29
“ANALISIS PERBEDAAN PROBLEM SOLVING ABILITY DAN SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL PADA AUDITOR BERDASARKAN IDENTITAS GENDER AUDITOR”. Oleh : EDFAN DARLIS SINTA NURLENI SUSANTI Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRACT The purpose of this study was to determine differences in problem solving ability and auditor's professional skepticism by auditors gender identity. Population in this study were the auditors of the BPK RI Riau province representative. Sample taken amoundted 40 auditor’s. After grouping of masculine and feminine results showed 20 masculine and 19 feminine. The type of data is primary data. Data was collected using questionare with 16 statement. Data analysis using by independent sample t-test with a significance level of 5%. The results of hypothesis test showed that k, problem solving ability, and rofessional skepticism between masculine and feminine gender was differences. Keywords: problem solving ability, profesional skepticism. auditors gender identity 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada setiap penelitian mengenai pengaruh gender, gender sering dibedakan berdasarkan jenis kelamin (sex). Setiawati (2007) menyatakan bahwa sex dan gender kerap diidentifikasi sebagai hal yang sama. Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua sex, yaitu laki-laki dan perempuan. Sementara gender itu sendiri adalah aspek non fisiologis dari sex yang memiliki harapan budaya terhadap femininitas dan maskulinitas. Salah satu bidang yang terimbas oleh kerancuan sex dan gender adalah bidang kerja. Setiawati (2007) juga menyatakan bahwa dalam dunia kerja identitas gender lebih berpengaruh dari pada jenis kelamin. Penelitian ini membedakan gender berdasarkan identitas gender (gender identity).
Identitas gender adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya apakah individu yang bersangkutan adalah maskulin atau feminine (Burke, 2000). Sifat-sifat pada domain maskulin adalah sangat agresif, sangat mandiri, sangat objektif, suka bersaing, logis, percaya diri. Sedangkan sifat-sifat pada domain feminin adalah tidak terlalu ambisius, sangat tergantung, menggunakan intuisi dan perasaan (Spence dan Buckner (1995). Penelitian ini membedakan persepsi gender maskulin dan gender feminin dari beberapa indikator yaitu, problem solving ability dan sikap skeptisme profesional. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih baik dari auditor yang berorientasi feminine (Basow,
30
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
1992). Problem solving ability adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang menantang, baru, dan tidak rutin. Sifat-sifat pada domain maskulin yang mendukung problem solving ability pada, auditor adalah menyukai matematika dan sains, sangat logis, menyukai tantangan serta petualangan. Sedangkan sifatsifat feminim yang kurang mendukung problem solving ability antara lain sulit membuat keputusan, menggunakan intuisi dan perasaan, tidak suka tantangan dan pasif. Dengan demikian auditor yang berorientasi maskulin lebih mudah menghadapi situasi baru yang memerlukan metode-metode baru serta membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat Penelitian ini mengadopsi penelitian Hardies, Breesch dan Branson (2009). Hardies et al (2009) yang meneliti perbedaan problem solving ability, penerimaan resiko dan independensi berdasarkan gender auditor. Namun demikian Hardies et al (2009) membedakan gender berdasarkan jenis kelamin (sex). Hasil penelitian Hardies et al (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat problem solving ability dan independensi pada auditor laki-laki dan perempuan sedangkan tingkat penerimaan resiko auditor perempuan lebih rendah dari auditor laki-laki. Beberapa penelitian mengenai pengaruh bias gender pada profesionalisme auditor juga telah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Masduki (2003) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi kerja pada manajer pria dan wanita pada manajer lini pertama. Menurut Hamzah dan Paramitha (2008) tidak terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja di antara auditor lakilaki dan perempuan dalam audit
judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Penelitian ini mengembangkan penelitian Hardies et al (2009) yang meneliti perbedaan problem solving ability dilihat dari perbedaan jenis kelamin. Penelitian ini menambahkan variabel penelitian yaitu sikap skeptisme profesional pada auditor berdasarkan identitas gender auditor. Alasan peneliti dalam penentuan judul ini adalah penelitian yang pernah dilakukan selama ini sedikit yang membahas mengenai auditor berdasarkan identitas gender. Kebanyakan penelitian yang sudah dilakukan diproksikan terhadap jenis kelamin. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah dengan sampel dan waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau. Dari uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul ANALISIS PERBEDAAN PROBLEM SOLVING ABILITY DAN SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL PADA AUDITOR BERDASARKAN IDENTITAS GENDER AUDITOR”. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki independensi yang berbeda dengan auditor yang memiliki identitas gender feminin? 2. Apakah auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki tingkat penerimaan resiko yang berbeda dengan auditor yang memiliki identitas gender feminin? 3. Apakah auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki problem solving ability
Analisis Perbedaan Problem Solving….. (Edfan Darkys& Sinta Nurleni Susanti)
yang berbeda dengan auditor yang memiliki identitas gender feminin? 4. Apakah auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki sikap skeptisisme profesional yang berbeda dengan auditor yang memiliki identitas gender feminin?
31
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memberikan bukti empiris mengenai perbedaan independensi, penerimaan resiko, problem solving ability dan sikap skeptisisme profesional auditor berdasarkan perbedaan identitas gender auditor (maskulin-feminin).
2. TELAAH PUSTAKA 2.1 Gender Menurut Saparinah Sadli (1995) dalam Santosa (2001) istilah gender sepenuhnya dipinjam dari istilah gender dalam bahasa inggris yang berarti pembedaan jenis kelamin pria dan wanita. Namun demikian perbedaan antara pria dan wanita menurut Herawati (2010) pada dasarnya diwakili oleh dua konsep yaitu jenis kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan fisik terutama pada perbedaan fungsi reproduksi sementara gender merupakan konstruksi sosiokultural. Dengan demikian istilah gender adalah konsep sosial bukan biologis. Pembedaan jenis kelamin secara biologis merupakan hal yang bersifat given, bersifat kodrati sedangkan konsep gender merupakan pembedaan sejumlah karakter dan perilaku yang melekat pada pria dan wanita yang dikonstruksikan secara teologis, budaya, sosial, politik maupun ekonomi yang berlangsung secara relatif, (Parawansa, 1999 dalam Santosa 2001). Menurut Burke (1980) identitas gender pada individu adalah pendorong pola perilaku sesuai dengan identifikasi gender dalam dirinya. Burke et al (2000) juga menyatakan bahwa identitas gender adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya apakah
individu yang bersangkutan adalah maskulin atau feminin. Pada umumnya laki-laki akan mengidentifikasi dirinya sebagai maskulin dan perempuan akan mengidentifikasi dirinya sebagai feminin. 2.2 Problem Solving Ability Problem solving ability adalah kemampuan dan keterampilan untuk mengidentifikasi masalah baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin serta menemukan solusinya (Sumardyono, 2008). Menurut Sumardyono (2008) problem adalah sesuatu yang menantang pikiran (challenging) dan tidak secara otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non-routine). Penelitian Hardies et al (2009) menggunakan kemampuan matematis sebagai proksi dari problem solving ability. Hal ini dikarenakan kemampuan auditor dalam memahami laporan keuangan dan pelaporan audit membutuhkan kemampuan logika matematika (Anandaradjan, 2008) dalam Hardies et al (2009). Matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artificial, abstrak, dan menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah seperti berpikir
32
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
logis, berpikir strategik. McIntosh, R. & Jarret,D (2000:6) menyatakan bahwa keterampilan dan kemampuan pemecahan masalah dalam soal matematika dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah seharihari. Taplin (2007) juga menyatakan dengan fokus pada problem solving maka matematika sebagai alat dalam memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah sehari-hari. 2.3 Skeptisisme profesional auditor Dalam SPAP, 2001 (SA seksi 230 hal 230.2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Menurut Suraida (2005) secara spesifik berarti adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan atau ketidaksetujuan dengan pernyataan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Dalam proses pengumpulan bukti audit yang bersifat evidential matter, auditor harus senantiasa memelihara skeptisisme profesionalnya terhadap semua informasi dan pernyataan lisan maupun tertulis dari klien yang diauditnya agar diperoleh pemahaman dan keyakinan yang memadai terhadap bukti audit yang diperolehnya (Suraida 2005). 2.4 Penelitian Terdahulu Ikhsan (2007) menemukan bahwa perbedaan gender di Indonesia tidak mengakibatkan perbedaan perilaku dan etika antara akuntan publik pria dan akuntan publik wanita. Widianingsih (2001) menguji komparasi prestasi kerja antara manajer pria dan wanita
(Studi Kasus pada Manajer Bank di Kodya Semarang). Hasil penelitiannya menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi kerja pada manajer pria dan wanita pada manajer lini pertama. Darmoko (2003) yang meneliti perbedaan profesionalisme auditor pada Kantor Akuntan Publik berdasarkan perbedaan gender, tipe Kantor Akuntan Publik dan hierarki jabatannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan profesionalisme auditor Kantor Akuntan Publik dilihat dari perbedaan gender. Nugrahaningsih (2005) menguji perbedaan perilaku etis auditor di KAP. Hasil penelitiannya menemukan bahwa gender tidak menyebabkan perbedaan perilaku etis yang signifikan antara lakilaki dan perempuan, namun terdapat perilaku etis yang signifikan antara auditor yunior dan auditor senior, auditor yunior cenderung berperilaku etis lebih baik dari pada auditor senior. Zulaikha (2006) meneliti tentang pengaruh interaksi gender, kompleksitas tugas dan pengalaman auditor terhadap audit judgement. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, dan peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan dalam pembuatan judgement. Hamzah dan Paramitha (2008) meneliti perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja perspektif gender dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja di antara auditor laki-laki dan perempuan dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Untuk temuan lainnya, dalam hal status perkawinan, pendidikan, jabatan dan lama bekerja tidak terdapat perbedaan perilaku etis
Analisis Perbedaan Problem Solving….. (Edfan Darkys& Sinta Nurleni Susanti)
dan tekanan kerja dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Hardies (2009) meneliti tentang pengaruh auditor gender terhadap independensi, penerimaan resiko dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Dalam penelitiannya memproksikan gender berdasarkan sex atau jenis kelamin. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada auditor pria dan wanita dalam hal kemampuan matematis dan independensi. 2.5 Kerangka Pemikiran, Model Penelitian dan Hipotesis 2.5.1 Pengaruh gender terhadap problem solving ability auditor Problem solving ability adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah khususnya masalah yang menantang dan bersifat unroutine (Sumardyono, 2008). Menurut Hardies et al (2009) kemampuan pemecahan masalah atau problem solving ability dibutuhkan auditor khususnya untuk menemukan salah saji potensial dan salah saji material dalam laporan keuangan klien. Sifat-sifat pada domain maskulin yang mendukung problem solving ability pada auditor adalah menyukai matematika dan sains, sangat logis, menyukai tantangan serta sangat menyukai petualangan. Sedangkan sifat-sifat feminin kurang mendukung problem solving ability antara lain sulit membuat keputusan, menggunakan intuisi dan perasaan, tidak suka tantangan, pasif dan tidak suka petualangan. Penelitian yang dilakukan oleh Hardies et al (2009) menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara gender maskulin dan gender feminin terhadap problem solving ability.
33
H1 : Auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. 2.5.2 Pengaruh gender terhadap sikap skeptisisme profesional auditor Dalam SPAP, 2001 (SA seksi 230 hal 230.2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki sifat bertindak agresif, tidak mudah terpengaruh, sangat objektif dan sangat logis. Karakteristik sifat pada auditor ini akan memenuhi karakteristik skeptis yaitu mencari kebenaran dari bukti yang ada, tidak mudah meyakini keterangan dari pihak ketiga namun mencari sumber lain untuk mendukung kebenarannya, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan menyukai tantangan dalam mencari kebenaran dari bukti audit maupun asersi manajemen yang ada. Sedangkan auditor yang memiliki identitas gender feminin memiliki sifat – sifat sangat penurut, sangat subjektif, tidak suka bertindak agresif dan sangat mudah terpengaruh. Karakteristik sifatsifat pada domain identitas gender feminin mengurangi sikap skeptisisme profesional mereka sebagai auditor. Penelitian yang dilakukan oleh Hardies et al (2009) menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara gender maskulin dan gender feminin terhadap sikap skeptisme profesional. H2 : Auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki sikap skeptisme profesional yang lebih
34
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
tinggi dari auditor yang memiliki identitas gender feminin.
Gambaran skematis dari kerangka pemikiran di atas dapat dilihat pada model penelitian berikut :
Kerangka Pemikiran Teoritis MASKULIN Problem Solving Ability Skeptisisme Profesional
UJI BEDA
FEMININ Problem Solving Ability Skeptisisme Profesional
Perbedaan Problem Solving Ability serta Skeptisme Profesional dilihat dari identitas gender maskulin-feminin 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau. Metode penelitian survey merupakan penelitian lapangan yang dilakukan terhadap beberapa anggota sampel dari suatu populasi tertentu yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Sekaran, 2003). 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau yang berjumlah 48 orang auditor. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara menjadikan seluruh anggota populasi menjadi sampel. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang akan diuji dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari jawaban responden pada kuesioner yang dikirimkan kepada responden yaitu para auditor yang bekerja pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikuntoro, 2002:139). Data diperoleh dengan mengirimkan kuesioner langsung kepada auditor yang bekerja di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau. 3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.5.1 Gender Dalam penelitian ini variabel gender diukur berdasarkan identitas gender individu yang bersangkutan. Intrumen yang digunakan adalah instrumen yang dikembangkan oleh Spence, Helmreich dan Stapp (1973). Personal Attributes Questionnaire ini terdiri dari 24 pernyataan sifat diri seseorang. Responden diminta untuk menandai sifat yang sesuai pada dirinya sesuai dengan skala yang tertera. Untuk mengukur sifat-sifat pada domain maskulin dan feminin digunakan skala Likert 5 skala. Semakin mengarah ke angka 5 maka sifat maskulin semakin
Analisis Perbedaan Problem Solving….. (Edfan Darkys& Sinta Nurleni Susanti)
tinggi dan sifat feminin semakin rendah sebaliknya semakin mengarah ke angka 1 berarti sifat maskulin semakin rendah dan sifat feminin semakin tinggi. 3.5.2 Problem Solving Ability Problem solving ability dalam penelitian ini diukur dengan kemampuan matematis responden. Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang digunakan dalam penelitian Hardies, Breesch dan Branson (2009). Kemampuan matematis yang diukur adalah kemampuan responden untuk menyelesaikan soal-soal non routine, challenging dan membutuhkan metode baru dalam penyelesaiannya. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini berarti kemampuan matematis responden. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajaran menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah seperti berpikir logis, berpikir strategik. 3.5.3 Sikap Skeptisisme Profesional Auditor Sikap skeptisisme Profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur sikap skeptisisme profesional auditor adalah instrumen penelitian Sari (2008). Instrumen yang diberikan terdiri dari lima pertanyaan yang mengukur sikap, keragu-raguan auditor terhadap bukti, keterangan maupun asersi dari klien. Instrumen yang digunakan menggunakan skala Likert 5 poin. 3.6 Analisis Data 3.6.1 Uji Validitas Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2008), Masrun menjelaskan
35
bahwa dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi Pearson Product Moment antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Cara analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai pada nomor pertanyaan dengan nilai total dari nomor pertanyaan tersebut. Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh r masih harus diuji signifikansinya dengan r tabel. Bila t hitung dari t tabel atau r hitung > dari r tabel, maka nomor pertanyaan tersebut valid. 3.6.2 Uji Reliabilitas Pada penelitian ini untuk variabel gender, independensi, sikap skeptisisme profesional serta penerimaan resiko uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach alpha untuk masing-masing instrumen dalam satu variabel. Nilai pisah batas (cut off value) suatu instrumen dikatakan reliabel adalah jika cronbach alpha-nya lebih besar dari 0,60 (Nunally, 1978 dalam Ghozali, 2005). Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan : r11 = reliabilitas yang dicari Σ σb2 = jumlah varians skor butir σt2 = varians total k = banyaknya butir
36
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
3.7 Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam uji beda, variabel-variabel yang diteliti mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005:110). Uji Beda yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data untuk uji beda dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S). Untuk Uji K-S jika nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,05 maka data terdistribusi normal. 3.8 Uji Hipotesis Pengujian dilakukan dengan menggunakan Independent Sample Ttest bertujuan membandingkan ratarata dua kelompok yang tidak berhubungan satu sama lain dan meneliti apakah kedua kelompok tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau berbeda secara signifikan dengan asumsi normalitas data terpenuhi.
t = Nilai t hitung X1 = Rata-rata kelompok 1 X2 = Rata-rata kelompok 2 S = Varian masing-masing kelompok N1 = Jumlah sampel kelompok 1 N2 = Jumlah sampel kelompok 2 Hipotesis untuk mengetahui apakah variance populasi sama atau tidak adalah : H0 : Kedua populasi mempunyai variance yang sama (identik). H1,H2,H3,H4 : Kedua populasi mempunyai variance yang tidak sama (berbeda).
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima (tidak dapat ditolak). Jika probabilitas < 0,05,maka H0 ditolak dan menerima H1,H2,H3,H4. Pada penelitian ini level confidence adalah 95% dengan level toleransi kesalahan sebesar 5%. 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Deskripsi Penelitian Data pengumpulan data yang telah dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang terdiri dari auditor yang bekerja di Badan Pemeriksaan Keuangan RI Perwakilan Provinsi Riau. Dari 48 kuesioner yang disebarkan, kuesioner yang kembali sebanyak 40 kuesioner (83 %), kuesioner yang tidak dapt diolah sebanyak 8 kuesioner (17%) dan kuesioner yang dapat digunakan adalah sebanyak 40 kuesioner (83%) . 4.2 Uji Validitas Untuk menilai kevalidan masingmasing butir pertanyaan dapat dilihat dari Corrected item-total correlation. Suatu item dikatakan valid jika corrected item-total correlation lebih besar dari nilai r tabel, r tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 40 maka r tabelnya adalah 0,312. 4.2.1 Problem Solving Ability Dalam penelitian ini untuk variabel problem solving ability digunakan 4 item pertanyaan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil corrected item-total correlation > dari r table (0.440, 0.323, 0.486, 0.330) yang berarti bahwa data valid.
Analisis Perbedaan Problem Solving….. (Edfan Darkys& Sinta Nurleni Susanti)
4.2.2 Sikap Skeptisme Profesional Dalam penelitian ini untuk variabel skeptisme profrsional digunakan 4 item pertanyaan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil corrected item-total correlation > dari r tabel yang berarti bahwa data valid. 4.3 Uji Reliabilitas Uji reabilitas dilakukan dengan metode cronbach alpha, suatu kontruks atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Nunally, 1978 dalam Ghozali, 2005). Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas data untuk setiap variabel (problem solving ability dan sikap skeptisme profesional), diperoleh hasil cronbach alpha lebih besar dari 0.6 (0.786, 0.674, 0.610, 0.603) yang berarti bahwa data tersebut reliabel. 4.4 Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam uji beda, variabel-variabel yang diteliti mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005:110). Pada penelitian ini untuk menguji normalitas data menggunakan KolmogorovSmirnov,kriteria yang digunakan adalah jika masing-masing variabel menghasilkan nilai K-S dengan nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,05 maka data terdistribusi normal. 4.6 Pembahasan 4.6.1 Auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin.
37
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai K-S untuk variabel problem solving ability adalah 1,18 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,124. Nilai K-S untuk variabel skeptisme adalah sebesar 1,20 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,110. Dikarenakan setiap variabel memberikan nilai signifikansi K-S dengan P > 0,05 maka data telah terdistribusi secara normal. 4.5 Pengujian Hipotesis Sebelum diketahui kesamaan atau perbedaan nilai rata-rata jawaban responden maka ada dua tahapan analisis yang dilakukan, pertama harus menguji asumsi apakah varian populasi kedua sampel tersebut sama (equal variances assumed) ataukah berbeda (equal variances not assumed) dengan melihat nilai Levene Test. Setelah diketahui apakah varian sama atau tidak, langkah kedua adalah melihat nilai t-test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai-rata-rata secara signifikan. 4.5.1 Karakteristik Gender Pengelompokkan gender dilakukan dengan membedakan variabel maskulin dan feminin dari total sifat gender. Berdasarkan pengolahan data menunjukkan bahwa dari 40 responden identitas gender maskulin adalah 21 orang atau 52,5 % dan gender feminin adalah 19 orang atau 47,5 %. Pengelompokkan gender dilakukan dengan membedakan variabel maskulin dan feminin dari total sifat gender. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H3 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,000 < 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan problem solving ability antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data
38
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean problem solving ability pada kelompok gender feminin adalah 14,79, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 17,57. Dengan demikian problem solving ability yang memiliki orientasi gender maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan problem solving ability yang memiliki orientasi gender feminin. 4.6.2 Auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki sikap skeptisme profesional yang lebih tinggi dari auditor yang memiliki identitas gender feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H4 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,027 < 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan skeptisme profesional antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean skeptisme profesional pada kelompok gender feminin adalah 17,84, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 16,86. Dengan demikian skeptisme profesional yang memiliki orientasi gender maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan skeptisme profesional yang memiliki orientasi gender feminin. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan independensi, penerimaan resiko, problem solving ability dan sikap skeptisisme profesional auditor berdasarkan perbedaan identitas gender auditor (maskulin-feminin). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
2.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis menyatakan bahwa Problem solving ability berpengaruh signifikan terhadap perbedaan persepsi gender maskulin dan gender feminin. Berdasarkan uji t test gender maskulin lebih baik dalam memecahkan masalah dibandingkan gender feminin. Hasil analisis dan pengujian hipotesis diketahui bahwa terdapat perbedaaan persepsi antara gender maskulin dan feminin terhadap skeptisme. Adanya sikap skeptisme auditor bergantung pada auditornya karena skeptisme dipengaruhi oleh pengalaman, lama bekerja, dan kompetensi auditor.
5.2 Saran 1. Dalam penugasan audit perlu adanya kebijakan tertentu tidak memberatkan auditor gender feminin seperti penugasan khusus yang menimbulkan risiko tinggi karena mereka lebih memilih untuk mendapatkan keamanan. Lebih baik auditor gender feminin ditugaskan yang bersifat perencanaan dan evaluasi di lingkup kerja. 2. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya memperbaiki kekurangan penelitian ini dengan menambahkan jumlah sampel dengan memperluas daerah penelitian. 3. Untuk peneliti selanjutnya hendaknya memperluas sampel penelitian tidak hanya auditor tapi dimasukkan juga kelompok sampel lain seperti akuntan pendidik, akuntan manajemen sehingga penelitian tentang topik ini akan lebih akurat dan komprehensif.
Analisis Perbedaan Problem Solving….. (Edfan Darkys& Sinta Nurleni Susanti)
5.3 Keterbatasan 1. Penelitian ini hanya membedakan persepsi gender auditor, tidak mencakup profrsi akuntan yang lain. 2. Keterbatasan partisipan, jumlah sampel yang digunakan juga
39
menyebabkan hasil penelitian ini mungkin akan berbeda jika dilakukan pada subjek yang lain. Selain itu responden penelitian hanya berasal dari kota Pekanbaru saja.
DAFTAR PUSTAKA Ardiansah, M,.N. 2003. Pengaruh Gender dan Locus of Control Terhadap Kepuasan kerja, Komitmen Organisasional, dan Keinginan Berpindah Kerja Auditor. Tesis. Pacasarjana Undip. Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta : Rineka Cipta. Basow, S.A. 1992. Gender Stereotypes and Roles. California : Brooks/ Cole Publishing Company. Breesch,D. and Branson,J 2009. The Effects of Auditor Genders On Audit Quality. The IUP Journal of Accounting Research and Audit Practices,8(3/4) pp.78-107. Burke, P.J., and Stets, J.E,. 2000. Identity Theory and Social Identity Theory. Social Psycology Quarterly. Vol.63, No.3 : 224-237. Cristina, Uenike. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Darmoko, Hendri,W. 2003. Profesionalisme Auditor Pada KAP Dilihat dari Perbedaan Gender, Tipe KAP, dan Hirarki Jabatannya. Tesis. Universitas Diponegoro. Efendi, M. Taufik. 2010. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah. Tesis Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam.2005. Aplikasi analisis multivariat dengan program SPSS. Badan Penerbit Undip: Semarang. Hamzah,A. Dan Paramitha. 2008. Perbedaan Perilaku Etis dan Tekanan Kerja Perspektif Gender Dalam Audit Judgment Laporan Keuangan Historis dan Kompleksitas Tugas. Jurnal Ilmiah Akuntansi. Vol.7,No.1 : 18-29. Hardies,K., Breesch,D. and Branson,J. 2009. Are Female Auditors Still Woman, Analyzing The sex Difference Affecting Audit Quality. Pleinlaan 2, 1050 Brussels,Belgium. Herawati, T., dan Admini,S. 2010. Perbedaan Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit Dilihat dari Segi Gender. Jurnal Aplikasi Manajenem. Vol.8, No.2. Ikhsan, Arfan. 2007. Profesionalisme Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Dilihat dari Perbedaan Gender, Kantor Akuntan Publik Dan Hirarki Jabatannya. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.9, No.3. Mulyadi.2002. Auditing, Edisi keempat. Salemba Empat: Jakarta. McIntosh, R. and Jarrett, D. 2000. Teaching Mathematical Problem Solving: Implemeting The Vision. Mathematics and Science Education Center.
40
Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akutansi I Vol 19 No. 2 Desember 2012
Santosa, Hendri. 2001. Analisis Diskriminasi Gender dan Kepuasan Kerja pada Auditor BPKP Jawa Tengah. Tesis. Pascasarjana Undip. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business : Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Buku 2. Jakarta : Empat Salemba. Setiawati,D. dan Zulkaida,A. 2007. Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan Orientasi Peran Gender. Proceeding PESAT. Vol.2 : 1858-2559. Siegel, Gary, Marconi, H.R. 1989. Behavioral Accounting. South Dakota: South Webster Pub. Co. Spence, J.T., & Helmreich, R.L. (1978). Masculinity and femininity: Their psychological dimensions, correlates, and antecedents. Austin, TX: University of Texas Press. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung. Suraida, Ida. 2005.Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit, dan Resiko Audit Terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik. Susiohumaniora Vol.7,No.3:186-202. Taplin, Margaret. 2007. Mathematics Through Problem Solving, dalam http://www.mathgoodies.com/articles. Tjun, Tjun, Lauw. 2012. Pengaruh Kompetensi dan Idependensi Terhadap Kualitas Audit. Penelitian Universitas Kristen Maranatha. Wati, E., Lismawati, Aplilla, N. 2010. Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, dan Pemahaman Good Governance Terhadap Kinerja Auditor Pemerintah. SNA XIII Purwokerto. Zhang, Q., Wang, M.,Yan, X. 2012. Effect of Gender Streotypes on Spontaneous Traid Inferences and The Moderating Role of Gender Schematicity. Social Cognition. Vol.30, No.2: 220-231 Zulaikha. 2006. Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengaman Auditor Terhadap Audit Judgment. Jurnal Penelitian Undip. SNA XI Padang. IAI.2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Cetakan Pertama.