PROFIL KEMAMPUAN IPA PESERTA DIDIK INDONESIA MENURUT BENCHMARK INTERNASIONAL
ABSTRAK Makalah ini merupakan hasil analisis deskriptif kualitatif untuk mengeksplorasi kemampuan IPA (Sains) peserta didik SMP di Indonesia menurut Benchmark Internasional TIMSS 2011. Capaian rata-rata kemampuan IPA peserta didik SMP di Indonesia secara umum berada pada level rendah (54%) (Low International Benchmark) di bawah median internasional (79%). Dengan capaian tersebut, rata-rata peserta didik di Indonesia hanya mampu mendemonstrasikan dari beberapa ilmu biologi dan mengetahui bahwa faktor genetik itu diturunkan oleh kedua orangtuanya. Dalam bidang kimia dan fisika, peserta didik mempunyai ilmu dasar tentang rumus kimia dan kandungan-kandungan yang terdapat dalam sebuah materials. Perolehan kemampuan IPA peserta didik di Indonesia berada di bawah capaian peserta didik setingkat di beberapa negara Asia (Singapura, China Taipei, Republik Korea, Jepang, Malaysia, Thailand). Untuk melihat kelemahan kemampuan IPA peserta didik di Indonesia dikaji beberapa item soal yang mewakili level rendah (Low), sedang (Intermediate), tinggi (High), dan mahir (Advanced), berkaitan dengan kemungkinan penyebab kesalahan yang dilakukan peserta didik di Indonesia serta perbandingan rata-rata jawaban benar pada tingkat nasional terhadap rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional.
1
A. PENDAHULUAN TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) merekapitulasi kinerja peserta didik pada berbagai macam tes yang dirancang untuk mengukur seberapa luas kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam, seperti halnya pada proses kognitif dalam pengetahuan, penerapan, dan penalaran. TIMSS melaporkan pencapaian terhadap 4 poin yang mendekati pengukuran standar international, yaitu meliputi: 1. Advanced International Benchmark (625) 2. High International Benchmark (550) 3. Intermediate International Benchmark (475) 4. Low International Benchmark (400). Bab ini menyajikan hasil ilmu pengetahuan alam di TIMSS International Benchmark pada tahun 2011. untuk menafsirkan pencapaian prestasi pada benchmark tersebut, TIMSS dan PIRLS bekerja sama dengan TIMSS 2011 Science and Mathematics Item Review Committee (SMIRC) untuk melakukan skala rinci analisis untuk menggambarkan pencapaian prestasi ilmu pengetahuan pada standar tersebut. Bab ini menyajikan berbagai macam contoh item dan data yang terkait dengan kinerja peserta didik yang sesuai dengan standar tersebut. B. KERANGKA PENILAIAN TIMSS 2011 Item yang digunakan dalam TIMSS dipilih dan dikembangkan berdasarkan pada kerangka 2011 TIMSS. Pengkajian ilmu pengetahuan alam di tingkat 4 dan 8 diatur oleh 2 dimensi, yaitu dimensi konten yang spesifik pada masalah pokok yang dinilai dan dimensi kognitif yang spesifik pada proses berpikir peserta didik. Pada tingkat 8 terdapat 4 bidang, yaitu: biologi, kimia, fisika, ilmu geografi. Tiga domain kognitif yang sama yang digunakan pada tingkat 4 dan 8 adalah pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Adapun persentase kemampuan yang diuji untuk kelas 8 ditinjau dari kedua domain, yaitu domain konten dan kognitif adalah: 1. Domain Konten Bidang Biologi Kimia Fisika Ilmu Geografi
Persentase (%) 35 20 25 20 2
2. Domain Kognitif Proses Kognitif Pengetahuan Penerapan Penalaran
Persentase (%) 35 35 30
C. KEMAMPUAN IPA PESERTA DIDIK KELAS 8 DI INDONESIA 1. Kemampuan Peserta Didik pada Low International Benchmark Item pertama yang termasuk pada level Low International Benchmark adalah item dengan kode S02_01, yaitu:
Pada item dengan kode S02_01, peserta didik diharuskan memilih pernyataan yang benar tentang anak kembar, dimana yang satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Berdasarkan data pada Tabel 2.22 dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 83%. Tiga negara dengan rata-rata benar tertinggi diperoleh Jepang dengan persentase sebesar 95%, Finlandia sebesar 94%, dan Republik Korea sebesar 93%. Peserta didik Indonesia kelas 8 memperoleh hasil ratarata benar sebesar 70%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Jawaban yang benar dari item ini adalah option C. Berdasarkan data dalam Item Almanac, peserta didik kelas 8 di Indonesia yang memilih option pengecoh A sebanyak 2,8%, B sebanyak 4,5%, dan D sebanyak 22,0%. Banyaknya peserta didik di Indonesia yang memilih option pengecoh D membuktikan peserta didik di Indonesia masih beranggapan bahwa anak laki-laki hanya mendapatkan materi genetik dari sang ayah, sedangkan anak perempuan hanya mendapatkan materi genetik dari sang ibu.
3
Tabel 2.22. Low International Benchmark – Example Item 1
4
Pada umumnya ketika guru IPA menjelaskan genetika berdasarkan teori Mendel, guru menekankan bahwa kromosom ayah adalah XY, sedangkan kromosom ibu adalah XX. Ketika anak memiliki kromosom XY, maka ia akan dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan jika anak memiliki kromosom XX akan lahir dengan jenis kelamin perempuan. Di sinilah kemungkinan anak mengalami miskonsepsi dalam membangun pengertian tentang penyusun genetik anak. Peserta didik menganggap kromosom XY yang dimiliki anak semata-mata berasal dari ayah, padahal kromosom XY tersebut merupakan hasil paduan materi genetik dari kedua orangtuanya. Dengan kata lain, kromosom XY mengandung X yang tidak hanya dari X ayahnya, melainkan juga X dari ibunya. Kesalahan dalam menerima materi merupakan salah satu penyebab peserta didik salah dalam mengerjakan soal, di samping juga mutu pembelajaran yang kurang memadai (Nasution, 1999: 38 - 49). Pemahaman terhadap suatu konsep yang salah seperti ini disebut miskonsepsi, yang jika berlarut-larut akan berakibat fatal pada penguasaan konsep berikutnya yang ada kaitannya dengan konsep yang salah tersebut (Liliasari, 1998: 1.29) Hasil rata-rata benar 70% yang diperoleh peserta didik Indonesia secara spesifik berasal dari jawaban benar 63% total pria dan 75,6% total wanita. Peserta didik wanita lebih banyak menjawab benar dibandingkan pria, hal ini menunjukkan bahwa materi genetika lebih banyak disimak oleh kaum wanita yang secara naluriah sebagai sosok yang berkaitan langsung dengan kelahiran seorang anak. Masih rendahnya persentase benar yang diperoleh peserta didik Indonesia dibandingkan negara lain disebabkan di Indonesia materi genetika termasuk materi biologi yang dipelajari secara mendalam di kelas 12 semester 1 di tingkat SMA. Hal ini tentunya membuat peserta didik kesulitan dalam menjawab item ini, karena mereka belum mempelajari materi tersebut. Item berikutnya yang termasuk dalam level Low International Benchmark adalah item dengan kode S06_01 yang menanyakan tentang rumus kimia karbon dioksida.
5
Tabel 2.23. Low International Benchmark – Example Item 2
6
Berdasarkan Tabel 2.23 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 85%. Adapun hasil tertinggi masih diduduki Jepang dengan rata-rata benar mendekati sempurna sebesar 99%. Posisi kedua ditempati Cina dengan persentase menjawab benar sebesar 98%, dan posisi ketiga adalah Lebanon dengan persentase menjawab benar sebesar 97%. Sedangkan Indonesia persentase menjawab benar sebesar 89%. Pada item ini peserta didik di Indonesia hampir tidak mengalami kesulitan, sehingga tidak tertinggal jauh dari negara-negara lain. Hal ini karena materi yang ditanyakan tergolong materi hafalan yang menyangkut aspek kognitif pada tingkat paling rendah, yaitu aspek ingatan (C1). Untuk melihat lebih jelas posisi Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.23. Persentase menjawab benar pada item ini disebabkan materi yang ditanyakan sudah pernah dipelajari peserta didik di kelas 7 semester 1, yaitu pada aspek kimia tentang nama unsur dan rumus kimia sederhana.. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pemahaman peserta didik pada materi sebelumnya cukup baik, sehingga ketika menemui item ini masih dapat menjawab dengan benar. Selain itu, karbon dioksida merupakan salah satu zat yang sering disebut dalam berbagai bab dalam pelajaran IPA, seperti ketika mempelajari fotosintesis, senyawa, pencemaran lingkungan. Berdasarkan data dalam Item Almanac jumlah peserta didik di Indonesia yang menjawab option pengecoh A sebanyak 3,9%, C sebanyak 0,8%, dan D sebanyak 5,3%. Menurut Djemari Mardapi (2008: 143), option pengecoh dikatakan berfungsi dengan baik, jika dipilih sedikitya 5% dari seluruh peserta tes yang diuji. Dengan demikian option pengecoh pada item S06_01 ini memiliki option pengecoh yang berfungsi baik, karena dipilih kurang dari 5% peserta ddik (kecuali option D lebih sedikit dari 5%). Jumlah total peserta didik pria yang menjawab benar sebesar 87,3%, sedangkan total peserta didik wanita sebesar 90,6%. Perbedaan persentasenya relatif kecil, karena materi ini bersifat umum dan netral, tidak berkaitan dengan aspek esensial kehidupan pria-wanita.
7
2. Kemampuan Peserta Didik pada Intermediate International Benchmark Item pertama yang termasuk pada level Intermediate International Benchmark adalah item dengan kode S03_01, yaitu:
Pada item dengan kode S03_01, disajikan grafik jumlah denyut nadi sebelum dan setelah beberapa menit berolahraga. Peserta didik diharuskan menyimpulkan hasil pengukuran denyut nadi tersebut yang disajikan dalam bentuk grafik. Berdasarkan data dalam Tabel 2.25 dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 57%. Tiga negara dengan rata-rata benar tertinggi adalah Jepang dengan persentase 82%, Republik Korea sebesar 80%, dan Finlandia 80%. Sedangkan peserta didik Indonesia kelas 8 memperoleh hasil rata-rata benar sebesar 46%. Persentase menjawab benar yang diperoleh peserta didik Indonesia masih di bawah rata-rata jawaban benar secara internasional, padahal materi tersebut dipelajari di kelas 8 semester I. Hal ini disebabkan peserta didik di Indonesia jarang mendapat soal dengan tipe seperti ini. Penyajian grafik dan kemudian memaknai arti grafik jarang 8
dimunculkan dalam tes, baik tes formatif maupun sumatif. Penyajian grafik biasanya hanya sebatas pada pembelajaran praktik dengan menggunakan LKS. Itupun bukan membaca grafik, tetapi peserta didik membuat grafik berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dari praktik yang dilakukan. Pemaknaan terhadap grafik merupakan hasil konstruksi kognitif yang termasuk dalam aspek pemahaman (C2), namun bagi guru kelas 8 di Indonesia sangat jarang membuat soal yang mengungkap kemampuan ini. Oleh karena itulah persentase yang menjawab benar untuk item ini relatif rendah dibandingkan negara lain, meskipun sebenarnya hanya memaknai grafik sederhana. Tabel 2.25. Intermediate International Benchmark – Example Item 3
9
Ditinjau dari aspek konstruksi, panjangnya kalimat option pada iten ini tidak sama, sehingga soal ini tidak memenuhi kriteria kualitas soal yang baik. Menurut Ainun Salim & Nuraeni Ekaningrum (2006: 4 – 6) jika nilai yang diperoleh sebagian besar peserta didik kurang baik atau kurang memuaskan bisa jadi kemungkinan disebabkan butir-butir soal yang menyusun seperangkat tes tersebut kualitasnya kurang baik, baik ditinjau dari aspek materi, konstruksi, maupun kebahasaan. Djemari Mardapi (2008: 72) menyatakan salah satu kriteria soal berbentuk pilihan ganda yang baik adalah jika panjang kalimat optioan relatif sama. Hal ini karena jika panjang kalimat option berbeda, maka peserta didik cenderung memilih yang paling panjang kalimatnya yang belum tentu kunci jawaban, sehingga akhirnya baik option kunci jawaban maupun pengecoh tidak berfungsi dengan baik. Ditinjau dari aspek bahasa, item ini tidak efektif dalam menyusun kalimat, sehingga membingungkan bagi peserta didik yang diuji. Penelitian yang dilakukan Lynch (1989: 37) menyatakan bahwa faktor bahasa mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam membangun konsep dan memaknai kalimat. Lebih lanjut dikemukakan bahwa jika kalimat dalam soal membingungkan, maka tujuan utama soal yang harusnya menguji kemampuan penguasaan materi dalam item tersebut beralih menjadi menguji penguasaan bahasa, sehingga terjadi penyimpangan fungsi tes. Kalimat dalam soal ini akan menjadi baik, jika diubah menjadi: John mengukur denyut nadinya sebelum berolahraga dan hasilnya menunjukkan terdapat 70 denyutan/menit. Selanjutnya John mulai berolahraga dan mengukur denyut nadinya setiap menit selama 6 menit. Hasil pengukuran denyut nadi tersebut digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
10
Dengan melihat grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa … A. denyut nadi meningkat 50 denyutan/menit B. denyut nadi turun lebih cepat daripada naik C. setelah 4 menit denyut nadi 80 denyutan/menit D. denyut nadi kembali normal kurang dari 6 menit Berdasarkan data dalam Item Almanac, peserta didik kelas 8 di Indonesia yang memilih option A sebanyak 15,3%, B sebanyak 18,9%, dan C sebanyak 13,3%. Sementara untuk option yang benar (option D) dipilih oleh 50% peserta didik. Semua option pengecoh dipilih lebih dari 5% peserta didik, hal ini menunjukkan option pengecoh (distraktor) tidak dapat berfungsi dengan baik, karena mampu mengecoh peserta didik yang pandai dan kurang pandai. Jumlah total peserta didik pria yang menjawab benar sebesar 44,1%, sedangkan peserta didik wanita sebesar 48,1%. Perbedaan persentasenya relatif kecil, karena materi ini bersifat umum, tidak berkaitan dengan aspek esensial kehidupan pria-wanita. Item berikutnya yang termasuk dalam level Intermediate International Benchmark adalah item dengan kode S07_10 yang menanyakan urutan proses dalam siklus air. Pertanyaan item seperti ini sudah biasa dihadapi peserta didik di kelas 8, namun demikian hasil yang diperoleh peserta didik di Indonesia masih menduduki tempat yang rendah. Untuk menjawab item dengan level “Intermediate” peserta didik harus memiliki pengetahuan dasar dan pemahaman tentang situasi praktis ilmu tersebut. Adapun item yang dimaksud adalah:
11
Pada item dengan kode S07_10, peserta didik diharuskan mengurutkan proses siklus air. Berdasarkan data pada Tabel 2.26 diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 63%. Negara-negara dengan rata-rata di atas 80% adalah Finlandia (92%), Hong Kong (85%), Singapura (83%), China Taipei (82%), dan Repu-blik Korea (81%). Peserta didik kelas 8 di Indonesia hanya memperoleh hasil rata-rata benar sebesar 45%. Persentase menjawab benar yang diperoleh peserta didik Indonesia masih di bawah rata-rata benar tingkat internasional, padahal materi tersebut berada di kelas 8 semester I. Sebagian besar guru IPA di SMP tidak menjelaskan secara terperinci urutan proses siklus air, atau mereka lebih mengenal sebagai siklus hujan, tetapi biasanya guru hanya menjelaskan secara global atau umum. Akibatnya ketika disodori item ini banyak yang kebingungan, terutama mana urutan yang lebih dahulu antara “uap air naik dalam udara panas” dengan “uap air menjadi dingin dan membentuk awan”. 3. Kemampuan Peserta Didik pada High International Benchmark Item pertama yang termasuk pada level High International Benchmark adalah item dengan kode S07_06. Item ini berupa soal uraian tentang logam yang salah satu sifat logam tersebut diminta untuk ditunjukkan cara mengidentifikasinya. Pertanyaan seperti ini dapat dijawab peserta didik, apabila mereka telah mempraktikkannya, karena pembuktian sifat logam melalui identifikasi tidak sekedar konsep yang dihafal. Adapun item yang dimaksud adalah:
Pada item dengan kode S07_06, peserta didik diminta untuk menuliskan satu sifat yang dapat diamati atau diukur untuk mengidentifikasi bahwa zat padat tersebut logam. Berdasarkan data pada Tabel 2.28 dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 35%. Tidak ada negara yang menjawab benar dengan rata-rata di atas 80%. Negara dengan rata-rata persentase tertinggi menjawab benar adalah Jepang sebesar 72%. Peserta didik kelas 8 di Indonesia memperoleh hasil rata-rata sebesar 10%. 12
Pada kelas 7 semester 1 SMP di Indonesia ada materi tentang “Sifat Unsur, Senyawa, dan Campuran“, namun pembahasan materi ini hanya sebatas pengertian unsur, senyawa, dan campuran dan beberapa contoh keberadaannya di alam. Pembahasan tentang sifat-sifat logam belum dijelaskan secara mendalam. Beberapa guru mungkin memberikan contoh penggolongan unsur berdasarkan sifat logam dan non logam, tetapi tidak membahas sifat-sifatnya. Selain itu di kelas dan semester yang sama juga ada materi tentang sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (materi IPA dari aspek fisika) dan sifat fisika dan sifat kimia zat (materi IPA dari aspek kimia), tetapi materi ini juga tidak sampai pada penjelasan sifat logam, hanya sifat zat padat, cair, dan gas secara umum. Hal inilah yang menyebabkan peserta didik tidak dapat menjawab item dengan tepat. Penjelasan mengenai sifat logam secara mendalam dipelajari di kelas 11 semester 1 SMA pada pelajaran kimia. Salah satu contoh jawaban yang diperlihatkan seorang anak didk adalah “Dia dapat membuat sebuah rangkaian listrik sederhana terdiri dari contoh zat padat, sebuah baterei dan sebuah bolam lampu. Jika bolam lampu menyala ketika semuanya disambungkan dengan benar, contoh zat padat tersebut kemungkinan adalah logam”. Jawaban seperti ini nampaknya sulit dikemukakan oleh peserta didik kelas 8 di Indonesia, karena selain belum pernah praktik tentang hal tersebut, mereka juga tidak terlatih untuk menjawab soal hasil dari penalarannya sendiri. Oleh karena itu, item seperti ini termasuk pada level “High”, karena mampu mengungkap aspek kognitif tingkat tinggi, yaitu aspek analisis (C4).
13
Tabel 2.28. High International Benchmark – Example Item 5
14
Menurut Confucius (Mel Silberman, 2002: 1) belajar dengan melakukan akan lebih efektif dalam memahami suatu ilmu pengetahuan dibandingkan hanya dengan mendengar dan melihat. Hal ini berarti jika peserta didik diberi pengalaman tentang bagaimana mengidentifikasi sifat logam, maka ia pasti akan memahami dengan baik konsep tersebut. Namun yang terjadi di Indonesia, pembelajaran lebih menekankan pada pemahaman teoretis dan hafalan yang hanya sesaat berada dalam memori mereka. Dengan demikian hasil menjawab item ini yang hanya sebesar 10% dapat menjadi umpan balik yang baik bagi proses pendidikan di Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Item berikutnya yang termasuk dalam level High International Benchmark adalah item dengan kode S03_10 yang menanyakan hal yang terjadi pada molekul suatu cairan ketika didinginkan. Item seperti ini digolongkan pada level “High” karena peserta didik harus menerapkan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu-ilmu untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan sehari-hari dan konteks abstrak.. Adapun item yang dimaksud adalah:
Berdasarkan data pada Tabel 2.29 dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 58%. Negara yang menjawab benar dengan rata-rata di atas 80% hanya satu, yaitu. Republik Korea sebesar 82%, disusul oleh Slovenia tepat sebesar 80%. Peserta didik kelas 8 di Indonesia memperoleh hasil ratarata sebesar 35%. Di Indonesia, materi pada item tersebut diajarkan di kelas 7 semester 1, yaitu pada materi “Peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari”. Masih rendahnya persentase rata-rata yang diperoleh peserta didik Indonesia disebabkan kedalaman materi yang masih kurang, sehingga peserta didik masih merasa kesulitan mengerjakan item ini.
15
Tabel 2.29. High International Benchmark – Example Item 6
16
Berdasarkan data dalam Item Almanac, peserta didik kelas 8 di Indonesia yang memilih option B sebanyak 20,1%, C sebanyak 26,6%, dan D sebanyak 9,8%. Option jawaban yang benar, yaitu A hanya dipilih oleh 38,7%. Semua option pengecoh dipilih lebih dari 5% peserta didik, hal ini menunjukkan option pengecoh (distraktor) tidak dapat berfungsi dengan baik, karena mampu mengecoh bukan saja peserta didik yang kurang pandai, tetapi juga peserta didik yang pandai. Option pengecoh C paling banyak dipilih, hal ini menunjukkan adanya miskonsepsi peserta didik pada peristiwa pembekuan (cairan didinginkan). Miskonsepsi kadang-kadang sulit diluruskan melalui proses pembelajaran formal di sekolah, terutama jika prakonsepsi yang dimiliki peserta didik telah mengendap dalam pikirannya dan berkaitan dengan istilah atau peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan filsafat konstruktivisme yang menyatakan pengetahuan dikonstruksi oleh peserta didik sendiri ketika berhubungan dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari (Paul Suparno, 2005: 33). Seperti contoh item ini, peristiwa pembekuan air sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam bayangan pengalamannya, air yang membeku (cairan didinginkan) teramati sebagai bentuk yang makin mengecil, sehingga ia beranggapan jumlah molekul berkurang, padahal hanya terjadi perubahan wujud dari cair menjadi padat yang merupakan perubahan fisika. Sebenarnya di kelas 7 semester 1 sudah dipelajari materi ”Perubahan Fisika dan Kimia” (IPA dari aspek kimia) dan di kelas 8 semester 1 dipelajari tentang ”Konsep Atom, Ion, dan Molekul”, namun pembahasan tentang perubahan fisika dan kimia tidak sampai pada peninjauan terhadap keadaan molekulnya. Jika guru mampu menghubungkan kedua konsep tersebut, maka kemungkinan peserta didik tidak akan terjebak dalam kesalahan pemahaman konsep ini. Kurikulum IPA khususnya dan kurikulum mata pelajaran lainnya di Indonesia memang luas konsep-konsep yang diajarkan, tetapi dangkal dalam penanaman konsepnya. Jumlah total peserta didik pria yang menjawab benar sebesar 36,3%, sedangkan peserta didik wanita sebesar 34,6%. Perbedaan persentasenya relatif kecil, karena materi ini bersifat umum dan netral, tidak berkaitan dengan aspek esensial kehidupan priawanita. Item berikutnya yang termasuk dalam level High International Benchmark adalah item dengan kode S05_10 yang berkaitan dengan peta topografi. Item seperti ini 17
digolongkan pada level “High” karena memerlukan penalaran dan daya abstraksi anak untuk menjawabnya, tidak sekedar konsep hafalan. Adapun item yang dimaksud adalah:
Pada item dengan kode S05_10, peserta didik diminta menemukan keistimewaan daerah yang bertanda X dan menggambar aliran mata air dari X menuju Teluk Anak. Berdasarkan data pada Tabel 2.30 dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 38%. Negara yang menjawab benar dengan rata-rata di atas 80% hanya Finlandia sebesar 84% dan China Taipei sebesar 81%. Peserta didik kelas 8 di Indonesia memperoleh hasil rata-rata sebesar sebesar 9%. Rendahnya peserta didik menjawab benar item ini disebabkan materi peta topografi tidak diajarkan di SMP, karena IPA SMP di Indonesia tidak mencakup geografi. Hanya pada bagian akhir di kelas 9 ada beberapa materi yang menyangkut geografi, yaitu tentang karakteristik sistem tata surya beserta gerak edar bumi, bulan, dan satelit, dan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor dan hubungannya dengan kesehatan dan permasalahan lingkungan. Dengan demikian tepat jika item ini digolongkan ke dalam level ”High”, karena peserta didik kesulitan untuk menjawabnya. 18
Tabel 2.30. High International Benchmark – Example Item 7
19
Ilmu Geografi lebih banyak dipelajari di SD, yaitu tentang penampakan bumi dan perubahannya di kelas 3 dan 4 semester 2, sedangkan sistem tata surya dan sistem edar bumi (rotasi dan revolusi) dipelajari di kelas 6 semester 2. Namun demikian pembelajaran tentang peta topografi tidak dipelajari secara mendalam, hanya sebatas membaca letak suatu tempat dengan membaca peta dan memaknai arti gambar dan warna pada peta. Berdasarkan hal tersebut, maka seharusnya peserta didik tidak kesulitan dalam menjawab, karena item ini juga hanya menanyakan makna gambar yang tertera dalam peta topografi dimana jawaban yang diharapkan adalah “puncak gunung”. Penyebab utama peserta didik tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan poin A kemungkinan besar terletak pada kesalahan dalam menterjemahkan kalimat dalam pertanyaan. Jika dilihat kalimat asli dalam Bahasa Inggris adalah “What geographical feature is found at point X?” harusnya diterjemahkan “Gambar geografik apakah yang ditunjukkan oleh titik X? Bukan diterjemahkan menjadi “Apa keistimewaan geografi yang ditemukan pada titik X?. Kesalahan terjemahan menjadi fatal bagi peserta didik dalam menjawab item ini, karena sulit mengemukakan keistimewaan yang dimaksud, sehingga banyak spekulatif yang dikemukakan sebagai jawaban, seperti tempat terjadinya angin puting beliung, delta di laut, danau/telaga, pusaran air, dan yang mendekati kebenaran menjawab gunung atau dataran tinggi. Jumlah total peserta didik pria yang menjawab benar item ini sebesar 7,6%, sedangkan total peserta didik wanita sebesar 10,2%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan hanya faktor kebetulan, karena total rata-rata 9% yang menjawab benar juga kemungkinan karena jawaban spekulasi, sebagai akibat kesalahan kalimat dalam item. 4. Kemampuan Peserta Didik pada Advanced International Benchmark Item pertama yang termasuk pada level Advanced International Benchmark adalah item dengan kode S03_11. Item ini berupa soal uraian tentang suatu reaksi kimia dan peserta didik diminta untuk menyebutkan dua hal yang mungkin teramati ketika reaksi kimia terjadi. Pertanyaan seperti ini dapat dijawab peserta didik, apabila mereka telah mempraktikkannya, atau setidaknya mengetahui dan dapat menuliskan persamaan reaksi yang terjadi antara serbuk dengan cairan. Materi ini telah dipelajari peserta didik di Indonesia di kelas 7 semester 1, yaitu tentang “Terjadinya Reaksi Kimia”. Jika peserta didik memahami dengan baik dan benar materi tersebut, terutama ciri-ciri terjadinya reaksi kimia, yaitu terben-tuknya gas 20
atau endapan, terjadi perubahan suhu atau perubahan warna, maka seharusnya dapat menjawab dengan tepat item ini. Adapun item yang dimaksud adalah:
Berdasarkan Tabel 2.32 diketahui bahwa rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 24%, dengan hasil tertinggi rata-rata jawaban benar sebesar 59% didapatkan oleh Inggris. Posisi kedua adalah New Zealand sebesar 50% dan diikuti Amerika Serikat sebesar 46%, sedangkan Indonesia memperoleh rata-rata jawaban benar sebesar 6%. Hasil rendah yang didapat oleh hampir semua negara mengindikasikan bahwa peserta didik kelas 8 masih belum dapat menjelaskan terjadi-nya reaksi kimia dari suatu reaksi zat dengan zat, termasuk peserta didik di Indonesia. Ha ini karena materi kimia yang terpadu dalam mata pelajaran IPA (Sains) belum secara mendalam dipelajari, karena tujuan utama dimasukkan kimia dalam IPA (Sains) adalah untuk memperkenalkan lebih dini konsep kimia yang memang berdekatan dengan kehidupan manusia. Oleh karena hanya memperkenalkan, maka konsep kimia di SMP tidak dipelajari secara mendalam, tetapi hanya berupa pengenalan konsep secara dangkal, seperti kimia dalam kehidupan, perubahan kimia dan fisika, mengenal unsur, senyawa, dan campuran, serta atom, ion, dan molekul.
21
Tabel 2.32. Advanced International Benchmark – Example Item 8
22
Untuk dapat menjawab item ini, peserta didik harus mampu meramalkan zat yang dimaksud dalam soal. Bagi peserta didik SMP sulit untuk meramalkannya, apalagi mereka belum pernah melakukan praktik reaksi kimia di sekolah. Terlebih pada item ini terdapat kata “serbuk” yang merupakan bahan yang dapat terdiri lebih dari satu zat, sehingga tidak dapat ditulis rumus kimianya. Sesuatu dikatakan zat bila ia memiliki lambang (untuk unsur) atau rumus kimia tertentu (untuk senyawa). Jadi, zat merupakan materi yang sifatnya spesifik, seperti oksigen, hidrogen, air, gula. Sedangkan bahan adalah materi yang tidak memiliki rumus tertentu, karena masih mengandung berbagai campuran, oleh karenanya ia tidak spesifik, seperti kayu, batu, sirup, serbuk dan lainlain. Bahan memiliki arti yang lebih luas daripada zat. Seharusnya dalam item ini menyebutkan secara spesifik zat yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi, karena ”serbuk” tidak spesifik. Serbuk yang dimaksud dalam item ini adalah serbuk batu kapur atau CaCO3. Demikian juga dengan ”cairan” tidak spesifik, karena banyak sekali zat yang berbentuk cairan, misalnya air, etanol, benzena, dan lainlain. Ketidakspesifikan ini sangat mungkin menjadi penyebab semua peserta didik yang dikenai item ini kesulitan menjawab dengan tepat. Jika ada peserta didik menjawab dengan tepat/benar, kemungkinan besar pernah melakukan praktik di sekolah mereka atau hanya spekulasi. Oleh karena itu item ini termasuk ke dalam level ”Advanced”, karena memang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi bagi peserta didik kelas 8. Adapun reaksi yang terjadi yang diharapkan dapat menjadi dasar untuk menjawab item ini adalah: CaCO3 (s) + 2 H2O (l)
Ca(OH)2 (aq) + H2O (l) + CO2 (g)
Berdasarkan reaksi kimia tersebut, maka jawaban yang benar adalah (1) terjadi perubahan suhu (menjadi panas karena terbentuknya Ca(OH)2), dan (2) terjadi gelembung gas (terbentuknya gas CO2). Berdasarkan data dalam Item Almanak diketahui bahwa persentase peserta didik pria yang menjawab benar sebesar 4,9 %, sedangkan wanita sebesar 7,1 %. Perbedaan persentase kedua jenis kelamin ini hanya kebetulan, karena item tidak berkaitan dengan hal yang esensial bagi salah satu jenis kelamin. Item berikutnya yang termasuk dalam level Advanced International Benchmark adalah item dengan kode S07_09 yang menanyakan masalah gaya gravitasi yang diterima seorang penerjun dalam empat posisi yang berbeda. Item seperti ini 23
digolongkan pada level “Advanced” karena memerlukan penalaran, analisis, dan pemahaman konsep yang mendalam tentang materi gaya gravitasi, tidak sekedar konsep hafalan. Adapun item yang dimaksud adalah:
Pada Tabel 2.33 menunjukkan rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional dari item ini sebesar 32%. Korea mendapatkan rata-rata jawaban benar tertinggi sebesar 63%, kemudian diikuti oleh Finlandia sebesar 59% dan Israel sebesar 54%. Sedangkan Indonesia mendapat rata-rata jawaban benar sebesar 13%. Sebenarnya materi tentang gaya gravitasi ini merupakan materi IPA aspek fisika kelas 8 semester 2, yaitu tentang “Jenis-jenis Gaya, Penjumlahan Gaya dan Pengaruhnya pada Suatu Benda yang Dikenai Gaya”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kedalaman materi di Indonesia masih kurang dan jarangnya pembelajaran IPA khususnya yang membiasakan peserta didik memecahkan soal yang berupa analisis kasus. Peserta didik hanya sering dihadapkan pada soal-soal yang langsung pada 24
penyelesaian seperti yang terdapat dalam buku teks. Soal-soal yang menantang yang memerlukan pemikiran dan penalaran jarang dihadapkan pada mereka. Akibatnya ketika mereka dihadapkan pada soal seperti item ini, kesulitan untuk menjawabnya. Tabel 2.33. Advanced International Benchmark – Example Item 9
25
Kebanyakan peserta didik kelas 8 di Indonesia memilih option pengecoh B dengan persentase sebesar 67,2%, sedangkan option pengecoh A dan C berturut-turut dipilih oleh peserta didik sebesar 10,8% dan 9,5%. Sebagian besar peserta didik menganggap bahwa gaya gravitasi hanya berpengaruh pada posisi 2 dan 3, yaitu ketika penerjun jatuh bebas sesaat setelah melompat dan sebelum payung terbuka (posisi 2) dan jatuh ke tanah setelah payung terbuka (posisi 3). Dengan kata lain gaya gravitasi hanya bekerja ketika penerjun melayang di udara. Padahal gaya gravitasi senantiasa mempengaruhi kita dimanapun tempatnya. Berdasarkan hasil ini, maka dapat direnungkan bersama bagi guru-guru dalam mengajar, bahwa memberikan contoh-contoh aplikasi materi yang dikaitkan dengan kehidupan anak didik merupakan suatu strategi tepat agar anak didik dapat memahami materi dengan lebih baik. Oleh karena itulah pendekatan kontekstual dianjurkan oleh Depdiknas untuk diterapkan di sekolah-sekolah, agar anak didik mengetahui kaitan materi yang diajarkan dengan dunia nyata mereka (Depdiknas, 2002: 1). Peserta didik Indonesia sebanyak 13% yang menjawab benar terdiri atas 16,4% total pria dan 8,4% total wanita. Perbedaan yang hampir dua kali lipat ini mengindikasikan bahwa peserta didik pria memiliki logika lebih besar dibandingkan wanita ketika menemukan permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Item terakhir yang termasuk dalam level Advanced International Benchmark adalah item dengan kode S02_13 berupa soal berbentuk uraian yang menanyakan tentang kemungkinan adanya kesamaan dari dua benua yang dahulunya satu. Item ini digolongkan pada level “Advanced” karena memerlukan penalaran, analisis, dan pemahaman konsep yang mendalam tentang materi gaya gravitasi, tidak sekedar konsep hafalan. Adapun item yang dimaksud adalah:
Pada Tabel 2.34 terlihat rata-rata jawaban benar pada tingkat internasional sebesar 18% dengan rata-rata benar tertinggi diperoleh Iran sebesar 48%. Jepang dan Itali berturut-turut memperoleh rata-rata jawaban benar sebesar 43% dan 38%. Adapun hasil yang diperoleh Indonesia sebesar 5%. 26
Tabel 2.34. Advanced International Benchmark – Example Item 10
27
Item ini nampaknya sangat sederhana, namun sulit untuk dipahami. Hal ini karena kalimat yang digunakan dalam item ini sangat singkat, sehingga informasi yang diharapkan dapat mengarahkan peserta didik untuk dapat menjawab tidak terlihat. Bahkan terjemahan dari soal aslinya pada kalimat terakhir yang berupa pertanyaan sangat membingungkan untuk dipahami. Kalimat “What fossil evidence would support this idea” diartikan dalam item ini “Apakah bukti fosil yang akan mendukung gagasan ini?”, padahal seharusnya diartikan “Bukti fosil apa yang dapat mendukung gagasan ini?”. Dua kalimat terjemahan tersebut akan dimaknai berbeda oleh peserta didik terjemahan pertama akan mengarahkan pada jawaban ya atau tidak, sedangkan terjemahan kedua akan mengarahkan pada jawaban yang berkaitan dengan nama atau jenis fosil yang bagaimana yang dapat mendukung gagasan bahwa kedua benua tersebut pernah bersatu. Jawaban yang diharapkan dari item ini adalah “Spesies yang sama dari hewanhewan yang sudah punah ditemukan pada kedua benua tersebut”. Jadi sebenarnya akan lebih tepat jika pertanyaan yang diajukan adalah “Bukti apa yang dapat menegaskan bahwa kedua benua tersebut pernah bersatu yang berhubungan dengan fosil yang ada di kedua benua?”. Kalimat pertanyaan dalam item ini memang sulit ditangkap maksudnya oleh peserta didik, sehingga termasuk dalam level “Advanced”, artinya peserta didik yang dapat menjawab benar adalah mereka yang mampu menerapkan pengetahuan dan pemahaman proses ilmiah dan menunjukkan beberapa pengetahuan tentang proses penyelidikan ilmiah seperti yang diharapkan menurut Benchmark International. Materi tentang fosil di Indonesia dipelajari pada mata pelajaran IPS di SMP atau Sejarah di SMA, itupun hanya mengenal nama-nama fosil dan tempat dimana fosil tersebut ditemukan, sedangkan tentang bagaimana penemuan fosil dihubungkan dengan pembuktian keterkaitan asal usul suatu tempat, daerah, atau benua, hampir tidak pernah dipelajari. Dengan demikian wajar jika peserta didik kelas 8 SMP di Indonesia hanya dapat menjawab benar sebesar 5% dengan perincian persentase peserta didik pria yang menjawab benar sebesar 4,7% dan peserta didik wanita sebesar 5,3%.
28
D. PENUTUP Profil kemampuan IPA peserta didik di Indonesia dalam Benchmark Internasional dapat dijadikan sebagai salah satu masukan yang berguna untuk para pengembang kurikulum dan guru dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia berdasarakan kelemahan-kelemahan yang ditunjukkan melalui kinerja peserta didik pada masing-masing level Benchmark. Untuk penilaian terhadap peserta didik SMP, dimensi konten ada perbedaan, yaitu di Indonesia tidak ada Ilmu Geografi, meskipun secara terbatas ada beberapa konsep geografi yang diintegrasikan pada IPA aspek fisika, namun untuk dimensi kognitif masih perlu mendapat perhatian dari pengembang program pembelajaran di sekolah, terutama yang berkaitan dengan proses kognitif penalaran. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik dalam menghadapi era globalisasi yang semakin kompetitif dan komparatif.
29
DAFTAR PUSTAKA Ainun Salim & Th. Nuraeni Ekaningrum. (2006). Tes tertulis. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas. Depdiknas. (2002). Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning). Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Djemari Mardapi. (2008). Teknik penyusunan instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Yogyakarta Press. Liliasari, et al. (1998). Kurikulum dan materi kimia SMU. Jakarta : UT Lynch, Patrick. (1989). Language and communication in the science classroom. Journal of Science and Mathematics Education in S. E. Asia, XII(2), 33-41. Mel Silberman. (2002). 101 Strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta: Yappendis. Nasution. (1999). Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Paul Suparno. (2005). Miskonsepsi & perubahan konsep pendidikan fisika. Jakarta: Grasindo.
30