Kemampuan Matematika Siswa SMP Indonesia Menurut Benchmark Internasional TIMSS 2011 (Trend of International on Mathematics and Science Study 2011)
Abstrak Makalah ini merupakan hasil analisis deskriptif kualitatif untuk mengeksplorasi kemampuan matematika siswa SMP di Indonesia menurut benchmark internasional TIMSS 2011. Capaian rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia secara umum berada pada level rendah (43%) (Low International Benchmark) di bawah median internasional (75%). Dengan capaian tersebut, ratarata siswa Indonesia hanya mampu memahami dasar bilangan bulat dan desimal dan dapat melakukan perhitungan dasar, serta dapat mencocokkan tabel ke diagram batang dan piktograph dan membaca diagram garis sederhana. Perolehan kemampuan matematika siswa Indonesia berada di bawah capaian siswa setingkat di beberapa negara Asia (China Taipe, Singapura, Korea, Jepang, Malaysia, Thailand). Untuk melihat kelemaham kemampuan matematika siswa Indonesia dikaji beberapa item soal yang mewakili level rendah, sedang, tinggi, dan mahir, berkaitan dengan kemungkinan penyebab kekeliruan yang dilakukan siswa Indonesia serta perbandingan rata-rata nasional terhadap rata-rata internasional. A. Pendahuluan TIMSS (Trend of International on Mathematics and Science Study) merupakan studi internasional yang dilakukan oleh IEA (Internasional for the Evaluation of Educational Achievement) secara berkala setiap empat tahun yang diselenggarakan sejak tahun 1955. TIMSS bertujuan untuk meneliti pengetahuan dan kemampuan Matematika dan Sain siswa pada level kelas 4 SD dan kelas 8 SMP, serta mengumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan sekolah, kurikulum, dan pembelajaran. Indonesia telah empat kali berpartisipasi dalam TIMSS, yaitu 1999, 2003, 2007, dan 2011. Salah satu tujuan keikutsertaan Indonesia dalam TIMSS ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan Matematika dan Sain siswa Indonesia dengan negara lain. Hasil dari studi ini diharapkan dapat digunakan dalam perumusan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam bidang Matematika dan Sain. Kerangka penilaian kemampuan bidang Matematika yang diuji dalam TIMSS menggunakan istilah dimensi dan domain. Dalam TIMSS 2011 Assesment framework (Mullis, Martin, Ruddock, O’Sullivan & Preuschoff: 2009) penilaian terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas 1
empat domain, yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan perubahan. Dimensi kognitif dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari siswa ketika berhadapan dengan domain konten dalam hal ini adalah matematika. Penilaian dimensi kognitif pada kelas IV SD dan kelas VIII SMP terdiri dari tiga domain, domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa. Kemudian domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah rutin atau menjawab pertanyaan. Selanjutnya domain yang paling penting adalah yang ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Persentase dari setiap dimensi dijabarkan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Persentase domain konten dan kognitif untuk setiap tingkat Kelas 4
Kelas 8
Domain konten
Domain Konten
50%
Bilangan
30 %
Bilangan
35%
Geometri bentuk dan pengukuran
30%
Aljabar
15%
Penyajian Data
20%
Geometri
20%
Data dan perubahan
Domain Kognitif
Domain Kognitif
40%
Mengetahui
35%
Mengetahui
40%
Aplikasi
40%
Aplikasi
20%
Penalaran
25%
Penalaran
Bentuk soal-soal dalam TIMSS adalah pilihan ganda dengan 4 jawaban, isian singkat dan uraian yang didesain sedemikian sehingga dimensi konten dan dimensi kognitif dapat teramati. Untuk soal pilihan ganda akan diberi skor 1 jika benar dan skor 0 jika salah, sedangkan soal isian singkat akan diberi skor 1 jika benar dan 0 jika salah, sedangkan soal uraian akan diberi skor 2 jika jawaban lengkap dan benar, skor 1 jika jawaban benar tetapi kurang lengkap dan skor 0 jika jawaban salah. TIMSS menampilkan empat tingkatan/level disepanjang skala untuk mencerminkan kinerja siswa yang mengukur domain konten dalam bilangan, aljabar, geometri, data dan
2
perubahan serta dimensi kognitif berkenaan dengan domain pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Empat level yang dimaksud adalah : 1. standar internasional mahir (advanced international benchmark)-625 2. standar internasional tinggi (high international benchmark)-550 3. standar internasional menengah (intermediate international benchmark)-475 4. standar internasional rendah (low international benchmark)-400 Dari hasil yang dicapai tahun 2011 prestasi belajar siswa dari negara-negara Asia Timur, khususnya, Cina Taipei, Singapura, dan Korea, berada pada 3 teratas dari 45 negara peserta dengan kemampuan mahir berdasar benchmark internasional. Sedangkan prestasi belajar siswa Indonesia masih berada pada level rendah menurut benchmark internasional, dan berada pada peringkat 40 dari 45 negara peserta yang mengikuti TIMSS, di bawah Malaysia dan Thailand. Pada Tabel 2 berikut menampilkan persentase kemampuan siswa Indonesia berdasarkan benchmark internasional. Tabel 2. Kemampuan Matematika Berdasarkan Benchmark Internasional Negara
Standar Internasional Mahir
Tinggi
Menengah
Rendah
China Taipe
49 (1.5)
73 (1.0)
88 (0.7)
96 (0.4)
Singapura
48 (2.0)
78 (1.8)
92 (1.1)
99 (0.3)
Korea
47 (1.6)
77 (0.9)
93 (0.6)
99 (0.2)
Median Internasional
3
17
46
75
Malaysia
2 (0.4)
12 (1.5)
36 (2.4)
65 (2.5)
Thailand
1 (0.2)
8 (0.7)
26 (0.7)
53 (0.8)
Indonesia
0(0.1)
2 (0.5)
15 (1.5)
43(1.9)
Catatan : () menunjukkan standar deviasi Kemampuan matematika siswa Indonesia masih jauh di bawah median internasional, tidak ada siswa Indonesia yang mencapai standar mahir, untuk level tinggi hanya dicapai sebesar 2%, sedangkan level menengah sebanyak 15%, dan secara kumulatif kemampuan matematika siswa Indonesia mencapai level rendah sebanyak 43% siswa kelas 8. Kemampuan ini masih jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan Thailand. Rendahnya kemampuan matematika siswa perlu mendapat perhatian, untuk itu dalam makalah ini disajikan beberapa soal yang mewakili kemampuan level rendah, menengah, tinggi dan mahir menurut benchmark 3
internasional yang menjadi kajian dalam menganalisa rendahnya kemampuan matematika siswa kelas 8.
B. Kemampuan Matematika Siswa Indonesia 1.
Kemampuan Pada Level Rendah (Low Benchmark Internasional-TIMSS 2011) Dalam level ini kemampuan yang dimiliki adalah memahami dasar bilangan bulat dan
desimal serta dapat melakukan perhitungan dasar. Mereka dapat mencocokkan tabel ke grafik batang dan piktographs serta membaca grafik garis sederhana. Pada contoh 1 dan contoh 2 berikut ini merupakan contoh kinerja siswa pada level rendah. Item pada contoh 1 melibatkan masalah menambahkan bilangan desimal dengan dua-tempat dan tiga-tempat desimal yang termasuk dalam domain bilangan, sedangkan dimensi kognitif yang akan diukur adalah domain pengetahuan (knowing). Dilihat dari rata-rata jawaban benar siswa internasional adalah 73 persen dari siswa kelas delapan. Di banyak negara lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar diantaranya enam negara Asia Timur yaitu Singapura, Malaysia, Hong Kong, China, Korea dan Jepang, namun hanya 57 persen siswa Indonesia yang mampu menjawab dengan benar. Contoh 1:
Sebenarnya soal ini tidak tergolong sulit, namun rendahnya persentase siswa Indonesia menjawab soal pada masalah ini, umumnya dikarenakan pemahaman nilai tempat yang masih belum baik. Dalam kurikulum matematika SMP pemahaman nilai tempat ini termasuk dalam topik bilangan namun pengertian bilangan, khususnya bilangan desimal seperti nilai tempat sebagai prasyarat pengerjaan operasi hitung bilangan desimal kurang mendapat perhatian, hal ini dapat ditunjukkan dengan sering ditemukan siswa membaca 42,65 dengan empat puluh dua koma enampuluh lima (seharusnya empat puluh dua koma enam lima). Pemahaman yang keliru pada nilai tempat akan mengakibatkan kekeliruan dalam operasi penjumlahan. Dalam pembelajaran topik bilangan desimal seringkali dipandang sebagai topik yang sederhana, penyampaian materi cenderung berpusat pada pengembangan keterampilan mengerjakan operasi 4
hitung yang melibatkan bilangan desimal. Biasanya aturan-aturan untuk mempermudah pengerjaan operasi hitung dalam bilangan desimal diberikan dengan menghubungkan aturan yang berlaku pada operasi bilangan bulat, tanpa diberikan alasan mengapa aturan tersebut berlaku. Kekeliruan yang mungkin disebabkan kekeliruan dalam nilai tempat adalah mengerjakan seperti yang berlaku pada aturan bilangan bulat sebagai berikut : 42.65 5.748 100.13 Soal lain yang temasuk dalam level rendah tetapi lebih tinggi dari contoh 1 disajikan dalam contoh 2. Masalah pada soal ini berkaitan dengan domain bilangan, walaupun penyajian soal tampak seperti aljabar sederhana, sedangkan dimensi kognitif yang akan diukur adalah domain pengetahuan (knowing). Serupa dengan hasil untuk Contoh item 1, rata-rata jawaban benar dari siswa internasional adalah 71 persen dari siswa kelas delapan. Di banyak negara lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar diantaranya lima negara Asia Timur yaitu Korea, China, Singapura, Jepang, Hong Kong, sedangkan jawaban benar dari siswa Indonesia adalah 65 persen dari siswa kelas 8, persentase ini lebih tinggi dibanding rata-rata jawaban benar siswa Malaysia yaitu sebanyak 47 persen. Contoh 2:
Bila dilihat dari hasil pekerjaan peserta didik Indonesia menunjukkan ada 70.2 persen menjawab A yang merupakan kunci jawab, 10.3 persen menjawab B, 3.3 persen peserta didik menjawab C, dan 14.8 persen menjawab D. Adanya siswa yang memilih B dimungkinkan adanya kesalahan dalam melakukan operasi aritmetika, yang dilakukan siswa setelah melakukan substitusi dari nilai yang diberikan. Pengerjaan siswa tersebut digambarkan sebagai berikut : 5
10
Begitu pula dengan siswa yang menjawab C, kekeliruan yang dilakukan adalah menambahkan 8 dengan hasil bagi dari 6 dan 2. Pengerjaan siswa tersebut digambarkan sebagai berikut:
11
Sedangkan kekeliruan yang dilakukan siswa memilih D adalah menjumlahkan 8 dengan 6 tanpa melakukan pembagian dengan bilangan 2. y = 8+6 =14
2.
Kemampuan Pada Level Menengah (Intermediate Benchmark Internasional-TIMSS 2011) Kemampuan siswa pada level ini menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang
terkait domain bilangan yaitu desimal, pecahan, perbandingan, dan persentase. Sedangkan dalam domain aljabar mereka tahu arti ekspresi aljabar sederhana dan dapat menghubungkan antara gambar dua dimensi dengan objek tiga dimensi pada domain geometri. Dalam level ini mereka dapat menemukan dan menafsirkan data yang disajikan dalam format tabel dan berbagai macam grafik, dan memiliki beberapa pemahaman tentang kemungkinan dari suatu peristiwa. Seperti disebutkan dalam pembahasan kinerja pada level rendah pada contoh 2, ekspresi aljabar sudah dimunculkan, namun item pada contoh 2 lebih pada menunjukkan kemampuan melakukan operasi aritmetika, dan bukan untuk menunjukkan arti ekspresi aljabar sederhana. Salah satu contoh soal pada level menengah disajikan pada contoh 3, berkaitan dengan pengertian ekspresi aljabar sederhana, dengan kemampuan kognitif yang diukur adalah domain pengetahuan (knowing). Agar siswa dapat menyelesaikan soal ini, mereka perlu mengingat dan mengenali representasi simbolis xy yang berarti perkalian antara x dan y serta operasi tambah dengan skalar 1. Dilihat dari rata-rata jawaban benar siswa internasional adalah 65 persen dari siswa kelas delapan. Di banyak negara lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar
6
diantaranya lima negara Asia Timur yaitu Hong Kong, Korea, Singapura, China, dan Jepang, sedangkan jawaban benar dari siswa Indonesia adalah 48 persen dari siswa kelas 8. Contoh 3:
Bila dilihat dari hasil pekerjaan siswa Indonesia menunjukkan ada 8.7 persen menjawab A; 14.1 persen menjawab B; 23.9 persen menjawab C , dan 51.7 persen menjawab D yang merupakan kunci jawaban. Adanya siswa yang memilih A disebabkan karena kelemaham siswa dalam membaca matematika. Siswa terbiasa melakukan operasi hitung baik yang berkaitan dengan tambah, kurang, kali dan bagi pada sebuah ekspresi aljabar tanpa dapat mengkomunikasikan makna dari ekspresi aljabar tersebut. Adanya siswa yang memilih A, B dan C berturut-turut disebabkan karena kekeliruan pemahaman yang dibuat siswa terhadap representasi simbolis xy+1 sebagai berikut : • Siswa membaca xy+1 hanya ada satu operasi yaitu operasi tambah. Bilangan 1 dekat dengan operasi tambah dengan y lalu dikali x, pernyataan ini bila direpresentasikan dalam aljabar adalah x(y+1). • Siswa yang menjawab B, umumnya karena tidak memaknai tambah, sehingga pilihannya menjadi kalikan x dan y dengan 1 • Siswa yang menjawab C kemungkinan dikarenakan siswa mengartikan xy sebagai jumlahan x dengan y, atau x tambah y. Pada Contoh 4 berikut atas adalah item yang termasuk dalam level menengah, dengan domain geometri, yaitu memahami hubungan antara bentuk tiga dimensi dan dua dimensi, sedangkan kemampuan kognitif yang akan diukur adalah domain pengetahuan (knowing). Permasalahan pada contoh 4 ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan siswa untuk mengenali (recognize) piramida/limas persegi dari jaring-jaringnya dan kemudian ditampilkan bila dilihat dari perspektif atas limas. Dilihat dari rata-rata jawaban benar siswa internasional 7
adalah 58 persen dari siswa kelas delapan. Di banyak negara lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar diantaranya tiga negara Asia Timur yaitu Jepang, Korea, Singapura, sedangkan jawaban benar dari siswa Indonesia adalah 32,3 % persen dari siswa kelas 8, dan 55,5% dari siswa menjawab salah. Contoh 4:
Kekeliruan yang dilakukan siswa dapat disebabkan karena pemahaman siswa yang memandang bentuk tiga dimensi dari sisi tegak. Gambaran yang umum berkaitan dengan limas persegi disajikan sebagai berikut :
Sedangkan posisi limas persegi bila dilihat dari atas atau bawah, jarang diperkenalkan atau bahkan tidak pernah diminta untuk melakukan percobaan di dalam pembelajaran bagaimana bila limas persegi dilihat dari atas atau bawah, dengan demikian siswa tidak dapat mengenali piramida/limas bila dilihat dari atas.
8
3.
Kemampuan Pada Level Tinggi (Intermediate Benchmark Internasional-TIMSS 2011) Pada level ini kemampuan yang diharapkan adalah dapat menerapkan pengetahuan
matematika dan pemahaman mereka dalam berbagai situasi yang relatif kompleks. Misalnya, mereka dapat menghubungkan pecahan, desimal, dan persen satu sama lain. Mereka menunjukkan pengetahuan prosedural yang berkaitan dengan ekspresi aljabar, dan dapat mengidentifikasi bilangan yang memenuhi ketidaksamaan. Mereka dapat menggunakan sifat garis, sudut, dan segitiga untuk memecahkan masalah. Siswa juga dapat menganalisis data dari grafik lingkaran, grafik garis, dan grafik batang untuk memecahkan masalah dan memberikan penjelasan, dan memecahkan masalah sederhana yang melibatkan hasil dan probabilitas. Contoh butir 5, Contoh 6, dan Contoh 7 merupakan butir soal yang menggambarkan kinerja siswa pada level tinggi. Pada Contoh 5 merupakan item untuk menunjukkan kinerja siswa pada level tinggi dalam hal mengubungkan pecahan, dan persen satu sama lain, sedangkan kemampuan kognitif yang akan diukur adalah pengetahuan (knowing). Dilihat dari rata-rata jawaban benar siswa internasional adalah 37 persen dari siswa kelas delapan. Singapura dan Quebec Canada merupakan negara yang memiliki persentase lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar, negara-negara yang memiliki persentase lebih dari 70 persen siswa yang menjawab benar adalah Korea dan Hong Kong, dua negara bagian di AS serta satu negara bagian di Canada, sedangkan jawaban benar dari siswa Indonesia adalah 20 persen dari siswa kelas 8. Contoh 5:
9
Soal ini termasuk soal yang sulit bagi siswa Indonesia, hal ini tampak dari besarnya persentase siswa yang menjawab salah yaitu 80% siswa. Topik pecahan dan persentase sudah dikenal siswa sejak duduk di bangku sekolah dasar. Penyampaian topik pecahan di sekolah dasar diberikan dengan pendekatan pecahan sebagai bagian dari keseluruhan, apabila penyampaian pecahan di tingkat SMP masih menggunakan pendekatan bagian dari keseluruhan, hal tersebut menjadi salah satu penyebab sulitnya siswa memahami persoalan pada contoh 5. Sebagaimana pendapat Marks, Purdy and Kinney (1985:194-195) yang menyatakan bahwa dalam berbagai situasi ada 4 dasar konsep pecahan yaitu sebagai bagian dari keseluruhan, sebagai bagian dari kelompok, menyatakan pembagian, dan rasio. Persoalan pada contoh 5 menunjukkan kinerja pemahaman siswa terhadap pecahan sebagai pembagian atau rasio. Pengetahuan pecahan di SMP merupakan perluasan dari pengetahuan sebelumnya di tingkat yang lebih rendah, dalam hal ini di sekolah dasar. Persoalan pada contoh 5 sebenarnya sudah dikenal siswa namun dalam sajian yang berbeda yaitu memandang pecahan sebagai bagian dari keseluruhan disajikan dalam tabel berikut. Representasi Geometri
Pecahan
10 20
15 20
⋯ 20
10
Persen
10 20
5 5
50 100
15 20
5 5
80%
50%
75 100
75%
Persoalan yang disajikan dalam tabel di atas lebih mudah dipahami siswa karena umumnya pemahaman siswa SMP berkaitan dengan pecahan adalah bagian dari keseluruhan, bukan sebagai perbandingan. Perluasan materi SD dan SMP sebaiknya menjadi perhatian agar pemahaman siswa terhadap suatu konsep lebih berkembang dan menyeluruh. Pada Contoh 6 berikut berkaitan dengan ekspresi aljabar sederhana yang termasuk dalam level menengah. Topik dalam soal berkaitan dengan kinerja siswa berkaitan dengan pengetahuan prosedural yang berkaitan dengan ekspresi aljabar dalam hal ini melakukan evaluasi pada bentuk ekspresi aljabar sederhana, sedangkan kemampuan kognitif yang akan diukur adalah domain pengetahuan (knowing). Dilihat dari seluruh peserta dari seluruh siswa di dunia yang mengikuti tes 43 persen dari siswa kelas delapan menjawab benar. Hanya ada dua negara yang memiliki lebih dari 80 persen siswa menjawab dengan benar yaitu Singapura dan China, sedangkan jawaban benar dari siswa Indonesia adalah 24 persen dari siswa kelas 8. Contoh 6:
Soal ini sebenarnya sama dengan soal yang diberikan pada level rendah berkaitan dengan ekspresi aljabar sederhana, perbedaanya pada level rendah disajikan dalam bentuk pilihan ganda, sedangkan dalam level tinggi disajikan dalam soal uraian. Dua langkah yang harus dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah ini, yaitu substitusi nilai t pada persamaan, dan melakukan operasi aritmetika untuk menentukan nilai akhir. Kekeliruan yang terjadi pada langkah pertama adalah ketidak mampuan siswa dalam menentukan informasi dari soal, sehingga siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kesalahan pada langkah kedua yaitu operasi aritmetika adalah umumnya adalah pengurangan bilangan bulat dengan pecahan, umumnya kesalahan yang dilakukan siswa adalah mengubah bilangan bulat dengan pecahan tanpa mengikuti kaidah yang ditentukan, hal tersebut disajikan sebagai berikut: 100 100
0
11
Kemungkinan kesalahan lain
yang dilakukan siswa pada operasi aritmetika adalah teknik
‘mencoret’ yaitu menyederhanakan bilangan dengan membagi pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama, namun tidak memperhatikan kaidah yang seharusnya sehingga terjadi kesalahan sseperti berikut: 100 100 100
11,1
88,9
Pada contoh 7 berikut berkaitan dengan grafik lingkaran, kinerja yang ingin ditunjukkan adalah pemahaman mereka dalam berbagai situasi yang relatif kompleks yaitu menghubungkan pecahan, serta besar sudut pusat lingkaran yang digunakan untuk membuat diagram lingkara, sedangkan kemampuan kognitif yang akan diukur adalah domain penerapan (applying). Contoh 7:
12
Dari seluruh siswa di dunia yang mengikuti tes, hanya 47 persen yang menjawab benar. Tiga negara Asia timur yang menjawab benar lebih dari 80 persen yaitu Singapura, Korea dan China, sedangkan siswa Indonesia sebanyak 28 persen siswa menjawab benar. Soal ini termasuk sulit untuk siswa Indonesia, disebabkan banyaknya konten
matematika yang termuat di
dalamnya. Pemahaman siswa terhadap penyajian data dalam bentuk diagram lingkaran dipahami secara prosedural sebagai berikut : 1. menentukan perbandingan 2. mengubah perbandingan dalam bentuk pecahan menjadi besar sudut yang harus ditemukan dalam lingkaran. 3. menggambar besar sudut dalam lingkaran Pada ketiga langkah memungkinkan siswa melakukan kesalahan. Apabila langkah tersebut dilalui siswa dalam menyelesaikan masalah di atas adalah sebagai berikut: Nama olah raga
Jumlah pelajar
Perbandingan
Menghitung besar sudut
Hockey
60
60 480
60 480
360
45
Sepak bola
180
180 480
180 480
360
135
Tenis
120
120 480
120 480
360
90
Basket
120
120 480
120 480
360
90
Jumlah
480
Selanjutnya siswa menggambarkan besar sudut yang diperoleh ke dalam lingkaran yang sudah ditentukan. Langkah ini dapat digunakan apabila siswa memiliki busur derajat dan siswa di Indonesia sangat tergantung dengan alat dalam hal busur derajat untuk mengukur besar sudut. Pada dasarnya langkah yang harus dilalui untuk membuat grafik lingkaran tidak harus melalui tiga langkah seperti tersebut di atas, siswa dapat menggunakan alternatif lain namun akan mendapatkan penyelesaian yang diharapkan seperti berikut:
13
Nama olah raga
Jumlah pelajar
Perbandingan
Hockey
60
60 480
1 8
Sepak bola
180
180 480
3 8
Tenis
120
120 480
2 8
Basket
120
120 480
2 8
Jumlah
480
Dengan bantuan gambar berupa lingkaran yang tersedia dan bantuan titik-titik yang membagi keliling menjadi 8, sehingga diharapkan siswa mampu membagi lingkaran menjadi 8 bagian yang sama besar sebagai berikut:
Melalui langkah tersebut siswa tidak dipusingkan dengan persoalan menentukan besar sudut pusat lingkaran, tetapi dengan menggunakan konsep pecahan membagi lingkaran menjadi 8 bagian yang sama besar. 14
4.
Kemampuan Pada Level Mahir (Advanced Benchmark Internasional TIMSS 2011) Pada level ini kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat memberikan alasan
dengan berbagai jenis bilangan (bilangan bulat, angka negatif, pecahan, dan persentase) dalam situasi
rutin
dan
non-rutin
dan
membenarkan
kesimpulan
mereka.
Mereka
dapat
mengekspresikan generalisasi aljabar, dan memecahkan berbagai masalah yang melibatkan persamaan, rumus, dan fungsi. Mereka dapat memberikan alasan dengan bentuk geometri untuk memecahkan masalah dan dengan data dari beberapa sumber untuk memecahkan masalah multilangkah. Contoh soal 8, Contoh soal 9 dan Contoh 10 adalah menggambarkan kinerja kelas delapan pada level mahir. Pada contoh 8 berkaitan dengan operasi perkalian pecahan dalam penyajian yang nonrutin, kemampuan kognitif yang ingin diukur adalah domain penalaran (reasoning). Soal ini menggambarkan bagaimana siswa dapat beralasan dengan pecahan dalam situasi yang abstrak dan tidak rutin. Mereka diberi dua titik pada garis bilangan yang mewakili pecahan kurang dari 1, dan diminta untuk mengidentifikasi titik yang mewakili hasil perkalian kedua pecahan tersebut. Dilihat dari seluruh jawaban siswa di dunia yang menjawab benar sebesar 23 persen siswa menjawab benar, China adalah negara satu-satunya dengan lebih dari 50 persen siswa menjawab benar, dan Indonesia 10 persen siswa yang menjawab benar. Contoh 8 disajikan sebagai berikut:
15
Hasil pekerjaan peserta didik menunjukkan ada 44,5% menjawab A, 30,2% menjawab B, dan 11,9% peserta didik menjawab C, sedangkan kunci jawaban adalah D dengan persentase siswa yang menjawab 19,7%. Banyaknya siswa memilih A kemungkinan diperoleh dengan cara menambahkan panjang ruas garis yang ditunjukkan oleh titik P dengan panjang ruas garis yang ditunjukkan oleh Q, sehingga sehingga diperoleh ruas garis seperti yang ditunjukkan oleh N. Peserta didik yang memilih opsi B, masih memandang persoalan di atas sebagai penjumlahan ruas garis, sehingga peserta didik menambahkan ruas garis PQ pada ujung titik Q sehingga diperoleh titik N seperti yang ditunjukkan pada opsi B. Sedangkan peserta didik aan menjawab C, karena notasi perkalian adalah silang sehingga awaban ada disekirat P dan Q. Kekeliruan yang dibuat siswa pada masalah di atas terjadi dikarenakan dalam pembelajaran sebelumnya siswa tidak terbiasa menerima berbagai macam persoalan perkalian pecahan. Umumnya pembelajaran pecahan di SMP menggunakan pendekatan yang sama dengan di SD, misalnya saja representasi pecahan masih menggunakan pecahan sebagai begian dari keseluruhan (unit partitioned into equal-size parts), sangat jarang guru memberian represenasi yang lain dari pecahan misalnya pecahan sebagai bagian dari himpunan (set partitioned into equal-size group), perbandingan antara dua himpunan (comparison model), pecahan sebagai rasio, dan pecahan sebagi pembagian antar bilangan (indicated division) (Kennedy, dkk, 2008), sehingga peserta didik sulit untuk memahami pecahan dalam situasi yang tidak biasanya. Dalam buku-buku paket perkalian pecahan umumnya digambarkan sebagai luasan dari suatu peregi panjang seperti tampak pada gambar berikut:
Q
P
Bila pembelajaran yang dilakukan guru seperti tampak pada gambar dan pembelajaran perkalian berhenti sampai merepresentasikan perkalian pecahan sebagai suatu luasan, sehingga sangat sulit bagi peserta didik untuk membandingkan hasil kali dua bilangan dengan bilangan asal. 16
Contoh 9 melibatkan pengukuran geometris, adapun kemampuan kognitif yang akan diukur adalah domain penalaran (reasoning). Secara khusus, item yang dikembangkan adalah menentukan berapa banyak buku dari ukuran tertentu akan termuat dalam sebuah kotak dengan ukuran tertentu. Rata-rata internasional sebesar 25 persen siswa menjawab benar, sekitar 60 persen siswa atau lebih dalam performa terbaik lima negara Asia Timur dalam hal ini China, Hongkong, Korea dan Singapura dapat memecahkan masalah ini. Pencapaian tertinggi berikutnya, adalah 36 persen di Federasi Rusia, sedangkan siswa Indonesia 11 persen siswa yang menjawab benar. Contoh 9:
Kekeliruan yang dilakukan siswa umumnya terletak pada pandangan siswa terhadap ukuran buku dan ukuran balok yang tersedia, sehingga kemungkinan yang dilakukan siswa untuk menghitung banyaknya buku adalah dengan membagi 36 dengan 6 sehingga diperoleh 6 buku, hitungan ini dimungkinkan akibat pemikiran siswa yang membayangkan buku yang dimaksukan ke dalam balok sebagai berikut:
17
Umumnya siswa tidak memperdulikan berapa buku terbanyak yang dapat dimasukan ke dalam balok yang tersedia. Sebenarnya bila konsep kekekalan volume sudah dikuasai siswa, maka siswa dapat memperkirakan buku terbanyak yang mungkin dapat dimasukan. Perkiraan itu dilakukan dengan menghitung volume balok dan volume buku bila buku dianggap sebagai balok sehingga banyaknya buku yang dapat dimasukan dalam balok adalah Volume balok = 30 x 20 x 36 =21600 Volume buku = 15 x 20 x 6 = 1800 Perkiraan banyaknya buku
12
Apabila ukuran buku sebanding dengan ukuran balok, maka perhitungan perkiraan di atas sama dengan banyaknya buku yang dapat disusun dalam balok, namun apabila ukuran buku dan balok tidak sebanding, maka besarnya perkiraan buku merupakan nilai maksimun yang dapat dicapai. Pada contoh 10 berikut mengukur kemampuan siswa pada topik pertidaksamaan linear, kemampuan kognitif yang akan diukur adalah pengetahuan (knowing). Bentuk pertidaksamaan linear yang diberikan sebenarnya cukup sederhana, namun dipandang sulit oleh siswa Indonesia. Contoh 10:
Rata-rata internasional adalah 17 persen, dua negara memiliki nilai di atas 50 yaitu Korea dan Cinna Taipe berturut-turut 60 dan 52 persen berhasil memecahkan masalah. Empat puluh sampai empat puluh tujuh persen siswa di Armenia, Federasi Rusia, dan Singapura juga memecahkan item ini dengan benar, sedangkan Indonesia sebesar 3 persen. Ada beberapa dugaan rendahnya persentase siswa yang menjawab benar pada persoalan ini antara lain dikarenakan materi ini diberikan di kelas VII semester pertama, meskipun seharusnya siswa 18
dapat menyelesaikan persoalan ini karena memang sudah mempelajari, namun karena sudah terlalu lama, dan saat pembelajaran kemungkinan siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga pengetahuan tersebut hanya berada pada memori jangka pendek. Umumnya kesalahan siswa dalam menyelesaikan pertidaksamaan adalah pada ‘pemindahan’ variabel x ataupun bilangan dilakukan sebagai berikut: 9x – 6 < 4x +4 9x + 4x < 4 -6
Seharusnya yang dilakukan siswa 9x - 4x < 4 +6
13 x < -2
5x < 10 x<2
<
Kesalahan lain yang umumnya dilakukan siswa bila ‘pemindahan’ variabel x berada di ruas kiri dan mengabaikan tanda negatif yang dapat disajikan dalam langkah berikut:
9x – 6 < 4x +4 -6 -4 <4x-9x
Seharusnya yang dilakukan siswa -6 -4 <4x-9x
-10 <-5x
-10 <-5x
2<x
2 > x sehingga diperoleh x < 2
sehingga diperoleh x >2
Teknik ‘pemindahan’ ini merupakan penyederhanaan dari penambahan kedua ruas dari pertidaksamaan dengan bilangan atau variabel. Agar teknik ‘pemindahan’ ini tidak menjadikan sumber kekeliruan siswa dalam pengerjaan matematika, ada baiknya diperkenalkan asal mula teknik ‘pemidahan’ bilangan atau variabel atau langkah yang benar sebagai berikut: 9x – 6 < 4x +4 9x – 6 + 6 < 4x + 4 +6 9x < 4x +10 9x – 4x < 10 5x < 10
sehingga diperoleh x < 2
19
C. Penutup Profil kemampuan matematika siswa Indonesia dalam benchmark internasional dapat dijadikan sebagai salah satu masukan yang berguna untuk para pengembang kurikulum, terutama kelemahan-kelemahan yang ditunjukkan melalui kinerja siswa pada masing-masing benchmark. Untuk penilaian terhadap sisws SMP, dimensi konten sejalan dengan konten pada standar isi mata pelajaran matematika yaitu bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang, namun untuk dimensi kognitif masih perlu mendapat perhatian dari pengembang program pembelajaran di sekolah. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan dimana siswa akan kembali, yang tentunya akan menunjukkan daya saing bangsa.
20
Daftar Pustaka Almanak dan Item releaed dalam TIMSS 2011. Kennedy, Leonard M., Steve Tipps, & Art Johnson. (2008). Guiding Children’s Learning of Mathematics. Elementh Edition. Belmont: Thomson Higher Education. Marks, John L., Purdy, Richard, and Kinney, Lucien B. (1985). Teaching Arithmetic for Understanding. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
21