KELAYAKAN BUDIDAYA JAGUNG DAN TERNAK SAPI SECARA TERINTEGRASI DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib, Sumanto dan Nelson H. Kario. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Jagung adalah tanaman pangan kedua setelah padi dan kebutuhannya meningkat terus setiap tahun, sehingga diperlukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Kalimantan Selatan mempunyai wilayah sentra jagung di lahan kering yaitu Kabupaten Tanah laut, dimana sumber pendapatan utama penduduknya adalah jagung, dan pertanaman jagung hampir ada terus sepanjang tahun. Masalah utama dilahan kering ini adalah tingkat kesuburan tanah yang rendah sehingga diperlukan masukan bahan organik yang cukup tinggi untuk membuat usaha pertanian dapat berhasil disamping input lainnya seperti pupuk anorganik dan penggunaan benih atau varitas unggul yang tepat. Budidaya jagung di wilayah ini dapat berhasil secara layak, apabila menggunakan teknologi sesuai dengan rekomendasi anjuran berupa paket teknologi yang sudah diuji melalui penelitian yang lama dan terencana. Penduduk dikawasan sentra produksi jagung ini, juga sebagian memelihara ternak sapi yang diusahakan secara tradisional dan belum menerapkan pemeliharaan secara intensif. Pola pemeliharaan ternak sapi dan jagung yang dilakukan petani masih belum terintegrasi, sehingga limbah jagung setelah panen tidak dimanfaatkan untuk pakan ternak dan sebaliknya limbah ternak sapi dibiarkan saja tanpa pengolahan lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan dilahan petani selama lebih lima tahun dikawasan sentra produksi jagung ini, maka penerapan system integrasi jagung dan ternak sapi dengan teknologi mengacu P3T yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan keadaan social ekonomi petani terbukti dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi ongkos produksi secara layak. Kata kunci : Jagung, sapi, integrasi, pendapatan. PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang menjadi prioritas utama setelah padi untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan. Pengembangan jagung dimaksudkan dalam rangka meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jagung yang semakin meningkat setiap tahun. Peningkatan kebutuhan jagung disebabkan antara lain karena meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan industri bahan baku pakan ternak, dan bahan baku industri makanan olahan lainnya (Darto, 2000). Oleh karena itu jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan andalan di Propinsi Kalimantan Selatan yang kawasan sentra produksinya berada di Kabupaten Tanah Laut. Pengembangan jagung di Kalimantan Selatan didukung oleh potensi lahan kering yang cukup luas, yaitu sekitar 1.737.886 hektar dan sekitar 1.355.578 hektar sudah diusahakan. Pemanfaatan untuk tanaman pangan dan hortikultura sekitar 135.806 hektar, sementara dimanfaatkan untuk tanaman jagung baru seluas 22.624 hektar (Distan Prop.Kal-Sel, 2005). sehingga kedepan masih berpotensi besar untuk pengembangan jagung. Disamping dukungan sumberdaya manusia yang terampil, dukungan Pemda setempat, serta potensi pasar yang cukup, turut memberi harapan dalam pengembangan jagung selanjutnya (Darto, 2000). Produksi jagung di Kalimantan Selatan pada kenyataannya belum dapat mencukupi kebutuhan di daerahnya. Sehingga untuk mencukupinya masih perlu mendatangkan jagung dari luar daerah terutama dari Jawa dan Sulawesi. Kawasan sentra produksi jagung pipilan kering di Propinsi Kalimantan Selatan, adalah Kabupaten Tanah Laut, memiliki luas pertanaman jagung sekitar 10.404 hektar dan tingkat produktivitas jagung telah meningkat menjadi rata-rata 3,97 t/ha. Sementara hasil penelitian dengan teknologi maju dapat mencapai 4 t/ha sampai 6,5 t/ha, bahkan menurut Subandi dan Made (2003) produktivitas jagung varitas Sukmaraga dapat mencapai 8,5 t/ha pipilan kering. Permasalahan yang dihadapi pengembangan jagung di Kalimantan Selatan disebabkan antara lain; kurangnya tenaga kerja, kemasaman tanah, gulma, kekeringan, rendahnya tingkat kesuburan tanah, harga saat panen rendah, kurang tersedianya benih jagung unggul berumur genjah yang berkualitas dan
berdaya hasil tinggi (Zubachtiroddin, et.al, 2005), sehingga diperlukan penggunaan varietas jagung yang toleran terhadap kemasaman, dan tahan terhadap kekeringan serta efisien dalam penggunaan tenaga kerja ditambah dengan pemberian bahan organik yang cukup. Masalah lainnya yang cukup serius adalah pertanaman dimusim hujan yang bertepatan dengan adanya hujan sehingga proses panen dan pasca panen menjadi masalah dan sangat menurunkan tingkat kualitas hasil jagung. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, maka salah satu solusi yang memungkinkan dan murah biayanya adalah dengan menyediakan benih jagung varietas unggul dan berkualitas tinggi, meningkatkan intensitas tanam dengan mengatur Pola Tanam yang dikombinasikan dengan penggunaan varietas jagung berumur genjah serta pemberian bahan organik. Bahan organik dapat diperoleh dengan cara mengintegrasikan ternak sapi seperti PTT pada kegiatan P3T, karena sebagian petani di lahan kering tidak hanya mengusahakan tanaman pangan melainkan juga mengusahakan ternak seperti ternak sapi (Noor, dkk., 2002). Kalimantan Selatan memiliki ternak sapi sebanyak 173.648 ekor dan sebanyak 66.444 ekor berada di Kabupaten Tanah Laut (Disnak Prop. Kalsel, 2005). Menurut Diwyanto (2002), seekor sapi dapat menghasilkan fases sebanyak 8-10 kg/hari. Dari fases tersebut dapat menghasilkan pupuk organik antara 4-5 kg setelah melalui proses pengomposan. Dengan demikian maka Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi penghasil pupuk organik sebesar 265.776 – 332.220 kg/hari. Bila setiap ha memerlukan pupuk organik sebanyak 2 t/ha, maka mampu melayani pemupukan lahan seluas 132.888-166.110 ha/hari. Tanaman jagung selain menghasilkan produk utama berupa biji jagung yang dapat digunakan sebagai pangan dan pakan. Produksi sampingan lain adalah daun, batang, janggel dan klobot jagung yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Tetapi pada saat ini masih banyak petani yang tidak memanfaatkan secara optimal sehingga sistem integrasi jagung dan sapi sangat sesuai diterapkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Penerapan sistem Integrasi Jagung dan Ternak sapi dengan teknologi seperti PTT pada kegiatan P3T dan berdasarkan hasil pengkajian di wilayah yang bersangkutan terbukti memberikan peningkatan pada efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan ternak sapi dan tanaman jagung serta dapat memberikan manfaat berupa nilai tambah komersial terhadap produk pertanian yang dihasilkan. Pengurangan pemakaian pupuk kimia, diharapkan dapat mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan usaha pertanian berkelanjutan berpeluang besar dapat tercapai. Usahatani jagung dan peternakan sapi yang dikelola secara terintegrasi dilahan kering beriklim basah di Kalimantan Selatan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan indeks pertanaman, pengurangan biaya produksi dan pemanfaatan limbah secara terpadu tanpa sisa yang terbuang percuma. METODOLOGI Pendekatan Kegiatan pengkajian ini bersifat partisipatif, dilaksanakan di lahan petani, dengan cara bekerja sama dengan petani. Introduksi pengkajian paket pengelolaan tanaman jagung terpadu, peningkatan indeks pertanaman, pemeliharaan sapi dengan pakan tambahan dan teknologi pengelolaan limbah dilakukan di desa Bumi Asih dan Batu Mulya, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Pelaihari, Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2004. Pengumpulan data Analisa data Data yang dikumpulkan untuk pertanaman jagung meliputi hasil dan pertumbuhan tanaman jagung. Ternak sapi hanya diamati pada setiap penjualan yang dilakukan, dan, pendapatan dihitung dari modal awal dikurangi biaya selama pemeliharaan. Data ekonomi dikumpulkan selama proses kegiatan pengkajian berjalan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa biaya dan pendapatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya untuk mengatasi keperluan akan jagung di Kalimantan Selatan yang terus meningkat adalah peningkatan intesitas tanam jagung di lahan kering, sehingga intensitas panen dan produksi jagung juga meningkat. Produksi jagung di Kalimantan Selatan baru mencapai ± 35.661 ton (Zauhari, 2000), sementara peternak ayam di kabupaten Banjar saja memerlukan jagung ± 60.000 ton/tahun
(Darto, 2000), sehingga pangsa pasar jagung domestik masih terbuka lebar. Sementara ini kekurangan kebutuhan jagung didatangkan dari luar Kalimantan, utamanya Jawa dan Sulawesi. Budidaya jagung di lahan kering dengan peningkatan IP seperti diatas dapat dilaksanakan dan berhasil baik dengan mengatur pola tanam yang tepat seperti penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, berumur genjah dan tahan terhadap kekeringan. Sukmaraga adalah salah satu varietas jagung bersari bebas, benih jagung produksi dalam negeri (Badan Litbang Pertanian) yang memiliki potensi hasil cukup tinggi. Potensi hasil jagung dapat mencapi 8,5 t/ha (Subandi, 2003), varietas Sukmaraga dirancang untuk lahan kering masam dengan pH rendah dan tahan terhadap kekeringan (Made, 2003). Pengembangan varietas jagung unggul bersari bebas akan lebih menjamin keberhasilan program peningkatan produksi jagung pada daerah-daerah marginal, karena kemudahan dalam penyediaan benihnya. Penggunaan jagung varietas unggul bersari bebas diharapkan mampu menggantikan varietas lokal maupun varietas unggul yang telah lebih dulu berkembang di petani namun kemurniannya sudah tidak terjamin lagi dan produktivitas telah menurun. Hasil usahatani jagung dilahan kering Tanah laut di desa Batumulya pada musim tanam 2004 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel. 1. Produktivitas Beberapa Varietas jagung di Desa Batu Mulya MT 2004. Varie Produktivitas (t/ha) tas No. Okt/Nop – Des/ Jan/Peb – Apr/ Mei/Jun – Agt/Sep Jan Mei 1. Bisi-2 5,4 4,8 2. Lokal 3,0 2,1 3. CPI 4,9 4. Sukmaraga 6,1 4,7 4,3 Selain penggunaan varietas unggul, peningkatan produksi jagung dapat ditempuh melalui perbaikan sifat fisika dan kimia tanah dengan pemberian bahan organik (Anonim, 1987/1988; Anonim, 1988; Sally, 1999 dan Tamrin, 2002). Berdasarkan informasi, bahan organik juga mampu mempertahankan air di lahan sampai enam kali lipat dari berat bahan organik yang diberikan. Peningkatan bobot badan sapi berkisar antara 250 gram sampai 400 gram perhari selama proses perlakuan, tetapi setelah perlakuan selesai, sapi petani ini kembali dipakai untuk meluku sehingga manfaat yang diperhitungkan hanya pada hasil pengomposan limbahnya. Pemanfaatan kompos asal dari kotoran sapi yang difermentasi dapat meningkatkan hasil jagung dan ketersediaan pupuk kandang menjadi lebih bervariasi dan tidak tergantung hanya dari pupuk kandang limbah kotoran ayam saja. Disamping itu petani dapat membuat sendiri setelah belajar dari peneliti/penyuluh yang melakukan kegiataan dilokasi ini. Tabel 2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Jagung dengan IP 300 di Desa Batu Mulya, Kal-Sel, MT. 2003/2004. No Uraian Budidaya jagung I II III 1. Varietas Bisi-2 CPI Sukmaraga 2. Hasil (kg/ha) 5.400 4.933 4.700 3. Harga (Rp/kg) 950 1.200 1.500 4. Penerimaan 5.130.000 5.919.600 7.050.000 (Rp) 5. Biaya 2.600.000 3.000.000 3.540.000 6. Pendapatan 2.530.000 2.919.600 3.510.000 (Rp) 7. R/C ratio 1,976 1,973 1,991 Sebagai perbandingan pola tanam jagung yang umum berlaku dipetanii dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Analisis finansial usahatani jagung petani di lahan kering kalimantan selatan, tahun 2004.
No 1. 2 3. 4. 5.
Uraian Bulan tanam-panen Input (Rp) Hasil t/ha Harga (Rp/kg) Output (Rp) Pendapatan (Rp) R/C ratio
Varietasl lokal Sep - Jan/Pebr 1.302.000 3,0 950.2.850.000 1.548.000 2,18
Hibrida (Bisi-2) April – Mei 3.114.000 4,893 1.200 5.871.600 2.757.600 1,88
Penggunaan komponen ternak sapi pada kegiatan ini selain sebagai penyedia utama bahan organik untuk pertanaman jagung, dapat memberikan keuntungan lain berupa pertambahan bobot badan sapi, sehingga penghasilan petani meningkat dan dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja seperti meluku (Sugandi dan Kusnadi, 1993; Suryana, dkk., 2000). Kegiatan pengkajian integrasi jagung dan sapi dapat memberikan manfaat lain seperti mengatasi pencemaran lingkungan. Limbah dari sapi berupa faces dan air kencing, melalui proses pengomposan dapat menjadi komoditas yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman jagung, sedangkan limbah jagung berupa jerami dan bagian lain dapat difermentasi menjadi pakan yang bergizi bagi sapi. Dengan demikian sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan akan tercipta pada kegiatan ini. Tabel 4. Hasil Jagung dengan Sumber Pupuk Kandang Berbeda Di Desa Batumulya, MH.2004. Hasil jagung (ton/ha) No. Varietas Dosis P.kdg Limbah ayam Limbah sapi 1. Bisi-2 7,87 7,28 1,5 – 2 t/ha 2. Sukmaraga 6,10 5,98 3. Lokal 3,86 3,67 Teknologi pengelolaan ternak dengan pakan limbah jagung yang difermentasi; Sapi dipelihara di dalam kandang. Limbah jagung yang sudah diolah sebagai sumber pakan berserat utama, diberikan sebanyak 6 – 8 kg/ekor/hari. Sapi juga diberi pakan tambahan berupa konsentrat ± 1kg/ekor/hari. Air minum diberikan dalam jumlah yang cukup. Teknologi pengelolaan limbah jagung untuk pakan ternak dengan fermentasi; Untuk 1 ton limbah jagung diperlukan urea dan probiotik masing-masing 2,5 kg. Limbah jagung yang baru dipanen dikumpulkan di tempat yang telah disediakan. Limbah jagung segar yang akan difermentasi ditumpuk hingga ketebalan sekitar 20 cm, kemudian ditaburi urea dan probiotik, dan dengan perlakuan yang sama diteruskan pada lapisan berikutnya yang juga setebal 20 cm. Demikian seterusnya hingga ketebalan mencapai 1 – 2 meter. Setelah itu didiamkan hingga 21 hari agar proses fermentasi berlangsung sempurna. Setelah proses fermentasi selesai, limbah jagung dikeringkan dengan sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Setelah proses fermentasi tersebut limbah jagung telah siap sebagai pakan sapi. Teknologi pengelolaan limbah sapi (kotoran sapi) dengan pengomposan; Bahan-bahan yang diperlukan adalah; kotoran sapi minimal 40%, kotoran ayam maksimal 25%, serbuk gergaji kayu 5%, abu 10%, calcit 2% dan stardec 0,25%. Bahan-bahan tersebut dicampur secara merata sebelum proses pembuatan kompos dimulai. Setelah bahan tercampur, tumpukan bahan disisir sambil ditaburi stardec secara merata. Setiap 1 minggu sekali kompos dibalik, pekerjaan ini dilakukan hingga 4 kali, dan diperkirakan setelah 5 minggu kompos telah siap digunakan, dengan ciri; warna hitam kecoklatan, struktur remah dan bebas bau. Tabel. 3. Biaya dan penerimaan usahatani jagung dan ternak sapi di desa Batu Mulya tahun 2004. Komoditas Pola Introduksi Jagung ( 1 ha) Sapi (2 ekor) Pupuk Kandang Jumlah R/C ratio
Biaya (Rp)
5.600.000 1.430.000 200.000 7.230.000.-
Penerimaan (Rp)
11.049.600 2.798.750 574.500 14.422.850.-
Pendapatan (Rp)
5.449600 1.368.750 374.500 7.192.850.1,99
Pola petani Jagung ( 1Ha) Sapi ( 2 ekor) Jumlah R/C ratio
3.114.000 3.114.000
4.648.350 600.000 5.248.350
1.534.350 600.000 2.134.350 1,68
Berdasarkan keragaan biaya dan penerimaan usaha jagung dan ternak sapi yang dapat diperoleh petani dengan pola integrasi lebih tinggi dibandingkan pola petani biasa. KESIMPULAN Pertanaman jagung di lokasi pengkajian dapat dilakukan sepanjang tahun, dan untuk intensitas pertanaman tigakali setahun (IP.300) dapat dilakukan pada lokasi tertentu dengan imbangan biaya dan penerimaan lebih dari satu, sehingga cukup layak untuk di kembangkan. Perpaduan pemeliharaan sapi dan usahatani jagung yang terintegrasi dapat memberikan tambahan pendapatan bersih, tetapi juga memerlukan tambahan modal usaha dan curahan tenaga kerja, sehingga skala usaha dan pengelolaan secara optimal masih harus dilakukan. Hasil produksi usahatani jagung yang menggunakan pupuk kandang berasal dari limbah kotoran sapi tidak terlalu berbeda dengan hasil produksi usahatani jagung yang menggunakan limbah kotoran ayam, padahal sementara ini pupuk kandang sapi dapat dibuat sendiri dan harganya hanya 50 % dari pupuk kandang ayam. Berdasarkan data tersebut, maka budidaya jagung yang terintegrasi dengan ternak sapi di lahan kering beriklim basah Kalimantan Selatan cukup layak untuk dilakukan secara luas. DAFTAR PUSTAKA Balittan, 1993. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Jagung Balittan Banjarbaru, hal 123 –
127.
Balittra, 1996. Prosiding Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa dan lahan kering, tanggal 22 – 23 September 1995. Amuntai, hal 53 – 55. -----------------. Aspek-aspek Sosial Ekonomi Usahatani Lahan Marginal di Kalimantan. Hal 246 – 250. Darto, 2000. Selayang pandang Budidaya Jagung di Kabupaten Tanah Laut. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanah Laut. Pelaihari. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan selatan, 2005. Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Laporan tahunan 2005.
Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan selatan, 2005. Laporan tahunan, 2005. Banjarbaru, Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan, 1999. Laporan Hasil Pengkajian SUP jagung di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Zuraida, R. dan E. Siti Rohaeni, 1998. Kontribusi pendapatan Tanaman pangan pada Sistem usahatani di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. IPPTP Banjarbaru, 501 – 507. Norginayuwati, A. Jumberi dan M. Noor, 1998. Peluang dan Masalah Pengembangan Usahatani jagung di Lahan Kering Beriklim Basah (kasus di Kalimantan Selatan). Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. IPPTP Banjarbaru, 474 – 483. Rohaeni, ES., N. Amali, A. Darmawan, Sumanto, A. Subhan, S. Nurawaliah dan Pagiyanto, 2004. Pemanfaatan Limbah Jagung Untuk Pakan Lengkap dalam Sistem Usahatani Ternak Sapi dan Jagung di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalsel. Banjarbaru, 63 hal.
Rosita Galib, M. Darwis, R. Qomariah, Mukarji, Syahrudji, S. Nurawaliah dan S. Noor, 2004. Pengkajian Kelembagaan, Distribusi dan Pemasaran Mendukung Agribisnis Jagung dan Padi di Kalimantan selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalsel. Banjarbaru, 36 hal. Zubachtirodin, Subandi, A.Najamuddin, Rosita Galib, 2005. Teknologi Produksi Jagung Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Lahan Kering Masam di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Kering. Banjarbaru, 6 Desember 2005.