HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI, PROTEIN DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN BUNAKEN KECAMATAN BUNAKEN KEPULAUAN KOTA MANADO RELATIONSHIP BETWEEN THE INTAKE IRON, PROTEIN AND VITAMIN C WITH EVENTS ANEMIA IN PRIMARY SCHOOL CHILDREN WARD IN DISTRICT BUNAKEN ISLANDS MANADO CITY 1 Allenfina O. Tadete , Nancy S. H. Malonda2, Anita. Basuki3 Bidang Minat Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
Abstract: Iron deficiency anemia is the most common nutritional problems found in the world, which is also quite common among school children. Iron deficiency anemia in school children can cause children to become lethargic, tired, morale and decreased academic achievement, as well as the future growth of the body easily infected. Iron deficiency anemia in Indonesia is still one of the major nutritional problems. Efforts that can be done to address the problem of anemia in school children is to eat foods rich in iron. Foods that can increase the absorption of iron is nonheme iron especially vitamin C and certain animal sources of protein, such as meat and fish. The purpose of this study to determine the relationship between the intake of iron, protein and vitamin C with the incidence of anemia among primary school children in the Village Park. This study is a crosssectional study analytic. The results showed that the majority of school children has media intake of iron, protein and vitamin C sufficient, as much iron as the 53 children (70.7%), as much as 84% protein and vitamin C as much as 80%. Based on the results of measurements of hemoglobin levels showed that as many as 70 children (93.3%) were not anemic. Statistical analysis using the test Fisher's exact test showed that there is a significant association between iron intake with anemia (p = 0.024), there is a relationship between the protein with the incidence of anemia (p = 0.027) and there is a relationship between vitamin C with the incidence of anemia (p = 0.042). Keywords: anemia, iron, protein, vitamin C, children Abstrak: Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling sering ditemukan di dunia, yang juga banyak terjadi di kalangan anak-anak sekolah. Anemia defisiensi besi pada anak sekolah dapat mengakibatkan anak menjadi lesu, cepat lelah, semangat dan prestasi belajar menurun, serta tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi. Anemia defisiensi besi di Indonesia masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama. Upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi masalah anemia pada anak-anak sekolah yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi terutama besi nonheme adalah vitamin C dan sumber protein hewani tertentu, seperti daging dan ikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara asupan zat besi, protein dan vitamin C dengan kejadian anemia pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken. Penelitian ini merupakan suatu penelitian crosssectional yang bersifat analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak sekolah memiliki kategori asupan zat besi, protein dan vitamin C cukup, yaitu zat besi sebanyak 53 anak (70,7%), protein sebanyak 84% dan vitamin C sebanyak 80%. Berdasarkan hasil pengukuran kadar hemoglobin menunjukan bahwa sebanyak 70 anak (93,3%) tidak anemia. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact test menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat besi dengan kejadian anemia (p=0,024), terdapat hubungan antara protein dengan kejadian anemia (p=0,027) dan terdapat hubungan antara vitamin C dengan kejadian anemia (p=0,042). Kata kunci: kejadian anemia, zat besi, protein, vitamin C, anak-anak
PENDAHULUAN Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menyerang semua kelompok umur terutama golongan rentan. Anak sekolah merupakan salah satu kelompok yang rentan menderita anemia defisiensi besi karena anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang tinggi termasuk zat besi. Selain itu, anak usia sekolah sangat aktif bermain dan banyak kegiatan, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah yang menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan (Notoadmodjo, 2007). Menurut WHO, prevalensi anemia di seluruh dunia pada anak usia sekolah adalah 25,4% (Benoist, 2008). Di Indonesia, berdasarkan Media Indonesia tahun 2013 yang dikutip dari Asian Development Bank (ADB) tahun 2012 sekitar 22 juta anak Indonesia menderita anemia. Hal ini mengindikasikan bahwa anemia termasuk penyakit yang banyak terjadi dan dapat menjadi ancaman bagi masa depan anak-anak Indonesia. Anemia defisiensi besi pada anak sekolah dapat mengakibatkan anak menjadi lesu, cepat lelah, semangat dan prestasi belajar menurun, serta tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi (Devi, 2012). Menurut Khomsan (2012) jika hal tersebut tidak diatasi maka akan membawa dampak negatif pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi masalah anemia pada anak-anak sekolah yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi terutama besi nonheme adalah vitamin C dan sumber protein hewani tertentu, seperti daging dan ikan (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Tujuan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara asupan zat besi, protein dan vitamin C dengan kejadian anemia pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken
Kecamatan Bunaken Kepulauan Kota Manado. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini ialah observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 1 dan SD Inpres Kelurahan Bunaken Kota Manado dan dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2013. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 dan SD Inpres Kelurahan Bunaken yang berjumlah 96 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yang telah memenuhi kriteria sampel, yaitu a) kriteria inklusi: siswa yang bersedia dan mendapat persetujuan orang tua dengan mengisi informed consent; b) kriteria eksklusi: tidak hadir saat dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan wawancara food frequency questionnaire. Berdasarkan kriteria sampel tersebut, maka diperoleh sampel yaitu sebanyak 75 orang. HASIL PENELITIAN Gambaran Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas IV dan V yang bersekolah di SD Negeri 1 dan SD Inpres Kelurahan Bunaken yang berjumlah 75 orang dan berusia 9-11 tahun. Konsumsi gizi sangat mempengaruhi status gizi kesehatan seseorang yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu. Menurut
Adriani dan Wirjatmadi (2012) anak usia sekolah memerlukan makanan yang lebih dari anak prasekolah karena kebutuhannya yang lebih banyak, mengingat bertambahnya berat badan dan aktivitasnya, sehingga konsumsi makanan harus seimbang dengan kebutuhan tubuh. Menurut Arisman (2010) ketidak seimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya
akan menimbulkan masalah gizi. Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai akan menimbulkan masalah kesehatan. Asupan zat gizi dalam penelitian ini adalah persentase rata-rata jumlah zat besi, protein dan vitamin C yang dikonsumsi dari makanan, yang diperoleh dari data frekuensi makanan selama tiga bulan terakhir dengan menggunakan program nutri survey kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan zat besi anak SD kelas IV dan V di SD Negeri 1 dan SD Inpres Kelurahan Bunaken yaitu sebanyak 53 anak (70,7%) memiliki tingkat asupan zat besi yang cukup dan 22 anak (29,3%) memiliki tingkat asupan zat besi kurang. Sebanyak 63 anak (84%) memiliki tingkat asupan protein cukup sedangkan 12 anak (16%) memiliki tingkat asupan protein kurang. Sebanyak 60 anak (80%) memiliki tingkat asupan vitamin C cukup sedangkan 15 anak (20%) memiliki tingkat asupan vitamin C kurang. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin pada anak umur 5-11 tahun kurang dari 11,5 g/dL
(kriteria WHO tahun 2000). Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode Chyanmethemoglobin. Berdasarkan hasil pengukuran kadar hemoglobin diketahui bahwa dari 75 subjek penelitian terdapat 70 anak (93,3%) memiliki hemoglobin normal (tidak anemia) dan 5 anak (6,7%) tergolong anemia. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact test pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia (p=0,024). Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat asupan zat besi kurang yang menderita anemia sebanyak 4 orang (18,2%) dan tidak menderita anemia sebanyak 18 orang (81,8%). Sedangkan responden yang memiliki tingkat asupan zat besi cukup yang menderita anemia yaitu 1 orang (1,9%) dan yang tidak anemia sebanyak 52 orang (98,1%).
Tabel 1. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia Kejadian Anemia Jumlah Anemia Tidak Anemia Asupan Zat Besi n (%) n (%) n (%) Kurang 4 (18,2%) 18 (81,8%) 22 (100%) Cukup 1 (1,9%) 52 (98,1%) 53 (100%) * Fisher’s Exact Test
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia Berdasarkan hasil uji penelitian pada tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki asupan protein kurang yang menderita anemia sebanyak 3 orang (25%) dan tidak menderita anemia sebanyak 6 orang (100%). Sedangkan responden yang memiliki
p* 0,024
asupan protein cukup yang menderita anemia sebanyak 2 orang (3,2%) dan tidak menderita anemia sebanyak 61 orang (96,8%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact test pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kejadian anemia (p=0,027).
Tabel 2. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia Kejadian Anemia Jumlah Anemia Tidak Anemia Asupan Protein n (%) n (%) n (%) Kurang 3 (25%) 9 (75%) 12 (100%) Cukup 2 (3,2%) 61 (96,8%) 63 (100%) * Fisher’s Exact Test
Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia Berdasarkan hasil uji penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang memiliki asupan vitamin C kurang yang menderita anemia sebanyak 3 orang (21,4%) dan tidak anemia sebanyak 11 orang (78,6%). Sedangkan responden yang
Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, yang diperlukan dalam pembentukan darah yaitu untuk mensintesis hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di simpan dalam limfa dan otot. Kekurangan zat besi akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar feritin yang diikuti dengan penurunan kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Jika keadaan ini terus berlanjut akan terjadi anemia defisiensi besi, dimana kadar hemoglobin turun di bawah nilai normal (Almatsier, 2009). Pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik (p < α = 0,05) antara asupan zat besi dengan kejadian anemia, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya
0,027
memiliki asupan vitamin C cukup yang menderita anemia sebanyak 2 orang (3,3%) dan tidak menderita anemia sebanyak 59 orang (96,7%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact test pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia (p=0,042).
Tabel 3. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia Kejadian Anemia Jumlah Anemia Tidak Anemia Asupan Vitamin C n (%) n (%) n (%) Kurang 3 (21,4%) 11 (78,6%) 14 (100%) Cukup 2 (3,3%) 59 (96,7%) 61 (100%) * Fisher’s Exact Test
PEMBAHASAN
p*
p* 0,042
konsumsi zat besi berkemungkinan untuk menderita anemia. Hal ini mengindikasikan pentingnya peranan zat besi dalam proses pembentukkan sel darah merah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan Cardoso dkk (2012) mengenai faktor-faktor yang terkait dengan anemia pada anak-anak di Amazonian, yang menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya anemia pada anak-anak yaitu kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi. Penelitian lain yang dilakukan Wijaya (2011) pada anak usia 6-23 bulan di Kabupaten Aceh Besar menyatakan bahwa subjek yang asupan zat besinya kurang berisiko 1,22 kali menderita anemia dibandingkan dengan subjek yang asupan zat besinya cukup. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan zat besi adalah rendahnhya tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh, terutama sumber zat besi dari nabati yang hanya diserap 1-2%. Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makanan yang kurang beragam. Selain itu, karena kurangnya penyediaan makanan, distribusi makanan yang kurang baik, kemiskinan dan ketidaktahuan, ditambah lagi dengan kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan sehingga menyebabkan serapan zat besi semakin rendah. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi (Almatsier, 2009). Berdasarkan hasil uji fisher’s exact test diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian anemia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi protein yang kurang memiliki kemungkinan untuk menderita anemia. Protein merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Absorpsi besi yang terjadi di usus halus dibantu oleh alat angkut protein yaitu transferin dan feritin. Transferin mengandung besi berbentuk ferro yang berfungsi mentranspor besi ke sumsum tulang untuk pembentukkan hemoglobin. Penelitian yang dilakukan di Makasar oleh Syatriani dan Aryani (2010), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bersifat positif antara asupan protein dengan kejadian anemia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa remaja yang kekurangan protein berisiko 3,48 kali lebih besar untuk mengalami anemia daripada remaja yang asupan proteinnya cukup. Protein terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai biologi protein pada bahan pangan yang bersumber dari hewani lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan pangan yang bersumber dari nabati (Sulistyoningsih, 2011). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andarina dan Sumarmi (2006) pada anak balita usia 13-36 bulan di Sidoarjo yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein hewani dengan kadar hemoglobin, dimana balita yang mengkonsumsi protein hewani kurang dari 14,4% standar pola pangan harapan (PPH) mengalami anemia. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia. Dengan kata lain, kurangnya asupan vitamin C yang dikonsumsi memiliki kemungkinan untuk menderita anemia. Vitamin C merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Adanya vitamin C dalam makanan yang dikonsumsi akan memberikan suasana asam sehingga memudahkan reduksi zat besi ferri menjadi ferro yang lebih mudah diserap usus halus. Absorpsi zat besi dalam bentuk non heme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartati dkk (2012) pada siswa sekolah dasar penderita anemia di kecamatan Sako Kenten yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi vitamin C dengan penyembuhan anemia. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa penambahan asupan micro nutrient vitamin C pada komposisi Fe+folat lebih baik dalam penyembuhan anemia dibandingkan dengan pemberian Fe+folat tanpa penambahan vitamin C.
Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Kirana (2011) pada remaja putri di SMA Negeri 2 Semarang yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia, dimana korelasinya bersifat positif yang menunjukkan semakin tinggi asupan vitamin C maka kadar hemoglobin akan semakin tinggi pula yang berarti kejadian anemia semakin rendah. Hal ini membuktikan bahwa vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi dalam tubuh. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Prevalensi anemia pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken yaitu, 6,7%. 2. Asupan zat besi pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken yaitu, 29,3% anak asupan zat besinya kurang dan sebesar 70,7% anak asupan zat besinya cukup. 3. Asupan protein pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken yaitu, 16% anak asupan proteinnya kurang dan sebesar 84% anak asupan proteinnya cukup. 4. Asupan vitamin C pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken yaitu, 20% anak asupan vitamin C kurang dan sebesar 80% anak asupan vitamin C cukup. 5. Terdapat hubungan antara asupan zat gizi (zat besi, protein, vitamin C) dengan kejadian anemia pada anak sekolah dasar di kelurahan bunaken. SARAN 1. Perlu untuk meningkatkan asupan zat gizi (zat besi, protein, vitamin C) bagi anak yang konsumsi zat gizinya kurang sehingga memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. 2. Diharapkan ada tindak lanjut dari pihak puskesmas Tongkeina dalam hal pemberian suplementasi tablet zat besi (Fe) pada beberapa anak yang menderita anemia.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang lain serta jumlah sampel lebih besar untuk mengetahui lebih mendalam tentang faktor lain yang berhubungan dengan kejadian anemia. DAFTAR PUSTAKA Adriani, M. & Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Andarina, D. & Sumarni, S. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13-36 Bulan. The Indonesian Journal of Public Health, 3 (1), pp. 19-23. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Asterina., Neherta, M. & Sari, M. 2009. Pengaruh Pemberian Fe + Vitamin A Terhadap Peningkatan Hemoglobin pada Anak Usia Sekolah yang Mengalami Anemia di SD 42 Beringin Kelurahan Air Dingin Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Benoist, B., McLean, E., Egli, I. & Cogswell, M. 2008. Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005. WHO Global Database on Anemia Geneva, World Health Organization. Cardoso, M; Scopel, K; Muniz, P; Villamor, E; Ferreira, M. 2012. Underlying Factors Associated with Anemia in Amazonian Children: A PopulationBased, Cross Sectional Study. Plos One, 7 (5), pp. e36341. Devi, N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas Hartati., Rahayu, T., Kurdi, F. & Soegiyanto. 2012. Pengaruh Asupan Micro Nutrient, Aktivitas Fisik dan Jenis Kelamin Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar Penderita Anemia. Journal of Physical Education and Sports, 1 (2), pp. 156160. Kirana, D. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian anemia pada Remaja Putri di SMA N 2 Semarang. FK. Undip. Khomsan, A. 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan dan Kemiskinan. Bandung: Alfabeta. Notoadmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Syatriani, S. & Aryani, A. 2010. Konsumsi Makanan dan Kejadian Anemia pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar. In KESMAS Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 4 (6). Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wijaya, C. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Anemia pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Magister Epidemiologi. Depok.