Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 51-55
PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 3 PADANG Viona Amelia1), Edwin Musdi2), Nonong Amalita3) 1)
FMIPA UNP, e-mail:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3)
Abstract Reasoning is really important in mathematical learning because reasoning will influence the pupil in material comprehension and learning process outcome. Unfortunately the pupil of class XI IPA 1 in Senior High School Number 3 in Padang rarely solve the problem about proving problem that usually using reasoning in solving that problem. It will give impact to the learning process outcome and student reasoning. This is happen because the learning strategy that using by teacher doesn’t make the way of pupil thinking optimal and the activity of pupil in learning process still passive. Therefore solution to that problem is using the metacognition strategy that will optimize the way of pupil thinking especially on reasoning activity. This research show that the pupil reasoning increase after using strategy Metacognition in learning process. Keywords – mathematical reasoning, metacognition strategy PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang menuntut sumber daya manusia yang mampu mencerna ide–ide baru, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perubahan itu di dalam kehidupan. Oleh karena itu, dibutuhkan penguasaan matematika untuk menciptakan sumber daya manusia yang mampu menghadapi sekaligus mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang diberikan kepada peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar sampai jenjang pendidikan menengah diharapkan dapat membekali siswa dengan kemampuan penalaran. Penalaran itu sendiri diartikan sebagai aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang berdasar pada pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan[1]. Menurut Tinggih penalaran atau proses berpikir siswa sangat penting dalam matematika, karena matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui bernalar[2]. Hal senada juga dikatakan oleh Rusefendi bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran[2]. Hal ini menunjukkan bahwa dalam matematika sangat dibutuhkan penalaran. Penalaran dalam matematika ada dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Namun dalam matematika, penalaran deduktif menjadi unsur utama pekerjaan matematika. Penalaran deduktif bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Untuk menunjukkan suatu penalaran dalam matematika bahan ajar yang dapat diolah adalah menyelesaikan soal cerita[3]. Proses penalaran siswa dapat dilihat sewaktu siswa mengerjakan soal cerita. Selain itu, penalaran siswa dapat juga dilihat sewaktu siswa mengerjakan soal pembuktian yang biasanya soal pembuktian adalah soal penalaran. Begitu pentingnya peran penalaran dalam pembelajaran matematika sehingga perlu diberikan perhatian khusus terhadap penalaran. Namun sayangnya, siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang tidak memberikan perhatian khusus terhadap penalaran. Jika siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang diberikan soal pembuktian dan soal itungan, siswa ini lebih memilih mengerjakan soal itungan daripada mengerjakan soal yang membuktian. Selain itu, siswa ini juga tidak melakukan evaluasi terhadap apa yang telah mereka pelajari. Kesulitan yang mereka alami selama pembelajaran tidak mereka atasi sehingga ini berdampak dengan kemampuan mereka dalam memahami materi selanjutnya. Data ini diperoleh dari informasi yang diberikan oleh guru serta observasi yang dilakukan peneliti saat peneliti mengadakan praktek lapangan di SMA Negeri 3 Padang. Aktivitas siswa yang seperti ini berdampak terhadap hasil belajar siswa. Hal ini terlihat saat diadakan Ujian Tengah Semester, siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang yang terdaftar pada tahun ajaran 2013/2014 banyak yang tidak tuntas. Siswa ini tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 80. Selain itu, aktivitas siswa cenderung pasif dalam pembelajaran. Kebanyakan siswa tidak bertanya saat tidak
51
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 51-55
mengerti dan biasanya yang tampil menyampaikan ide hanya itu–itu saja orangnya. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk mengatasi masalah ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan strategi Metakognitif. Strategi Metakognitif merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir siswa[2]. Meningkatnya kesadaran mengenai proses berpikir siswa akan berdampak pada aktivitas berpikir siswa untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu penyataan baru yang benar berdasar pada pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Secara etimologis, istilah metakognisi berasal dari kata meta dan kognisi. Istilah meta berasal dari bahasa Yunani μετά yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan (after, beyond, with, adjacent) adalah suatu prefik yang digunakan dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep[4]. Secara umum kognisi diartikan sebagai apa yang diketahui serta dipikirkan orang. Menurut Suherman [2], metakognisi adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Sedangkan menurut[5] menyatakan bahwa “Metakognisi berhubungan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan strategi – strategi belajar tertentu dengan tepat”. Dengan demikian strategi metakognitif adalah bagian dari proses kognitif, dimana orang yang memiliki kemampuan ini adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan kontrol terhadap proses berpikir dan belajarnya. Perkembangan metakognisi dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang diobservasi [2]. Selain itu, siswa dapat mengembangkan serta melatihkan kemampuan metakognisi yang dimilikinya melalui list monitor yang berisikan langkah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Upaya yang dilakukan oleh guru sendiri adalah dengan menerapkan strategi metakognitif yang terdiri dari 3 tahap yaitu [6]: 1) tahap perencanaan, guru menjelaskan tujuan mengenai topik yang sedang dipelajari, penanaman konsep berlangsung dengan pertanyaan–pertanyaan yang diberikan oleh guru. 2) Tahap pemantauan, siswa bekerja mandiri untuk menyelesaikan soal–soal latihan yang diberikan. Guru memberikan umpan balik yang bersifat metakognitif secara individual, berkeliling memandu siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika. 3) Tahap evaluasi yang dilakukan oleh guru/siswa, evaluasi dari guru mengarah pada pemantapan dan aplikasi yang lebih luas. Sedangkan evaluasi dari siswa lebih kepada apa yang telah dipahami dari pembelajaran serta kemungkinan aplikasi masalah yang lebih luas. Membuat rekapitulasi yang dilakukan di kelas dengan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Strategi metakognitif yang diterapkan dalam pembelajaran matematika memberikan siswa kesempatan untuk melaksanakan kegiatan metakognitif yaitu merencanakan, mengontrol, dan merefleksi (mengevaluasi) seluruh proses kognitif (berpikir) yang terjadi selama pembelajaran. Siswa akan melakukan perencanaan yang akan dilakukan agar memahami materi yang akan dipelajari, mengidentifikasi strategi yang tepat dan mengarahkan bagaimana memulai pembelajaran. Setelah merencanakan, siswa akan memonitor setiap langkah yang mereka lakukan dalam pembelajaran, mengoreksi kesalahan, dan menemukan strategi yang tepat. Pada tahap akhir siswa akan melakukan evaluasi tentang materi yang sudah dipahami dan yang belum dipahami. Tahap–tahap yang dilakukan siswa dalam strategi metakognitif akan berdampak dalam kemampuan pemahaman siswa terhadap materi, karena metakognitif memfasilitasi siwa untuk mengontrol pikirannya. Siswa yang memiliki pemahaman terhadap materi akan memiliki kemampuan penalaran, karena materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dilatihkan melalui belajar matematika. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana aktivitas siswa selama digunakan strategi Metakognitif pada pembelajaran matematika kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 padang. (2) Bagaimana kemampuan penalaran matematis siswa setelah diterapkan strategi metakognitif dalam pembelajaran matematika kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang. Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan artikel ini adalah untuk mengaji atau menganalisis implementasi strategi Metakognitif terhadap aktivitas belajar siswa dan kemampuan penalaran matematis siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang. Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya peningkatan kualitas siswa, khususnya dalam mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa. METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah The One – Shot Case Study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok yang diberikan perlakuan tertentu. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan subjek penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang. Pemilihan lokal ini berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru dan hasil ujian siswa. Siswa Kelas XI IPA 1 ini sering tidak mengerjakan soal yang membutuhkan pembuktian, siswa ini lebih menyukai soal itungan. Selain itu, masih banyak siswa yang tidak tuntas dalam ujian tengah semester dan nilai terendah dari hasil ujian tengah semester ini berada di kelas ini. Oleh karena itu, peneliti meneliti kelas ini dengan kriteria dan tujuan yang ingin dicapai yaitu mengenai aktivitas dan penalaran matematis siswa.
52
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 51-55
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan strategi metakognitif sedangkan variabel terikatnya adalah aktivitas belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah populasi dan sampel dalam penelitian ini. Prosedur penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, peneliti melakukan observasi ke SMA Negeri 3 Padang, menetapkan kelas sampel, mempersiapkan perangkat dan memvalidasi perangkat pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun. Penelitian ini dilaksanakan selama enam pertemuan dan satu pertemuan untuk tes akhir. Kemudian pada tahap akhir, peneliti memberikan soal tes akhir pada siswa dan menulis hasil penelitian. Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas siswa yang diamati selama proses pembelajaran oleh seorang observer, kuis, dan tes akhir. Lembar observasi yang akan diamati tersebut dideskripsikan pada Tabel 1 berikut:
pertemuan terdapat siswa melakukan aktivitas yang sama maka hanya dihitung satu kali. Kuis digunakan sebagai instrumen penelitian yang bertujuan untuk melihat perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa selama diterapkannya strategi Metakognitif. Kuis yang diberikan pada penelitian ini sebanyak empat kali dan masing – masing kuis mengandung soal penalaran. Instrumen terakhir yang digunakan adalah tes akhir yang berupa essay yang diberikan di akhir penelitian. Materinya mencakup satu pokok bahasan Trigonometri. Sebelum tes akhir diberikan terlebih dahulu tes diujicobakan pada sekolah lain yang memiliki kemampuan rata – rata yang hampir sama dengan kelas sampel. Uji coba soal dilakukan di SMA Negeri 10 yang memiliki KKM yang sama dengan kelas sampel. Setelah dilakukan uji coba diperoleh bahwa terdapat satu soal yang harus diperbaiki dan diperoleh realibilitas tes akhir sebesar 0,44 Teknik analisis data yang didapatkan dari penelitian ini diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif berupa kemampuan penalaran matematis siswa yang dapat dilihat dari kuis dan tes hasil belajar dan kemudian data ini diolah dengan perhitungan statistik. Sedangkan data kualitatif adalah berupa aktivitas siswa yang diperoleh dari pengamatan yang dituliskan pada lembar observasi
TABEL 1. INDIKATOR AKTIVITAS Jenis Aktivitas
Indikator
Writing Activities
1. 2.
Oral Activities
1. 2. 3. 4.
Mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru Menulis jurnal berupa garis besar materi yang dipahami oleh siswa dalam pembelajaran Berdiskusi dengan anggota kelompok dan teman sekelas selama presentasi Siswa mengajukan pertanyaan (ketika fase guru menjelaskan pelajaran atau menanggapi pertanyaan teman) Siswa menyampaikan ide terhadap penyelesaian soal Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
Lembar observasi yang digunakan akan menghasilkan data kualitatif yang akan disajikan dalam bentuk persentae. Rumus persentase yang digunakan adalah rumus yang dikemukakan oleh Sudjana [7]:
Dimana P merupakan persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas, F merupakan banyak siswa yang melakukan aktivitas, dan N merupakan banyak siswa yang hadir. Penilaian aktivitas siswa dilakukan dengan mendeskripsikan persentase siswa yang melakukan aktivitas pada setiap pertemuan. Apabila dalam satu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian yang dideskripsikan berupa aktivitas siswa dan kemampuan penalaran matematis siswa selama diterapkan strategi Metakognitif dalam pembelajaran matematika. Data mengenai aktivitas siswa selama penerapan strategi Metakognitif pada pembelajaran matematika di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang diperoleh melalui lembar observasi. Pengamatan dilakukan oleh salah satu guru Praktek Lapangan (PL) dan seorang guru mata pelajaran matematika di SMA Negeri 3 Padang dengan mencatat banyaknya siswa yang melakukan aktivitas sesuai dengan indikator yang terdapat pada lembar observasi. Data distribusi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Distribusi Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas Siswa A B C D E F Jumlah Siswa
I % 96,67 96,67 86,67 33,33 33,33 36,67
II % 100 100 90,63 31,25 37,5 37,5
30
32
Pertemuan KeIII IV % % 100 100 93,33 96,55 93,33 96,55 36,67 41,38 50 48,28 46,67 44,83 30
29
V % 100 96 100 40 52 48 25
VI % 100 100 100 44,44 51,85 48,15 27
53
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 51-55
Keterangan: A : Mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru B: Menulis jurnal berupa garis besar materi yang dipahami oleh siswa dalam pembelajaran C: Berdiskusi dengan anggota kelompok dan teman sekelas D: Siswa mengajukan pertanyaan (ketika fase guru menjelaskan pelajaran atau menanggapi pertanyaan teman) E: Siswa menyampaikan ide terhadap penyelesaian soal F: Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru Pada Tabel 2 terlihat bahwa persentase aktivitas yang dilakukan oleh siswa bervariasi dalam rentangan 31,25%100%. Persentase terendah terlihat pada aktivitas F yaitu ketika siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sedangkan persentase tertinggi terlihat pada aktivitas A yaitu ketika siswa mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru. Secara umum terlihat bahwa persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif cenderung meningkat, walaupun untuk beberapa aktivitas mengalami penurunan. Aktivitas pertama yang diamati adalah aktivitas siswa dalam mengerjakan LKS. Persentase siswa mengerjakan LKS mengalami peningkatan dimana persentase terendah pada pertemuan pertama. Pada pertemuan pertama, ada siswa yang tidak mengerjkan LKS. Namun setelah diberikan peringatan dan teguran terhadap siswa, semua siswa mengerjakan LKS pada setiap pertemuan. Sehingga dapat dilihat pada pertemuan kedua sampai pertemuan keenam persentase aktivitas siswa dalam mengerjakan LKS mencapi 100 %. Pada aktivitas siswa mengerjakan jurnal ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan pada setiap pertemuan. Ini dikarenakan jurnal diberikan pada akhir pertemuan sehingga bagi siswa yang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mengerjakan LKS tidak sempat menyelesaikan jurnal yang telah diberikan. Jurnal yang dibuat oleh siswa ini berfungsi untuk melihat sampai sejauh mana materi yang sudah dipahami oleh siswa dan untuk melihat strategi apa saja yang akan dilakukan oleh siswa dalam menghadapi kesulitannya dalam memahami materi. Jurnal ini juga bisa dimanfaatkan oleh siswa sebagai refleksi diri. Aktivitas siswa yang ketiga yaitu aktivitas siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompok selama mengerjakan LKS. Aktivitas siswa ini mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama sampai pertemuan keempat ada siswa yang hanya menyalin punya teman kelompoknya. Namun pada pertemuan kelima dan keenam siswa semuanya berdiskusi dengan teman anggota kelompok. Ini disebabkan oleh tindakan guru dan observer yang selalu memantau kondisi kelas. Guru berkeliling untuk melihat apa yang sudah dikerjakan oleh kelompok. Guru membimbing siswa jika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah.
Aktivitas siswa selanjutnya adalah siswa mengajukan pertanyaan baik ketika fase guru menjelaskan pelajaran atau menanggapi pertanyaan teman. Persentase aktivitas siswa mengajukan pertanyaan ini ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan. Siswa banyak bertanya tentang penyelesaian soal dan penjelasan rumus yang akan dipakai. Pertanyaan banyak diajukan saat pertemuan terakhir karena siswa akan mengikuti ulangan sehingga banyak siswa yang bertanya tentang materi yang belum dipahami. Aktivitas kelima yang diamati adalah aktivitas siswa dalam menyampaikan ide terhadap penyelesaian soal. Persentase aktivitas ini terendah pada pertemuan pertama dan persentase tertinggi pada pertemuan kelima. Pada pertemuan kelima materi yang dipelajari adalah sub bahasan Perkalian Sinus dan Kosinus. Awalnya siswa tidak memahami memahami materi ini, tapi setelah dijelaskan kembali dan diberikan contoh yang lebih siswa mengerti dan mulai semangat menyelesaikan soal Kemudian yang terakhir adalah aktivitas siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pertanyaan yang diajukan disini biasanya seputar materi, materi yang sudah dipelajari, atau rumus yang sudah dipelajari. Aktivitas ini mencapai persentase tertinggi pada pertemuan keenam Perkembangan penalaran matematis siswa dilihat dari kuis yang telah diberikan. Kuis yang diberikan selalu mengandung soal penalaran sehingga kemampuan penalaran matematis siswa dapat dilihat dari setiap kuis yang diaamati. Perkembangan penalaran matematis yang akan dideskripsikan dan dianalisis adalah perkembangan secara klasikal. Distribusi perolehan skor penalaran matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Persentase Distribusi Skor Kuis Indikator
Skor
0 1 A 2 3 4 Rata-rata Skor 0 1 B 2 3 4 Rata-rata Skor 0 1 C 2 3 4 Rata-rata Skor Jumlah Siswa
Kuis 1 (%) 0 6,25 18,75 34,38 40,63 77,34 0 6,25 25 31,25 37,5 75 0 12,5 21,88 28,13 37,5 77,5 32
Kuis 2 (%) 0 3,333 13,33 33,33 50 82,5 0 3,33 26,67 23,33 46,67 78,33 0 6,67 16,67 33,33 43,33 78,33 30
Kuis 3 (%) 0 0 13,8 24,1 62,1 87 0 3,45 10,3 41,4 44,8 82 0 3,45 17,2 31 48,3 81 29
Kuis 4 (%) 0 3,45 6,89 31,03 58,62 86,21 0 3,45 10,34 27,59 58,62 85,34 29
Keterangan: a : Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram b : Kemampuan melakukan manipulasi matematika
54
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 51-55
c : Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap beberapa solusi Pada tabel 3 di atas dapat terlihat bahwa secara keseluruhan persentase siswa tertinggi terdapat pada skor 4 untuk masing–masing indikator pada setiap kuis. Persentase siswa yang memperoleh skor 4 untuk masing– masing indikator pada setiap kuis cenderung mengalami peningkatan. Kemudian jika dilihat dari rata–rata skor untuk masing–masing indikator, maka rata–rata skor siswa untuk masing–masing indikator mengalami peningkatan pada setiap kuis. Ini berarti bahwa kemampuan penalaran matematis siswa meningkat pada setiap diadakan kuis. Berdasarkan rata-rata nilai kuis siswa pada setiap diadakannya kuis dapat juga terlihat perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa. Data rata–rata kuis siswa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Rata-rata Nilai Kuis Siswa Kuis 1 2 3 4 Indikator a,b,c a,b,c a,b,c b,c Rata-rata 75 79,72 83,33 87,78 Pada Tabel 4 di atas terlihat bahwa rata-rata nilai kuis siswa dari kuis pertama sampai ketiga mengalami peningkatan. Peningkatan rata–rata nilai kuis siswa dapat diartikan sebagai peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa karena setiap kuis mengandung soal penalaran. Kemudian persentase ketuntasan siswa dalam mengikuti kuis juga mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas pada Kuis Kuis 1 2 3 4 Siswa yang 50 53,33 72,41 72,41 Tuntas (%) Jumlah Siswa 32 30 29 29 Tes akhir yang memuat indikator penalaran dapat menggambarkan kemampuan penalaran matematis siswa. Hasil analisis data tes akhir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: N 32
Tabel 6. Hasil Analisis Data Tes Akhir S < 80 X (%) (%) 65, 28 19,8 100 33 78,13 21,87
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 32 orang siswa yang mengikuti tes akhir belajar, dinyatakan bahwa 21,87 % siswa telah mencapai ketuntasan dalam pokok bahasan Trigonometri, sedangkan 78,12% lainnya belum mencapai ketuntasan.Persentase distribusi hasil tes akhir dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Persentase Distribusi Skor Hasil Tes Akhir Siswa Indikator A
B
C
Jumlah Siswa
Sk or 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Soal 1 (%) 0 6,25 25 25 46,88 0 0 28,13 53,13 18,75
2 (%) 15,63 0 3,13 3,13 81,25 3,125 18,75 31,25 9,38 37,5 -
3(%)
4 (%) 9,38 9,38 15,63 15,63 59,38 6,25 6,25 31,25 21,88 34,38 -
3,75 0 15,63 9,38 37,5 37,5 0 12,5 15,63 34.38
5a (%) 5b (%) 12,5 62,5 0 9,38 15,63 6,25 15,63 3,13 56,25 18,75 -
32
Keterangan: a : Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram b : Kemampuan melakukan manipulasi matematika c : Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap beberapa solusi Berdasarkan pada Tabel 7 di atas, terlihat bahwa secara umum persentase siswa lebih banyak memperoleh skor 3 dan 4. Ini berarti lebih banyak siswa yang mampu menyelesaikan soal penalaran walaupun ada yang belum lengkap. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pada penerapan strategi Metakognitif di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang mendorong siswa untuk lebih aktif selama pembelajaran sehingga aktivitas siswa cenderung meningkat 2. Pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang selama penelitian mengalami peningkatan untuk masing-masing indikator yang diteliti. REFERENSI [1] Fajar Shadiq. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: Depdiknas. [2] Erman Suherman & dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. [3] Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. [4] Wikipedia, Free Encyclopedia, 2012 [5] Schoenfeld, A. (1987). Metacognition Learning and Mathematics. [Online]. Tersedia: http://mathforum.org/~sarah/Discussion. Sessions/schoenfeld.html. [6] Abdul Muin. 2006. Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA (ALgoritma, vol 2). Jakarta : Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah. [7] Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
55