KECEMASAN ADANYA GEGER BUDAYA PADA ELITE PASKA DITETAPKANNYA TANJUNG LESUNG MENJADI KAWASAN EKONOMI KHUSUS ( KEK ) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh: Riska Monica Putri 6662112279
KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG – BANTEN
Lembaran Moto :
“Sesuatu akan menjadi kebanggaan Jika sesuatu itu di kerjakan Dan bukan hanya di fikirkan, Sebuah cita – cita akan menjadi kesuksesan Jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya, Bukan hanya menjadi impian”
iv
ABSTRAK Riska Monica Puteri KECEMASAN ADANYA GEGER BUDAYA PADA ELITE PASKA DITETAPKANNYA TANJUNG LESUNG MENJADI KAWASAN EKONOMI KHUSUS ( KEK ) Paska ditetapkannya daerah wisata Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terdapat pro dan kontra dari beberapa kalangan elite masyarakat diantaranya akademisi, mahasiswa, ulama dan juga ahli tata kota. Para elitis masyarakat tersebut sebagian menganggap penetapan Tanjung Lesung sebagai KEK adalah sebuah kemajuan bagi Provinsi Banten dan juga dapat mendorong perekonomian warga Banten terutama masyarakat sekitar kawasan Tanjung Lesung sendiri. Sebagiannya lagi menganggap penetapan Tanjung Lesung sebagai KEK terlalu terburu buru dan tidak melihat aspek sosiokultural masyarakat sekitar kawasan Tanjung Lesung. Dampak dari penetapan Tanung Lesung sebagai KEK diantaranya adalah aksi unjuk rasa yang dilansakanakan para ulama se-Banten yang menuntut pemerintah agar menunda peresmian KEK Tanjung Lesung karena pada proses audiensinya tidak melibatkan ulama. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teori hambatan komunikasi antar budaya dan juga teori kecemasan social. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan psikologis menjadi hambatan yang paling berpengaruh pada proses komunikasi antara pengelola KEK dengan ulama yang menolak KEK. Selain itu, hambatan fisik seperti jauhnya akses menuju Tanjung Lesung dan juga kondisi jalan yang tidak bagus membuat sulitnya komunikasi menjadi efektif antara beberapa pihak yang terlibat pro dan kontra dalam pembangunan KEK, termasuk para elitis masyarakat yang ada di dalamnya. Kata kunci : kawasan ekonomi khusus, Tanjung Lesung, Komunikasi antar budaya Hambatan Komunikasi
ABSTRACT Riska Monica Puteri ANXIETY IS ELITE CULTURE SHOCK AFTER BEING ESTABLISHMENT OF TANJUNG LESUNG SPECIAL ECONOMIC ZONE (SEZ) Post-enactment of the tourist area of Tanjung Lesung as Special Economic Zones (SEZ) are the pros and cons of some among them academics, students, scholars and urban planning expert. Most authorities consider the establishment of Tanjung Lesung as KEK is a progress for the province of Banten and also can stimulate the economy, especially the people of Banten residents around Tanjung Lesung own. Partly considers the establishment of Tanjung Lesung as KEK are in a hurry and do not see the sociocultural aspects of the community around the area of Tanjung Lesung. The impact of the establishment of Tanung Dimples as KEK include rallies dilansakanakan the scholars throughout Banten who demanded the government to postpone the inauguration of KEK Tanjung Dimples because the process does not involve ulama audience. In this study, researchers using the theory of communication barriers between cultures and also the theory of social anxiety. In this study, the authors use descriptive qualitative research method with a phenomenological approach. The results showed that the psychological barriers become the bottleneck of the most influential in the process of communication between managers KEK with scholars who rejected KEK. In addition, physical barriers such as access to Tanjung Lesung away and also good road conditions makes it difficult to be effective communication between parties involved in the construction of the pros and cons of SEZ. Keywords: special economic zones, communication, Communication Barriers
Tanjung
Lesung,
Intercultural
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum
Warahmatullahhi
Wabarakatuh,
rasa
syukur
yang
berlimpah kepada Allah Subhanahuwwata’ala atas rahmat dan karunia-Nya karena penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “ KECEMASAN ADANYA
SHOCK
CULTURE
PADA
MASYARAKAT
YANG
DITETAPKANNYA TANJUNG LESUNG MENJADI KAWASAN EKONOMI KHUSUS ( KEK ). Tidak lupa juga salawat serta salam penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam serta para sahabatnya, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu dilimpahkan kepada-Nya. Skripsi penulis selesaikan yaitu untuk memenuhi tugas akhir yang diadakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu social dan Ilmu Politik di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dalam perjalanan dan proses yang sudah penulis lewati cukup tidak mudah. Namun atas ijin Allah Subhanahuwwata’ala serta doa yang selalu dipanjatkan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima langsung maupun tidak dari semua pihak yang terlibat.oleh karena itu,penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada : 1. yang pertama kepada orang tua yang penulis sayangi mamah, papah, nenek, dan kakek yang selalu mendukung lewat doa yang tidak pernah henti untuk saya pribadi. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
vii
3. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si selaku ketua Prodi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Bapak Ikhsan Ahmad, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing I yang begitu sabar dalam membimbing penulis dari awal hingga akhir. 5. Bapak Dr. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si selaku dosen pembimbing ke II yang sangat telaten dan detail dalam merevisi kesalahan-kesalahan dalam penulisan skripsi sehingga pada akhirnya benar. 6. Keluarga kecil suami dan calon anakku yang masih dalam kandungan terimakasih telah menemani perjalanan dan proses untuk mendapatkan gelar yang penulis perjuangkan untuk kalian berdua . 7. Para sahabat saya ceca yang selalu mendukung dari sejak awal saya masuk di bangku kuliah hingga makan, tidur, kita lakukan bersama-sama walaupun pada akhirnya mereka satu persatu lulus dukungan mereka tetap dating dan diberikan pada saya. Terimakasih ya Atang, Carlina, Khaerinisa, Dona, Reiza, Vina, Icha, Emak dessy, Cindy, Delia, Isal, Indri dan Rike. 8. Teman-teman satu kelas saya yang satu dalam berjuang bersama Yuda, Eki, Anton, Beni, Sabrina, Lena, Isti, Ibos, Novi, Okta, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. 9. Serta semua pihak staf fakultas dan diluar kampus yang juga tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu . Semoga semua yang kalian berikan kepada penulis dengan tulus dan Ikhlas akan dibalas oleh Allah Subhanahuwwata’ala. Akhir kata penulis menyadari
viii
bahwa skripsi Ini masih banyak kekurangan mengingat terbatasnta kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya, yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan dating, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii LEMBARAN MOTO .......................................................................................... iv ABSTRAK ..............................................................................................................v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ...........................................................................................................x DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................7 1.3 Identifikasi Masalah .......................................................................................8 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................8 1.5 Kegunaan Penelitian .......................................................................................9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................10 2.1 Tinjauan Komunikasi Antar Budaya ............................................................10 2.1.1 Pengertian Komunikasi Antar Budaya ......................................................10 2.1.2 Tujuan Komunikasi Antar Budaya ............................................................12 2.1.3 Fungsi Komunikasi Antar Budaya ............................................................13 2.1.4 Pendekatan Komunikasi Antar Budaya .....................................................15 2.1.5 Hambatan Komunikasi Antar Budaya .......................................................17
x
2.2 Kecemasan ....................................................................................................18 2.2.1 Pengertian Kecemasan...............................................................................18 2.2.2 Faktor-faktor penyebab Kecemasan ..........................................................20 2.2.3 Jenis-jenis Kecemasan ...............................................................................21 2.3 Geger budaya ................................................................................................23 2.4 Kawasan Ekonomi Khusus ...........................................................................31 2.5 Elite Masyarakat ..........................................................................................36 2.6 Kerangka Berpikir ........................................................................................37 2.7 Penelitian Sebelumnya .................................................................................39 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................42 3.1 Metode Penelitian .........................................................................................42 3.2 Paradigma Penelitian ....................................................................................43 3.3 Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................44 3.3.1 Studi Pustaka ......................................................................................44 3.3.2 Wawancara .........................................................................................45 3.3.3 Observasi ............................................................................................45 3.4 Narasumber ..................................................................................................46 3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................................47 3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................48 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN..........................................................50 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...........................................................................50 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................................51 4.2.1 Hambatan Teknis Pada Masyarakat KEK .................................................52
xi
4.2.2 Hambatan Psikologis Pada Masyarakat KEK ...........................................54 4.2.3 Hambatan Fisik Pada Masyarakat KEK ....................................................57 4.2.4 Hambatan Budaya Pada Masyarakat KEK ................................................60 4.3 Analisis Data ................................................................................................63 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................90 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................90 5.2 Saran .............................................................................................................92
xii
DAFTAR TABEL
4.2.1 Hambatan Teknis Pada Masyarakat KEK .................................................52 4.2.2 Hambatan Psikologis Pada Masyarakat KEK ...........................................56 4.2.3 Hambatan Fisik Pada Masyarakat KEK ....................................................60 4.2.4 Hambatan Budaya Pada Masyarakat KEK ................................................65
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki potensi sangat baik
dalam hal obyek wisata alam, religi, sejarah, serta seni budayanya. Potensi wisata tersebut harus dikembangkan dan dilestarikan sesuai perkembangan zaman pada saat ini serta mengikuti selera wisatawannya. Upaya dipromosikannya potensi wisata ini agar bisa membangkitkan dan menggerakan masyarakat umum untuk datang berkunjung menikmati keindahan panorama alam, pegunungan, maupun wisata alam lainnya yang tersedia di Kabupaten Pandeglang. Disamping itu Kabupaten Pandeglang juga mempunyai tata letak geografis yang sangat strategis karena berdekatan dengan Ibu Kota Negara dan ibukota Provinsi Banten, Berdasarkan data dari Google Maps, jarak antara Kabupaten Pandeglang dan DKI Jakarta hanya 85 KM dan dapat ditempuh dalam waktu 1,5-2 jam. Hal ini memudahkan bagi para wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata yang berada di Pandeglang, kemajuan dunia wisata bagi Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang sangat penting dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat pelaku usaha pariwisata. Seyogyanya perkembangan wisata Pandeglang harus ditingkatkan, diwujudkan dan dilaksanakan melalui beberapa program dan kegiatan pariwisata secara berkelanjutan agar terencana dan terarah tujuannya untuk mencapai sesuai dengan yang diharapkan. Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan juga mempunyai peranan penting dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
1
2
Berbicara pariwisata di Pandeglang tidak lepas dari wisata pantai Tanjung Lesung, dengan panorama pantai yang indah juga pasir yang putih yang ada dan terhampar luas. Tanjung Lesung adalah sebuah daerah di Kabupaten Pandeglang yang telah disahkan pada tahun 2012, oleh pemerintah Republik Indonesia di PP No. 26/2012 yang menerangkan tentang Penetapan aturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung yang di ajukan oleh PT. Banten West Java Tourism Development Corporation, sebagai badan usaha pengusul dan telah memenuhi kriteria untuk menyelenggarakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung. Selain itu Pemerintah Republik Indonesia melalui UndangUndang Nomor 39 Tahun 2009 menjelaskan tentang batas wilayah atau zona untuk menyelenggarakan (KEK) juga para penyelenggara Kawasan Ekonomi Khusus tersebut. Progres pengembangan kawasan ini sampai dengan saat ini dapat berjalan dengan baik meskipun harus diakui bahwa dalam beberapa hal dirasakan masih belum optimal. Walaupun sudah beroperasi namun belum ada perubahan yang signifikan di Tajung Lesung dikarenakan pembebasan jalur jalan Tol Serang – Tanjung Lesung baru akan dilakukan pada Tahun 2016 ini dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Kemudian pihak swasta yang membangun (KEK) Tanjung Lesung baru mempunyai target pembangunan landasan pacu pada pertengahan 2016. Tidak hanya infrastuktur masalah yang melingkupi seperti minimnya (SDM) sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan kepariwisataan, dari sisi fasilitas umum, akses internet sejauh ini masih terbatas.
3
Saat ini ada delapan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Tanjung Lesung – Banten, Sei Mangkei – Sumatra Utara, Palu – Sulawesi Tengah, Bitung – Sulawesi Utara, Mandalika – NTB, Morotai – Maluku Utara, Tanjung Api Api – Sumatra Selatan, dan yang terakhir Maloi Batura – Trans Kalimantan/MBTK – Kalimantan Timur. Dari 8 ( delapan ) KEK tersebut, yang sudah mulai beroprasi yaitu KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung melalui BAPPEDA (Badan Perencanaan Daerah) yang bekerjasama dengan PT. Banten West Java Tourism Development Corporation Telah mengupayakan adanya sosialisasi yang diberikan kepada khalayak yang di tujukan kepada masyarakat di Daerah Tanjung Lesung. Penyuluhan yang sudah beberapa kali telah dilaksanakan, dan sosialisasi pertama kali yang dilangsungkan pada tanggal 26 April 2012 di Op Room Sekretariat Daerah Kabupaten Pandeglang, yang dimana sosialisasi ini melibatkan peserta dari Badan, Dinas serta Kantor Pemerintahan yang berada di kabupaten Pandeglang. Tahapan awal sosialisasi yang di lakukan oleh pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang belum mengarah kepada masyarakat setempat. Sosialisasi yang ditujukan kepada perwakilan masyarakat di mulai pada tanggal 10 Oktober 2012 di Kp. Cikadu desa Tanjung Jaya Kecamatan Panimbang, 24 April 2013 di Hotel Kharisma Labuan, 2 Mei 2013 di Aula PKPRI Pandeglang, dan terakhir sosialisasi tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2014 di Hotel Sofyan Inn Altama Kabupaten Pandeglang. Dimana masing – masing sosialisasi tersebut di hadiri
4
oleh Bupati, Sekretaris Daerah, SKPD Terkait, MUSPIKA (Musyawarah Pimpinan Kecamatan), MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kabupaten Pandeglang, Unsur Perguruan Tinggi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Lembaga Kepemudaan, tokoh masyarakat dan perwakilan warga desa. Pada umumnya, sosialisasi – sosialisasi yang di lakukan oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang dan PT. Banten West Java Tourism Development Corporation adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK ) Tanjung lesung, Selain itu juga Membangun kesepahaman antar stake holder tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung. Sebagai upaya diserminasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung; Menginformasikan tujuan, sasaran, manfaat dan perkembangan progres rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah dalam mendukung pembangunan
Kawasan
Ekonomi
Khusus
Pariwisata
Tanjung
Lesung
Mendayaupayakan peran serta para penyuluh di Kabupaten Pandeglang sebagai upaya penguatan kapasitas sumber daya manusia. Disamping peresmian yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan melakukan nota kesepahaman ( MOU penandatanganan ) antara pihak pengelola yaitu PT. Banten West Java (BWJ) pada tanggal 23 Febuari 2015 keberadaan kawasan yang merupakan industry pariwisata ini mendapatkan respon keberatan dari Kesultanan Banten dan beberapa ulama Banten. Pernyataan keberatan yang datang langsung melalui surat terbuka yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo oleh Ratubagus H. Bambang Wisanggeni Soerjatmadja. Penolakan yang
5
dilakukan oleh Kesultanan Banten dan beberapa ulama Banten ini terkait adanya ke khawatiran yang di anggap akan merusak moral dan akhlak masyarakat dengan Banten yang terkenal Religius. Geger budaya dari segi religious inilah yang di khawatirkan oleh Kesultanan dan ulama Banten yang akan masuk lebih utama pada masyarakat Banten. Selain surat terbuka, penolakan – penolakan tersebut juga dilakukan dengan
cara
berdemonstrasi.
Berdasarkan
berita
yang
dirilis
oleh
fesbukbantennews.com pada tanggal 23 Februari 2015 lalu, para ulama, kyai dan kenadziran Banten melakukan aksi demonstrasi dalam rangka menolak diresmikannya Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berikut adalah kutipan pernyataan KH. Yusuf Al-Mubarok, juru bicara dewan ulama se-Banten berdasarkan berita fesbukbantennews.com1 “harus tau KEK ini peruntukannya untuk apa. Karena investor ini banyak negatifnya. Jangan sampai nelayan kewalahan dengan usahanya dan jangan sampai pribumi hanya menjadi kacung di daerahnya sendiri” Berdasarkan berita fesbukbantennews.com, para ulama dan kyai tersebut tidak diikutsertakan dalam musyawarah terkait peresmian Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sehingga menurut mereka harus dilaksanakan renegosiasi agar seluruh lapisan masyarakat terlibat dalam penyelenggaraan Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih yang khusus 1
Dikutip dari fesbukbantennews.com dengan judul Kyai, jawara dan kenadziran Banten lama tolak Jokowi resmikan KEK Tanjung Lesung, diakses pada 23 April 2016 pkl. 08.04
6
dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan: “posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaanpekerjaan dinas”. Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Masyarakat Tanjung Lesung yang tidak menjadi elitis masyarakat secara umum tentunya belum memahami dengan jelas apa itu kawasan ekonomi khusus (KEK). Sehingga dikhawatirkan masyarakat Tanjung Lesung mengalami geger budaya atau yang biasa disebut geger budaya. Misalnya saja, masyarakat di Desa Tanjung Jaya yang sudah lama sekali hidup berdampingan kemudian setelah penetapan KEK ini rumah dan tanah mereka dibeli oleh pemerintah dan mereka harus pindah rumah dan memulai kehidupan baru dengan lingkungan yang baru. Secara psikologis tentunya ini mengguncang masyarakat tersebut. Apalagi sisi psikologis anak-anak yang harus mencari teman baru. Selain itu, lahan pertanian masyarakat tempat mereka mencari nafkah juga dibeli pemerintah sehingga meskipun memiliki uang ganti rugi, namun mereka harus kehilangan pekerjaannya.
7
Penulis juga mencari referensi lain tentang sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat Tanjung Lesung atas penetapan daerahnya sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Dan berdasarkan penelitian sebelumnya dengan judul “Perencanaan strategi Humas Pemprov Banten pasca ditetapkannya KEK Pariwisata Tanjung Lesung, Pandeglang” 2 karya Iman Mukhroman dan Rangga Galura Gumelar penulis melihat bahwa berdasarkan penelitian tersebut Humas Pemprov Banten belum memiliki rencana strategis dan belum memahami rencana taktik PR dalam meminimalisir sisi negative dan menjadi control terhadap SKPD terkait dalam peningkatan dan pengembangan KEK Tanjung Lesung. Dari masalah geger budaya yang dibuktikan dengan adanya konflik seperti penolakan melalui surat terbuka dan juga demonstrasi oleh beberapa pihak maka penulis menilai ada nya kecemasan yang tibul di masyarakat setelah ditetapkannya Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sehingga penulis mengambil penelitian dengan judul “kecemasan adanya geger budaya pada masyarakat paska ditetapkannya Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)” 1.2 Rumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang permasalahan, maka rumusan masalahnya
“Kecemasan
Adanya
Geger
budaya
Pada
Elite
Paska
Ditetapkannya Tanjung Lesung Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK )”
2
Diunduh dari jurnal.kominfo.org pada tanggal 18 Mei 2016 pkl. 19.30
8
1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis mengidentifikasikan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana hambatan- hambatan penyampaian pesan atau informasi terjadi karena adanya kecemasan masuknya Geger budaya ke masyarakat Banten? 2. Bagaimana usaha para instansi terkait untuk menindak lanjuti masalah hambatan teknis dalam mensosialisasikan KEK Tanjung Lesung ? 3. Bagaimana usaha para instansi terkait untuk menindak lanjuti masalah hambatan psikologis dalam mensosialisasikan KEK Tanjung Lesung ? 4. Bagaimana usaha para instansi terkait untuk menindak lanjuti masalah hambatan fisik dalam mensosialisasikan KEK Tanjung Lesung ? 5. Bagaimana usaha para instansi terkait untuk menindak lanjuti masalah hambatan budaya dalam mensosialisasikan KEK Tanjung Lesung ?
1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana Geger budaya terjadi pada masyarakat yang ditetapkannya Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 2. Untuk mengetahui bagaimana hambatan- hambatan penyampaian pesan atau informasi terjadi karena adanya kecemasan masuknya Geger budaya ke masyarakat Banten
9
3. Untuk mengetahui bagaimana usaha para instansi terkait untuk menindak lanjuti masalah penolakan yang dilakukan masyarakat Banten akibat kurangnya penyampaian pesan atau informasi mengenai KEK 4. Untuk mengetahui bagaimana usaha-usaha instansi dalam menanggapi adanya geger budaya pada masyarakat Tanjung Lesung
1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis Peneliti
diharapkan dapat
memberikan kontribusinya
untuk
bisa
menguraikan permasalahan yang timbul di dalam masyarakat Banten mengenai adanya penolakan akibat kecemasan-kecemasan yang dirasakan masyarakat Banten dengan diresmikanya Tanjung lesung menjadi (KEK) Tanjung Lesung.
1.5.2 Kegunaan Praktis Dengan melakukan penelitian ini peniliti diharapkan dapat memberikan Informasi yang merata tentang adanya informasi KEK Tanjung Lesung dan mengajak Masyarakat yang belum pernah mengujungi kawasan ekonomi khusus agar tidak timbulnya kontra terhadap KEK Tanjung Lesung
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Komunikasi Antar Budaya 2.1.1 Pengertian Komunikasi Antar Budaya Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya tidak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya). Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan akal3. Menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini berarti bahwa seluruh tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kebudayaan karena sangat sedikit tindakan manusia yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Bagaimana manusia makan, minum, berjalan, berinteraksi dengan manusia lainnya itu semua berpengaruh pada budaya individu itu sendiri. Ada sarjana lain yang mengartikan kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka komunikasi antarbudaya merujuk pada fenomena komunikasi di mana para partisipan yang berbeda latar belakang kultural menjalin kontak satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. Ketika komunikasi antarbudaya mempersyaratkan dan berkaitan dengan kesamaan
3
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004 hlm 8
10
11
dan perbedaan kultural antara pihak-pihak yang terlibat, maka karakteristik kultural dari partisipan bukan merupakan fokus studi. Titik perhatian dari komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi antara individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok Komunikasi
antarbudaya
lebih
menekankan
aspek
utama
yakni
antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda. Jika kita berbicara tentang komunikasi antarpribadi, maka yang dimaksud adalah dua atau lebih orang terlibat dalam komunikasi verbal atau non verbal secara langsung. Apabila kita menambahkan dimensi perbedaan kebudayaan ke dalamnya, maka kita berbicara tentang komunikasi antarbudaya. Maka seringkali dikatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antarpribadi dengan perhatian khusus pada faktor-faktor kebudayaan yang mempengaruhinya. Dalam keadaan demikian, kita dihadapkan dengan masalah-masalah yang ada dalam situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Komunikasi antarbudaya terjadi apabila pemberi dan penerima pesan berasal dari budaya yang berbeda. Budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki oleh setiap orang. Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda yang dapat menimbulkan berbagai macam kesulitan.
12
2.1.2 Tujuan Komunikasi Antar Budaya Tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi ketidakpastian tentang orang lain. Gudykunst dan Kim4 menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak saling mengenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antrapribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap reaksi, yaitu:
Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi)
Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut
Closure, mulai membuka diri anda yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan seseorang. Apabila individu dapat mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang
lain maka ia akan mempunyai peluang yang makin besar untuk memahami orang tersebut. Selain tingkat ketidakpastian (uncertainty) maka seseorang akan menghadapi tingkat kecemasan tertentu ketika berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan lain. Kecemasan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan, tekanan batin, perasaan bersalah atau ragu-ragu tentang orang
4
Ibid hlm 19
13
yang sedang dihadapi. Kecemasan mengandung suasana emosional yang tidak bersifat kognitif dan perilaku.
2.1.3 Fungsi Komunikasi Antar Budaya Komunikasi antar budaya, sebagaimana dijelaskan dalam buku Dasardasar Komunikasi Antar Budaya karya Alo Liliweri 5 bahwa fungsi komunikasi pada umumnya memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi pribadi yang meliputi identitas sosial, integrasi sosial, kognitif dan melepaskan diri. Serta memiliki fungsi sosial seperti pengawasan, menjembatani, sosialisasi dan menghibur. Dalam proses komunikasi antar budaya, terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial. Perilaku tersebut dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal maupun non verbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui asal-isil suku bangsa, agama maupun tingkat pendidikan seseorang. Selain sebagai identitas sosial, komunikasi antarbudaya berfungsi sebagai integrasi sosial. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dengan komunikan maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Salah satu contoh integrasi sosial adalah ketika kita menggunakan atribut-atribut yang berasal dari satu kebudayaan ketika kita berada di wilayah mereka. Seperti menggunakan lomar Baduy saatt berada di kawasan suku Baduy.
5
Ibid hlm 36-44.
14
Komunikasi antarbudaya, sebagai sebuah kajian ilmu sosial tentu menjadi sumber pengetahuan bersama. Kita dapat mempelajari satu budaya dengan berinteraksi dengan masyarakat di budaya tersebut. Saling mepelajari kebudayaan menjadi satu fungsi dari komunikasi antarbudaya agar budaya yang ada dapat dikembangkan dan juga dilestarikan agar tidak hilang keberadaannya. Fungsi terakhir dari fungsi pribadi komunikasi antarbudaya adalah sebagai jalan keluar. Konsultasi sebagai salah satu bentuk komunikasi menjadi hal yang penting dalam kounikasi antarbudaya. Dengan mempelajari budaya tertentu terkadang kita mendapatkan informasi dan juga inspirasi dari masalah yang kita hadapi. Selain memiliki fungsi pribadi, komunikasi antarbudaya juga memiliki fungsi sosial salah satunya fungsi pengawasan. Dalam proses komunikasi antarbudaya, fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan” tentang lingkungan. Fungsi pengawasan ini biasanya dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam konteks kebudayaan yang berbeda. Sebagai bentuk komunikasi lintas budaya, komunikasi antarbudaya berfungsi untuk menjembatani perbedaan komunikasi diantara komunikator dan komunikan. Fungsi tersebut terkontrol melalui pesan yang diberikan, tafsir yang digunakan dan makna yang sama. Fungsi komunikasi antarbudaya yang selanjutnya adalah sebagai sosialisasi nilai. Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat
15
lain. Dalam komunikasi antarbudaya seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun lebih penting daripadanya adalah bagaimana menagkap nilai-nilai yang erkandung dalam gerakan tubuh, gerakan imajiner dan symbol tertentu dalam kebudayaan tersebut. Fungsi terakhir dari komunikasi antarbudaya adalah untuk menghibur. Fungsi menghibur juga sering ditampilkan dalam proses komunikasi antarbudaya. Pertunjukan-pertunjukan seni dan budaya selain berfungsi untuk memberikan gambaran seni, juga memiliki fungsi menghibur orang yang menontonnya. Salah satu bentuk hiburan dalam konteks komunikasi antarbudaya adalah tayangan Srimulat yang popular di layar televise Indonesia.
2.1.4 Pendekatan Komunikasi Antarbudaya Dalam bahasa teoritis dikenal beberapa pendekatan terhadap komunikasi antarbudaya6, yaitu : 1. Pendekatan psikologis 2. Pendekatan interpretatif 3. Pendekatan kritis 4. Pendekatan dialektikal 5. Pendekatan dialog kultural 6. Pendekatan kritik budaya Pendekatan psikologi sosial ini sebetulnya lebih didominasi oleh para penganut paham fungsionalis yang menekankan pendekatan yang bersifat etik.
6
Ibid hlm 65-70
16
Pendekatan ini memandang bahwa hanya peneliti yang bebas dan berada diluar objek penelitian yang akan menghasilkan kesimpulan yang objektif. Berbeda dengan pendekatan psikologi sosial, pendekatan interpretative mengharuskan peneliti berada di dalam objek penelitian. Asumsi dasarnya adalah bahwa keberadaan dan kehidupan merupakan kontstruksi dari sebuah realitas. Perbedaan utama dari pendekatan kritis dengan pendekatan yang lain terletak pada macro context yang lebih menekankan pada konteks seperti realitas sosial, politik dan isu-isu ekonomi yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya, dan lebih khusus lagi meneliti hubungan kekuasaan diantara beberapa budaya. Pendekatan yang keempat adalah pendekatan dialektikal. Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan sebelumnya dan berasumsi bahwa sesuatu yang disebut realitas adalah dialektikal. Pendekatan selanjutnya adalah pendektan yang menekankan pada isu-isu internasionalisme dan juga humanism yaitu pendekatan dialog kultural. Pendekatan ini berasal dari konsep yang mengatakan bahwa sains merupakan alat praktis yang perlu digunakan manusia, dan sumbangan para teoritisi adalah memberikan kontribusi keilmuannya untuk meningkatkan pemahaman tentang dunia. Dan pendekatan yang terakhir adalah pendekatan kritik budaya. Pendekatan ini berusaha mencari dan menemukan isu-isu utama yang mendorong terjadinya konflik dalam setiap budaya sehingga mengakibatkan salah satu atau lebih kebudayaan disosialisasikan oleh masyarakat.
17
2.1.5 Hambatan Komunikasi Antarbudaya Menurut Hafied Cangara dalam Pengantar Ilmu komunikasi, mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator pada penerima. 7 Hambatan komunikasinya sebagai berikut: 1. Hambatan Teknis Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise) 2. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna 3. Hambatan Fisik Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan sebagainya 4. Hambatan Budaya Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihakpihak yang terlibat dalam berkomunikasi.8
7
Hafied Cangara. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. hal 153
18
2.2 Kecemasan 2.2.1 Pengertian Kecemasan Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap
manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan
sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb dalam artikel Fitri Fauziah & Julianti Widuri9 kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
8
Ibid hal 156 Fitri dan Julianti, kecemasan; gejala dan penyebabnya, diakses dari jurnalperempuan.org pada 16 April 2016 pkl. 11.16 9
19
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Namora Lumongga Lubis10 menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, & Greene Beverly memberikan pengertian tentang kecemasan
sebagai
suatu
keadaan
emosional
yang
mempunyai
ciri
keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, dan penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut11. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk 2.2.2
Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian
besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa 10
Namora L Lubis, Pengantar Psikologi untuk kedokteran, 2009 hal 14 Skripsi, Singgih D Gunarsa, pengaruh prilaku anak terhadap motivasi belajar, diakses dari repository.usu.ac.id 11
20
atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu : a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama. c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
21
2.2.3 Jenis-jenis kecemasan Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar. Mustamir Pedak12 membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu: a. Kecemasan Rasional Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita. b. Kecemasan Irrasional Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam. c. Kecemasan Fundamental Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia. Sedangkan Kartono Kartini13
membagi kecemasan menjadi dua jenis
kecemasan, yaitu : a. Kecemasan Ringan Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan ringan lama.Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi 12
Mustamir Pedak, Metode Supernol menaklukan stress, tahun 2009 hlm 30. Kartono Kartini, Sosiologi 2: Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju, Bandung, 2006 hlm 45 13
22
perkembangan kepribadian seseorang, karenakecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi seorang individu untuk mengatasinya.Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang wajar terjadi pada individu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk lebihberhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di kemudian hari.Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi karena individu tersebut tidak segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan tersebut akan mengendap lama dalam diri individu. b. Kecemasan Berat Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar secara mendalam dalam diriseseorang. Apabila seseorang mengalami kecemasan semacam ini maka biasanya ia tidakdapat mengatasinya. Kecemasan
ini
mempunyai
akibat
menghambat
atau
merugikan
perkembangan kepribadian seseorang. Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu kecemasan berat yang sebentar dan lama.Kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dapat menimbulkan traumatis padaindividu jika menghadapi situasi yang sama dengan situasi penyebab munculnya kecemasan.Sedangakan kecemasan yang berat tetapi munculnya lama akan merusak kepribadian individu. Halini akan berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses kognisiindividu. Kecemasan yang
23
berat dan lama akan menimbulkan berbagai macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited (heboh, gempar).
2.3 Geger budaya Proses individu memperoleh aturan-aturan budaya komunikasi dimulai pada masa awal kehidupan manusia. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan ke dalam diri individu dan menjadi kepribadian dan perilaku individu. Proses belajar yang terinternalisasikan ini memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu itu disebut enkulturasi. Enkulturasi mengacu pada proses dimana budaya ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Individu mempelajari budaya, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar bukan melalui gen. Enkulturasi terjadi melalui orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan. Secara psikologis, dampak dari akulturasi adalah stress pada individuinvidu yang berinteraksi dalam pertemuan budaya tersebut. Fenomena ini diistilahkan dengan kejutan budaya (culture shock). Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak antarpersona secara langsung seringkali menimbulkan frustasi. Istilah culture shock diperkenalkan oleh seorang antropolog yang bernama Kalvero Oberg pada tahun 1960. Kalvero Oberg memberikan definisi yang detail mengenai fenomena ini dalam paragraf berikut : Kejutan budaya ditimbulkan oleh rasa gelisah sebagai akibat dari hilangnya semua tanda dan simbol yang biasa kita hadapi dalam
24
hubungan sosial. Tanda dan petunjuk ini terdiri atas ribuan cara di mana kita mengorientasikan diri kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari; bagaimana memberikan petunjuk, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana untuk tidak berespons. Petunjuk ini dapat berupa kata-kata, gerakan, ekspresi wajah, kebiasaan atau norma, diperlukan oleh kita semua dalam proses pertumbuhan dan menjadi bagian dari budaya kita sama halnya dengan bahasa yang kita ucapkan dan kepercayaan yang kita terima. Kita semua menginginkan ketenangan pikiran dan efisiensi ribuan petunjuk tersebut yang kebanyakan tidak kita sadari. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kejutan budaya adalah rasa cemas dan kaget ketika individu memasuki budaya baru yang berbeda dengan budaya yang sudah melekat pada dirinya. Budaya yang sudah melekat pada diri individu ketika memasuki budaya baru akan tidak efektif karena setiap budaya mempunyai caranya tersendiri. Mulyana mendefinisikan culture shock sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang yang familiar dalam hubungan sosial. Tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk itu meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam mengendalikan diri kita sendiri dalam menghadapi situasi sehari-hari. Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh antropologis yang bernama Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap, yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya: bagaimana untuk menberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan dimana kita tidak perlu merespon.14
14
Deddy Mulyana. 2006. Komunikasi Antarbudaya. hal 174
25
Culture shock adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diderita orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke lingkungan yang baru. Culture shock ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Orang akan kehilangan pegangan lalu mengalami frustasi dan ketidaknyamanan dan mengecam lingkungan itu dan menganggap kampung halamannya lebih baik dan terasa sangat penting. Orang cenderung mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air, kumpulan yang sering menjadi sumber tuduhan-tuduhan emosional yang disebut stereotipe dengan cara negative.15 Banyak definisi dari para ahli tentang culture shock, namun pada intinya, peneliti dapat menyimpulan bahwa culture shock adalah kondisi kecemasan yang dialami seseorang dalam rangka penyesuaiannya dalam lingkungan yang baru dimana nilai budaya yang ada tidak sesuai dengan nilai budaya yang dimilikinya sejak lama. Deddy Mulyana lebih mendasarkan culture shock sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan persepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Lingkungan baru dapat merujuk pada agama baru, sekolah baru, lingkungan kerja baru, dan sebagainya. Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan
15
Ibid
menyesuaikan
diri
(personality
mal-adjustment)
yang
26
merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena ia harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budayanya yang lama tidak lagi sesuai. Meskipun gegar budaya sering dikaitkan dengan fenomena memasuki suatu budaya (yang identik dengan negara) asing, lingkungan budaya baru yang dimaksud di sini sebenarnya bisajuga merujuk pada agama baru, lembaga pendidikan (sekolah atau universitas) baru, lingkungan kerja baru, atau keluarga besar baru yang dimasuki lewat perkawinan (mertua, ipar, dan sebagainya). Bennet menyebut fenomena yang diperluas ini dengan sebutan transition shock, suatu konsekuensi alamiah yang disebabkan ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan baru dan berubah dalam berbagai situasi, seperti perceraian, relokasi, kematian seseorang yang dicintai, dan perubahan nilai yang berkaitan dengan inovasi sosial yang cepat, juga kehilangan kerangka rujukan yang dikenal dalam memasuki budaya lain. Pada dasarnya gegar budaya adalah berbenturan persepsi, yang diakibatkan penggunaan persepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Individu biasanya menerima begitu saja nilai-nilai yang dianut dan dibawa sejak lahir, yang juga dikonfirmasikan oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, ketika individu
27
memasuki suatu lingkungan baru, ia mengahadapi situasi yang membuatnya mempertanyakan kembali asumsi-asumsinya, tentang apa yang disebut kebenaran, moralitas, kebaikan, kewajaran, kesopanan, kebijakan, dan sebagainya. Benturanbenturan persepsi itu yang kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu, dan menyebabkannya merasa tertekan dan menderita stres. Efek stres inilah yang disebut gegar budaya. Ketika memasuki suatu lingkungan yang baru, seseorang tidak langsung mengalami gegar budaya. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Adler mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini: kontak, disintregasi, reintegrasi, otonomi, dan independensi. Tahap kontak biasanya ditandai dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena seseorang melihat hal-hal yang eksotik, unik, dan luar biasa. Setelah tahap “bulan madu” ini, individu mulai memasuki tahap kedua yang ditandai dengan kebingungan dan disorientasi. Perbedaan menjadi lebih nyata ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas perseptual individu. Individu semakin jengkel, cemas, dam frustasi menghadapi perbedaan budaya itu. Lalu ia pun merasa terasing dan tidak mampu mengatasi situasi yangbaru ini. Kebingungan,
keterasingan,
dan
depresi
lalu
menimbulkan
disintegrasi
kepribadian individu ketika kebingungan mengenai identitasnya dalam skema budaya yang baru itu terus meningkat. Tahap reintegrasi, ditandai dengan penolakan atas budaya kedua. Individu menolak kemiripan dan perbedayaan budaya melalui penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku dan sikap yang serba menilai. Individu membenci apa yang
28
dialaminya tanpa alasan yang jelas. Pada tahap transisi ini, individu akan mencari hubungan dengan orang-orang yang berasal dari budaya yang sama. Munculnya perasaan negatif ini dapat merupakan tanda akan tumbuhnya kesadaran budaya kita yang baru, kalau seseorang masih bertahan. Kembali ke budaya lama merupakan pilihan lain untuk mengatasi dilema ini. Pilihan yang diambil seseorang bergantung pada intensitas pengalamannya, daya tahan, atau interpretasi dan bimbingan yang diberikan orang-orang penting disekitarnya. Tahap otonomi dalam transisi ini ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dam kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru seseorang. Seseorang menjadi lebih santai dan mampu memahami orang lain secara verbal dan non verbal. Ia merasa nyaman dengan perannya sebagai orang dalam – orang luar dalam dua budaya yang berbeda. Akhirnya, menurut Adler pada tahap independensi, individu menghargai perbedaan dan kemiripan budaya, bahkan menikmatinya. Seseorang menjadi ekspresif, humoris, kreatif dan mampu mengaktualisasikan dirinya. Hal terpenting ialah ia mampu menjalani transisi lebih jauh dalam kehidupan melewati dimensi-dimensi baru dan menemukan cara-cara baru menjelajahi keberagaman manusia. Pada tahap inilah individu dapat menjadi manusia yang disebut “manusia antarbudaya” yang memahami berbagai budaya, mampu bergaul dengan orangorang dari berbagai budaya lain, tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya sendiri. Manusia antarbudaya adalah orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya yang atribut-atribut internalnya tidak didefinisikan secara
29
kaku, namun terus berkembang melewati parameter-parameter psikologi suatu budaya. Manusia antarbudaya dilengkapi dengan kemampuan berfungsi secarafektif dalam lebih dari satu budaya dan memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kemampuan menunjukkan empati budaya. Taft meringkas berbagai reaksi psikologis, sosial, dan fisik yang menandai gegar budaya, meliputi :
Kelelahan fisik, seperti diwujudkan oleh kedongkolan, insomnia (sulit tidur), dan gangguan psikosomatik lainnya.
Perasaan kehilangan karena tercerabut dari lingkungan yang dikenal.
Penolakan individu terhadap anggota-anggota lingkungan baru.
Perasaan tak berdaya karena tidak mampu menghadapi lingkungan asing. Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang
alamiah saja. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua, yakni faktor internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak individu memasuki budaya lain. Itu bergantung pada sejauh mana perbedaan budaya yang ada dan apakah individu memiliki ciri-ciri kepribadian yang kondusif untuk mengatasi gegar budaya tersebut. Bila perbedaan budaya tidak terlalu besar dan kita mempunyai kepribadian yang positif, seperti tegar dan toleran, kita mungkin tidak akan mengalamai gegar budaya yang berarti. Sebaliknya, bila perbedaan budaya bersifat ekstrem, sementara kita lembek, penakut, dan kurang percaya diri, kemungkinan besar kita akan mengalami gegar budaya. Berbagai penelitian
30
empiris menunjukkan bahwa gegar budaya sebenarnya merupakan titik pangkal untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan budaya kita, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri. Ketika kita masuk dan mengalami kontak dengan budaya lain, dan merasakan ketidaknyamanan psikis dan fisik karena kontak tersebut, kita telah mengalami gegar budaya atau culture shock.16 Banyak pengalaman dari orangorang yang menginjakkan kaki pertama kali di lingkungan baru, walaupun sudah siap, tetap merasa terkejut begitu sadar bahwa di sekelilingnya begitu berbeda dengan lingkungan lamanya. Orang biasanya akan merasa terkejut atau kaget begitu mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya telah berubah. Orang terbiasa dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya, dan orang cenderung suka dengan familiaritas tersebut. Familiaritas membantu seseorang mengurangi tekanan karena dalam familiaritas, orang tahu apa yang dapat diharapkan dari lingkungan dan orang-orang di
sekitarnya. Maka, ketika
seseorang meninggalkan
lingkungannya yang nyaman dan masuk dalam suatu lingkungan baru, masalah komunikasi akan dapat terjadi.17 Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi, antara lain antagonis/memusuhi terhadap lingkungan baru. Rasa kehilangan arah, rasa penolakan, gangguan lambung dan sakit kepala, homesick pada lingkungan lama, rindu pada teman dan keluarga, merasa kehilangan status 16 17
Deddy Mulyana. 2006. Komunikasi Antarbudaya. hal 174 Ibid. hal 174
31
dan pengaruh, menarik diri menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka.18 Deddy Mulyana menyebut culture shock sebagai suatu penyakit yang mempunyai gejala dan pengobatan tersendiri. Beberapa gejala culture shock adalah buang air kecil, minum, makan dan tidur yang berlebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang lain, tatapan mata yang kosong, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya, marah karena hal-hal sepele, reaksi yang berlebihan terhadap penyakit yang sepele, dan akhirnya, keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan melakukan analisis terhadap culture shock berupa hambatan – hambatan komunikasi Menurut Hafied Cangara dalam Pengantar Ilmu komunikasi, mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator pada penerima.19 Hambatan tersebut menurutnya yaitu hambatan tekhnis, semantic, psikologis, fisik, kerangka berpikir, status sosial dan hambatan budaya. Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis hambatan-hambatan tersebut pada masyarakat Desa Tanjung Jaya, salah satu desa yang terkena dampak langsung dari dijadikannya kawasan Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). 2.4.
Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan strategis berdasarkan kerangka acuan kerja (KAK) Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang adalah wilayah yang penataan 18 19
Deddy Mulyana & Jalaludin Rakhmat. 2006.Komunikasi Antarbudaya. hal 175 Hafied Cangara. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. hal 153
32
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan 20. Kawasan ini merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap : a. Tata ruang di wilayah sekitarnya; b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, ada kata kunci dalam kawasan strategis pada tiap lingkupnya, yaitu kawasan yang diprioritaskan karena memiliki pengaruh sangat penting. Dengan demikian, peranan kawasan strategis diharapkan dapat secara signifikan untuk memberi pengaruh positif bagi wilayah pengaruhnya. Misalnya, kawasan strategis ekonomi memberikan pengaruh peningkatan ekonomi bagi wilayah hinterland-nya. Nilai strategis tersebut diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Menurut Undangundang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, salah satu jenis kawasan strategis Kabupaten, adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain kawasan metropolitan, 20
Bappeda Kab. Pandeglang, KAK Tanjung Lesung, dokumentasi arsip pemerintah Pandeglang, 2015.
33
ekonomi khusus, pengembangan ekonomi terpadu, kawasan tertinggal, serta kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Penataan ruang kawasan strategis dilakukan
untuk
mengembangkan,
melestarikan,
melindungi
dan/atau
mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Saat ini ada delapan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Tanjung Lesung – Banten, Sei Mangkei – Sumatra Utara, Palu – Sulawesi Tengah, Bitung – Sulawesi Utara, Mandalika – NTB, Morotai – Maluku Utara, Tanjung Api Api – Sumatra Selatan, dan yang terakhir Maloi Batura – Trans Kalimantan/MBTK – Kalimantan Timur. Dari 8 ( delapan ) KEK tersebut, yang sudah mulai beroprasi yaitu KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang Tahun 2011 – 2031, pada pasal 47 ayat (1) point b menyebutkan bahwa Kawasan Wisata Tanjung Lesung – Panimbang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) huruf a berdasarkan Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Konsekuensi penetapan kawasan strategis ini adalah perhatian yang lebih pada penanganan kawasan Tanjung Lesung. Sebenarnya penetapan Tanjung Lesung sebagai kawasan strategis merupakan penguatan dari strategi pembangunan yang diambil sebelumnya, sehingga telah banyak upaya yang dilakukan untuk pengembangan Tanjung Lesung. Namun, dalam perkembangannya ternyata saat ini dilihat tidak
34
mengalami kemajuan dan malah mengalami kemunduran. Saat ini, permasalahan yang terdapat pada Daerah Penyangga Kawasan Strategis Tanjung Lesung, diantaranya :
Pada kawasan yang belum dilakukan penataan / pengaturan dengan baik,
Penurunan vitalitas kawasan,
Kegiatan perdagangan, seperti warung, kios dan pedagang kaki lima (PKL) yang semrawut,
Perkembangan kawasan yang tidak terkendali,
RTH (Ruang terbuka Hijau) belum terpenuhi,
Akses/infrastrktur koridor jalan/pedestrian pada Kawasan belum tertata dengan baik,
Dan lain sebagainya. Fungsi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah melakukan dan
mengembangkan usaha dibidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung merupakan kawasan khusus dan telah didukung melalui Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pariwisata Tanjung Lesung, kawasan pariwisata terpadu dengan beberapa investor yang mengelola
35
kawasan wisata Tanjung Lesung. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung memiliki potensi menarik yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan daerah. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang pariwisata di wilayah Banten Selatan (Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang) Provinsi Banten secara konseptual merupakan kawasan yang dipisahkan dari kawasan dengan peruntukan (zoning) lainnya, seperti kawasan perumahan dan sebagainya. Tujuan spesifik pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) bidang pariwisata ini adalah untuk menciptakan keunggulan kawasan (spatial competitiveness) terhadap kawasankawasan lain baik didalam negeri maupun diluar negeri sebagai sebuah kawasan ekonomi yang dapat menarik minat bagi para investor (PMA / PMDN). Semenjak ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung Lesung melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, progres pengembangan kawasan ini sampai dengan saat ini dapat berjalan dengan baik meskipun harus diakui bahwa dalam beberapa hal dirasakan masih belum optimal. Pada kegiatan sosialisasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung yang diselenggarakan di hotel Sofyan Inn Pandeglang pada 09 Februari 2014 lalu, ketua panitia kegiatan sosialisasi menyebutkan siapa saja unsur peserta pada kegiatan sosialisasi tersebut. “Peserta kegiatan sosialisasi kawasan ekonomi khusus (kek) pariwisata Tanjung Lesung Kabupaten Pandeglang tahun 2014 ini sebanyak 150 orang, terdiri dari : tenaga penyuluh pegawai negeri sipil dan tenaga bantu (thl-tb) penyuluh pertanian pada badan pelaksana
36
penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan (bp4k) kabupaten pandeglang21” Dari isi sambutan tersebut, Nampak dengan jelas bahwa peserta sosialisasi tersebut tidak melibatkan masyarakat sekitar kawasan yang terkena dampak Tanjung Lesung. Sehingga wajar saja jika masyarakat tidak mengetahui dan mengalami geger budaya (culture shock) karena tidak mengetahui apapun tentang KEK ini.
2.5 Elite Masyarakat Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih yang khusus dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan: “posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaanpekerjaan dinas”. Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa.
21
Dikutip dari laporan ketua pelaksana sosialisasi KEK Tanjung Lesung dokumentasi Pemkab Pandeglang
37
Penentuan golongan minoritas ini
didasarkan pada
penghargaan
masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang akan dating. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa adan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial. Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan baik yanag bersifat fisik maupun psikhis, material maupun immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian. Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih
besar jika dibandingkan dengan masyarakat lain. Ciri-Ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas adalah imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya. 2.6 Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini, peneliti melihat terdapat hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi antara masyarakat sekitar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, Pemerintah Kabupaten Pandeglang sebagai regulator dan
38
pemangku kebijakan serta pihak Banten West Java (BWJ) sebagai pihak yang ditunjuk untuk mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tersebut. Terdapat 7 hambatan yang peneliti analisis dalam penelitian ini. Nantinya, masing-masing hambatan dapat menentukan bentuk-bentuk geger budaya (culture shock) yang terjadi di masyarakat yang terkena dampak langsung atas dijadikannya Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Gambaran besar penelitian tersebut peneliti gambarkan sebagai berikut:
Tanjung Lesung ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Kecemasan geger budaya pada elite masyarakat Tanjung Lesung
Hambatan Tekhnis Kecemasan Rasional
Hambatan Psikologis
Kecemasan Irrasional
Hambatan Fisik
Kecemasan Fundamental
Hambatan Budaya
Kecemasan Budaya Pada Elite Masyarakat sekitar KEK Tanjung Lesung
39
2.7. Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
Peneliti
Iman Mukhroman, Rangga Galura Gumelar
Andrianis Januar
Riska Monica Puteri Kecemasan adanya
Proses
Adaptasi
Perencanaan strategi
geger budaya pada Komunikasi
Humas
Pemprov
Banten
pasca
Sosial Elite
yang
Mahasiswa Perantau ditetapkannya Asal Papua Dalam
Judul ditetapkannya KEK
Tanjung
Lesung
Menghadapi Culture Pariwisata Tanjung
sebagai
Kawasan
Shock di Universitas Lesung, Pandeglang
Ekonomi
Khusus
Trisakti (KEK)
Bagaimana perencanaan strategi Bagaimana Humas
pasca sosial
ditetapkannya
Lesung dalam
sebagai
Kawasan culture
(KEK)
mahasiswa atas
ditetapkannya
perantau asal Papua kawasan
Tanjung
Ekonomi
proses
Pemprov adaptasi komunikasi adaptasi masyarakat
Banten Masalah
proses Bagaimana
menghadapi Lesung shock
di Kawasan
Khusus Universitas Trisakti
Tanjung sebagai Ekonomi
Khusus (KEK)
40
Penelitian kualitatif Penelitian kualitatif penelitian kualitatif dengan
metode dengan
metode
dengan
deskriptif.
menggunakan
Menggunakan teori Menggunakan teori
metode
analisis akomodasi
seperti studi
deskriptif.
akomodasi
observasi, komunikasi. Teknik komunikasi. Teknik dokumentasi pengumpulan
pengumpulan
Metodelogi dan
wawancara informan
mendalam.
dengan informan
menggunakan
dengan
menggunakan
Menggunakan teori purposive sampling. purposive sampling. perencanaan strategi Data
diperoleh Data
diperoleh
Humas Ronald D melalui wawancara melalui wawancara Smith
mendalam
dan mendalam
dan
observasi.
observasi.
Masing-masing
Masing-masing
Peran
Humas individu
Pemprov
Banten cara yang beragam ditetapkannya
sangat
kecil
dan dalam
memiliki pihak yang terkait
melakukan Tanjung
Lesung
Pembahasan belum memberikan proses kontribusi
adaptasi sebagai
apapun komunikasi sosial di Ekonomi
terkait KEK ini.
lingkungan barunya.
(KEK) adaptasi
Kawasan Khusus melakukan atas
7
41
hambatan komunikasi
yang
terjadi
Memiliki Persamaan
Perbedaan
metodologi
Memiliki yang metodologi
Memiliki yang metodologi dan teori
sama.
sama.
yang sama
Objek penelitian
Objek penelitian
Objek penelitian
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Dalam penelitian mengenai kecemasan adanya geger budaya pada
masyarakat paska ditetapkannya Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode ini peneliti anggap sebagai metode yang paling tepat dalam meneliti tentang kecemasan adanya geger budaya pada masyarakat paska ditetapkannya Tanjung Lesung menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Menurut Strauss dan Corbin22, qualitative research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan – penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur – prosedur statistik atau dengan cara kuantitatif lainnya. Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk meneliti kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, gerakan social, atau hubungan kekerabatan. Sedangkan menurut Lexy J Moleong dalam bukunya metode penelitian kualitatif23 mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa,
22 23
Dr. Basrowi dan Dr. Suwandi, memahami penelitian kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2008 Hlm Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Reamaja Rosdakarya, Jakarta, 2007, Hlm 6
42
43
pada suatu konsep yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam metode kualitatif, realitas di pandang sebagai suatu yang berada di dalam dimensi banyak. Suatu kesatuan utuh, serta berubah-rubah, sehingga biasanya rancangan penelitian tersebut tidak disusun secara rinci dan pasti sebelum penelitiannya dimulai. Untuk alasan itu pula pengertian kualitatif sering di asosiasikan dengan tehnik analisa dari penulisan laporan penelitian24.
3.2 Paradigma Penelitian Paradigma menurut Bogdan dan Biklen25 adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir penelitian. Sedangkan Capra26 mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai – nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma post positivistik
dengan
metode
pendekatan
fenomenologis.
Pendekatan
fenomenologis menurut Rini Sudarmanti27 berhubungan dengan pemahaman tentang
bagaimana
keseharian
dunia
intersubyektif
(dunia
kehidupan).
Fenomenologi bertujuan untuk menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sesuatu yang bermakna serta dapat merekonstruksi kembali turunan 24
A. Chaedar Alwasilah, pokoknya kualitatif, Dunia pustaka jaya, Jakarta, 2006, hlm 84 Moleong, Op Cit, Hlm 49 26 Ibid 27 Rini Sudarmanti, Fenomenologi Dalam Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005 hlm 35 25
44
makna dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubyektif individu dalam kehidupan sosial. Fenomenologi dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji dan peneliti bebas untuk menganalisis data yang diperoleh.
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Studi Pustaka Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya, dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.
45
3.3.2 Wawancara Wawancara dalam penelitian ini menjadi titik penting dalam pengumpulan data. Wawancara dengan tujuan mendapatkan data primer dalam penelitian ini adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dari mengadakan wawancara itu sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba, dikutip dalam Basrowi dan Suwandi28 yakni, “untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, merekonstruksi kebulatan – kebulatan harapan pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain baik manusia ataupun bukan manusia, dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh penulis sebagai pengecekan anggota”. Pada penulisan ini, untuk memperdalam lagi data yang diperoleh maka dalam penulisan ini akan menggunakan wawancara mendalam (Indepth Interview). Jenis wawancara ini dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan yang menjadi pokok dari minat penulisan.
3.2.3 Observasi Observasi menurut Lexy J Moleong29 merupakan pengamatan langsung oleh penulis dengan melihat secara seksama proses pembuatan tayangan Sport 7
28 29
Basrowi dan Suwandi, Op Cit, hlm 127 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Reamaja Rosdakarya, Jakarta, 2007, Hlm 175
46
tersebut. Pengamatan dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, prilaku tak sadar dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data.
3.4 Narasumber Teknik yang penulis digunakan dalam penulisan kualitatif ini adalah purposive sampling (teknik sempel bertujuan), karena sempel yang diambil relative kecil dan dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penulisan ini. Oleh karena itu penulis menentukan kriteria dasar dari orang-orang yang akan penulis pilih untuk menjadi narasumber dalam penulisan ini. Narasumber tersebut ialah KH. Yusuf Mubarok selaku juru bicara dewan ulama se-Banten dan juga Tedy Fauzi Rahmat selaku Ka. Sie Perijinan administrator KEK dan juga satu pihak lagi dari pengelola Banten west Java. Dibawah ini adalah tabel data narasumber, berikut adalah identitasnya :
Nama No.
Instansi
Jabatan
Informan Juru bicara dewan ulama seKH. Yusuf Al Dewan ulama se1.
Banten (pihak yang menolak Mubarok
Banten KEK Tanjung Lesung)
Tedy 2.
Fauzi Ka. Sie Perijinan
Rahmat
Administrator KEK
47
3.
Bappeda
Kasubid.
Pandeglang
Buatan Pengasuh
Yayasan 4.
Sumber
Daya
(Pihak
yang
Abdul Aziz
KH. Odon
PP menerima
KEK
Tanjung
Assyifa Lesung) Tokoh 5.
Dzulkarnaen
masyarakat
Desa
Cikadu
3.5 Teknik Analisis Data Dalam penelitian diperlukan tahap-tahap penelitian yang memungkinkan peneliti untuk tetap berada dijalur yang benar dan memiliki langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian. Teknik analisis data dilakukan dengan langkah : 1.
Penyeleksian data, pemeriksaan kelengkapan dan kesempurnaan data dan serta kejelasan data. Memilah data yang didapatkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan sebagai hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak sejalan dengan tujuan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyeleksian data yang dianggap layak sangat dibutuhkan. Penyeleksian data ini juga berfungsi sebagai cara untuk dapat memfokuskan pembahasan penelitian tertentu yang dianggap menunjang.
2.
Klasifikasi data yaitu mengelompokan data dan dipilih-pilih sesuai dengan jenisnya. Klasifikasi data ini dilakukan untuk memberikan batasan
48
pembahasan dan berusaha untuk menyusun laporannya secara tersistematis menurut klasifikasinya. Klasifikasi ini juga membantu penulis dalam memberikan penjelaan secara lebih detail dan jelas. 3.
Merumuskan hasil penelitian, Semua data yang diperoleh kemudian dirumuskan menurut pengklasifikasian data yang telah ditentukan. Rumusan hasil penelitian ini memaparkan beragam hasil yang didapat dilapangan dan berusaha untuk menjelaskan dalam bentuk laporan penelitian yang terarah dan sistematis.
4.
Menganalisa hasil penelitian, tahap akhir yang diperoleh dan berusaha membandingkannya dengan berbagai teori atau penelitian sejenis lainnya dengan data yang diperoleh secara nyata dilapangan. Menganalisa jawaban atas penelitian yang dilakukan dan berusaha menguatkan yang ada.
5.
Penarikan kesimpulan dan saran, tahap ini mengambil satu intisari yang diperoleh selama penelitian dilakukan. Dengan penarikan kesimpulan diharapkan seluruh penelitian dapat tercakup secara menyeluruh pada bagian ini. Agar mudah di mengerti dan dipahami.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.6.1 Lokasi Penelitian Lokasi yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah di Kawasan Tanjung Lesung Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang Banten.
49
3.6.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Terhitung dari awal bulan Mei sampai akhir bulan Oktober, mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga penyelesaian dengan perincian waktu yang telah direncanakan yaitu dari awal Mei hingga pertengahan Agustus untuk langkah observasi. Lalu dari Agustus hingga Oktober 2016 untuk langkah Penyusunan laporan penelitian. Bulan Persiapan Observasi Penyusunan data
Mei
Juni
July
Agustus
September Oktober
50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki potensi sangat baik dalam hal obyek wisata alam, religi, sejarah, serta seni budayanya. Potensi wisata tersebut harus dikembangkan dan dilestarikan sesuai perkembangan zaman pada saat ini serta mengikuti selera wisatawannya. Upaya dipromosikannya potensi wisata ini agar bisa membangkitkan dan menggerakan masyarakat umum untuk datang berkunjung menikmati keindahan panorama alam, pegunungan, maupun wisata alam lainnya yang tersedia di Kabupaten Pandeglang. Disinilah
perkembangan
wisata
Pandeglang
harus
ditingkatkan,
diwujudkan dan dilaksanakan melalui beberapa program dan kegiatan pariwisata secara berkelanjutan agar terencana dan terarah tujuannya untuk mencapai sesuai dengan yang diharapkan. Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan juga mempunyai peranan penting dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung merupakan kawasan khusus dan telah didukung melalui Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pariwisata Tanjung Lesung, kawasan pariwisata terpadu dengan beberapa investor yang mengelola kawasan wisata Tanjung Lesung. Kawasan pariwisata Tanjung Lesung memiliki potensi menarik yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan daerah. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang pariwisata di wilayah Banten Selatan (Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang) Provinsi Banten secara
50
51
konseptual merupakan kawasan yang dipisahkan dari kawasan dengan peruntukan (zoning) lainnya, seperti kawasan perumahan dan sebagainya. Tujuan spesifik pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) bidang pariwisata ini adalah untuk menciptakan keunggulan kawasan (spatial competitiveness) terhadap kawasankawasan lain baik didalam negeri maupun diluar negeri sebagai sebuah kawasan ekonomi yang dapat menarik minat bagi para investor (PMA / PMDN). Tanjung Lesung sendiri berjarak sekitar 120 KM dari ibukota Jakarta atau dengan jarak tempuh sekitar 5 jam dengan kendaraan pribadi. Sedangkan dari pusat kota Pandeglang, jarak tempuh ke Paintai Tanjung lesung sekitar 3 jam. Setelah peresmian Tanjung lesung sebagai Kawasan EKonomi Khusus (KEK) oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 lalu, percepatan pembangunan dan infrastruktur terus dilakukan diantaranya pembangunan jalan tol SerangPanimbang sepanjang 80 KM, reaktivasi rel kereta api Rangkas-Labuan dan juga pembangunan bandara Banten selatan.
4.2 Deskripsi hasil penelitian Penulis sudah mengumpulkan data dari informan yatiu administrator KEK, BAPPEDA Pandeglang, tokoh masyarakat, tokoh ulama yang menerima dan menolak KEK, masyarakat awam dan juga pihak pengelola KEK. Data dari beberapa informan tersebut penulis sinkronkan dengan 4 hambatan komunikasi yang akan dianalisis pada penelitian ini. Adapun 4 hambatan komunikasi tersebut yaitu hambatan teknis, hambatan psikologis, hambatan fisik dan hambatan budaya. Hasil dari analisis tersebut nantinya akan penulis
52
coba uraikan dan simpulkan sehingga menjadi hasil penelitian yang objektif dan tervalidasi.
4.2.1
Hambatan teknis pada masyarakat yang terkena dampak kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung Menurut Hafied Cangara dalam Pengantar Ilmu komunikasi, mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator pada penerima. Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise). Yang menjadi indicator dari hambatan teknis pada penelitian ini adalah sarana dan prasarana untuk melakukan komunikasi seperti tempat berkumpul, alat komunikasi dan juga media untuk berkomunikasi. Penulis akan uraikan jawaban masing-masing informan pada indicator dari hambatan teknis dengan table sebagai berikut :
Indkator Hambatan Teknis Administrator KEK (Teddy Subagja)
Ruang Untuk Berkomunikasi
Alat Untuk Berkomunikasi
Media Untuk Berkomunikasi
Kita dari administrator menyiapkan beberapa wadah untuk masyrakat. Dari komunitas penggerak ekonomi nya, penggerak
Di kawasan Tanjung Lesungnya itu, para tokoh masyarakat dan took agama kita fasilitasi kendaraan untuk memudahkan
Biasanya informasi yang tersebar itu dari mulut ke mulut, namun kita juga sering bertatap muka dengan masyarakat karena biasanya banyak info yang tidak jelas sumbernya
53
kegiatan sosialnya mereka agar bias juga ada. mobilisasi informasi ke masyarakat BAPPEDA Untuk sosialisasi Di Desa Cikadu itu kita biasanya di lengkap, ada Pandeglang kantor kecamatan ruangan seperti bukan di Desa aula sudah ada (Abdul Aziz) Cikadu nya microphonenya, ada proyektornya jadi tidak perlu repot bawa dari kantor kabupaten. Ulama Tidak ada itu, Biasanya kita para sebelum ulama hanya lewat (menolak pembentukan KEK ceramah di masjidini tidak ada masjid saja baru KEK) sosialisasi yang bisa menyadarkan melibatkan ulama kepada masyarakat (KH. Yusuf Banten. akan bahaya KEK ini seperti apa Mubarok)
Ulama (menerima KEK) (KH. Odon)
Tokoh masyarakat
Banyak kok ruangruang untuk komunikasi dengan masyarakat. Ada wadah organisasi yang dibuat oleh Pemda, ada yang dibuat oleh BWJ dan ada juga tanah saya yang saya infakkan untuk dibuat tempat agar kalau ada kegiatan yang mengumpulkan masyarakat bisa di tempat saya Masyarakat disini sih ya mau-mau aja kalo diajak ngumpul. Biasanya di kantor
Selama ini paling penyebaran informasi dari mulut ke mulut, tapi jika ada informasi penting baru masyarakat dikumpulkan.
Biasanya sih Cuma dikumpulin beberapa tokoh masyarakatnya aja, baru dari situ
langsung klarifikasi.
kita
Sosialisai di tingkat kecamatan itu kan dihadiri oleh perangkat desa dari RT, RW, Lurah jadi biasanya pasca rapat mereka yang langsung komunikasi ke masyarakatnya Karena para ulama ini sibuk dan banyak kegiatan, jadi jarang untuk bisa bertatap muka langsung dengan masyarakat. Tapi laporan-laporan bahwa masyarakat tidak setuju dengan KEK ini banyak masuk ke kita Santri-santri saya juga sering membantu menyebarkan informasi dengan mendatangi masyarakat dari pintu ke pintu. Paling ya kaya gitu aja sih. Soalnya kita pernah coba menyebarkan info lewat selebaran kertas yang ditempel tapi keliatannya kurang efektif juga.
Gapake sarana apaapa sih, paling ya dari Pemda atau BWJ nya bawa kertas fotocopy-an. Trus
54
(Dzulkarnaen) kelurahan atau penyebaran dikasih satu-satu buat ditempat abah yai informasinya dari yang hadir (kyai Odon-Red) mulut ke mulut musyawarah disitu. masyarakat.
4.2.2
Hambatan psikologis pada masyarakat yang terkena dampak kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna
Indkator Hambatan Psikologis Administrator KEK (Teddy Subagja)
BAPPEDA Pandeglang (Abdul Aziz)
Penerimaan Informasi di Masyarakat Selama ini belum ada protes. Dari kemarin sosialisasi yang dilakukan sejauh ini sudah cukup. selama bisa komunikasi dengan baik. Kan masy juga tetap diberdayakan, bisa sebagai karyawan dll. Kalau tempat untuk umkm sudah disapkan untuk masy sekitar Ke masyarakat di kampong CIkadu, kemudian sosialisasi di tingkat kecamatan. Tokoh masy, tokoh agama, aparatur desa. Lalu ada
Respon Masyarakat Respon awalnya memang ada pro dan kontra. Tapi selama ini tidak ada masalah sepengetahuan saya. Kalau masyarakat butuh informasi atau sesuatu bisa langsung dating ke kita untuk tanyatanya. Daripada turun ke jalan kan kurang etis juga. Pro dan kontra, ada semacam pemahaman yaitu jika wisata berkembang maka kemaksiatan berkembang. Padahal tidak
Sikap Masyarakat Selama ini tidak ada masalah. Tapi memang ada yang datang ke kita mau mengajukan perijinan tapi terhambat perlakuan. Dan kita bukannya tidak mau membantu. Tapi itu tupoksi nya pengelola yaitu BWJ.
Responnya positif sih, terlihat dari adanya gerai 2 buah yang dijadikan kampong wisata. Gerainya difasilitasi Pemda tapi diatas lahan masyarakat. 2 gerai
55
juga sosialisasi di tingkat kab. Tempatnya di aula sekda. Di tahun 2014 dibuat RAD (rencana aksi daerah) untuk mendukung Tanjung Lesung.
Ulama
Yang kami tahu para ulama, (menolak penyampaian informasi nya KEK) (KH. tidak menyeluruh. Dari laporan Yusuf masyarakat ke kita banyak Mubarok) masyarakat yang tidak paham apa itu KEK. Siapa investornya, apa yang diinginkan investor luar negeri di KEK ini dan sebagainya.
Ulama
Penerimaan informasinya
seperti itu semua nya tergantung pemda. Makanya di kita ada kerjasama antara pemda dengan BWJ. Disitu kita masukan regulasi apa yang boleh dan apa yg tidak boleh dibuat di Tanjung lesung ini. Termasuk ijin minuman beralkohol. Di kita ijin itu tidak keluar. Rencananya juga akan ada universitas di dalam Tanjung Lesung. Masyarakat menolak, tapi ya tetap saja yang kebagian jatah mah nerimanerima aja. Coba silahkan di cek sama mahasiswa. Yang menerima keberadaan KEK Cuma segelintir orang. Paling pemilik tanah, orang kaya nya, calo-calo nya. Masyarakat awam nya yang tidak tahu apa-apa hanya jadi penonton. Paling mentok jadi pekerja kasar. Respon masyarakat sebagian besar
itu ntuk salak pirus dan kerajinan tangan termasuk kerajinan membatik dengan nama motif Cikadu dengan 20 motif yang juga difasilitasi oleh BWJ. Sebenarnya bukan hanya wisatanya saja tapi juga unsur pendidikan dan kesehatannya. Nanti rencananya ada 1.000 homestay, ada rumah sakit juga, ada hotel, apartemen, cottage dan sebagainya. Ada yang dikembangkan juga masyarakatnya. Masyarakat yang menolak menunggu intruksi dari ulama. Kalo kata ulama kita demo ya mereka siap. Tapi kita tidak mau begitu lah. Kita mau menggunakan caracara konstitusi. Saya sudah mengumumkan di hadapan pers bahwa kami para ulama menolak KEK. Lalu kita juga memberikan surat kepada Presiden Jokowi sebanyak 3 kali sebagai bentuk penolakan ulama terhadap pembentukan KEK. Ya itu tadi, banyak yang ekonominya
56
(menerima KEK) (KH. Odon)
Tokoh
bagus sih, meski awalnya banyak yang tidak tahu dan menanyakannya ke saya. ya buktinya kan masyarakat langsung tergerak. Ada yang buka warung, ada yang rumahnya di renovasi dan dijadikan homestay, dan banyak lagi lah. Artinya dari sisi ekonomi masyarakat tergerak untuk berubah.
Awalnya banyak yang tidak setuju. masyarakat Alasnnya macammacam lah ada (Dzulkarnaen) yang takut banyak maksiat, ada yang takut tidak mendapat pekerjaan karena KEK, ada yang takut masalah kehidupan nelayan ada juga yang tidak setuju karena tidak mendapatkan peran apa-apa di KEK ini. Tapi ya lama kelamaan kan ada sosialisasi, ada banyak informasi yang masuk dan sebagian besar sudah setuju sekarang.
positif. Ada yang merantau ke Jakarta akhirnya karena di kampungnya ada potensi wisata dia kembali ke CIkadu sini dan memulai usaha karena melihat peluang. Banyak sih, selain homestay tadi juga kan masyarakat mau membuat kerajinan batik yang difasilitasi BWJ. Ya pokoknya seperti yang abah sudah jelaskan ya selebihnya bisa dilihat sendiri lah. Respon awalnya ya itu tadi, beragam ya. Tapi kan karena pihak pengelola dan Pemda Pandeglang juga dating kesini dengan baik-baik dan musyawarah dengan masyarakat disini lalu sudah ada perjanjian antara BWJ dengan Pemda barulah masyarakat setuju.
tergerak. Awalnya homestay Cuma 2 lho sekarang kan sudah banyak. Perantau pada pulang dan membuka usaha itu kan hal yang bagus juga. Ya kalau tidak ada KEK belum tentu seperti ini. Anggap saja ini barokah, jangan dianggap mudharat terus nanti kapan maju nya.
Untuk sikap masyarakat tentu beragam. Tapi untuk yang menerima peresmian KEK ini kan mereka berusaha. Ada yang buka warung, buka homestay dan lainlain banyak lah. Tapi yang kita urus ini kan yang tidak setuju. Kalau hanya tidak setuju dan tidak berbuat apa-apa sih tidak masalah. Ini ada yang tidak setuju tapi provokasi yang lain dan terkadang ada prilaku premanisme ke mobil proyek BWJ yang lewat.
57
4.2.3
Hambatan fisik pada masyarakat yang terkena dampak kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan sebagainya
Indkator Hambatan Fisik Administrator
Jarak
Jarak memang menjadi kendala, KEK (Teddy oleh karena itu kami mengadakan Subagja) beberapa promosi dengan mengadakan beberapa kegiatan seperti festival. Di tahun ini akan ada festival, seperti bagan race. Dan ada wacana Seal Tanjung Lesung dan akhir tahun ini ada festival lagi.
BAPPEDA Pandeglang
Infrastruktur Sedang kita kejar untuk infrastruktur. Seperti betonisasi jalan dari PLTU Labuan sampai ke Tanjung Lesung, terus juga lampu penerangan jalan kita perbanyak, ada pembuatan jalan tol SerangPanimbang, reaktivasi rel kereta dan juga wacana pembangunan bandara Banten Selatan.
Sarana
Ada 2 pantai terbuka yang dibuka, yaitu pantai Bodur dan Beach club. Di beach club banyak game nya dari snorkling, donnut jup, banana boat. Terus untuk feature pengembangan yang berkaitan dengan pantai umum sudah diisapkan namanya Lada Beach. Selain pantai juga aka nada President University disana, ada rumah sakit, homestay, hotel, dan sarana lain. Tapi ya memang belum berjalan karena banyak investor ini baru MoU saja dengan pengelola. Dan baru akan action ketika jalan tol sudah beroperasi Sebenarnya Bagi pemda, kek Rencananya juga hambatannya tanjung lesung ini akan ada universitas salah satunya sebenarnya di dalam Tanjung adalah akses jalan, hanyalah Lesung. Sebenarnya dari Jakarta saja bagaimana kita bukan hanya
58
(Abdul Aziz)
butuh 5 jam ke Tanjung Lesung. Sehingga yang dipercepat saat ini adalah pembuatan jalan tol. Nantinya banyak investor yang hadir jika jalan tol sudah selesai. Karena bisnis pariwisata bukan bisnis barang dan peminatan, sehingga yang harus didahulukan adalah promosi daerah dan juga infrastrukturnya. Nanti akan lebih pesat lagi perkembangannya jika jalan tol sudah ada. Termasuk kesiapan masyarakatnya juga. Makanya kita membuat kompepar disana. Kelompok yang bias memberdayakan masy. Disana termasuk ada kelompok nelayan, dan kemarin ada bantuan dari disbudpar berupa alat menyelam.
membuat sebuah isu nasional di Pandeglang. Sehingga nanti lirikannya nanti kesini. Untuk mempercepat pembangunan terutama di selatan pandeglang. Saat ini sedang proses pembebabsan lahan untuk pembuatan jalan tol Serangpanimbang sepanjang 80KM. targetnya di 2018 sudah selesai. Selain jalan tol, Ada bandara Banten Selatan dengan progresnya yang cukup lama dan reaktivasi rel kereta Rangkaslabuan dan rel Saketi-bayah. Fungsinya selain kereta wisata, juga menjadi jalur kereta barang pabrik semen di Bayah. Setelah penetapan, seluruh infrastruktur diperbaiki termasuk jalan sudah di beton dan diperlebar menjadi 7 meter dan juga penerangan sudah ditambah. Sebenarnya bukan hanya Tanjung Lesungnya, tetapi
wisatanya saja tapi juga unsur pendidikan dan kesehatannya. Nanti rencananya ada 1.000 homestay, ada rumah sakit juga, ada hotel, apartemen, cottage dan sebagainya. Itu sarana yang akan dibangun oleh pengelola. Sedangkan dari Pemda hanya air bersihnya saja yang menggunakan jasa PDAM Pandeglang.
59
Ulama
Iya kalo tentang itu saya tahu, (menolak kenapa coba memilih Tanjung KEK) (KH. Lesung sebagai daerah ekonomi Yusuf khusus? Kenapa tidak Anyer saja Mubarok) yang wisatanya sudah maju. Analisis saya, Tanjung Lesung dipilih karena tanahnya murah dan masyarakatnya menengah kebawah. Kalo dari sisi jarak kan jauh sekali dengan ibukota.
Ulama
Iya jaraknya memang jauh, (menerima makanya pemerintah juga KEK) (KH. kan berupaya membuat jaln tol, Odon) reaktivasi rel kereta dan bandara juga. Itu kan manfaatnya untuk orang banyak. Tidak
juga dampaknya bagi seluruh masy Pandeglang. Seperti yang tadi saya katakan, pada dasarnya ini pasti akan membawa mudaharat. Termasuk urusan infrastukturnya, keinginan masyarakatnya, social budaya nya. Itu semua sudah terpenuhi belum. Jika belum dan pemerintah terburu-buru meresmikan KEK, apa sebabnya ? berarti kana da hal-hal yang masyarakat tidak tahu. Padahal masyarakat sebagai warga Negara berhak tahu, investor ini siapa, dari Negara mana, apa tujuannya, lalu masyarakat akan dikemanakan dan lain-lain lah. Maksiat itu kan dimana-mana pasti ada. Tinggal kita saja para ulama harus bisa mengontrol itu. Disini juga kana da masjid, santrisantri nya banyak. Ya orang juga mikir masa di tempat yang
Nantinya katanya di sana akan dibangun hotel, cottage, homestay dan lainlain. Kalo masyarakat sekitar tidak diuntungkan ya buat apa ? saya dengan tegas atas nama ulama Banten ini menolak karena kami tahu bahwa masyarakat ini tidak akan menjadi apaapa. Tanahnya dibeli, mereka terpinggirkan di daerah mereka sendiri. Ini kan miris.
Ya kalo sarana, dan sifatnya dari masyarakat yang langsung tergerak kan banyak ya. Sudah saya ceritakan tadi. Selain itu di pesantren saya juga, saya datangkan pengajar yang langsung mengajarkan santri-
60
hanya masyarakat Tanjung Lesung, tapi juga masyarakat Pandeglang dan Banten. Masa ada kemajuan seprti itu kita tolak sih. Kan kalau tidak ada KEK belum tentu ada jalan tol.
banyak santri nya berbuat maksiat. Di pesantren saya juga ini kita buatkan pos untuk masyarakat menjaga keamanan. Dan di pos itu kita selalu koordinasi dengan Kamtibmas polsek Panimbang.
Kita kan diberitahu nya masyarakat kalau KEK ini diajukan oleh (Dzulkarnaen) pengelola, jadi ya untuk urusan jarak dan sebagainya biarkan saja pengelola yang memutar otak bagaimana caranya meskipun jaraknya jauh tapi tetap banyak wisatawan yang hadir
Disini sinyal handphone sudah bagus sih. Cuma memang belum semua operator. Baru Indosat. Telkomsel sama XL aja yang sudah bagus. Jadi tetep untuk komunikasi jarak jauh mah bisa kok. Tidak terlalu sulit banget gitu.
Tokoh
4.2.4
santri sini untuk mengelola tempat pariwisata. Ya ilmuilmu pariwisata lah. Dari manajemennya, promosinya, pengelolaannya dan juga ke bagian perawatan tempat wisata juga diajarkan. Jadi nanti warga sekitar tidak kalah dengan orang Jakarta yang sudah berpengalaman. Sarana mah banyak. Keliatan lah kalau yang dulu pernah kesini sama yang sekarang kesini pasti beda banget. Sekarang yang terbaru ada masyarakat yang anaknya lulus akbid dan langsung buka praktek kebidanan disini. Jadi kalau sakit ringan masih bisa diatasi disini.
Hambatan budaya pada masyarakat yang terkena dampak kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihakpihak yang terlibat dalam berkomunikasi. Hambatan budaya menjadi hal yang dicermati oleh beberapa pihak sebagai hal yang paling mendasar dari pro dan kontra terkait KEK Tanjung Lesung ini.
61
Indkator Hambatan Budaya Administrator
Budaya Masyarakat
Dari kita dan para stake holder yang KEK (Teddy lain hal itu akan menjadi warning Subagja) agar apa yang dikahwaitrkan ini tidak terjadi. Aturan-aturan seperti ketakutan banyak yang memakai bikini dan lain-lain itu saya 2 tahun disana belum pernah lihat. Yang penting kan wisatawan nyaman dan masyarakat juga tidak resah.
BAPPEDA Pandeglang (Abdul Aziz)
Sebenarnya tergantung kitanya bagaimana kita bisa membatasi agar hal-hal yang dikhawatirkan atau dianggap maksiat itu bisa kita tahan dan tidak muncul di daerah wisata. Dari tahun 2013 itu sudah kita buat TPM (tenaga pengerak masyarakat) yang seluruhnya lulusan STKS (s.T Kes.sos) itu yang kita amanahkan untuk mengembangkan masyarakat
Penerimaan Budaya Baru Intiya jangan sampai dikesampingkan. Kita menjamin dengan keharusan di regulasi itu. Jadi masyarakat tidak perlu takut seharusnya. Sebenarnya kekhawatiran pasti ada, Cuma mungkin bentuknya kecil dan lebih besar rasa penasarannya menunggu ini berjalan. Dan sampai saat ini responnya masih positif. Sebenarnya kehkawatiran itu sudah kita pikirkan dan sudah kita tuangkan dalam bentuk hokum berupa perjanjian antara BWJ dengan Pemda. Semuanya tertuang disitu. Di perjanjian itu tertera, pasal berapanya saya lupa bahwa kewajiban pihak BWJ : menjaga dan melestarikan adat istiadat serta budaya dan agama dan juga kearifan local.
Akulturasi Administrator paling hanya bisa mensupport. Karena itu tidak hanya kewenangan kami tapi semua SKPD. Termasuk di Bappeda ada pendampingan masyarakat. Karena kami tidak diharuskan terjun langsung.
Makanya di kita ada kerjasama antara pemda dengan BWJ. Disitu kita masukan regulasi apa yang boleh dan apa yg tidak boleh dibuat di Tanjung lesung ini. Termasuk ijin minuman beralkohol. Di kita ijin itu tidak keluar. Karena tentu bertentangan dengan adat dan budaya serta kearifan local masyarakatnya.
62
sekitar Tanjung Lesung. Ulama Saya ingin orangorang investor (menolak asing itu mengikuti kearifan local, KEK) (KH. jangan memaksakan Yusuf kehendak. Jangan sampai ketika ada Mubarok) perusakan kearifan local, jangan sampai masyarakat tidak dilindungi. Saya ini bergerak atas dasar laporan dari masyarakat. Dan banyak itu laporannya, dari nelayan, masyarakat biasa banyak itu. Jangan sampai masyarakat tidak tahu apa itu KEK sebenarnya. Ulama Iya yang saya tahu, semua (menerima kekhawatiran itu sudah ada di KEK) (KH. perjanjian antara Pemda dengan Odon) BWJ. Karena isi perjanjian itu kan kalau tidak salah adalah hasil dari musyawarah tokoh masyarakat saat sosialisasi KEK di tingkat kecamatan dan Kabupaten. jadi tidak perlu khawatir itu, tenang saja. Berjalan saja
Itu tadi, mudharatnya adalah akan ada perjudian, perzinahan, trafficking wanita, pembuatan gereja illegal, pornografi. Kan tidak menutup kemungkinan ada bule jalan-jalan keliling Tanjung Lesung pake bikini. Apa mau warga Banten yang katanya kota santri, seribu kyai sejuta santri ada yang begitu di Banten.
Yang saya khawatirkan adalah anak cucu kita, lalu masyarakat Tanjung Lesung itu sendiri secara moral dan akidah. Siap atau tidak menyaksikan kemaksiatan. Bagaimana jika masyarakat malah diam saja bahkan mendukung kemaksiatan. Akan rusak moral orang Banten ini jadinya.
KEK ini kan hanya masuk ke masyarakat dari unsur ekonomi, bukan unsur budaya. Jadi masyarakat menurut saya tetap bisa beribadah, bisa bekerja dan berkehidupan seperti biasanya tanpa perlu merasa resah ada gangguan atau ancaman dari wisatawan.
Selama tamu nya baik dan mengikuti aturan, ya kita ikuti saja. Tidak perlu harus ekstrim lah. Yang wisata juga kan niatnya berlibur. Jadi tidak perlu dipaksa untuk mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat.
63
belum sudah banyak keraguan. Biar nanti kalau sudah berjalan kita evaluasi. Tokoh Ya budaya Indonesia kan masyarakat karena mayoritas islam tidak jauh (Dzulkarnaen) beda lah menurut saya. Wisatawan juga kan yang solat mah solat, yang tidak mah tidak. Yang penting kan kita sudah mengingatkan. Untuk peredaran narkoba dan lainlainnya saya rasa tidak akan terjadi karena daerah sini kan dijaga polisi. Jadi jika ada yang mencurigakan, bisa langsung lapor Polsek Panimbang
Tidak akan ada itu, apalagi yang namanya gereja illegal. Alcohol saja tidak dijual disini. Dan jika tertangkap membawa akan dipolisikan. Jadi tidak perlu khawatir lah. Masyarakat disini juga tidak mau daerahnya menjadi daerah maksiat.
Nanti kana da festival-festival. Dan festival itu kan munculnya dari budaya masyarakat. Jadi tidak perlu khawatir kalau budayanya akan hilang karena KEK ini. Justru malah KEK ini adalah momentum untuk mengembangkan budaya dengan kegiatan-kegiatan promosi wisata seperti festival atau perayaan lainnya.
4.3 Analisis Data Dalam tahap ini, penulis akan menjabarkan penelitian dari hasil wawancara dan observasi dengan Informan sesuai dengan identifikasi masalah penelitian. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan data bahwa proses komunikasi antara masyarakat dan pihak pendukung KEK Tanjung Lesung adalah sebagai berikut:
64
4.3.1
Proses Komunikasi Pihak Yang Terlibat Dalam KEK Tanjung Lesung Dalam Menghadapi Hambatan Teknis Komunikasi antar budaya, Sebagaimana dijelaskan dalam buku Dasar-
dasar Komunikasi Antar Budaya karya Alo Liliweri 30 Memiliki fungsi sebagai sosialisasi nilai. Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain. Dalam komunikasi antarbudaya seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun lebih penting daripadanya adalah bagaimana menagkap nilai-nilai yang terkandung dalam gerakan tubuh, gerakan imajiner dan symbol tertentu dalam kebudayaan tersebut. Hambatan yang paling banyak terjadi pada proses sosialisasi salah satunya adalah hambatan teknis. Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise). Yang menjadi indicator dari hambatan teknis pada penelitian ini adalah sarana dan prasarana untuk melakukan komunikasi seperti tempat berkumpul, alat komunikasi dan juga media untuk berkomunikasi. Dalam hal ini, hambatan teknis yaitu berupa ruang untuk berkomunikasi, alat untuk berkomunikasi dan juga media untuk berkomunikasi. Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung menjelaskan, untuk ruang berkomunikasi pihak mereka sudah menyiapkan beberapa wadah organisasi yang menunjang kinerja masyarakat dalam rangka mendukung
30
Ibid hlm 36-44.
65
pelaksanaan KEK Tanjung Lesung. Organisasi tersebut meliputi beragam aspek seperti organisasi yang bergerak di bidang ekonomi dan juga yang bergerak di bidang social. “Kita dari administrator menyiapkan beberapa wadah untuk masyarakat. Dari komunitas penggerak ekonomi nya, penggerak kegiatan sosialnya juga ada31”. Menurutnya juga, tidak hanya administrator KEK saja yang punya wewenang untuk membuat wadah organisasi masyarakat di Tanjung Lesung. Tetapi juga seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Pandeglang memiliki fungsi yang sama yaitu mendukung pelaksanaan KEK Tanjung Lesung dengan cara membuat program pro masyarakat. Untuk alat dan media yang digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat, pihak administrator KEK Tanjung Lesung juga memfasilitasi para tokoh masyarakat setempat dengan kendaraan. Hal itu menurutnya untuk mempermudah jika ada informasi terkait perkembangan KEK Tanjung Lesung ini kepada masyarakat. “Di kawasan Tanjung Lesungnya itu, para tokoh masyarakat dan tokoh agama kita fasilitasi kendaraan untuk memudahkan mereka agar bias mobilisasi informasi ke masyarakat32” Selain memfasilitasi tokoh masyarakat dengan kendaraan, pihak administrator juga sering berkunjung ke kawasan KEK Tanjung Lesung guna mengklarifikasi isu-isu yang tidak benar sumbernya. “Biasanya informasi yang tersebar itu dari mulut ke mulut, namun kita juga sering bertatap muka dengan masyarakat karena biasanya banyak info yang tidak jelas sumbernya langsung kita klarifikasi33” 31
Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 33 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 32
66
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pandeglang melalui Kasubid Sumber Daya Buatan juga mengatakan, ruang untuk komunikasi dan sosialisasi KEK sebenarnya sudah disiapkan di kantor kecamatan Panimbang. “Untuk sosialisasi kita biasanya di kantor kecamatan bukan di Desa Cikadu nya34” Untuk alat komunikasi, BAPPEDA Pandeglang mengaku lebih senang berkomunikasi di Kantor Kecamatan Cikadu. Menurutnya, ruang pertemuan di kantor kecamatan Cikadu sudah lengkap. “Di Desa Cikadu itu lengkap, ada ruangan seperti aula sudah ada microphonenya, ada proyektornya jadi tidak perlu repot bawa dari Kantor Kabupaten35” Perbedaan pendapat muncul dari Forum Ulama Se-Banten. Ulama seBanten mengungkapkan pernyataan yang bertolak belakang dengan pernyataan BAPPEDA dan Administrator KEK. Menurut KH. Yusuf Al-Mubarok selaku ketua Forum Ulama Se-Banten, tidak ada yang namanya sosialisasi ditengah masyarakat Tanjung Lesung. Sosialisasi yang dimaksud disini adalah sosialisasi yang juga melibatkan ulama di Banten. “Tidak ada itu, sebelum pembentukan KEK ini tidak ada sosialisasi yang melibatkan ulama Banten36” Perbedaan pendapat yang kontradiktif antara ulama dengan pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang (Administrator KEK dan BAPPEDA) tentu merupakan sebuah geger budaya yang terjadi. Ketakutan-ketakutan yang 34
Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 36 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 35
67
dikhawatirkan akan terjadi pada masyarakat muncul dari ulama, tokoh agama dan bukan dari masyarakat itu sendiri. Pernyataan dari ulama Banten tersebut penulis konfirmasi kepada BAPPEDA Kabupaten Pandeglang. Menurut BAPPEDA, sosialisasi sudah dilakukan dengan maksimal dengan menghadirkan para lapisan masyarakat. “Sosialisai di tingkat kecamatan itu kan dihadiri oleh perangkat desa dari RT, RW, Lurah jadi biasanya pasca rapat mereka yang langsung komunikasi ke masyarakatnya37” Berdasarkan analisa penulis, ulama Banten mengalami geger budaya (geger budaya) pada pelaksanaan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung tersebut. Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan
menyesuaikan
diri
(personality
mal-adjustment)
yang
merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Pada dasarnya gegar budaya adalah berbenturan persepsi, yang diakibatkan penggunaan persepsi berdasarkan faktorfaktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai budayanya berbeda dan belum dia pahami. Para ulama ini juga berkomunikasi dengan masyarakat Tanjung Lesung. Hanya saja pola komunikasinya dilakukan dengan cara ceramah di masjid-masjid sekitar kawasan Tanjung Lesung. Isi ceramahnya menurut KH. Yusuf Mubarok yaitu berusaha mengingatkan masyarakat Tanjung Lesung tentang kemaksiatan yang akan terjadi jika Tanjung Lesung sudah menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
37
Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016
68
“Biasanya kita para ulama hanya lewat ceramah di masjid-masjid saja baru bisa menyadarkan kepada masyarakat akan bahaya KEK ini seperti apa38” Untuk intensitas komunikasi kepada masyarakat, KH. Yusf Mubarok mengakui bahwa para ulama memiliki kesibukan masing-masing sehingga belum bisa maksimal dalam berkomunikasi dengan masyarakat Tanjung Lesung. Namun, para ulama ini tetap menerima laporan dari masyarakat yang tidak setuju dengan KEK. “Karena para ulama ini sibuk dan banyak kegiatan, jadi jarang untuk bisa bertatap muka langsung dengan masyarakat. Tapi laporanlaporan bahwa masyarakat tidak setuju dengan KEK ini banyak masuk ke kita39” Pernyataan lain diungkapkan oleh KH. Odon Pengasuh Pondok Pesantren AS-Syifa yang berada di buffer zone Tanjung Lesung yaitu Desa Cikadu. Menurutnya,
ruang-ruang
untk
bersosialisasi
kepada
masyarakat
sudah
diupayakan baik oleh Pemda Kabupaten Pandeglang ataupun oleh pihak pengelola KEK Tanjung Lesung yaitu Banten West Java. “Banyak kok ruang-ruang untuk komunikasi dengan masyarakat. Ada wadah organisasi yang dibuat oleh Pemda, ada yang dibuat oleh BWJ dan ada juga tanah saya yang saya infakkan untuk dibuat tempat agar kalau ada kegiatan yang mengumpulkan masyarakat bisa di tempat saya40”. Pria yang akrab disapa Abah Odon ini juga menjelaskan bahwa proses komunikasi yang terjalin diantara masyarakat saat ini hanya sekedar komunikasi dari mulut ke mulut mengenai informasi seputar KEK Tanjung Lesung. Abah
38
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 40 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 39
69
Odon juga sering mengajak santrinya untuk membantu bersosialisai kepada masyarakat dalam membahas KEK Tanjung Lesung. “Santri-santri saya juga sering membantu menyebarkan informasi dengan mendatangi masyarakat dari pintu ke pintu. Paling ya kaya gitu aja sih. Soalnya kita pernah coba menyebarkan info lewat selebaran kertas yang ditempel tapi keliatannya kurang efektif juga41” Dzulkarnaen selaku tokoh masyarakat Desa Cikadu juga mengatakan hal serupa dengan KH. Odon. Menurutnya, masyarakat Tanjung Lesung terutama yang berada di kawasan buffer zone tidak keberatan dan mau saja jika diajak bermusyawarah terkait KEK Tanjung Lesung. Dirinya juga membenarkan jika penyebaran informasi yang dilakukan hanya sebatas dari mulut ke mulut. “Masyarakat disini sih ya mau-mau aja kalo diajak ngumpul. Biasanya di kantor kelurahan atau ditempat abah yai (kyai Odon-Red). Biasanya sih Cuma dikumpulin beberapa tokoh masyarakatnya aja, baru dari situ penyebaran informasinya dari mulut ke mulut masyarakat. Gapake sarana apa-apa sih, paling ya dari Pemda atau BWJ nya bawa kertas fotocopy-an. Trus dikasih satu-satu buat yang hadir musyawarah disitu42” Menurut analisa penulis, jika penyebaran informasi seputar Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung hanya sebatas dari mulut ke mulut, akan menyebabkan banyak sekali gangguan (noise) yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung. Karena perbedaan persepsi si penerima pesan membuat informasi tersebut memiliki kecenderungan untuk ditambahkan atau dikurangi shingga penyampaiannya menjadi tidak utuh.
41 42
Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016
70
4.3.2
Proses Komunikasi Pihak Yang Terlibat Dalam KEK Tanjung Lesung Dalam Menghadapi Hambatan Psikologis Secara psikologis, dampak dari akulturasi adalah stress pada individu-
invidu yang berinteraksi dalam pertemuan budaya tersebut. Fenomena ini diistilahkan dengan kejutan budaya (culture shock). Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak antarpersona secara langsung seringkali menimbulkan frustasi. Istilah culture shock diperkenalkan oleh seorang antropolog yang bernama Kalvero Oberg pada tahun 1960. Kalvero Oberg memberikan definisi yang detail mengenai fenomena ini dalam paragraf berikut : Kejutan budaya ditimbulkan oleh rasa gelisah sebagai akibat dari hilangnya semua tanda dan simbol yang biasa kita hadapi dalam hubungan sosial. Tanda dan petunjuk ini terdiri atas ribuan cara di mana kita mengorientasikan diri kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari; bagaimana memberikan petunjuk, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana untuk tidak berespons. Petunjuk ini dapat berupa kata-kata, gerakan, ekspresi wajah, kebiasaan atau norma, diperlukan oleh kita semua dalam proses pertumbuhan dan menjadi bagian dari budaya kita sama halnya dengan bahasa yang kita ucapkan dan kepercayaan yang kita terima. Kita semua menginginkan ketenangan pikiran dan efisiensi ribuan petunjuk tersebut yang kebanyakan tidak kita sadari. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kejutan budaya adalah rasa cemas dan kaget ketika individu memasuki budaya baru yang berbeda dengan budaya yang sudah melekat pada dirinya. Budaya yang sudah melekat pada diri individu ketika memasuki budaya baru akan tidak efektif karena setiap budaya mempunyai caranya tersendiri. Hambatan psikologis itu sendiri terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga
71
dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna. Indicator penelitian dalam menganalisis hambatan psikologis adalah penerimaan informasi di masyarakat, respon masyarakat dan sikap masyarakat. Forum ulama se-Banten yang dipimpin oleh KH. Yusuf Mubarok menolak keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Tanjung Lesung. Menurutnya, kawasan Tanjung Lesung dipilih karena tanahnya murah, pekerjanya juga murah dan juga karena masyarakatnya berpendidikan rendah sehingga tidak akan menimbulkan protes jika ada kawasan pariwisata di daerahnya. Menurut KH. Yusuf, banyak masyarakat yang belum paham apa itu KEK, fungsi dan tujuan dibuatnya KEK dan hal lain seputar KEK. “Yang kami tahu para ulama, penyampaian informasi nya tidak menyeluruh. Dari laporan masyarakat ke kita banyak masyarakat yang tidak paham apa itu KEK. Siapa investornya, apa yang diinginkan investor luar negeri di KEK ini dan sebagainya43” Selain itu menurut KH. Yusuf, masyarakat banyak yang menolak namun laporan dari masyarakat tersebut diredam oleh pihak-pihak yang diuntungkan atas keberadaannya KEK. Bentuk penolakan dari masyarakat yaitu berupa surat aduan dan laporan yang dihimpun oleh beberapa LSM yang mengadukan hal ini ke forum ulama se-Banten. “Masyarakat menolak, tapi ya tetap saja yang kebagian jatah mah nerima-nerima aja. Coba silahkan di cek sama mahasiswa. Yang menerima keberadaan KEK Cuma segelintir orang. Paling pemilik tanah, orang kaya nya, calo-calo nya. Masyarakat awam nya yang tidak tahu apa-apa hanya jadi penonton. Paling mentok jadi pekerja kasar44”
43 44
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016
72
Sebagai masyarakat yang religious, keberadaan ulama di lungkungan masyarakat di Banten menjadi pokok. Ulama tidak hanya menjadi sosok yang memimpin ibadah kerohanian tetapi juga hal-hal yang sifatnya social dan kemasyarakatan. Termasuk pada kasus KEK ini, menurut penulis keberadaan ulama menjadi hal yang diperhitungkan oleh masyarakat yang tidak setuju dengan keberadaannya KEK tersebut. KH. Yusuf membenarkan hal itu dan menurutnya masyarakat masih menunggu instruksi ulama untuk sikap dan bentuk penolakannya seperti apa. “Masyarakat yang menolak menunggu intruksi dari ulama. Kalo kata ulama kita demo ya mereka siap. Tapi kita tidak mau begitu lah. Kita mau menggunakan cara-cara konstitusi. Saya sudah mengumumkan di hadapan pers bahwa kami para ulama menolak KEK. Lalu kita juga memberikan surat kepada Presiden Jokowi sebanyak 3 kali sebagai bentuk penolakan ulama terhadap pembentukan KEK45” Menurut analisa penulis, hal yang terjadi pada forum ulama se-Banten adalah karena adanya kecemasan. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Dalam analisa penulis, kecemasan yang muncul dari ulama se-banten merupakan kecemasan fundamental. Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia. 45
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016
73
Namora Lumongga Lubis46 menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, & Greene Beverly memberikan pengertian tentang kecemasan
sebagai
suatu
keadaan
emosional
yang
mempunyai
ciri
keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan yang dialami oleh forum ulama se-Banten atas dasar pengaduan dari masyarakat juga diakui oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pandeglang. BAPPEDA selaku pihak pertama yang datang ke masyarakat sebelum peresmian KEK ini juga mengaku ada pro dan kontra di masyarakat. “Pro dan kontra ada di awal proses sosialisasi, ada semacam pemahaman yaitu jika wisata berkembang maka kemaksiatan berkembang. Padahal tidak seperti itu semua nya tergantung Pemda. Makanya di kita ada kerjasama antara Pemda dengan BWJ. Disitu kita masukan regulasi apa yang boleh dan apa yg tidak boleh dibuat di Tanjung lesung ini. Termasuk ijin minuman beralkohol. Di kita ijin itu tidak keluar47” Namun menurut BAPPEDA, pro dan kontra tersebut dapat diselesaikan dengan cara bersosialisasi di masyarakat. Dimulai dari sosialisasi dengan masyarakat desa, lintas kecamatan dan juga sosialisasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang lain.
46 47
Namora L Lubis, Pengantar Psikologi untuk kedokteran, 2009 hal 14 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016
74
“Sosialisai pertama kita ke masyarakat di kampong CIkadu, kemudian sosialisasi di tingkat kecamatan. Tokoh masyarakat, tokoh agama, aparatur desa. Lalu ada juga sosialisasi di tingkat kabupaten. Tempatnya di aula sekda. Di tahun 2014 dibuat RAD (rencana aksi daerah) untuk mendukung Tanjung Lesung48” Dari sosialisasi yang dilaksanakan beberapa kali tersebut, BAPPEDA menilai sudah terlihat hasil yang memuaskan dan juga dukungan nyata dari masyarakat kawasan Tanjung Lesung itu sendiri. “Responnya positif sih, terlihat dari adanya gerai 2 buah yang dijadikan kampong wisata. Gerainya difasilitasi Pemda tapi diatas lahan masyarakat. 2 gerai itu untuk salak pirus dan kerajinan tangan termasuk kerajinan membatik dengan nama motif Cikadu dengan 20 motif yang juga difasilitasi oleh BWJ. Sebenarnya bukan hanya wisatanya saja tapi juga unsur pendidikan dan kesehatannya. Nanti rencananya ada 1.000 homestay, ada rumah sakit juga, ada hotel, apartemen, cottage dan sebagainya. Ada yang dikembangkan juga masyarakatnya49” Administrator KEK sendiri yang langsung turun ke masyarakat untuk sosialisasi juga mengatakan hal yang sama dengan BAPPEDA. Mereka juga mengakui bahwa pro dan kontra juga ada di masyarakat saat awal-awal mereka sosialisasi seputar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung. “Respon awalnya memang ada pro dan kontra. Tapi selama ini tidak ada masalah sepengetahuan saya. Kalau masyarakat butuh informasi atau sesuatu bisa langsung datang ke kita untuk tanya-tanya. Daripada turun ke jalan kan kurang etis juga50” Teddy selaku sekretaris administrator KEK Tanjung Lesung juga mengaku bahwa hingga saat ini tidak ada protes yang datang ke administrator KEK sendiri dari masyarakat. Menurutnya sosialisasi yang saat ini dilakukan sudah maksimal. “Selama ini belum ada protes. Dari kemarin sosialisasi yang dilakukan sejauh ini sudah cukup. selama bisa komunikasi dengan baik. Kan masyarakat juga tetap diberdayakan, bisa sebagai karyawan dan 48
Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 50 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 49
75
lain-lain. Kalau tempat untuk umkm sudah disiapkan untuk masyarakat sekitar51” Teddy juga menjelaskan bahwa pernah terjadi sebuah kasus di Tanjung Lesung ketika ada pihak yang mengajukan ijin pendirian lahan bangunan namun di kawasan Tanjung Lesung tersebut dihambat oeh masyarakat sekitar dan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan oleh masyarakat. Menurut Teddy, hal seperti itu sebenarnya menjadi tugas dari pengelola yaitu Banten West Java. “Selama ini tidak ada masalah. Tapi memang ada yang datang ke kita mau mengajukan perijinan tapi terhambat perlakuan. Dan kita bukannya tidak mau membantu. Tapi itu tupoksi nya pengelola yaitu BWJ52” KH. Odon selaku ulama yang menerima keberadaan KEK Tanjung Lesung menganggap bahwa tidak ada hambatan psikologis yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, pro dan kontra merupakan hal biasa yang terjadi ketika akan muncul hal yang baru. Selain itu, menurutnya juga pro dan kontra di masyarakat terjadi karena kesimpangsiuran informasi yang terjadi. Namun setelah pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dan pihak Banten West Java langsung berkomunikasi dengan masyarakat maka pro dan kontra tersebut dapat diselesaikan. “Penerimaan informasinya bagus sih, meski awalnya banyak yang tidak tahu dan menanyakannya ke saya. ya buktinya kan masyarakat langsung tergerak. Ada yang buka warung, ada yang rumahnya di renovasi dan dijadikan homestay, dan banyak lagi lah. Artinya dari sisi ekonomi masyarakat tergerak untuk berubah53” Menurut Kyai Odon, hambatan psikologis tidak terjadi di masyarakat. Yang terjadi adalah dorongan psikologis. Dimana masyarakat tergerak secara 51
Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 53 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 52
76
psikologis untuk merubah hidup menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa respon masyarakat dan sikap masyarakat Tanjung Lesung terhadap keberadaan KEK Tanjung Lesung ini begitu tinggi. “Respon masyarakat sebagian besar positif. Ada yang merantau ke Jakarta akhirnya karena di kampungnya ada potensi wisata dia kembali ke Cikadu sini dan memulai usaha karena melihat peluang. Banyak sih, selain homestay tadi juga kan masyarakat mau membuat kerajinan batik yang difasilitasi BWJ. Ya pokoknya seperti yang abah sudah jelaskan ya selebihnya bisa dilihat sendiri lah. Ya itu tadi, banyak yang ekonominya tergerak. Awalnya homestay Cuma 2 lho sekarang kan sudah banyak. Perantau pada pulang dan membuka usaha itu kan hal yang bagus juga. Ya kalau tidak ada KEK belum tentu seperti ini. Anggap saja ini barokah, jangan dianggap mudharat terus nanti kapan maju nya54” Dzaenuddin, Tokoh masyarakat Desa Cikadu juga mengatakan hal yang sama, menurutnya ketakutan yang muncul di masyarakat pada awal wacana KEK adalah seputar kemaksiatan, ketakutan tidak mendapatkan pekerjaan hingga ketakutan mengenai ekosistem alam. “Awalnya banyak yang tidak setuju. Alasnnya macam-macam lah ada yang takut banyak maksiat, ada yang takut tidak mendapat pekerjaan karena KEK, ada yang takut masalah kehidupan nelayan ada juga yang tidak setuju karena tidak mendapatkan peran apa-apa di KEK ini. Tapi ya lama kelamaan kan ada sosialisasi, ada banyak informasi yang masuk dan sebagian besar sudah setuju sekarang55” Respon masyarakat yang beragam tersebut menurutnya dapat diatasi oleh pihak Pemda Pandeglang dan pihak pengelola yaitu BWJ. Sehingga respon masyarakat tersebut dapat menjadi dasar aturan dalam perjanjian antara Pemerintah daerah yang menjadi perwakilan masyarakat dengan pihak pengelola KEK Tanjung Lesung yaitu PT. Banten West Java.
54 55
Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016
77
“Respon awalnya ya itu tadi, beragam ya. Tapi kan karena pihak pengelola dan Pemda Pandeglang juga dating kesini dengan baik-baik dan musyawarah dengan masyarakat disini lalu sudah ada perjanjian antara BWJ dengan Pemda barulah masyarakat setuju56” Dzaenuddin
juga menjelaskan seputar sikap masyarakat baik yang
menerima Tanjung Lesung sebagai Kawasan EKonomi Khusus (KEK) ataupun juga yang menolak Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). “Untuk sikap masyarakat tentu beragam. Tapi untuk yang menerima peresmian KEK ini kan mereka berusaha. Ada yang buka warung, buka homestay dan lain-lain banyak lah. Tapi yang kita urus ini kan yang tidak setuju. Kalau hanya tidak setuju dan tidak berbuat apa-apa sih tidak masalah. Ini ada yang tidak setuju tapi provokasi yang lain dan terkadang ada prilaku premanisme ke mobil proyek BWJ yang lewat57” Dari kelima informan diatas dan berdasarkan indicator dari hambatan psikologis yaitu penerimaan informasi di masyarakat, respon masyarakat dan sikap masyarakat penulis dapat menyimpulkan bahwa hambatan psikologis terjadi di awal wacana pembentukan KEK Tanjung Lesung. Namun dengan komunikasi yang intens dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang melalui administrator KEK dan BAPPEDA Pandeglang serta dari pihak pengelola yaitu Banten West Java kepada masyarakat buffer zone yaitu masyarakat di Kampung Tanjung Jaya Desa Cikadu membuat masyarakat sedikit demi sedikit dapat menerima keberadaan KEK di Tanjung Lesung.
4.3.3
Proses Komunikasi Pihak Yang Terlibat Dalam KEK Tanjung Lesung Dalam Menghadapi Hambatan Fisik Fungsi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah melakukan dan
mengembangkan usaha dibidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan 56 57
Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016
78
energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, Jalur transportasi dan sebagainya. Oleh karena itu hambatan fisik tentu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus karena jika hambatannya besar maka fungsi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tidak dapat terwujud. Dalam hal ini, penulis menganalisis hambatan fisik dengan 3 indikator yaitu jarak, infrastuktur dan sarana. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pandeglang menyatakan bahwa saat ini Pemerintah Daerah sedang berusaha menunjang sarana dan prasarana menuju kawasan Tanjung Lesung. Beberapa sarana penunjang tersebut diantaranya jalan tol Serang-Panimbang, reaktivasi rel kereta Rangkas-Labuan dan Saketi-Bayah, betonisasi jalan kabupaten dan pengadaan penerangan jalan serta pembangunan Bandar Udara Banten Selatan. “Sebenarnya hambatannya salah satunya adalah akses jalan, dari Jakarta saja butuh 5 jam ke Tanjung Lesung. Sehingga yang dipercepat saat ini adalah pembuatan jalan tol. Nantinya banyak investor yang hadir jika jalan tol sudah selesai. Karena bisnis pariwisata bukan bisnis barang dan peminatan, sehingga yang harus didahulukan adalah promosi daerah dan juga infrastrukturnya. Nanti akan lebih pesat lagi perkembangannya jika jalan tol sudah ada. Termasuk kesiapan masyarakatnya juga. Makanya kita membuat kompepar (komunitas pemberdayaan pariwisata) disana. Kelompok yang bias memberdayakan masy. Disana termasuk ada
79
kelompok nelayan, dan kemarin ada bantuan dari disbudpar berupa alat menyelam58” Abdul Aziz yang menjadi informan penelitian mengungkapkan bahwa sebenarnya isu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ini hanyalah sebuah isu nasional yang dibangun di Pandeglang. Tujuannya adalah agar perhatian nasional tertuju ke Pandeglang. Sehingga sarana dan prasarana tersebut nantinya bermanfaat bagi seluruh masyarakat Pandeglang, tidak hanya masyarakat Tanjung Lesung saja. “Bagi pemda, KEK tanjung lesung ini sebenarnya hanyalah bagaimana kita membuat sebuah isu nasional di Pandeglang. Sehingga nanti lirikannya nanti kesini. Untuk mempercepat pembangunan terutama di selatan Pandeglang. Saat ini sedang proses pembebasan lahan untuk pembuatan jalan tol Serang-Panimbang sepanjang 80KM. targetnya di 2018 sudah selesai. Selain jalan tol, Ada bandara Banten Selatan dengan progresnya yang cukup lama dan reaktivasi rel kereta Rangkas-Labuan dan rel Saketi-Bayah. Fungsinya selain kereta wisata, juga menjadi jalur kereta barang pabrik semen di Bayah. Setelah penetapan, seluruh infrastruktur diperbaiki termasuk jalan sudah di beton dan diperlebar menjadi 7 meter dan juga penerangan sudah ditambah. Sebenarnya bukan hanya Tanjung Lesungnya, tetapi juga dampaknya bagi seluruh masyarakat Pandeglang59” Sedangkan untuk sarana di dalam kawasan Tanjung Lesung, Abdul Aziz mengatakan bahwa hal tersebut sepenuhnya sudah menjadi tanggung jawab dari pihak pengelola. Nantinya, Pemda hanya mengurus seputar administrasi dan juga biaya retribusi saja. “Rencananya juga akan ada universitas di dalam Tanjung Lesung. Sebenarnya bukan hanya wisatanya saja tapi juga unsur pendidikan dan kesehatannya. Nanti rencananya ada 1.000 homestay, ada rumah sakit juga, ada hotel, apartemen, cottage dan sebagainya. Itu sarana yang akan dibangun oleh pengelola. Sedangkan dari Pemda hanya air bersihnya saja yang menggunakan jasa PDAM Pandeglang60” 58
Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 60 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 59
80
Teddy aelaku administrator KEK Tanjung Lesung mengungkapkan, akan banyak festival-festival yang diselenggarakan di Tanjung Lesung dengan tujuan sebagai promosi wisata dan juga promosi kegiatan festival itu sendiri. “Jarak memang menjadi kendala, oleh karena itu kami mengadakan beberapa promosi dengan mengadakan beberapa kegiatan seperti festival. Di tahun ini akan ada festival, seperti bagan race. Dan ada wacana Seal Tanjung Lesung dan akhir tahun ini ada festival lagi61” Sementara, untuk mengatasi hambatan fisik berupa infrastruktur Teddy mengatakan hal yang sama dengan Abdul Aziz yaitu proses-proses pembanguan jalan tol, reaktivasi rel dan sebagainya. “Sedang kita kejar untuk infrastruktur. Seperti betonisasi jalan dari PLTU Labuan sampai ke Tanjung Lesung, terus juga lampu penerangan jalan kita perbanyak, ada pembuatan jalan tol SerangPanimbang, reaktivasi rel kereta dan juga wacana pembangunan bandara Banten Selatan62” Untuk mengatasi hambatan fisk yaitu sarana di area Tanjung Lesung, Teddy mengatakan saat ini sudah ada 2 pantai yang dibuka untuk umum. Yaitu Pantai Bodur dan Beach Club. “Ada 2 pantai terbuka yang dibuka, yaitu pantai Bodur dan Beach club. Di beach club banyak game nya dari snorkling, donnut jup, banana boat. Terus untuk feature pengembangan yang berkaitan dengan pantai umum sudah diisapkan namanya Lada Beach. Selain pantai juga aka nada President University disana, ada rumah sakit, homestay, hotel, dan sarana lain. Tapi ya memang belum berjalan karena banyak investor ini baru MoU saja dengan pengelola. Dan baru akan action ketika jalan tol sudah beroperasi63” Sementara KH. Yusuf Mubarok yang menolak keberadaan KEK Tanjung Lesung menyampaikan analisisnya yaitu Tanjung Lesung dipilih karena tanahnya murah, masyarakatnya menengah kebawah dan harga tenaga kerja nya yang juga 61
Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 63 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 62
81
murah. Menurutnya, yang cocok menjadi kawasan ekonomi khusus adalah daerah wisata Anyer karena potensi wisatanya sudah maju daripada wilayah Tanjung Lesung. “Iya kalo tentang itu saya tahu, kenapa coba memilih Tanjung Lesung sebagai daerah ekonomi khusus? Kenapa tidak Anyer saja yang wisatanya sudah maju. Analisis saya, Tanjung Lesung dipilih karena tanahnya murah dan masyarakatnya menengah kebawah. Kalo dari sisi jarak kan jauh sekali dengan ibukota”64 Untuk urusan infrastruktur, KH. Yusuf mengatakan bahwa peresmian KEK ini terlalu terburu-buru. Menurutnya, masyarakat perlu tahu bahwa KEK ini siapa investornya, apa tujuannya dan apa sebabnya memilih Tanjung Lesung. “Seperti yang tadi saya katakan, pada dasarnya ini pasti akan membawa mudaharat. Termasuk urusan infrastukturnya, keinginan masyarakatnya, social budaya nya. Itu semua sudah terpenuhi belum. Jika belum dan pemerintah terburu-buru meresmikan KEK, apa sebabnya ? berarti kan ada hal-hal yang masyarakat tidak tahu. Padahal masyarakat sebagai warga Negara berhak tahu, investor ini siapa, dari Negara mana, apa tujuannya, lalu masyarakat akan dikemanakan dan lain-lain lah65” Kyai Yusuf juga sangat tidak setuju dengan pembangunan hotel, cottage, homestay dan sebagainya jika tidak menguntungkan masyarakat sekitar Tanjung Lesung. “Nantinya katanya di sana akan dibangun hotel, cottage, homestay dan lain-lain. Kalo masyarakat sekitar tidak diuntungkan ya buat apa ? saya dengan tegas atas nama ulama Banten ini menolak karena kami tahu bahwa masyarakat ini tidak akan menjadi apa-apa. Tanahnya dibeli, mereka terpinggirkan di daerah mereka sendiri. Ini kan miris66” Kyai Odon, pandangannya bertolak belakang dengan Kyai Yusuf, menurutnya perkembangan KEK ini nantinya tidak hanya untuk masyarakat
64
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 66 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 65
82
Tanjung Lesung tapi juga untuk masyarakat Pandeglang sehingga harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. “Iya jaraknya memang jauh, makanya pemerintah juga kan berupaya membuat jaln tol, reaktivasi rel kereta dan bandara juga. Itu kan manfaatnya untuk orang banyak. Tidak hanya masyarakat Tanjung Lesung, tapi juga masyarakat Pandeglang dan Banten. Masa ada kemajuan seprti itu kita tolak sih. Kan kalau tidak ada KEK belum tentu ada jalan tol67” Untuk urusan prasana pendukung KEK, kyai Odon mengatakan bahwa prasarana pendukung KEK di kawasan Tanjung Lesung sudah mulai membaik. Sudah ada masjid, pos keamanan dan lain-lain. Sehingga untuk urusan kemaksiatan bisa dihindari menurutnya. “Maksiat itu kan dimana-mana pasti ada. Tinggal kita saja para ulama harus bisa mengontrol itu. Disini juga kana da masjid, santri-santri nya banyak. Ya orang juga mikir masa di tempat yang banyak santri nya berbuat maksiat. Di pesantren saya juga ini kita buatkan pos untuk masyarakat menjaga keamanan. Dan di pos itu kita selalu koordinasi dengan Kamtibmas polsek Panimbang68” Selain mengelola tempat pariwisata dan juga mengajak masyarakat sekitar untuk membuka usaha, Kyai Odon juga mendatangkan guru di bidang pariwisata untuk mengajarkan santri-santri nya agar bisa mengelola tempat wisata. “Ya kalo sarana, dan sifatnya dari masyarakat yang langsung tergerak kan banyak ya. Sudah saya ceritakan tadi. Selain itu di pesantren saya juga, saya datangkan pengajar yang langsung mengajarkan santrisantri sini untuk mengelola tempat pariwisata. Ya ilmu-ilmu pariwisata lah. Dari manajemennya, promosinya, pengelolaannya dan juga ke bagian perawatan tempat wisata juga diajarkan. Jadi nanti warga sekitar tidak kalah dengan orang Jakarta yang sudah berpengalaman69” Dzaenuddin Tanjung Jaya, Desai Cikadu mengatakan bahwa untuk urusan jarak dan promosi wisata itu sudah menjadi tanggung jawab dari pengelola. 67
Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 69 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 68
83
“Kita kan diberitahu nya kalau KEK ini diajukan oleh pengelola, jadi ya untuk urusan jarak dan sebagainya biarkan saja pengelola yang memutar otak bagaimana caranya meskipun jaraknya jauh tapi tetap banyak wisatawan yang hadir70” Beliau juga mengatakan untuk urusan komunikasi dan jaringan internet, sinyal komunikasi sudah bagus. Hanya saja belum semua operator. “Disini sinyal handphone sudah bagus sih. Cuma memang belum semua operator. Baru Indosat. Telkomsel sama XL aja yang sudah bagus. Jadi tetep untuk komunikasi jarak jauh mah bisa kok. Tidak terlalu sulit banget gitu71” Selain itu, menurutnya perkembangan yang terbaru adalah sudah adanya warga yang membuka praktek kebidanan. Sehingga jika sakit ringan masih bisa diobati di Tanjung Lesung. “Sarana mah banyak. Keliatan lah kalau yang dulu pernah kesini sama yang sekarang kesini pasti beda banget. Sekarang yang terbaru ada masyarakat yang anaknya lulus akbid dan langsung buka praktek kebidanan disini. Jadi kalau sakit ringan masih bisa diatasi disini72” Menurut analisa penulis, pemerintah daerah melalui BAPPEDA dan Administrator KEK sedang mengupayakan beberapa hal agar hambatan fisik dapat teratasi. Selain itu, masyarakat sekitar juga mengupayakan hal yang sama. Dari semua data, penulis dapat merangkum beberapa hal terkait antisipasi hambatan fisik yaitu: jalan tol Serang-Panimbang, reaktivasi rel kereta RangkasLabuan dan Saketi-Bayah, pembangunan Bandar Udara Banten Selatan, Betonisasi jalan, pembuatan homestay dari masyarakat, praktek bidan asli masyarakat sekitar dan pembuatan desa wisata serta kerajinan batik khas Cikadu.
70
Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 72 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 71
84
4.3.4
Proses Komunikasi Pihak Yang Terlibat Dalam KEK Tanjung Lesung Dalam Menghadapi Hambatan Budaya Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya
perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam berkomunikasi. Selain sebagai identitas sosial, komunikasi antarbudaya berfungsi sebagai integrasi sosial. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dengan komunikan maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Pada kasus Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, hambatan budaya menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh semua pihak baik dari pengelola, Pemerintah Kabupaten Pandeglang dan juga para ulama. Semuanya terfokus pada perhatian terhadap kearifan local masyarakat Cikadu. Pada hambatan budaya, indicator analisisnya adalah budaya masyarakat, penerimaan budaya baru dan juga akulturasi. Akulturasi menjadi sebuah tujuan jika masyarakat dengan budaya lama nya dapat menerima budaya baru yang muncul. Kekhawatiran muncul dari forum ulama se-Banten. Kekhawatiran tersebut adalah jika masyarakat Tanjung Lesung terbawa dengan budaya baru dan kemudian melupakan budaya dan kearifan lokalnya. “Saya ingin orang-orang investor asing itu mengikuti kearifan local, jangan memaksakan kehendak. Jangan sampai ketika ada perusakan kearifan local, jangan sampai masyarakat tidak dilindungi. Saya ini bergerak atas dasar laporan dari masyarakat. Dan banyak itu laporannya, dari nelayan, masyarakat biasa banyak itu. Jangan sampai masyarakat tidak tahu apa itu KEK sebenarnya73” 73
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016
85
Budaya baru yang dimaksud oleh Kyai Yusuf adalah maraknya kemaksiatan yang dibawa oleh wisatawan dengan beragam bentuk. Seperti terbukanya aurat, minuman keras, perjudian dan lain sebagainya. “Itu tadi, mudharatnya adalah akan ada perjudian, perzinahan, trafficking wanita, pembuatan gereja illegal, pornografi. Kan tidak menutup kemungkinan ada bule jalan-jalan keliling Tanjung Lesung pake bikini. Apa mau warga Banten yang katanya kota santri, seribu kyai sejuta santri ada yang begitu di Banten74” Menurut Kyai Yusuf, kekhawatiran tersebut bukanlah tanpa alasan. Menurutnya, dia tidak memiliki kepentingan apapun jika KEK Tanjung Lesung tetap berjalan. Tetapi yang dikahwatirkannya adalah anak cucu masyarakat Tanjung Lesung dan moral masyarakatnya itu sendiri. “Yang saya khawatirkan adalah anak cucu kita, lalu masyarakat Tanjung Lesung itu sendiri secara moral dan akidah. Siap atau tidak menyaksikan kemaksiatan. Bagaimana jika masyarakat malah diam saja bahkan mendukung kemaksiatan. Akan rusak moral orang Banten ini jadinya75” Teddy selaku administrator KEK menganggap bahwa ketakutan-ketakutan yang dilontarkan oleh ulama Banten sudah menjadi kerangka acuan perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan pihak pengelola yaitu Banten West Java. “Dari kita dan para stake holder yang lain hal itu akan menjadi warning agar apa yang dikahwaitrkan ini tidak terjadi. Aturan-aturan seperti ketakutan banyak yang memakai bikini dan lain-lain itu saya 2 tahun disana belum pernah lihat. Yang penting kan wisatawan nyaman dan masyarakat juga tidak resah76” Termasuk untuk urusan masyarakatnya, menurutnya masyarakat tidak perlu khawatir karena sudah dalam perjanjiannya bahwa masyarakat tidak akan dikesampingkan dan akan tetap dipekerjakan sesuai dengan kebutuhan. 74
Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 Wawancara KH. Yusuf Mubarok, ketua forum ulama se-Banten, 4 Agustus 2016 76 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 75
86
“Intiya jangan sampai dikesampingkan. Kita menjamin dengan keharusan di regulasi itu. Jadi masyarakat tidak perlu takut seharusnya. Sebenarnya kekhawatiran pasti ada, Cuma mungkin bentuknya kecil dan lebih besar rasa penasarannya menunggu ini berjalan. Dan sampai saat ini responnya masih positif77” Namun Teddy juga mengakui keterbatasan tugas dan fungsi administrator KEK. Menurutnya administrator hanya bisa menjamin agar regulasi berjalan dengan baik dan membuat ijin bagi investor yang ingin membuka usaha di wilayah Tanjung Lesung. “Administrator paling hanya bisa mensupport. Karena itu tidak hanya kewenangan kami tapi semua SKPD. Termasuk di Bappeda ada pendampingan masyarakat. Karena kami tidak diharuskan terjun langsung78” BAPPEDA Pandeglang juga mengatakan hal yang sama dengan administrator KEK. Menurutnya semua kekhawatiran itu tergantung dari regulasinya. Dan di Pandeglang sendiri regulasinya dibuat sangat ketat oleh BAPPEDA Pandeglang. “Sebenarnya tergantung kitanya bagaimana kita bisa membatasi agar hal-hal yang dikhawatirkan atau dianggap maksiat itu bisa kita tahan dan tidak muncul di daerah wisata. Dari tahun 2013 itu sudah kita buat TPM (tenaga pengerak masyarakat) yang seluruhnya lulusan STKS (s.T Kes.sos) itu yang kita amanahkan untuk mengembangkan masyarakat sekitar Tanjung Lesung79” Kekhawatiran tersebut menurutnya, sudah teratasi dan juga sudah dituangkan dalam bentuk badan hukum berupa perjanjian antara Pemda dengan BWJ. “Sebenarnya kehkawatiran itu sudah kita pikirkan dan sudah kita tuangkan dalam bentuk hukum berupa perjanjian antara BWJ dengan Pemda. Semuanya tertuang disitu. Di perjanjian itu tertera, pasal 77
Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 Wawancara Teddy, sekretaris Administrator KEK, 28 Juli 2016 79 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 78
87
berapanya saya lupa bahwa kewajiban pihak BWJ : menjaga dan melestarikan adat istiadat serta budaya dan agama dan juga kearifan local80” Salah satu upaya nyata yang dilakukan oleh BAPPEDA menurut Abdul Aziz adalah tidak mengeluarkan ijin minuman beralkohol di surat perjanjian antara Pemda dengan BWJ. “Makanya di kita ada kerjasama antara pemda dengan BWJ. Disitu kita masukan regulasi apa yang boleh dan apa yg tidak boleh dibuat di Tanjung lesung ini. Termasuk ijin minuman beralkohol. Di kita ijin itu tidak keluar. Karena tentu bertentangan dengan adat dan budaya serta kearifan local masyarakatnya81” Kyai Odon membenarkan pendapat Abdul Aziz dan juga Teddy, menurutnya segala kekhawatiran akan adanya perjudian, perdagangan minuman keras dan sebagainya sudah diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam surat perjanjian dengan pengelola. “Iya yang saya tahu, semua kekhawatiran itu sudah ada di perjanjian antara Pemda dengan BWJ. Karena isi perjanjian itu kan kalau tidak salah adalah hasil dari musyawarah tokoh masyarakat saat sosialisasi KEK di tingkat kecamatan dan Kabupaten. jadi tidak perlu khawatir itu, tenang saja. Berjalan saja belum sudah banyak keraguan. Biar nanti kalau sudah berjalan kita evaluasi82” Kyai Odon juga beranggapan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ini hanya mempengaruhi masyarakat dari unsur ekonomi bukan dari unsur budaya. sehingga masyarakat bisa tetap melakukan kebiasaan mereka sehari-hari dan bisa mempertahankan kearifan local. “KEK ini kan hanya masuk ke masyarakat dari unsur ekonomi, bukan unsur budaya. Jadi masyarakat menurut saya tetap bisa beribadah,
80
Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 Wawancara Abdul Aziz, Kasie Sumberdaya Buatan BAPPEDA Pandeglang, 26 Juli 2016 82 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 81
88
bisa bekerja dan berkehidupan seperti biasanya tanpa perlu merasa resah ada gangguan atau ancaman dari wisatawan83” Kyai odon juga berpendapat bahwa para wisatawan Tanjung Lesung berkunjung untuk menikmati suasana pantai nya bukan untuk merusak budaya masyarakat sekitar. Menurutnya, selama para wisatawan itu bersikap baik ke masyarakat maka masyarakat harus bersikap baik juga kepada pengunjung. “Selama tamu nya baik dan mengikuti aturan, ya kita ikuti saja. Tidak perlu harus ekstrim lah. Yang wisata juga kan niatnya berlibur. Jadi tidak perlu dipaksa untuk mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat84” Dzulkarnaen selaku tokoh masyarakat menganggap bahwa nilai budaya masyarakat tidak akan hilang karena mayoritas pengunjung merupakan warga Negara Indonesia dan mayoritasnya adalah umat muslim yang juga sama dengan penduduk asli Tanjung Lesung. Sehingga menurutnya perbedaan budaya nya tidak terlalu jauh. “Ya budaya Indonesia kan karena mayoritas islam tidak jauh beda lah menurut saya. Wisatawan juga kan yang solat mah solat, yang tidak mah tidak. Yang penting kan kita sudah mengingatkan. Untuk peredaran narkoba dan lain-lainnya saya rasa tidak akan terjadi karena daerah sini kan dijaga polisi. Jadi jika ada yang mencurigakan, bisa langsung lapor Polsek Panimbang85” Tokoh masyarakat juga menganggap, pandangan bahwa jika KEK ini berjalan maka akan mengundang perjualan alcohol dan apalagi gereja illegal merupakan pemikiran yang terlalu ekstrim. karena jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan akan langsung diproses oleh pihak yang berwenang. “Tidak akan ada itu, apalagi yang namanya gereja illegal. Alcohol saja tidak dijual disini. Dan jika tertangkap membawa akan dipolisikan.
83
Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 Wawancara KH. Odon Firdaus, Pengasuh PP. As-Syifa, 7 Agustus 2016 85 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 84
89
Jadi tidak perlu khawatir lah. Masyarakat disini juga tidak mau daerahnya menjadi daerah maksiat86” Menurut tokoh masyarakat juga, budaya masyarakat tidak akan hilang dan justru akan semakin berkembang karena nantinya akan banyak diadakan festivalfestival dalam rangka promosi Tanjung Lesung. Festival tersebut menurutnya merupakan hasil dari budaya masyarakat sehingga wisatawan akan tertarik dan melihat budaya masyarakat sekitar Tanjung Lesung. “Nanti akan ada festival-festival. Dan festival itu kan munculnya dari budaya masyarakat. Jadi tidak perlu khawatir kalau budayanya akan hilang karena KEK ini. Justru malah KEK ini adalah momentum untuk mengembangkan budaya dengan kegiatan-kegiatan promosi wisata seperti festival atau perayaan lainnya87” Menurut analisa penulis dari semua data diatas, hambatan budaya dan juga kekhawatiran menghilangnya budaya dan kearifan masyarakat sekitar sudah diantisipasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dengan cara membuat sebuah paying hokum berupa perjanjian-perjanjian yang mengatur jalannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung ini. Dalam perjanjian tersebut juga diatur bahwa pengelola harus mengedepankan kearifan local masyarakat dan juga memberdayakan masyarakat sekitar dalam hal promosi wisata dan juga sebagai petugas pengelola Tanjung Lesung. Selain itu juga akandiadakan festivalfestival yang bertujuan mengangkat promosi wisata Tanjung Lesung dan juga promosi budaya masyarakat sekitar.
86 87
Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016 Wawancara Dzulkarnaen, tokoh masyarakat Cikadu, 7 Agustus 2016
90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang kecemasan adanya geger budaya pada masyarakat Tanjung Lesung paska ditetapkannya sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maka penulis dapat mengambil kesimpulan dari analisis 4 hambatan komunikasi yaitu hambatan teknis, hambatan psikologis, hambatan fisk dan hambatan budaya bahwa masyarakat tidak terkena geger budaya atau yang biasa disebut geger budaya. Hal tersebut terbukti secara hambatan teknis bahwa masyarakat disana selalu diajak dalam kegiatan sosialisasi tentang KEK. Selain itu juga karena Pemerintah Pandeglang memfasilitasi para tokoh masyarakat dengan kendaraan untuk memudahkan mereka bersosialisasi tentang KEK ke masyarakat. Dan pihak pengelola juga menyediakan ruang pengaduan bagi masyarakat yang ingin bertanya atau melaporkan hal-hal terkait pembangunan KEK tanjung Lesung ini. Dari segi hambatan psikologis, masyarakat sekitar Tanjung Lesung pada awalnya pro dan konra ketika akan dilangsungkan peresmian KEK ini. Namun, setelah dilaksanakan sosialisasi masyarakat sebagian besar setuju karena dapat mendorong perekonomian masyarakat dari sector pariwisata. Bentuk dukungan masyarakat adalah dengan didirikannya 2 gerai di kampong Cikadu sebagai desa wisata. Dan juga fasilitas dari BWJ untuk melaksanakan pelatihan kerajinan
90
91
tangan khas CIkadu serta pembuatan batik dengan 20 motif yang diberi nama Batik Cikadu. Dari sisi hambatan teknis, jarak menjadi hambatan yang paling utama. Oleh karena itu pemerintah Pandeglang sedang melakukan proses pembebeasan lahan untuk proses pembangunan jalan tol Serang-Panimbang sejauh 80KM. selain itu juga sedang proses reaktivasi rel kereta api Rangkas-Labuan dan juga bandara Banten Selatan. Selain itu sudah dilaksanakan proses betonisasi dan juga pengadaan lampu penerangan jalan sepanjang jalan Pandeglang. Dan dari sisi hambatan budaya, masyarakat tidak perlu khawatir budaya dan kearifan local akan hilang karena Pemrintah Pandeglang sudah membuat perjanjian kerjasama dengan pengelola yaitu BWJ bahwa pihak pengelola harus mengedepankan kearifan local masyarakat dan juga tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Termasuk penjualan minuman beralkohol pun sudah dipastikan dilarang oleh Pemerintah Pandeglang. Selain itu, masyarakat juga akan dipekerjakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dalam hal menindaklanjuti masalah penolakan yang dilakukan oleh ulama Banten, para instansi melakukan proses pendekatan dan juga pertemuan terkait hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan agar Tanjung Lesung tetap menjaga kebudayaannya dan juga kearifan lokalnya. Dari hasil tersebut kemudian dibuat draft perjanjian antara pihak Pemerintah Pandeglang dengan pengelola yaitu Banten West Java. Untuk menanggapi geger budaya di masyarakat, para instansi melakukan program-program pendekatan dan pembuatan kelompok-kelompok masyarakat
92
dalam hal pariwisata seperti tenaga penggerak masyarakat (TPM) dan juga pembentuka UMKM Batik Cikadu.
5.2 Saran 1. Pada Pengelola Sebagai sebuah sarana pengelola tempat wisata, seharusnya pengelola lebih memperhatikan lagi segala unsur masyarakat. Tidak hanya melakukan sosialisasi sebagai formalitas aja. Namun juga harus mendengarkan keinginan dari ulama, masyarakat, pedagang, petani dan sebagainya. Dan juga yang paling penting harus memperhatikan kearifan local. Jangan sampai budaya local hilang karena budaya baru yang dibawa para wisatawan dan pengelola itu sendiri. 2. Pada Masyarakat Seharusnya masyarakat dapat lebih memiliki kekuatan. Karena tanah yang akan dijadikan KEK ini adalah tanah masyarakat. Selain itu juga masyarakat jangan mau jika hanya menjadi pekerja kasar. Tetapi harus menjadi unsur penting dalam pembangunan dan pengelolaan KEK itu sendiri. 3. Pada Pemerintah Pemerintah terutama Pemda Kabupaten Pandeglang sebagai jembatan antara pengelola dengan masyarakat juga harus memfasilitasi bidang akses baik akses informasi, pengetahuan seputar kepariwisataan maupun akses perhubungan menuju kawasan KEK Tanjung Lesung. Agar masyarakat sekitar dapat mengembangkan pengetahuan dan juga pelayanan di bidang pariwisata agar tidak menjadi penonton saja di kawasan KEK Tanjung Lesung.
93
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 2011. pokoknya kualitatif. Jakarta : Dunia pustaka jaya Cangara, Hafied. 2015. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Rajawali Pers Kartini Kartono, 2006, Sosiologi 2: Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung, Mandar Maju Liliweri, Alo. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Lubis, Lumongga Namora. 2009. Pengantar Psikologi untuk kedokteran, Yogyakarta, Delta Buku Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya
Bandung. Remaja
Mulyana, Deddy & Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunikasi Antarbudaya. Bandung, Remaja Rosdakarya Mustamir Pedak, 2009, Metode Supernol menaklukan stress, Jakarta, Hikmah Rini Sudarmanti, Fenomenologi Dalam Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 2005
Remaja
Dr. Suwandi, Dr. Basrowi. 2008. memahami penelitian kualitatif, Jakarta. Rineka Cipta
Sumber Internet : Skripsi, Singgih D Gunarsa, pengaruh prilaku anak terhadap motivasi belajar, diakses dari repository.usu.ac.id Fitri
dan Julianti, kecemasan; gejala dan penyebabnya, jurnalperempuan.org pada 16 April 2016 pkl. 11.16
diakses
dari
fesbukbantennews.com dengan judul Kyai, jawara dan kenadziran Banten lama tolak Jokowi resmikan KEK Tanjung Lesung, diakses pada 23 April 2016 pkl. 08.04 Perencanaan strategi Humas Pemprov Banten pasca ditetapkannya KEK Pariwisata Tanjung Lesung, Pandeglang” karya Iman Mukhroman dan Rangga Galura Gumelar Diunduh dari jurnal.kominfo.org pada tanggal 18 Mei 2016 pkl. 19.35
93
94
Sumber Arsip Bappeda Kab. Pandeglang, KAK Tanjung Lesung, dokumentasi arsip Pemerintah Pandeglang, 2015.
Nama : abdul aziz Pekerjaan Bappeda Padeglang kasubid sumber aya buatan umur 35 tahun Fungsi : pengkordinasian perencanaan pembangunan. Termasuk KEK Proses komunikasi ke masy di awal pembentukan KEK ? KEK ada 3 prosedur, diusulkan provinsi, pemerintah daerah dan swasta. Karena diusulkan swasta sehingga proyek dan persyaratannya adalah swasta. Bappeda membentuk tim namanya tim percepatan pembangunan KEK. Tim ini yg menjadi verifikator KEK. Ke masyarakat di kampong CIkadu, kemudian sosialisasi di tingkat kecamatan. Tokoh masy, tokoh agama, aparatur desa. Sosialisasi di tingkat kab. Di aula sekda. Di tahun 2014 dibuat RAD untuk mendukung Tanjung Lesung. Ingin pola pengajarannya ada informasi terkait kepariwisataan. Ada yang dikembangkan juga masyarakatnya. Ada gerai 2 buah yang dijadikan kampong wisata. Untuk salak pirus dan kerajinan tangan termasuk kerajinan membatik dengan nama motif Cikadu dengan 20 motif. Tugas pemda adalah agar setiap kecamatan memiliki kampong wisata. Tangapan masy seperti apa ? Pro dan kontra, ada semacam pemahaman yaitu jika wisata berkembang maka kemaksiatan berkembang. Padahal tidak seperti itu semua nya tergantung pemda. Makanya di kita ada kerjasama antara pemda dengan BWJ. Disitu kita masukan regulasi apa yang boleh dan apa yg tidak boleh dibuat di Tanjung lesung ini. Termasuk ijin minuman beralkohol. Di kita ijin itu tidak keluar. Rencananya juga aka nada univ. di dalam Tanjung Lesung. Sebenarnya bukan hanya wisatanya saja tapi juga unsur pendidikan dan kesehatannya. Nanti rencananya ada 1.000 homestay, ada rumah sakit juga, ada hotel, apartemen, cottage dan sebagainya. Sebenarnya hambatannya salah satunya adalah akses jalan, dari Jakarta saja butuh 5 jam ke Tanjung Lesung. Sehingga yang dipercepat saat ini adalah pembuatan jalan tol. Nantinya banyak investor yang hadir jika jalan tol sudah selesai. Karena bisnis pariwisata bukan bisnis barang dan peminatan, sehingga yang harus didahulukan adalah promosi daerah dan juga infrastrukturnya. Nanti akan lebih pesat lagi perkembangannya jika jalan tol sudah ada. Termasuk kesiapan masy. Nya juga. Makanya kita membuat kompepar disana. Kelompok yang bias memberdayakan masy. Disana termasuk ada kelompok nelayan, dan kemarin ada bantuan dari disbudpar berupa alat menyelam.
Bagi pemda, kek tanjung lesung ini sebenarnya hanyalah bagaimana kita membuat sebuah isu nasional di Pandeglang. Sehingga nanti lirikannya nanti kesini. Untuk mempercepat pembangunan terutama di selatan pandeglang. Saat ini sedang proses pembebabsan lahan untuk pembuatan jalan tol Serang-panimbang sepanjang 80KM. targetnya di 2018 sudah selesai. Selain jalan tol, Ada bandara Banten Selatan dengan progresnya yang cukup lama dan reaktivasi rel kereta Rangkas-labuan dan rel Saketi-bayah. Fungsinya selain kereta wisata, juga menjadi jalur kereta barang pabrik semen di Bayah. Setelah penetapan, seluruh infrastruktur diperbaiki termasuk jalan sudah di beton dan diperlebar menjadi 7 meter dan juga penerangan sudah ditambah. Sebenarnya bukan hanya Tanjung Lesungnya, tetapi juga dampaknya bagi seluruh masy Pandeglang. Untuk masy seperti apa ? Di perjanjian itu, tenaga kerja harus dari tenaga local yang sesuai spesifikasinya. Termasuk bagian perhotelan, pariwisata, promosi dan sebagainya. Selain itu kan tentunya pajak juga pasti lebih banyak yang masuk ke kas daerah untuk pembangunan masy. Dan juga air bersih nya dari PDAM kab. Pandeglang. Kewajiban pihak BWJ : menjaga dan melestarikan adat istiadat serta budaya dan agama dan juga kearifan local. Tugas Pemda termasuk salah satunya menyediakan tenaga kerja bagi para pelaku usaha. Oleh arena itu, tahun depan kita dorong dinas pariwisata bekerjasama dengan STP Sahid. Nanti tujuannya agar disapkan kurikulum local tentang kepariwistaan dis eluruh SMA/SMK di Pandeglang. Pengesahan KEK Saya yang meusulkan, dulu kasubid di fisik. Sekarang kegiatan KEK pindah ke ekonomi saya juga pindah. Pada saat ulama tidak setuju, cara antisipasinya bagaimana ? Sebenarnya kehkawatiran itu sudah kita pikirkan dan sudah kita tuangkan dalam bentuk hokum berupa perjanjian antara BWJ dengan Pemda. Semuanya tertuang disitu. Sebenarnya tergantung kitanya bagaimana kita bias membatasi agar hal-hal yang dikhawatirkan atau dianggap maksiat itu bias kita tahan dan tidak muncul di daerah wisata. Dari tahun 2013 itu sudah kita buat tpm (tenaga pengerak masy) yang seluruhnya lulusan STKS (s.T Kes.sos)itu yang kita amanahkan untuk mengembangkan masy sekitar TJ.
Nama : Teddy Fauzi Rahmat Umur : 36 tahun Jabatan: Kasie. Perijinan di kantor administrator KEK
Tupoksi KEK : 1. Menyelenggarakan pelayanan terpadu 1 pintu di KEK. Perijinan dan non perijinan. Perijinannya berbeda karena dibentuk khsusu didalam kawasan KEK. Berdasarkan PP no 2012 tentang KEK bahwa administrator dapat diberikan pelipajan dari kementerian, non, Gub, Bupati 2. Selain sebagai penyelggara PTSP, tugas lainnya yaitu memantau operasisasi KEK yang dilakukan oleh badan usaha yaitu PT. BWJ.
Perkembangan setelah peresmian : Dari 2 tupoksi diatas, sudah pelayan perijinan yang bersifat sectoral yaitu kewenangan kab dan prov. Kami masih melihat bagaimanapun juga pelayanan akan dating setelah permohonan masuk. Saat ini baru sebatas mou. Belum ada yang action. Terus, pelaporan per semester sudah dilakukan secara rutin kepada gub selaku dewan kawasan dan ketua dewan nasional. Kemudian, perbedaan sebelum dan sesudah peresmian tgl 23 februari 2015 kemarin dapat dilihat dari jumlah wisatawan terlihat semakin banyak. Terlihat dari arus lalu lintas yang padat. Wisatawan domestic limayan banyak yang hadir kesana, baik wisatawan Banten ataupun luar Banten. Ada pantai terbuka yang dibuka, yaitu pantai bodur dan beach club. Di beach club banyak game nya dari snorkling, donnut jup, banana boat. Terus untuk feature pengembangan yang berkaitan dengan pantai umum sudah disapkan namanya Lada Beach. Selain itu infrastruktur juga terlihat. Jalan sekarang sudah dibeton, sudah terlihat dari PLTU Labuan sampai ke Panimbang, lalu enetapan lokasi jalan told an akan siap di akhir 2018. Itu factor pendukung KEK. Dari BAPPEDA ada program pendampingan, dari priwisata sudah menyiapkan lahan untuk rest area, dari perindustrian juga ada program. Setiap SKPD ada programnya untuk menunjang KEK itu tadi. Dan tujuan ditetapkannya KEK sebetulnya untuk meningkatkan perekonomian masy Pandeglang. Apabila KEK ini sukses, multiple efek dari KEK ini otomatis akan menyebar keluar. Misalnya begini, wisatawan dating, pasti destinasi nya tidak hanya ke Tanjung Lesung, bias ke pulau-pulau yang sekitar Tanjung Lesung, bisa
ke Ujung kulon. Kekhawatiran sudah dijawab di UU 39 tentang KEK ada pasal yang menjelaskan bahwa kultur masyarakat harus diutamakan. Bagaimana sikap admin KEK pada ulama yang menolak KEK Dari stake holder yang lain hal itu akan menjadi warning agar apa yang dikahwaitrkan ini tidak terjadi. Aturan-aturan seperti ketakutan banyak yang memakai bikini dan lain-lain itu saya 2 tahun disana belum pernah lihat. yang penting kan wisatawan nyaman dan masyarakat juga tidak resah. semisal persoalan tanah, kita cek benar tidak dia pemilik tanah. Dan kalo memang benar dan harus relokasi, relokasi yang adil bagi masyarakat dan bagi pengelola nya. Ada tidak protes dari warlock ? Selama ini belum ada. Dari kemarin sosialisasi yang dilakukan sejauh ini sudah cukup. Kalau masyarakat butuh informasi atau sesuatu bisa langsung dating ke kita untuk tanya-tanya. Daripada turun ke jalan kan kurang etis juga selama bisa komunikasi dengan baik. Kan masy juga tetap diberdayakan, bisa sebagai karyawan dll. Kalau tempat untuk umkm sudah disapkan untuk masy sekitar Respon masy seperti apa ? Selama ini tidak ada masalah. Tapi memang ada yang dating ke kita mau mengajukan perijinan tapi terhambat perlakuan. Bukan kami tidak mau melayani, tapi jika ada masalah antara badan usaha dengan masy itu boleh dibangun atau mengajukan ijin dengan badan usaha pengelola. Missal ada si A mau membangun villa di kawasn KEK. Itu harus mengajukan ijin pengelolaan lahannya ke BWJ, baru ijin usaha dan sebagainya tetap ke kita. Kenapa ke BWJ, karena mereka lah badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah dan bertanggung jawab terhadap infrastuktur di dalam kawasan. Langkah langkah jika ada masalah ? Ke Pusat, mencari cantolan regulasi. Karena kan kita ini pengelola regulasi. Selama ini jika ada kasus begini kami persilahkan agar diselesaikan dengan pengelola badan usaha terlebih dahulu dan jika sudah selesai ijin lain-lain dari kita akan kita keluarkan. Sikap dukungan masy terhadap KEK ? Bisa dilihat dari berkembangnya homestay. Itu dari masyarakat. Ada yang membuka warung, ada yang menjadi penggarap lahan yang belum dibangun. Mereka diijinkan untuk menggarap lahan.
Ada ketakutan dari masy ? Kalo ke kami belum ada, Cuma mengenai rekrutmen tenaga kerja diprioritaskan tenaga kerja local yang disesuaikan dengan kompetensi dan kemampuan. Masyarakat disana akan dipekerjakan. Dari pelayan, kasir, hingga pekerja kasarnya juga warga local. Sebenarnya kekhawatiran pasti ada, Cuma mungkin bentuknya kecil dan lebih besar rasa penasarannya menunggu ini berjalan. Dan sampai saat ini responnya masih positif. Hasil dari sosialisai ? Intiya jangan sampai dikesampingkan. Kita menjamin dengan keharusan di regulasi itu. Jadi masy tidak perlu takut seharusnya Posisi KEK jauh dari kota, langkah apalagi untuk mengundang wisatawan ? Akan ada festival, seperti bagan race. Dan ada wacana Seal Tanjung Lesung dan akhir tahun ini ada festival lagi. Perbedaan budaya, apa yang dilakukan ? Administrator paling hanya bisa mensupport. Karena itu tidak hanya kewenangan kami tapi semua SKPD. Termasuk di Bappeda ada pendampingan masyarakat. Karena kami tidak diharuskan terjun langsung. Agar masy mendukung kek ? Sosialisasi yang lebih intens.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi:
Nama Lengkap : Riska Monica Putri Tempat/ Tanggal Lahir : Pandeglang/ 19 Maret 1993 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jl. Gunung Karang no. 08b rt/rw 01/06 cihaseum pandeglang Banten. No.Tlp : 087771542566 Email :
[email protected]
Pendidikan Formal:
SDN 1 PANDEGLANG SMPN 1 PANDEGLANG SMAN 1PANDEGLANG UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK, PROGRAM STRATA-1 (S1)
Pengalaman Kerja:
3 Bulan magang di trans7