KEBIJAKANPENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
i
This page is intentionally left blank
ii
Karya ini didedikasikan kepada: Marvin Andrew Wimberly “....Memulai dengan tekad, mengakhiri dengan kebanggaan !!!”
Dipersembahkan kepada: Istriku tercinta Ainun Zairina Putriku tersayang Cahaya Shabriena
iii
This page is intentionally left blank
iv
Bobby Rahman, S.Sos, M. Si
KEBIJAKAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR Kajian Implementasi dan Dampaknya di Aceh Utara
v
Bobby Rahman Kebijakan Pengujian Kenderaan Bermotor: Kajian Implementasi dan Dampaknya di Aceh Utara Unimal Press xii + 96 hlm; 155 x 230 mm (UNESCO Standard) Bibliografi ISBN 978-602-1373-08-8 Universitas Malikussaleh: Jl. Panglateh No. 10, Keude Aceh, Lhokseumawe P.O. Box 141, Nanggroe Aceh Darussalam
Hak Cipta © 2014, Bobby Rahman All rights reserved. Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor: Kajian Implementasi dan Dampaknya di Aceh Utara
INDONESIA +62-0645-41373-40915 +62-0645-44450 Alamat Penerbit: Jl. Panglateh No. 10, Keude Aceh, Lhokseumawe 24351 Nanggroe Aceh Darussalam, INDONESIA
Penulis: Bobby Rahman, S.Sos, M. Si Editor: Ahmad Yani, S.Sos, M.Si Hak Penerbitan: Unimal Press Layout dan Design Cover: Al Chaidar
+62-0645-47146; +62-0645-47512 Contact person: 081317658142 Email:
[email protected] [email protected] Website: www.unimal.ac.id/unimalpress
Kredit Foto: Al Chaidar Dicetak oleh: Unimal Press Cetakan Pertama: Maret 2013 ISBN 978-602-1373-08-8
ISBN 602137308-1
9 786 02 1 373088 > No parts of this book may be reproduced by any means, electronic or mechanical, including photocopy, recording, or information storage and retrieval system, without permission in writing from the publisher. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Alhamdulillahirabbilalamin, rasa puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahNya, terutama rahmat kesehatan, ilmu pengetahuan, kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Buku ini dengan judul “ Kebijakan Pengujian Kenderaan Bermotor: Kajian Implementasi dan Dampaknya di Aceh Utara”. Tulisan ini merupakan pengembangan dari Tesis saya yang kemudian disajikan dalam bentuk baru dengan harapan dapat lebih mudah dibaca dan dipahami berbagai kalangan, baik akademisi maupun masyarakat umum. Saya menyadari bahwa apa yang tertuang dalam karya ini tidaklah sempurna, bahkan masih perlu dikaji lebih lanjut mengigat telah banyak perubahan situasi yang terjadi hingga sekarang. Memang bukan kesempurnaan yang ingin dituju, tapi karya ini lebih merupakan bentuk latihan akademik dalam menganalisis suatu fenomena, sehingga kritik dari para pembaca justru saya harapkan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan karya ini dan karyakarya saya di masa mendatang. Saya ingin menyampaikan terima kasih saya yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. H. Asep Kartiwa, SH., MS dan Dr. Entang Adhy Muhtar, MS., yang telah memberikan arahan pada karya saya dimulai dari tahap perencanaan hingga penyelesaian akhir. Saya juga berterima kasih kepada (alm.) Marvin Andrew Wimberly atas perhatian dan bantuannya yang tak terhingga. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Fauzi, S.Sos., MA.; teman-teman yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya karya ini Ahmad Yani, S.Sos., M.Si., Putri Murdiana, S.Sos., M.Si., Nurfatini, S.Sos., M.Si., Mirai Titiane Razanajatovo, M.Si., Faizal, M.Si., Phongananh Xayavong, M.Si. beserta seluruh teman-teman lain di Pascasarjana FISIP UNPAD angkatan 2009. Yang terakhir, saya berterima kasih yang terdalam saya sampaikan kepada istri saya Ainun Zairina, SE., yang tidak hanya mendukung saya dalam penyelesaian karya ini, tetapi juga karena kesabarannya dalam mengasuh putri kami Cahaya Shabriena selama saya fokus dalam penyelesaian karya ini. Terima kasih terdalam juga saya (alm.) M. Sufi dan Hj. Safiah yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya selama ini. Lhokseumawe, Januari 2014. Bobby Rahman, S.Sos., M.Si.
vii
PENGANTAR EDITOR Sebuah karya tulis adalah rekam jejak yang paling kuat untuk memahami pemikiran dan gagasan seseorang. Apalagi karya tulis yang lahir dari proses berfikir ilmiah, tidak hanya memuat pokok-pokok pemikiran tapi juga argumen-argumen yang disusun dengan basis metodelogi tertentu. Karya tulis ilmiah dapat diverifikasi melintasi ruang dan waktu, bahkan gagasan yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, sebagian besar karya tulis ilmiah hanya menjadi tumpukan buku atau makalah dalam lemari, padahal untuk menulisnya diperlukan waktu yang lama, proses yang panjang, menguras tenaga bahkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan karya ilmiah yang hanya dapat diakses secara terbatas oleh civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi, padahal isinya akan jauh lebih bermanfaat apabila dibaca dan diimplementasikan oleh para pengambil keputusan yang berada di luar perguruan tinggi. Keterbatasan akses inilah yang seringkali menimbulkan anggapan bahwa karya-karya ilmiah tidak mungkin berlangsung tanpa berpijak dari suatu kondisi empirik. Karena itu sebuah karya ilmiah wajib memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan tersebut, sehingga karya tersebut tidak hanya memiliki kegunaan ilmiah bagi pengembangan ilmu, tapi juga kegunaan praktis bagi masyarakat. Persoalan implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor saat ini seringkali hanya menjadi pelengkap penderita, yaitu bahan kelengkapan administrasi yang seringkali dalam prakteknya hanya menjadi formalitas belaka. Hal inilah yang coba disampaikan oleh saudara Bobby Rahman, S.Sos., M.Si., dalam bukunya. Dalam tulisannya penulis mencoba untuk memberikan gambaran secara nyata mengenai fenomena secara empiris berkaitan dengan praktek pengujian kendaraan bermotor yang terjadi di Aceh Utara yang dinilai masih jauh dari harapan k yang idealnya terjadi. Seyogyanya sebuah kebijakan dibuat untuk menekan atau bahkan untuk menyelesaikan masalah di tengahtengah masyarakat. Namun kemudian menjadi hal yang aneh pada saat kebijakan tersebut malah menjadi bumerang bagi masyarakat yang harusnya berperan sebagai penerima benefit, dikarenakan pemerintah selaku pelaksana kebijakan tidak mampu menjalankan kebijakan dikarenakan faktor kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Lhokseumawe, Maret 2014 Ahmad Yani, S.Sos., M.Si.
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... vii PENGANTAR EDITOR .................................................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 9 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9 Manfaat Penelitian .................................................................................................................. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 11 Kajian Pustaka ....................................................................................................................... 11 Penelitian Terdahulu ......................................................................................................... 11 Implementasi Kebijakan .................................................................................................... 17 Kerangka Pemikiran ............................................................................................................... 25 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................................. 30 Objek Penelitian .................................................................................................................... 30 Metode Penelitian ................................................................................................................. 30 Data Yang Dibutuhkan ........................................................................................................... 32 Sumber Data Penelitian ......................................................................................................... 32 Instrumen Penelitian ............................................................................................................. 34 Tahapan dan Prosedur Penelitian ......................................................................................... 35 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................................... 35 Teknik Pengujian Keabsahan Data ........................................................................................ 37 Teknik Pengolahan Analisa Data ........................................................................................... 38 Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 39 Lokasi Penelitian ................................................................................................................ 39 Jadwal Penelitian ............................................................................................................... 39 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 40
Gambaran Umum Kabupaten Aceh Utara ............................................................................. 40 Geografis dan Topografis .................................................................................................. 40
ix
Demografi .......................................................................................................................... 42 Visi dan Misi Kabupaten Aceh Utara ................................................................................. 44 Kondisi Ekonomi Kabupaten Aceh Utara ........................................................................... 46 Kondisi Transportasi Kabupaten Aceh Utara ..................................................................... 47 Profil Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara .................. 49 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara .......................................................................... 53 Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan dan Keselamatan Lalu Lintas ........................................................................................................ 54 Sosialisasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor........................................................... 57 Mekanisme Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor ................................................... 64 Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor .................................................... 72 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 92
Kesimpulan ............................................................................................................................ 92 Saran...................................................................................................................................... 93 Saran bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan .................................................................. 93 Saran untuk Penerapan di Lapangan ................................................................................. 93 BIBLIOGRAFI .............................................................................................................................. 96 Dokumen ............................................................................................................................... 98 Peraturan Perundang-undangan ........................................................................................... 99
x
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh JICA tahun 1995 dan ADB tahun 2002 kendaraan bermotor merupakan kontributor terbesar pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia. Emisi gas buang kendaraan seperti HC, CO, NOx, dan PM merupakan polutan-polutan dominan yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran gas buang itu secara pasti akan terus naik dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang memadati jalan-jalan, yang hampir seluruhnya menggunakan bahan bakar fosil. Lebih dari 70% pencemaran udara di kota-kota besar disebabkan oleh kendaraan bermotor (sumber bergerak), padahal jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar terus meningkat mencapai 15% per-tahun. Sedangkan 30% sumber pencemaran udara berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, pembakaran sampah, efek tambahan dari turbulensi zat pencemar udara pada lokasi pemusatan bangunan tinggi, dan lain-lain. (Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2007) Pembakaran BBM oleh mesin kendaraan itu menghasilkan gas sisa pembakaran yang umumnya berupa gas-gas nitrogen (NOx), sulfur (SOx), gas-gas karbon (CO dan CO2) dan partikel timbal. Emisi gas buang ini memberikan kontribusi pencemaran udara yang terbesar dibandingkan sumber-sumber pencemaran lain seperti industri. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor tanpa pengawasan emisi kendaraan bermotor melalui pengujian kendaraan bermotor berkala tentunya akan 1
memperparah kondisi udara. Menurut perkiraan JICA (Japan Indonesian Coorperation Agency) dibandingkan tahun 1995, polusi udara yang terdiri dari Co, HC, NOx, SOx akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2010. Dengan terus meningkatnya jumlah kendaraan transportasi darat saat ini tentunya akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat apabila tidak adanya kontrol pemerintah terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Untuk mengurangi polusi udara, pemerintah mewajibkan semua kendaraan lolos uji emisi sebagai syarat layak jalan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 diperbaharui dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah menugaskan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan untuk melakukan pembinaan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan kelayakan sarana angkutan darat sesuai dengan Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2008 direvisi dengan Qanun Nomor 2 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara pada pasal 98 ayat o yang berbunyi: “melakukan pembinaan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan kelaikan sarana angkutan darat”. Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan adalah perangkat daerah sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang perhubungan, komunikasi dan informasi. Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi dampak negatif penggunaan kendaraan bermotor bagi lingkungan dan masyarakat. Upaya itu berupa antara lain penyempurnaan aturan perundang-undangan di tingkat nasional dan penjabarannya menjadi peraturan daerah di tingkat regional, penataan ruang kota, dan pembangunan sarana/prasarana.
2
Dalam menanggulangi dan mengelola pengujian kendaraan bermotor, pemerintah telah membentuk unit khusus untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan di dalam Undang-undang dan peraturan yang berlaku. Selain itu Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan telah mengirimkan personilnya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kopetensi pengujian kendaraan bermotor. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan tentu tidak dapat berjalan sendiri, tanpa partisipasi dari masyarakat beban yang ada akan semakin sulit untuk dilaksanakan. Sebenarnya dampak negatif dari penggunaan kendaraan bermotor dapat dikurangi apabila dikelola dengan baik, misalnya para pengguna kendaraan bermotor rajin melakukan perawatan berkala kendaraannya sehingga selalu dalam kondisi yang baik, pemerintah menyediakan bensin tanpa timbal (unleaded gasoline) dan minyak solar dengan kandungan belerang rendah karena bahan bakar jenis tersebut merupakan prasyarat bagi penggunaan teknologi kendaraan yang mutakhir yang mampu mengurangi emisi kendaraan secara signifikan, serta Sistem manajemen transportasi dan tata ruang perkotaan mempengaruhi pola pergerakan manusia dan kendaraan di suatu kota yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas udara. Pengendalian pencemaran udara melalui peningkatan sistem transportasi terfokus pada dua aspek, yaitu pengurangan volume kendaraan dan pengurangan kepadatan lalu lintas. Mengurangi dampak negatif dari penggunaan kendaraan bermotor merupakan salah satu dari sekian banyak tugas yang ada pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Isu tentang dampak negatif penggunaan kendaraan bermotor telah menjadi isu internasional mengigat dampak negatif dari penggunaan kendaraan bermotor dapat berdampak langsung pada penurunan kualitas udara dan hal ini tentunya harus segera ditangani langsung serta secara berkesinambungan. Kesiapan manajemen terhadap hal ini merupakan suatu hal yang mutlak yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat. Dalam prosesnya prosedur pengujian kendaraan bermotor meliputi kegiatan memeriksa, mencoba dan meneliti diarahkan kepada setiap 3
kendaraan bermotor yang wajib uji berkala secara keseluruhan pada bagian-bagian kendaraan secara fungsional dalam sistem komponen serta dimensi teknis kendaraan bermotor baik berdasarkan kententuan yang berlaku maupun berdasarkan ketentuan persyaratan teknis yang objektif. Kendaraan bermotor yang wajib uji berkala untuk memenuhi ambang batas layak jalan yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. Gambar 1.1 Alur Prosedur Uji Berkala
Sumber: DLLAJ Dirjen Perhubungan Darat Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa prosedur pengujian kendaraan bermotor dimulai pada unit pelaksanaan uji berkala yang kemudian diteruskan kepada petugas yang memiliki sertifikasi kompetensi dalam bidang pengujian kendaraan bermotor. Petugas yang berwenang selanjutnya melakukan uji fisik diantaranya: pemeriksaan persyaratan teknis serta persyaratan laik jalan, selanjutnya petugas akan kembali berkoordinasi dengan unit pelaksana uji berkala untuk kemudian 4
secara bersama-sama mengesahkan hasil uji yang selanjutnya berturutturut mengeluarkan bukti lulus uji, kartu uji serta tanda telah diuji. Bagi kendaraan yang dinyatakan lulus uji mendapat perpanjangan buku uji berkala selama 6 (enam) bulan dan dilengkapi dengan tanda samping, yaitu berat kosong kendaraan, jumlah berat yang diperbolehkan/diizinkan, daya angkut barang, masa berlaku surat/tanda uji dan kelas jalan terendah yang boleh dilalui dan bagi kendaraan yang dinyatakan tidak lulus uji berkala, maka petugas penguji wajib memberitahukan secara tertulis yaitu perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan, waktu dan tempat dilakukan pengujian ulang tanpa dipungut biaya lagi. Manfaat yang diperoleh bagi kendaraan yang telah mengikuti pengujian kendaraan bermotor adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat pengendalian kendaraan yang di operasikan di Indonesia; 2. Mempermudah penyidikan pelanggaran menyangkut kendaraan yang bersangkutan 3. Memenuhi kebutuhan data lainnya dalam rangka perencanaan pembangunan nasional. 4. Untuk kelestarian lingkungan yang disebabkan oleh asap buangan gas kendaraan bermotor dan keselamatan baik materi maupun jiwa. (PP No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi) Setiap kendaraan bermotor mempunyai potensi dapat mencelakakan orang lain serta setiap kendaraan bermotor juga mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan hidup, dengan demikian setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Untuk memastikan bahwa setiap kendaraan bermotor telah memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, wajib dilakukan pengujian kendaraan bermotor. (Direktur LLAJ Dirjen Perhubungan Darat, 28 Oktober 2010). Kondisi nyata di lapangan menunjukkan banyaknya kendaraan di Kabupaten Aceh Utara yang belum di uji berkala atau sudah di uji berkala namun tidak melalui prosedur yang baik dan benar. Indikasi awal yang dapat dilihat adalah pekatnya asap yang mengepul dari kendaraan 5
bermotor, pelanggaran dimensi kendaraan, kebisingan yang dirasakan melewati batas dan lain-lain. Jumlah kendaraan bermotor di Aceh Utara pada tahun 2010 periode Januari sampai dengan Juni berjumlah 2365 unit dengan rata-rata kendaraan yang melakukan pengujian pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara rata-rata sebanyak 15 sampai dengan 20 kendaraan bermotor perharinya yang ditangani oleh 8 orang petugas dilapangan (3 petugas telah memiliki sertifikasi kompetensi). Saat ini diperkirakan kendaraan yang ada di Kabupaten Aceh Utara sebagian telah mengikuti pengujian berkala akan tetapi tidak sesuai prosedur. Hal tersebut salah satunya diduga disebabkan oleh keterbatasan dana untuk pengadaan alat uji dan biaya pemeliharaan alat uji kendaraan bermotor, maka efek dari kendala-kendala tersebut adalah kondisi kendaraan angkutan umum yang rawan mengalami kerusakan yang lebih parah terutama saat dipergunakannya dan polusi udara yang semakin meningkat. Berdasarkan observasi awal kondisi pengelolaan pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan dianggap belum optimal dalam menjalankan tugasnya, indikasi awal yang dapat digambarkan adalah kurangnya pengembangan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh aparatur dalam melaksanakan pengujian kendaraan bermotor, hal ini ditandai dengan hanya dimilikinya 3 orang tenaga ahli yang memiliki sertifikasi kompetensi. Organisasi juga dipandang relatif terlalu besar dan tidak proporsional, hal ini ditandai dengan digabungkannya tugas perhubungan, pariwisata dan kebudayaan yang notabene memiliki konsentrasi tugas yang berbeda walau secara tidak langsung saling berkaitan. Keadaan ini mengakibatkan pembagian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab antar tingkat level instansi masih banyak yang belum jelas dan menimbulkan kebingungan. Disamping daripada itu, sarana dan prasara pendukung juga belum memenuhi standar minimum, serta minimnya upaya sosialisasi oleh pemerintah akan pentingnya pengujian kendaraan bermotor kepada masyarakat.
6
Aturan-aturan pemerintah pusat yang ada seperti halnya: UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang lalu lintas; Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi; Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 63 Tahun 1993 tentang ambang batas laik jalan kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, rumah-rumah, bak muatan dan komponen-komponennya; serta aturanaturan pendukung lainnya hanya ditanggapi dengan Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2008 (direvisi dengan Qanun Nomor 2 Tahun 2010) yang tidak secara khusus menjabarkan secara rinci aturan pelaksana program pengujian kendaraan bermotor di daerah karena tiadanya pedoman program pelaksana. Fenomena-fenomena ini tentunya berdampak pada saat pelaksanaan dilapangan, pengujian diduga seringkali tidak sesuai dengan prosedur kerja dan jadwal yang selayaknya, hal ini tentu saja berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan pencapaian tujuan dari kebijakan pengujian berkala di Kabupaten Aceh Utara. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan mengigat vitalnya peran Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan dalam upaya menangani dampak negatif dalam penggunaan kendaraan bermotor. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten belum serius memandang permasalahan pengelolaan kendaraan berkala yang seharusnya telah diantisipasi sejak dulu. Sebagai contoh untuk mendapatkan surat keterangan layak jalan, masyarakat cukup menunjukkan Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) dan tidak lagi ada pemeriksaan Kondisi Teknis Kendaraan, dan mendapat pengesahan perpanjangan Uji Berkala selama 6 (enam) bulan yang ditandai Pejabat Penguji Kendaraan Bermotor. Situasi dan kondisi pelayanan pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara yang seperti ini setidaknya sudah berlangsung semenjak tahun 2006, disebabkan pengujian kendaraan bermotor belum terlaksana dengan maksimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga akibatnya banyak kendaraan angkutan yang tidak layak beroperasi di seluruh jaringan jalan di Kabupaten Aceh Utara. Sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh 7
asap gas buang, kecelakaan lalu lintas karena kondisi rem yang tidak layak pakai serta komponen kendaraan lainnya tidak layak secara teknis namun tetap dipaksakan beroperasi. Seperti diketahui petugas penguji kendaraan sesuai aturan harus memiliki sertifikasi kompetensi dalam bidang pengujian kendaraan bermotor. Tempat pengujian kendaraan juga harus memberikan/menunjukkan pedoman informasi yang berkaitan dengan persyaratan administrasi, retribusi, serta prosedur pelaksanaan pengujian. Hal ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat mendapat layanan pengujian kendaraan dari pemerintah. Kebijakan pengelolaan kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara ternyata belum mencapai target hasil yang diharapkan. Dampak penggunaan kendaraan bermotor belum terkendali, kesadaran masyarakat masih rendah, ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan kendaraan bermotor belum tercukupi dalam tataran ideal, dan pengunaan teknologi tepat guna belum terealisasi. Masyarakat sebagai sebuah kelompok besar tentu tidak akan dapat memenuhi semua kepentingannya sendiri. Oleh karena itu dibentuklah negara untuk mengurusi kepentingan-kepentingan itu yang disebut dengan sektor publik. Publik adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki minat dan perhatian yang sama, sehingga dalam membicarakan kepentingan publik itu berarti membicarakan bagaimana peran pemerintah dan yang diperintah. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan kepada masyarakatnya. Salah satu dari kebutuhan layanan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah kabupaten adalah masalah pengelolaan pengujian kendaraan bermotor. Permasalahan pengujian kendaraan bermotor merupakan permasalahan tahunan yang belum juga dapat diselesaikan mengigat masih besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan kendaraan bermotor. Terkait dengan hal tersebut, implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara, yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara merupakan hal yang menarik untuk dicermati karena di dalam kerangka 8
teori kebijakan. Organisasi, intepretasi dan aplikasi merupakan beberapa aspek penting bagi terlaksananya sebuah kebijakan. Berdasarkan uraianuraian tersebut, maka penulis menentukan judul yakni Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor (Studi Pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara).
Rumusan Masalah Dari latar belakang penelitian dapat diidentifikasi bahwa permasalahan penting dalam kebijakan pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara saat ini belum berjalan dengan baik. Beranjak dari hal tersebut, dapat dikemukakan pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Utara belum berjalan dengan optimal”. Berkaitan dengan pernyataan masalah tersebut maka dirumuskan masalah (problem question) utama sebagai landasan penelitian yaitu: “Bagaimana Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan di Kabupaten Aceh Utara ?”.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis teori-teori yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor serta peran Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara dalam implementasi dan optimalisasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan memperoleh informasi terbaru dalam hal implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil paper ini antar lain: 1. Secara praktis, hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam 9
melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan khususnya tentang kebijakan pengujian kendaraan bermotor di Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi informasi untuk mengetahui proses pengujian kendaraan bermotor serta hambatan yang dihadapi. Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pemahaman baru mengenai implementasi kebijakan publik dalam hal pengujian kendaraan bermotor baik secara teori maupun praktik. 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan penelitian di bidang implementasi kebijakan publik dalam tinjauan kualitatif.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Pada bab ini menguraikan tentang kajian pustaka yang berisi tinjauan penelitian terdahulu yang isinya menggambarkan tentang temuan-temuan penelitian yang relevan, pendekatan masalah yang menjelaskan tentang teori-teori yang relevan yang digunakan sebagai solusi dalam mencari solusi yang dihadapi, serta kerangka pemikiran mengemukakan pemikiran peneliti dengan berlandaskan pada teori dan fakta-fakta yang relevan guna menjawab masalah penelitian, dan hipotesis kerja.
Penelitian Terdahulu Nunuj Nurdjanah (2005) melalui judul penelitiannya “Analisis Implementasi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor” (Studi Kasus : Implementasi Pengujian Berkala di Kota Bandung). Dalam penelitian ini menggunakan teori pengujian kendaraan bermotor berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 & Nomor 22 Tahun 1990, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1993; teori swastanisasi pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor (Kir); dan teori implementasi kebijakan publik oleh Dunsire (1978) yg dinamakan sebagai implementation gap yaitu suatu istilah untuk menjelaskan suatu keadaan dimana dalam proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan dengan kenyataan yang dicapai (sebagai hasil dari implementasi kebijakan).
11
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini bersifat kualitatif dengan paradigma kuantitatif dan metodologi kuantitatif statistik, atau disebut “........pendekatan postpositivisme rasionalistik” (Muhadjir, 2000). Dalam penelitian ini pertanyaan diajukan kepada responden dalam kuesioner terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Langkah analisis yang dilakukan selama pengumpulan data mengacu pada : pertama, mencatat dan meringkas data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di lokasi penelitian; kedua, melakukan pengkodean data dengan simbol-simbol; ketiga, membuat memo berdasarkan keterangan yang diperoleh dari responden dan pengamatan di lapangan; keempat, pemotretan; kelima, ringkasan dan kesimpulan sementara. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan kebijakan pengujian berkala seluruh kendaraan bermotor mengalami penundaan sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan. Penundaan tersebut terkait dengan ketidak siapan sebagian besar Pemerintah Kabupaten/Kota terutama dalam hal teknis pelaksanaan, mengingat keterbatasan dalam falilitas, alat uji dan SDM yang dapat memicu terjadinya berbagai penyimpangan. Pengujian berkala kendaraan bermotor merupakan serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan. Tujuan pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor ini adalah untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis (safety), mengurangi polusi udara (pollutian), dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan uji berkala di Kota Bandung dilakukan di Unit Pengujian Kendaraan Bermotor (UPKB) yang dikelola oleh Pemkot Bandung sendiri dibawah Dinas Perhubungan Kota Bandung. Berdasarkan kebijakan yang berlaku, kondisi UPKB tersebut harus seimbang dengan volume jumlah kendaraan wajib uji guna mencapai tujuan yang diharapkan. Disimpulkan bahwa kemampuan dan kapasitas UPKB lebih kecil dari volume kendaraan wajib uji, dan terjadi penyimpangan baik dari 12
aspek fasilitas, peralatan uji dan SDM maupun aspek pelayanan. Hal ini merupakan permasalahan Pemerintah Kota Bandung dalam pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor yang meliputi masalah kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah. Gagan Rusganda (2007) melakukan penelitian di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitiannya berjudul: “Tanggapan Masyarakat Kabupaten Cianjur Terhadap Rencana Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Pribadi”. Penelitian ini secara khusus melihat kasus tentang persyaratan teknis dan laik jalan diberlakukan wajib bagi seluruh kendaraan yang beroperasi dijalan, namun pada saat ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 jenis kendaraan yang diwajibkan untuk melakukan uji berkala baru terbatas pada kendaraan penumpang umum dan barang. Program pengujian kendaraan bermotor yang dikembangkan saat ini adalah pengujian kendaraan bermotor pribadi yaitu sepeda motor dan mobil pribadi. Sejak dipublikasikannya wacana kebijakan pengujian kendaraan bermotor pribadi, berbagai tanggapan telah banyak dilontarkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner kepada 400 responden untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pribadi dan 4 responden untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pelaksana pengujian kendaraan bermotor pribadi. Tahapan analisis adalah pengujian alat ukur variabel, analisis deskriptif, analisis crosstab, analisis korelasi, analisis regresi dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa 1) kebijakan pengujian kendaraan bermotor pribadi mendapat respons cukup baik dari masyarakat Kabupaten Cianjur; 2) masyarakat memilih swasta sebagai pelaksana kebijakan tersebut; 3) tanggapan masyarakat terhadap rencana implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pribadi dipengaruhi oleh pengetahuan, motivasi, dan sikap secara bersama-sama. Di antara ketiga faktor yang mempengaruhi tanggapan masyarakat terhadap rencana implementasi kebijakan 13
pengujian kendaraan bermotor pribadi, faktor yang paling dominan adalah faktor sikap; 4) Analisis SWOT menghasilkan (1) Faktor kekuatan, meliputi: (a) pengetahuan baik, (b) peralatan ada, (c) teknisi handal, (d) masyarakat mempercayai kemampuan teknis yang dimiliki bengkel, (e) masyarakat lebih familiar dengan bengkel, (2), Faktor kelemahan, meliputi: (a) tidak mempunyai sistem yang baik, (b) tidak mempunyai tempat yang luas, (c) jumlah teknisi sedikit, (d) sulit mendapatkan teknisi yang handal dalam waktu yang singkat, (e) alat yang dimiliki terbatas, (3) Faktor Peluang, meliputi (a) bengkel yang satu visi dapat bersatu untuk mengemban tugas pengujian, (b) lokasi dekat dengan dengan masyarakat, (c) image pemerintah yang buruk, (d) peluang pelanggan baru, dan (e) hubungan baik dengan masyarakat, (4) Faktor Ancaman, meliputi: (a) persaingan antar bengkel, (b) keberatan biaya tinggi, (c) pungli menular ke bengkel, (d) bayaran pemerintah rendah, dan (e) antrian tidak disukai. Achmad Dwi Heriyanto (2008), melalui judul penelitian “Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Penumpang Kendaraan Umum Oleh Dinas Perhubungan Dalam Hubungannya Dengan Keselamatan Penumpang di Kabupaten Jepara”. Pada penelitian ini menggunakan teori-teori mengenai perjanjian pengangkutan dan asas-asas perjanjian; serta pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang angkutan dan keselamatan penumpang atau pemakai (perlindungan konsumen). Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisa hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat serta menganalisa bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum dalam hubungannya dengan upaya pemberian keselamatan penumpang, di Kabupaten Jepara. 14
Penelitian ini menggunakan analisis normatif kualitatif, yaitu suatu bentuk analisis penelitian yang berusaha untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena-fenomena dan fakta-fakta yang terjadi. Dalam hal ini berupa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya dalam bidang pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum oleh Dinas Perhubungan dalam memberikan keselamatan penumpang, di Kabupaten Jepara. Fokus penelitian pada pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum oleh Dinas Perhubungan di Kabupaten Jepara. Dalam penelitian ini dipaparkan bahwa : 1. Tanggungjawab pengusaha angkutan juga merupakan tanggungjawab pengangkut. Pengusaha angkutan dan pengangkut bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita penumpang. Sebagai rasa tanggungjawabnya pengusaha angkutan harus : a. Melaksanakan pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. b. Melaksanakan pasal 12 ,pasal 13dan pasal 32 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Jepara dalam rangka memberikan keselamatan penumpang sudah diterapkan dengan baik, namun dalam kenyataannya masih menemui beberapa hambatan, yaitu : a. Yang berasal dari pihak penumpang, nampaknya belum secara benar memahami makna dari undang-undang mengenai perlindungan keselamatan penumpang , sehingga setiap ada sengketa dengan pelaku usaha, penumpang menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa. b. Yang berasal dari pengusaha angkutan , menganggap bahwa pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum hanya sebagai formalitas belaka, sehingga setelah pelaksanaan pengujian tidak terjadi perubahan
15
terhadap kelengkapan kendaraan sesuai aturan yang ditetapkan. c. Yang berasal dari petugas , berkaitan dengan terbatasnya jumlah petugas yang menangani pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor penumpang kendaraan umum menyebabkan pengujian seringkali memakan waktu yang lebih lama dari yang diharapkan. Dari penelitian terdahulu yang telah diuraikan, mengungkapkan kemampuan dan kapasitas UPKB lebih kecil dari volume kendaraan wajib uji, dan terjadi penyimpangan baik dari aspek fasilitas, peralatan uji dan SDM maupun aspek pelayanan, selain itu penelitian di atas juga mengungkapkan bagaimana tanggapan masyarakat dengan diterapkannya kebijakan pengujian kendaraan bermotor serta aspekaspek hambatan yang dialami dalam mengimplementasikan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Akim (2008), dengan judul penelitiannya “Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Terhadap Efektifitas Kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor di Kota Bandung”. Di dalam penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan oleh Edward III, pengertian efektifitas dan kelaikan jalan kendaraan bermotor menurut Undang-Undang No.14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Metode penelitiannya menggunakan kuantitatif yang didasarkan pada paradigma positivisme yang bersifat logico-hypotheco-verificative dengan berlandaskan kepada asumsi mengenai objek empiris. Teknis penelitian yang digunakan adalah explanatory survey yang meneliti hubungan kausalitas antar variabel, dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan secara simultan semua sub variabel yang ada pada implementasi kebijakan pengujian berkala kendaraan bermotor yang mencakup komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas kelaikan jalan kendaraan bermotor di kota Bandung, sehingga apabila implementasi kebijakan pengujian 16
berkala kendaraan bermotor ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya menurut empat sub variabel yang ada, maka secara simultan akan meningkatkan efektifitas kelaikan jalan kendaraan bermotor. Berbeda dengan penelitian di atas penelitian ini akan lebih fokus mengkaji implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor dengan mengungkap adanya 3 (tiga) kegiatan yang perlu dilakukan, yaitu: “Organization, Interpretation, Application”; objek penelitian sendiri akan difokuskan pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara. Dalam kerangka penelitian ini pula akan di ungkap faktor-faktor utama yang menjadi pendukung maupun penghambat dalam implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor.
Implementasi Kebijakan Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran starategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Defenisi kebijakan menurut Laswell dan Abraham Kaplan ( 1970) adalah “ a projected program of goals values and practic” atau suatu program yang diproyeksikan dari tujuan-tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Edward III dan Sharkansky (dalam Islamy, 1997: 18) mengemukakan bahwa “Kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan oleh pemerintah atau yang tidak dilakukan”. Kebijakan publik adalah tujuan dan sasaran pemerintah sebagaimana yang dikemukakan oleh Anderson (1978:3) bahwa : “Policy is a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with problem or matter of concern” yang diterjemahkan sebagai kebijakan adalah serangkaian tindakan yang 17
mempunyai tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut Woll memberikan defenisi “kebijakan publik sebagai sejumlah aktifitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat” (Tangkilisan, 2003: 2). Implementasi kebijakan menurut Meter dan Horn (dalam wahab, 1997: 65) adalah “those action by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of objective set for in prior policy decisions”. Hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu maupun kelompok yang diarahkan demi tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Kemudian Eugene Bardach (1991:3 dalam Agustino, 2006:153), mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah cukup untuk membuat sebuah kebijakan dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas ketas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarnya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang. Tachjan (2008:v) mendefenisikan konsep kebijakan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam bertindak, kebijakan publik sebagai produk politik, produk hukum, alat pemecah masalah (problem solver), rangkaian peraturan perundangundangan yang menjadi acuan bertindak, keberpihakan pemerintah terhadap suatu isu. Kebijakan publik haruslah berorientasi kepada kepentingan umum atau masyarakat, namun tidak semua kebijakan publik itu dapat dijalankan atau dapat diimplementasikan dengan mudah. Hal ini biasa terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor internal yaitu dari dalam lembaga pemerintah sebagai pembuat kebijakan atau eksternal yaitu yang berasal dari lingkungan luar. Mengubah kebijakan menjadi implementasi kedalam program adalah bukan semudah membalikkan 18
telapak tangan dan tidak dianggap sebagai hal yang sederhana. Tachjan (2008:3), mengemukakan bahwa mengubah program-program menjadi praktek adalah tidak sesederhana sebagaimana tampaknya karena berbagai hal yang berkaitan dengan sifat dari permasalahan, situasi kelilingnya, atau organisasi sebagai mesin administratif yang bertugas melaksanakannya, maka program-program mungkin tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang dimaksud. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah suatu jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Dalam praktiknya kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politik dengan adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Implementasi merupakan suatu proses yang dinamik, yang merupakan pelaksanaan kebijakan melakukan suatu aktifitas, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Lester dan Stewart Jr. (2000:104) bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle (1980:8-15) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari sisi prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan progam sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Grindle menegaskan bahwa keberhasilan atau kegagalan dari implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu isi kebijakan (contens of public policy) dan konteks kebijakan (contexs of policy). Content of policy menyangkut tujuan yang ingin dicapai dan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses implementasi 19
kebijakan. Isi kebijakan mengandung unsur-unsur, yaitu kepentingan, manfaat, perubahan yang diharapkan serta sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka menyukseskan implementasi kebijakan. Contexs of policy sebagai kondisi lingkungan yang berkaitan atau berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Unsur-unsur yang mempengaruhi konteks kebijakan adalah kekuasaan, kelompok kepentingan, lembaga-lembaga terkait yang dapat mengendalikan suatu kebijakan, baik berupa dukungan maupun penolakan terhadap kebijakan yang telah ditentukan. Meter dan Horn (1975 dalam Wahab, 2004:65) merumuskan proses implementasi kebijakan sebagai “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu, pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”. Meter dan Horn (dalam Nugroho, 2008:438) mengajukan empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik, yaitu: 1. Komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksanaan (Interorganization Comunication and Enforcement Activities) 2. Karakteristik agen pelaksana (The Charateristics of Implementing Activities) 3. Disposisi pelaksana (The Disposition of Implementors) 4. Kondisi sosial, ekonomi dan politik (Economics, Social and Political Conditions).
20
Gambar 2.1 Model Proses Implementasi Kebijaksanaan
Sumber: D.S. Van Meter dan Van Horn, The Policy Implementation Process; A. Conceptual Framework, Administration and Society, 1975, hal 445-448.
Sehubungan dengan implementasi kebijakan, Jones (1994:166) mengemukakan bahwa: “implementation is that set of activities directed toward putting program into effect”. Implementasi merupakan suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program, dalam mengoperasikan program ini selanjutnya dikemukakan adanya 3 (tiga) kegiatan yang perlu dilakukan, yaitu: “Organization, Interpretation, Application”. Organization, adalah suatu kegiatan yang bertalian dengan pembentukan dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Untuk mencapai tujuan kebijakan pemerintah harus melakukan tindakan yang menghimpun sumberdaya dan pengelolaan sumberdaya tersebut. Ada dua aspek dari organisasi sebagai pelaksana yang mempengaruhi keberhasilannya, yaitu: “struktur dan proses organisasi” (Siagian, 1985:229). Aspek struktur menunjukkan hubungan formal antara peranan dan tugas yang harus dilaksanakan agar mendukung kelancaran implementasi kebijakan, struktur 21
organisasi ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga segala permasalahan pelembagaan berbagai kegiatan tertampung dengan baik. Struktur yang tepat akan memberikan gambaran yang jelas mengenai proses kewenangan dan tanggung jawab dari setiap personil atau unit kerja yang ada di dalam organisasi, sehingga dapat dipahami arus kerja yang harus dilaksanakan. Selanjutnya mekanisme kerja dalam mengkoordinasikan, mempengaruhi dan mengawasi kegiatan. Melalui proses organisasional di dalam organisasi dapat diciptakan adanya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Ketiga hal ini merupakan sarana untuk mencapai efektifitas implementasi kebijakan. Adanya struktur yang tepat dan proses organisasi yang terintegrasi akan menjadi organisasi pelaksana (implementing organization) mempunyai kapasitas untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif dan efisien. Interpretation, adalah menafsirkan program menjadi rencana yang konkrit dan jelas serta dapat dilaksanakan. Dalam proses implementasi, birokrasi pemerintah yang berperan sebagai organisasi pelaksana perlu menginterpretasikan program agar lebih cepat operasional dan siap dilaksanakan, pada kondisi ini program dirumuskan sebagai proyek, sehingga para pelaksana di tingkat lapangan telah dapat bertindak. Dengan demikian, interpretasi sebagai tindakan dalam implementasi akan menghasilkan kebijakan umum (derivasi) yang operasional. Kebijakan inilah yang menuntun seseorang atau sekelompok pelaku yang berperan sebagai pelaksana kebijakan untuk bertindak. Selanjutnya apabila kebijakan operasional ini tetap belum memberikan arahan yang jelas untuk bertindak, maka akan ditafsirkan yang lebih teknis (Wibawa, 1994:36). Kebijakan yang telah ditafsirkan menjadi kebijakan operasional seperti proyek berisi bukan hanya tujuan yang perlu dicapai oleh pemerintah melainkan secara rinci telah menyebutkan alokasi dana, personil dan sumberdaya lain yang diperlukan. Lebih daripada itu didalamnya sudah tersebut pula prosedur kerja yang harus diikuti untuk mengarahkan sumberdaya untuk mencapai tujuan kebijakan.
22
Mustopadijaja (1988:30) mengemukakan bahwa proyek merupakan penjabaran yang paling operasional dari keseluruhan strategi dan perencanaan pembangunan. Sejalan dengan pendapat ini dikemukakan pula oleh siagian (1984:160) bahwa proyek pembangunan merupakan salah satu wahana untuk menjadi rencana dan program yang telah ditetapkan menjadi kenyataan. Rondinellu (1990:5) mengemukakan bahwa proyek-proyek itu merupakan instrumen yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan. Menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima dan dilaksanakan. Jones mencoba menyodorkan juga konsep indikator untuk mengukur aktifitas interpretasi ini berupa (1) Tujuan; (2) Sasaran; dan (3) Program suatu kebijakan sebagai operasionalisasi dan substansi kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dan diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. Application, yaitu pelaksanaan dari pekerjaan. Menurut Webster’s (1979:90) kata application berasal dari bahasa latin “applicato” asal kata “applicalus” yang diartikan sebagai “the act of applying or laying on” dalam kamus “the contempory EnglishIndonesian” (Salim, 1989:107), kata “application”, tersebut diartikan “pemakaian” atau aplikasi”. Gambar 2.2 Model Proses Implementasi Kebijakan Charles O. Jones
23
Dengan adanya pengerahan segala sumber daya melalui aplikasi ini, maka diharapkan akan muncul respon dari kelompok sasaran atau lingkungan apakah menerima atau menolak implementasi dan hasil kebijakan tersebut. Pada kenyataannya, yang memperoleh manfaat dari implementasi kebijakan tersebut tidak hanya mereka yang menjadi kelompok sasaran (Target Group) kebijakan tetapi mungkin juga kelompok lainnya yang disebut oleh Dunn sebagai “Beneficiaries” atau penerima manfaat. Suatu kebijakan dapat diketahui memiliki kekurangan ataupun kesalahan apabila sebuah kebijakan tersebut telah diimplementasikan, dengan demikian akan terlihat dampak yang ditimbulkan serta reaksi masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan, sehubungan dengan hal tersebut Islamy (1997:107) mengatakan : suatu kebijakan negara akan efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggotaanggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota-anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Menurut Widodo (2001:194), aktifitas penyediaan layanan secara rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana kebijakan yang ada. Berkaitan dengan defenisi tersebut, Edelman (Jones, 1984:181) menyatakan bahwa aktifitas aplikasi ini adalah suatu proses yang dinamik karena berkaitan dengan aktifitas kebijakan karena adanya hubungan antar manusia yang melaksanakan pekerjaannya sehingga dalam proses tersebut akan muncul apa yang dinamakan : 1. Penggambilan peran secara timbal balik (mutual role taking) yang merupakan sesuatu yang difavoritkan dalam sistem (favoritsm in the system) atau proses penyesuaian (adjustment) yang sudah biasa dan karenanya sangat diharapkan dalam seluruh rangkaian administrasi. 2. Aturan yang berlaku dibelakang pengambilan peran timbal balik tersebut, dengan pertimbangan-pertimbangan terhadap konsekuensinya. 24
3. Konflik sebagai akibat dari adanya mutual role taking tersebut yang disebabkan oleh adanya ambivalensi seiring dengan munculnya ketidak cocokan atau ketidaksesuaian terhadap aturan yang diberlakukan. Aspek-aspek tersebut dalam perspektif Jones menunjukkan berlakunya indikator-indikator untuk mengukur aktifitas aplikasi yang berupa (1) sarana atau perlengkapan; (2) Pelayanan Administratif; (3) Pembiayaan yang merupakan kebutuhan-kebutuhan para pelaksana kebijakan, sebagaimana telah dinyatakan dalam defenisi mengenai aplikasi. Ketiga aktifitas itu, mencerminkan suatu konteks hubungan kausalitas antara kebijakan publik sebagai suatu proses dari tindakantindakan sistematis dalam organisasi, interpretasi dan aplikasi dengan dampak yang ditimbulkannya terhadap sesuatu (to give practice effect to). Berdasarkan hal tersebut, Jones merumuskan batasan implementasi sebagai “a process of getting additional resources so as to figure out what is to be done” dalam pengertian ini terlihat bahwa implementasi dalam hal ini merupakan proses mendapatkan sumber daya tambahan, sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan.
Kerangka Pemikiran Implementasi kebijakan adalah “those action by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of objective set for in prior policy decisions”. Hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu maupun kelompok yang diarahkan demi tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Meter dan Horn dalam wahab, 1997: 65). Kemudian Eugene Bardach (1991:3 dalam Agustino, 2006:153), mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah cukup untuk membuat sebuah kebijakan dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas ketas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan sloganslogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarnya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang. 25
Kebijakan publik haruslah berorientasi kepada kepentingan umum atau masyarakat, namun tidak semua kebijakan publik itu dapat dijalankan atau dapat diimplementasikan dengan mudah. Hal ini biasa terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor internal yaitu dari dalam lembaga pemerintah sebagai pembuat kebijakan atau eksternal yaitu yang berasal dari lingkungan luar. Mengubah kebijakan menjadi implementasi kedalam program adalah bukan semudah membalikkan telapak tangan dan tidak dianggap sebagai hal yang sederhana. (Tachjan, 2008:3) Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle (1980:8-15) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari sisi prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan progam sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Memahami ini semua, maka dalam melihat implementasi kebijakan publik yang berkaitan dengan pengujian kendaraan bermotor dengan melakukan elaborasi pendekatan yang melihat 3 (tiga) kegiatan, yaitu: “Organization, Interpretation, Application” sebagai faktor-faktor penting dalam implementasi kebijakan publik. 1. Organization, adalah suatu kegiatan yang bertalian dengan pembentukan dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Untuk mencapai tujuan kebijakan pemerintah harus melakukan tindakan yang menghimpun sumberdaya dan pengelolaan sumberdaya tersebut. Ada dua aspek dari organisasi sebagai pelaksana yang mempengaruhi keberhasilannya, yaitu: “struktur dan proses organisasi” (Siagian, 1985:229). Penataan struktur organisasi yang tepat dengan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pengujian kendaraan bermotor dengan rincian tugas dan tanggung jawabnya yang jelas akan memudahkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antara unit-unit kerja dengan job desciption yang ada. Penempatan tenaga-tenaga kerja yang handal dan sesuai dengan bidangnya akan lebih memaksimalkan 26
fungsi organisasi sesuai dengan maksud dan tujuannya, hal ini dikarenakan organisasi pelaksana/unit pelaksananya mempunyai kapasitas untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif dan efesien. 2. Interpretation, adalah menafsirkan program menjadi rencana yang konkrit dan jelas serta dapat dilaksanakan. Dalam proses implementasi, birokrasi pemerintah yang berperan sebagai organisasi pelaksana perlu menginterpretasikan program agar lebih cepat operasional dan siap dilaksanakan, pada kondisi ini program dirumuskan sebagai proyek, sehingga para pelaksana di tingkat lapangan telah dapat bertindak. Dengan demikian, interpretasi sebagai tindakan dalam implementasi akan menghasilkan kebijakan umum (derivasi) yang operasional. Penyusunan rencana teknis dan tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan dimaksudkan untuk memudahkan para pelaksana dilapangan untuk mengimplementasikan maksud dari kebijakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi salah tafsir dan pengertian dilapangan, sehingga tujuan dari kebijakan tercapai. 3. Application, yaitu pelaksanaan dari pekerjaan. Dengan adanya pengerahan segala sumber daya melalui aplikasi ini, maka diharapkan akan muncul respon dari kelompok sasaran atau lingkungan apakah menerima atau menolak implementasi dan hasil kebijakan tersebut. Pada kenyataannya, yang memperoleh manfaat dari implementasi kebijakan tersebut tidak hanya mereka yang menjadi kelompok sasaran (Target Group) kebijakan tetapi mungkin juga kelompok lainnya yang disebut oleh Dunn sebagai “Beneficiaries” atau penerima manfaat. Adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) secara teknis akan memudahkan pelaksana kebijakan secara empiris di lapangan, kegiatan-kegiatan akan terlaksana secara sistematis. Kegiatan-kegiatan yang akan terjadipun telah diprediksi dan terencana. Pada saat pelaksanaannya prinsip transparansi yang aspiratif akan terpenuhi, dikarenakan masyarakat dapat menilai kinerja dari unit pelaksana telah memenuhi standar atau belum, sehingga kritik dan saran akan masuk demi perbaikan layanan.
27
Berdasarkan konsepsi tersebut menunjukkan secara jelas betapa besar keterkaitan antara keberhasilan implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor dengan 3 (tiga) kegiatan, yaitu: “Organization, Interpretation, Application”. Dengan Organization, Interpretation dan Application; implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan maksud dan tujuan dari dirumuskannya kebijakan dimaksud. Bagi pemerintah, kebijakan pengujian kendaraan bermotor merupakan salah satu upaya untuk melindungi, membina dan mensejahterakan masyarakatnya. Gambar 2.3 Bagan Alur Kerangka Pemikiran Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor
28
Hipotesis Kerja Dari kerangka pemikiran sebagaimana telah dinyatakan tersebut di atas, maka dapat diambil Hipotesis Kerja sebagai berikut: “ Implementasi kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara dapat berjalan efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan berjalan dengan optimal”
29
BAB III METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini menyangkut proses dan kendala-kendala dalam mengimplementasikan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Subjek penelitian ini meliputi Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara yang terdiri atas Kepala Dinas dan perangkatnya., namun dimungkinkan ada pihak-pihak lain yang diperkirakan urgen dan memiliki keterkaitan dalam penelitian ini.
Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi, oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Suatu penelitian dapat berjalan dengan lancar dan baik serta menghasilkan yang diharapkan apabila ditentukan lebih dahulu langkahlangkah yang diambil dalam melakukan penelitian yang sering disebut sebagai metode penelitian. Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk dapat mengkaji dan mengungkap tentang bagaimana proses implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan di Kabupaten Aceh Utara. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Locke, Spriduso dan Silferman (dalam Creswel, 1994:147) mengemukakan: “qualitative research intepretative research. As such, the biases, values and judgment of the researches become stated explicitly in the research report. Such openness 30
is considered to be useful and possitive”. Penelitian kualitatif menurut Sugiono, (2007:287) adalah metode penelitian yang berpandangan bahwa realitas dipandang sebagai sesuatu yang holistik, kompleks, dinamis, penuh makna dan pola pikir induktif. Dengan demikian penelitian kualitatif mencoba mengungkap masalah yang belum jelas bagi peneliti dan hasil peneliti dapat berbeda dengan hipotesis kerja. Metode ini digunakan dengan harapan agar dapat melakukan proses penelitian dan mengungkap masalah dengan menyesuaikan pada keadaan dan kondisi real serta mengungkapkan fakta menurut keadaan atau situasi sosial yang sedang berlangsung sehingga seluruh aktifitas yang terjadi dapat diamati dan dijelaskan. Menurut Bungin (2010:68) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu atau gejala sosial yang tengah berlangsung pada saat studi. Penelitian deskriptif disini dimaksudkan untuk dapat menemukan fakta dengan interprestasi yang menggambarkan sifat dari fenomenafenomena yang berasal dari kelompok ataupun dari individu yang berasal dari temuan dilapangan. Penggunaan metode penelitian kualitatif dikarenakan pada umumnya holistik, kompleks, dinamis, penuh makna, selain itu peneliti juga bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori. Pendekatan kualitatif ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh) (Moleong, 2000: 5). Dalam penelitian ini upaya-upaya yang akan dilakukan oleh peneliti selaku instrumen utama dalam pengumpulan data dari fokus penelitian diantaranya mengamati peran dan pengalaman informan mengenai cara pandang mereka mengenai implementasi kebijakan. Selain itu peneliti juga 31
mengumpulkan dokumen yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri yang kemudian dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Qanun Kabupaten Aceh Utara. Objektifitas dan kejujuran informan lebih diutamakan dengan menekankan tujuan penelitian dan menjaga kerahasiaan identitas informan untuk menjaga dampak negatif yang mungkin akan terjadi. Penelitian ini bercirikan kegiatan menggumpulkan, menggambarkan dan menafsirkan data tentang situasi yang dialami, hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang ditunjukkan; atau tentang kecenderungan yang tampak dalam proses yang sedang berlangsung, pertentangan yang meruncing serta kerjasama yang dilakukan. Melalui desain ini akan diperoleh gambaran gejala, sifat serta hubungannya sebagaimana adanya komprehensif. Data dan informasi yang didapatkan berasal dari observasi dan wawancara berupa: observasi langsung, catatan wawancara, rekaman wawancara, dan foto-foto kegiatan.
Data Yang Dibutuhkan Pada penelitian ini data-data yang diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa fakta dan informasi yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Terdapat dua jenis data yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder yang diperoleh dari informan.
Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian adalah subjek darimana data diperoleh (Arikunto, 2002 : 107). Penelitian ini memerlukan data-data untuk menyimpulkan hasil penelitian, yang terdiri dari: 1. Data Primer 32
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau dari masyarakat (Soemitro, 1998 : 10). Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak yang dianggap berkompeten diantaranya Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara dan jajarannya maupun dari wajib uji (masyarakat) kendaraan bermotor. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan (Soemitro, 1998 : 10). Data ini bersumber dari artikel, studi literatur, dokumen, data statistik, arsip dan media masa. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata serta aktifitas orang-orang yang diamati yaitu aparatur pemerintah daerah pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara dalam hal pengelolaan pengujian kendaraan bermotor sebagai wujud konkrit pengelolaan (pengendalian) terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Data tersebut diperoleh dari dan melalui: 1. Informan Penelitian kualitatif lebih fokus pada fenomena sosial, oleh karena itu peran dan hubungan antara peneliti dan informan lebih komunikatif, sehingga peneliti dapat menggali secara detail semua informasi dari informan. Peneliti mulai mendalami masalah dengan informan kunci serta menelusuri suatu hal yang menarik sampai terjadi kejenuhan data sehingga terjamin validitas data. Menurut Nasution (1996:29), memilih informan tidak mudah. Tidak ada pedoman untuk itu. Ada kalanya dalam percakapan ditemukan orang yang banyak pengalaman dan pengetahuan serta bersedia memberikan informasi yang berharga. Kadang-kadang dalam wawancara didapati orang yang baik dijadikan informan. Mungkin juga ada orang yang dengan sukarela membantu peneliti yang mungkin juga memahami metode penelitian naturalistik. Sering pula seorang informan menunjuk orang lain dan orang ini menunjukkan lagi orang berikutnya dan seterusnya seperti dalam snowball sampling.
33
Penentuan seseorang menjadi informan kunci (key informan) didasarkan atas penguasaan masalah oleh para informan (purposive sampling), sehingga memudahkan peneliti dalam menjelajahi objek yang diteliti. Untuk keperluan ini informan tersebut dibawah ini dianggap memahami bahkan menguasai masalah yang hendak diteliti. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan 2. Kepala bidang Darat 3. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pengujian kendaraan bermotor 4. Kepala subbagian penyusunan program dan pengendalian 5. Staf Pengujian 6. Wajib Uji, yaitu pemilik kendaraan. Peneliti melakukan observasi secara langsung pada objek penelitian untuk memperoleh data sekunder dan data primer langsung dari sumber informasi atau lokasi pusat informasi berasal. Melakukan wawancara dengan bertanya langsung dengan yang diwawancarai secara bebas dan terstruktur kepada informan. Informasi diharapkan benar dan sesuai dengan fakta, sehingga diperlukan menjalin hubungan yang baik dengan para informan untuk memperoleh informasi yang objektif. 2. Dokumen Dokumentasi yang relevan dengan masalah atau fokus penelitian meliputi: a. Peraturan-peraturan: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Qanun (Peraturan Daerah), keputusankeputusan lainnya. b. Laporan-laporan Ilmiah, Laporan statistik. c. Dokumen-dokumen lain yang relevan dengan pengujian kendaraan bermotor.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang paling utama dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri, dengan demikian peneliti memahami dengan 34
baik dan benar terhadap metode, prosedur penelitian, dan pendekatan terhadap objek yang hendak diteliti. Peneliti melakukan studi lapangan ke objek penelitian untuk pengumpulan data berupa pencatatan, wawancara, diskusi, pengamatan, dan dan lain sebagainya.
Tahapan dan Prosedur Penelitian Beberapa tahapan dan prosedur penelitian kualitatif, adalah sebagai berikut: 1. Tahapan Pra-Lapangan: Tahap ini terdiri dari menyusun rencana penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus ijin penelitian, menjajaki dan menilai lapangan, memilih memanfaatkan nara sumber, dan menyiapkan kelengkapan penelitian. 2. Tahapan Pekerjaan Lapangan: Tahap ini meliputi peneliti memahami latar belakang penelitian dan mempersiapan diri, memasuki lapangan penelitian berupa situasi sosial yang terdiri atas tempat (place), pelaku (actor) dan aktifitas (activity), serta mulai mengambil peran dalam proses penelitian dengan mencatat hasil observasi dan wawancara dan pengumpulan data penelitian dilakukan secara serempak selama pengambilan data, analisis data sampai penulisan tesis.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif serta metode deskriptif, sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan melalui: 1. Studi Lapangan Mengumpulkan dan menyeleksi data yang akan diperoleh dari lokasi penelitian dengan cara, yaitu: a. Wawancara, adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu. Wawancara itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2002 : 135). 35
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan informan yang telah ditentukan menggunakan purposive sampling. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari informan berupa cerita, pengalaman maupun pengetahuan informan berkaitan dengan permasalahan. Penelitian ini menggunakan in depth interview, bertujuan untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara peneliti dengan informan. Materi wawancara berkisar antara masalah dan tujuan penelitian. b. Observasi atau yang disebut pula pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, peraba dan pengecap. (Arikunto, 1997:133). Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Pengamatan langsung ini dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara dalam mengimplementasikan kebijakan pengujian kendaraan bermotor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, untuk memperoleh gambaran tentang organization, interpretation dan application. peneliti ikut serta dalam beberapa kegiatan yang dilaksanakan selama pengumpulan data yang ditetapkan. c. Dokumentasi, adalah metode yang dilakukan oleh peneliti dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, foto, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2002 : 135). Peneliti menggunakan fasilitas data sekunder dengan menggumpulkan dan menyaring data yang tersedia pada kantor Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara serta dokumen lain yang berkaitan dengan keadaan pada lokasi penelitian. 2. Studi Kepustakaan, yaitu dengan melakukan telaahan buku-buku kepustakaan untuk mendapatkan serta mempelajari informasi, serta bahan dokumen lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian menyangkut: implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor 36
pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara.
Teknik Pengujian Keabsahan Data Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevaliditan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, dapat mengungkap data dan variabel yang diteliti secara tepat. (Arikunto, 1997: 144). Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data ini (Moleong 2000:178). Proses pemeriksaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengecek dan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi dan data pelengkap lainnya. Menurut Patton dalam Moleong, triangulasi dengan sumber dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3. Membandingkan apa yang dikatakan oleh seseorang sewaktu diteliti dengan sepanjang waktu; 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pandangan orang seperti orang yang berpendidikan; 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong, 2000:178). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 37
Teknik triangulasi ini dilakukan dengan cara check, re-check, dan crosscheck terhadap data-data yang diperoleh dan juga teori, metodelogi serta peneliti. Miles dan Huberman (1992:423-468) mengatakan bahwa teknik pengujian keabsahan data ini dilakukan melalui 7 (tujuh) teknik yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamat, triangulasi, pengecekan rekan sejawat, kecukupan referensi, kajian kasus negatif dan pengecekan anggota. Teknis triangulasi dilakukan untuk efektifitas proses dan hasil yang diinginkan peneliti. Proses ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai peneliti yakin bahwa tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang harus dikonfirmasi kepada informan.
Teknik Pengolahan Analisa Data Analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan yang berupa konsep atau hubungan antar konsep. Menurut Miles and Hoberman (2000) dalam Sugiyono (2008), tahap-tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu peneliti melakukan kegiatan pencatatan yang terjadi di lapangan secara obyektif, kemudian hasil pencatatan tersebut dikelompokkan atau dikategorisasikan secara rinci sesuai dengan kata kunci yang muncul. Setelah itu, peneliti akan merangkum hasil dari pencatatan materi tersebut untuk dipilih dan kemudian difokuskan pada hal-hal yang penting. Selanjutnya, pada setiap kategorinya diberi pernyataan yang menunjukkan hubungan antar kategori, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Pengelompokkan data ini dikelompokkan berdasarkan pikiran, intuisi, serta pendapat. Setelah dikelompokkan selanjutnya data akan dianalisis dengan cara mengkomparasikan data-data yang diperoleh dari informan dan dokumen pada lokasi penelitian.
38
Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil lokasi pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan, Sekretariat Daerah dan BPS Aceh Utara. Selanjutnya pengembangan studi disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana telah disebutkan pada bagian obyek dan sumber data penelitian. Jadwal Penelitian Penyusunan Tesis ini dilakukan sejak bulan November 2010 sampai dengan bulan Juli 2011. Adapun jadwal kegiatan penelitian dan penyusunan tesis sebagaimana telah tersusun pada tabel 3.1 dibawah ini : Tabel 3.1 Jadwal Penelitian BULAN No.
KEGIATAN
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahap Persiapan Tahap Pengumpulan Data Tahap Penulisan UP Tahap Seminar UP Tahap Penyempurnaan UP Tahap Penelitian Lapangan Tahap Penyusunan Laporan Proses Bimbingan Ujian Tesis
7. 8. 9.
Nov’10
Des’10
39
Jan’11
Feb’11
Mar’11 Mei’11
Jun’11
Juli’11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Aceh Utara Geografis dan Topografis Kabupaten Aceh Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang terletak di bagian pantai pesisir utara pada 96.52.00o 97.31.00o Bujur Timur dan 04.46.00o - 05.00.40o Lintang Utara. Kabupaten Aceh Utara memiliki wilayah seluas 3.296,86 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka; 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah; 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur; 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Bireuen. Kabupaten Aceh Utara memiliki curah hujan rata-rata 86,9 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata sebanyak 14 hari per bulan. Curah hujan tertinggi rata-rata terjadi setiap tahunnya pada bulan Mei. Kecepatan angin rata-rata 5 knots, dan maksimum 14,66 knots dengan arah angin terbanyak dari Timur Laut dengan temperatur maksimum 34,0oC dan minimum 19,6oC. Temperatur maksimum terjadi pada bulan Juli dan April, sementara temperatur minimum terjadi pada bulan Januari setiap tahunnya. Gambar 4.1 Letak Geografis Kabupaten Aceh Utara
40
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara, BPS Kabupaten Aceh Utara Tahun 2010.
Kecamatan Aceh Utara terdiri dari 27 Kecamatan, 70 Kemukiman, 2 Kelurahan dan 850 Desa. Dari 27 Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, Kecamatan Paya Bakong memiliki besar wilayah terluas dengan luas 418,32 Km2 atau 12,69 persen dari total luas wilayah Kabupaten Aceh Utara. Tabel 4.1 Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara Luas / Area Rasio Terhadap No. Kecamatan (Km2) Total 1. Sawang 384,65 11,67 2. Nisam 193,47 5,87 3. Nisam Antara 30,00 0,91 4. Banda Baro 18,00 0,55 5. Kuta Makmur 151,32 4,59 6. Simpang Keramat 79,78 2,42 7. Syamtalira Bayu 75,36 2,29 8. Geureudong Pase 271,45 8,23 9. Meurah Mulia 202,57 6,14 10. Matang Kuli 78,65 2,39 11. Paya Bakong 418,32 12,69 12. Pirak Timu 45,99 1,39 13. Cot Girek 189,00 5,73 14. Tanah Jambo Aye 162,98 4,94 15. Langkahan 150,52 4,57 16. Seunuddon 100,63 3,05 17. Baktiya 158,67 4,81 18. Baktiya Barat 83,08 2,52 19. Lhoksukon 243,00 7,37 20. Tanah Luas 30,64 0,93 21. Nibong 44,91 1,36 41
22. 23. 24. 25. 26. 27.
Samudera Syamtalira Aron Tanah Pasir Lapang Muara Batu Dewantara Kabupaten
43,28 28,13 20,29 19,36 33,34 39,47 3.296,86
1,31 0,85 0,62 0,59 1,01 1,20 100,00
Sumber: Aceh Utara Dalam Angka / Aceh Utara in Figures 2008
Dengan memiliki area seluas 3.296,86 Km2, Kabupaten Aceh Utara sangat berpeluang mengalami pertumbuhan alat transportasi terutama kendaraan bermotor. Pertumbuhan ini sendiri tentunya tidak terlelpas dari lokasi Kabupaten Aceh Utara yang terletak di tengah-tengah jalur transportasi darat antara Kota Medan dengan Kota Banda Aceh, serta Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Bireun. Keadaan ini tentunya memerlukan alat transportasi darat dalam mendukung mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya, terlebih lagi saat ini alat transportasi laut maupun udara belum menjadi alternatif alat transportasi dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung.
Demografi Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010 di Kabupaten Aceh Utara (Angka Sementara) berjumlah 529.746 jiwa yang terdiri dari 262.101 jiwa penduduk laki-laki dan 267.645 jiwa penduduk perempuan. Dari hasil tersebut penduduk terbanyak berada di kecamatan Lhoksukon, yaitu 43.902 jiwa, di urutan kedua kecamatan Dewantara yaitu 43.409 jiwa dan urutan ketiga kecamatan Tanah Jambo Aye yaitu 39.025 jiwa, sementara itu kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah kecamatan Geureudong Pase yaitu 4.439 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan dapat dilihat dari sex ratio yaitu 97,93 persen. Ini berarti dalam setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang penduduk laki-laki. Dari 27 kecamatan yang ada di kabupaten Aceh Utara, 42
hanya 4 kecamatan yang didominasi oleh penduduk laki-laki, yaitu kecamatan Simpang Keuramat (102,60%), Geureudong Pase (101,77%), Langkahan (102,82%), dan Dewantara (100,12%). Dari hasil SP2010 angka sementara, untuk laju pertumbuhan penduduk kabupaten Aceh Utara jika dibandingkan dengan Sensus Penduduk Aceh-Nias 2005 sebesar 1,52 persen. Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara Jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Seks Rasio Kabupaten Aceh Utara
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara, BPS Kabupaten Aceh Utara Tahun 2010.
Jumlah penduduk yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan merupakan masalah serius bagi pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam 43
usaha mengembangkan dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Peningkatan jumlah penduduk berarti juga peningkatan jumlah kebutuhan, tidak terkecuali kebutuhan akan alat transportasi. Khusus di Kabupaten Aceh Utara masyarakat masih memilih alat transportasi darat berupa kendaraan bermotor untuk mendukung mobilitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Visi dan Misi Kabupaten Aceh Utara Visi Kabupaten Aceh Utara untuk tahun 2007-2012 : “Terwujudnya Masyarakat Aceh Utara yang Bertaqwa, Adil, Makmur, Aman, Sejahtera, dan Produktif Dibawah Lindungan Ridha Allah Swt”. Adapun maksud yang terkandung dalam Visi di atas adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat Aceh Utara yang Bertaqwa. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Aceh Utara yang islami, taat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, berakhlak mulia dan luhur, beramal shalih, dan bersaudara, serta hidup dalam keluarga yang mawaddah warahmah. 2. Adil Makmur. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Kabupaten Aceh Utara yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran dalam semua aspek kehidupan. Adil, dimaksudkan berlakunya peraturan, hukum, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang sama tanpa pengecualian bagi seluruh anggota masyarakat. Hasil dan manfaat pembangunan dirasakan dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya. Makmur, dimaksudkan bahwa penduduk Aceh Utara hidup dalam kecukupan, baik pangan, sandang dan papan, bahkan mampu memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi. 3. Aman. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Aceh Utara yang aman, damai, tenteram, bersatu, dan rukun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. 4. Sejahtera. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Aceh Utara yang bebas dari pengangguran, bebas dari kemiskinan, cukup secara ekonomi, 44
baik kualitas, sumberdaya manusianya, baik derajat kesehatannya, tinggi tingkat pendidikannya, maju ekonomi daerahnya, dan harmonis jalinan hubungan sosialnya. 5. Produktif. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Aceh Utara yang memiliki lapangan kerja dan lapangan usaha yang berkembang, berproduktivitas tinggi, inovatif, serta berdaya saing. 6. Ridha Allah SWT. Dimaksudkan, bahwa masyarakat Aceh Utara yang dalam kegiatan dan kehidupan sehari-harinya baldatun thaibah atas Ridha Allah SWT. Berdasarkan Visi di atas, ditetapkan Misi pembangunan Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007-2012, yaitu sebagai berikut : 1. Mewujudkan pelaksanaan dan pengamalan syariat Islam dalam semua aspek dan dimensi kehidupan masyarakat secara menyeluruh serta penegakan hukum positif lainnya; 2. Mewujudkan pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 3. Mewujudkan perdamaian, keamanan dan ketertiban dalam segala aspek kehidupan serta membangun hubungan dan kerjasama yang harmonis dan konstruktif dengan semua pihak; 4. Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government), meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur, dan memperbaiki kesejahteraan aparatur; 5. Merekonstruksi, merevitalisasi dan mengembangkan semua sektor ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; 6. Mewujudkan pembangunan kawasan perkotaan dan kota-kota pusat pertumbuhan di kawasan barat, tengah dan timur dalam rangka menjaga keseimbangan pembangunan kawasan pedesaan/kawasan pedalaman dengan mengembangkan agropolitan sebagai pusat pertumbuhan pedesaan; 7. Mewujudkan pemerataan, perluasan, dan peningkatan kualitas pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan disertai perbaikan kesejahteraan tenaga kependidikan, baik pada sekolah 45
umum maupun sekolah agama (madrasah) dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang menguasai iptek, imtaq, handal, profesional, dan berdaya saing; 8. Mewujudkan peranan perempuan yang lebih luas dan efektif dalam proses dan pelaksanaan pembangunan; dan 9. Mewujudkan kerjasama bidang bisnis, hubungan dagang, dan membuka pasar internasional yang lebih luas dengan negara lain.
Kondisi Ekonomi Kabupaten Aceh Utara Peranan sektor primer terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten Aceh Utara apabila ditinjau dengan migas, selalu menempati urutan pertama dengan kisaran kontribusi antara 75 – 84 pesen. Pada tahun 2008, peranan sektor primer mencapai 80,34 persen dan menjadi 77,77 persen pada tahun 2009. Peranan sektor ini diproyeksikan akan terus menurun menjadi 74,76 dan 71,62 persen pada tahun 2011 disebabkan menurunnya produksi migas. Kontribusi sektor sekunder pada tahun 2009 mencapai 14,25 persen, meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 12,70 persen serta diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2011. Sektor tersier menunjukkan peningkatan kontribusi dari 6,96 persen pada tahun 2008 menjadi 7,98 persen tahun 2009 sehingga dapat diproyeksikan pada tahun 2011 akan meningkat berkisar pada 9,16 dan 10,44 persen. Selama periode tahun 2008-2009, sektor pertambangan dan penggalian, terutama sub sektor minyak dan gas bumi mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Aceh Utara walaupun kontribusi sub sektor ini terus menurun dan diproyeksikan pada tahun-tahun mendatang akan tetap menjadi sub sektor dominan. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu sektor pertanian, pola perkembangan sektor ini selama tahun 2008 – 2009 menunjukkan trend meningkat dari 18,67 menjadi 20,24 persen. Tahun berikutnya diprediksikan akan terus meningkat berkisar antara 21 – 24 persen. Trend pertumbuhan negatif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan migas akan tetap berlanjut, pertumbuhan pada tahun 46
2009 sebesar minus 6,35 persen lebih baik dibanding pertumbuhan ekonomi selama tahun 2008 sebesar minus 7,73 persen. Untuk tahun 2011 diproyeksikan pertumbuhan akan menjadi lebih baik berkisar pada minus 5,65 persen walaupun masih bernilai negatif. Pertumbuhan negatif masih dipicu oleh menurunnya produksi gas bumi yang memiliki porsi cukup besar dalam perhitungan perekonomian Aceh Utara. Pertumbuhan PDRB tanpa migas selama tahun 2009 sebesar 3,67 persen meningkat dibanding pertumbuhan tahun 2008 sebesar 3,63 persen. Pertumbuhan tanpa migas masih didominasi oleh sektor-sektor penyumbang terbesar yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Untuk tahun 2011 diperkirakan pertumbuhan akan meningkat berkisar pada 3,7 – 3,75 persen. Pendapatan per-kapita tahun 2009 dengan migas mencapai 9.306.288 rupiah, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.611.306 rupiah. Perkiraan akan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun mendatang, maka pendapatan per-kapita diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2011 berkisar pada 10.299.712 rupiah.
Kondisi Transportasi Kabupaten Aceh Utara Letak Kabupaten Aceh Utara yang berada di tengah-tengah antara Medan dan Banda Aceh menjadikan Kabupaten Aceh Utara menjadi kawasan antar lintas darat di bagian utara Aceh. Belum maksimalnya alat transportasi laut dan udara menjadikan alat transportasi darat memiliki peran yang signifikan dalam mendukung aktifitas ekonomi dan non ekonomi di Kabupaten Aceh Utara. Untuk mendukung kelancaran transportasi darat di Kabupaten Aceh Utara, telah tersedia jalan negara sepanjang 77, 92 km, jalan provinsi sepanjang 93,11 km, jalan kabupaten 1.498,75 km serta jalan desa sepanjang 1.278,65 km. Sementara itu, terminal bis terletak di Kota Lhoksukon yang disinggahi bis umum Banda Aceh – Medan serta bis antar kabupaten dan antar kecamatan. 47
Transportasi darat mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dipengaruhi oleh arus lalu lintas orang, barang dan jasa sehingga mendorong peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Berikut ini daftar jumlah kendaraan bermotor yang termasuk dalam wajib uji di Kabupaten Aceh Utara: Tabel 4.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar Yang Digunakan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jumlah Kendaraan Premium Solar 247 950 40 5 20 57 314 732
Jenis Kendaraan Beban / Pick-up Penumpang Umum Bus Besar Pribadi Bus Kecil Umum Truk Besar Truk Kecil
Sumber: Dinas Perhubungan, Pariwisata & Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara; Periode Januari s/d Juni 2010
Dengan pertumbuhan alat transportasi darat yang terus meningkat setiap tahunnya, selain berdampak positif dalam kehidupan masyarakat Aceh Utara juga meningkatkan dampak negatif sebagai akibat penggunaan kendaraan bermotor tanpa pengawasan yang baik dan benar. Dampak negatif ini tentunya berkaitan dengan tingkat keselamatan masyarakat di jalan serta tingkat kelestarian alam pada wilayah Kabupaten Aceh Utara. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam hal ini harus dapat berperan aktif dalam menyikapi keadaan tersebut, disamping memperbaiki serta menambah fasilitas-fasilitas penunjang alat transportasi darat di daerahnya.
48
Profil Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan adalah Perangkat Daerah sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan. Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah (SEKDA). Berdasarkan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 direvisi dengan Qanun Nomor 2 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara, Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan susunan organisasinya terdiri dari : 1. Kepala Dinas 2. Sekretariat, terdiri dari : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Penyusunan Program dan Pengendalian c. Sub Bagian Keuangan 3. Bidang Perhubungan Darat, terdiri dari : a. Seksi Manajemen Lalu Lintas dan Keselamatan b. Seksi Angkutan c. Seksi Sarana dan Prasarana 4. Bidang Perhubungan Laut, terdiri dari : a. Seksi Angkutan dan Kepelabuhan b. Seksi Perkapalan dan Kepelautan c. Seksi Penjagaan dan Penyelamatan 5. Bidang Perhubungan Udara, terdiri dari : a. Seksi Angkutan dan Bandar Udara b. Seksi Sertifikasi dan Kelaikan Udara c. Seksi Telekomunikasi, Navigasi dan Listrik 6. Bidang Kebudayaan dan Pariwisata, terdiri dari : a. Seksi Kebudayaan b. Seksi Pariwisata c. Seksi Sarana dan Prasarana 7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) 49
8. Kelompok Jabatan Fungsional Berdasarkan Qanun Nomor 2 Tahun 2010, Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai fungsi, sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan teknis dibidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan; 2. Penerbitan rekomendasi perizinan, pembinaan usaha dan pelaksanaan pelayanan umum dibidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan; 3. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dibidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan; 4. Pelaksanaan penyuluhan, pembinaan, penggunaan jasa dibidang perhubungan, pariwisata dan kebudayaan; 5. Pengelolaan dibidang ketatausahaan Dinas; 6. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD); 7. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya; Dalam penyelenggaraan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai kewenangan sebagaimana yang diatur di dalam Qanun Nomor 2 Tahun 2010 pada Pasal 98, sebagai berikut : 1. Mengusulkan penetapan jalur penyeberangan; 2. Mengusulkan penetapan tarif angkutan darat untuk penumpang kelas ekonomi; 3. Mengusulkan penetapan lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawasan dan alat pengamanan (rambu-rambu) lalu lintas jalan kabupaten, danau, sungai dan laut dalam wilayah 4 mil sampai 12 mil laut;
50
4. Mengusulkan rekomendasi dan menetapkan perizinan dan penertiban dalam sistem manajemen dan pelayanan angkutan perhubungan darat; 5. Mengusulkan penertiban sistem jaringan transportasi jalan kabupaten; 6. Melakukan pembinaan pengusahaan angkutan darat; 7. Melakukan pengendalian kelebihan muatan dan tertib pemanfaatan jalan; 8. Menetapkan standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan pengangkutan barang; 9. Mengusulkan penetapan lintas penyeberangan antar kecamatan; 10. Menetapkan lokasi dan pengelolaan jembatan timbang; 11. Melaksanakan manajemen dan rekayasa lalu lintas; 12. Melakukan pembinaan dan pembangunan prasarana perhubungan darat; 13. Melakukan penelitian kecelakaan angkutan darat dan perbaikan daerah rawan kecelakaan; 14. Melakukan pembinaan dan penyuluhan keselamatan pemakai jalan; 15. Melakukan pembinaan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan kelaikan sarana angkutan darat; 16. Mengkoordinasikan penyelenggaraan operasional lalu lintas dan angkutan; 17. Melakukan koordinasi dan pembinaan dengan pihak terkait yang berkaitan dengan lembaga penyelenggara perhubungan laut; 18. Melakukan pengawasan dan pembinaan menyangkut keselamatan pelayaran di bidang perkapalan dan kepelautan; 19. Menetapkan izin pembangunan pelabuhan laut; 20. Melakukan penetapan kebijakan tatanan dan perizinan pelabuhan; 21. Melakukan koordinasi dalam penyelenggaraan sarana laut; 22. Melakukan pengawasan dan meneliti pengeluaran sertifikat dan dokumen kapal;
51
23. Melakukan pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dilaksanakan oleh administrator pelabuhan (ADPEL) / Kantor Pelabuhan (KANPEL); 24. Memberikan izin pelaksanaan kegiatan salvage / pekerjaan bawah air dalam wilayah 4 mil sampai dengan 12 mil laut dari garis pantai; 25. Melakukan penetapan dan pemberian izin lokal bandar udara; 26. Membuat rencana teknis bandar udara umum meliputi pembuatan rancangan awal dan rancangan teknik terinci yang mengacu pada standar yang berlaku; 27. Memberikan izin flight approval domestik; 28. Mengusulkan penetapan perizinan usaha angkutan udara; 29. Memberikan izin kegiatan penunjang bandar udara; 30. Memberikan izin Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU) 31. Memberikan rekomendasi dan perizinan operasional bandar udara umum dan bandar udara khusus; 32. Memberikan rekomendasi penetapan jam operasi bandar udara; 33. Mengusulkan status bandar udara domestik; 34. Mengadakan pengecekan kelaikan fasilitas keselamatan penerbangan di bandar udara milik pemerintah dan swasta; 35. Mengadakan evaluasi kasus-kasus kecelakaan pesawat udara; 36. Melaksanakan pembinaan kegiatan keselamatan penerbangan; 37. Melaksanakan bimbingan teknis dibidang perhubungan; 38. Memelihara sarana dan prasarana kebudayaan dan kepariwisataan serta pengaturan penggunaannya; 39. Melaksanakan pemungutan retribusi atas penggunaan sarana atau prasarana kebudayaan dan pariwisata; 40. Melestarikan museum, swaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah, nilai tradisional dan pengembangan bahasa serta budaya daerah; 41. Meningkatkan sumber daya manusia potensial dibidang kebudayaan dan pariwisata; 42. Mengembangkan dan menata objek dan sarana di bidang kebudayaan dan pariwisata sesuai dengan ajaran Syari’at Islam; 52
43. Mempromosikan dan memasarkan produk pariwisata; dan 44. Memberikan rekomendasi perizinan atraksi/pertunjukkan di bidang Pariwisata dan Kebudayaan.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor menurut Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 11 Tahun 2005 tentang “Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara”, adalah unsur pelaksana teknis di bidang pengujian kendaraan bermotor. UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor dipimpin oleh seorang Kepala Balai yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan di bidang pengujian berkala kendaraan bermotor. Untuk menyelenggarakan tugasnya, UPTD Balai Pengujian Kendaraan bermotor mempunyai fungsi, sebagai berikut: 1. Pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor; 2. Pelaksanaan pelayanan teknis administratif ketatausahaan; 3. Pelaksanaan ketatausahaan UPTD. Kepala UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor mempunyai tugas membantu Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan kebudayaan untuk memimpin UPTD, melaksanakan koordinasi, pembinaan, evaluasi dan pelaporan menyangkut pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara. Dalam menjalankan tugasnya Kepala UPTD membawahi kelompok jabatan fungsional yang bertugas untuk melaksanakan sebahagian tugas teknis UPTD sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya.
53
Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan dan Keselamatan Lalu Lintas Negara bertanggung jawab atas lalu lintas dan angkutan jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan (UU No.2 Tahun 2009). Pengujian kendaraan bermotor juga merupakan bagian dari pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan. Pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan / atau memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan lain jalan (Kemen. Perhub. No. 71 Tahun 1993). Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan serta melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan. Pada dasarnya permasalahan lingkungan memang bukan lagi suatu masalah yang baru untuk saat ini. Terlebih lagi manusia memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan dampak terhadap masalah lingkungan ini, karena kebutuhan hidup dan ketergantungan mereka terhadap alam sehingga mereka banyak memanfaatkan lingkungan. Maka jika manusia tidak benar-benar peduli dan peka terhadap permasalahan lingkungan tempat dimana mereka berpijak, secara otomatis hal ini lah yang kemudian berpeluang menimbulkan bencana bagi manusia itu sendiri. Pencemaran udara dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai hadirnya substansi di udara dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan gangguan pada manusia, hewan, tanaman maupun material. Substansi ini bisa berupa gas, cair maupun partikel padat. Ada lima jenis polutan di udara, yaitu partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm (PM10), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO) dan timbal.
54
Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Jika diangka-kan di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%. Sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, sisanya berasal dari sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi. Seperti diketahui penggunaan energi inilah yang terutama menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan dikeluarkannya emisi pencemar ke udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksidaoksida nitrogen) dan SOx (oksida-oksida sulfur). Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibandingkan dengan senyawa-senyawa lainnya. Di samping itu, penggunaan kendaraan bermotor tanpa pengawasan juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas keselamatan berlalu lintas, seperti diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas salah satunya merupakan kendaraan. Penggunaan kendaraan secara terus menerus tanpa dilakukan pengecekan dan perawatan diyakini dapat memperbesar terjadinya kecelakaan di jalan raya. Berdasarkan kewenangan yang telah diberikan oleh UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Kendaraan dan Pengemudi; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 1993 55
tentang Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan, rumah-rumah, Bak muatan dan komponenkomponennya; Keputusan Menteri Perhubungan tentang perlengkapan kendaraan bermotor; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang untuk kendaraan Bermotor yang sedang diproduksi; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang untuk Kendaraan Bermotor yang Beroperasi di Jalan; dan Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor Sk.1076/Kp.108/Drjd/2005 tentang Kompetensi Pengujian Kendaraan Bermotor, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara telah diberikan wewenang dan tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan tugas Pengujian Kendaraan Bermotor untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melindungi pelestarian lingkungan dan keselamatan lalu lintas jalan raya. Sebagai salah satu wujud dari kewajiban dan tanggung jawab tersebut telah diterbitkan beberapa peraturan daerah walaupun tidak secara khusus mengatur tentang proses pengujian kendaraan bermotor namun berhubungan dengan perangkat pelaksana pengujian kendaraan bermotor, diantaranya: Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2008 direvisi dengan Qanun Nomor 2 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara khususnya pasal 98 ayat o; Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 11 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara; Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor 026 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor 32 Tahun 1996 tentang Retribusi dan Harga Pengganti Bahan Pengujian Kendaraan Bermotor.
56
Oleh karenanya pemerintah melalui Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara sampai saat ini telah melakukan pengujian kendaraan bermotor melalui UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor. Kegiatan pengujian kendaraan bermotor ini dimaksudkan untuk meminimalisir tingkat pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor serta meningkatkan jaminan keselamatan lalu lintas, baik pengendara kendaraan bermotor maupun pengguna jalan lainnya. Kegiatan ini merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi masyarakatnya. Setiap pengguna kendaraan bermotor harus mematuhi dan melakukan pengujian berkala kendaraan bermotornya, hal ini tentunya untuk keselamatan pengguna jalan dan keberlasungan kelestarian alam.
Sosialisasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Pada prinsipnya setiap kebijakan yang telah ditetapkan sudah selayaknya untuk disosialisasikan, kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk memperkenalkan kebijakan yang ada kepada masyarakat sehingga nantinya timbul persamaan pemahaman dan pengetahuan tentang suatu kebijakan dan bagaimana kebijakan tersebut akan dilaksanakan. Kebijakan pengujian kendaraan bermotor merupakan aturan yang mengatur bagaimana kegiatan pengujian maupun pemeriksaan kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka menindaklanjuti persyaratan teknis dan laik jalan berdasarkanan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi. Dalam menjalankan kebijakan yang dimaksud kepada masyarakat diperlukan upaya sosialisasi kebijakan, bentuk-bentuk upaya sosialisasi ini biasanya dilakukan dengan melakukan: seminar dan workshop, penerapan wajib uji bagi seluruh kendaraan plat merah, pembagian selebaran sosialisasi akan arti pentingnya pengujian kendaraan bermotor, serta hingga razia langsung di jalan terhadap kendaraan yang nantinya juga akan diberikan pemahaman langsung kepada pengemudi mengenai pentingnya melakukan pengujian kendaraan bermotor secara rutin. 57
Kegiatan sosialisasi ini pada umumnya bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengujian kendaraan bermotor baik secara mandiri maupun terorganisasi; (2) menyebarluaskan informasi mengenai pengujian kendaraan bermotor secara umum; (3) memberikan dan menekankan pengetahuan yang cukup kepada masyarakat sasaran langsung mengenai pengujian kendaraan bermotor dan pentingnya partisipasi masyarakat khususnya pemilik kendaraan bermotor dalam pelaksanaan dan pengawasan kebijakan pengujian kendaraan bermotor tersebut; (4) menyebarluaskan langkahlangkah kegiatan kebijakan pengujian kendaraan bermotor kepada pemilik kendaraan bermotor secara langsung sebagai bagian dari upaya pelestarian lingkungan dan keselamatan lalu lintas; (5) menciptakan budaya cinta untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor sebagai bagian integral yang harus dilestarikan; (6) menjaga transparansi dan kontrol sosial yang melekat pada keseluruhan kegiatan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa informan dari Dinas Perhubungan dan UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor, Upaya sosialisasi pengujian kendaraan bermotor senantiasa terus dilakukan, hal ini dikarenakan selain fungsinya untuk memberitahukan dan meningkatkan partisipasi masyarakat juga sebagai fungsi kontrol. Biasanya upaya sosialisasi kebijakan pengujian kendaraan ini dilakukan hanya sebagai kegiatan sosialisasi semata atau dapat juga dilakukan berbarengan pada saat razia kendaraan di jalan raya. Masyarakat selaku pemilik kendaraan juga mengakui pernah beberapa kali terjaring razia oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara, biasanya para petugas selain menanyakan tentang kelengkapan surat-surat kendaraan dan memeriksa keadaan fisik kendaraan. Mereka juga pernah memberikan selebaran dan informasi secara lisan mengenai pentingnya pengujian kendaraan bermotor bagi keselamatan supir dan pengguna jalan lainnya. Secara umum diyakini bahwa para pemilik kendaraan telah memahami materi yang disampaikan oleh tim sosialisasi pengujian kendaraan bermotor dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. 58
Pada kenyataan di lapangan proses sosialisasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor menjadi kurang efektif dalam hal memberikan pemahaman atau penyadaran kepada pemilik kendaraan dalam hal kegunaan pengujian kendaraan bermotor, hal ini disebabkan kebijakan pengujian kendaraan bermotor bukan berasal dari inisiatif masyarakat namun dari pemerintah. Akibatnya masyarakat beranggapan pelaksanaan kebijakan ini hanya sebatas tanggung jawab dari pemerintah semata, dan keterlibatan masyarakat hanya sekedar kewajiban aturan untuk melengkapi berkas-berkas administrasi kendaraan bermotornya bukan karena masyarakat menyadari akan arti pentingnya pengujian kendaraan bermotor untuk menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan jaminan keselamatan berlalu lintas, hal ini juga tidak terlepas dari lemahnya peran komunikasi yang baik antara implementator dan masyarakat itu sendiri. Dalam sosialisasi akan terlihat proses komunikasi antara implementator kebijakan sebagai komunikator dan objek sasaran kebijakan sebagai komunikan. Komunikasi tentu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam melakukan sosialisasi diantaranya untuk mengkomunikasikan tujuan kebijakan kepada objek/sasaran kebijakan, dengan demikian akan mempermudah tercapainya tujuan kebijakan itu sendiri. Komunikasi harus disampaikan dengan jelas, tepat, akurat agar tidak terjadi miss komunikasi antara implementator dengan masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan George C Edward III dalam Agustino (2006:157), terdapat 3 indikator yang dapat dipakai (digunakan) dalam mengukur keberhasilan komunikasi, yaitu : 1. Transmisi: Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebabkan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. 2. Kejelasan: komunikasi yang diterima oleh para pelaksana (street – level – bureucrats) harus jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua), ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu 59
menghalangi implementasi, tetapi pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam menjalankan kebijakan. Pada tataran yang lain, hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. 3. Konsistensi: perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan), karena jika perintah yang diberikan sering berubahrubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi para pelaksana di lapangan. Sosialisasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor dilakukan baik di tingkat pusat sampai pada tingkat provinsi yang mencakup kabupaten dan kota di dalamnya, oleh karena itu dibutuhkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam proses komunikasi kebijakan, semakin baik koordinasi dan komunikasi antar lembaga yang terlibat akan mempercepat tercapainya tujuan kebijakan tersebut, Van Horn dalam Agustino (2006:162) mengemukakan: “koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik, semakin baik koordinasi, komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi, dan begitu pula sebaliknya”. Berikut ini contoh selebaran sosialisasi yang diberikan kepada pengemudi kendaraan bermotor pada saat kegiatan seminar dan workshop maupun razia kendaraan bermotor yang dilakukan pada jalanjalan yang dianggap strategis :
60
Gambar 4.2 Selebaran Sosialisasi Kelaikan Kendaraan Bermotor di Jalan
Sumber: Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara Dalam melakukan kegiatannya Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara selalu berkerjasama dengan berbagai pihak yang dapat membantu menyebarluaskan informasi, salah satunya adalah surat kabar harian lokal. Berikut contoh berita yang memuat 61
tentang kegiatan Dinas yang berkaitan dengan kebijakan pengujian kendaraan bermotor dan aturan lainnya : Gambar 4.3 Berita Razia Angkutan Umum Sebagai Upaya Pengawasan dan Sekaligus Sosialisasi
Sumber: Surat Kabar Harian Aceh Nomor 1342 Tahun IV, Selasa Tanggal 15 Maret 2011 halaman 5
Dalam kenyataannya, sosialisasi dan razia kendaraan bermotor yang salah satunya berkaitan dengan kebijakan pengujian kendaraan bermotor dianggap berhasil meningkatkan animo pemilik kendaraan untuk mengujikan kendaraannya pada UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa dalam 3 (tiga) tahun terakhir animo masyarakat untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor terus meningkat, hal ini disinyalir karena berhasilnya upaya sosialisasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan, seperti yang ditunjukkan oleh tabel berikut : 62
Tabel 4.4 Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Telah Di Uji No.
Jenis Kendaraan
Tahun 2009
2008
2010
1.
MOPEN
107
70
79
2.
MOBIS
125
145
129
3.
MOBAR
3.319
3.835
4.379
4.
KATEM
3
0
3
5.
BECAK
0
0
0
Jumlah 3.648 4.050 4.590 Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
Tabel 4.5 Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Belum Di Uji No .
Jenis Kendaraan
Jumlah Kendaraa n
1.
MOPEN
31
2.
MOBIS
41
3.
MOBAR
65
4.
KATEM
3
5.
BECAK
-
Jumlah 140 Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
63
Walaupun mengalami peningkatan jumlah kendaraan yang telah diuji dalam 3 tahun terakhir, akan tetapi pemilik kendaraan diharapkan tidak hanya melakukan pengujian hanya karena didasari atas kewajiban sebagai akibat penerapan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan yang telah diuji harus juga diikuti dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran pemilik kendaraan bahwa tujuan pengujian dimaksudkan untuk meningkatkan jaminan keselamatan lalu lintas secara teknis serta untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Mekanisme Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian kendaraan bermotor berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1993 dilakukan 6 (enam) bulan sekali pada Dinas Perhubungan setempat sesuai dengan alamat pemilik kendaraan atau penempatan kendaraan. Pembinaan dan pengawasan teknis pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor dilakukan oleh Direktur Jenderal. Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Untuk menentukan sebuah kendaraan laik jalan atau tidak, maka kendaraan tersebut harus melakukan pengujian kendaraan bermotor terlebih dahulu. Untuk melakukan pengujian tersebut pemilik kendaraan harus melakukan pengajuan permohonan secara tertulis kepada pelaksana pengujian dengan mengisi formulir serta melampirkan beberapa persyaratan (Keputusan Bupati Nomor : 026 Tahun 1997) sebagai berikut : 1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; 2. Foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK); 3. Foto copy Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB); 4. Surat Keterangan Kerusakan dari bengkel resmi, bagi kendaraan bermotor yang rusak dan tidak beroperasi; serta beberapa persyaratan tambahan lainnya seperti : 5. Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) beserta foto copynya; 6. Bagi kendaraan penumpang/bis umum harus melengkapi kartu asli pengawasan; 7. Membayar biaya retribusi yang dibebankan sesuai tarif; 64
8. Pemilik/pemohon membawa kendaraannya pada lokasi pengujian kendaraan bermotor berlangsung. Berikut ini merupakan alur pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh DLLAJ Dirjen Perhubungan Darat , sebagai berikut : Gambar 4.4 Alur Pelaksanaan Pengujian Kendaraan
Sumber: DLLAJ Dirjen Perhubungan Darat
65
Berdasarkan alur pengujian kendaraan bermotor tersebut Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara menetapkan prosedur pelaksanaan teknis di lapangan melalui UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor sebagai upaya menindak lanjuti kebijakan pengujian kendaraan bermotor tersebut. Pengujian kendaraan bermotor baru dapat dilakukan apabila pemilik (pemohon) kendaraan bermotor mengajukan permohonan kepada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara melalui UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor dengan mengisi Surat Permohonan Uji Kendaraan Bermotor (Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997) serta turut melampirkan beberapa persyaratan administrasi. Untuk seterusnya petugas akan mengkaji kembali kelengkapan dan keaslian berkas-berkas yang telah diserahkan untuk kemudian dapat ditentukan hari dan tanggal pengujian akan dilaksanakan. Selanjutnya pemilik (pemohon) kendaraan bermotor berkewajiban untuk melunasi biaya retribus pengujian yang telah ditetapkan, sebagai berikut : Tabel 4.6 Biaya Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Utara No. Jenis Kendaraan 1. Mobil Bus / Mobil Barang / Kereta Gadengan / Kereta Tempelan dan Kendaraan Khusus
Berat Biaya 0 s/d 3000 Kg Rp. 1.000,3000 s/d 5000 Rp. 3.000,Kg Rp. 3.500,5001 s/d 6000 Rp. 5.000,Kg Rp. 10.000,> 6001 Kg > 15 000 Kg 2. Mobil Penumpang Umum Rp. 2.000,3. Kendaraan Umum Roda 3 (tiga) Rp. 1.000,Sumber: Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997
66
Tabel 4.7 Biaya Pengganti Bahan Pengujian Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Utara No. Bahan Pengujian Biaya 1. Buku Uji Rp. 5.000,2. Plat Uji Lengkap Segel Rp. 3.500,3. Permohonan Uji Rp. 2.000,Sumber: Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 Pada hari pengujian dilaksanakan, pemilik (pemohon) dan kendaraan bermotor yang akan diuji harus berada di tempat pengujian yang telah ditentukan dalam hal ini kantor UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara. Selanjutnya petugas akan melaksanakan pengujian dimulai dari : kelengkapan peralatan kendaraan, identitas kendaraan, kelengkapan administrasi dan pengujian teknis secara komprehensif. Pada saat proses pengujian kendaraan bermotor selesai dilakukan oleh penguji, maka akan diberikan penilaian baik lulus maupun tidak lulus. Jika suatu kendaraan yang telah diuji dinyatakan tidak lulus, maka kendaraan tersebut harus melakukan pengujian ulang sampai dinyatakan lulus oleh penguji, namun jika kendaraan tersebut dinyatakan lulus maka kemudian petugas akan mengesahkan laporan pengujian untuk kemudian diberikan buku uji dan pemasangan tanda uji pada kendaraan. Dengan demikian kendaraan tersebut dinyatakan laik jalan untuk beroperasi pada jalan raya. Berikut ini merupakan gambar prosedur pengujian kendaraan bermotor dan formulir yang berkaitan dengan pengujian kendaraan bermotor pada UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara :
67
Gambar 4.5 Prosedur Pengujian Kendaraan Bermotor (Uji Berkala)
Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
68
Gambar 4.6 Surat Permohonan Uji Kendaraan Bermotor
Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
69
Gambar 4.7 Formulir Laporan Pengujian Kendaraan
Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
70
Gambar 4.8 Buku Uji Berkala Kendaraan Bermotor
Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara Gambar 4.9 Tanda Uji Kendaraan bermotor
71
Sumber: UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara
Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Suatu kebijakan akan berjalan dengan baik apabila pilar-pilar pendukungnya telah berjalan sebagaimana mestinya. Sebuah kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat tidak berjalan secara maksimal dikarenakan adanya pengabaian akan pilar-pilar ini, sehingga menjadi bumerang kepada pihak pelaksana kebijakan di lapangan. Jones dalam teorinya mengatakan : “implementation is that set of activities directed toward putting program into effect”, yang berarti : Implementasi merupakan suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Menurut Jones ada 3 kegiatan yang mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan, diantaranya: (1) Organization, (2) Intepretation dan Application. Berikut penulis akan memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan 72
Pengujian Kendaraan Bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Sebuah organisasi diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan agar suatu proses pekerjaan yang dikehendaki dapat mencapai tujuan yang telah diatur, disusun, ditetapkan. Sementara itu, manfaat yang dapat diperoleh dari pengorganisasian ini adalah agar pelaksanaan tugas dilakukan dengan lebih baik dan teratur, koordinasi pelaksanaan pekerjaan dapat lebih baik, pengawasan pelaksanan pekerjaan dapat efektif dan efisien dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Oleh sebab itu pemerintah melakukan tindakan untuk menghimpun sumber daya dan pengelolaan sumberdaya yang ada, hal ini dikarenakan setiap organisasi harus memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau peralatan kerja serta ketersediaan perangkat aturan hukum yang legal. Siagian (1985:229) mengemukakan ada dua aspek dari organisasi sebagai pelaksana yang mempengaruhi keberhasilannya, yaitu : “struktur dan proses organisasi”. Aspek struktur menunjukkan hubungan formal antara peranan dan tugas yang harus dilaksanakan agar mendukung kelancaran implementasi kebijakan, sedangkan melalui proses organisasional dapat menciptakan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi guna mencapai efektifitas implementasi kebijakan. Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan kebijakan yang berasal langsung dari pemerintah (Top-Down) yang mempunyai tujuan memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor serta melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan. Dalam implementasinya kebijakan pengujian kendaraan bermotor melibatkan berbagai pihak dari tingkat pusat, daerah dan pengguna kendaraan bermotor yang satu sama lain saling melengkapi. Di tingkat pusat merupakan pihak yang memantau, memberikan pengarahan dan pembinaan terhadap pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan 73
pengujian kendaraan bermotor. Sedangkan di tingkat daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara melalui UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor sebagai pelaksana teknis (operational level) yang ditugaskan melalui Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2010 serta Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 11 Tahun 2005. Pemberian wewenang secara formal melalui Qanun dan Peraturan Bupati Kepada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara sangatlah tepat karena akan memberikan hak dan kewenangan yang bersifat formal serta mempunyai kekuatan di masyarakat, Edward dalam Agustino (2006:158) mengemukakan : “kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementator di mata publik tidak terlegitimasi”. Dengan adanya kewenangan diharapkan akan mempercepat tercapainya tujuan dari sebuah kebijakan. Pada umumnya Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh utara melalui UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor telah menggunakan wewenangnya dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Menurut pengamatan penulis, dalam mengimplementasi sebuah kebijakan sebuah organisasi membutuhkan struktur organisasi yang menggambarkan jenjang jabatan, tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan sebagai pedoman bagi pegawai dalam mewujudkan visi dan misi Kabupaten Aceh Utara dalam hal perhubungan. Berdasarkan wawancara penulis dengan informan, struktur organisasi Dinas dirasakan saat ini telah memadai dengan pengelompokkan beberapa bidang sesuai dengan Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2010, diantaranya: (1) Bidang Perhubungan Darat, (2) Bidang Perhubungan Laut, (3) Bidang Perhubungan Udara, dan (4) Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Masingmasing bidang ini membawahi seksi-seksi menyangkut tugas bidang masing-masing. Selain itu Dinas juga memiliki beberapa UPTD yang salah satunya merupakan UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor yang 74
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas dengan berkoordinasi dengan Kepala Bidang Perhubungan Darat. Dengan formasi dan sumber daya manusia yang ada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara dikatakan sudah dapat menangani pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Walau struktur perangkat organisasi sudah dapat dikatakan memadai, namun berdasarkan pengamatan penulis struktur yang telah tersedia sekarang belum menjamin pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor dapat berjalan dengan baik, hal ini disebabkan terjadinya dualisme persepsi pemerintah daerah dan dinas sebagai akibat dari pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Aceh. Pemerintah daerah beranggapan kebijakan pengujian kendaraan bermotor merupakan tugas dan wewenang daerah tanpa harus bertanggung jawab kepada pusat sedangkan dinas beranggapan pengujian kendaraan bermotor walaupun dilaksanakan di daerah namun kebijakan dan tata tertib pelaksanaannya harus berpedoman dan sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh pusat, dengan kata lain pertanggung jawabannya kepada pusat melalui menteri walaupun tetap berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Perbedaan persepsi ini tidak terlepas dari faktor environmental conditions yang mencakup faktor seperti struktur politik, proses perumusan kebijakan, infra struktur politik, dan berbagai organisasi kepentingan. Suatu kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu kondisi lingkungan sosial-ekonomi dan politik yang khusus dan kompleks. Hal ini akan mewarnai bukan hanya substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga pula hubungan antar organisasi dan karekateristik badan-badan pelaksana di lapangan, serta potensi sumber daya, baik jumlah maupun macamnya. Struktur politik di daerah dan pusat, ideologi, dan proses perumusan kebijakan ikut mempegaruhi tingkat dan arah pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Di samping itu, karakteristik struktur pemerintahan lokal, kelompok-kelompok sosial-budaya yang terlibat dalam perumusan kebijakan, dan kondisi infra-struktur. Juga memainkan peranan penting dalam pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor.
75
Disamping itu pengujian kendaraan bermotor secara teknis dilakukan khusus oleh UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor yang notabene hanya memiliki 7 (tujuh) orang pegawai, dengan rincian : 1 (satu) orang Kepala UPTD; 4 (empat) orang penguji; dan 2 (dua) orang staf administrasi. Tenaga penguji yang tersertifikasi terdaftar ada 2 (dua) orang, sedangkan yang lainnya belum tersertifikasi namun tetap dipekerjakan sebagai penguji untuk membantu petugas yang ada. Padahal dalam sebuah proses implementasi sebuah kebijakan sangat dibutuhkan staff yang berkompeten, kapabel dan profesional, sehingga kesalahankesalahan yang terjadi di lapangan dapat diminimalisir. Kualitas implementator kebijakan akan lebih baik daripada jumlah staff yang besar namun kualitasnya minim, George C Edward III mengemukakan dalam Agustino (2006:158) bahwa: “sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf/pegawai atau lebih tepatnya street level bureucrats, kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak mencukupi, memadai ataupun tidak berkompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementator saja tidak cukup menyelesaikan persoalan ketidakberhasilan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri”. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan selama ini petugas mengalami kesulitan jika volume kendaraan yang diuji mencapai 30 kendaraan/hari. Hal ini dikarenakan petugas yang tersertifikasi hanya 2 (dua) orang saja sehingga tidak mampu melayani semua kendaraan untuk diuji dalam waktu cepat. Seharusnya petugas penguji yang tersertifikasi minimal harus tersedia 4 (empat) orang untuk melayani area Kabupaten Aceh Utara. Namun untuk sementara UPTD memperbantukan tenaga non sertifikasi untuk membantu pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor kepada masyarakat, sehingga proses pengujian dapat terus dilaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan yang berlaku, 76
mengenai kekurangan penguji yang belum tersertifikasi masih akan terus ditingkatkan. Namun hal tersebut terkendala karena kuota pelatihan tenaga penguji kendaraan bermotor yang diberikan kepada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan oleh pemerintah pusat sampai saat ini sangat terbatas, sedangkan pelatihan tersebut dananya dan wewenangnya hanya dimiliki oleh pemerintah pusat dalam hal sertifikasi tenaga penguji, oleh karenanya UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor sampai saat ini dipimpin oleh kepala yang tidak memiliki sertifikasi teknis dalam hal pengujian kendaraan bermotor. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, menyatakan bahwa: Uji berkala kendaraan bermotor dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu. Kualifikasi teknis tertentu dikelompokkan berdasarkan tingkat keahlian, wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang. Dan setiap tenaga penguji yang dinyatakan memenuhi kualifikas teknis diberi sertifikat dan tanda kualifikasi teknis sesuai dengan jenjang kualifikasinya oleh Direktur jenderal. Kurangnya jumlah penguji yang tersertifikasi menjadi permasalahan yang dihadapi oleh UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor, idealnya kepala UPTD juga merupakan pegawai yang memiliki sertifikasi teknis dalam bidang pengujian kendaraan bermotor sehingga selain berfungsi sebagai pemimpin teknis juga dapat berfungsi sebagai pengawas. Saat ini pengesahan buku uji dilakukan oleh Kepala Bidang Darat selaku penguji senior yang tersertifikasi bukan oleh Kepala Kantor UPTD, hal ini sangat merepotkan pemilik kendaraan yang mengujikan kendaraannya mengigat jauhnya lokasi kantor Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan yang berada di Kota Lhokseumawe dan UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor yang berada pada Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara yang berjarak sekitar 15 Km. UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor setidaknya memerlukan 4
77
orang tenaga ahli yang masing-masing memiliki tugas sebagai petugas : (1) uji gas buang; (2) uji lampu; (3) uji rem dan lain sebagainya. Dalam menjalankan tugas pengujian kendaraan bermotor, petugas belum didukung oleh peralatan pengujian yang memadai, hal ini sangat penting menjadi perhatian karena dimaksudkan untuk menentukan secara teknis sebuah kendaraan laik jalan atau tidak. Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1993 tentang pengujian kendaraan bermotor, menegaskan : Peralatan uji berkala kendaraan bermotor dapat berupa peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar atau peralatan pengujian keliling. Peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar dipasang dan digunakan pada lokasi pengujian yang bersifat tetap, sedangkan peralatan pengujian keliling bersifat tidak tetap. Peralatan ini secara umum meliputi: 1. Alat uji suspensi roda (pit wheel suspension lester) dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan; 2. Alat uji rem; 3. Alat uji lampu utama; 4. Alat uji spedometer; 5. Alat uji gas buang, meliputi alat uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang; 6. Alat pengukur berat; 7. Alat uji kincup roda depan (slide slip tester); 8. Alat pengukur suara (sound level meter); 9. Alat pengukur dimensi; 10. Alat pengukur tekanan udara; 11. Alat uji kaca; 12. Kompresor udara; 13. Generator set; serta 14. Peralatan bantu.
Hasil amatan penulis di lapangan kondisi peralatan uji saat ini masih jauh dari standar minimal sehingga proses pengujian yang terjadi 78
sampai dengan saat ini masih menggunakan cara manual. Walaupun demikian Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah menyediakan bangunan permanen yang pada awal tahun 2011 telah mulai digunakan untuk mendukung tugas UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor, disamping itu diusahakan pada 2012 peralatan pengujian akan memenuhi standar minimal mengigat adanya kemungkinan Pemerintah Provinsi Aceh akan memberikan bantuan pengadaan peralatan pengujian kendaraan bermotor untuk Kabupaten Aceh Utara. Efek dari keadaan tersebut pemilik kendaraan bermotor yang diujikan pada UPTD Pengujian kendaraan Bermotor mengatakan petugas hanya mendapatkan pengujian teknis secara manual pada kendaraannya atau hanya sebatas menanyakan efektifitas peralatan yang tersedia pada kendaraan, selebihnya petugas lebih melakukan verifikasi data administrasi untuk selanjutnya diberikan pengesahan pengujian kendaraan sehingga layak untuk kembali beroperasi di jalan. Walaupun pemilik kendaraan tidak mempermasalah keadaan di UPTD setempat dikarenakan proses pengujian menjadi lebih cepat, namun keadaan ini sangat disayangkan karena pelaksanaan kebijakan pengujian menjadi terkesan hanya sebagai formalitas untuk memenuhi kewajiban peraturan pemerintah tanpa melalui tahapan pengujian yang baik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaa kabupaten Aceh utara melalui UPTD Balai pengujian Kendaraan Bermotor belum dilakukan secara benar karena peralatan yang menunjang kebijakan tersebut masih belum sesuai dengan standar yang ditentukan. Walaupun semua proses administrasi telah dilalui namun pengujian secara teknis tidak dapat benar-benar dilaksanakan dikarenakan ketidak tersediaan alat pengujian yang memadai. Selain itu Dinas selaku instansi induk yang mengurusi kegiatan pengujian kendaraan bermotor belum terlihat serius dalam menanggulangi permasalahanpermasalahan teknis yang bersifat organisasional yang dihadapi oleh UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor mengigat keadaan seperti ini telah berlansung cukup lama.
79
Dalam menjalankan sebuah kebijakan terlebih dahulu sebuah kebijakan harus dapat ditafsirkan menjadi rencana yang konkrit dan jelas untuk dapat dilaksanakan. Hal ini sangat diperlukan untuk membuat sebuah kebijakan menjadi lebih operasional dan mudah dilaksanakan, sehingga organisasi pelaksana dimungkinkan untuk dapat segera bertindak. Kebijakan operasional ini tidak hanya menyebutkan tujuan yang harus dicapai, melainkan juga menyebutkan alokasi dana, personil dan sumberdaya lain yang diperlukan serta prosedur kerja yang harus diikuti untuk mengarahkan sumberdaya dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kemampuan aparat pada level daerah dalam menginterpretasi suatu kebijakan publik yang lebih tinggi tingkatannya sangat penting. Oleh karena itu apabila terjadi mis-interpretasi terhadap aturan yang lebih tinggi, maka akan menimbulkan aturan yang dibuat di daerah dapat berbenturan dengan aturan yang lebih tinggi. Benturan antara aturan yang dibawah dengan aturan di atasnya akan dapat menimbulkan kevakuman dan/atau penafsiran yang berbeda yang dapat menghambat implementasi suatu kebijakan. Dalam pandangan Rasyid (2003:299) bahwa intepretasi dimaksudkan untuk memperjelas adanya kepastian siapa-siapa yang bertanggung jawab, seberapa besar tanggung jawab itu, dan bagaimana sistem pertanggung jawabannya. Mis-interpretasi dapat terjadi apabila kepentingan pihak-pihak tidak terjamin dalam peraturan itu. Kepentingan pihak-pihak dapat menjamin apabila pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya dilibatkan dalam pembuatan peraturan. Sebaliknya, pengabaian terhadap pihak tertentu yang berkepentingan di dalamnya dapat menimbulkan sisi lemah dari peraturan itu. Suatu peraturan berkaitan dengan kebijakan publik memiliki kekuatan memaksa apabila dalam kebijakan itu jelas dan pasti siapa-siapa yang terlibat dalam sistem pertanggung jawabannya. Implementasi kebijakan bukan hanya sekedar proses teknis dalam melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan, melainkan merupakan suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan. Berbagai ragam faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi kesemuanya sangat mempengaruhi seberapa jauh 80
kebijakan yang sudah ditetapkan dapat diimplementasikan sesuai dengan yang diharapkan, dan sampai seberapa jauh pula implementasi tersebut mencapai tujuan kebijakan. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat. Pasal 7 ayat (2) menyebutkan, penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan oleh pemerintah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing. Penyelenggaraan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b salah satunya menyangkut tentang persyaratan teknis laik jalan kendaraan bermotor. Untuk memenuhi persyaratan teknis yang dimaksud dilakukan pengujian berkala yang menurut Pasal 53 ayat (2) meliputi kegiatan : (a) pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor, dan (b) pengesahan hasil uji. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi menegaskan bahwa setiap kendaraan bermotor harus memenuhi persyaratan laik jalan. Berdasarkan Pasal 132 ayat (1) pengujian kendaraan bermotor dilaksanakan dalam rangka menjamin keselamatan, kelestarian dan pelayanan umum; (2) pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab pemerintah. Pasal 133 menegaskan, pengujian kendaraan bermotor dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi, kualifikasi teknis ini dikelompokkan berdasarkan pertimbangan tingkat wewenang dan tanggung jawab tenaga penguji secara berjenjang. Di dalam Pasal 136 dikatakan: (1) Pelaksanaan Pengujian kendaraan bermotor hanya dapat dilakukan oleh : a. Pelaksana pengujian yang dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas pengujian; b. Tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 135.
81
(2) Pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, bertanggung jawab memelihara dan mengoperasikan seluruh peralatan uji secara baik dan benar. (3) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pengujian kendaraan bermotor memiliki ketentuan lanjutan yang di atur pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1973 tentang pengujian berkala kendaraan bermotor. Dalam proses pencapaian tujuan kebijakan pengujian kendaraan bermotor seperti yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) : a. yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan; b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan; c. serta memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pada Pasal 2 ayat (2) dikatakan : (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, maka : a. Setiap unit pelaksana uji berkala kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pengujian; b. Pemilihan jenis, tipe, kapasitas, jumlah dan teknologi peralatan pengujian harus dilakukan secara cermat dan tepat; c. Pengujian dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu; d. Pengujian harus dilakukan sesuai prosedur dan tata cara serta dilokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia; e. Hasil uji berkala harus akurat dan dapat dipertanggung jawabkan; f. Fasilitas dan peralatan pengujian harus dipelihara/dirawat dengan baik secara periodik, sehingga semua fasilitas dan peralatan pengujian selalu dalam kondisi layak pakai; 82
g. Peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara periodik; h. Kapasitas fasilitas dan peralatan pengujian harus diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan wajib uji pada wilayah pelayanan yang bersangkutan. Berdasarkan hasil wawancara mengenai kebijakan pengujian kendaraan bermotor aturannya telah dikeluarkan dari pusat dimulai dari Undang-undang sampai dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Walaupun Pemerintah Kabupaten Aceh Utara belum mengeluarkan Qanun yang secara khusus mengatur pengujian kendaraan bermotor di daerahnya, namun pengujian kendaraan bermotor dirasakan masih dapat dilakukan dikarenakan aturan dari pusat sudah sangat teknis terutama Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor. Akan tetapi pihak Dinas selaku organisasi pelaksana kebijakan telah mengajukan draf aturan untuk dibuatkan menjadi suatu Qanun yang mengatur secara khusus tentang pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan 3 (tiga) peraturan yang berkaitan dengan pengujian kendaraan bermotor, diantaranya : Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara khususnya pada Pasal 98 ayat o; Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 tentang Retribusi dan Harga Pengganti Bahan Pengujian Kendaraan Bermotor; serta Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 11 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara. Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor pada UPTD Dinas saat ini langsung diterjemahkan sendiri secara teknis oleh para penguji berdasarkan pemahaman mereka secara personal tanpa adanya petunjuk teknis yang dikeluarkan Dinas berdasarkan ketentuan dari pusat. Hal ini menjadikan standar pengujian menjadi berbeda antar sesama penguji itu sendiri, hal ini diperparah dengan ketidak tersediaan peralatan pengujian 83
yang memadai untuk mendukung keakuratan hasil pengujian, keadaan ini menjadi timpang dengan prosedur pengujian yang ada. Ketiadaan Qanun Kabupaten Aceh Utara yang dapat dijadikan sebagai petunjuk teknis berkaitan dengan pengujian kendaraan bermotor, tidak menyebabkan kegiatan pengujian berhenti dilakukan akan tetapi pemahaman tata tertib standar pengujian hanya dimengerti oleh penguji yang tersertifikasi saja sedangkan penguji non-sertifikasi mengikuti berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan UPTD Dinas bukan berdasarkan petunjuk teknis yang mungkin tertuang di dalam qanun nantinya, yang tentunya akan dengan mudah untuk dipahami oleh seluruh petugas maupun masyarakat selaku pemilik kendaraan. Hambatan utama perumusan Qanun pengujian kendaraan bermotor Kabupaten Aceh Utara ialah terdapat kecenderungan sangat kuat sikap dan perilaku egosentralistis dari birokrasi dan elite politik tingkat Kabupaten, sikap dan perilaku ego-sentralistis tersebut sangat membatasi keleluasan mengambil keputusan bagi pemerintah kabupaten, karena setiap perumusan kebijakan yang tidak menyangkut kepentingan para elite politik dan birokrasi tidak dapat dengan cepat diakomodir untuk segera dibahas dalam rampat DPRD setempat. Para elite birokrasi dan elite politik juga cenderung lebih suka mengedepankan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan masyarakat serta berhubungan langsung dengan uang, contohnya seperti program jaminan kesehatan masyarakat miskin, dana bantuan korban konflik serta pemberdayaan masyarakat dalam bentuk yang beragam. Hal ini tidak terlepas dari adanya indikasi penarikan simpati publik untuk proses pemilihan kepala daerah kedepannya, sehingga konsentrasi kebijakan lebih ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat sehingga mendorong terjadinya pencitraan yang baik untuk para elite yang berkuasa. Dengan kata lain kebijakankebijakan seperti pengujian kendaraan bermotor tidak menjadi perhatian utama oleh pemerintah Kabupaten Aceh Utara walaupun di tingkat nasional maupun internasional isu lingkungan menjadi pembahasan yang sangat hangat dibahas akhir-akhir ini. Walaupun setiap daerah prosedur pengujiannya hampir sama, petunjuk teknis pengujian kendaraan bermotor harus tetap tertera pada 84
setiap instansi penguji, hal ini karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan tingkat permasalahan yang tentunya juga berbeda selain itu juga dimaksudkan untuk menghindari kesilapan dan kealpaan yang mungkin saja terjadi karena kesalahan persepsi masing-masing petugas. Sebagai konsekuensi diberlakukannya kebijakan pengujian kendaraan bermotor maka penerima layanan kebijakan tersebut yaitu pemilik kendaraan akan dikenakan biaya retribusi oleh pelaksana kebijakan. Hal ini seperti ditegaskan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 71 Tahun 1993 Pasal 2 ayat (3) : a. Besarnya biaya pengujian yang dipungut dari masyarakat harus sama dan seragam untuk seluruh Indonesia; b. Tidak boleh memungut biaya dari masyarakat dalam bentuk apapun, selain biaya pengujian yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan; c. Penetapan besarnya biaya pengujian, disamping tidak didasarkan atas perhitungan pengembalian biaya investasi dan operasional, juga tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan materiil dan/atau finansial. Pada kenyataannya besaran biaya retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara melalui Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 tentang Retribusi dan Harga Pengganti Bahan Pengujian Kendaraan Bermotor tidak berpedoman pada keputusan Menteri Perhubungan, hal ini dikarenakan kebijakan yang dimaksud tidak diatur secara rinci mengenai besaran tarif, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Utara memutuskan sendiri besaran tarif retribusi yang dibebankan pada pemilik kendaraan bermotor dengan rincian yang tergambarkan pada tabel 4.5 dan tabel 4.6, sehingga kemungkinan terjadinya perbedaan tarif antara Kabupaten Aceh Utara dengan daerah lain sangat mungkin terjadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci diketahui bahwa pengenaan tarif retribusi menyangkut kebijakan pengujian kendaraan bermotor masih mengunakan aturan yang lama dengan 85
besaran tarif biaya uji berkisar antara Rp.1000,- sampai Rp10.000,- serta biaya pengganti bahan pengujian kendaraan bermotor sebesar Rp.10.500,untuk biaya buku uji, plat uji serta permohonan uji. Keadaan ini dikarenakan belum adanya aturan yang baru yang disahkan oleh pemerintah kabupaten, selama proses menunggu tersebut Dinas masih akan terus memberlakukan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997. Hal ini tentunya menjadi tidak lagi relevan dengan perkembangan keadaan ekonomi saat ini. Standar harga yang masih belaku dibawah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara membuat Dinas Perhubungan selalu dalam keadaan defisit berkaitan dengan kebijakan tersebut. Walaupun penetapan tarif retribusi tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, namun penetapan tarif retribusi juga harus memperhatikan asas kesesuaian serta relevansi dengan keadaan yang berkembang saat ini. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, dikatakan : Pasal 8 : Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Pasal 9 :Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Pasal 10 : Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Pasal 11 : Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 5 (lima) tahun sekali.
86
Jika melihat tarif retribusi pengujian kendaraan bermotor di Aceh Utara dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997, berdasarkan prinsip-prinsip pemungutan retribusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 dirasakan sudah tidak lagi relevan dan harus direvisi. Keadaan ini dikarenakan tarif retribusi yang dikeluarkan dengan keputusan bupati tersebut sudah berusia 13 tahun tanpa adanya peninjauan kembali untuk kesesuaian tarif yang berkeadilan sesuai dengan keadaan saat ini. Pada saat suatu kebijakan telah memiliki implementator dan implementator tersebut telah dapat menginterpretasikan kebijakan tersebut, maka kebijakan tersebut sudah dapat diapplikasikan. Kegiatan aplikasi merupakan suatu proses yang dinamik karena berkaitan dengan aktifitas kebijakan dikarenakan adanya hubungan antar manusia yang melaksanakan pekerjaannya. Dalam kenyataannya manfaat aplikasi suatu kebijakan tidak hanya memberikan manfaat pada mereka yang menjadi kelompok sasaran, akan tetapi juga pihak-pihak lain yang mungkin akan menerima manfaat secara tidak langsung dari proses pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh karenanya setiap kebijakan yang diaplikasikan akan menimbulkan reaksi dari masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan. Dalam perspektif Jones ia menunjukkan adanya indikator-indikator yang mengukur aktifitas aplikasi, berupa: (1) sarana atau perlengkapan; (2) Pelayanan Administratif; (3) Pembiayaan, yang merupakan kebutuhankebutuhan para pelaksana kebijakan. Secara teoritik, aplikasi sebagaimana dikemukakan Homans (1974) dalam Poloma (2000:61) bahwa dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka semakin kerap ia akan melakukan tindakan itu. Artinya, bilamana seseorang berhasil memperoleh ganjaran maka ia akan mengulangi tindakan tersebut. Dalam hal ini tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh stimulus yang diterimanya. Stimulus merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran. Setiap tindakan yang memperoleh ganjaran tindakan itu cenderung diulangi. Pengulangan tindakan dilakukan oleh 87
seseorang didorong oleh keterkaitan antara tindakan sebelumnya dengan tindakan yang sedang dilaksanakan. Semakin mirip stimulus yang sedang dihadapi sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin memungkinkan seseorang melakukan tindakan serupa atau agak sama. Homans menekankan objek atau tindakan yang memperoleh ganjaran ialah tindakan yang diinginkan. Tindakan yang mendapatkan ganjaran atau stimulus yang hampir sama akan dipilih untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran sesuai yang diharapkan atau menerima hukuman yang tidak diinginkan, maka seseorang akan marah, dan cenderung berperilaku agresif. Jeffry L. Pressman dan Aaron B. Vidavsky dalam Jones (1994:295) menekankan penerapan dapat dipandang sebagai sebuah proses interaksi antara suatu tujuan dan tindakan yang mampu diraih. Sedangkan Jones menekankan aplikasi sebagai kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dan tujuan. Dalam prosesnya kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada UPTD Dinas masih sering mengalami masalah, hanya saja biasanya petugas tidak mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi namun langsung melangkahi tahapan prosedur pengujian seperti yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1993, akhirnya proses pengujian menjadi tidak sistematis namun berdasarkan kemampuan atau fasilitas yang tersedia pada UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa dalam melakukan pengujian kendaraan bermotor secara prosedur memang harus dilaksanakan oleh tenaga penguji berdasarkan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan keahlian. Namun mengigat penguji hanya tersedia 2 (dua) orang saja dengan dibantu oleh 2 (dua) orang tenaga non-sertifikasi maka petugas akan mengalami kesulitan apabila volume kendaraan yang akan diuji melewati batas kemampuan dari yang mampu dilayani dalam satu hari yaitu 6-10 kendaraan/hari. Walaupun prosedur kerja pengujian kendaraan bermotor telah ada, namun secara teknis petugas terpaksa mengabaikannya karena ketidak mampuan ataupun karena tidak 88
tersediaannya peralatan teknis untuk melakukan pengujian, namun secara prinsip petugas memahami tahapan-tahapan dalam melakukan pengujian kendaraan bermotor dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1993. Pada tahun 2010 UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor telah melakukan 4.590 pengujian pada setiap jenis kendaraan wajib uji, angka ini mengalami peningkatan dari pada tahun 2009 yang tercatat melakukan 4.050 pengujian pada setiap jenis kendaraan wajib uji. Dalam melakukan pengujian kendaraan bermotor, petugas tidak melakukan pengujian secara teknis dalam artian menggunakan peralatan mekanis yang tentunya hasilnya akan lebih akurat, selama ini pengujian kendaraan di UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara dilakukan petugas secara manual atau tidak melakukan sama sekali, biasanya pemilik kendaraan hanya ditanya-tanya seputar keadaan teknis kendaraan saya. Setelahnya pemilik kendaraan harus membayar retribusi yang dibebankan kepadanya dan kendaraannya dapat beroperasi kembali. Dengan kata lain penulis beranggapan bahwa walaupun secara aturan prosedur pengujian telah diatur di dalam peraturan namun di pihak UPTD selaku pelaksana teknis kebijakan masih melakukan pengabaian terhadap ketentuan-ketentuan tersebut, hal ini disebabkan karena ketidak mampuan sumber daya yang ada yang mengakibatkan proses pengujian tidak dilakukan secara komprehensif. Akibatnya masyarakat mengganggap proses pengujian berkala kendaraan bermotor yang dilakukan Dinas Perhubungan melalui UPTD – nya hanya sebatas kegiatan formalitas yang tidak sejalan dengan peraturan yang ada. Menurut salah satu informan kunci, walaupun secara teknis pengujian kendaraan bermotor belum memenuhi standar yang diharapkan, namun UPTD telah menerapkan tertib administrasi dalam hal pengurusan pengujian kendaraan bermotor sampai dengan buku uji dan tanda uji dikeluarkan. Setiap pemilik kendaraan harus membuat permohonan dengan mengisi formulis yang tersedia serta melampirkan persyaratan yang diperlukan untuk dapat diproses. UPTD juga telah menyiapkan form penilaian secara terpadu dengan maksud agar memudahkan penguji untuk mengambil kesimpulan sebuah kendaraan 89
layak atau tidak untuk diizinkan beroperasi di jalan raya. Hanya saja permasalahan yang masih terjadi hari ini, nilai-nilai yang diberikan oleh penguji masih berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan secara manual, sehingga mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil oleh UPTD dalam meluluskan sebuah kendaraan bermotor atau tidak sama sekali. Setiap pengujian kendaraan bermotor dilakukan, para pemilik kendaraan bermotor diwajibkan membayar retribusi. Tarif retribusi pengujian kendaraan bermotor saat ini masih menggunakan tarif lama sesuai dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997, dengan besaran tarif biaya uji berkisar antara Rp.1000,- sampai Rp10.000,- serta biaya pengganti bahan pengujian kendaraan bermotor sebesar Rp.10.500,- untuk biaya buku uji, plat uji serta permohonan uji. Dinas telah mengusulkan kepada Bupati untuk merevisi tarif harga seperti yang tertera pada keputusan sebelumnya. Namun sampai saat ini hal tersebut masih dipertimbangkan dengan melihat tingkat kemampuan dari masyarakat khususnya di Kabupaten Aceh Utara. Akan tetapi apabila hal ini tidak segera diputuskan, maka ditakutkan pemerintah akan terus merugi karena tarif retribusi tidak lagi sesuai dengan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan sebuah pengujian, sehingga perlu adanya tarif baru untuk menindak lanjuti permasalahan ini. Walaupun demikian, Dinas melalui UPTD tetap mengenakan tarif retribusi sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini, tidak ada pemungutan tarif diluar ketentuan yang berlaku. Pada kenyataannya tarif yang dikenakan terhadap pemilik kendaraan tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Keputusan Bupati Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 seperti yang tergambar pada tabel 4.5 dan tabel 4.6, tarif yang dikenakan sangat bervariasi dan tidak konsisten. Menurut salah satu pemilik kendaraan, dirinya secara rutin melakukan pengujian kendaraan bermotor, dan tarif pengujian kendaraan bermotor berkisar Rp.50.000. sampai Rp.50.000,-. Dinas melalui UPTD dilapangan merasakan kebijakan tarif yang berlaku sudah tidak lagi relevan dengan keadaan saat ini, namun usulan peninjauan kembali tarif retribus pengujian kendaraan bermotor sampai saat ini belum mampu mendorong Pemerintah Kabupaten Aceh Utara 90
untuk segera merealisasikan tarif yang baru sebagai legalitas hukum yang jelas.
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat (Top Down) untuk dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah dalam menangulangi masalah dampak negatif dari penggunaan kendaraan bermotor dengan demikian dapat menjamin keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor serta melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak kendala dan perlunya penanganan yang lebih baik dalam pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor ini. Hal ini ditandai dengan belum berhasilnya kegiatan sosialisasi dalam hal kualitas artinya masih rendahnya pemahaman masyarakat yang melakukan pengujian kendaraan bermotor walaupun secara kuantitas telah memenuhi harapan. Belum adanya peralatan pengujian dan staf penguji yang memadai dengan beban kerja yang ada, serta dalam penempatan sumber daya manusia masih ditemui orang-orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya. Walaupun koordinasi dari sektor internal sudah berjalan namun koordinasi dengan sektor eksternal terutama Pemerintah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Provinsi Aceh masih belum berjalan sebagaimana mestinya dan terkadang masih terjadi dualisme pendapat mengenai alur pertanggung jawaban dan komando dari kebijakan. Dengan tidak tersedianya qanun petugas pengujian pada UPTD menterjemahkan sendiri aturan-aturan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pengujian yang berasal dari pusat. Hal ini mengakibatkan standar pengujian menjadi berbeda antara sesama penguji lapangan, terlebih lagi pengujian hanya dilakukan secara manual dikarenakan ketiadaan peralatan uji sehingga pelaksanaannya petugas pengujian sering mengabaikan prosedur 92
pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor yang diatur di dalam peraturan yang ada. Selain itu keputusan mengenai retribusi dan harga pengganti bahan pengujian kendaraan yang tidak pernah ditinjau kembali dirasakan tidak lagi relevan dengan standar harga yang diinginkan, akibatnya di lapangan petugas seringkali memungut retribusi tidak berdasarkan peraturan. Kebijakan pengujian kendaraan bermotor yang berasal dari pusat dirasakan sudah cukup baik untuk dilaksanakan hanya saja kesiapan para pelaksana serta iklim politik di Kabupaten Aceh Utara ikut mempengaruhi kelancaran pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor.
Saran Saran bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Saran yang dapat disampaikan peneliti dalam upaya menindaklanjuti kebijakan pengujian kendaraan bermotor ini adalah : 1. Setelah penelitian ini, para peneliti perlu melaksanakan pengkajian lebih lanjut dengan mencari faktor politik yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor di Kabupaten Aceh Utara. 2. Apabila para peneliti berminat untuk melaksanakan penelitian mengenai pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor, disarankan untuk meneliti pengaruh iklim politik terhadap implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada masyarakat.
Saran untuk Penerapan di Lapangan Mencermati fakta-fakta yang ada di lapangan tentang implementasi kebijakan pengujian kendaraan bermotor pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara, dapat diberikan saransaran sebagai berikut: 1. Perlu adanya Qanun yang mengatur pengujian kendaraan bermotor yang tidak hanya mengatur kebijakan pengujian secara teknis yang diadopsi dari peraturan dari pusat, namun juga 93
2.
3.
4.
5.
6.
menetapkan sanksi bagi pemilik kendaraan yang melanggar kebijakan pengujian. selain itu juga peninjauan kembali Keputusan Bupati Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 menyangkut tarif retribusi pengujian kendaraan bermotor perlu segera dilakukan percepatan sehingga tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Sosialisasikan dengan baik kebijakan pengujian kendaraan bermotor, termasuk tugas dan fungsi Dinas sebagai implementator kepada seluruh stakeholder di Kabupaten Aceh Utara. Adanya upaya peningkatan kualitas implementasi kebijakan dengan menempatkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidangnya, melakukan pembinaan dan pelatihan para penguji agar memiliki kompetensi layak sebagai penguji, serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Perlu adanya persamaan persepsi antara Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan beserta Pemerintah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Provinsi Aceh menyangkut kebijakan yang dimaksud dengan cara melakukan rapat koordinasi sehingga menimbulkan kesepahaman mengenai porsi tugas dan fungsinya berkaitan dengan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Hal ini penting untuk dilakukan agar terjadinya keselarasan dalam menjalankan kebijakan pengujian kendaraan bermotor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara juga seyogyanya dapat proaktif dalam membina pegawai pengujian dengan mengirimkan pegawai yang telah dipersiapkan untuk mengikuti pelatihan pengujian kendaraan bermotor sehingga memenuhi kuota minimal penguji yang tersertifikasi teknis. Penentuan standar teknis dalam melakukan pengujian kendaraan bermotor juga perlu ditentukan sesuai dengan kondisi daerah Kabupaten Aceh Utara yang dapat diterapkan, serta penyampaian petunjuk-petunjuk informasi dalam melakukan pengujian kendaraan bermotor harus dapat dengan mudah diakses oleh pemilik kendaraan bermotor yang melakukan pengujian 94
kendaraannya pada UPTD Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kabupaten Aceh Utara, jika diperlukan Dinas juga dapat merancang situs internet yang dapat menjadi alternatif dalam memberikan informasi berkaitan dengan kebijakan dimaksud kepada masyarakat. 7. Melakukan kajian atau evaluasi yang komprehensif dan partisipatif. Hal ini dilakukan untuk memperoleh fakta yang akurat dan saran tindak lanjut yang realistis serta membangun.
95
BIBLIOGRAFI Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik, Bandung: AIPI Puslit KP2W Lemlit UNPAD. Anderson, James A. 1978. Public Policy Making, New York: Holt Rineart & Wiston. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta. Creswell, John W. 1994. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. California: Sage Publication. Dunn, Wiliam N. 1999. Analisis Kebijakan Publik, Yogayakarta: Gadjah Mada University Press. Garna, Judistira K. 2009. Metode Penelitian: Kualitatif. Bandung: Primaco Grindle, Merilee. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World. New Jersey: Pricenton University Press. Islamy, Irfan. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Jones, Charles O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy), Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Laswell, H.D. & Abraham Kaplan. 1970. Power and Society, New Haven: Jale Univers. Milles, Mathew B & A. Michael Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis. California: Sage Publication Inc. Muhadjir, N. 2000. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rako Sarasin. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya 96
Nasution S.. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Nugroho, Riant. 2008. Public Policy, Jakarta: Elexmedia Komputindo. Polomo, Mrgret M. 2000. Sosiologi Kontemporer Penerjemah Yasogama, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rasyid, M. Ryaass. 1997, Makna Pemerintahan, Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, Jakarta: Yasif, Watampone. Siagian, Sondang P. 1997. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1982. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Subarsono, Ag. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Tachjan. 2008. Implementasi Kebijakan Publik, Bandung: AIPI Puslit KP2W Lemlit UNPAD Tangkilisan, H.N.S. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta: Lukman Offset. Wahab, Solihin Abdul. 2004. Analisa Kebijakan dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara, Jakarta: Bumi Aksara. Wibawa, Samodra. 1985. Kebijakan Publik: Proses dan Analisa, Jakarta: Intermedia. Widodo, Joki. 2001. Good Governance. Telaahan dari: Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi, Surabaya: Insan Cendekia. Winarno B. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses, Yogyakarta: Medpress. 97
Dokumen Aceh Utara Dalam Angka 2008 (Aceh Utara in Figures) 2008, Aceh Utara: BPS Kabupaten Aceh Utara. Akim, 2008. Tesis: Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Terhadap Efektifitas Kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor di Kota Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran. Heriyanto, Acmad D. 2008. Tesis: Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Penumpang Kendaraan Umum Oleh Dinas Perhubungan Dalam Hubungannya Dengan Keselamatan Penumpang di Kabupaten Jepara. Semarang: Universitas Diponegoro. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara 2010, BPS Kabupaten Aceh Utara. Nurdjanah, Nunuj. 2005. Tesis: Analisis Implementasi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor (Studi Kasus: Implementasi Pengujian Berkala di Kota Bandung). Bandung: Institut Teknologi Bandung Rusganda, Gagan. 2007. Tesis: Tanggapan Masyarakat Kabupaten Cianjur Terhadap Rencana Implementasi Kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor Pribadi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Sosialisasi Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor, 2010, Medan: Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Surat Kabar Harian Aceh, Nomor 1342 Tahun IV, Selasa 15 Maret 2011 halaman 5. http://www.acehutara.go.id
98
http://www.dephub.go.id/
http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=art icle&id=76%3ASeminar-Sehari-Penerapan-EURO-2Dalam-Rangka-Pengendalian-Emisi-KendaraanBermotor-diIndonesia&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=id http://id.wikipedia.org/wiki/Pengujian_kendaraan_bermotor
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. 1993. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan, Rumah-rumah, Bak Muatan dan Komponen-komponennya. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993 Tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 1993 tentang Perlengkapan Kendaraan Bermotor. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang untuk Kendaraan Bermotor yang Beroperasi di Jalan. 99
Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara. Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor : 026 Tahun 1997 tentang Retribusi dan Harga Pengganti Bahan Pengujian Kendaraan bermotor. Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 11 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Teknis Dinas Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Utara.
100
Tentang Penulis Bobby Rahman, S.Sos., M.Si, Laki-laki yang telah menikah dengan Ainun Zairina, SE ini lahir pada tanggal 3 September 1984 di Kota Lhokseumawe. Menyelesaikan pendidikan 1. SD S Muhammadiyah-6 (1996); 2. SLTP S Muhammadiyah-3 (1999); 3. SMUN 1 Sewon Yogyakarta (2002); 4. S1 Ilmu Administrasi Negara di FISIP UNIMAL (2007); 5 S2 Magister Administrasi Publik di Program Pascasarjana UNPAD (2011). Dosen pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNIMAL sejak 2008, pernah menjabat sebagai sekretaris jurusan ilmu administrasi negara (2009), Ketua Mutu Jurusan Ilmu Administrasi Negara (2013 – sekarang).
101