KEDAULATAN ENERGI UNTUK KEBANGKITAN BANGSA
ALIANSI ENERGI BEM SELURUH INDONESIA 2016
“Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang” - Ir. Soekarno
Aliansi Energi BEM SI
Halaman2
Aliansi Energi BEM SI
Halaman3
Kata Pengantar Salam Ganesha ! Kebangkitan nasional menjadi sebuah momentum bagi pemuda Indonesia untuk melakukan gerakan kepemudaan dalam memerdekakan negara. Kebangkitan nasional hari ini diilhami pemuda sebagai saat-saat di mana pemuda kembali melihat kondisi negerinya sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa. Mahasiswa sebagai pemuda intelektual bergerak dengan kegelisahan kondisi sekitarnya dengan harapan bisa mewujudkan cita-cita negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. “Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang” amanat dari presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno menegaskan pentingnya peran energi dalam memenangkan kedaulatan bangsa. Kita lihat bangsa kita pada hari ini belum bisa menegaskan semangatnya untuk memaksimalkan pengelolaan sektor energi lewat hilirisasi pertambangan dan nasionalisasi blok-blok yang sebentar lagi akan habis kontrak. Selain itu permasalahan privatisasi ketenagalistrikan juga menjadi isu yang cukup dipertanyakan mengingat menyangkut hajat masyarakat luas. Oleh karena itu, Mahasiswa perlu andil pendapat dan ikut memperjuangkan agar pemerintah kita lebih serius dalam usahanya menuju kedaulatan energy. Aliansi Energi BEM SI yang dikoordinatori oleh Kabinet KM ITB bergerak dengan semangat pemuda meraih kedaulatan energi Indonesia. Dengan semangat itu, kami akan mengangkat permasalahan Migas, Mineral, dan ketenagalistrikan yang ada di Indonesia. Kami akan konsisten mengawal pemerintah agar cita-cita kedaulatan energi Indonesia bisa terwujud di kemudian hari, dan semuanya dimulai dengan apa yang kita persiapkan hari ini.
Muhammad Mahardhika Zein Presiden KM ITB Koordinator Isu Energi BEM Seluruh Indonesia
Aliansi Energi BEM SI
Halaman4
PENDAHULUAN
Kemerdekaan dan kedaulatan adalah hal yang selalu menjadi impian bangsa Indonesia sejak penjajahan mulai menginjak di bumi pertiwi. Berdirinya Boedi Oetomo pada 1908 pun dijadikan titik tolak kebangkitan bangsa agar bisa berdiri tegak sebagai diri sendiri di atas percaturan dunia. Meskipun kemudian kemerdekaan resmi diproklamasikan pada 1945, sesungguhnya perjuangan memperoleh kembali kedaulatan sepenuhnya masih merupakan perjalanan panjang. "Jangan dengarkan orang asing,” kata Bung Karno kala itu. Di tengah dunia yang semakin penuh konflik kepentingan kala itu, diperlukan semangat dan ketegasan yang tinggi untuk terus menangkis nafsu-nafsu asing yang tergiur dengan kekayaan
bangsa,
terutama
sumberdaya
strategis.
Memperjuangkan
terus
kedaulatan bangsa memang selalu jadi hal utama, walau di sisi lain, kebutuhan untuk segera melakukan percepatan pembangunan menjadi tantangan tersendiri untuk tidak tergoda dengan tawaran-tawaran yang muncul dari berbagai arah. Hingga kemudian sebuah kata muncul. Efisiensi, menjadi sebuah kata pendatang baru dalam konstitusi kita. Semenjak amandemen 1998, kata efisiensi digunakan sebagai padanan terhadap kata selanjutnya yakni: berkeadilan dalam pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Padahal sila kelima Pancasila hanya berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bukan Efisiensi dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Efisiensi jugalah yang menjadi alasan bagi hadirnya kompetisi, mencegah monopoli, dalam berbagai pengelolaan sumberdaya strategis nasional. Atas dasar efisiensi, lahir Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.
Lahir Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Lahir berbagai inferioritas, sebagai rekognisi diri, akan sebuah bangsa lemah dan tak berdaya, tak berkemampuan, untuk mengelola sendiri
Aliansi Energi BEM SI
Halaman5
sumberdaya
strategis
yang
sangat
penting
bagi
pembangunan
Indonesia
kedepannya. Maka dengan ini, menyambut 108 tahun kebangkitan nasional dan 18 tahun reformasi, kami refleksikan kembali kondisi Indonesia di tengah beragam polemik dan permasalahan yang melanda. Efisiensi sebagai apa yang terimplementasikan dalam energi nasional pun menjadi pusat perhatian kami, karena sesungguhnya kedaulatan energi menjadi kunci utama kedaulatan sumberdaya lainnya. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Kedaulatan Energi Harga Mati!
Aliansi Energi BEM SI
Halaman6
DAFTAR ISI
A. KETAHANAN ENERGI ................................................................................................. 9 I.
Pendahuluan ............................................................................................................... 10
II. Coal Bed Methane ...................................................................................................... 12 III.
Bioenergi .................................................................................................................. 20
IV.
Panas Bumi .............................................................................................................. 35
V. Utilisasi Energi Listrik ............................................................................................... 47 VI.
Bahan Bakar............................................................................................................. 53
B. KETENAGALISTRIKAN.............................................................................................. 57 I.
Pendahuluan ............................................................................................................... 58
II. Pembahasan ................................................................................................................ 61 III.
Resolusi .................................................................................................................... 73
C. FREEPORT ...................................................................................................................... 75 I.
Pendahuluan ............................................................................................................... 76
II. Kontrak Karya ............................................................................................................ 80 III.
Pelanggaran dan Permasalahan ........................................................................... 86
IV.
Ketidakjelasan Komitmen ..................................................................................... 90
D. RUU MIGAS ................................................................................................................... 96 I.
Latar Belakang ............................................................................................................ 97
II. Teori Dasar ................................................................................................................ 102 Aliansi Energi BEM SI
Halaman7
III.
Pembahasan .......................................................................................................... 107
IV.
Solusi Dan Rekomendasi ..................................................................................... 111
E. BLOK MASELA ........................................................................................................... 115 I.
Pendahuluan ............................................................................................................. 116
II. Pembahasan .............................................................................................................. 118 III.
Pernyataan Sikap .................................................................................................. 122
Aliansi Energi BEM SI
Halaman8
A. KETAHANAN ENERGI
Aliansi Energi BEM SI
Halaman9
I.
Pendahuluan Indonesia pernah menggantungkan pemenuhan kebutuhan energinya pada
minyak bumi.Bahkan hingga saat ini komposisi minyak bumi pada bauran energi Indonesia masih paling tinggi dibandingkan sumber energi lainnya.Minyak bumi memang sempat membuat negeri tercinta kita ini berjaya, hal tersebut dapat dilihat dari pernah tergabungnya Indonesia dengan organisasi Negara pengekspor minyak bumi atau OPEC. Artinya, Indonesia sempat menikmati pendapatan besar dari Industri ini. Ya, Indonesia merupakan salah satu Negara yang menikmati fenomena oil boom pada tahun 1970-an. Pada saat itu konsumsi Indonesia kurang dari sepertiga produksi, sehingga Indonesia dapat melakukan ekspor dari surplus produksinya. Selain itu,bergabungnya Indonesia dengan OPEC menjadikan Indonesia memiliki posisi yang diperhitungkan dalam peta geopolitik dunia. Bahkan Indonesia merupakan Negara yang melahirkan salah satu sistem kontrak kerja sama migas, Production Sharing Contract(PSC), yang saat ini banyak digunakan di Negara lain. Namun, kondisi saat ini berbanding terbalik. Indonesia sudah tidak lagi bergabung dengan OPEC dan sekitar setengah dari kebutuhan minyak bumi diperoleh dengan cara import. Sudah lebih dari 10 tahun Indonesia menjadi Negara net importer minyak yang hingga kini kian meninggi defisitnya. Saat ini total konsumsi BBM di Indonesia mencapai sekitar 1.6 juta barrel per hari, sedangkan lifting minyak perharinya kurang lebih 800 ribu barrel. Ketika solusi yang diambil pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terus bergantung pada import minyak, Indonesia diprediksi menjadi Importir minyak terbesar di Asia Pasifik pada tahun 2025. Terlebih lagi, tanpa penemuan cadangan baru , Indonesia hanya dapat memproduksi minyak sekitar 12 tahun lagi.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman10
Gambar. Rencana Bauran Energi 2025 Indonesia memiliki banyak potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dapat mengurangi ketergantungan konsumsi minyak bumi.Betapa tidak, Negeri yang terletak di zamrud khatulistiwa ini mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun.Sinar matahari jelas dapat dimanfaatkan sebagai tenaga pembangkit listrik tenaga surya. Indonesia juga dikenal sebagai Negara dengan lintasan lingkaran api pasifik atau ring of fire terpanjang di dunia. Posisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan potensi energi panas bumi terbesar atau setara dengan 40 persen potensi dunia.Belum lagi, Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia.Hal ini menganugerahkan Indonesia potensi energi angin yang sangat besar untuk dimanfaatkan.Jangan lupakan pula energi ombak yang tersimpan di dua per tiga wilayah Negara ini.Yang tak boleh terlewatkan, sebagai Negara tropis dengan curah hujan yang tinggi, Indonesia menjadi surga bagi jutaan spesies flora yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi biomasa.Dengan begitu, Pemanfaatan EBT ini perlu dimaksimalkan setidaknya sesuai dengan cetak biru bauran energi 2025, yaitu 25 persen pada tahun 2025. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan akan sangat membantu dalam menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mengurangi emisi karbon yang berpotensi untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Energi Baru dan Energi Terbarukan yang termasuk dalam bauran energi yang telah dibentuk adalah:
Aliansi Energi BEM SI
Halaman11
Tabel Energi Baru dan Energi Terbarukan Energi Baru Liquified Coal Coal Bed Methane
Energi Terbarukan Geothermal Bioenergy
Gasified Coal
Hydro
Nuclear
Solar
Hydrogen
Wind
Pada draft ketahanan energi yang disusun kali ini tidak membahas seluruh sumber energi yang disebutkan diatas. Bahasan draft meliputi Coal Bed Methane (CBM), geothermal, dan Bioenergy. Lingkup bahasan tiap sumber energi meliputi potensi, kegiatan pemanfaatan saat ini, serta hambatan dan solusi.Hilirisasi dari bahasan sumber energi yang ada digunakan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dan juga penyokong bahan bakar sebagai subtituen bahan bakar minyak (BBM).
II.
Coal Bed Methane 1. Potensi
Aliansi Energi BEM SI
Halaman12
Gambar 1.1 Persebaran potensi CBM di Indonesia Indonesia memiliki potensi CBM sebesar 453.3 TCF yang tersebar di sebelas CBM basin.CBM basin berlokasi di daerah yang diberi warna merah pada gambar diatas diantaranya, Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101.6 TCF), Kutei (89.4 TCF) dan Sumatera Tengah (52.5 TCF) untuk kategori high prospective.Basin Tarakan Utara (17.5 TCF), Berau (8.4 TCF), Ombilin (0.5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3.0 TCF) dan Jatibarang (0.8) memiliki kategori modarate.Sedang basin Sulawesi (2.0 TCF) dan Bengkulu (3.6 TCF) berkategori low prospective. Satu micro-particle coal ketika dibuka menjadi lembaran-lembaran luasnya bisa mencapai satu lapangan sepakbola.Tidak mengherankan ketika lapangan CBM yang relatif kecil memiliki cadangan yang relatif besar.
Gambar 1.2 Potensi Kandungan Micro-Particle CBM 2. Kegiatan Pemanfaatan Penelitian tentang potensi gas metana yang terkandung dalam batubara mulai dilakukan pada tahun 2003 dalam bentuk pilot projek 5 (lima) sumur uji Coal-bed Methane (CBM) di Lapangan Rambutan, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang merupakan wilayah kerja PT. Medco E&P Indonesia. Lapisan-lapisan batubara target berada pada kisaran kedalaman 600-1000 meter. Berbeda dengan proses pengembangan sumur reservoir migas, produksi gas dari reservoir CBM diawali dengan produksi air atau disebut sebagai dewatering. Aliansi Energi BEM SI
Halaman13
Gambar 1.3 Peta Wilayah Lapangan Rambutan
Gambar 1.4 Proses Dewatering Kurva Langmuir Hasil simulasi reservoar Lapangan CBM Rambutan memiliki potensi kandungan gas metana lebih kurang sebesar 30.600 MSCF per sumur, 185.000 MSCF untuk daerah Pilot dan 5.5 X 106 MSCF untuk seluruh daerah luasan simulasi, yang dapat diproduksikan selama 20 tahun. Kemampuan produksi maksimum CBM Lapangan Rambutan lebih kurang sebesar 7.4 MSCF per hari untuk satu sumur, 37.5 MSCF per hari untuk daerah pilot dan 1.120 Aliansi Energi BEM SI
Halaman14
MSCF per hari untuk seluruh daerah luasan simulasi, yang dicapai dalam jangka 13.7 tahun. Sejak ditandatanganinya CBM PSC pertama pada 27 Mei 2008 hingga akhir 2012, sudah terdapat 54 CBM PSC yang disetujui oleh pemerintah. Namun, sampai saat ini belum ada lapangan CBM yang diproduksikan secara komersial.Laju produksinya pun hanya sekitar 0.5 MMSCFD. Hal tesebut sangat tidak sesuai dengan road map CBM yang sudah dicanangkan oleh pemerintah dalam road map pengembangan CBM hingga tahun 2025 dimana pada tahun 2015 direncanakan sudah terproduksi CBM sebesar 500 MMSCFD. Dengan kata lain realisasi pemanfaatan CBM hanya 0.1% dari road map yang sudah ditetapkan.
Gambar 1.5 Road Map Pengembangan CBM 3. Hambatan dan Rekomendasi •
Kelangkaan pada peralatan penunjang operasi Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo, mengatakan bahwa kelangkaan pada peralatan penunjang operasi merupakan hambatan utama pengembangan CBM. Contohnya rig sederhana yang dilakukan dalam pengeboran CBM langka. Harga sewa
Aliansi Energi BEM SI
Halaman15
rig ini akan sangat mempengaruhi total capital expenditure dari pengembangan
lapangan
CBM.
Penggunaan
rig
konvensional
menyebabkan biaya pengembangan lapangan CBM di Indonesia begitu tinggi jika dibandingkan dengan pengembangan lapangan CBM dengan menggunakan rig sederhana khusus CBM. Sebagai salah satu langkah solusinya, balitbang ESDM menargetkan produksi 20 rig sederhana tiap tahunnya. Nantinya rig sederhana ini akan digunakan untuk pemboran CBM. Kementrian perindustrian harus bisa mendorong industri-industri dalam negeri untuk ikut membantu kemajuan dalam pemanfaatan sumber energi nonkonvensional yang satu ini. Untuk menanggulangi masalah ini maka pemerintah wajib: -
Komitmen melakukan produksi rig sederhana minimal 20 buah pertahun
-
Mendorong usaha produksi rig sederhana dan peralatan penunjang lain melalui dukungan kementrian perindustrian.
•
Tumpang Tindih Lahan
Gambar 1.6 Pasal 9 UU No 36 Tahun 2008 Tumpang tindih lahan masih menjadi kendala utama pengembangan CBM, terutama tumpang tindih pemakaian lahan dengan PKP2B/ KP Batu Bara. Menurut
Pedoman Pengembangan CBM yaitu dalam hal
PKP2B/KP Batu Bara terlebih dulu melakukan eksploitasi di lahan tersebut, maka KKKS CBM dapat menggunakan sebagian lahan eksploitasi tersebut untuk lokasi lokasi pemboran eksplorasi, atau fase pilot percontohan CBM dengan luas sesuai kebutuhan standar teknis, keselamatan dan lingkungan. Dalam hal KKKS CBM terlebih dahulu Aliansi Energi BEM SI
Halaman16
melakukan drilling atau membangun infrastruktur pada lahan tersebut, maka PKP2B/KP Batu Bara tidak diperbolehkan untuk mengekploitasi batu bara pada lahan tersebut atas dasar pertimbangan keteknikan, keekonomian,
HSE
dan
sebagainya.
Maka,
pemerintah
melalui
kementrian ESDM memetakan daerah dengan cadangan batubara yang besar dan melakukan kajian untuk menentukan daerah mana saja yang lebih ekonomis untuk dilakukan penambangan terbuka dan daerah mana yang lebih ekonomis untuk dimanfaatkan secara teknis migas (CBM) dengan pertimbangan lapangan CBM yang sudah dimanfaatkan masih dapat ditambang secara terbuka •
Lamanya Proses Dewatering Proses dewatering merupakan tahap produksi air pada lapangan CBM undersaturated sebagai proses penurunan tekanan agar gas dapat terproduksi. Tahap ini bisa memakan waktu yang cukup lama, yaitu dua sampai tujuh tahun. Lamanya proses dewatering dapat membuat pengembangan proyek CBM kurang menarik bagi para investor. Proses dewatering yang cukup lama seharusnya dapat dipercepat dengan melakukan proses Enhancing Recovery dengan menggunakan gas seperti CO2 dan N2. Gas ini memperbesar koefisien difusi dari matriks batubara sehingga gas lebih cepat terproduksi.Penggunaan injeksi CO2 dan N2 harus diikuti dengan teknologi Carbon Capture Storage (CCS).
•
Kurangnya tenaga kerja handal Pemanfaatan lapangan CBM memerlukan keahlian khusus yang lebih tinggi dibandingkan lapangan migas konvensional.Reservoir CBM biasanya dangkal dan melebar secara lateral.Hal ini membuat pemboran dengan model sumur vertikal kurang efektif secara ekonomis karena pasti dibutuhkan sumur yang lebih banyak.Oleh karena itu, pemboran horizontal dengan membuat cabang-cabang menjari harus diterapkan.Hal ini pun dihalangi oleh tantangan, yaitu dangkalnya reservoir.Dangkalnya
Aliansi Energi BEM SI
Halaman17
reservoir membuat jari-jari kelengkungan sumur makin kecil dan hal ini terhitung sulit untuk dilakukan.Saat ini masih sedikit tenaga kerja dalam negeri yang memiliki kemampuan untuk melakukan operasi kegiatan CBM.Kementrian
ESDM
sudah
memberikan
pelatihan-pelatihan
mengenai hal tersebut. Maka, demi terciptanya tenaga kerja yang memiliki kapabilitas untuk mengoperasikan lapangan CBM pemerintah dan pertamina perlu melakukan: -
Pelatihan pengelolaan lapangan CBM secara berkala dan intensif bagi pekerja migas Pertamina
-
Mengutamakan program LPDP bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi mengenai unconventional hydrocarbon
•
Harga jual CBM dan Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil yang dirasa masih belum menguntungkan kontraktor membuat investor kurang tertarik mengembangkan lapangan CBM.Pola pikir pengembangannya pun masih dengan pola pikir pengembangan lapangan migas konvensional. Dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan dan waktu pemasukan yang masih lama akibat adanya proses dewatering, harga jual CBM masih dianggap terlalu rendah. Ditambah lagi dengan harga minyak saat ini yang sangat rendah, investor menjadi
berpikir
ulang
untuk
menginvestasikan
dananya
dalam
pengembangan CBM. Maka pemerintah perlu melakukan: -
Memberi insentif fiskal dalam bentuk keringanan pajak ataupun tax holiday
-
Membentuk badan penyangga yang bertujuan untuk menetapkan harga secara terintegrasi sehingga harga gas CBM bisa dijual kepada badan penyangga sesuai dengan harga keekonomian.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman18
-
Memberi insentif non-fiskal dalam bentuk simplifikasi birokrasi dan pembentukan
UU
baru
yang
khusus
membahas
pemanfaatan
unconventional hydrocarbon -
Melakukan modifikasi sistem bagi hasil (PSC) dalam split keuntungan antara pemerintah dan kontraktor sehingga lebih menarik bagi investor.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman19
III. Bioenergi 1. Biodiesel a. Deskripsi Kondisi Indonesia yang krisis akan minyak dan gas memaksa Indonesia untuk bergerak ke arah energi terbarukan. Biodiesel menjadi salah satu jawaban dari krisis yang melanda Indonesia.Biodiesel merupakan bahan bakar nabati mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak (FAME) atau ester etil asam lemak (FAEE) yang terbuat dari minyak nabati/hewani.Keanekaragaman hayati di Indonesia mendorong potensi produksi biodiesel. Sumber tanaman yang dapat dijadikan bahan baku biodiesel diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, kemiri sunan, dan mikroalga. Namun sejauh ini tanaman yang paling berpotensi untuk dijadikan biodiesel adalah kelapa sawit. b. Potensi Kelapa
sawit
merupakan
potensi
terbesar
Indonesia
dalam
mengembangkan biodiesel.Pada Tabel 2.1, ditunjukkan data realisasi lahan kelapa sawit di Indonesia.Lahan kelapa sawit sejauh ini masih didominasi oleh Kalimantan dan Sumatera. Luas lahan kelapa sawit di Kalimantan, contohnya, mencapai 3,12 juta hektar. Luas lahan yang ada pun belum mencapai 70% dari alokasi lahan kelapa sawit yang diberikan pemerintah.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman20
Tabel 2.1 Luas Lahan Alokasi dan Realisasi Luas Lahan di Indonesia (Caroko, 2011) Potensi sumber daya alam di Indonesia untuk bahan baku biodiesel disamping kelapa sawit cukup banyak terutama tanaman untuk generasi ke dua. Pongamia pinnata, Jatropha curcas, serta Calophyllum inophyllum merupakan tanaman-tanaman generasi dua yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut umumnya adalah
tanaman
eksotik
yang
tersebar
di
Indonesia.Pongamia
pinnatacontohnya, banyak tersebar di Papua Utara, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Lombok, Jawa Barat dan Sumatera Selatan c. Pemanfaatan Kebijakan yang mendukung bergeraknya energi terbarukan di Indonesia tercantum pada Peraturan Menteri ESDM No.32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati Sebagai Bahan Bakar Lain. Dalam Peraturan Menteri tersebut, tercantum lampiran terkait penggunaan biodiesel dalam campuran BBM.Tiap tahun, dilaksanakan peningkatan atas campuran biodiesel didalam BBM yaitu Biosolar. Pada Tabel 2.2 ditunjukkan tabel mengenai proyeksi blend biodiesel pada BBM tiap tahunnya pada Peraturan Menteri ESDM No.20 tahun 2014 berupa perubahan kedua atas Peraturan Menteri ESDM No.32 tahun 2008 sebelumnya
Aliansi Energi BEM SI
Halaman21
Tabel 2.2 Proyeksi Persentase Blend Biodiesel pada BBM tahun 20142025 (Peraturan Menteri ESDM No.20 Tahun 2014, 2014) Laju produksi biodiesel dari kelapa sawit semakin lama semakin meningkat. Pada Tabel 2.3 ditunjukkan bahwa produksi biodiesel meningkat dari 65 juta liter/tahun menjadi 4,15 milyar liter/tahun. Produksi biodiesel yang ada pun belum sampai 100% dari kapasitas terpasang biorefinery yang ada. Sejauh ini, produksi biodiesel baru sekitar 73,2% dari kapasitas terpasang. Biodiesel terproduksi dimanfaatkan untuk blend pada BBM yang ada dengan namakomersial Biosolar. Pada Tabel 2.3 juga ditunjukkan bahwa blend rate dari biodiesel yang dilakukan masih di angka 8,1%.
Tabel 2.3 Data Produksi Biodiesel di Indonesia (USDA, 2015) Dalam produksi biodiesel, biaya produksi paling dominan berada di harga bahan baku dalam hal ini adalah harga dari kelapa sawit. Gambar Aliansi Energi BEM SI
Halaman22
2.1 menunjukkan kontribusi biaya harga baku terhadap keseluruhan biaya produksi dari biodiesel. Fluktuasi akan harga bahan baku kelapa sawit menjadi pertimbangan besar dalam menentukan biaya produksi biodiesel. Fluktuasi tersebut salah satunya digambarkan pada Gambar 2.2 berupa fluktuasi harga CPO (Crude Palm Oil) Malaysia dari tahun1990 hingga 2014.Contoh signifikan fluktuasi terjadi pada tahun 2009 dari sekitar RM 1670/ton menjadi RM 3660/ton tahun 2011.
Gambar 2.1 Kontribusi Biaya Bahan Baku Terhadap Keseluruhan Biaya Produksi Biodiesel (Global Subsidies Initiative, 2013)
Gambar 2.2 Fluktuasi Harga CPO Malaysia dari tahun 1990 hingga tahun 2014 (www.indexmundi.com,2015) d. Hambatan dan Tantangan Aliansi Energi BEM SI
Halaman23
Hambatan yang mungkin terjadi pada pengembangan biodiesel di Indonesia diantaranya sebagai berikut: •
Pro-kontra ekstensifikasi lahan kelapa sawit dikarenakan menjadi salah satu faktor pemanasan global akan menjadi tantangan besar baik bagi pemerintah maupun pelaku bisnis biodiesel. Indonesia sejauh ini lebih fokus akan ekstensifikasi lahan untuk meningkatkan produksi biodiesel dibandingkan dengan intensifikasi proses. Pembukaan hutan besar-besaran
yang
menyebabkan
kabut
asap
berkepanjangan
merupakan salah satu dampak negatif terbesar pada lingkungan. •
Dominasi bahan baku kelapa sawit untuk produksi biodiesel. Biodiesel dari sumber lain seperti jarak pagar atau pongam masih belum diproduksi secara komersil bahkan masih dalam ditahap penelitian. Kebutuhan akan biodiesel yang semakin banyak menuntut perlunya sumber daya alternatif agar kedepannya tidak perlu adanya ekstensifikasi lahan
kelapa sawit
yang menimbulkan
dampak
lingkungan. •
Ketidakpastian pasar biodiesel di Indonesia. Eropa sudah menjadi pasar ekspor bagi Indonesia pada tahun 2008-2012. Namun, tahun 2013, ekspor Indonesia turun hingga 60% dari 1,29 milyar liter tahun 2012 menjadi 0,521 milyar liter pada tahun 2013. Gap yang masih terbentuk antara target blend biodiesel pemerintah dengan kondisi realitanya akan menjadi permasalahan besar juga jika tidak ditanggapi dengan cepat.
•
Teknologi yang digunakan masih belum menghasilkan proses yang efektif. Indonesia sejauh ini masih belum memiliki concern yang tinggi akan penelitian dan pengembangan dilihat dari alokasi APBN untuk sektor ini masih dibawah 1% berbeda dengan negara-negara yang mengedepankan penelitian dengan alokasi APBN mereka rata-rata sudah di angka 1%.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman24
e. Rekomendasi •
Perlu adanya pengembangan dan pemanfaatan sumber daya tanaman alternatif selain kelapa sawit seperti Pongamia pinata serta Jatrophacurcas menjadi biodiesel
•
Perlu adanya penyediaan bibit unggul tanaman alternatif selain kelapa sawit untuk diolah menjadi produk biodiesel berkualitas baik. Rekomendasi ini perlu diimplementasikan secepatnya mengingat dalam Buku Putih Energi (Kemenristek, 2005-2009) telah dicanangkan untuk diterapkan pada tahun 2015. Rekomendasi ini diharapkan juga dapat terjadinya diversifikasi bahan baku biodiesel
•
Pemberian tax holiday untuk pengusaha plantation (Owner) dari tanaman-tanaman tersebut
•
Langkah
strategis
pemerintah
selanjutnya
dapat
berupa
pengembangan studi terkait kinerja mesin menggunakan biodiesel. Hal ini dirasa perlu agar meningkatkan pasar biodiesel di Indonesia. Sejauh ini, ketahanan mesin mobil untuk BBM dengan campuran biodiesel baru mencapai 30% maksimal. Peningkatan ketahanan mesin mobil akan kandungan biodiesel yang lebih tinggi akan meningkatkan pasar biodiesel di Indonesia secara tidak langsung. Substitusi solar dengan biosolar dapat pula meningkatkan pasar biodiesel di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberlakuan carbontax atau pajak atas setiap emisi yang dikeluarkan industry •
Hal terakhir yang perlu ditinjau adalah riset dan pengembangan teknologi produksi biodiesel. Pengembangan teknologi ini perlu agar kedepannya harga biodiesel lebih kompetitif dengan harga solar. Pengembangan teknologi ini terutama pengembangan teknologi produksi biodiesel yang menghasilkan produk biodiesel dengan biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan yang sekarang. Agar terlaksana
Aliansi Energi BEM SI
pengembangan
teknologi
produksi
biodiesel
ini
Halaman25
makaPemerintah Indonesia diharapkan dapat memberikan insentif kepada pihak-pihak yang terkait dengan riset dan pengembangan biodiesel baik perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun industri agar majunya pengembangan teknologi di Indonesia 2. Bioetanol a. Deskripsi Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari tanaman seperti jagung dan tebu yang digunakan sebagai alternatif bahan bakar untuk transportasi.Sejauh ini, bioetanol banyak digunakan sebagai gasohol (gasoline alcohol) di dunia. Di Brazil, kandungan bioetanol dalam campuran sejauh ini mencapai 95%.Di Indonesia, sejauh ini sumber bioetanol utama adalah dari tebu b. Potensi Pengolahan bioetanol menjadi tebu menemui permasalahan yang cukup rumit. Pasalnya, dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akan gula pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan tebu lebih banyak dikonversi menjadi gula dibandingkan menjadi bioetanol.Oleh karena itu, sekarang mulai dikembangkan produksi bioetanol dari molase yaitu produk samping yang terbentuk pada produksi gula. Lahan tebu di Indonesia pada bulan Mei tahun 2015 sudah mencapai 460 ribu hektar dengan tingkat produksi tebu 33,7 juta ton per tahunnya. Gambar 2.1 menunjukkan berapa lahan tebu di Indonesia menurut USDA.Dalam data tersebut juga terlihat bahwa utilisasi tebu masih belum digunakan
untuk
bioetanol.
Konversi
tebu
menjadi
gula
masih
mendominasi di Indonesia
Aliansi Energi BEM SI
Halaman26
Tabel 2.4 Data Lahan, Produksi serta Utilisasi Tebu di Indonesia (USDA, 2015) Jenis bioetanol yang diproduksi baik dari gula maupun molase merupakan contoh bioetanol generasi pertama. Bioetanol generasi ini hanya memanfaatkan baik glukosa maupun pati untuk bahan baku bioetanol. Namun, bioetanol dapat diproduksi juga dari bahan baku generasi kedua yaitu dari lignoselulosa. Lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan pada pabrik tebu adalah bagas c. Pemanfaatan Dalam
meningkatkan
perkembangan
bioetanol
di
Indonesia,
pemerintah sudah melakukan beberapa tindakan diantaranya adalah membuat kebijakan Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2014 mengenai penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel). Pada Peraturan Menteri ini mencakup perubahan blend bioetanol pada BBM yang semakin meningkat. Tabel 2.1 menunjukkan persentase blend bioetanol dalam BBM
Tabel 2.5 Persentase blend bioetanol dalam BBM pada Peraturan Menteri ESDM No.20 Tahun 2014 (PerMen ESDM No.20 Tahun 2014, 2014) Aliansi Energi BEM SI
Halaman27
Berbeda
dengan
biodiesel,
walaupun
laju
bioetanol
semakin
meningkat, konsumsi bioetanol untuk keperluan bahan bakar nabati masih sangat minim.Blend rate pada Tabel 2.2
yang ada masih 0%
menunjukkan implementasi dari Peraturan Menteri ESDM belum terlaksana dengan baik. Kapasitas dari refinery semakin lama justru semakin menurun persentase penggunaannya. Konsumsi bioetanol sebagai bahan bakar nabati tidak ada dari tahun 2010 sampai sekarang
Tabel 2.6 Data Produksi, Konsumsi, Kapasitas Produksi serta Bahan Baku Bioetanol (USDA,2015). d. Hambatan dan Tantangan Hambatan yang mungkin terjadi pada pengembangan bioetanol di Indonesia diantaranya sebagai berikut: •
Inkonsistensi suplai dari bahan baku bioetanol. Sejauh ini, bahan baku bioetanol masih didominasi dari molase yang merupakan produk samping dari produksi gula serta umbi-umbian. Beberapa produsen bioetanol di Indonesia yaitu PT
Molindo Raya
serta
PTPN
menggunakan molase sebagai bahan bakunya.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman28
•
Persaingan antara kebutuhan bioetanol untuk BBN dengan kebutuhan bioetanol untuk farmasi dan pangan. Data dari USDA menunjukkan bioetanol yang terproduksi belum dimanfaatkan untuk campuran di BBM
e. Rekomendasi •
Penelitian
lebih
lanjut
mengenai
optimasi
produksi
bioetanol
menggunakan bahan baku molase serta pengembangan produksi bioetanol menggunakan bahan baku lain seperti jagung, tandan kosong kelapa sawit, serta bagas. Hal ini guna mendorong suplai dari bioetanol agar sesuai dengan banyaknya kebutuhan pasar •
Mendorong terbentuknya kerjasama antara pengusaha bioetanol dengan pabrik gula serta petani. Dengan adanya kerjasam ini, stok bahan baku utama akan langsung didistribusikan untuk kebutuhan produksi bioetanol
•
Pemberian insentif bagi petani produsen bahan baku bioetanol. Seperti langkah
sebelumnya,
hal
ini
guna
menjawab
permasalahan
inkonsistensi suplai bioetanol di Indonesia 3. Biogas POME a. Deskripsi Biogas merupakan salah satu bentuk bioenergi yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik dalam kondisi anaerob (kedap udara). Biogas bercirikan sebagai gas yang tidak berbau dan berwarna dengan nilai kalor 6400-6600 kcal/m3. Persentase fraksi gas metana dalam biogas dapat bervariasi dari 50-75 %.Selain metana, komponen kedua terbesar adalah karbon dioksida sebanyak 25-50 %. Komponen perunut lainnya adalah air, oksigen, sulfur dan hidrogen sulfida yang dapat memiliki porsi 2 - 8 %. Biogas
ini
Aliansi Energi BEM SI
dapat
ditingkatkan
menjadi
biometana
yang
dapat
Halaman29
menjadikannya mirip-bahkan jauh lebih baik kualitasnya- dibanding gas alam (LNG). Biogas dapat ditingkatkan kandungan kemurnian metana yang dimiliki hingga mencapai ~ 98% dengan proses yang disebut upgrading menjadi biometana. Biogas yang ditingkatkan kemurnian kandungan gas metana di dalamnya akan menghasilkan biometana yang dapat langsung digunakan untuk menggantikan bahan bakar kendaraan yang merupakan porsi terbesar konsumen bahan bakar minyak dan gas bumi konvensional (BBM). Biometana merupakan sumber energi terbarukan yang sudah cukup matang dan telah banyak diaplikasikan secara langsung ke berbagai macam sektor listrik, pemanas hingga bahan bakar kendaraan. Sebagai bahan bakar alat transportasi, biometana dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan minyak atau bahan bakar fosil yang semakin menipis persediaannya di muka bumi b. Potensi Biogas secara spesifik dihasilkan oleh adanya degradasi mikroba secara
anaerobik yang mampu mengkonversi senyawa
biomassa
(biopolimer kompleks) dengan empat tahapan proses meliputi hidrolisis, asidifikasi, produksi asam asetat dan produksi metana. Biomassa yang sangat potensial untuk dijadikan bahan baku produksi biometana yang ditingkatkan dari biogas di Indonesia adalah biomassa limbah atau yang sering disebut biowaste. Apabila dibandingkan dengan biomassa hayati lainnya seperti tumbuhan.Biowaste merupakan limbah yang sudah siap pakai dan melimpah
ketersediaanya
di
Indonesia.Tabel
2.1
di
bawah
ini
menunjukkan potensi biomassa limbah dalam negeri.Salah satu jenis biomassa yang paling potensial untuk digunakan untuk produksi biometana adalah limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent
Aliansi Energi BEM SI
Halaman30
(POME) yang kuantitasnya mencapai 31 juta ton per tahun (~880.000.000 m3/tahun). POME dihasilkan sebagai hasil konversi buah kelapa sawit selama proses produksi minyak kelapa sawit. Untuk setiap 100% buah kelapa sawit akan dihasilkan 10-30% minyak mentah (Crude Palm Oil/CPO), 3070% limbah padat dan 60-70% limbah cair (POME). Dengan kata lain, untuk setiap 1 ton Fresh Fruit Bunches kelapa sawit yang diproses akan dihasilkan sekitar 1 ton limbah cair POME. Pengolahan limbah POME selama
ini
hanya
menggunakan
sistem
kolam
terbuka
tanpa
mempertimbangkan biogas yang dihasilkan selama proses pengolahan. Sekitar 1 Liter POME dapat dikonversi menjadi 19.5 Liter Biogas Hal ini menjadikan pemanfaatan POME menjadi biogas/biometana semakin potensial
Tabel 2.7 Potensi Biomassa Limbah di Indonesia (Saptoadi, 2012) c. Pemanfaatan Tahapan pemanfaatan POME untuk dikonversi menjadi biometana yang paling krusial adalah Plant Designing dan Upgrading Process (Penghilangan H 2 S dan CO 2 ).Komponen plant designing yang penting dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini. Aliansi Energi BEM SI
Halaman31
Gambar 2.3 Komponen Plant Design
Plant designing ini meliputi pemilihan teknologi, penentuan dimensi dan layout instalasi untuk mengoptimalkan bahan bakubiowaste yang tersedia. Komponen desain plant ini terdiri dari lima kelompok utama, yaitu : (1) Storage & Treatment, (2) Digestion Unit, (3) Gas storage, (4) Pipeworks dan armatures serta (5) Gas transformation. Proses upgrading atau peningkatan kualitas biogas menjadi biometana yang meliputi tahap penghilangan kandungan air dan desulfurisasi (penghilangan H 2 S), tahap penghilangan CO 2 yang bisa dilakukan melalui empat kelompok teknologi yang utama yakni adsorpsi, absorpsi, permeasi gas dan cryogenic upgrading (penggunaan perbedaan titik didih) serta penghilangan kontaminan sisa hingga pada akhirnya dapat diperoleh biometana dengan kemurnian 98%. Keuntungan dari pemanfaatan POME menjadi biometana adalah: (a) merupakan sumber energi yang lebih bersih, (b) ramah lingkungan dan (c) teknologi dan operasinya mudah, (e) dapat dihasilkan dari konversi bahan baku yang berupa limbah dan (f) dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah tersebut terutama bagi industri penghasil POME itu sendiri.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman32
Dari segi
ekonomi,
Upgrading
biogas
menjadi
biometana
ini
membutuhkan biaya investasi spesifik sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3.1 di bawah ini. Untuk produksi biometana (green gas) dengan kapasitas 250 m3/jam membutuhkan total biaya sekitar € 0.105 atau sekitar Rp. 1600 per m3 gas yang dihasilkan
Tabel 2.8 Biaya Investasi Biogas(Biomethane) Plant d. Hambatan dan Tantangan Tantangan terkait pemanfaatan POME menjadi biometana di Indonesia yang dihadapi, antara lain: •
Belum tersedianya infrastruktur plant yang memadai terkait dengan pemanfaatan POME menjadi biogas/biometana di Indonesia
•
Belum adanya regulasi dan mandatori oleh Pemerintah yang mewajibkan pengolahan dan pemanfaatan limbah POME yang dihasilkan
oleh
industri-industri
kelapa
sawit
menjadi
biogas/biometana •
Biaya produksi biometana yang belum mampu bersaing secara kompetitif dengan harga gas alam bersubsidi
Aliansi Energi BEM SI
Halaman33
e. Rekomendasi •
Mendorong peningkatan dan akselerasi pemanfaatan limbah cair kelapa sawit/POME oleh Unit usaha Palm Oil Mill untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas/biometana sebagai bagian dari usaha manajemen limbah dan reduksi carbon footprint sekaligus bagian dari bisnis yang menguntungkan
•
Mendorong Pemerintah Indonesia untuk membuat kerangka kerja dan regulasi terkait kewajiban pemanfaatan dan pembangunan Plant Biogas/Biometana dari POME pada setiap Unit usaha/industri Palm Oil Mill yang ada di Indonesia
•
Mendorong Pemerintah Indonesia untuk memberikan insentif dan tax reduction pada Unit usaha/industri Palm Oil Mill yang melakukan pemanfaatan limbah POME menjadi Biogas/Biometana
Aliansi Energi BEM SI
Halaman34
IV. Panas Bumi 1. Potensi Total potensi panas bumi Indonesia mencapai 28.910 MW yang terdiri dari cadangan dan sumber daya panas bumi yang tersebar di 312 lokasi (93 di Sumatera, 71 di Jawa, 12 di Kalimantan, 70 di Sulawesi, 33 di Bali dan Nusa Tenggara, 33 di Maluku dan Papua) hingga tahun 2013. Kegiatan eksplorasi akan terus menambah jumlah sumberdaya dan cadangan setiap tahunnya.
Tabel 3.1 Sumberdaya dan Cadangan Panas Bumi (Handbook of Energy & Economic Statics of Indonesia 2014, Pusdatin ESDM) Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau, dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu Negara.Beranjak dari hal tersebut, pemanfaatan EBT sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis telah dilakukan. Energi panas bumi utamanya digunakan sebagai sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Saat ini pasokan energi panas
Aliansi Energi BEM SI
Halaman35
bumi masih sangat rendah dimana pangsa panas bumi pada bauran pasokan energi primer nasional pada tahun 2013 hanya sekitar 1,2%
Gambar 3.1 Proyeksi Penyediaan Energi Panas Bumi (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional)
Berdasarkan skenario KEN yang dilakukan oleh Dewan Energi Nasional, pasokan energi panas bumi pada periode 2013-2050 diproyeksikan mencapai 55 juta TOE pada tahun 2050. Angka ini sudah mempertimbangkan kemampuan sumberdaya yang ada sehingga akan salit untuk meningkat lebih tinggi lagi 2. Pemanfaatan a.
Kondisi Umum Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Di Indonesia Secara keseluruhan, total pembangkit listrik di Indonesia mengalami
kenaikan dari 2003-2013 dengan rata-rata sebesar 7,3% per tahun.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman36
Gambar 3.2 Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Menurut Jenis Energi (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional) Untuk PLTP sendiri masih cukup rendah, yaitu 2,6% per tahun. Perkembangan produksi listrik dalam periode 2003-2013 dari PLTP juga masih cukup rendah yaitu sebesar 4,4% per tahun.
Gambar 3.3 Pangsa Pembangkit Listrik Menurut Jenis Tahun 2013 (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional) Pada tahun 2050 diharapkan terjadi peningkatan produksi yang signifikan dari PLT biomassa, PLT hidro, dan PLT panas bumi dimana jenis EBT ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Aliansi Energi BEM SI
Halaman37
Gambar 3.4 Produksi Listrik Menurut Jenis Pembangkit Tahun 2003-2013 (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional) b. Pemanfaatan Panas Bumi Pemanfaatan tenaga panas bumi adalah sebagai energi untuk pembangkit listrik dan dapat juga dimanfaatkan langsung di beberapa sektor seperti pertanian dan pariwisata. Produksi uap panas bumi pada tahun 2003 adalah sebesar 47,16 juta ton uap dan pada tahun 2013 mencapai 69,29 juta ton uap, atau meningkat 3,9% per tahun.
Tabel 3.2 Produksi Uap Panas Bumi (Handbook of Energy & Economic Statics of Indonesia 2014, Pusdatin ESDM) Aliansi Energi BEM SI
Halaman38
Secara keseluruhan, kapasitas yang telah terpasang sebesar 1.344 MW (rasio kapasitas terpasang terhadap total potensi baru sebesar 4,65%)
Gambar 3.5 Perkembangan Produksi Uap Panas Bumi (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional) Pemanfaatan
energi
baru
terbarukan
yang
belum
maksimal
disebabkan jenis energi ini belum dapat bersaing dengan energi konvensional dari segi biaya produksi yang lebih tinggi.
Gambar 3.6 Perkembangan Penyediaan Energi Primer (Outlook Energi Indonesia 2014, Dewan Energi Nasional) 3. Aspek lingkungan Salah satu hambatan dalam pengembangan sumberdaya panas bumi adalah adanya kontradiksi mengenai pemanfaatan panas bumi dengan aspek Aliansi Energi BEM SI
Halaman39
kelestarian lingkungan, terutama pemanfaatan tenaga panas bumi di kawasan hutan. Untuk mengkaji dampak lingkungan dari pemanfaatan tenaga panas bumi, dilakukan pendekatan dari beberapa aspek a. Emisi Udara Pembangkit listrik tenaga panas bumi menghasilkan emisi udara yang sangat sedikit dibandingkan pembangkit tenaga fosil.PLTP hanya menghasilkan sedikit Nitrogen Oksida, hampir tidak ada Sulfur Oksida, dan jumlah Karbon Dioksida yang sangat sedikit.
Gambar 3.7 Perbandingan Emisi Nitrogen Oksida pada Pembangkit Listrik (Geothermal Energi Association, 2007)
Aliansi Energi BEM SI
Halaman40
Gambar 3.8 Perbandingan Emisi Sulfur Oksida pada Pembangkit Listrik (Geothermal Energi Association, 2007)
Gambar 3.9 Perbandingan Emisi Karbon Dioksida pada Pembangkit Listrik (Geothermal Energi Association, 2007) b. Limbah Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh US Environmental Protection Agency, fasilitas panas bumi tidak menghasilkan substansi limbah padat.Limbah yang mungkin dihasilkan dari sebuah fasilitasi
Aliansi Energi BEM SI
Halaman41
panas bumi hanya berupa lumpur alami yang disebut bentonite, yang digunakan pada aktivitas pengeboran. c. Polusi Suara Suara yang dihasilkan dari sebuah PLTP sangat kecil.Sebagai perbandingan, operasi panas bumi kurang lebih menghasilkan kebisingan setara suara angin.Kegiatan yang paling mengganggu dari sebuah operasi PLTP hanya saat konstruksi fasilitas awal.
Tabel 3.3 Perbandingan Tingkat Kebisingan (Geothermal Energi Association, 2007) d. Penggunaan dan Kontrol Kualitas Air Penggunaan air pada PLTP merupakan sebuah sistem tertutup dimana fluida yang digunakan untuk memutar turbin akan diinjeksikan kembali ke bawah. Reservoir panas bumi berada jauh dibawah reservoir air tanah sehingga tidak berpengaruh pada kualitas dan penggunaan air tanah.Efek negatif pada pengembangan tenaga panas bumi pada air tanah kemungkinan disebabkan karena kecelakaan. e. Penurunan Tanah
Aliansi Energi BEM SI
Halaman42
Penurunan dapat terjadi karena proses ekstraksi fluida bawah permukaan dan mengurangi tekanan pori reservoir, sehingga permukaan tanah dapat turun secara perlahan. Jika ini terjadi, injeksi fluida kembali ke reservoir dapat menjadi solusi. Di Amerika Serikat, solusi injeksi untuk menjaga kestabilan tekanan reservoir telah dilakukan. Beberapa negara seperti Indonesia dan Selandia Baru tidak secara rutin menginjeksikan fluida kembali sehingga penurunan permukaan tanah masih sering terjadi. f. Getaran Getaran tanah dan gempa bumi kerap menjadi isu utama di lapangan panas bumi di Indonesia.Secara ilmiah, getaran yang dihasilkan pada sebuah lapangan pengembangan panas bumi berkisar 2 – 3 skala Richter.Getaran dengan skala ini tidak dapat dirasakan manusia. Lapangan panas bumi di daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi secara alami sering mengalami gempa bumi karena pengaruh aktivitas gunung api dan bukan karena pengembangan lapangan panas bumi 4. Legal dan Kebijakan Telah dibuat undang-undang nomor 21 tahun 2014 mengenai geothermal sebagai pengganti undang-undang nomor 27 tahun 2003. Perubahan dilakukan agar dapat menyelesaikan beberapa persoalan panas bumi sebagai berikut: •
Penggunaaan hutan Penggunaan hutan telah dibuat menjadi lebih spesifik pada undangundang baru dengan menyertakan regulasi untuk hutan konservasi, hutan produksi, dan hutan lindung.
•
Tumpang tindih lahan dengan hutan
Aliansi Energi BEM SI
Halaman43
Definisi panas bumi telah dirubah dari kegiatan pertambangan menjadi kegiatan panas bumi, sehingga dapat diperbolehkan malakukan aktivitas di hutan konservasi. •
Harga Harga dari listrik panas bumi ditentukan oleh pemerintah.Peraturan mengenai harga telah diputuskan dengan Peraturan Menteri ESDM No. 17/2014. Peraturan ini memberikan harga maksimum yang bervariasi dari 11.8-29.6 cent US$/kWh
•
Proses Tender Tender untuk proyek panas bumi dirubah dari tender dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah menjadi Pemerintah Pusat.Sehingga tender menjadi lebih detail, transparan dan akuntabel.Serta kedepannya dapat dilakukan pengembalian baiya eksplorasi.
•
Bonus Produksi Bonus produksi untuk daerah telah diatur dalam undang-undang.
Selain itu, birokrasi dalam panas bumi telah ditekan sehingga hanya menyangkut birokrasi di pusat. Birokrasi untuk mencapai proses produksi yang diatur dalam undang-undang terdiri dari perizinan mendapatkan Izin Usaha Panas Bumi, izin penggunaan lahan, AMDAL, dan Studi Kelayakan 5. Tantangan Target pemerintah yang belum tercapai mencakup beberapa kendala yang sedang dihadapi dan akan dihadapi dalam pemgembangan potensi panas bumi yang mencakup: a. Tantangan Teknis •
Tingkat ketidakpastian dalam eksplorasi yang dapat mengurangi kondusivitas iklim investasi
Aliansi Energi BEM SI
Halaman44
•
Pemanfaatan panas bumi yang masih terbatas hanya pada daerah di sekitar PLTP tersebut dioperasikan
•
Mekanisme penjagaan kelestarian ekosistem hutan pada pengusahaan panas bumi di kawasan hutan
•
Break Even Point yang mencapai 10-15 tahun setelah Pra-Studi Kelayakan
b. Tantangan Regulasi •
Belum adanya PP mengenai Pemanfaatan Panas Bumi Tidak Langsung,
sehingga
terhambatnya
proyek
kontraktor
untuk
dikerjakan. •
Belum adanya PP mengenai Bagi Hasil Daerah, sehingga berpotensi menimbulkan konflik tarik-ulur persentase keuntungan.
•
Belum adanya PP yang mengatur penggunaan hutan konservasi dan/atau hutan lindung untuk pemanfaatan panas bumi
c. Tantangan Ekonomi •
Biaya investasi pembangunan pembangkit dan pengembangan lapangan yang besar
•
Risiko gagal bayar oleh PLN karena adanya tambahan kewajiban untuk pembelian listrik baru
d. Tantangan Sosial Politik •
Tidak meratanya informasi mengenai manfaat energi panas bumi dan urgensinya pada masyarakat umum.
Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait dukungan dan izin 6. Rekomendasi Aliansi Energi BEM SI
Halaman45
a. Tantangan Teknis •
Optimalisasi pemanfaatan tenaga listrik dari energi panas bumi pada daerah sekitar pembangkit.
•
Mengedepankan aspek kelestarian lingkungan dalam setiap tahap pengusahaan panas bumi dan adanya mekanisme control terhadap dampak lingkungan
b. Tantangan Regulasi • Mempercepat penuntasan Peraturan Pemerintah yang mengatur pemanfaatan panas bumi c. Tantangan Ekonomi •
Menetapkan harga pembelian tenaga listrik panas bumi ke PLN
d. Tantangan Sosial Politik • Meningkatkan sosialisasi dan pencerdasan kepada masyarakat agar tercerdaskan mengenai tenaga panas bumi • Mengeluarkan panas bumi dari Ditjen EBTKE menjadi Ditjen khusus agar pengusahaan panas bumi menjadi lebih efektif dan efisien Peningkatan produksi dan capacity building melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi harus terus dilakukan agar kemandirian di bidang panas bumi dapat diwujudkan.Mengingat potensi panas bumi dunia yang terbesar terdapat di Indonesia, sudah semestinya pengembangan lapangan panas bumi Indonesia dikembangkan
oleh
perusahaan nasional dengan menggunakan tenaga ahli Indonesia.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman46
V.
Utilisasi Energi Listrik
1. Conventional Oil Conventional oil setelah dilakukan pengolahan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai jenis produk turunan.Dalam konteks pembangkitan listrik, produk yang digunakan adalah diesel (HSD).Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biasanya digunakan sebagai pembangkit beban puncak karena karakteristiknya yang memiliki ramping rate yang tinggi. Biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar diesel cukup tinggi, dengan specific fuel consumption 0,3 L/kWh maka setiap liter HSD dapat menghasilkan sekitar 3,3 kWh. Dengan harga HSD Rp9.700 maka harga pembangkitan listrik per kWh adalah
kurang
lebih
Rp3.200.
Secara
umum
pembangkitan
listrik
menggunakan diesel menjadi tidak ekonomis. Secara umum, penggunaan diesel lebih disarankan sebagai bahan bakar untuk transportasi mengingat kemudahannya untuk dipindah tempatkan.Penggunaan diesel sebagai bahan bakar pembangkit listrik dapat dilakukan
pada
tempat-tempat
yang
tidak
memungkinkan
untuk
pembangkitan energi selain dengan bahan bakar diesel, misalnya di daerah terpencil (isolated).Jika memungkinkan, disarankan menggunakan biodiesel sebagai alternatif penggunaan energi baru yang lebih ramah lingkungan. 2. Conventional Gas Conventional gas dalam konteks pembangkitan listrik menggunakan gas alam (natural gas) sebagai energi primer pembangkitan listrik.Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2015-2024, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) diproyeksikan sebagai pembangkit beban puncak (peaker) dan pembangkit yang harus selalu beroperasi (must run).Secara umum, biaya pembangkitan listrik dengan gas berada di level medium. Untuk meningkatkan efisiensi, dapat pula digunakan pembangkit listrik combined cycle, biasa disebut sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). Aliansi Energi BEM SI
Halaman47
Dari sisi pembangkitan tenaga listrik, penggunaan gas sangat disarakan mengingat kemampuan PLTG yang memiliki ramping rate cukup tinggi menjadikan penggunaan PLTG lebih fleksibel baik itu sebagai pembangkit base load, load follower, maupun peaker. Untuk pembangkit dengan pemanfaatan ramping rate yang tidak terlalu tinggi juga dapat digunakan PLTGU untuk meningkatkan efisiensi.Suplai gas untuk pembangkit listrik menjadi penting karena selama ini mengalami penurunan, dan tidak ada kepastian pasokan.Selain itu, PLN memproyeksikan PLTG dan pembangkit mini-LNG sebagai pengganti pembangkit-pembangkit diesel yang semakin tidak ekonomis, sehingga kepastian pasokan gas untuk pembangkit listrik menjadi semakin penting. 3. Biodiesel Biodiesel, serupa dengan diesel konvensional, memiliki energy density yang besar.Dengan wujud cair pada suhu ruangan, biodiesel memiliki keunggulan yaitu dapat dipindahtempatkan dengan mudah.Secara utilisasi, biodiesel dapat digunakan baik dalam sector transportasi maupun sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sebagai bahan bakar pembangkit listrik, biodiesel dapat digunakan sebagai subtitusi langsung diesel konvensional.Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biasanya digunakan sebagai pembangkit beban puncak karena karakteristiknya yang memiliki ramping rate yang tinggi. Biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar diesel cukup tinggi, dengan specific fuel consumption 0,3 L/kWh maka setiap liter biodiesel dapat menghasilkan sekitar 3,3 kWh. Jika menggunakan biodiesel dengan Harga Indeks Pasar Oktober 2015 [1] (tanpa ongkos kirim) Rp6.890 maka harga pembangkitan listrik per kWh adalah kurang lebih Rp2.087. Terdapat efisiensi biaya jika dibandingkan dengan biaya pembangkitan diesel konvensional, tetapi jika dibandingkan dengan sumber energi lain, biaya pembangkitan biodiesel tidak terlalu ekonomis.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman48
Secara umum, penggunaan biodiesel lebih disarankan sebagai bahan bakar untuk transportasi mengingat kemudahannya untuk dipindah tempatkan.Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar pembangkit listrik dapat dilakukan pada tempat-tempat yang tidak memungkinkan untuk pembangkitan energi selain dengan bahan bakar diesel, misalnya di daerah terpencil (isolated). 4. Bioetanol Secara umum, bioetanol tidak digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.Bioetanol sebagai gasohol (gasoline alcohol) digunakan sebagai bahan bakar untuk transportasi. 5. Coal Bed Methane (CBM) dan Shale Gas Secara umum, gas hasil pemanfaatan CBM dan Shale Gas memiliki karakter yang serupa dengan gas konvensional.Oleh sebab itu, pemanfaatan gas hasil eksplorasi CBM dan shale gas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkitan listrik. 6. Biogas Biogas merupakan salah satu alternatif pembangkit listrik yang baik. Biogas yang telah melalui proses upgrading menjadi biometana dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Pembangkit yang digunakan adalah mesin gas (gas engine). Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) secara karakteristiknya dapat digunakan sebagai pembangkit load follower atau peaker pada penggunaan umum. PLT biogas ini biasanya dibangun di sekitar pabrik penghasil POME.Energi
listrik
yang
dihasilkan
digunakan
untuk
kebutuhan
perusahaan, dan sisanya disuplai ke PLN (excess power).Ada juga beberapa PLT biogas yang sejak awal dibangun untuk menyuplai listrik ke PLN (IPP). Untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap pembangunan PLT biogas, pemerintah telah menentukan feed-in tariff untuk setiap kWh listrik Aliansi Energi BEM SI
Halaman49
yang dihasilkan dari PLT biogas. Untuk PLT Biogas yang terhubung dengan jaringan tegangan menengah, tarif listrik yang ditentukan adalah Rp1.050 x F per kWh, dan untuk yang terhubung dengan jaringan tegangan rendah sebesar Rp1.400 x F per kWh. F adalah faktor insentif yang bergantung pada tempat pembangkit tersebut terpasang, mulai dari F = 1 untuk Pulau Jawa hingga F = 1,6 untuk Kepri, Papua, dan pulau-pulau lainnya.
Tabel 4.1 Kapasitas Terpasang PLT Biogas hingga Tahun 2013
7. Geothermal Indonesia memiliki potensi geothermal yang cukup tinggi karena Indonesia berada di daerah ring of fire.Sebagai negara tropis, pemanfaatan geothermal
secara
langsung
tidak
begitu
berkembang
di
Indonesia.Pemanfaatan geothermal secara tidak langsung, yaitu digunakan untuk pembangkitan listrik, lebih popular di Indonesia. Secara umum, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) serupa dengan pembangkit-pembangkit termal lainnya, yaitu menggunakan uap air sebagai fluida penggerak turbin uap.Perbedaan adalah pada PLTP, uap didapatkan secara langsung dari perut bumi (atau melalui proses Aliansi Energi BEM SI
Halaman50
separasi/flashing), tidak dibuat pada boiler seperti pada PLTU.Oleh karena itu, karakteristik PLTP dan PLTU serupa, misalnya perannya sebagai pembangkit listrik beban dasar (base load) karena memiliki ramping rate yang kecil. Karena pemanfaatan uap panas bumi secara langsung belum popular dan belum terlalu diperlukan di Indonesia, pemanfaatan uap panas bumi sangat direkomendasikan untuk pembangkit listrik. Dalam RUPTL PLN 20152024, PLTP diperlakukan sebagai fixed plant demi mendukung pengembangan energi terbarukan. Penetapan feed-in tariff untuk pembangkit geothermal ditetapkan mulai US$ 11,8 sen per kWh untuk lokasi pembangkit di Sumatera, Jawa, dan Bali, hingga US$ 25,4 sen per kWh untuk lokasi pembangkit di sistem yang terisolasi dan kebutuhan listrik yang besar (untuk tahun commercial on date 2015). Pembangunan PLTP menyelesaikan masalah permintaan energi listrik sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi bersih.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman51
Gambar 4.1 Feed-In Tariff untuk PLTP
Aliansi Energi BEM SI
Halaman52
VI. Bahan Bakar 1. Kondisi saat ini Indonesia sangat bergantung pada BBM dalam urusan Bahan Bakar untuk kendaraan bermotor, terlihat dari jenis bahan bakar yang dijual di SPBU.
Hanya sedikit sekali pemanfaatan potensi bahan bakar lain yang
dimanfaatkan di Indonesia. Sedangkan pada kenyataannya, cadangan minyak Indonesia tinggal 3,7 miliar barrel dari 27 miliar barrel cadangan minyak yang terbukti ada atau ‘proven reserve’. Diperkirakan, cadangan tersebut akan berakhir sekitar 10 tahunan lagi, meskipun Indonesia masih memiliki sekitar 43,7 miliar cadangan minyak, namun dibutuhkan eksplorasi berbiaya dan berteknologi sangat tinggi. Tambah lagi, Negara harus mengimpor minyak dari Negara lain karena produksi Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan Negara sendiri. Pada tahun Oleh karena itu, sangat diperlukan diversifikasi bahan bakar kendaraan, karena semakin lama kendaraan Indonesia semakin banyak. Jika tidak dimulai dari sekarang maka akan menjadi bermasalah dimasa mendatang. 2. Rekomendasi Ada 2 rekomendasi yang kami sampaikan untuk masa depan transportasi Indonesia : a. Mengoptimalkan biofuel sebagai bahan bakar Salahsatujenisbiofuel yang masih dan harus terus dikembangkan adalah biodiesel.Penggunaan minyak solar mencapai 40% dari total penggunaan BBM untuk transportasi, dan 74% dari sector industri dan PLTD. Pada saat ini, dengan penerapan10 persen pada biodiesel dan 90 %untuk solar.Negara dapat menghemat devisa US$1.9 miliar dari impor BBM. Implikasi yang ditimbulkan pun sangatluas, dengan memanfaatkan Aliansi Energi BEM SI
Halaman53
biodiesel berarti menumbuhkan ekonomi rakyat karena memang Indonesia menjadi produsen sawit yang besar, dapat menghemat devisa, dan juga mengurangi polusi di Indonesia. Secara umum, untuk pemakaian B30 untuk kendaraan tidak mengalami masalah, sehingga Indonesia perlu mempercepat dalam penggunaan B30 untuk kendaraan di Indonesia b. Percepat pembangunan infrastruktur untuk konversi BBM ke BBG
Gambar 5.1 Cadangan Gas Terbukti Dunia Potensi gas alam Indonesia adalah 103.3 TCF, ditambah lagi dengan potensi gas CBMIndonesia yaitu 450 TCF, kemudian potensi shale gas mencapai 560 TCF. Dengan potensi gas yang melimpah tersebut, seyogyanya Indonesia memanfaatkan gas sebagai bahan bakar, terutama untuk bahan bakar kendaraan atau sering disebut dengan BBG (Bahan bakar Gas). Dengan menggunakan bahan bakar gas, maka keuntungan yang didapat sebagai berikutsebagai berikut : •
Memanfaatkan potensi alam Indonesia, karena potensi gas Indonesia yang melimpah, maka patut disayangkan apabila penggunanya adalah
Aliansi Energi BEM SI
Halaman54
Negara lain, alangkah lebih baiknya jika dimanfaatkan oleh Negara Indonesia sendiri •
Menghemat
pengeluaran
masyarakat,
karena
harga
BBG
Rp
3.100/Liter setara premium (tahun 2014, ketika premium Rp 6500) •
Polusi udara menjadi berkurang karena tidak mengeluarkan emisi karbon dan suara mesin menjadi lebih halus
•
Dapat mengurangi impor BBM dengan harga yang fluktuatif dan sangat menghabiskan devisa Negara
Tabel 5.1 Jumlah NVG 10 Negara Terbanyak Pada tahun 2010, jumlah NGV (Natural Gas Vehicle) hanya 5.262 unit atau sekitar 0.008% dari total populasi kendaraan di Indonesia. Sedangkan di Negara Pakistan, penggunaan NGV setara dengan 61.14% dari total populasi kendaraan di Pakistan. Kendala terbesar
dalam konversi BBM ke BBG adalah pasokan gas,
meskipun sumber gas di Indonesia banyak, namun pasokan gas untuk transportasi sangat minim. Percuma jika dicanangkan program konversi BBM ke BBG namun kendaraan tidak dapat membeli BBG secara mudah. Aliansi Energi BEM SI
Halaman55
Aliansi Energi BEM SI
Halaman56
B. KETENAGALISTRIKAN
Aliansi Energi BEM SI
Halaman57
I.
Pendahuluan Permasalahan krisis listrik telah menjadi kekhawatiran sejak pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Di tahun 2018 diperkirakan krisis listrik bukan hanya terjadi di Jawa tetapi di seluruh negeri. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman pada bulan April 2014 lalu mengatakan
bahwa
ancaman
krisis
listrik
karena
PLN
tidak
mampu
menyediakan tambahan listrik setiap tahunnya sebesar 5.000 MW karena keterbatasan dana. Meskipun PLN telah bekerja sama dengan pihak swasta dengan membeli listrik dengan mekanisme IPP (Independent Power Producer), akan tetapi perusahaan pelat merah yang menjadi satu-satunya pemasok listrik di Indonesia tersebut mengaku bahwa dengan tambahan kebutuhan listrik 5.000 MW per tahun, yang bisa dipenuhi oleh PLN hanya sekitar 4.000 MW per tahun artinya ada defisit listrik 1.000 MW per tahun. Perkiraan yang lebih mengkhawatirkan dibuat oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). mengatakan jika pemerintah tidak segera mengatasi masalah listrik, Indonesia dapat mengalami krisis listrik lebih cepat dari tahun 2018 yaitu pada tahun 2016. Menurut data YLKI, masih ada 20% atau sekitar 40 juta rakyat Indonesia yang belum menikmati fasilitas listrik hingga saat ini. Jika kita lihat cadangan daerah yang memiliki cadangan listrik terbesar Jawa-Bali dengan pasokan listrik 23.900 MW dan cadangan listrik sebanyak 31%. Meskipun memiliki cadangan listrik paling besar di Indonesia daerah ini tidak jarang masih harus mengalami pemadaman bergilir. Sementara itu beberapa wilayah yang juga mengalami surplus listrik adalah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat total pasokan listrik mencapai 1.024 MW dengan cadangan listrik sebanyak 21,6%, Belitung dengan pasokan listrik 32 MW dan memiliki cadangan listrik 6,3%, NTT memiliki pasokan listrik 141 MW dengan cadangan 9,9%, Papua memiliki pasokan listrik 205 MW dan memiliki cadangan listrik 5,8% serta Kaltim di mana pasokan listriknya mencapai 467 MW dan memiliki cadangan 0,9%. Aliansi Energi BEM SI
Halaman58
Sementara itu di Pulau Sumatera dan Kalimantan kerap terjadi pemadaman listrik yang durasi per harinya bisa selama 4-5 jam. Kondisi ini disebabkan daerah-daerah tersebut mengalami defisit listrik sehingga harus mengandalkan pasokan listrik dari daerah lain yang mengalami surplus. Bangka pasokan listrik hanya sebesar 130 MW dan mengalami defisit -10,8%, Sumatera-Aceh pasokan listrik 1.788 MW dan mengalami defisit -9%, Kalimantan Barat pasokan listrik 406 MW defisit -8,4%,
NTB pasokan listrik 260 MW namun defisit -7,7%, Sulawesi
Utara, Tenggara dan Gorontalo pasokan listrik 520 MW tapi defisit -6,8%, Maluku pasokan listrik 140 MW tapi defisit -3,8%, Sumatera Bagian Selatan pasokan listrik 1.493 MW defisit -4,1%, Sumatera Barat-Riau pasokan listrik 1.194 MW namun defisit listrik mencapai -2,7% dan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pasokan listrik 543 MW mengalami defisit listrik -0,2%. Listrik adalah sarana yang vital bagi bangsa ini, karena roda kehidupan dan perekonomian sangat bergantung pada ketersediaan energy listrik. Untuk mengatasi permasalahan ini, Presiden Jokowi menargetkan dalam 5 tahun kepemimpinannya, Negara bisa membangun pembangkit listrik 35,000 MW. Ini sebuah angka yang sangat spektakuler mengingat pada era pemerintahan sebelumnya yang menargetkan kapasitas listrik terpasang 10,000 MW tidak tercapai. Mega proyek pembangkit listrik 35000 MW akan sangat bermanfaat dan banyak menyelesaikan banyak persoalan terkait energi di Indonesia. Program mega proyek ini benar-benar luar biasa. Bagaimana tidak? perlu diketahui bahwa ketersediaan listrik hingga saat ini adalah 43000 – 45000 MW hasil jerih payah selama puluhan tahun sejak merdeka lengkap dengan segala permasalahan klasiknya yang dominan adalah pembebasan lahan dan perijinan yang butuh waktu 6 tahun. Kita juga punya sejarah mega proyek sebelumnya yang jauh lebih kecil yaitu 10000 MW yang ternyata jauh dari kata berhasil. Tak heran banyak pihak yang pesimis alias tidak yakin program ini akan berjalan dengan baik. Ada beberapa pihak lain yang justru optimis dengan dasar bahwa program ini sejatinya on-progress terhadap program. Salah satu buktinya yaitu Aliansi Energi BEM SI
Halaman59
pembangkit yang sudah tahap konstruksi adalah 7400 MW. Namun dengan kenyataan banyaknya permasalahan yang ada, semakin banyak pihak yang meragukan keberhasilan program ini. Bahkan Presiden Jokowi pun sempat terindikasi mulai pesimis ketika menyatakan bahwa 35000 itu kebutuhan dan bukan target.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman60
II.
Pembahasan 1. Kebutuhan Listrik Nasional Indonesia merupakan Negara Kepulauan Yang Terdiri dari ± 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sepanjang ± 810.000 km dan luas 3.1 juta km2. Dengan jumlah desa lebih dari 65.000 desa yang tersebar luas dibelasan ribu pulau tersebut,
hanya
kurang
dari
setengahnya yang telah menikmati jaringan listrik negara seperti didaerah-daerah lain masih jauh dari harapan, sebagian besar dari mereka masih menggunakan lampu minyak tanah/patromak untuk penerangan. Untuk memperoleh informasi dari Radio mereka menggunakan batu baterai, sedangkan untuk televisi adakalanya mereka menggunakan accu/aki yang charge didaerah yang memiliki generator. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata- mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan oleh pihak swasta, yaitu Independent Power Producer (IPP), Private Power Utility (PPU) dan Izin Operasi (IO) non bahan bakar minyak (BBM). ketersediaan pasokan listrik terpasang pada 2014 di angka 53.585 MW, sekitar 37.280 MW atau 70 persen diantaranya disumbang oleh pembangkit milik PLN. Sementara IPP mengambil porsi mencapai 10.995 MW atau berkisar 20 persen, PPU sebanyak 2.634 MW atau 5 persen, dan IO sebesar 2.677 MW atau sekitar 5 persen. Sepanjang tahun 2013, konsumsi listrik di Indonesia sebesar 188 terrawatt-hour atau TWh (rumah tangga 41 persen, industri 34 persen, komersial 19 persen, dan publik 6 persen), sedangkan kapasitas daya terpasang pembangkit listrik hanya mencapai 47.128 MW. Realisasi pertumbuhan kebutuhan listrik pada tahun 2013 mencapai 7,8 persen, dan direncanakan pada tahun 2014 ini akan menambah kapasitas daya pembangkit sebesar 3.605 MW atau meningkat 7,6 Aliansi Energi BEM SI
Halaman61
persen dibandingkan tahun 2013, sehingga total kapasitas terpasang pada akhir tahun menjadi 50.733 MW. Tambahan daya pembangkit pada 2014 tersebut berasal dari proyek percepatan 10.000 MW tahap I dan II. Kondisi infrastruktur kelistrikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Kapasitas pembangkit yang dimiliki sebesar 35,33 GW (gigawatt) untuk memenuhi kebutuhan sejumlah 237 juta jiwa. Kapasitas tersebut jauh di bawah kemampuan produksi listrik Singapura dan Malaysia. Kapasitas pembangkit di Singapura mampu memproduksi listrik sebesar 10,49 GW untuk memenuhi kebutuhan 5,3 juta penduduk. Sementara kapasitas pembangkit Malaysia sebesar 28,4 GW untuk kebutuhan 29 juta penduduk.
2. Pertimbangan terhadap pembangunan 35.000MW a)
Ancaman privatisasi ketenagalistrikan
Privatisasi sektor kelistrikan dengan pecahan (unbundling) baik secara vertikal maupun horizontal PT. PLN akan mengakibatkan beban listrik yang harus dibayar oleh masyarakat semakin besar, selain itu membuka peluang pihak asing asing untuk menguasai sektor kelistrikan di tanah air. Pengelolaan pembangkit listrik oleh perusahaan asing, kemudian yang mengurus transmisi oleh perusahaan lain, dan yang melakukan distribusi lain lagi, dikhawatirkan akan terjadi perebutan keuntungan dari pembayaran konsumen yang nantinya akan menambah beban rakyat. Rencana privatisasi PLN yang nantinya akan tergantung pada mekanisme pasar ini, selalu mengukur kekuatan dari segi materi, hal itu hanya akan menguntungkan
kelompok kapitalis,
dan
terus menyengsarakan
rakyat.
kebijakan ekonomi pemerintah terhadap sektor kelistrikan ini, kalau dibiarkan akan bertentangan dengan prinsip keadilan, sebab Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Energi ini merupakan milik rakyat. Kebijakan pemerintah yang memisah-misahkan usaha kelistrikan menjadi berbeda antara pembangkit, transmisi, distribusi dan ritel dari PLN, maka Aliansi Energi BEM SI
Halaman62
akanmengakibatkan jaringan listrik tidak bisa dikendalikan sehingga tarif listrik negara akan meningkat hingga empat kali lipat dari tarif listik saat ini. Dikawatirkan jika PLN yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan diserahkan kepada pihak swasta, maka artinya PLN akan bubar. b)
PLN menjadi rugi dan menambah utang negara
Jika proyek 35.000 MW tetap dibangun, total pembangkit listrik pada 2019 mencapai 95.586 MW.Sementara itu, kebutuhan listrik pada 2019 saat beban puncak hanya 74.525 MW. Akibatnya, akan ada ekses kapasitas pembangkit yang tidak digunakan sebesar 21.331 MW pada 2019. Padahal, berdasarkan ketentuan yang ada, PLN diwajibkan membeli 72% listrik dari perusahaan listrik swasta (Independent
Power
Producer/IPP).Ketentuan
ini tetap berlaku
kendati
pembangkit listrik IPP tidak dipergunakan.Alhasil, PLN berpotensi menderita kerugian hingga US$10.763 per tahun. Kalau ini terjadi, PLN akan mengalami kesulitan keuangan dan akan munculnya ancaman PLN akan membutuhkan suntikan dana yang berakibat pada penjualan saham yang berujung pada penjualan asset penting Negara. Belum lagi soal potensi kerugian negara dari proyek-proyek pembangkit listrik bernilai ratusan triliun, baik yang dikerjakan PLN maupun swasta. Total kebutuhan pendanaan proyek listrik 35.000 MW selama periode 2015-2019 mencapai Rp 1.127 triliun. Terdiri dari PLN sebesar Rp 512 triliun dan swasta (independent power producer) Rp 615 triliun.Jaminan dari bank BUMN dan masuk dalam kategori utang pemerintah. Jika pemisahan keuangan negara tidak jelas dan dipaksa untuk penunjukan langsung, maka negara tidak akan mendapatkan keuntungan, efektivitas dan efisiensi anggaran dari proses ini. Penggunaan dana APBN tidak sampai 50 persen karena dari APBNP 2015 Rp 5 triliun (PMN untuk PLN) khusus untuk ini. Dan PLN keluarkan hanya Rp 50 triliun. Tentunya akan didominasi utang dan IPP sangat besar c)
Tidak menjamin pemerataan listrik nasional
Aliansi Energi BEM SI
Halaman63
Pembagunan masih terfokus kepada wilayah bagian Indonesia tengah dan timur, dimana seharusnya pembangunan ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengaliri listrik diseluruh wilayah Indonesia yang masih belum dijangkau aliran listrik, dari sabang hingga merauke. Pembangunan diwilayah Indonesia
timur perlu juga diperhatikan supaya roda perekonomian Indonesia bagian barat dapat meningkat karena akan menarik para investor untuk berinvestasi di wilayah timur khusunya papua. Namun, kenyataannya bagian terbesar atau sekitar 60 persen dari pembangkit listrik tersebut akan dibangun di sistem JawaBali.PLN berencana membangun pembangkit di sistem Jawa-Bali sebesar 20.921 MW dalam lima tahun mendatang yang dibangun PLN 7.379 MW (35 persen) dan IPP 13.542 (65 persen). Di Jawa bagian barat, akan dibangun pembangkit berkapasitas 12.055 MW yang terdiri atas PLN sebesar 3.815 MW dan IPP 8.240 MW. Pembangkit PLN 3.815 MW itu terdiri atas jenis PLTA 110 MW, PLTGU 2.350, PLTU 315 MW, dan PS 1.040 MW. Sementara IPP akan membangun 8.240 MW di wilayah Jawa bagian barat yang terdiri atas PLTGU/PLTMG 500 MW, PLTP 140 MW, dan PLTU 7.600. Sementara, di Jawa bagian timur, direncanakan dibangun sebanyak 8.866 MW dengan rincian PLN 3.564 MW dan IPP 5.302 MW. Pembangkit yang dibangun PLN adalah PLTGU 1.900 MW, PLTMG 4 MW, dan PLTU 1.660 MW. Sedangkan, IPP akan membangun PLTB 50 MW, PLTGU 1.600 MW, PLTGU/PLTMG 450 Aliansi Energi BEM SI
Halaman64
MW, PLTP 110 MW, PLTM 192 MW, dan PLTU 2.900 MW. Di Sumatera, PLN berencana membangun pembangkit berkapasitas 9.061 MW atau 25 persen dari total kapasitas daya. Pembangkit tersebut akan dikerjakan PLN 2.366 MW dan IPP 6.695 MW. Lalu, di Sulawesi akan dibangun 2.574 MW terdiri atas PLN 2.000 MW dan IPP 574 MW. Kalimantan 1.881 MW dengan rincian PLN 871 MW dan IPP 1.010 MW. Selanjutnya, Nusa Tenggara 665 MW akan dibangun oleh PLN 659 MW dan IPP 6 MW. Untuk Maluku seluruhnya PLN 241 MW, dan Papua 317 MW terdiri atas PLN 205 MW dan IPP 112 MW. d)
Pembangkit akan didominasi penggunaan batu bara, yang beresiko
dapat membuat tingkat impor semakin membengkak Untuk lima tahun ke depan konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik diperkirakan sudah mencapai 280 juta ton. Angka itu, belum termasuk untuk konsumsi megaproyek 35.000 mw yang sedang dibangun pemerintah. Dimana pemakaian batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam proyek 35.000 MW akan mencapai 25.000 MW. Penggunaan batu bara yang cukup besar dapat menghabiskan cadangan batu bara nasional sehingga batu bara akan diimpor untuk mencukupi kebutuhan operasi mesin pembangkit.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman65
e)
Persiapan belum matang
Pemerintah itu dalam membuat program tidak dengan perhitungan yang matang.Untuk membangun itu jelas butuh berbagai syarat. Selain perijinan dan lahan, syarat2 itu adalah resources, pendanaan dan supporting infrastruktur lain seperti jaringan listrik. Kesemuanya itu (capital indsutri kelistrikan) dapat dinyatakan dengan parameter kecepatan pengadaan listrik tahunan atau 5 tahunan. Jika program 10000 MW tidak berhasil dalam kurun waktu 5 tahun alias 2000 MW per tahun masih susah payah, apalagi 7000 MW (35000 MW dalam 5 tahun)?
Aliansi Energi BEM SI
Halaman66
Jika kita anggap tingkat keberhasil program 10000 MW hanya 75% atau terealisasi baik hanya 7500 MW dalam 5 tahun, maka kecepatan pengadaan listrik rata2 hanya 1500 MW per tahun. Maka itu berarti kecepatan pengadaan listrik akan naik sebesar hampir 4x lipat atau 400%. Kita ketahui bahwa parameter kecepatan pengadaan listrik itu dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dikatakan capital kelistrikal kita disamping faktor2 lainnya seperti kondisi sosial masyarakat dan birokrasi. Capital meliputi segala resources yang tersedia seperti : -
Jumlah supplier peralatan pembangkit
-
Jumlah pegawai / orang yang memiliki kemampuan yang diperlukan dalam mengerjakan mega proyek dan termasuk operator yang kompeten
-
Jumlah kontraktor yang mampu secara teknis
-
Pendanaan proyek
-
Ketersediaan bahan bakar
-
Material dan peralatan utama proyek
-
Jaringan listrik untuk mengalirkan listrik dari pembangkit
-
Dll
Menaikkan kapasitas menjadi 4x jelas bukan perkara gampang apalagi belum ada bukti.Tapi yang jelas adalah, mencetak SDM berkualitas yang kompeten itu butuh waktu yang tidak sedikit dan bukan dalam hitungan bulan. Menjadikan kontraktor memiliki pengalaman memadai secara teknis juga butuh Aliansi Energi BEM SI
Halaman67
waktu panjang setidaknya 3-5 tahun paling cepat.Begitu juga untuk membangun industri peralatan terkait pembangkit yang butuh penguasaan teknologi dan juga SDM yang jelas bukan hitungan bulan. Lalu menyediakan dana sebesar 800-1000 triliun untuk mega proyek ini harus melalui kajian yang mendalam terkait kemampuan lembaga keuangan atau perbankan kita. Hal ini mengingat angka yang sangat besar. f)
Resiko terjadinya Inflasi
Pemerintah juga (mestinya) berhitung matang akan risiko-risiko suatu mega proyek.
Seperti
nilai
import
mesin
pembangkit
yang
mungkin
akan
mempengaruhi nilai defisit transaksi berjalan yang akhirnya akan mempengaruhi nilai kurs. Lalu dampak inflasi akibat pergeseran supply – demand atas naiknya kecepatan pengadaan listrik yang signifikan, risiko keterlambatan pelaksanaan akibat masih kurang baiknya infrastruktur di Indonesia dalam men”deliver” kelancaran pengiriman material dan alat ke lokasi proyek dan risiko yang harus ditanggung pemerintah akibat kegagalan proyek jika risiko-risiko tidak mampu diatasi serta risiko-risiko lainnya. Sederet mega PR untuk suatu mega proyek 35.000 MW, apakah telah dikalkulasi
dengan
baik?Direncanakan
dengan
planing
yang
matang?dikoordinasikan dengan rapi? didukung dengan serius dan fokus? Pengalaman mega proyek yang lebih kecil yaitu 10000 MW telah membuktikan bahwa kita hanya bisa berwacana, namun tidak konsisten secara aktual akibat lemahnya perencanaan mega proyek yang dicanangkan. g)
Mengancam kedaulatan Ketenagalistrikan Nasional
Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35000 Megawatt (MW) dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Sepanjang 5 tahun ke depan, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Aliansi Energi BEM SI
Halaman68
Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Dan pada tahun 2015 PLN akan menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35 ribu MW.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen setahun, penambahan kapasitas listrik di dalam negeri membutuhkan sedikitnya 7.000 megawatt (MW) per tahun. Artinya, dalam lima tahun ke depan, penambahan kapasitas sebesar 35.000 MW menjadi suatu keharusan. Kebutuhan sebesar 35 ribu MW tersebut telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dari 35 ribu MW pembangkit yang akan dibangun, dibutuhkan dana lebih dari 1.127 triliun rupiah. Oleh karena itu, keterlibatan pihak swasta/IPP yang akan membangun 10.681 MW mutlak dibutuhkan. Untuk mempermudah pihak swasta, dukungan pemerintah pun telah dilakukan melalui penerbitan dan pemberlakuan sejumlah regulasi, antara lain: UU 12/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, Peraturan Menter ESDM 1/2015 tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik Dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM Aliansi Energi BEM SI
Halaman69
3/2015 tentang tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung Dan Penunjukkan Langsung. Disadari bahwa bukanlah perkara mudah untuk merealisasikan program tersebut. Untuk itu pemerintah menerapkan strategi-strategi pelaksanaan proyek 35000 MW, yakni : -
Mempercepat ketersediaan lahan dengan menerapkan Undang-undang 2/2012 tentang pembebasan lahan
-
Menyediakan proses negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk swasta dan excess power
-
Mempercepat proses pengadaan dengan mengacu pada Permen ESDM 3/2012 dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power
-
Memastikan kinerja pengembang dan kontraktor andal dan terpercaya melalui penerpan uji tuntas (due diligence)
-
Mengendalikan proyek melalui project management office (PMO)
-
Memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait Berikut proyek pelaksanaan pengadaan secara penunjukan langsung :
Aliansi Energi BEM SI
Halaman70
Pemerintah mengizinkan pihak swasta untuk mengolah listrik negara. Padahal, sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menjelaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak ini salah satunya adalah energi listrik. Memang, penguasaan ini tidak berarti pemerintah mengelola secara langsung tetapi bisa diserahkan kepada pihak lain. Dan pada kenyataannya, negara pun menyerahkan kepada pihak swasta karena ketidak sanggupannya menyediakan dana. Permasalahannya adalah, ketika pihak swasta berprinsip bahwa bisnis adalah usaha untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya padahal sektor listrik bukanlah sektor untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Sektor listrik adalah, tentang bagaimana menyediakan pasokan listrik sebaikbaiknya sebagai public utility. Pemerintah membuka peluang masuknya investasi asing di sektor Pembangkit Tenaga Listrik. Bahkan untuk kategori tertentu penguasaan modal asing itu bisa hingga 100 persen. Ketentuan itu tertuang dalam Perpres No 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman71
Aliansi Energi BEM SI
Halaman72
III.
Resolusi Program 35.000 MW yang menjadi andalan pemerintah dalam mengatasi
defisit listrik beberapa tahun kedepan, sejatinya harus benar-benar bermanfaat bagi bangsa dan Negara, baik itu berupa keuntungan untuk Negara dan kebermanfaatan bagi rakyat Indonesia. Pemerataan listrik seharusnya dapat dijamin setelah program ini diimplementasikan, dari aceh sampai papua mencakup seluruh wilayah Indonesia hingga ke pedesaan dan pulau terpencil yang
berpenghuni.
Pembangunan
pembangkit
35.000MW
semestinya
memperhatikan segala aspek untuk dijadikan pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambil dalam merealisasikan program tersebut, misalkan dalam hal pembuatan regulasi untuk menarik minat para investor untuk berinvestasi, hal tersebut bila tidak melalui pertimbangan maka dapat melanggar UUD 1945. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang terkandung dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.”, tugas PLN selaku lembaga pemerintah yang membidangi ketenagalistrikan yang bersinggungan langsung dengan hajat orang banyak semakin diperjelas sebagai satu-satunya
lembaga
negara
PEMEGANG
KUASA
USAHA
KETENAGALISTRIKAN (PKUK). Bila dianalisa lebih mendalam sebenarnya kesiapan pemerintah didalam menjalankan program ini masih belum cukup matang, pemerintah terlalu ambisius untuk mewujudkan program pembangkit 35.000MW dalam kurun waktu 5 tahun, tanpa memperhatikan resiko dan dampaknya bagi bangsa dan Negara, kerugian yang akan terjadi pada Perusahaa Listrik Negara (PLN) perlu diperhatikan lagi, bila gegabah perusahaan plat merah tersebut sebagai pengelola pasokan listrik nasional akan tergadaikan, akan mencatat sejarah baru yang tidak dapat dilupakan apabila PLN pada akhirnya bukan asset bangsa lagi. Maka Indonesia akan menjadi sekedar pasar meraup keuntungan oleh bangsa lain. Pertimbangan terkait proyek 35.000MW perlu dilakukan lagi, ataupun dapat diturunkan targetnya karena mustahil mewujudkannya dalam kurun Aliansi Energi BEM SI
Halaman73
waktu hanya 5 tahun, tentunya pembangunan pembangkit untuk menambah pasokan listrik nasional sangat dibutuhkan karena kebutuhan listrik tiap tahunnya semakin meningkat. Jangan sampai proyek pembangkit 35.000MW hanya merupakan sebuah target dan bukanlah sebuah kebutuhan. Rekomendasi dan Sikap : 1.
Memenuhi kebutuhan energi nasional dengan tetap mengacu pada UU No.15 Tahun 1985 dan pasal 33 UUD 1945
2.
Memanfaatkan dan menjamin tenaga Kerja lokal dalam pembangunan mega proyek pembangkit listrik dan mengutamakan perusahaan milik BUMN dalam pengerjaannya
3.
Menghapuskan regulasi yang bertentangan dengan UUD 1945 dan yang mengancam kedaulatan negara
4.
Transparansi
segala
bentuk
kerjasama
pihak
yang
terlibat
dalam
pembangunan mega proyek ketenagalistrikan 5.
PLN harus sebagai pihak yang paling banyak mengerjakan proyek pembangunan agar kepemilikan saham negara tetap terjaga
6.
Menolak Privatisasi dan Liberalisasi ketenagalistrikan Nasional
7.
Segala bentuk kerjasama harus berpihak pada negara dan memikirkan dampak pembangunan terhadap lingkungan sekitar
8.
Meminimalisir pembangkit dengan penggunaan batubara untuk menjaga cadangan dalam negeri dan meminimalisir impor batubara
9.
Batalkan program 35.000MW bila hanya sebuah target dan bukan merupakan kebutuhan.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman74
C. FREEPORT
Aliansi Energi BEM SI
Halaman75
I.
Pendahuluan Proses pemeriksaan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) sudah di lakukan
terhadap tiga pihak dalam skandal “Papa Minta Saham” hingga kemarin (7/12). Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi, masing-masing dimintai keterangan dalam sidang terbuka. Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai teradu pun dimintai keterangan dalam sidang tertutup. Menurut politikus PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno, atensi terhadap skandal yang menjerat Setya Novanto itu mulai berfokus pada pelengseran dirinya sebagai ketua DPR RI. Esensi persoalan sesungguhnya terletak pada nasib PT Freeport Indonesia (PT-FI) kedepannya sesudah rezim perpanjangan kontrak usai. Menurutnya, pihak yang paling diuntungkan dari polemik ini ialah PT-FI. Sebagaimana terungkap dalam persidangan MKD sejauh ini, ada upaya dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, maupun legislatif untuk terus memperpanjang masa operasional PT-FI, seusai habis kontraknya pada 2021. “Padahal,semua tahu bahwa negosiasi baru di mulai 2019. Jadi ini kerja antekantek,istilahnya,antek asing ,teroris ekonomi,”ujar Hendrawan Supratikno saat di temui, di Gedung Nusantara II, kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (8/12). (Republika.co.id). Pemberitaan mengenai isu tersebut mengisi ruang publik demikian ramai. Sidang MKD menjadi headline berita dikoran-koran dan televisi. Perhatian masyarakat diarahkan kepada hal-hal yang sebetulnya bukan merupakan hal dasar dari persoalan yang kini membelit Ketua DPR RI, Setya Novanto. Persoalan yang kini hadir tidak lepas dari keberadaan PT. Freeport Indonesia (PT-FI) sebagai perusahaan penghasil emas terbesar di dunia. Pertanyaannya, mengapa PT-FI begitu menarik perhatian hingga banyak terjadi perebutan saham hingga menitipkan saham untuk mendapat keuntungan. Hal ini tidak lepas dari potensi kekayaan alam di Tembagapura yang notabene merupakan kawasan industri dimana PT-FI melakukan eksplorasi dan menghasilkan jutaan ton emas.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman76
PT-FI merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PT-FI telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Ertsberg (dari 1967 hingga 1988) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.Freeport-McMoRan berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan US$ 6,555 miliar pada tahun 2007. 30 Tahun PT-FI melakukan eksplorasi di Tembagapura, belum cukup untuk mengeruk kekayaan alam yang berada di indonesia,harusnya pemerintah menyadari bahwa kekayaan indonesia khususnya di tembagapura itu memiliki potensi kekayaan yang sangat besar sekali. Hal ini bisa di lihat dari penghasilan PT-FI setiap tahun, sehingga PT-FI enggan meninggalkan Indonesia. Telah kita ketahui habisnya kontrak pada tahun 2021 dengan renegosiasi baru akan dilakukan pada tahun 2019. Hanya yang menjadi sorotan, sebelum sampai pada tahun 2019, PT-FI sudah melakukan renegosiasi perpanjangan kontrak karya sekitar awal tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa PT-FI tidak mau meninggalkan lahan eksplorasi di Tembagapura yang artinya masih banyak cadangan emas didalamnya. Dalam laporan keuangan tahun 2009, Freeport McMoran melaporkan penjualan tembaga sebesar 4,1 Milyar pound (sekitar 1.8 miliyar kg) dan penjualan emas sebesar 2,6 juta onceus (sekitar 74000 kg) .Dari penjualan tersebut,tambang di papua menyumbangkan sekitar 34%, untuk tembaga dan 96 % untuk penjualan emas.Dengan hasil ini, PT-FI merupakan :primadona bagi Freeport McMoran. Seberapa besar cadangan tambang PT-FI (Di Papua) dan cadangan Freeport McMoran di lokasi lain ? Dalam laporan keuangan 2009, Freeport McMoran cadangan tembaga sebesar 104.2 milyar pound (sekitar 47,2 milyar kg) dan cadangan emas sebesar 37 juta ounces (sekitar 1 juta kilogram). Dari cadangan tersebut, tambang di papua menyumbangkan cadangan sekitar 33% untuk tembaga dan 96% untuk cadangan emas. Tanpa PT-FI, Freeport McMoran akan kehilangan 1/3 penjualannya. Aliansi Energi BEM SI
Halaman77
Data penjualan diatas kan dalam pound atau ounces jika dinilai dalam US$ menjadi berapa ? Berikut adalah nilai penjualan US$ yang dibukukan pada tahun 2009. Terlihat bahwa penjualan Indonesia, mencapai hapir 39% dari keseluruhan penjualan dalam US$. Jika dinilai dalam rupiah (dengan kurs Rp.9.000,00), maka penjualan dari PT-FI mencapai Rp.53 triliyun!! Selain data diatas yang menunjukan PT-FI sebagai primadona Freeport McMoran, data apalagi menunjukan bahwa operasional PT-FI sangat menguntungkan? Dari data diatas adalah data dilihat dari penjualan dan produksi. Dari kedua data diatas, terlihat sumbangan besar PT-FI bagi ”Kemakmuran Freeport McMoran”. Jika dilahat dari data Cost/pound tambang yang diperoleh (semuanya termasuk tembaga/emas/perak/miolebdenum) maka unit cost tambang di Papua adalah terendah dari semua tambang di Freeport McMoran. Unit cost/pound berkisar US$ 0,49. Bandingkan dengan north america yang mencapai US$ 1.11/pound dan South America yang berkisar USD 1.12/pound. Untuk tahun 2010, unit cost di Indonesia bahkan mencapai US$ 0,1/pound. Jadi, tambang Grashberg sangat-sangat menguntungkan Freeport McMoran. Sudah cadangannya paling besar, ada kandungan emas (yang nilainya sangat besar), ditambah unit costnya yang paling rendah. Berapa pendapatan dan laba yang dihasilkan dari laba operasional dari laba di Indonesia ? Berdasarkan data yang ada di laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP 2009), pemerintah mencatat PT-FI membukukan penjualan sebesar Rp 55,5 Triliun (2009) dan menghasilkan laba setelah sebesar Rp 24,8 Triliun per september 2010, PT-FI mencatat penjualan (Rp 41 Triliun) dan laba kotor (23 Triliun) Jika dilihat dari cadangan tembaga dan emas yang ada, berapa potensi penerimaan dari PT-FI ? Petensi penerimaan PT-FI dari cadangan yang ada sebagai berikut : Aliansi Energi BEM SI
Halaman78
Total potensi penerimaan mencapai Rp 1.500 Triliun dengan Kurs Rp 9.000,00/US$
Tingkat produksi pabrik pengolahan bijih (1000 ton per hari)
Aliansi Energi BEM SI
Halaman79
II.
Kontrak Karya Freeport memperoleh kesempatan untuk mendulang mineral di Papua
melalui tambang Ertsberg sesuai Kontrak Karya Generasi I (KK I) yang ditanda tangani pada tahun 1967.Freeport adalah perusahaan asing pertama yang mendapat manfaat dari KK I. Dalam perjalanannya, Freeport telah berkembang menjadi salah satu raksasa dalam industri pertambangan dunia, dari perusahaan yang relatif kecil. Hal ini sebagian besar berasal dari keuntungan yang spektakuler sekaligus bermasalah yang diperoleh dari operasi pertambangan tembaga, emas, dan perak di Papua. KK I dengan Freeport ini terbilang sangat longgar, karena hampir sebagian besar materi kontrak tersebut merupakan usulan yang diajukan oleh Freeport selama proses negosiasi, artinya lebih banyak disusun untuk kepentingan Freeport. Dalam operasi pertambangan, pemerintah Indonesia tidak mendapatkan manfaat yang proposional dengan potensi ekonomi yang sangat besar di wilayah pertambangan tersebut.Padahal bargaining position pemerintah Indonesia terhadap Freeport sangatlah tinggi, karena cadangan mineral tambang yang dimiliki Indonesia di wilayah pertambangan Papua sangat besar bahkan terbesar di dunia. Selain itu, permintaan akan barang tambang tembaga, emas dan perak di pasar dunia relatif terus meningkat. Dengan kondisi cadangan yang besar, Freepot memiliki jaminan atas future earning. Apalagi, bila ditambah dengan kenyataan bahwa biaya produksi yang harus dikeluarkan relatif rendah karena karakteristik tambang yang open pit. Demikian pula emas yang semula hanya merupakan by-product, dibanding tembaga, telah berubah menjadi salah satu hasil utama pertambangan. Freeport sudah sejak lama berminat memperoleh konsesi penambangan tembaga di Irian Jaya.KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangan dan UU No. 11/67 tentang PMA. KK antara pemerintah Indonesia dengan Freeport Sulphur Company ini memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company
melalui
Aliansi Energi BEM SI
anak
perusahaannya
(subsidary)
Freeport
Indonesia Halaman80
Incorporated(Freeport), untuk bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan pemasaran tembaga Irian Jaya. Lahan ekplorasi mencangkup areal seluas 10.908 hektar selama 30 tahun, terhitung sejak kegiatan komersial pertama.KK I mengandung banyak sekali kelemahan mendasar dan sangat menguntungkan bagi Freeport.Kelemahan- tersebut utamanya adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang digunakan adalah Freeport Indonesia Incorporated, yakni sebuah perusahaan yang terdaftar di Delaware, Amerika Serikat, dan tunduk pada hukum Amerika Serikat. Dengan lain perkataan, perusahaan ini merupakan perusahaan asing, dan tidak tunduk pada hukum Indonesia. b. Dalam kontrak tidak ada kewajiban mengenai lingkungan hidup, karena pada waktu penandatanganan KK pada tahun 1967 di Indonesia belum ada UU tentang Lingkungan Hidup. Sebagai contoh, akibat belum adanya ketentuan tentang lingkungan hidup ini, sejak dari awal Freeport telah membuang tailing ke Sungai Aikwa sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. c. Pengaturan perpajakan sama sekali tidak sesuai dengan pengaturan dalam UU Perpajakan yang berlaku, baik jenis pajak maupun strukturnya. Demikian juga dengan pengaturan dan tarif depresiasi yang diberlakukan. Misalnya Freeport tidak wajib membayar PBB atau PPN. d. Tidak sesuainya struktur pajak maupun tarif pajak yang diberlakukan dalam KK I dirasakan sebagai pelanggaran terhadap keadilan, baik terhadap perusahaan lain, maupun terhadap Daerah. Freeport pada waktu itu tidak wajib membayar selain PBB juga, land rent, bea balik nama kendaraan, dan lain-lain pajak yang menjadi pemasukan bagi daerah. e. Tidak ada kewajiban bagi Freeport untuk melakukan community development. Akibatnya, keberadaan Freeport di Irian Jaya tidak memberi dampak positif secara langsung terhadap masyarakat setempat. Pada waktu itu, pertambangan tembaga di Pulau Bougenville harus dihentikan operasinya karena gejolak sosial. Aliansi Energi BEM SI
Halaman81
Freeport diberikan kebebasan dalam pengaturan manajemen dan operasi, serta kebebasan dalam transaksi dalam devisa asing. Freeport juga memperoleh kelonggaran fiskal, antara lain: tax holiday selama 3 tahun pertama setelah mulai produksi. Untuk tahun berikutnya selama 7 tahun, Freeport hanya dikenakan pajak sebesar 35%. Setelah itu pajak yang dikenakan meningkat menjadi sekitar 41,75%. Freeport juga dibebaskan dari segala jenis pajak lainnya dan dari pembayaran royalti atas penjualan tembaga dan emas kecuali pajak penjualannya hanya 5%. Keuntungan yang sangat besar terus diraih Freeport, hingga Kontrak Karya I diperpanjang menjadi Kontrak Karya II yang tidak direnegosiasi secara optimal. Indonesia ternyata tidak mendapatkan manfaat sebanding dengan keuntungan besar yang diraih Freeport. Ketentuan-ketentuan fiskal dan finansial yang dikenakan kepada Freeport ternyata jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan yang berlaku negara-negara Asia dan Amerika Latin. Perpanjangan Kontrak Karya II seharusnya memberi manfaat yang lebih besar, karena ditemukannya potensi cadangan baru yang sangat besar di Grasberg.Kontrak telah diperpanjang pada tahun 1991, padahal Kontrak Karya I baru berakhir pada tahun 1997. Pada kenyataannya ini adalah kehendak dari orangorang Amerika di Freeport, dan merupakan indikasi adanya kepentingan pihakpihak yang terlibat dalam proses negosiasi untuk mendapat keuntungan pribadi dari pertambangan di bumi Irian Jaya itu. Kontrak Karya II tidak banyak mengalami perbaikan untuk memberikan keuntungan finansial tambahan yang berarti bagi pihak Indonesia. Perubahan yang terjadi hanyalah dalam hal kepemilikan saham dan dalam hal perpajakan. Sementara itu, besarnya royalti tidak mengalami perubahan sama sekali, meskipun telah terjadi perubahan jumlah cadangan emas. Penemuan emas di Grasberg merupakan cadangan emas terbesar di dunia. Dalam Kontrak Karya II, ketentuan menyangkut royalti atau iuran eksploitasi/produksi (pasal 13), menjelaskan bahwa sistem royalti dalam kontrak Freeport tidak didasarkan atas prosentase dari penerimaan penjualan kotor (gross Aliansi Energi BEM SI
Halaman82
revenue), tetapi dari prosentase penjualan bersih. Penjualan bersih adalah penjualan kotor setelah dikurangi dengan biaya peleburan (smelting), biaya pengolahan (refining), dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan Freeport dalam penjualan konsentrat. Prosentase royalti (yang didasarkan atas prosentase penerimaan penjualan bersih juga tergolong sangat kecil, yaitu 1%-3,5% tergantung pada harga konsentrat tembaga, dan 1% flat fixed untuk logam mulia (emas dan perak). Di dalam kontrak Freeport, besaran iuran tetap untuk wilayah pertambangan yang dibayarkan berkisar antara US$ 0,025-0,05 per hektar per tahun untuk kegiatan Penyelidikan Umum (General Survey), US$ 0,1-0,35 per hektar per tahun untuk kegiatan Studi Kelayakan dan Konstruksi, dan US$ 1,5-3 per hektar per tahun untuk kegiatan operasi eksplotasi/produksi. Tarif iuran tersebut, di seluruh tahapan kegiatan, dapat dikatakan sangat kecil, bahkan sangat sulit diterima akal sehat. Dengan kurs 1 US$ = Rp 9.000 maka besar iuran Rp 225 hingga Rp 27.000 per hektar per tahun. Sedangkan,menyangkut
pengawasan
atas
kandungan
mineral
yang
dihasilkan, dalam kontrak Freeport tidak ada satu pun yang menyebut secara eksplisit bahwa seluruh operasi dan fasilitas pemurnian dan peleburan harus seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam pengawasan Pemerintah Indonesia. Pasal 10 poin 4 dan 5 memang mengatur tentang operasi dan fasilitas peleburan dan pemurnian tersebut yang secara implisit ditekankan perlunya untuk dilakukan di wilayah Indonesia, tapi tidak secara tegas dan eksplisit bahwa hal tersebut seluruhnya (100%) harus dilakukan atau berada di Indonesia. Hingga saat ini, hanya 29% saja dari produksi konsentrat yang dimurnikan dan diolah di dalam negeri. Sisanya (71%) dikirim ke luar negeri, di luar pengawasan langsung dari pemerintah Indonesia. Di dalam Kontrak Freeport, tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit mengatur bahwa pemerintah Indonesia dapat sewaktu-waktu mengakhiri Kontrak Freeport, pun jika Freeport dinilai melakukan pelanggaran-pelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak. Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak tersebut jika mereka menilai pengusahaan Aliansi Energi BEM SI
Halaman83
pertambangan di wilayah kontrak pertambangannya sudah tidak menguntungkan lagi secara ekonomis. Pemerintah indikasikan sepakati kelanjutan kerjasama dengan Freeport Pemerintah melalui kementrian ESDM telah mengeluarkan surat keterangan pers Kementerian ESDM tertanggal 9 Oktober 2015 Nomor 61/SJI/2015 tentang PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia Menyepakati Kelanjutan Operasi Komplek Pertambangan Grasberg. Dalam hal ini pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah papua mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi PT Freeport untuk dapat melanjutkan kegiatan eksplorasi tambang Grasberg. Diantaranya : -
Memindahkan pusat operasi Freeport Indonesia ke Papua;
-
Memperbaiki Hubungan Freeport Indonesia dengan Pemda Papua dan Kabupaten sekitar;
-
Meningkatkan peran serta Pemda (BUMD) dan pengusaha-pengusaha Papua dalam kegiatan sub-kontrak;
-
Mewajibkan Freeport Indonesia untuk menggunakan jasa perbankan nasional (Bank Papua);
-
Memperbaiki pengaturan pertambangan rakyat;
-
Peningkatan dan pengalihan pengelolaan Bandara Moses Kilangin, Timika;
-
Meningkatkan kontribusi pembangunan infrastruktur wilayah sekitar;
-
Penataan Program CSR;
-
Memperbaiki pengelolaan dampak lingkungan hidup;
-
Menyusun rencana paska tambang;
-
Meningkatkan peran tenaga kerja asal Papua;
-
Mengerucutkan wilayah menjadi 90.360 hektar, dari semula 212.950 hektar (mengembalikan 58 % WK kepada Pemerintah);
-
Pengutamaan Penggunaan Tenaga Kerja, Barang dan Jasa Dalam Negeri;
-
Membangun Pengolahan dan Pemurnian Dalam Negeri;
Aliansi Energi BEM SI
Halaman84
-
Divestasi, tetapi Freeport Indonesia menginginkan melalui IPO di bursa saham.Rencananya tahun ini Freeport akan mendivestasikan 10,64 persen sahamnya kepada pemerintah. Saham yang dilepaskannya ini merupakan bagian dari total kewajiban divestasi saham sebesar 30 persen
-
Peningkatan jumlah kontribusi pada penerimaan Negara meningkatkan pembayaran royalty khususnya untuk tiga komoditas tambangnya, yakni tembaga, emas, dan perak. Pemerintah menetapkan royalti tembaga naik dari 3,5 persen menjadi 4 persen. Royalti emas dari 1 persen menjadi 3,75 persen dan perak dari 1 persen menjadi 3,25 persen
-
Penundaan pembahsan perpanjangan kontrak sampai tahun 2019 , berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2014.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman85
III. Pelanggaran dan Permasalahan Bidang Hukum Pelanggaran yang paling jelas dilakukan oleh PT Freeport tentunya mengenai kewajiban PT Freeport untuk membangun smelter yang belum juga terlaksana hingga saat ini. Padahal telah jelas dikatakan pemerintah melalui undang-undang no. 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba) mewajibkan perusahaan pertambangan agar membangun pabrik pengolahan bijih mineral (smelter). Jika dilihat lebih jauh bahkan kehadiran Freeport sendiri yang telah mengeruk kekayaan alam Indonesia sejatinya adalah sebuah pelanggaran terhadap pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengatakan “bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Sehingga secara tegas dapat disimpulkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 melarang adanya penguasaan sumberdaya alam ditangan perorangan atau pihak-pihak tertentu. Dengan kata lain monopoli, oligopoly, maupun praktek kartel dalam bidang pengelolan sumberdaya alam dianggap bertentangan dengan prinsip pasal 33 UUD 1945 Bidang Ekonomi Gubernur papua lukas enembe mengatakan bahwa angka kemiskinan di papua masih tergolong tinggi bahkan presentasenya berdasarkan data badan pusat statistic mencapai 31 % Ironisnya, sebagian besar rakyat miskin papua justru hidup dekat tambang yang dikelola Freeport.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman86
Aliansi Energi BEM SI
Halaman87
Secara umum kemiskinan di Papua dikarenakan kondisi infrastruktur dan transportasi di papua yang belum memadai, yang mengakibatkan lambatnya arus pasokan keluar dan masuknya komoditas dari dan ke papua dan membuat harga komoditas melambung tinggi. Kondisi di atas merupakan bukti bahwa hadirnya Freeport ditanah papua tidak memberikan dampak yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur papua yang tidak sebanding dengan banyaknya kekayaan alam papua yang mereka keruk. Bidang Sosial Dampak sosial dari keberadaan Freeport tidak bisa dipandang remeh. Berlimpahnya dana yang beredar di sana justru melahirkan bisnis prostitusi. Ironisnya, dari tahun ke tahun, bisnis esek-esek ini cenderung meningkat. Sebagai misal di Timika, kota tambang Freeport, sebagaimana hasil investigasi sebuah LSM, disebutkan bahwa Timika adalah kota dengan penderita HIV/AIDS terbanyak di Indonesia. Kedua, Pertumbuhan ekonomi disatu pihak dan marginalisasi masyarakat asli adalah satu pemicu kecemburuan social yang setiap saat dapat memicu gesekan. Zely ariane (coordinator Napas) menulis
“Sejarah masuknya
Freeport adalah jejak perampasan, pendudukan, control terhadap tanah dan alam orang-orang amugme dan komoro menghancurkan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat asli. Orang-orang amugme dan komoro
terus tergusur dan
dipinggirkan secara ekonomi,politik, social dan budaya oleh invasi kapitalis” Aliansi Energi BEM SI
Halaman88
Bidang Lingkungan Pencemaran lingkungan juga menjadi persoalan yang serius. Penambangan oleh Freeport telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailling (butiran pasir alami yang halus hasil pengolahan konsentrat). Sehari-hari Freeport memproduksi tidak kurang dari 250 ribu metrik ton bahan tambang. Material bahan yang diambil hanya 3%-nya. Inilah yang diolah menjadi konsentrat yang kemudian diangkut ke luar negeri melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97% berbentuk tailing. Akibatnya, sungai-sungai di sana tidak lagi disebut sungai karena berwarna coklat lumpur tempat pembuangan limbah tailing. Limbah Freeport juga telah menghancurkan fenetasi hutan daratan rendah seperti yang terjadi di Dusun Sagu, masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di wilayah Timika. Selain itu, Danau Wanagon pernah jebol dan menelan korban jiwa karena kelebihan kapasitas pembuangan dan terjadinya perubahan iklim mikro akibat penambangan terbuka. Sebuah lembaga audit lingkungan independen Dames & Moore melaporkan pada tahun 1996 dan disetujui oleh pihak Freeport, bahwa ada sekitar 3,2 milliar ton limbah yang bakal dihasilkan tambang tersebut selama beroperasinya. Faktanya, telah terjadi pencemaran dan linkungan baik hutan, danau dan sungai maupun kawasan tropis seluas 11 mil persegi. Bidang Pendidikan Pendidikan tidak kalah penting dengan bidang-bidang lainnya karena Pendidikan yang berada di papua, jauh dari pendidikan formal dan juga jauh dari Fasilitas yang baik dan memadai, terlebih pihak PT.Freeport itu sendiri hanya Menyediakan Beasiswa dan prasarana saja menuju sekolah/universitas yang Dituju, itupun sekolah/universitas ternama daerah kota, tetapi daerah Pedalaman. Sekolah dasar kurang dan lebih ada 100 sekolahan yang ada disekitar Freeport itu sendiri (TribunNews).
Aliansi Energi BEM SI
Halaman89
IV. Ketidakjelasan Komitmen Kewajiban membangun smelter tertuang dalam undang-undang NO. 4/2009 tentangx minerba, yang menyatakan setiap perusahaan tambang yang ada wajib membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (Smelter). Dan larangan bagi perusahaan tambang di Indonesia untuk mengekspor bahan tambang mentah. Dalam beleid tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas dan perak yang diproduksi Freeport. Undang-undang Minerba nomor 4 tahun 2009 telah dirumuskan dan disahkan sejak tahun 2009 namun baru diberlakukan di Indonesia pada 12 Januari 2014. Namun hingga saat ini Freeport masih belum menunjukan keseriusannya untuk membangun Smelter di Indonesia. PT Freeport Indonesia mengemukakan baru akan memulai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) yang ada di Gresik, Jawa Timur pada Juni 2016. Padahal, Freeport diharuskan menyelesaikan pembangunan smelternya pada 2017 yang merupakan bagian kesepakatan dari renegosiasi kontrak karya yang telah disepakatinya dengan pemerintah sejak akhir 2014 lalu. Progress rencana pembangunan smelter tersebut baru mencapai 11,5%. Pasalnya penandatanganan engineering procurement construction (EPC) baru dilakukan akhir 2015. yang dimaksud kemajuan pembangunan smelter Freeport adalah dengan telah dilaluinya tahapan EPC, konstruksi dan serapan anggaran. Meski belum merampungkan pembangunan smelternya PT FI tetap dapat beroperasi dalam mengekploitasi mineral di papua karena mengantongi ijin dari pemerintah. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan rekomendasi perpanjangan ijin ekspor konsentrat PT FI dan ijin ekspor efektif mulai 9 Februari 2016. Keputusan pelolosan ijin rekomendasi ekspor ini lantaran PT FI bersedia membayar Bea Keluar sebesar 5% yang menjadi salah satu syarat dalam perpanjangan ijin ekspor konsentrat, sedangkan untuk syarat lainnya yaitu berupa penyerahan dana jaminan pembangunan smelter sebesar 530 Juta Dollar As PT FI Aliansi Energi BEM SI
Halaman90
menolak membayarnya dengan alasan perusahaan induk mereka di amerika serikat tengah mengaami masalah finansial dan penjualan PT FI yang tengah lesu. Keputusan Kementrian ESDM tetap mengeluarkan ijin perpanjangan ekspor konsentrat PT FI walaupun tak memenuhi semua persyaratannya mencerminkan posisi tawar pemerintah yang rendah dimata PT FI, Kementrian ESDM beralasan bahwa meski PT FI menolak pembayaran dana jaminan namun PT FI tetap berkomitmen dalam menyelesaikan pembangunan smelter. Ketidak seriusan Freeport yang seakan menunda-nunda dalam pembangunan smelter menunjukan kurangnya komitmen dari PT FI untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ditambah sikap pemerintah yang terlalu melunak pada PT FI, jelas kedua hal ini tidak dapat ditolelir, disaat banyak perusahaan tambang dalam negeri berskala kecil – menengah bangkrut karena kesulitan dalam membangun smelter pemerintah justru masih mengijinkan perusahaan besar seperti PT FI melakukan ekspor konsentrat mineral.jika tak ada ketegasan,keseriusan, dan keadilan dari pemerintah dalam memperlakukan perusahaan tambang.
Hal ini justru menjadi sebuah Blunder bagi pemerintah,
kebijakan pemerintah untuk mengembangkan hilirisasi industri pertambangan patut dipertanyakan. Carut-Marut Divestasi Saham Manajemen PT FI telah menyerahkan harga penawaran divestasi 10,64% saham senilai US$ 1,7 miliar kepada pemerintah dibatas waktu terakhir 14 januari 2016, sementara itu nilai total 100% sahamnya senilai US$ 16,2 miliar. Pemerintah memiliki waktu sekitar dua bulan untuk mengkaji dan menyatakan minat terhadap penawaran divestasi saham tersebut. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 mengenai divestasi saham perusahaan pertambangan asing, secara tegas pasal 7c mengatur besaran divestasi saham tersebut. Dimana perusahaan pertambangan pemegang IUP OP dan IUPK OP yang telah melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan metode penambangan bawah tanah, pihak asing diperbolehkan Aliansi Energi BEM SI
Halaman91
memiliki saham 70% artinya perusahaan tersebut wajib mendivestasikan 30% sahamnya pada pemerintah kegiatan divestasi akan dilakukan bertahap mulai dari tahun kelima sebanyak 20%, tahun kesepuluh sebanyak 25%, dan tahun kelimabelas sebesar 30%. Namun nyatanya dari perpanjangan koontrak karya ke 2 pada tahun 1991, kepemilikan saham pemerintah di Freeport hanya sebesar 9,36% jika ditinjau dari regulasi tersebut seharusnya freeport telah mendivestasikan sahamnya pada pemerintah sebanyak 30%. Artinya Freeport kembali melakukan pelanggaran serta menunjukan sikapnya yang tak mau tunduk pada peraturan pemerintah Indonesia. Permasaahan lain dari carut marutnya proses divestasi saham Freeport adalah penawaran 10,64% saham yang diajukan Freeport senilai 1,7 milliar dollar AS atau setara 23,5 T Rupiah dinilai terlalu mahal. Nilai tersebut terlalu tinggi untuk harga saham Freeport yang tengah jatuh di bursa saham dunia. Menanggapi hal ini pemerintah telah membentuk tim untuk mengkaji kelayakan harga divestasi saham Freeport, yang terdiri atas kementrian ESDM, kementrian keuangan, kementrian koordinator bidang maritim dan sumber daya serta lembaga-lembaga lain seperti BPKP, kejaksaan, dan lembaga penilai independen. Hasil perhitungan dari tim pengkaji ini nantinya akan menjadi acuan pemerintah dalam memutuskan harga yang layak terhadap divestasi 10,64% saham Freeport. Setelah pemerintah berhasil menentukan harga yang layak untuk 10,64% saham Freeport
tersebut, pemerintah akan menunjuk Perusahaan BUMN (PT
Antam dan PT Inalum) untuk mengambil alih saham tersebut, kementerian BUMN telah menyiapkan skema khusus berupa Patungan Antar ke 2 perusahaan BUMN Pertambangan tersebut. Jika kedua perusahaan tersebut tidak mampu, maka akan dibantu PT. Timah dan PT. Bukit Asam sebagai bagian dari holding perusahaan tambang BUMN. Bagaimana jika pemerintah benar, sesuai klaimnya, “memiliki kedaulatan penuh”? Maka operasional PT Freeport harus nya disudahi tahun 2021. Artinya, kontraknya tidak diperpanjang. Hal ini tidak lepas juga dari political will pemerintah Aliansi Energi BEM SI
Halaman92
untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan kedaulatan energi atau sumber daya alam. Keberpihakan pemerintah pada rakyat akan tercermin dari bagaimana sikapnya dalam persoalan semacam ini, mengingat bahwa akan banyak keuntungan yang dihasilkan pemerintah apabila mengambil alih eksplorasi kekayaan alam di Tembagapura khususnya dan wilayah lain, dengan menggunakan sebesar-besar hasilnya bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Seperti halnya yang sudah diungkapkan oleh Menko Kemaritiman, Rizal Ramli bahwa apabila kontrak karya pengelolaan kawasan Tembagapura, Papua tidak diperpanjang atau mencopot PT Freeport McMoran dari Indonesia, dapat membawa keuntungan besar bagi Indonesia. Besarnya cadangan emas di kawasan yang dikelola Freeport dapat membawa mata uang Rupiah ke level Rp 2.000 per Dolar Amerika Serikat. Karena cadangan devisa emas BI hanya 100 ribu juta kg, Tiongkok beberapa juta kg. Cadangan emas pada Freeport ada 16 juta kg. Setengahnya saja masuk BI. Rupiah akan bisa menguat Rp 2.000 per Dollar (TribunBisnis.com). Itu pun belum dengan hasil-hasil tambang yang lainnya yang akan mendukung perekonomian Indonesia apabila kontrak karya ini diputuskan dan direlokasikan ke sektor-sektor pendidikan, lalu Koperasi, dan meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat menengah bawah, sampai bawah sekalipun. Tetapi pemutusan kontrak karya pun mempunyai dampak negative seperti yang dipaparkan oleh Direktur Indonesia Resource Studies (IRESS) Marwan Batu Bara yang menyebutkan, jika kontrak Freeport tidak diperpanjang maka dampak paling besar adalah lapangan pekerjaan dan penurunan penerimaan pajak negara ini, dimana Freeport adalah penyumbang pajak terbesar bagi Indonesia (SindoNews). Dan juga membuka gerbang permainan kurs Dollar karena Rupiah kita mengacu terhadap kurs dunia yang berpusat di Amerika. Kebijakan ekonomi negara yang neo liberal yang disahkan dengan undangundang neo liberal. Berdasarkan doktrin kapitalisme, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi dan harus diserahkan kepada swasta dengan kata lain peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dan regulator.
Akibatnya,
pengelolaan kekayaan alam termasuk barang tambang diserahkan kepada swasta Aliansi Energi BEM SI
Halaman93
terutama asing melalui Kontrak Karya (seperti pengelolaan tambang tembaga, emas dan perak di Papua Barat kepada PT-FI) atau melalui Production Sharing Contract. UU Minerba yang disahkan DPR pada 16 Desember 2008 membagi pelaksanan pengelolaan tambang kedalam IUP Eksplorasi, IUP Operasi dan Produksi, Ijin pertambangan rakyat (IPR), dan ijin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan UU Minerba, investor dari dalam dan luar negeri dapat beroperasi melalui skema IUP yang ditetapkan melalui sistem lelang. Berdasarkan lelang WKP diberikan kesempatan kepada semua pihak sesuai persyaratan untuk ikut serta dalam pengusahaan bahan galian. Dalam hal ini diterapkannya system lelang tentunya membuat pengelolaan sumber daya bahan galian lebih banyak dikelola swasta asing yang tentunya mempunyai modal lebih banyak. Perpanjangan kontrak Freeport bukanlah sebuah keharusan namun jika harus diperpanjang pemerintah harus mengupayakan bahwa operasional PT Freeport harus ada kesesuaian dengan kondisi Indonesia saat ini, serta kehadiran Freeport harus memberikan manfaat maksimal bagi Indonesia. Solusi yang bijak dalam menuntaskan polemik Freeport ialah menasionalisasikan Freeport secara bertahap dimulai dari divestasi saham Freeport kepada pemerintah Indonesia secara berkelanjutan. Pengajauan klausul kontrak yang lebih memihak pada Indonesia Serta mengurangi jumlah tenaga kerja asing dan menambah tenaga kerja Indonesia diberbagai bidang, secara teknis ahli geologi dan ahli pertambangan Indonesia serta teknologi pertambangan indonesia di masa kini sudah mampu untuk mengolah hasil pertambangan, contohnya PT ANTAM. Namun jika pemerintah tidak berani menasionalisasikan FREEPORT dan memperpanjang kontrak karya FREEPORT, maka kita bersama harus ikut serta dalam pengawasan dan pengawalan proses pembangunan Smelter serta proses negosiasi divestasi saham PT. FREEPORT yang harus TRANSPARAN terhadap publik. Pemerintah pun harus menunjukan ketegasannya terhadap permasalahan Freeport
ini,
terlebih
Aliansi Energi BEM SI
dalam
hal
divestasi
saham
yang
memang
harus
Halaman94
menguntungkan bagi negeri ini. Sebab, Freeport adalah hal besar yang berimbas kepada sector-sector vital di negeri ini. Persoalannya adalah bukan bisa atau tidak, tapi mau atau tidaknya kita untuk terus berjuang dan berusaha agar negeri ini mempunyai kedaulatan penuh di bidang energi dan pertambangan.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman95
D. RUU MIGAS
Aliansi Energi BEM SI
Halaman96
I.
LATAR BELAKANG
Sejak tahun 2004 beberapa pasal dari UU No. 22 Tahun 2001 sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Isu ini semakin hangat ketika pada tahun 2012, Badan regulator mikro dirasa menurunkan martabat Negara dengan melaksanakan kontrak Government to Business. Pihak yang mengajukan gugatan merasa bahwa pengusahaan negeri ini, BP Migas, dibubarkan. Secara umum, terdapat dua poin besar yang di anulir oleh Mahkaman Konstitusi, yaitu: 1. Pasal – pasal yang mengatur Kehadiran BP Migas yang dirasa melanggar frasa dikuasai oleh Negara pada pasal 33 UUD 1945 dan industri ini seharusnya dilakukan oleh perusahaan Negara, yaitu BUMN. 2. Pasal 28 ayat 2 dan 3 yang menyatakan bahwa penentuan harga BBM dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanime persaingan usaha yang sehat dan wajar. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud tidak mengurangi
tanggung
jawab
sosial
pemerintah
terhadap
golongan
masyarakat tertentu Secara terperinci berikut daftar pasal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi: PUTUSAN NO. PASAL
MAHKAMAH
AMAR PUTUSAN
KONSTITUSI Putusan 1
Pasal angka 23
MK
No. Pasal 1 angka 23 bertentangan dengan
1 36/PUU-X/2012
Undang-Undang Dasar Negara Republik
tanggal 13 November Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan 2013
2
Pasal ayat (3)
4 Putusan
hukum mengikat. MK
No. Pasal 4 ayat (3) bertentangan dengan
36/PUU-X/2012
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Aliansi Energi BEM SI
Halaman97
tanggal 13 November Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan 2012
Putusan 3
Pasal ayat (1)
hukum mengikat.
MK
No.
11 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012
Putusan 4
Pasal ayat (3)
MK
No.
tanggal 21 Desember 2004
5
Pasal ayat (3)
Pelaksana” bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
12 002/PUU-I/2003
Putusan
Pasal 11 ayat (1) frasa “dengan Badan
Pasal 12 ayat (3) sepanjang mengenai katakata
“diberi wewenang”
bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK
No.
20 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012
Pasal 20 ayat (3) frasa “melalui Badan Pelaksana” bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 21 ayat (1) frasa “berdasarkan
Putusan 6
Pasal ayat (1)
MK
21 36/PUU-X/2012
No. pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” bertentangan
dengan
Undang-Undang
tanggal 13 November Dasar Negara Republik Indonesia dan 2012
tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat. Putusan 7
Pasal ayat (1)
MK
22 002/PUU-I/2003
No. Pasal 22 ayat (1) sepanjang mengenai katakata “paling banyak” bertentangan dengan
tanggal 21 Desember Undang-Undang Dasar Negara Republik 2004 Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan
Aliansi Energi BEM SI
Halaman98
hukum mengikat.
8
Pasal
28
ayat
(2) Pasal 28 ayat (2) dan dengan Undang-Undang Dasar Negara
dan
Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) bertentangan
ayat ayat (3)
Republik Indonesia dan tidak mempunyai
(3)
kekuatan hukum mengikat. Putusan
9
Pasal ayat (2)
MK
No. Pasal 41 ayat (2) bertentangan dengan
41 36/PUU-X/2012
Undang-Undang Dasar Negara Republik
tanggal 13 November Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan 2012 Putusan
10
Pasal 44
hukum mengikat. MK
No. Pasal 44 bertentangan dengan Undang-
36/PUU-X/2012
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tanggal 13 November dan tidak mempunyai kekuatan hukum 2012 Putusan
11
Pasal 45
mengikat. MK
No. Pasal 45 bertentangan dengan Undang-
36/PUU-X/2012
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tanggal 13 November dan tidak mempunyai kekuatan hukum 2012 Putusan
12
Pasal ayat (1)
mengikat. MK
No. Pasal 48 ayat (1) bertentangan dengan
48 36/PUU-X/2012
Undang-Undang Dasar Negara Republik
tanggal 13 November Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan 2012
Putusan 13
Pasal 49
hukum mengikat.
MK
No.
36/PUU-X/2012 tanggal 13 November 2012
Aliansi Energi BEM SI
Pasal 49 frasa “Badan Pelaksana dan” bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat.
Halaman99
Putusan 14
Pasal huruf a
MK
No. Pasal 59 huruf a bertentangan dengan
59 36/PUU-X/2012
Undang-Undang Dasar Negara Republik
tanggal 13 November Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan 2012 Putusan
15
Pasal 61
hukum mengikat. MK
No. Pasal 61 bertentangan dengan Undang-
36/PUU-X/2012
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tanggal 13 November dan tidak mempunyai kekuatan hukum 2012 Putusan
16
Pasal 63
mengikat. MK
No. Pasal 63 bertentangan dengan Undang-
36/PUU-X/2012
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tanggal 13 November dan tidak mempunyai kekuatan hukum 2012
mengikat.
Pokok utama dari draft rekomendasi ini adalah mengajukan usulan bagaimana kelembagaan konstitusional yang baik, khususnya lembaga apa dan dalam bentukan apa yang sebaiknya memegang fungsi regulator. Saat ini berhembus dua solusi terkuat, yaitu pembentukan BUMN baru yang akan mengursi regulasi dan pengembalian fungsi regulator kepada Pertamina. Selain itu, dalam pembahasan pembentukan RUU yang baru terdapat isu lain yang terdengar cukup kencang, yaitu pembentukan BUMN Hilir baru oleh pemerintah. Nantinya BUMN hilir ini akan yang akan mengelola penyediaan dan distribusi migas. Tugas BUMN Hilir ini nantinya akan membeli minyak dan gas bumi dari perusahaan di sektor hulu. BUMN ini juga mendapatkan tugas mengolah minyak bumi menjadi BBM. selain itu, BUMN ini dapat melakukan kegiatan import minyak. Hal ini dikatakan akan membuat pertamina semakin kompetitif. Yang terakhir, terdapat wacana mengubah sistem kontrak Migas yang sudah kita gunakan sejak tahun 1966, yaitu Production Sharing Contract (PSC) yang akan dimasukan kedalam RUU Migas. Pada Draft Rekomendasi ini, kami akan Aliansi Energi BEM SI
Halaman100
memberikan sikap ataupun rekomendasi terhadap tiga hal diatas yang diharapkan akan membantu proses revisi undang-undang migas demi terciptanya suasana yang lebih kondusif
Aliansi Energi BEM SI
Halaman101
II.
Teori Dasar 1. Kelembagaan Konstitusional Terdapat tiga elemen didalam industri hulu migas yaitu pembuatan kebijakan, badan regulator, dan bisnis (operator). Saat ini terdapat pula tiga model sistem kelembagaan dalam industri hulu migas yang bergantung dari subjek yang memegang ketiga elemen tersebut, yaitu: a. Ministry Dominated Model
Gambar 1: Skema Ministry Dominated Model
Model ini berlaku ketika pemerintah memegang fungsi pembuat kebijakan dan regulator. b. NOC Dominated Model
Aliansi Energi BEM SI
Halaman102
Gambar 2: Skema NOC Dominated Model
Model ini berlaku ketika NOC memegang fungsi regulator dan bisnis c. Separation of Power Model
Gambar 3: Skema Separation of Power Model Skema ini berlaku ketika pembuat kebijakan, penjalan fungsi regulator dan penjalan fungsi bisnis (operator) dijalankan oleh ketiga lembaga yang berbeda. 2. Pembentukan BUMN Hilir Baru
Aliansi Energi BEM SI
Halaman103
Dalam konsep revisi UU Migas yang disusun pemerintah pada pasal 25 disebutkan, seluruh produksi migas wajib dijual kepada BUMN khusus hilir dengan harga dalam rencana pengembangan atau plan of development (PoD). Adapun tugas BUMN hilir yang tertuang dalam pasal 26, antara lain meliputi: •
Membeli migas dari produsen kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
•
Membeli minyak dan gas bumi impor.
•
Mengolah minyak bumi menjadi BBM.
•
Menjual BBM secara curah kepada badan usaha niaga umum (wholesale).
•
Mendapatkan penugasan untuk penyediaan dan pendistrisibusian jenis BBM
tertentu.
•
Menjamin ketersediaan BBM nasional.
•
Menjamin penyediaan dan pendistribusian gas untuk kebutuhan dalam negeri sebagai penyangga gas nasional.
•
Menjual gas bumi kepada badan usaha di bidang gas bumi.
•
Membangun infrastruktur pipa gas bumi.
•
Mendapatkan penugasan untuk penyediaan dan pendistribusian gas bumi dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah.
3. Sistem Kontrak Migas
Aliansi Energi BEM SI
Halaman104
Gambar 4: Petroleum Fiscal Regimes Terdapat tiga sistem kontrak migas yang dikenal saat ini, yaitu konsesi, Production Sharing Contract (PSC), dan Service Contract. Berikut penjelasan mengenai ketiga sistem kontrak migas tersebut: a. Konsesi Sistem konsesi merupakan sistem tertua dibandingkan kedua sistem yang lain. Pada sistem konsesi, perusahaan migas diberikan hak eksklusif untuk melakukan
kegiatan
eksplorasi
dan
eksploitasi
selama
periode
tertentu.Karakteristik dari sistem konsesi adalah semua hasil produksi dalam wilayah konsesi tersebut dimiliki oleh perusahaan migas, sementara Negara menerima pembayaran royalty yang besarnya secara umum berupa presentase dari pendapatan bruto. b. Production Sharing Contract (PSC) Sistem PSC muncul karena adanya tuntutan agar pemerintah tidak bersifat pasif, namun memiliki peran yang lebih besar terhadap pengawasan kegiatan operasional.Karakteristik PSC adalah perusahaan migas ditunjuk oleh pemerintah sebagai kontraktor pada suatu wilayah kerja tertentu, kontraktor menanggung seluruh resiko dan biaya eksplorasi, pengembangan, dan produksi. Apabila eksplorasi berhasil (penemuan migas yang komersial), kontraktor diberi kesempatan memperoleh
cost
recovery dan
hasil
produksi.
Kontraktor
juga
memperoleh bagian dari produksi setelah dikurangi cost recovery yang disebut profit share atau dikenal juga dengan istilah profit split atau profit oil. Kontraktor selanjutnya diwajibkan membayar pajak penghasilan dan pajak lainnya. Semua peralatan dan instalasi menjadi milik Negara c. Service Contract Pada sistem ini, pengembalian dilakukan dalam bentuk kas atau tunai, tidak dalam bentuk natura.Namun, demikian, didalam beberapa sistem Aliansi Energi BEM SI
Halaman105
kontrak jasa, bisa saja dibuat aturan dimana kontraktor dimungkinkan membeli kembali sejumlah minyak mentah hasil produksi. Sistem ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu: •
Pure Service Contract Jenis perjanjian antara pemerintah dan kontraktor berupa jasa bantuan teknis yang dilaksanakan dalam suatu periode terntentu. Pemerintah membayar fee kepada kontraktor
•
Risk Service Contract Sepintas sistem ini mirip dengan PSC, namun berbeda dalam hal pembayaran kepada kontraktor. Pada sistem PSC, setelah cost recovery, kontraktor memperoleh profit share. Sementara, pada sistem ini kontraktor akan mendapatkan service fee yang umumnya berbentuk kas bukan natura.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman106
III. Pembahasan 1. Kelembagaan Konstitusional Indonesia telah menggunakan ketiga model sistem kelembagaan yang dijelaskan sebelumnya.Sistem Ministry Dominated Model digunakan saat ini ketika SKK Migas yang merupakan badan regulator berada dibawah kementrian ESDM. Lalu, istem NOC Dominated telah digunakan saat berlakunya UU No.8 Tahun 1971 yang menunjuk pertamina menjalankan fungsi regulator dan bisnis (operator). Sedangkan sistem Separation of Power Model digunakan saat BP Migas menjadi badan regulator berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001.Kenyataannya, sistem kelembagaan konstitusional tetap menjadi masalah di Industri Migas negeri ini. Saat ini terdapat dua opsi yang terdengar yaitu: pertama, pembentukan BUMN baru sebagai pemegang fungsi regulator yang biasa kita dengar dengan “SKK Migas jadi BUMN.” Kedua, pengembalian fungsi regulator kepada BUMN Migas yang sudah ada yaitu Pertamina. Terdapat pro kontra terdapat dua opsi yang ada saat ini, yaitu: •
Pembentukan BUMN baru sebagai badan regulator: Pernyataan Pro:
-
Pertamina fokus dalam melaksanakan tugas operasional. Artinya, fokus pekerjaan pertamina tidak bercabang antara mengurusi regulasi maupun operasional lapangan
migas. Hal ini tentu akan meningkatkan
produktivitas pertamina. Hal ini terlihat ketika tahun 2001, presentase lifting pertamina naik saat lepas dari fungsi regulator. -
Petamina akan lebih kompetitif. Dengan kewenangannya sebagai operator saja, maka pertamina akan dituntut untuk berkompetisi dengan perusahaan migas multinasional lain untuk dapat mengolah suatu lapangan di Indonesia. Pernyataan Kontra:
Aliansi Energi BEM SI
Halaman107
-
Ketika badan regulator hadir dalam bentukan BUMN, garis pertanggung jawabannya akan langsung kepada kementrian BUMN. Artinya, BUMN tersebut harus memenuhi apa yang tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2003
-
BUMN dalam bentukan perum maupun persero didirikan dengan maksud menyediakan barang atau jasa. Barang atau jasa apa yang diberikan oleh BUMN ini sebagai pemegang fungsi regulator?
•
Pengembalian fungsi regulator kepada Pertamina Pernyataan Pro:
-
Pertamina sudah berpengalaman dalam bidang regulator
-
Pertamina memegang fungsi regulator sekaligus bisnis, sehingga UU No. 19 Tahun 2003 dapat terpenuhi dengan barang atau jasa yang pertamina sediakan Pernyataan Kontra:
-
Potensi korupsi yang dapat terjadi sangat besar, hal ini berdasarkan pengalaman sebelumnya saat pertamina memegang fungsi regulator dan bisnis.
-
Pertamina menjadi tidak kompetitif. Saat pertamina memegang fungsi regulator, pertamina justru sibuk menjadi regulator dan justru lebih sering menyerahkan operasional lapangannya kepada perusahaan migas asing. Terlihat dari porsi lifting pertamina yang lebih kecil daripada saat pertamina sudah tidak lagi memegang fungsi regulator
2. Pembentukan BUMN Hilir Baru Seberapa besar sebenarnya urgensi pembentukan hilir baru? Jika dilihat dari tugas yang diberikan, mayoritas tugas tersebut sudah dipegang oleh lembaga lain. Contohnya membeli migas dari produsen kegiatan hulu yang sudah menjadi tugas pertamina dan membangun infrastruktur pipa gas bumi yang sudah menjadi tugas Perusahaan Gas Negara (PGN).Terlebih lagi di bidang hilir Pertamina sudah memiliki anak perusahaan yang bernama PT Pertamina Aliansi Energi BEM SI
Halaman108
Niaga. Apabila satu anak perusahaan belum cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri dapat dibentuk anak perusahaan yang lain dengan tugas yang saling melengkapi tugas yang akan diberikan kepada BUMN hilir baru.
Gambar 5: Perjalanan Anak Perusahaan Hilir Pertamina Terlebih lagi wacana pembentukan BUMN Hilir ini sangat baru dan pembagian kerjanya belum jelas.Ataukah jalan yang dipilih memang kompetisi antar BUMN? Jika jawabannya Ya, rasanya terlalu cepat diterapkan di Indonesia. 3. Sistem Kontrak Migas Sungguh bingung ketika sistem kontrak migas direncanakan untuk diubah, karena pada UU No. 22 Tahun 2001, Pasal 1, ayat 19 menyatakan bahwa: “Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Aliansi Energi BEM SI
Halaman109
Berdasarkan pernyataan diatas, sudah jelas saat ini pun Indonesia dapat menggunakan sistem konsesi ataupun service contract dengan syarat lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dapat disimpulkan ketika selama ini PSC menjadi pilihan atas kesepakatan kontraktor dan pemerintah, maka PSC masih menjadi pilihan terbaik bagi kedua belah pihak.Secara teori konsesi lebih menarik
bagi
investor
dan
service
contract
tidak
menarik
bagi
investor.Sedangkan dari sisi keterlibatan pemerintah service contract sangat besar dan konsesi sangat kecil.Sedangkan PSC hadir ditengah-tengah keduanya, sehingga kontraktor tetap tertarik untuk berinvestasi dengan keterlibatan pemerintah yang cukup besar.
Gambar 6: Konsesi vs PSC vs Service Contract Dengan kondisi industry hulu migas Indonesia saat ini PSC masih cocok untuk digunakan.Indonesia masih sangat membutuhkan investasi yang sangat besar dalam industry ini, sehingga sistem service contract cenderung tidak menjadi pilihan yang tepat. Sedangkan sistem
konsesi akan
mengurangi keterlibatan pemerintah yang akan membuat negeri ini mundur beberapa langkah dan menimbulkan gugatan-gugatan dari berbagai pihak yang akan membuat industry ini tidak kondusif dan menyebabkan investor menjadi enggan menanamkan investasinya.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman110
IV. Solusi Dan Rekomendasi 1. Kelembagaan Konstitusional Solusi yang lebih tepat untuk membenahi kelembagaan konstitusional industry hulu migas saat ini adalah membentuk BUMN baru yang memegang fungsi regulator. Pertimbangan: Kebijakan ini memenuhi gugatan yang pernah terjadi saat pembubaran BP Migas bahwa frasa dikuasai Negara yang seharusnya adalah dijalankan oleh perusahaan Negara dan tidak menurunkan derajat Negara. Karena badan regulator dalam bentuk BUMN akan membentuk pola business to business. Walaupun
kenyataannya,
Negara
tetap
dapat
diseret
ke
arbitrase
internasional dalam pola ini.Contohnya pada kasus exxon dan PDVSA di Venezuela.Keputusan ini lebih kecil kemungkinannya untuk digugat kemudian hari jika dibandingkan dengan pengembalian fungsi regulator kepada Pertamina ataupun pembentukan badan pelaksana lagi. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan diumumkan secara transparan pada masyarakat, yaitu: a. Pendefinisian barang dan jasa apa yang diberikan oleh BUMN baru. Sebagai badan regulator tentunya tidak menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat. Apabila pendefinisian ini gagal, maka akan terjadi gugatan-gugatan selanjutnya yang tetap saja membuat industry ini tidak kondusif. b. Bentukan yang dipilih adalah Perum, karena badan regulator tidak profit oriented c. Pembentukan jalur koordinasi dengan kementrian ESDM yang merupakan badan regulator makro. d. Besaran dividen yang harus diberikan adalah seluruh pemasukan dikurangi biaya operasional perusahaan, karena pada saat BP Migas
Aliansi Energi BEM SI
Halaman111
memegang fungsi regulator 100 persen dana bagian pemerintah langsung diteruskan kepada Negara. e. Bagian detail dan mikro yang tadinya merupakan kejaran dari BP Migas kembali dijalankan. Berdasarkan kutipan dari wawancara dengan mantan kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, yaitu: "Saya dengar dari kontraktor migas, mengapa semua proyek menjadi lambat. Karena dalam sebuah urusan, BP Migas melihat sampai mikro, jelas lebih lama," ujarnya.Dari kutipan ini terlihat bahwa keterlibatan pemerintah semakin kecil saat BP Migas dibubarkan dan diganti menjadi SKK Migas. Maka, ketika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi kami merekomendasikan untuk: a. Menyatukan pendapat mengenai tafsiran dari pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 yang sering ditafsirkan berbeda-beda khususnya dalam frasa “dikuasai oleh negara.” b. Meninjau ulang keputusan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi c. Pembentukan kembali Badan Pelaksana d. Pembentukan dewan pengawas dan penilaian pada Badan Pelaksana yang menjadi titik lemah BP Migas sebelumnya e. Memberikan minimal Patcipating Interest setiap lapangan untuk dikelola BUMN Migas kita, yaitu Pertamina. Hal ini dapat mengurangi ketimpangan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah dan KKKS. Hal ini dapat mempercepat operasional lapangan yang tadinya terhambat karena BP migas katanya terlalu mengurusi bagian yang detail dan mikro yang membuat kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi lambat. f. Benchmark dengan brazil tentang kelembagaan konstitusional khususnya badan regulator yang kini dipegang lembaga ANP.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman112
Pembentukan lembaga tersebut sama dengan pembentukan BP Migas di Indonesia tahun 2001 dan berjalan dengan sukses. Pengambilan keputusan mengenai RUU mana yang nantinya akan dipilih harus dilakukan secara cepat. Hal tersebut akan meningkatkan kepastian hukum industry migas Indonesia yang menjadi lebih menarik bagi investor. 2. Pembentukan BUMN Hilir Baru Pembentukan BUMN Hilir baru kami rasa belum waktunya untuk dilakukan.Pembagian kerjanya pun belum jelas, Contohnya China yang memiliki 3 BUMN Migas mengatur ranah kerja perusahaan negaranya dengan jelas.Apabila kejarannya adalah kompetisi yang positif dapat dikejar secara
bertahap.
Karena
keputusan-keputusan
yang
diambil
dalam
pemerintahan bapak jokowi dirasa terlalu cepat yang ditakutkan akan menimbulkan gejolak politik dan sosial yang besar. Saat ini Pertamina memiliki keinginan
yang cenderung menginginkan
fungsi regulator
tersebut.Ketika fungsi tersebut tidak didapatkan dan justru tugas dan kewenangannya
dipangkas
dapat
menyebabkan
gejolak
yang
tidak
diinginkan.Langkah yang dapat ditempuh saat ini untuk memperkuat sektor hilir adalah dengan membentuk anak perusahaan hilir baru oleh Pertamina agar pembagian kerja lebih fokus dan optimal. 3. Sistem Kontrak Migas Sistem PSC masih menjadi pilihan yang tepat bagi Indonesia untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Indonesia masih sangat membutuhkan investasi yang sangat besar dalam industry ini, sehingga sistem service contract cenderung tidak menjadi pilihan yang tepat. Sedangkan sistem konsesi akan mengurangi keterlibatan pemerintah yang akan membuat negeri ini mundur beberapa langkah dan menimbulkan gugatan-gugatan dari berbagai pihak yang akan membuat industry ini tidak kondusif dan menyebabkan Aliansi Energi BEM SI
investor
menjadi
enggan
menanamkan
investasinya. Halaman113
Berdasarkan Government Take (GT) yang diterima sistem kontrak PSC sudah memberikan keuntungan yang cukup menguntungkan.Sumber komponen pemasukan Negara dari sistem PSC pun lebih banyak yang berpotensi meningkatkan keuntungan Negara, yaitu royalty, government share, dan income tax dengan tetap menarik bagi investor. Yang sering menjadi permasalahan dari sistem PSC adalah cost recovery yang diduga dapat di mark-up dan merugikan Negara. Maka itu kami merekomendasikan untuk: a. Memberikan minimal Patcipating Interest setiap lapangan untuk dikelola BUMN Migas kita, yaitu Pertamina. Hal ini dapat mengurangi ketimpangan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah dan KKKS. Sehingga cost recovery dapat dikontrol dengan baik b. Memberikan reward berupa persentase pendapatan hasil penghematan kepada KKKS yang dapat melakukan penghematan biaya. Hal tersebut menjadi win-win solution dimana KKKS akan semangat untuk berhemat dan
Pemerintah
mendapatkan
tambahan
keuntungan
dari
hasil
penghematan yang dilakukan. Sistem ini sudah diterapkan dalam sistem PSC yang digunakan Malaysia
Aliansi Energi BEM SI
Halaman114
E. BLOK MASELA
Aliansi Energi BEM SI
Halaman115
I.
Pendahuluan Blok Masela merupakan sebuah blok dominasi gas yang berada di Laut
Arafuru di Indonesia bagian timur. Saat ini, Blok Masela dikelola oleh Inpex Corporation (Jepang) bersama Shell (Belanda). Berdasarkan data dari SKK Migas, cadangan terbukti gas bumi di Blok Masela adalah 10,73 triliun kaku kubik (TCF).). Dengan cadangan gas sebesar itu, maka cadangan kondensat di blok terse but juga banyak, yakni sebesar 209 juta barrel. Blok Masela merupakan kawasan dengan luas area lebih kurang 4.291,35 kilometer persegi (km2), terletak di Laut Arafuru Maluku. Lokasinya sekitar 8oo km sebelah timur Kupang Nusa Tenggara Timur a tau lebih kurang 400 km di utara kota Darwin Australia, dengan kedalaman laut 300-1.000 meter. Blok Masela adalah salah satu blok yang memiliki cadangan gas terbesar di Indonesia. Cadangannya mencapai kira-kira 10,73 Trillion Cubic Feet (TCF). sehingga Blok Masela sering disebut sebagai Lapangan gas abadi. Kapasitas Masela ini besar, mencapai 7,5 juta ton LNG per tahun. Dengan cara ini, negara bisa memperoleh pemasukan mencapai US$ 6,5 miliar per tahun, dua kali lipat lebih dibanding jika dibangun di laut dengan proyeksi pemasukan US$ 2,52 miliar per tahun dari penjualan komoditas LNG. Pemerintah memutuskan pengembangan Blok Masela memakai metode Kilang LNG Darat (Onshore LNG j OLNG). Metode ini akan membangunjaringan pipa gas bawah laut dari Blok Masela di lautan lepas ke Pulau Yam dena. J aringan pipa gas bawah laut akan mengalirkan gas yang disedot dari pengeboran lepas pantai di Blok Masela sejauh 150 kilometer ke Kilang LNG Darat (OLNG) di Pulau Yamdena yang akan memakan lahan seluas 8oo hektar. Rencana pembangunan Kilang LNG Darat (OLNG) Blok Masela diperkirakan menelan investasi USD 19,3 miliar (Rp 260 triliun), terdiri dari : Fasilitas pengeboran bawah laut USD 2,9 miliar (Rp 39 triliun) Kapal tanker USD 5,3 miliar (Rp 71 hiliun) Jaringan pipa gas bawah laut USD 1,2 miliar (Rp 16 triliun) Kilang LNG Darat USD Aliansi Energi BEM SI
Halaman116
9,9 miliar (Rp 134 triliun). Pendapatan negara hingga tahun 2048 (akhir konsesi Blok Masela) diperkirakan mencapai USD 42,3 miliar (570 triliun). Jadi, dengan modal Rp 260 triliun, keuntungan finansial yang akan didapat sebesar Rp USD 23 miliar (Rp 310 triliun). Proyek pengembangan gas Masela yang sangat strategis ini harus betul-betul diawasi dan dilaksanakan dengan serius. Prinsip kehati-hatian dan kecermatan harus menjadi prinsip utama dalam pembangunan kilang LGN Blok Masela. Proyek di Maluku ini harus bisa sesegera mungkin memberi manfaat, baik untuk masyarakat sekitar maupun Indonesia secara keseluruhan. Jika revisi plan of development (PoD) yang disusun Inpex selaku operator bisa disetujui tahun ini, tahapan selanjutnya bisa dimulai, dari design engineering, konstruksi, hingga akhirnya on stream (operasi) sekitar 2024.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman117
II.
Pembahasan Pemerintah akan melakukan konversi secara besar-besaran dari bahan bakar
minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Kebijakan konversi ini diambil oleh pemerintah untuk meminimalisir ketergantungan dengan minyak, pun subsidi yang dibebankan kepada negara terkait BBM ini cukup besar, agar tidak menggangu roda ekonomi, kebijakan itu kemudian diambil oleh pemerintah. Dengan Ini, bisnis gas di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar dengan segala potensi ekonomi yang ditimbulkan. Secara konstutional, minyak dan gas bumi adalah kekayaan alam yang terkandung dalam bumi merupakan pokok pokok kemakmuran rakyat, sehinga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian juga cadangan gas di Lapangan Abadi Blok Masela, seharusnya juga harus dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan digunakan untuk kepentingan segelintir elit, golongan at au bahkan hanya untuk kepentingan kontraktor asing saja. Artinya rakyat Maluku punya andil memiliki atas keberadaan gas Masela, sehingga selain memperoleh hak atas PI (Participating Interest), sangat wajar jika rakyat Maluku juga berhak berharap memperoleh manfaat langsung dari pengembangan gas Masela. Efek berantai pengembangan Blok Masela. Blok Masela dapat menghasilkan gas 1.200 MMSCFD Guta standar kubik feet per hari) dan 24.000 BPD (bare} per hari). Gas tersebut selain digunakan untuk memproduksi LNG 2 x 3,8 MTPA, juga akan digunakan untuk membangun industri hilir. Tidak sampai di situ, efek ganda industri gas Masela an tara lain adalah pabrik pupuk urea, olefm center, aromatic center, pembangkit listrik dan industri hilir lainnya. Masela adalah salah sah1 dari em pat rencana pengembangan blok migas selain IDD Chevron, Train 3 Tangguh, dan Muara Bakau dengan total investasi $43 miliar atau lebih dari Rp 560 triliun! Bandingkan dengan penanaman modal langsung ke Indonesia sepanjang 2014 yang hanya $28,5 miliar
Aliansi Energi BEM SI
Halaman118
Maluku memiliki 25 blok migas dan kemungkinan akan terns bermunculan, Dengan adanya unit pengolahan gas di Pulau Selaru (sekitar 90 km dari Masela), tentu terbuka lapangan keija bagi penduduk lokal. Pengembangan kilang LNG Masela di darat ini barus betul-betul dijadikan momentum
untuk
membangkitkan
ekonomi
daerab,
serta
membangun
industrialisasi dan bilirisasi di Tanab Air. Ini akan memperkuat struktur ekonomi kita, menciptakan banyak lapangan kerja, sekaligus mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Untuk itu, pertama, pemerintab daerab maupun pusat dan kalangan perguruan tinggi harus segera menyiapkan SDM agar bisa maksimal berpartisipasi dalam pengembangan Blok Masela dan pembangunan industri maupun kotanya. Badan usaha lokal juga harus diperkuat untuk menjadi mitra sejajar kontraktor asing dan proyek ini semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri. Gas Masela tersebut juga barus benar-benar dimanfaatkan untuk membangun industri petrokimia RI, selain industri pupuk yang dibutubkan untuk mendukung kedaulatan pangan nasional. Ketergantungan terbadap impor produk petrokimia bulu masib tinggi, karena kemampuan pasokan industri dalam negeri baru separub dari total permintaan domestik yang sekitar 4,5 juta ton per tabun. Impor ini menguras devisa kita. Setiap tahun, total impor produk petrokimia mencapai US$ 8 miliar atau lebib dari Rp 105 triliun. Pemerintah juga barus bisa memberikan kepastian bukum dan membangun infrastruktur yang memadai, serta membantu menyediakan laban yang clear and clean untuk kawasan industri terintegrasi. Dari baban amonia dan megametanol saja—yang dibasilkan industri petrokimia--bisa dibuat beragam produk turunan mulai dari consumer textile, industrial textile, plastik rekayasa, resin, karet sintetis, bingga serat akrilik. Itulab sebabnya, industri petrokimia digolongkan sebagai industri strategis, karena merangsang tumbubnya ban yak sekali industri turunan yang juga bisa mendukung ekspor, selain mensubsitusi impor.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman119
Produksi gas Masela yang besar itu juga barus digunakan untuk menjamin pasokan gas murah berjangka panjang yang dibutubkan industri. Gas Masela ini juga harus dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan power plant yang mengbasilkan listrik murab, ketimbang menggunakan BBM impor yang mabal. Insentif gas dan listrik murah bisa diberikan untuk merangsang pembangunan industri yang dibutubkan di kawasan industri terintegrasi. Tentu saja, kawasan ini juga harus dilengkapi dengan pelabuban internasional serta jalan dan jaringan kereta api dari kawasan industri bingga pelabuhan. Untuk
itu,
pengelolaan
migas
harus
dioptimalkan
sebingga
rakyat
mendapatkan manfaat, industri bertumbuh, dan kesejahteraan membaik Perlunya kebijakan Development Fund, Dana yang dihimpun dari proyek migas terse but bisa dipakai untuk mengembangkan kawasan secara berkelanjutan, sesuai potensi daerabnya masing-masing.Model ini sudah diterapkan pemerintah Timor Leste dalam mengembangkan proyek migasnya. Development Fund sebarusnya bisa diterapkan sejak lama sebagai sebuah model ideal eksploitasi sumberdaya alam tak bisa diperbarui agar adil terhadap generasi mendatang. Pasalnya, dengan cara itulah ada dana abadi yang dapat dipakai untuk pembangunan berkelanjutan. Dana itu dari hasil keuntungan proyek migas, yang disimpan dan digunakan untuk pembangunan kawasan di masa depan. Yang perlu kita cermati bersama dalam pembangunan Blok Masela adalah format pembayaran investasi dan operasi dengan cara cost recovery. Model pembayaran semacam ini jika tidak dibarengi dengan perhitungan yang pas, maka pemerintah bisa rugi karena harus menanggung biaya operasional, proses eksplorasi dan pengembangan. Pembayaran model cost recovery bisa menyedot anggaran yang tidak sedikit karena pemerintah harus bisa mengembalikan biaya oprasional, biaya eksplorasi dan pengembangan. Titik rawan yang umumnya terjadi dalam model pembayaran ini jika terjadi pembengkakan biaya investasi, makanya butuh pengawasan yang super ketat selama proyek ini berjalan. Aliansi Energi BEM SI
Halaman120
Dalam pelaksanaan pengembangan blok masela haruslah benar-benar mempertahikan beberapa poin berikut: 1.
Performing Governance (Efisiensi dan Efektifitas)
2.
Proper Governance (Integritas, keadilan,kesetaraan, dan kepatuhan terhadap hukum)
3.
Responsive Governance (Partisipasi, transparansi, legitimasi, dan akuntabilitas) Saat ini proyek pengolahan gas Blok Masela di bawah kendali Inpex Masela
Ltd (65%) dan Shell Upstream Overseas Services Ltd (35%). Pengelolaan blok Masela selama 10 tahun pertama adalah masa eksplorasi. Sedangkan 20 tahun sisanya masa produksi
Aliansi Energi BEM SI
Halaman121
III. Pernyataan Sikap Berdasarkan kajian dan penjelasan singkat yang telah dipaparkan sebelumnya, maka Badan Eksekutif Mahasiswa BEM KBM STI PLN mengambil sikap: 1.
Mengawal
proses
pengembangan
Blok
Masela
mulai
dari
pereneanaan,pembangunan, hingga penyelesaian. Blok Masela harus benar-benar memiliki pengaruh signifikan terhadap ekonomi masyarakat, ekonomi daerah dan ekonomi nasional. Serta berdampak pada pembangunan wilayah. 2. Mengawasi perhitungan model cost reeovey, dan penerbitan kebijakan Development Fund untuk pembangunan berkesinambungan. 3· Mendorong pengunaan TKDN dan SDM dalam negeri, Sekaligus meminimalisir dan memperhatikan dampak kerusakan terhadap Ekosistem Hutan Tanimbar dan Ekosistem Terumbu Karang.
Aliansi Energi BEM SI
Halaman122
PENUTUP
Demikian hasil kajian dari komisi energi Aliansi BEM Seluruh Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa hari ini keadaan sektor energi kita masih jauh dari harapan sebagaimana yang dicita-citakan oleh bapak Jokowi dan Jusuf Kalla dalam visi misinya: Nawa Cita. Meskipun tidak dituliskan secara eksplisit dalam satu butir cita cita diantara Sembilan cita-cita lainnya, namun Energi ini adalah dua pilar dari tiga trisakti yang menjadi pisau analisis persoalan yang diangkat pada masa pencalonan dua tahun yang lalu. Yakni: Politik yang Berdaulat dan Ekonomi yang Berdikari. Kita semestinya sadar kata kata berikut ini bahwa: “Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang” dan hari ini kita dengan jutaan pasang mata kepala rakyat Indonesia melihat bagaimana sektor energi kita dikelola oleh negara. Di bidang ketahanan energi, dari akhir tahun lalu mungkin kita mendengar soal inisiatif Sudirman Said, Menteri ESDM terkait pungutan dana ketahanan energi yang disertakan pada biaya bahan bakar. Apakah tidak ada anggaran bagi pengembangan ketahanan energi pada APBN kita? Mengapa harus dipotong kembali melalui biaya bahan bakar yang notabene ialah kebutuhan primer masyarakat untuk bergerak, untuk berkegiatan, untuk melangsungkan kehidupan sehari hari? Tidak hanya itu, menyoal ketenagalistrikan terkait megaproyek 35.000 MW yang sangat ambisius. Sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan yang ada. Privatisasi dan Liberalisasi di sektor ketenagalistrikan juga akan mengancam kondisi ketenagalistrikan nasional. Karena kita harus sadar sepenuhnya, watak pasar tidak akan menoleransi keadilan, dan negara melalui badan usahanya (BUMN, dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara) harus hadir dan menjamin ketersediaan listrik sebagai sumber bahan baku primer bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Proyek besar-besaran ini akan memberikan sebuah alasan kuat bagi Aliansi Energi BEM SI
Halaman123
hadirnya privatisasi dan liberalisasi ketenagalistrikan, karena apabila PLN menggarap proyek ini maka akan terancam merugi dan bukan tidak mungkin dapat tergadai. Soal regulasi, UU Ketenagalistrikan juga sebaiknya ditinjau ulang supaya benar-benar sesuai dengan UUD 1945. Jangan karena hanya mengandalkan efisiensi maka kita harus mengorbankan keadilan sosial. Untuk bidang Minyak dan Gas. Regulasi UU No 22/2001 sebagai produk Undang Undang pesanan IMF sudah banyak yang cacat karena banyak pasal yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sayangnya pembatalan ini tidak bersifat Ultra Petita atau pembatalan seluruhnya sehingga sampai saat ini meskipun banyak pasal yang dibatalkan, UU tersebut masih digunakan sebagai payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan minyak dan gas bumi di Indonesia. Dari semenjak keberlakuan UU tersebut telah banyak hal yang terjadi, beberapa diantaranya ialah kerugian negara dalam cost recovery yang sangat tidak wajar. Negara sudah seperti sapi perah bagi kontraktor-kontraktor minyak dan gas yang mengontrak pada BP Migas yang kini telah diganti oleh SKK Migas. Isu korupsi dihembuskan supaya Pertamina tetap menjadi anak tiri di negeri sendiri. Efisiensi dan kompetisi lagi lagi dijadikan alasan. Padahal solusinya telah jelas, bentuk Holding BUMN di sektor minyak dan gas, karena dalam bisnis migas, big is beautiful! Participating Interest BUMN Migas pada lapangan-lapangan migas yang ada juga perlu dipastikan supaya BUMN memiliki informasi agar lebih mempercepat proses transfer teknologi. Adapun sistem perizinan dapat dipertahankan, namun perlu ada sistem reward bagi perusahaan yang hemat dan tidak menyerap dana cost recovery dengan tidak wajar atau boros. Dalam hal Mineral dan Batubara, langkah kemunduran cita-cita hilirisasi yang telah memuncak pada tahun 2009 dengan keberadaan UU No 4 tahun 2009 mulai terendus. Atas nama pengaturan dekonsentrasi UU tersebut didesak untuk direvisi. Namun disisi lain ada perusahaan yang bergerak di bidang Mineral dan Batubara, terbesar di Indonesia yakni PT Freeport Indonesia dengan kuat melobi supaya terdapat keleluasaan legislasi dan regulasi terkait mineral dan batubara. Berbagai kewajiban dan ketentuan dilanggar. Bentuk komitmen tidak jelas. Selalu mencariAliansi Energi BEM SI
Halaman124
cari alasan, dan ajaibnya pemerintah casu quo (dalam hal ini) Kementerian ESDM malah memberikan karpet merah bagi segala keinginan PT FI. Sebut saja dari oktober lalu, izin perpanjangan ekspor konsentrat dengan syarat, dan pada 28 Januari 2016 diberikan kemudahan untuk tidak perlu memberikan dana komitmen hanya berupa bea keluar saja 5%. Ini jelas-jelas bentuk penginjak-injakan wibawa negara oleh perusahaan. Pada pekan pertama Februari, saham FCX (Freeport McMoran) rebound karena kontribusi baik dari PTFI yang telah mendapatkan izin ekspor konsentrat. Dimanakah Ekonomi yang Berdikari? Dimanakah Kedaulatan Politik? Pengelolaan Energi dan Sumberdaya Mineral kita sama sekali tidak selaras dengan NawaCita! Kuatkan BUMN pertambangan, entah dalam bentuk holding atau merger dari berbagai BUMN yang ada, dan persiapkan untuk mengelola wilayah kerja pertambangan yang habis kontrak supaya tidak ada alasan lagi bahwa bangsa kita tidak mampu mengelola sumber daya alam kita sendiri. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Kedaulatan Energi Harga Mati!
Aliansi Energi BEM SI
Halaman125