KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR Gusti Ayu Yupin Nia Ranu1 Luh Komang Merawati2 (Universitas Mahasaraswati Denpasar) 1
Email:
[email protected]
Abstrak Auditor merupakan seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk menyatakan suatu pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen. Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan yang akan berdampak terhadap perkembangan perekonomian perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh skeptisme profesional, beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Responden dalam penelitian ini adalah auditor dari 10 KAP di wilayah kota Denpasar dengan teknik pengambilan sampel sampling jenuh. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuisioner kepada para responden. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, sedangkan variabel skeptisme profesional, beban kerja, dan tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Kata kunci : skeptisme profesional, beban kerja, pengalaman audit, kemampuan auditor mendeteksi kecurangan I. PENDAHULUAN Pelaksanaan audit oleh profesi akuntan publik atau auditor tidak hanya berorientasi pada pembayaran fee dari klien, tetapi juga untuk kepentingan bagi pihak ketiga, yaitu masyarakat maupun berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan. Pernyataan Standar Auditing (PSA) Nomor 70 menyatakan bahwa dalam sebuah laporan keuangan, masalah salah saji material (material misstatement) dapat disebabkan karena adanya kekeliruan (errors) ataupun kecurangan (fraud). Kekeliruan (errors) merupakan salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan (fraud) merupakan salah saji dalam laporan keuangan yang disengaja (Srikandi, 2015). Vol.7 No.1,Februari 2017
Berbagai kasus audit yang terjadi, salah satunya yang paling terkenal dan cukup memberi dampak signifikan pada kepercayaan publik adalah kasus Enron yang melibatkan kantor akuntan publik Arthur Andersen. Laporan keuangan Enron dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan publik Arthur Andersen, namun publik kemudian dikejutkan oleh kabar kepailitan Enron Corp pada tanggal 2 Desember 2001. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya kasus manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan sebesar 600 juta Dollar AS padahal perusahaan sedang mengalami kerugian. Dengan bantuan Arthur Andersen yang memiliki reputasi tinggi dalam profesi akunJurnal Riset Akuntansi
JUARA
79
tansi, Enron mampu menyembunyikan kewajiban-kewajibannya dan kerugian yang timbul sehingga keuntungan pada laporan laba rugi akan menggelembung dan pada akhirnya mengangkat harga sahamnya. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati oleh investor (Swardana, 2015). Kasus manipulasi yang melibatkan auditor eksternal juga pernah terjadi di Indonesia, salah satunya kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma. Ditemukan adanya kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh kantor akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali, karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Salah saji ini terjadi dengan cara melebih sajikan penjualan dan persediaan pada 3 (tiga) unit usaha, Selain itu manajemen PT. Kimia Farma melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 3 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada unitunit yang tidak disampling oleh auditor, sehingga tidak berhasil dideteksi (Wiguna, 2015). Berdasarkan penyelidikan Bapepam disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT. Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
80
dilakukan PT. Kimia Farma. Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan penghitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian (Wiguna, 2015). Penelitian Nasution dan Fitriany (2012) yang didasarkan pada (AAERs) Accounting and Auditing Enforcement Release menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional yang dimiliki oleh auditor. Auditor dengan skeptisme yang tinggi akan meningkatkan kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan pencarian informasi-informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiguna (2015), Srikandi (2015), Merdian (2014), dan Aulia (2013) menemukan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, semakin baik tingkat skeptisme profesional auditor maka upaya pendeteksian kecurangan akan semakin meningkat. Beban kerja (workload) yang dimiliki auditor juga akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan. Lopez dan Peters (2011) menyatakan bahwa ketika berada pada busy season yaitu pada periode kuartal pertama awal tahun, auditor diminta untuk menyelesaikan beberapa kasus pemeriksaan yang mengakibatkan auditor kelelahan dan menurunnnya kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian Nasution (2012), Supriyanto (2014), dan Indriyani (2015) menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan Seorang auditor yang berpengalaman akan lebih mudah mengetahui indikasi adanya kecurangan dan dapat memberikan solusi yang tepat pula dalam menangani kecurangan (Wardhani,
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR
2014). Semakin banyak pengalaman seorang auditor maka semakin tinggi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, seorang auditor dengan jam terbang yang tinggi serta biasa menemukan fraud dimungkinkan lebih teliti dalam mendeteksi fraud dibanding auditor dengan jam terbang yang rendah (Anggriawan, 2014). Kepribadian merupakan salah satu variabel yang dapat menjadi indikator penentu kinerja individu, dimana teori kepribadian menyatakan bahwa perilaku dapat ditentukan oleh kepribadian seseorang (Feist, 2009:430). Noviyanti (2008) menyatakan bahwa tipe kepribadian seseorang menjadi salah satu faktor yang menentukan sikap yang dimiliki oleh individu tersebut. Hasil penelitian Indriyani (2015), Supriyanto (2014), Fitriany (2011) menyatakan tipe kepribadian auditor berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan Laporan keuangan yang telah melewati proses audit merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan (Sanjaya, 2014). Bagaimana cara mengembalikan kredibilitas masyarakat terhadap profesi akuntan publik dan kantor akuntan publik, agar masyarakat dan pihak yang berkepentingan percaya bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor telah terbebas dari masalah salah saji ataupun kecurangan. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar pihak yang terkait dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan. II. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEM BANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Disonansi Kognitif Teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Teori ini mengatakan bahwa manusia pada Vol.7 No.1,Februari 2017
dasarnya menyukai konsistensi, oleh karena itu manusia akan cenderung mengambil sikap-sikap yang tidak bertentangan satu sama lain dan menghindari melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Disonansi artinya adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mempunyai arti keadaan psikologis yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonasi adalah sebutan untuk keseimbangan. Dalam teori ini yang dimaksud dengan unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercaya orang mengenai sesuatu obyek, lingkungan, diri sendiri atau perilakunya (Festinger, 1957). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori ini membantu untuk menjelaskan bagaimana sikap skeptisme auditor jika terjadi disonansi kognitif dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan. Tingkat kepercayaan (trust) auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan tingkat skeptisme profesionalnya, demikian sebaliknya, tingkat kepercayaan (trust) auditor yang rendah terhadap klien akan meningkatkan tingkat skeptisme profesionalnya. Sedangkan pemberian penaksiran risiko kecurangan (fraudrisk assessment) yang tinggi dari atasan auditor kepada auditor akan meningkatkan skeptisme profesionalnya dan pemberian risiko kecurangan (fraudrisk assessment) yang rendah dari atasan auditor kepada auditor akan menurunkan skeptisme profesionalnya (Noviyanti, 2008). 2.2 Rumusan Hipotesis a) Skeptisme profesional Dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seorang auditor seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesional (Aulia, 2013). Skeptisme adalah sikap Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
81
kritis dalam menilai kehandalan asersi atau bukti yang diperoleh, sehingga dalam melakukan proses audit seorang auditor memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas suatu asersi atau bukti yang telah diperolehnya dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti yang diperoleh (Anggriawan, 2014). Penelitian yang dilakukan Merdian (2014), Hilmi (2014), Wiguna (2015), Srikandi (2015) menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan b)
Beban Kerja Beban kerja (workload) adalah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang. Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Irwandy, 2007). Beban kerja dapat dilihat dari berapa jumlah klien yang harus ditangani oleh seorang auditor (Ishak, 2015). Penelitian yang dilakukan Nasution (2012), Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) menyatakan beban kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan penjelasan dan kerangka pemikiran diatas diperoleh hipotesis sebagai berikut: H2 : Beban Kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan c)
Pengalaman Audit Pengalaman audit seorang auditor ditunjukkan dengan jumlah penugasan audit yang pernah dilakukan. Pengalaman seorang auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan
82
yang dimiliki auditor dalam memeriksa laporan keuangan karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi kecurangan dengan lebih cepat dibandingkan dengan auditor yang memilki sedikit pengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan (Prihandodo, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Merdian (2014), Supriyanto (2014), Hilmi (2014), Aulia (2013), menyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Anyani dkk. (2014), yang menyatakan bahwa pengalaman adalah faktor penting yang berperan dalam kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dan kekeliruan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H3 : Pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. d)
Tipe Kepribadian Kepribadian sebagai organisasi organik dalam individu yang memiliki sistem psikologis yang menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya. Jadi kepribadian merupakan cara-cara yang ditempuh individu dalam bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Robbins dan Judge, 2008:137). Hasil penelitian Hafifah dan Fitriany (2012) menemukan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST-NT akan lebih meningkatkan kemampuan mendeteksinya bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan dibandingkkan dengan auditor dengan tipe kepribadian lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) menyatakan bahwa tipe kepribadian auditor berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR
H4 : Tipe kepribadian yang sesuai berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. III. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:115). Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di kota Denpasar, adapun daftar kantor akuntan publik tersebut. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode teknik sampling jenuh, sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014:122). Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. 3.2 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dan variabel independen yaitu skeptisme profesional, beban kerja, pengalaman audit, dan tipe kepribadian. Definisi masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah kualitas dari seorang auditor dalam menjelaskan kekurangwajaran laporan keuangan yang disajikan Vol.7 No.1,Februari 2017
perusahaan dengan mengidentifikasi dan membuktikan kecurangan (fraud) tersebut (Sucipto, 2007). Mui (2010) menyatakan bahwa tugas pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak terstruktur yang menghendaki auditor untuk menghasilkan metode-metode alternatif dan mencari informasi-informasi tambahan dari berbagai sumber. Kemampuan mendeteksi kecurangan akan diukur dengan menggunakan 4 (empat) skala likert. Kondisi-kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal yang memberikan petunjuk atau indikator akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. 2) Skeptisme Profesional Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 230 PSA No. 04 (IAI, 2011) mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Skeptisme adalah sikap kritis dalam menilai kehandalan asersi atau bukti yang diperoleh, sehingga dalam melakukan proses audit seorang auditor memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas suatu asersi atau bukti yang telah diperolehnya (Anggriawan, 2014). Variabel skeptisme profesional diukur dengan menggunakan skala likert 4 (empat) point yang menunjukan jawaban subyek terhadap pernyataan yang sesuai dengan yang menggambarkan diri responden. 3) Beban Kerja Beban kerja (workload) adalah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang. Ishak (2015) menyatakan bahwa workload dapat dilihat dari berapa jumlah klien yang harus ditangani oleh seorang auditor. Nasution (2012) Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
83
menyebutkan bahwa beban kerja auditor dapat dilihat dari banyaknya jumlah klien yang harus ditangani oleh seorang auditor atau terbatasnya waktu auditor untuk melakukan proses audit. Beban kerja diukur melalui rata-rata jumlah penugasan audit yang dilakukan oleh auditor selama satu tahun. Semakin rendah skor variabel ini, menunjukkan bahwa semakin ringan beban kerja yang dimiliki auditor. 4) Pengalaman Audit Definisi pengalaman berdasarkan Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary adalah pengetahuan atau keahlian yang diperoleh dari suatu peristiwa melalui pengamatan langsung ataupun berpartisipasi dalam peristiwa tersebut. Bawono dan Singgih (2011) menyatakan bahwa pekerjaan yang secara berulang-ulang dilakukan juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan pengalaman dan membuatnya menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam menyelesaikan tugas-tugas, serta individu tersebut lebih mengetahui hambatan-hambatan yang mungkin dialaminya. Semakin tinggi skor dalam variabel ini, berarti semakin banyak pengalaman yang telah dimiliki auditor, terdapat empat pilihan jawaban dimana semakin lama seorang responden bekerja sebagai seorang auditor maka semakin tinggi nilai yang diberikan. 5) Tipe Kepribadian Kepribadian sebagai organisasi organik dalam individu yang memiliki sistem psikologis yang menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya. Jadi kepribadian merupakan cara-cara yang ditempuh individu dalam bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Robbins dan Judge, 2008:137).
84
Adapun indikator tipe kepribadian diukur menggunakan tes MBTI. (Myers-Briggs Type Indicator). Auditor dengan tipe kepribadian ST (Sensing-Thinking) dan NT (Intuition-Thinking) diberi nilai 1 dan auditor dengan tipe kepribadian selain ST (Sensing-Thinking) dan NT (Intuition-Thinking) diberi nilai 0. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan metode survei langsung pada objek penelitian untuk mendapatkan informasi dengan membagikan kuisioner. Teknik kuisioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Peneliti mendistribusikan kuisioner secara langsung kepada responden yang bersangkutan atau memberikan kepada pihak di kantor akuntan publik untuk selanjutnya diberikan kepada masing-masing responden dan membuat kesepakatan dengan instansi tentang waktu pengambilan kuisioner. 3.4 Teknis Analisis Data 3.4.1 Konversi Data Skala Ordinal Menjadi Data Skala Interval Setelah memperoleh data dari hasil penyebaran kuisioner, dimana yang asalnya ordinal akan dikonversi atau diubah menjadi skala interval karena penggunaan analisis regresi linear berganda, data yang dipeoleh harus merupakan data dengan skala interval. Sebelum data dianalisis dengan menggunakan metode tersebut, untuk data yang berskala ordinal perlu dikonversi menjadi data dengan skala interval menggunakan teknik MSI (Method of Successive Interval). 3.4.2 Uji Instrumen 1.Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner melalui perhitungan koefisien korelasi (Pearson Correla-
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR
tion.) Ketentuan pada suatu instrument dikatakan valid atau sah apabila memiliki koefisien pearson correlation > 0,03 dan signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2016:52). 2.Uji Reliabilitas Menurut Ghozali (2016:47) variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,07. Reliabilitas atau kehandalan instrument artinya bila instrument tersebut digunakan untuk mengukur objek yang sama dengan alat pengukuran yang sama akan menghasilkan data yang sama. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. 3.4.3 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah Uji Kolmogrov-smirnov, dimana data dikatakan bersifat normal apabila nilai sig > 0,05. 2. Uji Multikolinearitas Bila nilai tolerance ≥ 0,10 atau VIF ≤ 10, berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. 3. Uji Heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016:134). Dalam pengujian ini nilai sig > 0,05 maka data tersebut dikatakan bebas dari heteroskedastisitas. 3.4.4 Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear atara dua variabel. Dalam analisis regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih juga menunjukkan arah hubungan antara variabel independen dan dependen. Vol.7 No.1,Februari 2017
Persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.4.5 Pengujian Hipotesis 1. Uji Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan varians variabel dependen. 2. Uji F Jika nilai probabilitas ≤ 0,05, maka dapat dikatakan terdapat model Fit dengan data. Namun, jika nilai probabilitas ≥ 0,05 maka model tidak Fit dengan data (Ghozali, 2016:96). 3. Uji t Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria : a) Jika nilai Sig ≥ 0,05 maka hipotesis ditolak, b) Jika nilai Sig ≤ 0,05 maka hipotesis diterima. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan nilai Kolmogrov- smirnov Z adalah 1, 092 dan memiliki nilai koefisien Asymp.sig (2-tailed) sebesar 0,184 atau > α = 0,05 artinya residual data berdistribusi normal 2. Uji Multikolinearitas Berdasarkan hasil uji multikolinearitas menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 . Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan hal yang sama tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
85
model regresi. 3. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dapat diketahui bahwa nilai signifikan dari masing-masing variabel bebas > 0,05, jadi dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.2 Analisis Regresi Linear Berganda Tabel 4.1 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
4.3 Pengujian Hipotesis 1. Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan hasil pengujian R2 diperoleh nilai adjusted R2 (koefisien determinasi yang telah disesuaikan) adalah sebesar 0, 192. Nilai ini menunjukkan bahwa 19,2 % artinya bahwa variasi dari variabel Y yaitu kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dijelaskan sebesar 19,2 % oleh skeptisme profesional (X1), beban kerja (X2), pengalaman audit (X3), dan tipe kepribadian (X4) sedangkan sisanya sebesar 80,8 % dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. 2. Uji F Berdasarkan hasil uji ANOVA atau koefisien determinasi F diperoleh nilai F sebesar 3,254 dengan nilai signifikansi sebesar 0,023 dimana lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan model dalam penelitian ini layak (fit) untuk diinterpretasikan. 3. Uji t a. Nilai koefisien regresi pada variabel skeptisme profesional sebesar 0,035 dengan nilai signifikansi 0,909 > 0,05. Artinya skeptisme profesional tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu H1 ditolak.
86
b. Nilai koefisien regresi pada variabel beban sebesar kerja 0,626 dengan nilai signifikansi 0,584 > 0,05. Artinya beban kerja tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu H2 ditolak. c. Nilai koefisien regresi pada variabel pengalaman audit sebesar 3,265 dengan nilai signifikansi 0,05 < atau = 0,05. Artinya variabel pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu H3 diterima. d. Nilai koefisien regresi pada variabel tipe kepribadian sebesar -2,352 dengan nilai signifikansi 0,287 > 0,05. Artinya tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu H4 ditolak. 4.4 PEMBAHASAN 4.4.1 Pengaruh Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Berdasarkan hasil analisis uji t variabel skeptisme profesional memiliki koefisien regresi sebesar 0,035 dan tingkat signifikansi sebesar 0,909 > 0,05. Hal ini berarti bahwa skeptisme profesional tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini mungkin terjadi karena ketika melaksanakan proses audit semua prosedur telah dilakukan oleh auditor dengan baik dan benar dan auditor bertindak sesuai dengan aturan, standar, dan etika yang telah ditetapkan. Selain itu auditor yang memiliki integritas mempunyai rasa tanggung jawab penuh dalam mendeteksi kecurangan yang diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan yang diaudit telah terbebas dari masalah salah saji ma-
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR
terial yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Dalam etika, integritas diartikan sebagai nilai kejujuran yang dimiliki oleh seseorang. Kunci utama untuk menjadi seorang auditor adalah kejujuran, karena dengan kejujuran yang dimiliki oleh auditor akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan tidak merugikan pihak manapun. Penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Merdian (2014), Hilmi (2014), Wiguna (2015), Srikandi (2015) yang menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 4.4.2 Pengaruh Beban Kerja terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Berdasarkan hasil analisis uji t variabel beban kerja memiliki koefisien regresi sebesar 0,626 dan tingkat signifikansi sebesar 0,584 > 0,05. Hal ini berarti bahwa beban kerja tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan setiap profesi mempunyai tanggung jawabnya masing-masing termasuk profesi akuntan publik, banyaknya jumlah tugas yang dimiliki auditor membuat auditor merasa terbebani dan merasa kelelahan namun hal tersebut sudah merupakan bagian yang pasti dan menjadi tanggung jawab yang dimiliki oleh auditor. Banyak atau tidaknya beban kerja yang dimiliki auditor tidak akan mengurangi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan karena auditor sudah memiliki jadwal dan program audit yang menentukan jumlah penugasan audit seorang auditor. Jadi beban kerja tidak akan mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan beban kerja berpengaruh negatif terhadap Vol.7 No.1,Februari 2017
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan ditolak. Penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2012), Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) menyatakan beban kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 4.4.3 Pengaruh Pengalaman terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Berdasarkan hasil analisis uji t variabel pengalaman audit memiliki koefisien regresi sebesar 3,265 dan tingkat signifikansi sebesar 0,005 > 0,05. Hal ini berarti bahwa pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Pengalaman adalah faktor penting yang berperan dalam kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka akan membuat auditor untuk semakin cepat mendeteksi kecurangan dibandingkan dengan auditor yang memiliki tingkat pengalaman audit yang rendah. Dengan bertambahnya pengalaman audit seorang auditor, diharapkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan juga akan semakin bertambah, auditor yang telah berpengalaman diduga akan semakin meningkatkan kemampuan mendeteksinya bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggriawan (2014), Merdian (2014), Hilmi (2014), Aulia (2013), Anyani dkk. (2014) menyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
87
4.4.4 Pengaruh Tipe Kepribadian terha dap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Berdasarkan hasil analisis uji t variabel tipe kepribadian memiliki koefisien regresi sebesar -2,352 dan tingkat signifikansi sebesar 0,287 > 0,05. Hal ini berarti bahwa tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Adanya perbedaan tipe kepribadian yang dimiliki oleh auditor tidak mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini mungkin saja disebabkan karena auditor telah memiliki kompetensi yang membuat auditor lebih cepat dan tepat dalam mendeteksi kecurangan, auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya memiliki kemampuan dalam menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih dengan sedikit pengalaman, sehingga perbedaan tipe kepribadian tidak mampu mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan tipe kepribadian yang sesuai berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriany dan Nasution (2012), Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) yang menyatakan bahwa tipe kepribadian auditor berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah skeptisme profesional, beban kerja, pengalaman audit, dan tipe kepribadian berpengaruh terhadap
88
kemampuan auditor dalam mendeteki kecurangan. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional, beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 5.2 Saran Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, kemungkinan timbulnya bias terhadap respon dari para responden karena adanya ketidakseriusan responden pada saat mengisi atau memberikan jawaban terhadap kuisioner yang diberikan sehingga menyebabkan variabel tidak terukur dengan sempurna. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti dapat menggunakan metode wawancara secara langsung kepada responden agar pertanyaan dari kuisioner dapat lebih dipahami. meskipun jumlah auditor yang menjadi responden sudah memenuhi kriteria minimal jumlah sampel penelitian, namun akan lebih baik jika jumlahnya lebih banyak lagi sehingga hasilnya lebih menggambarkan kondisi yang sebenarnya maka disarankan untuk peneliti selanjutnya lokasi penelitian diperluas. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2008. Auditing Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. UUP STIM. Anggriawan, Eko Ferry. 2014. Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional, dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud. Jurnal Nominal. Volume II No 2. Universitas Negeri Yogyakarta. Adnyani, Nyoman dkk. 2013. Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor, Independensi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Tanggungjawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan dan Kekeliruan Laporan Keuangan. EJournal Volume 2 No. 1. Universitas
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR
Pendidikan Ganesha. Asih, Dwi Annaning Tyas, 2006. Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Aulia, Muhammad Yusuf. 2013. Pengaruh Pengalaman, Independensi, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Bawono Icuk Rangga dan Elisha Muliani Singgih. 2010. Faktor-Faktor dalam Diri Auditor dan Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Universitas Jenderal Soedirman. http://journal.uii.ac.id. Diakses 20 April 2016. Fitriany dan Hafifah Nasution, 2012. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisme Profesional Dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Universitas Indonesia Jakarta. http: //sna.akuntansi.unikal.ac.id/ diakses pada tanggal 17 Januari 2016. Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM 23 SPSS. Semarang: BPFE Universitas Diponogoro. Herman, Edy. 2009. Pengaruh Pengalaman dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan, Jurnal. Universitas Islam Negeri, Jakarta. Hilmi, Fakhri. 2011. Pengaruh Pengalaman, Pelatihan, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Herty, Safitri Yuninta Sari, 2010. Pengaruh Independensin dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud. Skirpsi. Universitas Islam Negeri Jakarta. Vol.7 No.1,Februari 2017
Ikatan Akuntan Indonesia 2001. Standar Auditing Seksi 316 : Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Standar Profesional Akuntan Publik. IAI-KAP. Jakarta :Salemba – Empat. Indriyani, Yosita. 2015. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Skeptisisme Profesional dan Tipe Kepribadian Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ishak, Febrian Adhi Pratama. 2015. Pengaruh Rotasi Audit, Workload, dan Spesialisasi Terhadap Kualitas Audit Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2009-2013. Jurnal. Universitas Sebelas Maret. Mudrika, Nafis. 2011. Membaca Kepribadian Menggunakan Tes MBTI (Myer Briggs Type Indicator). Maret, 10 2012. http://www.nafismudrika. wordpress.com Kusumastuti, Rika Dewi. 2008. Pengaruh Pengalaman, Komitmen Profesional, Etika Organisasi, dan Gender Terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor. Jurnal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Koroy. Tri Ramaraya. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Oleh Auditor Eksternal. Jurnal. STIE Nasional Banjarmasin Indonesia. Lopez, Maria A. Leach., William W. Stammerjohan., Dan John T. Rigsby Jr (2008), an update pada anggaran partisipasi, locus of control, dan pengaruh pada kinerja manajerial meksiko dan kepuasan kerja. Journal of Applied Bussiness, Vol. 24, No 3 hal. 121-134 Noviyani, Putri., dan Bandi. 2002. Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan. Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Jurnal Riset Akuntansi
JUARA
89
Noviyanti, Suzy. 2008. Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol.5, No.1, 102-125. Universitas Kristen Satya Wacana. Prihandono, Aldiansyah Utama. 2012. Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor, Situasi Audit, Independensi, Etika, Keahlian, Dan Pengalaman Dengan Keputusan Pemberian Opini Audit Oleh Auditor. Jurnal. Universitas Indonesia Robbins, Stephen P., dan Judge Timothy A.2008. Perilaku Organisasi I, Jakarta: Selemba Empat Sanjaya, I Made Dwi Marta. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013. Skripsi. Universitas Udayana Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Supriyanto. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian, dan Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mende-
90
teksi Kecurangan. Jurnal Srikandi, Yanisman Indra. 2015. Pengaruh Kompetensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Jurnal. Universitas Komputer Indonesia. Suraida, Ida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik. Jurnal Sosiohumaniora, Vol.7, No.3, 186-202. Universitas Padjadjaran. Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Pengungkapan Fraud di Lembaga Negara Tinjauan Teknik Audit. Economic Business & Accounting Review, Vol. II, No. 1. Universitas Indonesia. Widiyastuti, Marcellina dan Sugeng Pamudji. 2015. Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Profesionalisme Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Wiguna, Floreta. 2015. Pengaruh Skeptisme Profesional dan Indepedensi Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Jurnal. Universitas Telkom.
KEMAMPUAN MENDETEKSI FRAUD BERDASARKAN SKEPTISME PROFESIONAL, BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT DAN TIPE KEPRIBADIAN AUDITOR