswa kelas XI 190
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
IPA SMAN 3 Padang memiliki hubungan positif dengan kompetensi belajar siswa dengan nilai r = 0,87. Kemampuan metakognisi juga memberikan kontribusi sebesar74,99% terhadap kompetensi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar siswa dalam pembelajaran biologi kelas XI IPA SMAN 3 Padang. Katakunci: Kemampuan Metakognisi, Kompetensi Belajar 1. PENDAHULUAN Pendidikan pada dasarnya merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk mengaktualisasikan ketiga dimensi kemanusiaan yang paling elementer, yakni: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan dan ketakwaan, etika dan estetika, serta akhlak mulia dan budi pekerti luhur; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali ilmu pengetahuan dan mengembangkan serta menguasai
teknologi;
dan
(3)
psikomotorik
yang
tercermin
pada
kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis dan kecakapan praktis [1]. Kesemuanya ini bermuara pada bagaimana menyiapkan peserta didik (siswa) untuk mampu menjalankan kehidupan, bukan sekedar mempersiapkan anak didik untuk menjadi manusia yang hanya mampu menjalankan hidupnya. Dengan demikian, pendidikan dalam hal ini menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu. Kenyataannya, kualitas pendidikan Indonesia secara umum masih belum menggembirakan. Berdasarkan data laporan Education For All (EFA) Global Monitoring Report tahun 2011 yang dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan (Education Development Indexdisingkat EDI) Indonesia pada tahun 2008 adalah 0,934 (peringkat 69 dari 127 negara). Posisi ini jauh tertinggal dari Brunei Darussalam (peringkat 34) dan Jepang (peringkat 1), sedangkan Malaysia berada di peringkat 65. Jadi EDI Indonesia berada di bawah Malaysia dan Brunei Darussalam. Pada tahun 2010 EDI Indonesia berada pada peringkat 65 dan pada 2011 turun ke peringkat 69 [2]. Dibandingkan dengan negara Asia lainnya, menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara, berada di bawah Vietnam. Akibat rendahnya kualitas pendidikan, maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei (The World Economic Forum Swedia Report, 2000). Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai leader teknologi dari 53 negara di dunia [2]. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Diantaranya adalah; sarana dan prasarana, lingkungan sosial/masyarakat,kualitas guru,
191
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
perhatian orang tua, dan kondisi serta kesadaran siswa dalam belajar. Guru diharapkan mampu memfasilitasi siswa untuk belajar, diantaranya dengan melaksanakan strategi pembelajaran yang bervariasi, memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk kreatif dalam belajar. Jadi fokus pendidikan adalah kepada siswa (student centered education). Artinya, pendidikan adalah suatu proses yang berorientasi pada perubahan psikologis siswa. “Belajar menurut teori kognitif adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan, sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya” [3]. Pandangan teori belajar kognitif membawa kepada sebuah pemahaman bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan, yakni belajar.
Bahkan,
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, proses pembelajaran juga sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Siswa akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai, dan menyusun alur logis. Aspek-aspek kognitif tidak dapat berjalan sendiri secara terpisah, tetapi perlu dikendalikan atau diatur. Jika seorang siswaakan menggunakan kemampuan kognitifnya, maka diperlukan kemampuan untuk menentukan dan mengatur aktivitas kognitif apa yang akan digunakan. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki kesadaran tentang kemampuan berpikirnya sendiri serta mampu untuk mengaturnya. Para ahli menyebut kemampuan ini dengan metakognitif (metakognisi). Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Para ahli psikologi umumnya memberikan pengertian metakognisi sebagai kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri [4]. [5] menyatakan bahwa: Metakognitif adalah suatu bentuk kognisi, proses berpikir urutan kedua atau lebih tinggi yang melibatkan kontrol aktif atas proses kognitif, atau didefinisikan sebagai berpikir tentang berpikir . Menurut [6], metakognisi adalah istilah yang berkaitan dengan apa yang diketahui siswa tentang dirinya sebagai individu belajar dan bagaimana ia mengontrol dan menyesuaikan perilakunya [6]. Sedangkan menurut [7], metakognisi berhubungan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat. Sedangkan menurut [8], metakognitif terdiri dari pengetahuan metakognitif (metakognitive knowledge) dan pengalaman atau pengaturan metakognitif
192
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
(metakognitif experience or regulation)pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. [9]
mengemukakan
beberapa
strategi
untuk
mengembangkan
perilaku
metakognisi sebagai berikut: a. mengidentifikasi apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui, b. menceritakan tentang pemikirannya, c.menjaga catatan pemikiran, d. merencanakan dan melakukan pengaturan diri, e. menanyakan proses berpikir, dan f. evaluasi diri. Berdasarkan beberapa pengertian metakognisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja, serta bagaimana cara mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah terutama dalam belajar. Siswa dalam konteks pembelajaran seharusnya mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimilikinya, bagaimana cara untuk belajar,serta strategi belajar terbaik untuk belajar efektif [10]. Selain itu, metakognisi juga merupakan bentuk kemampuan untuk melihat diri sendiri sehingga apa yang lakukan siswa dapat dikontrol secara optimal. [11] menyatakan bahwa gaya kognitif yang telah ditemukan siswa melalui kemampuan metakognisinya, memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu serta profesi yang telah dipilihnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [12] tentang "Strategi Membangun Metakognisi Siswa SMA dalam Pemecahan Masalah Matematika", diketahui bahwa: Guru dapat membangun kesadaran metakognisi siswa, sehingga siswa mengetahui dan menyadari kekurangan maupun kelebihan mereka dan dapat merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi apa yang akan dan telah dikerjakan". Biologi merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa SMA, dan tergabung ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) bagi siswa SMP. Biologi mempelajari tentang makhluk hidup dan segala aspek yang menyangkut kehidupannya. Dalam mempelajari biologi, keberhasilan siswa mencapai kompetensi belajar yang telah dirumuskan juga tergantung kepada banyak faktor, salah satunya menyangkut cara siswa belajar. Penerapan
stategi
berpikir
metakognitif
oleh
siswa
dalam
pembelajaranbiologiberpengaruh pada hasil belajar. Menurut Ahnam (2007) strategi metakognitif pada pelajaran biologi berpengaruh terhadap hasil belajar pada sekolah yang kemampuannya biasa di Malaysia. Susantini (2005) menyatakan strategi metakognitif berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan tinggi.
193
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
Penelitian yang dilakukan oleh In’am (2009) tentang lesson study berbasis metakognitif meningkatkan hasil belajar [13]. Berdasarkan wawancara dengan 10 orang siswa SMAN 3 Padang, ditemukan bahwa semua siswa tersebut belum begitu mengetahui tentang kemampuan metakognisi mereka. Selain itu, belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan kemampuan metakognisi siswaSMAN 3 Padang. SMAN 3 Padang merupakan salah satu SMA favorit di kota Padang, serta memiliki akreditasi A.Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian di SMAN 3 Padang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan metakognitif dan hubungannya dengan kompetensi belajar biologi siswa kelas XI IPA di SMAN 3 Padang tahun ajaran 2014/2015.
2.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Populasi adalah seluruh siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 3 Padang yang terdaftar pada tahun ajaran 2014/2015. Sampel ditentukan dengan teknik simple random sampling, yaitu sebanyak 48 siswa. Data penelitian ini yaitu kemampuan metakognisi siswa dan data kompetensi belajar siswa pada ranah kognitif. Data kemampuan metakognisi siswa diperoleh dari jawaban angket tentang kemampuan metakognisi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang. Sedangkan data kompetensi belajar siswa diperoleh dari nilai rapor siswa pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Angket penelitian untuk mengungkapkan kemampuan metakognisi siswa memiliki dua komponen utama yang terdapat pada kemampuan metakognisi, yakni pengetahuan metakognitif dan pengaturan terhadap tindakan metakognitif. Pengetahuan metakognitif terdiri dari tiga aspek yakni pengetahuan deklaratif, pengetahuan tentang cara-cara belajar yang efektif dan keyakinan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Pengaturan terhadap tindakan metakognitif terdiri atas lima aspek utama yakni perencanaan, strategi dalam memproses informasi, penilaian terhadap strategi belajar, penanggulangan terhadap strategi yang digunakan, dan evaluasi terhadap keefektifan strategibelajar yang digunakan [14]. Untuk melihat kekuatan korelasi antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi siswa kelas XI IPA di SMAN 3 Padang, data dianalisis dengan rumus koefisien korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut (1).
(1)
194
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
Nilai koefisien korelasi yang diperoleh diinterprestasikan sebagai berikut: 0-0,199 (Sangat lemah), 0,20-0,399 (Lemah), 0,40-0,599 (Sedang), 0,60-0,799 (Kuat), dan 0,801,0 (Sangat kuat) [15]. Besarnya kontribusi kemampuan metakognisi siswa terhadap kompetensi belajar, ditentukan dengan menghitung koefisien determinasi (P), dimana P= rxl00%. Untuk mengetahui berarti atau tidaknya korelasi, dilakukan pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus t sebagai berikut [16]: (2)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis mendapatkan data tentang kemampuan metakognisi siswa dan kompetensi belajar biologi siswa. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, sebaran skor variable kemampuan metakognisi siswa mulai dari 98 s/d 176 dengan skor rata-rata 152,5 (tergolong tinggi). Rincian kemampuan metakognisi siswa kelas XIIPA SMAN 3 Padang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Sebaran skor metakognisi siswa kelas XI IPA SMAN 3 Padang No.
Skor kemampuan metakognisi siswa
Frekuensi
1
91-100
1
2
101-110
2
3
111-120
0
4
121-130
2
5
131-140
2
6
141-150
11
7
151-160
11
8
161-170
11
9
171-180
8
Total
48
Skor kompetensi belajar biologi siswa tersebar mulai dari 70,4-93,7. Nilai rata-rata kompetensi belajar biologi siswa adalah 83,88 (tergolong tinggi). Siswa yang mempunyai skor di atas rata-rata sebanyak 26 orang dan yang berada di bawah rata-rata sebanyak 22 orang. Jika dikaitkan dengan KKM mata pelajaran biologi di SMA 3 Padang yaitu 80 maka ada sebanyak 44 siswa yang nilainya berada di atas KKM yang ditetapkan dan hanya4 siswa yang memperolehnilai dibawah KKM. Rincian kompetensi belajar biologi siswa
195
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2.Distribusi skor kompetensi belajarbiologi ranah kognitif siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang Skor kompetensi belajar ranah kognitif siswa
Frekuensi
1
61-70,9
1
2
71-80,9
7
3
81-90,9
36
4
91-100
4
Total
48
No.
Hasil analisis korelasi kemampuan metakognisi siswa dengan kompetensi belajar biologi menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson adalah terdapat hubungan atau korelasi yang sangat kuat antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi ranah kognitif dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,87. Koefisien determinasi (penentu) kemampuan metakognisi terhadap kompetensi belajar siswa didapat 74,99%. Hal ini berarti bahwa kemampuan metakognisi memberikan kontribusi sebesar 74,99% terhadap kompetensi belajar biologi siswa. Dengan menggunakan rumus Uji
t,
didapatkan nilai thitung sebesar
11,74.
Nilai thitung
dikonfirmasikan dengan ttabel, pada derajat kebebasan (db) = 46,yaitu = 2,02. Jadi, thitung > ttabel, ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi siswa pada ranah kognitif. Karena pada penelitian ini didapatkan korelasi antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi siswa yang sangat kuat (r = 0,87), nilai koefisien determinasi = 74,99%, danthitung 11,74 > ttabel 2,02, dapat dimaknai bahwa kemampuan metakognisi siswa berkorelasi positif yang sangat kuat dan signifikan dengan kompetensi belajar kognitif siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang. Kemampuan metakognisi memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kompetensi belajar siswa. Hal ini berarti bahwa, semakin tinggi kemampuan metakognisi siswa maka semakin baik pula kompetensi belajar yang diperolehnya. Temuan penelitian ini sesuai denganpernyataan [17], yaitu “siswa yang nilai metakognisinya tinggi secara otomatis menggunakan teknik yang lebih efisien untuk menghafal informasi daripada siswa yang nilai metakognisinya rendah, hal ini memungkinkan semakin tinggi nilai metakognisi siswa maka nilai kompetensi siswa semakin membaik”. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan para ahli seperti yang
196
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
dirangkum oleh Corebima (2006) sebagai berikut: a). Eggen dan Kauchak (1996), “pengembangan kecakapan metakognisi pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang berharga, karena kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi selfregulated learners (bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya untuk mencapai tuntutan tugas), b). Marzano (1988), “manfaat strategi metakognisi bagi guru dan siswa adalah menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa (monitoring diri merupakan kecakapan berpikir tinggi)”, c). Susantini, dkk. (2001) “melalui metakognisi siswa mampu menjadi pebelajar mandiri, menumbuhkan sikap jujur dan berani melakukan kesalahan dan akan meningkatkan hasil belajar secara nyata”, d). Howard (2004), “keterampilan metakognisi diyakini memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory), dan pemecahan masalah; sejumlah peneliti yakin bahwa penggunaan strategi yang tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan belajar”). Peters (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognisi memungkinkan para siswa berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena mendorong mereka menjadi manajer atas dirinya sendiri serta menjadi penilai atas pemikiran dan pembelajarannya sendiri. Jadi dapat diyakini bahwa kemampuan metakognisi siswa yang tinggi akan berdampak kepada kompetensi belajar mereka yang tinggi pula. Strategi belajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari siswa melaksanakan proses belajar melalui cara tertentu. Strategi yang dinilai lebih efektif dan efisien jikaditerapkan akan meningkatkan hasil belajar [18]. Hal ini menjelaskan bahwa keefektifan dalam belajar dengan menggunakan strategi yang tepat akan meningkatkan kompetensi belajar siswa yang sesuai dengan hasil penelitian ini. Fungsi penilaian terhadap suatu strategi yang digunakan dalam belajarakan membantu siswa dalam memilih strategi mana yang tepat dalam proses belajarnya. Hal ini dijelaskan oleh [19], bahwa fungsi penilaian terhadap strategi belajar yang siswa kehendaki disamping sebagai alat seleksi dan mengklasifikasi, juga sebagai sarana untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan nilai hasil belajar siswa secara maksimal. Penilaian terhadap strategi yang digunakan tidak hanya merupakan suatu proses untuk mengklasifikasikan keberhasilan dan kegagalan dalam belajar tetapi juga untuk meningkatkan efisiensi dankeefektifan dalam belajar yang nantinya menentukan kompetensi belajar siswa. Setelah dilakukan penilaian terhadap strategi yang digunakan, maka selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap ketercapaian tujuan belajar dan efektivitas strategi yang digunakan dalam proses belajar yang akan meningkatkan prestasi belajarnya. Sesuai yang dinyatakan oleh [20], bahwa evaluasi terhadap strategi yang digunakan dalam
197
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
proses belajar akan dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada siswa untuk dapat memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasi belajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan maupun secara parsial terlihat kemampuan metakognisi sangat menentukan pencapaian kompetensi belajar biologi siswa. 4. KESIMPULAN DAN PROSPEK Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat korelasi positif dan signifikan antara kemampuan metakognisi dengan kompetensi belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang.
b. Siswa yang lebih mengetahui kemampuan metakognisinya, lebih tepat pula merencanakan pengaturan terhadap tindakan metakognitif mereka, sehingga berdampak positif terhadap kompetensi belajarnya. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dan Guru-guru Biologi SMA Negeri 3 Padang yang telah member izin penelitian dan membantu memberikan data skor kompetensi belajar siswa. Selanjutnya kepada siswa-siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang yang menjadi responden dan telah berkenan mengisi angket metakognisi yang peneliti berikan. 6. DAFTAR PUSTAKA [1].
Departemen Pendidikan Nasional, Derektorat Jenderal PendidikanDasar dan Menengah, Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam (Science Education Development Center). Program Kerja Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam; 2005.
[2].
Majid, M. Shabri Abd. Potret Buram Pendidikan Kita [Internet] 2013 [updated 2013 Jan
3;
cited
2014
Mar
14].
Available
from:http://aceh.tribunnews.com/
2013/01/03/potret-buram-pendidikan-kita. [3].
Baharudin & Wahyuni, Esa Nur. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: ArRuz Media; 2007.
[4].
Gredler, M.E. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi. Kencana: Jakarta; 2011.
[5].
Togala, Zulrahmat. Metakognitif dalam Pembelajaran [Internet] 2013 [updated 2013 Juni 15; cited 2014 April 14]. Availablefrom:https://zultogalatp.wordpress.com/ 2013/06/15/metakognitif-dalam-pembelajaran/
198
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 190 - 199
[6].
Suherman, Erman. Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); 2003.
[7].
Schoenfeld, A. Metacognition Learning and Mathematics [Internet]. 1987. [Cited 2014 Feb 3] Available from:http//mathforum.org/~sarah/Discussion.
[8].
Muisman. Analisis Jalur Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi berdasarkan Kecerdasan Strategi-Strategi Metakognitif dan Pengetahuan Awal. Singaraja: IKIP Singaraja; 2002.
[9].
Blankey, E & Spence, S. (1990). Developing Metacognitive. dalam Eric Degests
on Information Resources
[Online]. Tersedia:http://www.iap.ac.id/
ERICDigests/metacognitive.html [13 Februari 2012]. [10]. Amri, S & Ahmadi, I. K. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakara; 2010. [11]. Slamet. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. [12]. Romli, M. Strategi Membangun Metakognisi Siswa SMA dalam Pemecahan Masalah Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Madura; 2010. [13]. Putri, Windha Amalia, Andreas Priyono Budi Prasetyo, dan Supriyanto. Pengaruh Penerapan Strategi Metakognitif
dalam Metode Inkuiri terhadap Hasil Belajar.
Unnes.J. Biol. Educ. 1 (3) (2012). Available from:http://journal.unnes.ac.id/sju/ index.php/ujeb [14]. Schraw, G. and Dennison, R.S. Assesing Metacognitive Awareness Contemporary. Educational Psychology. 1994; 19,460-475. [15]. Sugiyono. Metode Penelitian Administasi. Bandung: Alfabeta; 2007
[16]. Sudjana.
Penilaian
Hasil
Proses
BelajarMengajar.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakarya; 2005. [17]. Mulyati, Y. S.Belajar dan Mengajar [Online].[Cited 2014 Agustus 4] Available from:(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._Administrasipendidikan/19520929198403 2yatisitimulyati/Tntiteknis.pdf. [18]. Sudjana, N.Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo; 2010. [19]. Purwanto, M. N. Prinsip-prinsip dan TeknikEvaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya; 2006. [20]. Sudijono, A. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers; 2009.
199