KEBIJAKAN POLITIK PARTAI DEMOKRAT SUMATERA UTARA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG (Analisis pada : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008)
SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Politik
Disusun Oleh :
ROLAN AHMADI NASUTION NIM : 030906072
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rolan Ahmadi Nasution : Kebijakan Politikpartai Demokrat Sumatera Utara Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis pada : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Penelitian ini mencoba untuk menguraikan fakta-fakta tentang kebijakan politik partai politik (partai Demokrat) di Sumatera Utara dalam Pilkada Langsung tahun 2008 di Sumatera Utara. Di dunia perpolitikan Indonesia partai Demokrat merupakan salah satu partai baru, dimana partai ini baru berpartisipasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2004. Partai Demokrat sebagai salah satu partai politik baru pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 muncul sebagai sebuah kekuatan politik baru, dimana partai Demokrat berhasil mendudukkan 57 anggotanya di DPR-RI. Bukan hanya keberhasilan merebut 57 kursi DPR-RI saja keberhasilan memenangkan calon yang diusung partai Demokrat menduduki kursi Presiden menjadi keberhasilan lainnya. Keberhasilan partai Demokrat ini tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan dari DPD, DPC dan DPAC seluruh Indonesia. Salah satunya adalah DPD partai Demokrat Sumatera Utara, dimana DPD partai Demokrat Sumatera Utara berhasil merebut 10 kursi DPRD Sumatera serta memenangkan beberapa Pilkada dibeberapa dearah Di Sumatera Utara. Keberhasilan partai Demokrat mulai dari pusat sampai pada daerah ini dapat terwujud dkarenakan arah kebijakan politik yang diambil oleh partai ini. Ada dua bentuk kebijakan yang diteliti yaitu, kebijakan penjaringan dan kebijakan koalisi. Dengan melihat arah kebijakan politik partai Demokrat, maka penelitian ini menjawab bagaimana kebijakan penjaringan partai politik itu ? bagaimana kebijakan koalisi partai itu ? dan siapa saja pihak yang terlibat dalam penjaringan dan pembentukan koalisi pada Pilkada Langsung 2008 di provinsi Sumatera Utara ?. Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori partai politik yang dikhususkan pada fungsinya sebagai rekrutmen politik dari Roy C. Macridis dan Miriam budiarjo. Untuk melihat secara lebih jelas tentang pengambilan keputusan dengan menggunakan pilihan reasional (rational choice) digunakan teori yang dikemukakan oleh David Easton, Ward, Calhoun, Leon Felkins dan Herbert A. Simon. Teori koalisi digunakan untuk melihat proses dan landasan dalam pembentukan koalisi yang dilakukan partai politik dipakai teori dari William Riker, Arend Lijphart dan studi yang dilakukan oleh Huan Wang. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode wawancara sebagai tekhnik utama pengumpulan data selain dokumen-dokumen yang ada, penelitian ini mengabdalkan analisis dari data wawancara dan dokumen-dokumen yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan. Belum mencukupinya DPD partai Demokrat Sumatera Utara untuk mencalonkan pasangan calon menyebabkan partai ini harus melakukan koalisi dan penjaringan. Dari ketiga indikator yang diteliti, didapat bahwa kebijakan mengenai penjarinagan masih terpolarisasi kepusat dan bahkan ada ditangan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua Dewan Pembina. Mengenai kebijakan koalisi yang dilakukan oleh DPD partai Demokrat dikarenakan tidak memenuhi syaratnya partai ini mengajukan pasangan calon, dalam pembentukannya ditemukan koalisi ini hanya didasarkan akan kepentingan untuk ikut dalam Pilkada dan cenderung koalisi mendesak dan tidak memilki landasan yang pasti. Tim 9 adalah sebuah kepanitiaan kecil yang dibentuk oleh partai Demokrat untuk melaksanakan penjaringan dan juga untuk membangun koalisi, akan tetapi Tim ini mengalami masalah koordinasi dan sinergisitas sesama anggotanya.
2
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………1 1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………………...7 1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...…9 1.4. Kerangka Teori………………………………………………………..….…...9 1.4.1.Partai Politik Fungsinya Sebagai Rekrutmen Politik…………………………………………….………………….….10 1.4.2. Rational Choice Dalam Pengambilan Keputusan………………………………………………………..……...14 1.4.3. Koalisi Politik…………………………………………………...……...19 1.5. Metode Penelitian………………………………………………………..…...23 1.5.1. Jenis Penelitian……….……………………………………….......…….23 1.5.2. Tekhnik Pengumpulan Data…………..………………………………………………………….24 1.5.3. Analisa Data………………………………………………………….....24 1.6. Sistematika Penulisan………………………………………………………...25
BAB II. DESKRIPSI PARTAI POLITIK DEMOKRAT 2.1. Latar Belakang Lahirnya Partai Politik Demokrat….…………………………………………..………………………26 2.2. Pengesahan Partai Politik Demokrat..………………………………………………………..…………...28 2.3. Platform Partai Politik Demokrat………………………………………...…………………………....29 2.3.1 Tujuan Partai Politik Demokrat………..………………………..………………………….......30 2.3.2. Garis Ideologi Partai Politik Demokrat……….…………………………………………….………….30 2.3.3. Visi Dan Misi Partai Politik Demokrat………………………………………………………………....31 3
2.3.4. Sifat Partai Politik Demokrat……..…………………………...…………………………....32 2.3.5. Dasar Dan Idealisme Partai Politik Demokrat………………………………………..…………..............….32 2.3.6. Wawasan Partai Politik Demokrat…………………………………….34 2.4. Agenda Nasional Partai Politik Demokrat…………………………………..35 2.5. Kebijakan Umum Partai Politik Demokrat………………………………….38 2.5.1. Mengembangkan, Memperkuat Dan Membina Partai……………………………………………………………………39 2.5.2. Sasaran Dan Pokok-Pokok Program…………………………………………………………….......40 2.6. Latar Belakang Dan Sejarah Pendirian DPD Partai Politik Demokrat Sumatera Utara………………………………………………………………………….46 2.6.1. Program Kerja DPD Partai Politik Demokrat Sumatera Utara……………47
BAB III. KEBIJAKAN POLITIK DPD PARTAI POLITIK DEMOKRAT SUMATERA UTARA PADA PILKADA GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR 2008. 3.1. Kondisi Internal DPD Partai Politik Demokrat Sumut Menjelang Penetapan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Pada Pilkada Sumut 2008………………………………….……………………………………,…50 3.2. Mekanisme Penetapan Calon………….…………………………………….59 3.3. Pembentukan panitia penjaringan dan penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur……………………………………...………………………….…...69 3.4. Koalisi Partai Pendukung Calon…………………………………….....…….79
BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan……………………………………………….……………...……92
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menata kembali tatanan demokrasi baik dalam kehidupan bernegaranya dan sistem ketatanegaraannya pasca reformasi. Reformasi yang meledak pada tahun 1999 sendiri menjadi tonggak awal bagi bangsa ini untuk menata kembali kehidupan berdemokrasinya. Salah satu tuntutan dari reformasi adalah desentralisasi. Dimana salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi adalah pemilihan kepala daerah langsung, atau yang lebih akrab disebut Pilkada.Dimana diatur juga dalam UU no. 22 tahun 2004 dan PP no. 05 tahun 2006. UU No.
32 tahun 2004
lahir
dari sebuah proses evaluasi atas
ketidaksempurnaan dari peraturan yang sudah ada yakni UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah 1. Undang-undang no. 32 tahun 2004 ini mengatur Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, artinya Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Jadi yang dimaksud Kepala Daerah adalah Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis 2. UU No.32 Tahun 2004 mengenai desentralisasi merupakan salah satu tuntutan dari demokrasi dan reformasi itu sendiri. Luasnya Indonesia secara teritory merupakan alasan lainnya diperlukan adanya pengaturan yang lebih lanjut mengenai pemerintahan daerah. Melalui UU ini juga lahirlah sebuah gagasan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung (pilkada). Dimana pilkada merupakan proses rekrutmen pejabat negara (kepala daerah) secara langsung. Selanjutnya PP No.
1
Daniel S. Salossa, Mekanisme persyaratan dan tata cara pilkada langsung menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Yogyakarta, Media Pressindo, 2005, Hlm 32 2 Ibid, Hlm 33
5
06 Tahun 2005 merupakan peraturan yang dicetuskan dalam melengkapi UU No. 32 Tahun 2004 terutama mengenai perekrutan pejabat negara di daerah 3. Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik di daerah adalah pemilu dan pilkada langsung. Pilkadasung merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut dalam menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau kepemimpinan daerah dalam periode tertentu. Pilkada adalah konsekuensi logis diberlakukannya otonomi daerah lewat UU No. 32 tahun 2004 4 Ketika Demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, pilkada langsung yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara atau daerah. Pemilu dan pilkada langsung memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pilkada merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Ciri utama dari Pilkada yang sekaligus merupakan keunggulan dari sistem Pilkada yang pernah Indonesia jalankan terletak pada pergeseran pola pemilihan, dari model elite vote menjadi model polpular vote 5 Perekrutan kepala daerah melalui sistem pemilihan kepala daerah langsung ini mulai bergulir pada juni 2005. Pilkada pada awal pemunculannya menimbulkan banyak keraguan akan sistem ini dapat dijalankan di indonesia atau tidak. Indonesia selain memiliki keragaman budaya juga memiliki perbedaan di masing-masing daerahnya mengenai kultur politik. Kultur politik yang terbangun lebih condong pada kultur budaya yang mendominasi di daerah tersebut. Selain secara faktor kultural, hal lain yang cukup diwaspadai adalah faktor yang sulit untuk dielakkan adalah perebutan kekuasaan antara partai politik. Moment pilkada dilihat sebagai arena ataupun ajang baru yang menarik bagi partai politik 3
PP No.06 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 4 Syamsul Hadi Thubany, Pilkada Bima, Yogyakarta, Nuansa Aksara, 2005, Hlm 6 5 Amirudin dan Ahmad Zaini Bisri, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek (Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, Hlm 25.
6
untuk menancapkan kukunya di daerah (kekuasaannya). Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan kepemimpinan daerah. Kajian mengenai partai poitik merupakan salah satu aspek penting demokrasi 6. Salah satunya adalah mengenai partisipasi rakyat. Ada dua hal mengenai partisipasi rakyat, yang pertama, partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan dan yang kedua, partisipasi rakyat dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan 7. Oleh karena itu kajian mengenai parpol akan terkait dengan studi mengenai pemiihan umum (Pemilu) 8. Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab 9. Partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada dalam negara modern. Pilkada yang merupakan moment pemilihan daerah dalam menentukan kepala daerah merupakan arena bertarung baru bagi partai politik yang ada. Tujuan awal partai politik untuk merebut kekuasaan menjadi landasan utama bagi munculnya pertarungan dli pilkada. Pada proses pilkada fungsi partai politik sebagai rekrutmen politik yang paling terdepan. Oleh karena itulah parpol masih dianggap sangat penting sebagai salah satu unsur yang berpengaruh di dalam pilkada. Partai politik sebagai sebuah pintu gerbang menuju proses pilkada memiliki fungsi untuk memberikan ataupun menawarkan calon pemimpin baru ke konstituen (pemilihnya). Penawaran akan sosok dan figur calon pemimpin yang dilakukan oleh
6
Maswadi Rauf, Jurnal Politika (Partai Politik Dan Sistem Kepartaian Di Indonesia Antara Kenyataan Dan Harapan), Jakarta, Akbar Tandjung Institute, 2006, Hlm. 7 7 Miriam Budiarjo (penyunting), Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai (Revisi), Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998, Hlm 10 8 Farchan Bulkin, Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1988, Hlm 194. 9 Ibid Hlm 16
7
partai politik merupakan kelanjutan dari fungsi rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik sendiri. Pada pilkada yang telah dilaksanakan di hampir seluruh daerah di Indonesia ternyata terdapat beberapa permasalahan, mulai dari konflik vertikal maupun yang horizontal10. Salah satunya adalah pencalonan yang dilakukan partai yang bukan berasal dari kader partainya sendiri. Masalah yang kedua yaitu partai yang tidak mencalonkan kader partainya sendiri atau sampai bahkan mencalonkan kader partai lainnya menjadi masalah yang menarik untuk dibahas. Partai politik merupakan sebuah organisasi yang memiliki visi dan misi yang sama dalam menduduki sistem kekuasaan sudah seharusnya juga menggunakan kadernya menjadi penguasa bukan dari non-kader atau kader partai lainnya 11. permasalahan ini terjadi di beberapa pilkada yang ada, dimana partai politik mencalonkan yang non-kadernya. Salah satu kasus partai politik yang mencalonkan/mengusung kader partai lain adalah pada pilkada sumut, yaitu partai demokrat yang mengusung kader partai lain. Pengusungan Abdul Wahab Dalimunthe dan Raden Syafi’i menimbulkan pertanyaan besar, dimana bila dilihat dari perolehan kursi yang ada di DPRD Sumut partai Demokrat yang memiliki kursi yang paling banyak (10 kursi), lalu PAN (8 kursi) dan PBR (5 kursi). Bila melihat dari peraturan pencalonan pasangan calon ( 15 % dari jumlah kursi yang ada di DPRD Sumut atau 15 % jumlah suara yang didapat pada pemlu legislatif) menjadi sebuah pertanyaan mengapa partai Demokrat tidak memiliki calon diantara pasangan calon yang diusung oleh koalisi (partai Demokrat, PAN dan PBR) tersebut. Status Abdul Wahab Dalimunthe yang masih sebagai dewan penasihat DPW GOLKAR Sumut juga menjadi sebuah pertanyaan mengapa koalisi ini
10
Moch. Nurhasim, Konflik Antar-Elit Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala Daerah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, Hlm 22. 11 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung : Filosofi, system dan problema penerapan di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, Hlm 21
8
mendukungnya. Disisi lainnya ada juga kader partai Demokrat yang maju untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada pilgubsu yaitu, R.E. Siahaan (ketua umum DPD Demokrat Pematang Siantar). Dilihat dari koalisi yang dibangun oleh partai Demokrat juga menjadi sebuah pertanyaan, ini dikarenakan kedua partai lainnya yang bergabung di koalisi ini cenderung lebih berbasis religius, serta merupakan koalisi yang dibangun dalam pemerintahan SBY-JK sekarang. koalisi yang mengusung calon ini juga menimbulkan pertanyaan mengapa mendukung Abdul Wahab Dalimunthe menjadi calonnya sedangkan jauh hari sebelumnya dari ketiga partai ini telah banyak nama yang berhembus, seperti Ibrahim Sakty Batubara, R.E. Siahaan, dan beberapa nama lainnya dan mengapa nama Raden Syafi’i yang akhirnya keluar. Dilihat dari urutan pendaftaran serta partai pengusung calon yang dilaksanakan di KPU Sumut terlihat juga sebuah kejanggalan dimana beberapa partai yang awalnya merupakan koalisi awal yang dibangun oleh DPW demokrat Sumut yaitu, partai Pelopor, partai Buruh dan PNBK ternyata menjadi partai pengusung R.E. Siahaan. Berikut adalah urutan pencalonan yang diterima KPU Sumut dan beserta data singkat keduanya 12, 1. Ali Umri-Maratua Simanjuntak (Partai Golkar) Keterangan, Sebelum menggandeng
Maratua Simanjuntak, Ali Umri sempat
diwacanakan
berpasangan dengan wakil sejumlah parpol, diantaranya dari PAN, PPP dan PBR. 2. RE Siahaan-H Suherdi 8 Partai (Partai Damai Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Persatuan Daerah, Partai Pelopor, Partai Buruh Sosial Demokrat, PNI Marhaenis dan PNBK).
12
www.kompas.com, jumat, 25 januari 2008.
9
Keterangan, Pasangan ini dideklarasikan beberapa bulan sebelumnya dan sempat digadang-gadang akan maju melalui Partai Demokrat. 3. Syamsul Arifin-Gatot Pudjonugroho (PPP, PKS, PBB, Patriot Pancasila, PKPB, PNUI). Keterangan, Berpasangan dengan Ketua DPW PKS, Syamsul Arifin adalah salah satu kader Partai Golkar yang dipaksa mundur dari pencalonan Partai Golkar dan berani menentang keputusan Rapim Golkar untuk tidak maju sebagai calon gubernur dari partai lain. Gatot merupakan Ketua DPW PKS Sumut. 4. Abdul Wahab Dalimunthe-Raden Syafii (PBR, Demokrat dan PAN) Keterangan, Ketua DPRD Sumut dan mantan Ketua DPD Golkar Sumut yang diancam pecat sebagai kader partai karena tetap ngotot maju ke Pilgubsu melalui partai lain. 5. Tri Tamtomo-Benny Pasaribu (PDI Perjuangan) Keterangan, Keduanya dipasangkan seusai rapat pleno (24/1) yang dipimpin Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta. Malam harinya sekitar pukul 19.30 WIB keduanya tiba di Medan untuk mendaftar ke KPU Sumut. 6. Kemudian satu pasang yang terakhir merupakan calon independen yaitu Pahala Napitupulu-Job Rahmad Purba Independen. Namun KPU menyatakan tidak akan memproses pasangan ini karena belum ada UU dan PP yang mengatur keikutsertaan calon yang tidak diusung parpol. Melalui gambaran serta pemaparan singkat mengenai fenomena diatas, maka penelitian ini lebih spesifik meneliti “Kebijakan Politik Partai Politik Demokrat DPW Sumut Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008”
10
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini memfokuskan masalah pada, Kondisi internal DPD partai Demokrat Sumut menjelang penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada Sumut 2008. Sudah 7 tahun partai Demokrat ikut dalam kancah politik nasional. Pasca dibentuk dan disyahkan oleh Departemen Kehakiman dan HAM pada tanggal 25 september 2001dan dideklarasikan pada tanggal 17 oktober 2002 partai Demokrat dinyatakan sebagai salah satu partai politik baru di negara ini. Pada tanggal 18-19 oktober 2002 partai Demokrat mengadakan Rakernas (rapat kerja nasional) untuk pertama kalinya yang diikuti seluruh DPD dan DPC se-Indonesia. DPD Sumatera Utara merupakan DPD kedua yang dibentuk oleh DPP dari DPD se-Indonesia lainnya. DPD partai Demokrat Sumut seperjalanannya mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan dan kini DPD partai Demokrat dipimpin oleh Palar nainggolan dan Rahmad P. Hasibuan sebagai ketua dan sekretaris DPD partai Demokrat Sumut. Periodesasi Palar Nainggolan keadaan DPD dinilai sehat. Keadaan DPD pra-Pilkada dinilai cukup stabil tidak ada gejolak yang cukup berarti, baik ditubuh kepengurusan maupun pada DPC sekawasan Sumatera Utara. Keadaan yang stabil ini didukung dengan keluarnya panduan materi pemantapan konsolidasi yang dikeluarkan oleh DPP sebagai bahan acuan untuk konsolidasi partai Demokrat secara keseluruhan. Panduan yang dikeljuarkan oleh DPD tersebut dianggap sangat membantu kinerja DPD maupun DPC secara keseluruhan, dimana juga sedikit membantu DPD untuk dapat mengkondisikan DPC sekawasan Sumatera Utara.
11
Mekanisme Penetapan Calon Sebagai sebuah partai politik Demokrat memiliki kewajiban untuk melakukan perekrutan serta tujuan untuk merebut post-post kekuasaan yang ada dan Pilkada adalah salah satunya. Kepentingan untuk merebut kekuasaan tersebut menjadi salah satu dasar bagi partai Demokrat untuk melakukan perekrutan. Perekrutan ini sendiri memiliki beberapa tahapan, mulai dari tahapan dengar pendapat kemudian penjaringan dan pengodokan nama lalu penetapan. Mekanisme penetapan calon pada partai Demokrat khusus untuk Pilkada Sumut 2008 sistemnya secara bottom up yang pada akhirnya cenderung elitlah yang menetapkannya. Pembentukan panitia penjaringan dan penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Partai Demokrat dalam melakukan penjaringan dan penetapn calon membentuk sebuah panitia (tim) untuk menjalankannya. Tim ini ditugaskan untuk melakukan penggodokan nama yang masuk dalam penjaringan yang dilakukan oleh DPD partai Demokrat Sumut. Penjaringan yang dilakukan oleh partai Demokrat sendiri dilakukan dengan penyebaran surat yang disebarkan ke semua DPC se-Sumatera Utara. Melalui hasil surat edaran inilah input yang digunakan oleh tim ini. Tim tersebut bernama tim 9 yang didalamnya terdapat unsur DPP dan DPD. Tim ini berfungsi untuk menelurkan sebuah rekomendasi yang akan dibahas kedepannya oleh DPP. Koalisi pendukung calon Partai Demokrat pada pilkada Sumut 2008 saat pencalonan diharuskan melakukan koalisi, ini dikarenakan partai Demokrat tidak dapat mencukupin aturan minimal pencalonan yaitu memenuhi syarat 15 % dari jumlah suara yang didapat pada pemilu legislative 2004 silam atau 15 % dari jumlah kursi yang ada di DPRD ( 13
12
kursi ). Aturan inilah yang menyebabkan partai Demokrat melakukan koalisi, dimana partai Demokrat hanya mencapai kurang lebih 11 % suara dan 10 kursi di DPRD Sumut. Koalisi ini sendiri berisikan partai Demokrat, PAN dan PBR, dimana jika dijumlahkan jumlah kursi ketiga partai ini sudah sangat mencukupi 15 % kursi di DPRD Sumut (dengan catatan Partai Demokrat 10 kursi, PAN 10 kursi dan PBR 5 Kursi ). Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini memfokuskan pertanyaan masalah, “ Bagaimana Kebijakan politik DPD partai Demokrat Sumut mengenai penjaringan dan koalisi pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2008 ? ” 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah, 1. Mengetahui proses dan tipologi rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai Demokrat Sumut pada Pilkada Sumut 2008. 2. Mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi proses rekrutmen politik partai Demokrat pada Pilkada Sumut 2008. 3. Menguraikan cara-cara ataupun model-model rekrutmen politik partai politik dalam sebuah moment Pilkada, khususnya partai Demokrat pada Pilkada Sumut 2008. 1.4. Kerangka Teori Untuk membahas permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka di kemukakan teori-teori yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang akan di teliti. Teori merupakan serangkaian konsep, pendefenisian yang proporsi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberi gambaran yang sistematis tentang suatu
13
fenomena pada umumnya 13. Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa teori adalah sebuah konsep sistematis yang mengandung sebuah pengertian. Penelitian ini mencoba menganalisis suatu kebijakan politik partai politik dalam pemilihan kepala daerah langsung, maka digunakan teori-teori Fungsi Rekrutmen Partai Politik, teori Rational Choice dalam Kebijakan Publik, teori Koalisi Politik. 1.4.1. Partai politik fungsinya sebagai rekrutmen politik Pembahasan mengenai partai politik merupakan sebuah keharusan dalam ilmu politik, terutama dalam pembahasan demokrasi. Dalam demokrasi, partai politik merupakan satu diantara sendi-sendi demokrasi lainnya. Dalam pengertian modern partai politik dapat didefenisikan sebagai suatu kelompok yang mengajukan caloncalon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah. Partai politik,merupakan institusi politik yang memiliki salah satu fungsi sebagai sarana rekrutmen politik, guna menghasilkan calon-calon pimpinan politik, untuk dipersiapkan menduduki jabatan legislatif dan eksekutif melalui pemilu. Melalui rekrutmen politik, juga akan menjamin kontinuitas partai politik, dan kelestarian partai politik. Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi elementernya. Menurut Ichlasul Amal, partai politik adalah suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah 14. Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif maupun
13
Masri Singarimbun & Sofyan Effendi, Metode penelitian suvey, LP3ES, Jakarta, 1997, Hlm 37 Roy C. Macridis, Teori-teori Mutakhir partai politik (editor :ichlasul amal), Tiara wacana, yogya, 1996, Hlm 21 14
14
politik 15 Rekrutmen politik yang merupakan salah satu fungsi elementernya tergambar dari fungsi partai politik menurut Miriam Budiardjo, Sebagai sarana Rekrutmen Politik. Dalam hal ini parpol berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment) 16. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Juga disuahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik untuk menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership). Proses rekrutmen politik ini sangat menentukan bagi kelangsungan aktivitas partai politik dan kualitas demokrasi. proses rekrutmen yang dilakukan partai politik menjadi titik permulaan yang harus dilakukan partai politik terutama dalam proses pengkaderan anggotanya maupun promosi elite politik baru. Rekrutmen politik adalah sebagai fungsi mengambil individu dalam masyarakat untuk dididik, dilatih sehingga memiliki keahlian dan peran khusus dalam sistem politik. Diharapkan dari proses rekrutmen ini individu yang dididik dan dilatih tersebut memiliki pengetahuan, nilai, harapan dan kepedulian politik yang berguna bagi konsolidasi demokrasi. Menurut Czudnowski rekrutmen politik didefenisikan sebagai suatu proses yang berhubungan dengan individu-individu atau kelompok individu yang dilantik dalam peran-peran politik 17 Salah satu kelemahan rekrutmen politik di Indonesia lebih bersifat momentum, dimana partai politik baru akan melakukan rekrutmen politik bilamana ada sebuah moment(pemilihan, bail pilkada maupun pemilu). Menyebabkan proses rekrutmen politik ini seakan terpisah dari aktifitas partai politik lainnya. Rekrutmen politik yang baik seharusnya dimulai dengan pendidikan politik yang dilakukan secara
15
Khoirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi (Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Hlm 99 16 Miriam budiarjo, Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991, Hlm 160 17 Loc.cit Hlm 101.
15
berkesinambungan oleh partai politik. Namun banyak partai politik tidak melakukannya karena berbagai kendala. Misalnya masalah keuangan yang memang menjadi masalah besar dalam perkembangan partai politik di Indonesia. Selain itu, tidak jelasnya ideologi partai politik berdampak pula pada visi, misi dan program yang partai politik tersebut. Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatanjabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut, merupakan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik berjalan secara efektif. Dalam proses rekrutmen politik, terdapat dua mekanisme yang biasanya ditempuh oleh pengurus partai politik, pada level provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, yakni ; Pertama, merekrut calon dari internal partai politik. Dalam mekanisme ini, partai politik mengakomodasi kader partai politik yang menjadi pengurus partai politik, untuk direkrut sebagai calon. Kedua, merekrut calon dari eksternal partai politik. Dalam mekanisme ini, partai politik mengakomodasi non kader partai politik, yang tidak menjadi pengurus partai politik untuk direkrut sebagai caleg 18.
18
www.burukab.go.id, selasa, 09 september 2008
16
Pada dasarnya rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik mencakup beberapa bentuk, seperti pengisian struktur partai, baik di tingkat nasional maupun lokal, pengisian lembaga eksekutif, dan legislatif. Analisis terhadap rekrutmen dilakukan dengan menggunakan teori rekrutmen yang berisi kajian terhadap sistem perundang-undangan, sistem kepartaian dan sistem pemilihan umum, Studi ini juga memakai analisis kekuasaan yang berlangsung dalam lingkungan para penjaga pintu (gate keepers), serta sistem dan struktur kepartaian. Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatanjabatan politik yang bersifat strategis 19. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut, merupakan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik berjalan secara efektif. Rekrutmen politik, di mana pun, memiliki pola yang serupa tapi tak sama. Sekurangnya, ada tiga pertimbangan dalam proses rekrutmen politik. Pertama, rekrutmen politik merupakan indikator yang sensitif dalam melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat politik. Kedua, pola-pola rekrutmen politik merefleksikan sekaligus mempengaruhi masyarakat. Ketiga, polapola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang penting untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik.
19
Loc.cit Hlm 79.
17
Dengan
tiga
pertimbangan
itu,
kajian
mengenai
rekrutmen
politik
mengharuskan melihat isu-isu krusial, seperti basis legitimasi politik, rute yang ditempuh ke arah kekuasaan, keterwakilan politik, hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik, dan akibat-akibat bagi masa depan politik. Salah satu perbedaan menonjol antara partai kader dan partai anak bangsa (catch all party) terletak pada sistem rekrutmen. Jika rekrutmen partai kader menggunakan sistem merit (ketat), rekrutmen partai anak bangsa lebih longgar. Dalam partai anak bangsa, seseorang bisa direkrut menjadi elit dengan syarat memiliki sumber daya, seperti popularitas dan modal, yang dapat menjadi magnet bagi pendukung. Kelemahan sistem rekrutmen yang terbuka mengabaikan kaderisasi. Rekrutmen yang terbuka juga menuntut kualitas seleksi dari parpol yang jauh lebih ketat terkait kriteria yang ditetapkan sebagai calon elit, seperti kesetiaan pada dasar negara dan ideologi bangsa, dedikasi dan kredibilitas, dan sebagainya. Persoalanpersoalan yang muncul dalam sebuah rekrutmen politik semuanya bermuara pada mekanisme rekrutmen tersebut. Teori ini digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis megenai pola rekrutmen partai Demokrat. 1.4.2. Rational choice dalam pengambilan keputusan Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu 20. Menurut David Easton kebijakan ialah keputusan yang diambil oleh pemerintah atau pemimpin kelompok/organisasi sebagai kekuasaan untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat atau anggota kelompoknya secara
20
Mirriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 12
18
keseluruhan 21. Suatu analisa kebijakan pada dasarnya merupakan proses kognitif sementara pembuatan kebijaksanaan bersifat politis 22. Dalam membuat dan menetapkan kebijakan ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yakni, •
Adanya tujuan, yakni adanya sebuah tuan yang ingin dicapai melalui usahausaha yang telah disepakati dengan bantuan faktor pendukung yang ada atau diperlukan.
•
Adanya rencana yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya.
•
Adanya program, yaitu cara yang telah disepakati dan mendapat persetujuan serta pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
•
Adanya keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyelesaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program yang sudah ada.
•
Adanya dampak, yakni pengaruh yang terjadi atau timbul dari suatu program dalam masyarakat 23. Dalam pembahasan mengenai kebijakan publik ada beberapa pendekatan yang
digunakan dalam membahasnya, dan salah satunya melalui pendekatan rational choice (pilihan rasional). Pendekatan rational choice dalam sebuah kebijakan publik ini biasanya digunakan dalam melihat sebuah produk kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah institusi pemerintah maupun publik (termasuk sebuah organisasi seperti partai politik). Model rasional adalah ‘rasional’ dalam pengertian bahwa model tersebut memberikan preskripsi berbagai prosedur pengambilan keputusan yang akan
21
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Siwa,Jakarta, 2004 hal, 20. William N. Dunn, Analisa Kebijakan Publik, Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 1999, Hlm 72. 23 Op. cit Hlm 21 22
19
menghasilkan pilihan cara yang paling efisien untuk mencapai tujuan kebijakan. Teori-teori rasionalis berakar dalam aliran-aliran pemikiran positifisme dan rasionalisme jaman pencerahan yang berusaha untuk mengembangkan pengetahuan yang ilmiah untuk meningkatkan kondisi hidup manusia. Ide-ide ini didasarkan pada keyakinan bahwa berbagai permasalahan sosial seharusnya diselesaikan melalui cara yang ‘ilmiah’ dan ‘rasional’, melalui pengumpulan segala informasi yang relevan dan berbagai alternatif solusi, dan kemudian memilih alternatif yang dianggap terbaik. Rational choice menurut Ward adalah dimana setiap individu memiliki kepentingan pribadi (self-interest) yang ini bersifat elastis 24. Kepentingan pribadi ini oleh Calhoun disebut sebagai sebuah metodologi individualisme yang akan menggerakkan dan membingkai berbagai fenomena sosial menjadi keyakinan dan tujuan setiap individu 25. Menurut teori ini sesungguhnya setiap individu memiliki kapasitas (kemampuan) rasional, waktu dan jarak emosional yang diperlukan untuk memutuskan tindakan terbaik meskipun dalam berbagai persoalan kompleks yang mereka hadapi. Asumsi ini, menurut Leon Felkins membawa dampak sebuah kondisi dilema ketika individu harus berhadapan dengan pertanyaan apakah pilihan individu tersebut juga merupakan pilihan terbaik bagi kelompok mereka 26. Dalam pengambilan kebijakan rational choice biasa digunakan oleh para pengambil keputusan untuk membuat sebuah produk kebijakan. Secara ideal pengambilan keputusan secara rational choice terdiri dari ‘seorang individu rasional’ yang menempuh aktifitas-aktifitas berikut ini secara berurutan, 1. Menentukan sebuah tujuan untuk memecahkan sebuah masalah. 2. Seluruh alternatif strategi untuk mencapai tujuan itu dieksplorasi dan didaftar.
24
(http://www.wedangjae.com/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=30), selasa, 14 januari 2003. 25 ibid, selasa, 14 januari 2003 26 ibid, selasa, 14 januari 2003
20
3. Segala konsekuensi yang signifikan untuk setiap alternatif diperkirakan dan kemungkinan munculnya setiap konsekuensi diperhitungkan. 4. Terakhir, strategi yang paling dekat dengan pemecahan masalah atau bisa memecahkan masalah dengan biaya paling rendah dipilih berdasarkan kalkulasi tersebut 27. Rational choice sebagai sebuah tindakan yang berdasarkan atas sebuah kalkulasi (untung-rugi), merupakan unsure yang penting dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang nantinya akan menjadi sebuah produk kebijakan sebuah organisasi. Individualisme yang tampak jelas dalam sebuah rational choice menunjukkan betapa dalam setiap tindakan yang diambil oleh pengambil keputusan didasarkan pada pilihan-pilihan rasional, dan kemudian pilihan yang dibuat merupakan hasil dari semua informasi-informasi yang diterima oleh pengambil keputusan tersebut. Terdapatnya sebuah mekanisme/pertimbangan untung rugi menjadikan rational choice dominan dalam aplikasinya. Kelebihan rational choice dalam menentukan arah pengambilan kebijakan berdasarka informasi yang ada inilah yang menjadi kelebihan dari teori ini. Pengunaan nalar pikiran serta realitas yang ada merupakan nilai lebih dari teori ini. Pada teori rational choice informasi merupakan landasan awal dalam menetapkan sebuah produk kebijakan. Informasi yang merupakan sebuah landasan awal bagi pengunaan teori ini juga yang akan menjadikan sebuah kebijakan akan baik atau buruk. Sebuah kebijakan akan dianggap baik bila dalam pengodokannya informasi yang di dapat merata dan akan buruk apabila kebalikannya, informasi yang didapat tidak merata. Persoalan ini merupakan salah satu kelemahan dari teori ini dimana terlalu tergantung pada 27
Diadaptasi Dari Michael Carley, Rational Techniques In Policy Analysis. London Heinemann, 1980, Hlm 11.
21
informasi yang masuk, Sehingga terkadang akan menyebabkan adanya multi tafsir dalam memahaminya. Perbedaan pemahaman ini dikarenakan adanya perbedaan rationalitas yang terjadi dalam kenyataan antara satu orang dengan orang lainnya. Keterbatasan teori ini dalam menjelaskan action seseorang menjadi kelemahan lainnya, dimana tidak semua perbuatan maupun tingkah laku dapat dijelaskan dengan rasionalitas. Lalu, falsafah ultilitiarianisme (kegunaan atau nilai guna) yang menjadi dasar dari teori ini yang cenderung kapitalistik (untung-rugi) dalam melihat sesuatu hal menjadi kelemahan lainnya. pengambilan keputusan seperti ini hanya akan memberikan hasil maksimal jika seluruh alternatif yang mungkin dan biaya dari setiap alternatif dipertimbangkan sebelum sebuah keputusan diambil. bahwa ada beberapa hambatan yang tidak memungkinkan para pengambil keputusan untuk mencapai rasionalitas yang murni dan komprehensif dalam keputusan-keputusan
mereka. 28
Pertama,
ada
batasan-batasan kognitif pada
kemampuan pengambil keputusan untuk mempertimbangkan seluruh opsi yang ada, sehingga mereka terpaksa bertindak selektif dalam mempertimbangkan alternatifalternatif tersebut. Jika demikian, maka nampaknya mereka memilih di antara opsi yang ada berdasarkan landasan ideologi atau politik, atau malah secara acak, tanpa merujuk dampak dari pilihan mereka terhadap efisiensi. Kedua, model ini mengasumsikan bahwa adalah mungkin bagi para pengambil keputusan untuk mengetahui konsekuensi dari setiap keputusan yang mereka ambil, yang dalam kenyataannya kasus seperti ini sangat jarang terjadi. Ketiga, setiap opsi kebijakan diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik yang bersifat positif maupun negative, yang menjadikan upaya komparasi berbagai konsekuensi tersebut menjadi sulit untuk dilakukan. Karena opsi yang sama bisa jadi efisien atau tidak-efisien tergantung dari 28
Herbert A. Simon, ‘A Behavioral Model Of Rational Choice’, Quarterly Journal Of Economics 69, 1, 1955: 99-118; Herbert A. Simon, Models Of Man, Social And Rational: Mathematical Essays On Rational Human Behavior In A Social Setting. New York: Wiley, 1957.
22
situasinya, maka tidaklah mungkin bagi pengambil keputusan untuk sampai pada kesimpulan mutlak tentang alternatif mana yang lebih baik daripada alternatif lain. Penilaian Simon terhadap model rasional menyimpulkan bahwa berbagai keputusan publik pada prakteknya tidak memaksimalkan manfaat di atas beban, tetapi hanya cenderung untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh para pengambil keputusan untuk diri mereka sendiri dalam masalah yang sedang menjadi perhatian. Teori ini digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis kebijakan yang diambil oleh DPD partai Demokrat Sumut. 1.4.3. Teori Koalisi Politik Teori koalisi partai telah lama berkembang di negara-negara eropa khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, koalisi adalah suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable) 29. Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal. Tidak satu pun koalisi yang digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable). Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan. Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalan bila dibangun diatas landasan pemikiran yang realistis dan layak 30. Menurut studi Huan Wang (2005) peneliti dari New York University, di dalam masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor – baik berupa kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu – untuk bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya 29 30
Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan militerisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, Hlm 22. Ibid Hlm 22.
23
jika terdapat tiga aktor atau lebih. Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut sebagai koalisi 31. Melihat dari hasil penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada(elit-elit kedua organisasi yang ada). Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Dalam teori, koalisi partai hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menentukan arah koalisi ini menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen). Menurut William Riker dalam bukunya The Theory of Political Coalition (1962), koalisi politik dimaknai sebagai, “[…] three-or-more-person game, the main activity of the players is to select not only strategies, but partners. Partners once they become such, then select a strategy” 32. Pada saat para rekanan (partner) ini bergabung, dan bekerjasama hanya dengan sejumlah aktor lain, dan bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya di luar mereka, setiap koalisi pada dasarnya mencari pengaruh langsung di antara aktor-aktor tanpa adanya mediasi yang berbentuk material oleh karenanya bersifat politis. Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi politik tidak
31
http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, 07 juli 2007 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, 07 juli 2007. Lihat juga the theory of political coalition (1962) 32
24
didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (mis. uang) melainkan tujuantujuan yang bersifat politis. tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan koalisi politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi ”permanen” yang tidak oportunistis akan semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana koalisi permanen Yaitu koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontrak politik untuk mepertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan. Koalisi permanen ini memang tidak bisa dibentuk dengan sembarangan. Mengacu pada teori Arend Lijphart 33, setidaknya terdapat empat teori koalisi yang bisa diterapkan di Indonesia. Pertama, minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya adalah maksimalisasi kekuasaan. Prinsip dasar dari koalisi ini adalah memaksimalkan kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua, minimum size coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining 33
http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080915264/Koalisi-untuk-Pemerintahan-yangKuat.html, kamis, 11 september 2008. lihat juga pada Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan militerisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, Hlm 23.
25
proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit untuk memudahkan proses negosiasi. Dasar dari teori ini adalah memudahkan proses tawar-mnawar dan negosiasi karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit. Keempat, minimal range coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet. Dasar dari teori ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis. Kelima, minimal connected winning coalition, dimana dasar berpijak teori ini adalah bahwa partaipartai berkoalisi karena masing-masing memiliki kedekatan dalam orientasi kebijakannya 34. Untuk memahami pola-pola koalisi yang mungkin terbentuk maka partaipartai disusun dalam spektrum ideologi sebagai berikut, KIRI A (21)
KANAN B (12)
C (33)
D (26)
E (8)
TOTAL = 100
Huruf A sampai E menunjukkan partai politik yang disusun berdasarkan kecenderungan ideologi. Sedangkan angka-angka yang dalam tanda kurung adalah persentasi perolehan kursi di parlemen. Partai A berada pada spektrum ideologi kiri, sedangkan E berada pada spektrum ideologi kanan, sementara partai C adalah partai dengan ideologi tengah. Sebagaimana pada spektrum ideologi eropa, maka disebelah kiri C adalah partai-partai Nasionalis-Sekuler, sedangkan pada sebelah kanan C terletak partai-partai Nasionalis-Religius, demikian juga semakin kekiri akan semakin Sekuler dan Radikal 35. Dalam teori politik, koalisi adalah peranti paling efektif meraih kekuasaan. Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh 34 35
Loc.cit Hlm 25-27 Loc.cit Hlm 23.
26
partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan memperkuat oposisi bagi partai-partai yang duduk di parlemen namun tidak ikut memerintah. Dalam sistem presidensial sebagai pesan dari UUD 1945, eksekutif dan legislatif adalah dua lembaga terpisah yang tidak bisa saling menjatuhkan satu sama lain. Koalisi tak terelakkan karena sistem politik multipartai melahirkan aroma sistem parlementer. Koalisi antarparpol dengan demikian menjadi semacam motor penggerak bagi terpilihnya kandidat pemimpin. koalisi hanya dimaknai sebatas instrumen merebut kekuasaan. Cairnya koalisi yang diperagakan oleh parpol saat ini menunjukkan hilangnya demarkasi ideologis dan visi yang ditukarkan dengan mata uang kepentingan. Padahal, secara ideal, koalisi dapat berjalan efektif manakala terjadi titik temu di level paradigmatik, yaitu ideologi, visi-misi, kultur, dan corak kebangsaannya. Teori ini digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisi kebijakan koalisi dan pelaksanaan serta implikasinya. 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya 36. Metode deskriptif memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya. Karena itu dalam metode deskriptif peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa 37. Tujuan penelitian deskriftif ini adalah membuat, menggambarkan,
36 37
Hadari Nawawi, Penelitian Terapan,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal. 73 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989, hal 4
27
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut 38 1.5.2. Tekhnik Pengumpulan Data Data terbagi dua, yakni: 1. Data Primer Untuk mengumpulkan data primer, penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa Dewan Pengurus Wilayah Partai Demokrat Sumatera Utara yang memiliki kompetensi dalam menjelaskan proses pengambilan kebijakan terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008. Adapun beberapa narasumber yang akan diwawancarain adalah, •
Rahmat P. Hasibuan (sekretaris DPD partai Demokrat Sumut / anggota Tim 9)
•
Farianda Putra Sinik (wakil ketua DPD partai Demokrat Sumut / anggota Tim 9)
•
Setiawan G. Sirait (ketua Bapillu DPD partai Demokrat Sumut).
2. Data Sekunder Untuk mengumpulkan data sekunder, penulis akan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) antara lain dengan mengumpulkan data dari bukubuku, literatur, dokumen-dokumen dan berbagai sumber lain yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan. 1.5.3. Analisa Data Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis analisa data deskriptif (dimana hanya menggambarkan) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu menguraikan tulisan dalam bentuk uraian yang
38
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, 2001, Hlm 48.
28
bukan dalam angka-angka. Data deskriptif ini dapat berupa ucapan atau tulisan dan prilaku yang diamati orang-orang. 39 1.6. Sistematika penulisan Sitematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut, BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori,metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : PROFIL PARTAI DEMOKRAT WILAYAH SUMATERA UTARA Bab ini berisikan latar belakang berdirinya atau sejarah dan profile dari Partai Demorat Wilayah Sumatera Utara. BAB III : Kebijakan Politik Partai Politik Demokrat DPW Sumut Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008 Bab ini berisikan mengenai analisis kebijakan penjaringan dan koalisi berdasarkan dari data primer maupun sekunder yang telah dikumpulkan. BAB IV : KESIMPULAN Bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil yang didapat dari penelitian ini, serta saran yang didapat dari penelitian ini sebagai rekomendasi ke depan.
39
Arief Fuchan, Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional, 1992, hal. 21
29
BAB II DESKRIPSI PARTAI POLITIK DEMOKRAT
2.1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA PARTAI POLITIK DEMOKRAT Partai Demokrat didirikan atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono yang terilhami oleh kekalahan Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan Calon wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001. Dari perolehan suara dalam pemilihan cawapres dan hasil pooling publik yang menunjukkan popularitas yang ada pada diri Susilo Bambang Yudhoyono (selanjutnya disebut SBY), beberapa orang terpanggil nuraninya untuk memikirkan bagaimana sosok SBY bisa dibawa menjadi Pemimpin Bangsa dan bukan direncanakan untuk menjadi Wakil Presiden RI tetapi menjadi Presiden RI untuk masa mendatang. Hasilnya adalah beberapa orang diantaranya saudara Vence Rumangkang menyatakan dukungannya untuk mengusung SBY ke kursi Presiden, dan agar cita-cita tersebut bisa terlaksana, jalan satu-satunya adalah mendirikan partai politik. Perumusan konsep dasar dan platform partai sebagaimana yang diinginkan SBY dilakukan oleh Tim Krisna Bambu Apus dan selanjutnya teknis administrasi dirampungkan oleh Tim yang dipimpin oleh saudara Vence Rumangkang. Ada terdapat beberapa diskusi-diskusi tentang perlunya berdiri sebuah partai untuk mempromosikan SBY menjadi Presiden, antara lain : Pada tanggal 12 Agustus 2001 pukul 17.00 diadakan rapat yang dipimpin langsung oleh SBY di apartemen Hilton. Rapat tersebut membentuk tim pelaksana yang mengadakan pertemuan secara marathon setiap hari. Tim itu terdiri dari : (1). Vence Rumangkang, (2). Drs. A. Yani
30
Wahid (Alm), (3). Achmad Kurnia, (4). Adhiyaksa Dault, SH, (5).Baharuddin Tonti, (6). Shirato Syafei. Di lingkungan kantor Menkopolkam pun diadakan diskusi-diskusi untuk pendirian sebuah partai bagi kendaraan politik SBY dipimpin oleh Drs. A. Yani Wachid (Almarhum). Pada tanggal 19 Agustus 2001, dimana SBY memimpin langsung pertemuan yang merupakan cikal bakal pendirian dari Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, saudara Vence Rumangkang menyatakan bahwa rencana pendirian partai akan tetap dilaksanakan dan hasilnya akan dilaporkan kepada SBY. Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 2001, saudara Vence Rumangkang yang dibantu oleh saudara Drs. Sutan Bhatoegana berupaya mengumpulkan orang-orang untuk merealisasikan pembentukan sebuah partai politik. Pada akhimya, terbentuklah Tim 9 yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang yang bertugas untuk mematangkan konsep-konsep pendirian sebuah partai politik yakni: (1) Vence Rumangkang; (2) Dr. Ahmad Mubarok, MA.; (3) Drs. A. Yani Wachid (almarhum); (4) Prof. Dr. Subur Budhisantoso; (5) Prof. Dr. Irzan Tanjung; (6) RMH. Heroe Syswanto Ns.; (7) Prof. Dr. RF. Saragjh, SH., MH.; (8) Prof. Dardji Darmodihardjo; (9) Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas; dan (10) Prof. Dr. T Rusli Ramli, MS. Disamping nama- nama tersebut, ada juga beberapa orang yang sekali atau dua kali ikut berdiskusi. Diskusi Finalisasi konsep partai dipimpin oleh Bapak SBY. Untuk menjadi sebuah Partai yang disahkan oleh Undang- Undang Kepartaian dibutuhkan minimal 50 (limapuluh) orang sebagai pendirinya, tetapi muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi saja menjadi 99 (sembilanpuluh sembilan) orang agar ada sambungan makna dengan SBY sebagai penggagas, dimana SBY lahir tanggal 9 bulan 9.
31
Pada tanggal 9 September 2001, bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan dihadapan Notaris Aswendi Kamuli, SH., 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri Partai Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat. 53 (lima puluh tiga) orang selebihnya tidak hadir tetapi
memberikan
surat
kuasa
kepada
saudara
Vence
Rumangkang.
Kepengurusanpun disusun dan disepakati bahwa Kriteria Calon Ketua Umum adalah Putra Indonesia asli, kelahiran Jawa dan beragama Islam, sedangkan Calon Sekretaris Jenderal adalah dari luar pulau jawa dan beragama Kristen. Setelah diadakan penelitian, maka saudara Vence Rumangkang meminta saudara Prof. Dr. Subur Budhisantoso sebagai Pejabat Ketua Umum dan saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal sementara Bendahara Umum dijabat oleh saudara Vence Rumangkang. Pada malam harinya pukul 20.30, saudara Vence Rumangkang melaporkan segala sesuatu mengenai pembentukan Partai kepada SBY di kediaman beliau yang saat itu sedang merayakan hari ulang tahun ke 52 selaku koordinator penggagas, pencetus dan Pendiri Partai Demokrat. Dalam laporannya, saudara Vence melaporkan bahwa Partai Demokrat akan didaftarkan kepada Departemen Kehakiman dan HAM pada esok hari yakni pada tanggal 10 September 2001. 2.2. PENGESAHAN PARTAI POLITIK DEMOKRAT Pada tanggal 10 September 2001 jam 10.00 WIB Partai Demokrat didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI oleh saudara Vence Rumangkang, saudara Prof. Dr. Subur Budhisantoso, saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung, saudara Drs. Sutan Bhatogana MBA, saudara Prof. Dr. Rusli Ramli dan saudara Prof. Dr. RF. Saragih, SH, MH dan diterima oleh Ka SUBDIT Pendaftaran Departemen Kehakiman dan
32
HAM. Kemudian pada tanggal 25 September 2001 terbitlah Surat Keputusan Menkeh & HAM Nomor M.MU.06.08.-138 tentang pendaftaran dan pengesahan Partai Demokrat. Dengan Surat Keputusan tersebut Partai Demokrat telah resmi menjadi salah satu partai politik di Indonesia dan pada tanggal 9 Oktober 2001 Departemen Kehakiman dan HAM RI mengeluarkan Lembaran Berita Negara Nomor : 81 Tahun 2001 Tentang Pengesahan. Partai Demokrat dan Lambang Partai Demokrat. Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan dan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertama pada tanggal 18-19 Oktober 2002 di Hotel Indonesia yang dihadiri Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) seluruh Indonesia. Sejalan dengan deklarasi berdirinya Partai Demokrat, sebagai perangkat organisasi dibuatlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Sebagai langkah awal maka pada tahun 2001 diterbitkan AD/ART yang pertama sebagai peraturan sementara organisasi. Pada tahun. 2003 diadakan koreksi dan revisi sekaligus didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI sebagai Persyaratan berdirinya Partai Demokrat. Sejak pendaftaran tersebut, AD/ART Partai Demokrat sudah bersifat tetap dan mengikat hingga ada perubahan oleh forum Kongres ini. 2.3. PLATFORM PARTAI POLITIK DEMOKRAT Platform partai Demokrat merupakan landasan berpijak untuk mengetahui dari mana dan mau kemana arah perjuangan dari partai Demokrat. Pada platform partai Demokrat ini terdapat beberapa hal yang menjadi landasan berpijak partai Demokrat yaitu,
33
2.3.1 TUJUAN PARTAI POLITIK DEMOKRAT Adapun tujuan dari partai Demokrat secara umum adalah, -. Tegak, aman dan utuhnya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). -. Terwujudnya cita-cita bangsa sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) -. Terbagunnya masyarakat berwawasan nasionalis, pluralisme dan humanisme. -. Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk terwujudnya pemerintahan yang bersih, sederhana dan mengabdi. 2.3.2. GARIS IDEOLOGI PARTAI POLITIK DEMOKRAT Partai Demokrat menganut paham nasionalis-religius. Nasionalis-relidgius yang dimaksud oleh partai Demokrat dalam aertian bahwa secara horizontal pusat perhatian partai Demokrat adalah pada memperthankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta memupuk kecintaan kepada bangsa dan negara. Secara vertical
adalah membangun manusia, masyarakat dan bangsa Indonesia yang
dilandasi dengan semangat keagamaan, yakni beriman kepada tuhan sang pencipta dan menyebarluaskan kasih saying tuhan dimuka bumi. 2.3.3. VISI DAN MISI PARTAI POLITIK DEMOKRAT Adapun visi partai politik demokrat adalah, “partai demokrat bersama masyarakat luas berperan mewujudkan keinginan luhur rakyat Indonesia agar mencapai pencerahan dalam kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, menjunjung tinggi semangat Nasionalisme, Humanisme dan Internasionalisme, atas dasar ketakwaan kepada Tuhan yang maha Esa dalam tatanan dunia baru yang damai, demokratis dan sejahtera.”
34
Adapun misi partai politik democrat secara umum adalah, 1. Memberikan garis yang jelas agar partai berfungsi secara optimal dengan peranan yang signifikan di dalam seluruh proses pembangunan Indonesia baru yang dijiwai oleh semangat reformasi serta pembaharuan dalam semua bidang kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kedalam formasi semula sebagaimana telah diikrarkan oleh para pejuang, pendiri pencetus Proklamasi kemerdekaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan titik berat kepada upaya mewujudkan perdamaian, demokrasi (Kedaulatan rakyat) dan kesejahteraaan. 2. Meneruskan perjuangan bangsa dengan semangat kebangsaan baru dalam melanjutkan dan merevisi strategi pembangunan Nasional sebagai tumpuan sejarah bahwa kehadiran partai Demokrat adalah melanjutkan perjuangan generasi-generasi sebelumnya yang telah aktif sepanjang sejarah perjuangan bangsa
Indonesia,
sejak
melawan
penjajah
merebut
Kemerdekaan,
merumuskan Pancasila dan UUD 1945, mengisi kemerdekaan secara berkesinambungan hingga memasuki era reformasi. 3. Memperjuangkan tegaknya persamaan hak dan kewajiban Warga negara tanpa membedakan ras, agama, suku dan golongan dalam rangka menciptakan masyarakat sipil (civil society) yang kuat, otonomi daerah yang luas serta terwujudnya representasi kedaulatan rakyat pada struktur lebaga perwakilan dan permusyawaratan. Sedangkan misi partai Demokrat secara khusus adalah, 1. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas. 2. Mewujudkan kehidupan bangsa yang nasionalis-religius.
35
3. Menciptakan lingkungan politik yang dinamis, demokratis, aman dan damai. 4. Menciptakan suasana kehidupan masyarakat Indonesia dalam bingkai NKRI. 5. Membangun pemerintahan “Good Government” 6. Menciptakan ekonomi makro yang kondusif. 7. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan bahagia. 8. Melindungi gender dan lingkingan hidup. 9. Menaikkan harkat bangsa dan negara republik Indonesia 10. Memantapkan peran partai Demokrat dalam rangka pengabdian masyarakat dan perwujudan Demokrasi Pancasila. 2.3.4. SIFAT PARTAI POLITIK DEMOKRAT Sebagai wujud dari semangat nasionalisme, keanggotaan partai Demokrat terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Setiap warga negara Indonesia yang memiliki komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan memiliki komitmen untuk membangun masa depan bangsa berhak memperoleh perhatian dari partai dan berhak untuk bergabung di dalam wadah perjuangan partai Demokrat. 2.3.5. DASAR DAN IDEALISME PARTAI POLITIK DEMOKRAT Partai Demokrat meyakini kebenaran Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa. Dinamika sejarah Indonesia membuktikan bahwa ideology Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan kekuatan bangsa setiap kali terjadi krisis diintegrasi bangsa. Sebagai ideology terbuka Pancasila bias diperkaya dengan konsep budaya modern, budaya global dan nilai-nilai universal. Sesuai dengan tuntutan zaman ditengah dunia global, maka Demokrasi, kesejahteraan dan keamanan merupakan tiga hal yang secara sinergis harus selalu diperjuangkan. Ketiga hal tersebut menjadi trilogy perjuangan partai Demokrat.
36
Dalam pandangan partai Demokrat demokrasi merupakan paham tentang kerakyatan, paham mengenai pemerintahan yang berazaskan kerakyatan serta paham mengenai kekuasaan yang dibentuk atas azas keinginan rakyat. Sedangkan, Demokrat adalah penganut dari Demokrasi itu sendiri serta orang yang berfikir, bersikap dan bertindak dengan azas Demokrasi. Pada hakikatnya perjuangan Demokrasi adalah upaya sebesar-besarnya menghargai aspirasi rakyat yang dengan itu mereka memperoleh peluang yang luas untuk menyalurkan aspirasi dan berkontribusi serta selanjutnya memperoleh jaminan untuk menikmati hasil perjuangan secara profesional. Demokrasi bukan merupakan tujuan dari perjuangan, akan tetapi merupakan alat dan cara berjuang. Pikiran-pikiran dan tindakan otoriter, kesewenang-wenangan dan pemaksaan hak-hak warga negara harus dihentikan, karena setiap warga negara Indonesia merupakan manusia yang bebas untuk mengemukakan pendapat, sepanjang dalam batas koridor dan karena negara kita adalah negara yang berdaulat ( dalam artian kedaulatan berada di tangan rakyat). Keamanan adalah suatu kondisi ataupun perasaan yang terbebas dari ancaman, tekanan dan gangguan dari luar maupun dari dalam terhadap fisik maupun mental. Keamanan merupakan image yang timbul di dalam hati dan pikiran seseorang. Rasa aman akan tumbuh di hati dan pikiran kita apabila aturan yang dipedomani dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tertata dan terlaksana dengan baik. Pada umumnya rasa aman akan lahir apabila terapan hokum dan Undang-undang dalam sebuah negara dilaksanakan secara obyektif, setara tanpa melihat perbedaan golongan dan ras. Keamanan yang hakiki adalah keamanan yang dibangun oleh rakyat dan untuk rakyat. Inilah makna keamanan yang menjadi tujuan partai Demokrat, keamanan yang
37
lahir dari hati nurani rakyat, bukan keamanan yang diprakarsai oleh penegak hukum dan penguasa. Misalnya, apabila Indonesia berada pada situasi yang terkesan “aman” akan tetapi terasa “mencekam”. Ini bukanlah keamanan yang hakiki, melainkan keamanan
represif
yang
dikendalikan
dan
dikontrol
sepenuhnya
oleh
pemerintah/penguasa. Sebuah hal yang ironis bila orang sampai jujur justru merasa terancam, korban kejahatan, merasa terintimidasi dan tercekam oleh ketidakpastian hukum. Kesejahteraan adalah suatu keadaan yang tenteram baik secara lahir dan batin didalam hati dan pikiran manusia. Kesejahteraan lahir dan rasa nyaman secara umum adalah dimana setiap orang dapat memenuhi kebutuhan lahiriyah dari berbagai aspek kehidupan seperti kebutuhan ekonomi, kesehatan, sandang, pangan dan lain sebagainya. Kesejahteraan batin adalah suatu keadaan dimana setiap orang mendapat kepuasan hati dalam menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa tekanan serta terpenuhi hak-haknya dalam membangun hubungan moral secara manusiawi maupun hubungan spiritual, sebagaimana ajaran agama yang dianutnya. 2.3.6. WAWASAN PARTAI POLITIK DEMOKRAT Secara garis ideology yang telah ditetapkan partai Demokrat yaitu nasionalisreligius, maka ideology ini dapat dijabarkan dalam wawasan nasionalisme, pluralisme dan humanisme. Adapun penjelasan mengenai ketiga penjabaran dari garis ideology partai Demokrat adalah sebagai berikut,
Nasionalisme : Partai Demokrat
menempatkan kepentingan individu,
kelompok dan golongan akan dikalahkan jika mengancam kepentingan nasional bangsa Indonesia. Nasionalisme yang dianut partai Demokrat bukanlah
nasionalisme
chauvinisme
yang
memungkinkan
terjadinya
penindasan suatu bangsa oleh bangsa lain, tetapi nasionalisme yang didasari
38
oleh penghayatan keagamaan, saling menyayangi sesama manusia dan bahkan kepada semua ciptaan tuhan.
Pluralisme
: Sudah menjadi kenyataan sejarah bahwa bangsa Indonesia
terdiri dari beragam suku, ras, agama dan budaya. Keragaman yang dimiliki Indonesia ini telah melahirkan solidaritas nasional untuk menghadapi penjajahan hingga melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Manajemen keragaman ini dimungkinkan karena adanya semangat Bhineka Tunggal Ika, yakni meski adanya identitas yang berbeda-beda tetapi pada hakikatnya adalah satu kesatuan, yaitu kesatuan bangsa Indonesia. Tugas mengelola keragaman bukan dengan menyeragamkan yang beragam, tetapi menyatukan visi dari kekuatan yang beragam.
Humanisme
: Manusia berkewajiban memelihara kemuliaan dirinya. Wujud
perjuangan kemuliaan diri manusia adalah perlindungan hak-hak asasi manusia. Agama mengajarkan perlindungan manusia untuk memperoleh hakhaknya yakni perlindungan jati diri dari kesucian nasabnya (keturunannya). Ajaran inilah yang menjelma menjadi HAM dalam kebudayaan modern. Partai Demokrat mengakui dan menghormati adanya berbagai solidaritas keagamaan, solidaritas nasional dan solidaritas kemanusiaan. Bangsa Indonesia menentang penjajahan dan penindasan atas hak asasi manusia yang terjadi dibelahan dunia manapun sebagai wujud solidaritas kemanusiaan (Humanisme). 2.4. AGENDA NASIONAL PARTAI POLITIK DEMOKRAT Krisi terakhir yang menimpa bangsa Indonesia telahmemberi pelajaran bahwa penyimpangan dari garis cita-cita nasioal telah berakibat pada runtuhnya sendi-sendi bangsa yang berwujud pada krisis kepemimpinan, krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial dan bahkan krisis budaya. Dibutuhkan analisa yag tepat dan skala prioritas yang
39
tepat dalam menegakkan kembali sendi-sendi Negara dan bangsa. Agenda nasional yang diperjuangkan partai Demokrat adalah 3R yaitu,
Recovery
: Langkah pertama adalah pemulihan keadaan, pemberhentian
anarki dan memfungsikan kembali institusi agar ketertiban dan keamanan masyarakat dapat terjaga dan roda perekonomian rakyat dalam kehidupan sehari-hari berjalan lancer, serta memungkinkan melakukan perubahan berstruktur.
Reformasi
: Harus ada keberanian mengubah paradigma lama ke
paradigma baru yang memungkinkan bangsa ini tumbuh dinamis dalam dunia global. Dibutuhkan adanya konsep perubahan yang menjamin kesinambungan pembangunan bangsa. Globalisasi yang sudah merupakan sebuah keniscayaan harus diimbangi dengan keberanian proteksi dan lokalisasi, dengan semangat memelihara warisan budaya bangsa yang masih baik, yang hanya menerima gagasan baru dari dunia global yang benar-benar sudah teruji kebaikannya. Hanya bangsa yang bisa menghargai kebudayaannya yang sanggup eksis dalam dunia global. Bangsa yang tidak menghargai kekayaan budaya sendir akan dilindas tanpa ampun oleh roda globalisasi, yang akan menjadikan bangsa itu kuli di negeri sendiri.
Rekonsiliasi
: Tarik ulur kepentingan antar kekuatan adalah merupakan
bagian dari dinamika bangsa. Setiap kali terjadi konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa harus segera dilakukan rekonsiliasi berdasarkan prinsip yang adil, konstruktif dan berwawasan ke depan. Rekonsiliasi tidak boleh mengabaikan penegakan hukum dan tidak boleh bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Partai Demokrat mengagendakan semangat rekonsiliasi
40
akan terus dikembangkan mulai dari internal partai, antar partai dan selajutnya rekonsiliasi antar elemen bangsa. Untuk menjalankan agenda nasional ini dibutuhkan strategi pembudayaan yang tepat sesuai dengan watak bangsa. Kebudayaan adalah konsep, ide, gagasan dan keyakinan yang memandu bangsa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Nilai budaya sebuah bangunan misalnya bukan pada bendanya tetapi pada konsep yang melatarbelakangi berdirinya gedung itu. Begitu pun dengan nilai institusi partai atau Negara, bukan pada apa yang nampak tetapi pada konsep dibelakangnya. Untuk itu partai Demokrat ingin mensosialisasikan pembangunan bangsa dengan semangat pembudayaan BSM, yaitu,
Bersih
: Bersih artinya tiadanya faktor-faktor yang tidak semestinya
ada. Budaya bersih mencangkup bersih dari kotoran sampah, bersih dari pikiran buruk dan bersih dari perbuatan buruk. Membersihkan Negara dari korupsi dibutuhkan konsep yang bersih (dari kepentingan yang subjektif), aparat yang bersih (dari kolusi). Budaya bersih harus disosialisasikan ke seluruh lapisan jajaran pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan, sampai merasuk ke batin setiap warga Negara.
Sederhana
: Sederhana artinya mengkonsumsi sesuai dengan standar
kebutuhan universal. Orang boleh memiliki banyak tetapi menggunakan sekadar yang dibutuhkan. Kebiasaan mengkonsumsi atau menggunakan melebihi standar kebutuhan itulah yang mendorong orang melakukan perilaku menyimpang, yaitu membeli apa yang tidak diperlukan, memubazirkan apa yang diperlukan oleh orang lain. Banyak orang kaya yang hidup sederhana dan tak jarang orang miskin justru hidup mewah. Kesederhanaan bias dijalankan dalam berpikir, dalam bekerja, dalam berpakaian, dalam kehidupan sehari-hari
41
dan juga dalam berpolitik. Budaya sederhana akan mengkokohkan ketahanan mental aparat dari godaan suap dan akan mententramkan masyarakat banyak dari kecemburuan social dan perilaku anarki. Partai Demokrat akan berjuang membudayakan kesederhanaan, dimulai dari kehidupan partai dan kader-kader partai yang duduk dalam lembaga pemerintahan atau sosial.
Mengabdi
: Mengabdi bahwa hidup adalah pengabdian, untuk diri sendiri,
keluarga, masyarakat, Negara dan tuhan. Semua yang dilakukan dalam belajar, bekerja, berkarya, berpolitik bahkan dalam berperang haruslah didasarkan pada semangat pengabdian. Mengabdi artinya menempatkan diri sebagai orang yang melayani. Pengabdian adalah perjuangan. Ukuran kebahagiaan seorang pejuang adalah ketika merasakan berhasil mempertahankan prinsipprinsip perjuangannya hingga titik akhir. Prinsip-prinsip perjuangan selalu mengutamakan kepentingan orang lain yang membutuhkan pembelaan. Memperkaya diri sampai mencuri milik orang lain bukanlah perjuangan, meski susah ia pecundang
bukan pejuang.
Partai Demokrat
akan
mensosialisasikan semangat perjuangan dan pengabdian dimulai dari seluruh jajaran partai hingga seluruh warga bangsa. 2.5. KEBIJAKAN UMUM PARTAI POLITIK DEMOKRAT Partai Demokrat termasuk kekuatan politik di Indonesia yang diperhitungkan oleh banyak orang, peluang besar akan menjadi pemenang utama pada pemilu 2009. Oleh Karena itu tepat kalau Partai Demokrat harus mempersiapkan program umum ke depan. Penyusunan program umum partai adalah merupakan penyiapan bingkai kerja (frame work) bagi jajaran dan kader partai yang senantiasa berada dalam kehidupan masyarakat pluralis. Oleh karenanya program yang disusun, seyogyanya berangkat
42
dari geografis, geopolitik dan geoekonomi serta wawasan partai. Secara garis besar program umum Partai Demokrat adalah sebagai berikut, 2.5.1. Mengembangkan, Memperkuat dan Membina Partai Kesuksesan Partai Demokrat mengusung Bapak DR. H. Susilo Bambang yudhoyono menjadi Presiden Republik Indonesia, sudah menjadi suatu indikator bahwa Partai Demokrat telah diperhitungkan dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Walaupun sesungguhnya figur Bapak SBY tidak luput dari keberhasilan besar itu. Keberhasilan pelaksanaan manajemen partai politik terutama dalam mencapai visi dan misi, tujuan dan sasaran organisasi banyak dipengaruhi oleh efektivitas koordinasi pada tingkat DPP, DPD dan DPC. Di samping itu kemampuan, loyalitas, keuletan, moralitas dan militansi seorang kader sangat diperlukan bahkan menjadi syarat utama untuk menjadi pimpinan/pengurus partai. Kader partai yang akan kita bina tidak hanya dipersiapkan dalam kepemimpinan partai politik, tetapi kader dalam segala lini, termasuk memimpin di masyarakat dan pemerintahan. Program pengembangan partai untuk tumbuh dan kuat di akar rumput, maka haruslah kita sadar bahwa Partai Demokrat tidak sekedar sebagai wadah perpolitikan saja, tetapi harus berperan sebagai organisasi masyarakat yang peduli pada kehidupan rakyat kecil. Mereka itu yang harus kita angkat harkat dan martabatnya sebagai manusia sesuai kodrat alam. Oleh karena itu program partai mendatang benar-benar berorientasi pada, 1. Manajemen
partai
harus
pada
tataran
keselarasan,
keserasian
dan
keseimbangan. 2. Manajemen partai haruslah bersih, simpatik, berwibawa, akuntabel, terbuka dan komunikatif.
43
3. Pembinaan kader dimulai dari struktur organisasi yang terendah adalah ranting (Pekarting=Pembinaan Kader Ranting, Pekarancab=Pembinaan Kader Anak Cabang, Pekercab=Pembinaan Kader Cabang, Perkarda= Pembinaan Kader Daerah, Pekapus=Pembinaan Kader Pusat). 4. Partai harus membuat wadah koordinasi yang kuat baik daerah maupun pusat untuk merekam, mendiskusikan dan mencari solusinya terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat, baik isu perpolitikan maupun isu pembangunan yang sedang berjalan. Wadah ini harus melibatkan para tokoh masyarakat, agama, dan para akademis. 5. Untuk menjadi organisasi sosial yang kuat, perlu ada gerakan sosial yang menarik empati masyarakat. 2.5.2. Sasaran dan Pokok-Pokok Program Pencapaian tujuan Partai Demokrat dilakukan melalui pelaksanaan program umum secara bersungguh-sungguh dengan berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai sasaran yang ditentukan baik sasaran ke dalam maupun sasaran keluar. I. Sasaran kedalam adalah, A. Memantapkan Partai Demokrat sebagai organisasi kekuatan social politik dalam
mengembangkan
kepercayaan
rakyat
dalam
memikul
dan
melaksanakan tugas pembaruan dan pembangunan bagi kepentingan rakyat. B. Mantapnya Partai Demokrat sebagai organisasi kekuatan social politik yang semakin bertumbuh, mengakar, berkualitas, mandiri dan demokratis sehingga lebih
tanggap
dan
mampu
memperjuangkan
aspirasi
rakyat
serta
meningkatkan pemantapan perwujudan kehidupan bernegara yang memiliki pemerintahan yang bersih, efektif, efisien serta dinamis menuju Indonesia
44
yang demokratis, sejahtera, maju dan modern dalam suasana aman, dan penuh kedamaian lahir dan batin. C. Meningkatnya kemampuan dan peranan pengurus dan anggota di semua tingkatan
organisasi
Partai
Demokrat
melalui
program
pelatihan
kepemimpinan dan wawasan nusantara bagi kader-kader Partai Demokrat. D. Meningkatnya peranan semua perangkat organisasi di semua tingkatan. E. Terwujudnya kader Partai Demokrat yang berkualitas, beriman, tidak tercemar, bermoral baik dan memiliki militansi yang tinggi. II. Sasaran keluar adalah, A. Tetap tegaknya dan utuhnya negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. B. Suksesnya pembangunan nasional yang menjadi program pemerintah dalam mengusung perubahan menuju terwujudnya rakyat yang aman, adil da sejahtera. C. Kemenangan Partai Demokrat pada pemilu 2009 baik untuk pemilihan legislatif maupun untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. D. Gairahnya semangat partisipasi aktif rakyat dalam pembangunan nasional. E. Suksesnya Partai Demokrat membanguna opini publik bahwa Partai Demokrat adalah partai yang dapat diharapkan oleh masyarakat Indonesia. Sasaran sebagaimana dimaksud di atas diupayakan untuk dapat dicapai melalui kegiatan-kegiatan terencana, terarah, terkoorinir dan terus menerus yang dapat dirangkum dalam, A. Konsolidasi B. Pembangunan nasional
45
C. Pemilu Tahun 2009 Pokok-pokok program Patai Demokrat untuk 5 (lima) tahun ke depan adalah meliputi konsolidasi, pembangunan nasional, dan pemilu tahun 2009. Konsolidasi meliputi, A. Konsolidasi partai adalah segala usaha dan kegiatan yang terencana, terarah dan terpadu yang dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk memperkuat apa yang telah dicapai dan mempersiapkan diri dalam rangka usaha mencapai tujuan bersama. B. Memperkokoh kesetiaan Partai Demokrat kepad ideologi Pancasila. Bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang demokratis, melatekkan kedaulatan di tangan rakyat, menjamin hak azasi manusia, dan terwujudnya masyarakat yang aman, adil dan sejahtera. C. Meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai ideologi, paham dan pola pikir yang bertentangan atau tidak sesuai dengan Pancasila. D. Konsolidasi organisasi meliputi kegiatan-kegiatan di bidang keanggotaan, kaderisasi, kelembagaan, penggalian dan pendayagunaan dana, hubungan dengan organisasi sosial/kemasyarakatan, profesi serta penerangan, penerbitan dan media massa.
46
Table 1 STRUKTUR ORGANISASI
Table 2 DEWAN PEMBINA No 01. 02. 03 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10.
Nama DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Prof. DR. S. Budhisantoso Drs. TaufiqEffendi, MBA Ir. Jero Wacik Hayono Isman Hj. Melani L. Syahrli, SE, MM Acdari, S.IP E. E. Mangindaan, S.IP Freddy Numberi DR. Ir. Umar Said Tabel 3
Jabatan Ketua Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Anggt. Dewan Pembina Pokja Bid. Polhukam Pokja Bid. Perekonomian Pokja. Bid. Kesra
PENGURUS DEWAN PIMPINAN PUSAT Jabatan Ketua Umum Wakil Ketua Umum Sekretaris Jendral
Nama Hadi Utomo, SH, MM Prof. DR. H. Ahmad Mubarok, MA H. Marzuki Alie, SE, MM 47
Bendahara Umum
H. Zainal Abidin Tabel 4 KETUA-KETUA
Bidang Nama Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi drh. Jhonny Allen Marbun Ekonomi dan Keuangan Darwin Zahedy Saleh, SE, MBA Politik Anas Urbanigrum, SE, MA Hubungan Luar Negeri dan Antar Ir. Agus Hermanto, MM Lembaga Pendidikan, Pemuda dan KOMINFO Max Supacua, SE, M.Sc Kelautan, Perikanan, Pertanian, DR. Ir. Mohammad Jafar Hafsah Kehutanan KESRA (Sosial, Agama dan DR (Hc) Agus Abubakar, Lc Kepercayaan) HANKAM Drs. Nurfaizi, MM Kelestarian Alam, LH dan Bantuan dr. Ahmad Nizar Shihab Bencana Alam Pertanahan, Pemukiman Sarana, Dan Drs. I Wayan Sugiana, MM Prasarana Sumber Daya Manusia, INDAG, G. Radittyo Gambiro, MBA Perhubungan Hukum, HAM, NAKER Buruh dan Amir Samsudin, SH, MH Nelayan Pariwisata, Seni dan Budaya Drs. Parlindungan Hutabarat Pemberdayaan Perempuan DR. Hj. Hamidah Hamid, M.Si Tabel 5 WAKIL-WAKIL SEKJEN Jabatan Wakil Sekjen 1 Wakil Sekjen 2 Wakil Sekjen 3 Wakil Sekjen 4 Wakil Sekjen 5 Wakil Sekjen 6 Wakil Sekjen 7 Wakil Sekjen 8 Wakil Sekjen 9 Wakil Sekjen 10 Wakil Sekjen 11 Wakil Sekjen 12 Wakil Sekjen 13 Wakil Sekjen 14
Nama Ir. Sabardi Dian Wiraan, M. Mw I Wayan Gunastra, SE H. Tri Yulianto, SH Angelina Sondakh, SE Ir. H. M. Darmizal, MS DR. Syarif Hasan, SE, MM, MBA Drs. Sukarnotomo Yahya Sacawirya, S.IP Ir. Milton Pakpahan, MM Chandra Pratomo Samiaji Massaid Variani Sugiarto, SE Hendrik Lewerisa, SH, MH Mirwan Amir Nurhayati Assegaf, SE
48
Tabel 6 WAKIL-WAKIL BENDAHARA Jabatan Wakil Bendahara 1 Wakil Bendahara 2 Wakil Bendahara 3 Wakil Bendahara 4 Wakil Bendahara 5 Wakil Bendahara 6 Wakil Bendahara 7 Wakil Bendahara 8
Nama Nurhayati Pane, SH Jodi Haryanto, MBA dr. Indrawati Sukadis Dony Panduwinata Drs. Samuel Purba, MBA M. Nazaruddin, SE Anton Sukartono Suratto Drs. Saidi Butar-butar Tabel 7 KETUA-KETUA DEPARTEMEN
Departemen Organisasi Keanggotaan Kaderisasi Makro Ekonomi Keuangan Koperasi dan UKM BUMN Pendidikan dan Pembinaan Politik Kebijakan Politik dan Pemerintahan Otonomi Daerah Luar Negeri Asosiasi Partai Demokrat Lembaga Internasional Pendidikan Pemuda Kominfo Kelautan dan Perikanan Pertanian Kehutanan Agama Sosial Kesehatan Pertahanan Keamanan Psikologi Kelestarian dan Pemanfaatan SDA Lingkungan Hidup Bencana Alam Pertanahan Pemukiman Sarana dan Prasarana SDM
Nama Heriyanto Drs. Umar Arsal Edi Baskoro Yudhoyono Ratnawati Wijaya, SE, MM Ir. Made Sudiarsa Hartanto Edie Wibowo Ruhut P. Sitompul, SH Dasrul Djabar T. Riefky Harsya Drs. Viktor Soedjono Hardi Himatul Alia, SH, MH Sutjipto, SH, MKN Vera Febyanthy, BBA H. Pelly Yusuf RM. Roy Suryo Notodiprojo DR. Herman E. Khaeron Nuraeni A. Barung Indria Octavia Muaja DR. Abdurrahman Bima, MA Sri Mulyono, S.Sos, MM dr. Lubna Anwar Sadat Drs. Jafar Nainggolan Sudirman Panigoro, SH, MBA Siti Mufattahah, S.Psi Susi Barbara, S.IP, MM Drs. H Arief Pribadi Sri Manulang Ir. H. Ricky Issoedibyo Kartini Istiqomah, SE Ida Simamora, SE, MM DR. Andre Alfian Mallarangeng, 49
Industri dan Perdagangan Perhubungan Hukum Hak Asasi Manusia Ketenagakerjaan Pencegahan, Pemberantasan Korupsi dan Kejahatan Ekonomi Pengembangan Produk dan Pariwisata Pengembangan Seni dan Budaya Kelembagaan dan Hubungan Masyarakat Pariwisata Perlindungan Perempuan Kesetaraan Gender Optimalisasi Perempuan
Nurcahyo Anggorojati Decky, SE Yosep B. Badeoba Bertha Herawati, SH, MKN Dhiana Anwar Gaguk Subagyanto Drs. Sofwan Ida Riyanti Usmawati Pieter Siasmawati, MC dr. Luky Azizah Bawazir Dr. Ratnasari Azhari, MPA
2.6. LATAR BELAKANG DAN SEJARAH PENDIRIAN DPD PARTAI POLITIK DEMOKRAT SUMATERA UTARA. DPD partai Demokrat Sumatera Utara adalah DPD kedua yang dibentuk oleh DPP partai Demokrat setelah disahkannya partai ini pada tahun 2001. pembentukan DPD partai Demokrat Sumatera Utara ini didasari dari UU Pemilu, dimana sebuah partai politik harus memiliki 2/3 DPD seluruh Indonesia. Pembentukan DPD partai Demokrat Sumatera Utara ini dilakukan Dengan pemberian mandat kepada seorang mandataris yang nantinya akan membentuk susunan kepengurusan. Pemberian mandat ini diberikan kepada salah seorang saudara dari salah seorang pendiri partai Demokrat Soetan Batoegana yaitu Yusuf Siregar. Yusuf Siregar diberikan mandat sebagai mandataris pembentukan DPD Sumatera Utara oleh DPP. Dengan bermodalkan mandat DPD ini Yusuf Siregar membentuk DPD partai Demokrat Sumatera Utara. Dalam penyusunan fungsionaris DPD partai Demokrat Sumatera Utara Yusuf Siregar mendapat beberapa masalah dengan beberapa kali gagalnya susunan kepengurusan yang dibentuknya. Setelah beberapa kali mengalami kegagalan dalam pembentukan susunan kepengurusan yang dilakukan oleh Yusuf Siregar akhirnya berhasil menyusun kepengurusan dibawah pimpinan Yusuf Pardamean sebagai ketua DPD partai 50
Demokrat Sumatera Utara. Kepengurusan ini kemudian dilanjutkan dibawah pimpinan Palar Nainggolan dan Rahmad P. Hasibuan sebagai ketua dan sekretaris DPD partai Demokrat Sumatera Utara. 2.6.1. PROGRAM KERJA DPD PARTAI DEMOKRAT SUMATERA UTARA. Program kerja adalah rencana kerja partai Demokrat yang tersusun secara sistematis yang dijadikan sebagai dasar dan pedoman kerja partai untuk mencapai tujuan bersama. Program kerja yang tersusun secara sistematis ini memiliki landasan atau dasar sebagai berikut, •
AD/ART partai Demokrat.
•
Keputusan kongres Mei 2005.
•
Program umum 20 tahun.
•
Program nasional 2005-2009.
Program kerja DPD partai Demokrat Sumatera Utara memiliki sasaran kedalam dan keluar. Adapun sasaran program kerja DPD partai Demokrat kedalam adalah, •
Terlaksananya konsolidasi
•
Perangkat partai mampu melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat menumbuhkan simpati masyarakat.
•
Kader partai yang dilembaga legislatif mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat.
•
Terwujudnya kader partai yang berkualitas, beriman, tidak tercemar, bermoral dan memiliki militansi yang tinggi.
Dan adapun sasaran keluar program kerja DPD partai Demokrat Sumatera Utara adalah, •
Tetap utuh dan tegaknya NKRI.
•
Suksesnya pembangunan nasional.
51
•
Sukses dalam Pemilu 2009, baik legislatif dan Pemilu Presiden.
•
Sukses membangun citra bahwa partai Demokrat adalah partai yang menjadi harapan rakyat. Melalui landasan dan sasaran pembentukan program kerja diatas DPD partai
Demokrat Sumatera Utara menetapkan pokok-pokok program kerja DPD partai Demokrat Sumatera Utara yaitu konsolidasi, pembangunan nasional dan daerah serta pemenangan Pemilu 2009. adapun pokok-pokok program kerja dari ketiganya adalah sebagai berikut, •
Konsolidasi, o Konsolidasi idiil dan wawasan. o Konsolidasi kelembangaan. o Konsolidasi kaderisasi. o Konsolidasi anggota. o Konsolidasi penggalian dan pendayagunaan dana. o Konsolidasi hubungan dengan ormas dan organisasi profesi. o Konsolidasi penerangan, penerbitan dan media massa.
•
Pembangunan nasional dan daerah, o Politik. o Ekonomi, koperasi dan UKM o Hukum dan HAM. o Pertanian, kehutanan dan perkebunan. o Kelautan dan perikanan. o Pendidikan, kebudayaan dan SDM. o Agama, aliran kepercayaan, sosial dan kesehatan. o Buruh, tani, nelanyan dan tenaga kerja.
52
o Pemberdayaan perempuan. o Pemuda, olahraga dan informasi. o Energi, SDA, lingkungan hidup, kelestarian dan bencana alam. o Perdagangan dan perindustrian. o Pariwisata dan pertahanan. o Pemda dan pertanahan. •
Pemenangan Pemilu 2009, o Pemberhasilan konsolidasi partai. o Pembuatan peta politik statis dan dinamis. o Mempersiapkan RENSTRA dan RENOPS untuk pemenangan Pemilu. o Melakukan penggalangan dan pembinaan massa. o Menyerap dan menyalurkan aspirasi. o Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pengurus partai, anggota dan masyarakat. o Merekrut anggota baru dengan gerakan operasi simpatik. o Proaktif dalam proses pentahapan kegiatan Pemilu.
53
BAB III Kebijakan Politik DPD Partai Demokrat Sumut pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur 2008.
3.1. Kondisi internal DPD partai Demokrat Sumut menjelang penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada Sumut 2008. Konsolidasi, baik internal maupun eksternal adalah sesuatu yang sangat penting dan menentukan bagi suatu organisasi. Konsolidasi bagi partai Demokrat diharapkan agar segala kegiatan dan aktifitas partai yang direncanakan akan lebih terarah dan terpadu secara berdaya guna untuk memperkuat apa yang telah dicapai dan juga mempersiapkan diri untuk maju lebih lanjut dalam rangka usaha pencapaian tujuan partai. Partai Demokrat sebagai partai penguasa secara internal dapat dikatakan kuat dan stabil. Ini dikarenakan partai Demokrat terus melakukan pemantapan konsolidasi mulai dari tingkatan Ranting sampai pada tingkatan nasional. Untuk mendukung pemantapan konsolidasi ini partai Demokrat mengeluarkan sebuah panduan materi pemantapan konsolidasi. Panduan ini merupakan bahan acuan bagi semua unsur partai dalam membangun serta memantapkan konsolidasi mulai dari didaerah sampai dengan tingkatan nasional. Melalui panduan tersebut pemantapan akan konsolidasi partai dilaksanakan mulai dari Muscab, Musda sampai dengan Kongres. Pemantapan konsolidasi ini dimaksudkan agar tetap terjaganya semua yang telah digariskan oleh pusat serta konstitusi demi terjaminnya semua tujuan partai. Dengan kata lain pementapan akan konsolidasi ini merupakan tuntutan dari konstitusi dan juga tuntutan dari tujuan partai. Melalui panduan materi ini diharapkan para kader lebih diperkuat pemahaman dan
54
komitmennya terhadap platform partai Demokrat. Penguatan akan pengetahuan para kader tentang program kerja partai Demokrat yang sudah dirumuskan pada kongres partai Demokrat Mei 2005 dan juga kebijakan-kebijakan partai ditingkat propinsi Sumatera Utara akan diperjelas melalui panduan ini. Pemantapan konsolidasi ini dilakukan dikarenakan oleh dua tuntutan yaitu, tuntutan konstitusi serta tuntutan untuk kepentingan partai. Tuntutan konstitusi yang dimaksud berhubungan dengan pasal-pasal didalam AD/ART yang mengatur mengenai hak, kewajiban dan wewenang dari DPD. Mengenai tuntutan kepentingan partai adalah dimana partai memiliki kepentingan (tujuan) untuk memantapkan peran partai Demokrat, maka pementapan konsolidasi sangat diperlukan. Kedua tuntutan tersebut saling berhubungan, dimana bila tuntutan konstitusi sudah dapat terpenuhi maka tuntutan bagi kepentingan partai (memenangkan calon) akan terpenuhi juga. Pemantapan konsolidasi ini juga dilakukan sampai tataran daerah dan salah satunya adalah DPD partai Demokrat Sumut. Pemantapan konsolidasi yang dilakukan oleh DPD partai Demokrat ini seperti pelaksanaan pelatihan-pelatihan serta musyawarah (seperti musda dan muscab). Melalui pemantapan konsolidasi dapat tergambar kondisi internal partai Demokrat stabil dan sangat sedikit kemungkinan terjadi konflik. Tersistematisnya tahapan-tahapan konsolidasi partai Demokrat menjadikan partai ini cukup mendapat simpatis dari masyarakat yang coba mengenal partai ini. Sebagai sebuah partai yang belum cukup lama mengecap dunia politik Indonesia partai Demokrat muncul sebagai sebuah kekuatan baru di negara ini. Kesolidan partai ini telah ditunjukkan melalui sedikaitnya masalah yang dihadapi partai ini. Kondisi ini tidak hanya sebatas pada DPP saja akan tetapi telah meluas kesemua DPD bahkan sampai pada ranting yang ada.
55
Salah satu DPD yang dapat dilihat adalah DPD Sumatera utara dimana partai Demokrat mampu mewarnai Sumatera. Kemampuan partai Demokrat untuk mewarnai Sumatera utara dapat dilihat dengan berhasilnya partai ini menempatkan 10 anggota legislative pada DPRD Sumut untuk masa bakti 2004-2009. Keberhasilan ini merupakan hal yang sangat mengejutkan dimana Demokrat yang notabenenya merupakan wajah baru di dunia politik khususnya Sumatera Utara mampu merebut 10 kursi. Sumatera Utara sebagai salah satu barometer politik Indonesia merupakan salah satu contoh suksesnya pemantapan konsolidasi yang dilakukan oleh partai Demokrat. Keberhasilan DPD partai Demokrat Sumut untuk merebut 10 kursi di DPRD Sumut diikuti juga dengan berhasilnya partai Demokrat berhasil mendudukkan kadernya pada lembaga eksekutif di beberapa daerah seperti,
Walikota Pematang Siantar
: Ir. R.E. Siahaan (ketua DPC Kota
Pematang Siantar).
Wakil Bupati Kabupaten Samosir
: Ober Sihol P. Sagala, SE ( ketua DPC
Kabupaten Samosir).
Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah : Drs. Tuani Lumban Tobing (ketua DPC Kabupaten Tapanuli Tengah).
Bupati Kabupaten Nias
: Bina Hati B. Baeha, SH (ketua DPC
Kabupaten Nias).
Bupati Kabupaten Nias Selatan
: Fahuwusa Laia, SH, MH (ketua DPC
Kabupaten Nias Selatan). Melihat semua pencapaian DPD partai Demokrat Sumut selama 7 tahun berkiprah menunjukkan partai Demokrat merupakan partai yang secara internal sangat kuat dan solid kondisi partai ini. Berdasarkan atas kondisi internal partai yang stabil dan solid
56
serta semua pencapaian yang telah didapatkan partai Demokrat maka partai Demokrat mempersiapkan diri untuk menghadapi Pilkada Sumut 2008. Pilkada 2008 merupakan ajang pembuktian kembali partai Demokrat sebagai salah satu partai yang cukup berpengaruh serta apa yang telah DPD partai Demokrat Sumut bangun selama 7 tahun belakangan. Pengaruh yang dimiliki oleh partai Demokrat sudah dapat terlihat dengan banyaknya DPD partai Demokrat dikaitkan dengan beberapa bakal calon yang akan betarung. Isu mengenai bakal calon ini mulai berhembus semenjak ditetapkannya tahapan-tahapan Pilkada Sumut 2008. Banyaknya isu mengenai calon yang berhembus baik di internal maupu eksternal DPD ini dianggap wajar dikarenakan partai Demokrat secara syarat yang ditetapkan KPU (syarat pencalonan) sudah hampir memenuhi. Selain itu keberhasilan Demokrat mendudukan kadernya dibeberapa posisi Kepala Daerah (tataran eksekutif) menjadi alasan lainnya banyak bakal calon yang cukup tertarik untuk melamar. Melalui keberhasilan tersebut partai Demokrat dinilai cukup berhasil dan berpengalaman dalam beberapa Pilkada. Adapun beberapa nama yang muncul menjelang Pilkada adalah seperti R.E. Siahaan, Chairuman Harahap, H.T. Milwan, Abdul Wahab Dalimunthe dan beberapa nama lainnya. Peredaran nama-nama ini bisa terjadi dikarenakan beberapa nama diatas masih memiliki hubungan terhadap partai Demokrat dan lainnya hanya berdasakan kepentingan. Nama R.E. Siahaan muncul dikarenakan R.E. Siahaan merupakan salah satu kader partai Demokrat yang masih menjabat sebagai ketua DPC Pematang Siantar. R.E. Siahaan sendiri pada saat itu masih menjabat sebagai Walikota Pematang Siantar. Chairuman Harahap secara kepartaiaan bukan merupakan kader Demokrat, akan tetapi Chairuman Harahap merupakan salah satu bakal calon yang cukup aktif dalam melakukan proses pelamaran terhadap beberapa DPD partai
57
politik yang ada di Sumut. H.T. Milwan bukan merupakan kader partai Demokrat juga, dan bisa dikatakan secara kepartaian H.T. Milwan lebih condong sebagai partai Golkar, H.T. Milwan sendiri pada saat itu sedang menjabat sebagai Bupati Labuhan Batu. Abdul Wahab Dalimunthe merupakan nama terakhir yang dianggap cukup kuat untuk memenangkan dukungan dari partai Demokrat, dimana pada saat itu Abdul Wahab Dalimunthe masih menjabat sebagai ketua DPRD Sumut dan Abdul Wahab Dalimunthe termasuk salah satu Dewan Penasihat partai Golkar. Keseluruhan isu mengenai calon yang dijabarkan diatas muncul sebelum DPD partai Demokrat Sumut melakukan tahapan pendaftaran calon yang ingin didukung oleh partai demokrat. Isu yang muncul sebelum dibukanya pendaftaran calon di DPD partai Demokrat Sumut timbul dikarenakan beberapa hal seperti adanya oknum (perorangan) yang membawa nama sang calon kedalam internal partai. Ada pula proses lobi-lobi awal yang dilakukan oleh para bakal calon dengan melakukan pendekatan secara personal (personal approach) terhadap fungsionaris DPD partai Demokrat. Pendekatan secara primordial atau secara kultur juga dilakukan oleh para bakal calon untuk lebih menguatkan wacana mengenai nama sang calon. Isu yang muncul tidak terlalu merisaukan DPD partai Demokrat, karena secara prinsip partai Demokrat membuka selebar-lebarnya kesempatan bagi siapa pun yang ingin mencalonkan diri. Isu yang muncul dianggap oleh DPD partai Demokrat sebagai sebuah hal yang wajar mengingat dalam moment pemilihan seperti Pilkada merupakan sebuah hal yang wajar, selama semuanya tidak menjurus pada konflik. Inilah sebabnya mengapa isu mengenai calon yang berhembus di DPD partai Demokrat Sumut tidak terlalu besar untuk mencengah adanya konflik yang disebabkan hanya oleh sebuah wacana saja.
58
Dalam memandang isu mengenai bakal calon ini DPD partai Demokrat lebih memilih untuk menafikkannya, ini dikarenakan DPD partai Demokrat ingin semua yang bersangkutan mengenai Pilkada Sumut 2008 dilakukan dan dijalankan sesuai dengan tahapan dan peraturan organisasi yang telah disusun. Keinginan ini dimaksudkan agar semua yang nantinya menjadi keputusan pada Pilkada sudah sejalan dan telah mengikuti semua aturan yang ada. Aturan yang dilakukan oleh DPD partai Demokrat tersebut dimaksudkan agar nantinya keputusan yang diambil tidak inkonstitusional dan tidak ada yang tercederain. Keinginan DPD partai Demokrat Sumut untuk menafikkan sema isu calon yang muncul menjelang Pilkada Sumut 2008 salah satunya melihat dari peta Pilkada Sumut 2008 yang akan datang. Peta politik yang dimaksud disini mengenai cara pandang DPD partai Demokrat Sumut terhadap Pilkada Sumut 2008. DPD partai Demokrat Sumut melihat Pilkada Sumut 2008 sebagai sebuah moment politis, dimana sebuah moment politis memerlukan strategi politis dan tujuan politis. Secara tujuan politis DPD partai Demokrat melihat Pilkada Sumut 2008 merupakan kesempatan emas untuk mengkokohkan kedudukan partai Demokrat khususnya di Sumatera Utara dan Umumnya di Indonesia dengan cara memenangkan Pilkada Sumut 2008. Pilkada yang dilaksanakan Sumut merupakan Pilkada yang diakukan pertama sekali oleh daerah ini. Pilkada yang pertama sekali dilaksanakan oleh Sumut dilihat oleh partai Demokrat sebagai sebuah hal yang sangat menjanjikan, ini dikarenakan Sumut sebagai salah satu barometer politik Indonesia memiliki daya tarik tersendiri, ini dikarenakan secara geopolitik Sumut termasuk yang mempengruhi politik Indonesia secara umum. Daya tarik lainnya adalah berubahnya peta politik Sumatera Utara dan Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Perubahan peta politik yang tejadi di Sumatera Utara adalah dimana wlaupun secara kepartaian pada saat Pemilu
59
2004 kemarin terdapat beberapa partai yang menyodok masuk kedalam tataran elit partai politik di Sumatera Utara. Partai yang mulai menyodok keatas salah satunya adalah partai Demokrat, dimana partai Demokrat mampu memenangkan sedikitnya 3 Pilkada yang dilakukan dibeberapa daerah di Sumatera Utara. Secara nasional perubahan yang terjadi adalah dimana partai-partai yang sudah lama berada di dunia politik nasional mengalami gejolak dan tidak jarang mengalami perpecahan. Mulai terbukanya masyarakat Sumatera Utara terhadap partai-partai baru menjadi penyebab lainnya perubahan yang terjadi di Sumatera Utara. Keterbukaan ini tidak terlepas dari reformasi yang terjadi serta kecerdasan masyarakat sekarang dalam melihat dunia politik. Inilah yang dilihat oleh partai Demokrat yang dinilai akan cukup mendukung bagi tercapainya cita-cita partai Demokrat untuk memenangkan Pilkada Sumut 2008. Partai Demokrat juga melihat selain perubahan politik yang terjadi cukup menguntungkan disisi lain juga ada beberapa hal yang dapat merugikan. Hal yang merugikan menurut partai Demokrat dengan melihat perubahan politik yang terjadi ternyata belum menyeluruh, dimana dibeberapa daerah faktor cultural dan primordial masih cukup memengang peranan. Hal yang merugikan lainnya adalah sudah cukup mengakarnya partai-partai peserta Pemilu yang lama dibeberapa daerah. Dalam menanggapi mengenai permasalahan ini partai Demokrat melihat hal tersebut sebagai sebuah hal yang wajar dibangsa ini yang masih cenderung bersifat tradisional, terutama pemilihnya. Tradisionalnya para pemilih yang dimaksud oleh partai Demokrat adalah masyarakat masih terjebak pada permasalahan latar belakang kedaerahan ataupun kedekatan terhadap calon maupun partai yang ada. Masih tradisionalnya masyarakat Indonesia di beberapa daerah (khususnya di Sumatera Utara) sedikit menyulitkan partai Demokrat dalam mewujudka n cita-citanya, dimana partai Demokrat sendiri belum cukup memiliki akar histori yang cukup kuat.
60
Akar histori partai Demokrat yang belum cukup kuat menyebabkan popularitas partai Demokrat masih terfokus pada sosok Susilo Bambang Yudoyono saja. Popularitas Susilo Bambang Yudhoyono inilah yang diandalkan partai Demokrat untuk menyokong popularitas partai Demokrat. Walaupun Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua Dewan Pembina memiliki popularitas yang cukup baik, akan tetapi belum cukup dapat menyokong popularitas partai Demokrat. Sosok Susilo Bambang Yudhoyono yang cukup sentralistik menjadi alasan partai Demokrat untuk menggunakan sosok Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendongkrak popularitas partai. Susilo Bambang Yudhoyono dianggap sebagai figur sentral partai Demokrat bagi banyak kalangan. Sosok figur yang tersentralistik ini dianggap sebagai faktor penentu partai Demokrat. Sosok figur yang sentralistik ini dapat dilihat jelas dari perbedaan suara yang didapat partai Demokrat pada Pemilu 2004 dengan perolehan suara yang didapat Susilo Bambang Yudhoyono pada saat pemilihan Presiden. Dapat dikatakan partai Demokrat bergantung pada sosok ketokohan seseorang. Sosok ketokohan seseorang ii juga yang mempengaruhi kondisi internal dari partai Demokrat, dimana dapat dikatakan dengan menggunakan sosok ketokohan kondisi partai Demokrat sangat rentan akan konflik. Rentannya kondisi internal partai Demokrat karena diakibatkan oleh sosok ketokohan selama ini masih dapat diatasi oleh partai Demokrat. Sosok ketokohan ini juga dihadapi oleh DPD partai Demokrat Sumut, dimana terjadi beberapa perubahan kepemimpinan awal DPD partai Demokrat Sumut pada awal pembentukan partai ini didaerah Sumut. Pasang surutnya konflik yang dihadapi oleh DPD partai Demokrat Sumut pada awal pembentukannya dapat diselesaikan setelah ada campur tangan DPP secara langsung. Keterlibatan DPP pada penyelesaian
61
konflik diawal pembentukan dengan memberikan mandat kepada mandataris untuk membentuk kepengurusan yang sah. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan kondisi internal DPD partai Demokrat menjelang Pilkada Sumut 2008 cukup stabil. Dikatakan cukup stabil dikarenakan didalam sebuah organisasi wajar saja bila ada dinamika internal pada sebuah organisasi. Tegasnya garis kepartaian yang dimiliki oleh partai Demokrat menjadi faktor lainnya kestabilan kondisi internal partai ini, dimana semua fungsionaris dan kader sudah dapat memahami arti pentingnya apa yang telah digariskan oleh partai. Pemahaman akan pentingnya garis partai yang telah dibuat meredam atau dapat dikatakan menghilangkan kemungkinan akan terjadinya konflik di internal partai Kondisi internal DPD partai Demokrat menjelang Pilkada sumut memang dapat dikatakan stabil, akan tetapi mendekati tahapan-tahapan penjaringan (sebelum pembentukan Tim 9) semuanya berubah. Perubahan yang terjadi dengan adanya beberapa pergantian unsur-unsur DPC se-Sumatera Utara. Semua perubahan unsurunsur yang terjadi ditataran DPC se-Sumatera Utara ini terjadi tepat sebelum keluarnya nama-nama Tim 9. Menurut Rahmat P. Hasibuan (sekretaris DPD partai Demokrat Sumut) kejadian perubahan unsur-unsur DPC ini terjadi dikarenakan adanya instruksi dari pusat menjelang penetapan nama-nama Tim 9. “kami tidak punya kewenangan apapun untuk menghalangi keputusan perubahan dibeberapa DPC ini dikarenakan ini keputusan DPP” Rahmat P. Hasibuan mengatakan 40. Perubahan unsur-unsur DPC se-Sumatera Utara ini sedikit menimbulkan ketidak kondusifan ditubuh DPD partai Demokrat Sumut. Ketidak kondusifan ini diakui oleh Rahmat P. Hasibuan sedikit mengganggu dalam persiapan DPD partai
40
Hasil wawancara dengan sekretaris DPD partai Demokrat Sumut Rahmad P. Hasibuan
62
Demokrat Sumut dalam menyongsong Pilkada Sumut 2008. perubahan dibeberapa DPC se-Sumatera Utara ini merupakan kebijakan dari DPP partai Demokrat. 3.2. Mekanisme penetapan calon. Dalam sebuah sistem kepartaian konstitusi merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh partai politik yang ada. Kebutuhan partai politik akan sebuah konstitusi dimaksudkan agar adanya dan jelasnya rule of the game sebuah partai politik. Rule of the game ini diperlukan agar cita-cita awal partai politik tetap berada pada koridor yang sama. Tetap terjaganya tujuan partai politik melalui kontrol partai politik dapat dilihat melalui produk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan partai politk yang bersangkutan. Demikian halnya juga yang dilakukan oleh partai Demokrat, dimana menjelang Pilkada Sumut 2008 partai Demokrat mengeluarkan beberapa produkproduk kebijakan yang berhubungan untuk memenangkan Pilkada 2008. Produkproduk kebijakan yang dikeluarkan oleh partai Demokrat (khususnya disini DPD partai Demokrat Sumut) beracuan pada konstitusi (AD/ART partai Demokrat) serta peraturan organisasi lainnya. Acuan medasar DPD partai Demokrat dalam melaksanakan mekanisme penetapan adalah, PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007. Ada beberapa hal yang mendasar keluarnya PO tersebut, adapun hal-hal mendasar tersebut adalah,
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
PP No. 17 tahun 2006 tentang perubahan PP No. 06 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
AD/ART partai Demokrat.
63
PO ini dimaksudkan juga dalam rangka usaha menjamin kelancaran penyelenggaraan, maka dipandang perlu mengeluarkan PO. PO pilkada dimaksudka sebagai pedeoman Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat provinsi dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) partai Demokrat tingkat Kabupaten/Kota. PO ini bertujuan sebagai pedoman untuk menjamin keseragaman dan kelancaran penyelenggaraan ketentuan-ketentuan peraturan perundand-undangan tentang Pilkada di Provinsi dan Kabupaten/Kota. PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 dikeluarkan oleh DPP yang merupakan peraturan tambahan ataupun penjelasan apa yang telah diamanatkan dalam AD/ART. Kewenangan pembuatan PO tentang pilkada ini merupakan kewenangan DPP seperti yang tertuang didalam AD/ART pada pasal 11 AD dan pada pasal 11, 12 ART. PO ini merupakan ketetapan yang mengikat sifatnya bagi kesemua DPD, DPC, DPAC, DPR dan lembaga lainnya yang bernaung dibawah DPP. Sifat mengikat dari PO ini sendiri tertuang didalam AD/ART pada pasal-pasal yang mengatur tentang kewajiban seperti pada pasal 12 AD dan pasal 22,23 ART (khusus DPD). Didalam PO ini diatur beberapa tahapan dan tata cara penjaringan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Adapun tahapan-tahapan serta tata cara penjaringan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diatur didalam PO ini adalah,
Pembentukan Tim 9.
Pendaftaran dan Verifikasi.
Penetapan dan Pengusulan Balon (bakal calon) ke DPP.
Pendaftaran Calon ke KPUD.
Pembentukan Tim Kampanye.
Tahapan-tahapan yang tertuang didalam PO dilaksanakan berdasarkan atas tahapantahapan yang dikeluarkan oleh KPUD setempat. PO Pilkada yang dikeluarkan oleh
64
DPP partai Demokrat sebagai pedoman bagi semua kegiatan yang dilakukan oleh DPD dan DPC juga disesuaikan dengan kondisi dan situasi didaerah yang melaksanakan Pilkada. Kondisi dan situasi yang dimaksu disini adalah dimana bila partai Demokrat secara persyaratan Pilkada tidak dapat memenuhi kuota yang ditetapkan atau dapat dikatakan hitung-hitungan politis. Kondisi maupun situasi yang dimaksud juga merupakan hasil pemantauan serta pandangan dari DPD dan DPC yang bersangkutan, dengan kata lain dapat dikatakan PO ini tidak terlalu kaku dan masih dapat dilakukan penyesuaian. Penyesuaian akan kondisi dan situasi daerah terhadap PO hanya dapat dilakukan oleh DPP setelah melakukan proses sharingsharing dengan DPD maupun DPC yang bersangkutan. Penjaringan Balon (bakal calon) Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah yang diatur didalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 dimuali dengan pembentukan sebuah Tim yang dinamakan dengan Tim 9. Tim 9 ini beranggotakan 9 orang dan nantinya akan melaksanakan tahapan-tahapan selanjutnya seperti, pendaftaran dan verifikasi serta penetapan dan pengusulan Balon ke DPP. Tim 9 didalamnya terdiri dari beberapa unsur seperti DPD dan DPP. Unsur yang mewakili DPP sebanyak 5 orang dan terdiri dari Korwil (koordinator wilayah) Wakil Korwil dan anggota Korwil yang sesuai dengan daerah pemilihannya. Unsur DPD sendiri beranggotakan 4 orang. Keempat orang anggota Tim 9 yang berasal dari DPD ditetapkan oleh DPD berdasarkan pemandatan yang dilakukan oleh DPD. Pemandatan akan nama-nama yang akan diusulkan menjadi Tim 9 selambat-lambatnya diterima oleh DPP 3 bulan sebelum pelaksanaan Pilkada. Ketetapan mengenai pengusulan nama ini mengingat agar Tim yang dibentuk nantinya memilik cukup waktu untuk melaksanakan kerjakerjanya. Setelah DPP menerima usulan nama yang akan dimandatkan sebagai Tim 9 oleh DPD maka DPP menetapkan mandat kepada Korwil dan Ketua DPD sebagai
65
ketua dan sekretaris Tim 9. Korwil yang ditempatkan sebagai Ketua Tim 9 dimaksudkan agar tetap adanya komunikasi yang dibentuk dengan DPP, sedangkan Ketua DPD yang ditempatkan sebagai Sekretaris dimaksudkan agar tetap terjaganya kepentingan daerah dalam keputusan yang nantinya akan diambil. Selain sebagai Sekretaris ketua DPD disebut juga sebagai ex-officio (sebagai refresentatif Daerah yang melaksanakan Pilkada). Kerja yang dilakukan oleh Tim 9 merupakan kerja-kerja yang mengutamakan kolektifitas. Salah satu kerja yang akan dilakukan oleh Tim 9 ini adalah proses pendaftaran dan verifikasi Balon (bakal calon). Verifikasi dan pendafaran Balon ini merupakan salah satu rangkaiaan dalam penjaringan Balon yang dilaksanakan oleh DPD partai Demokrat yang berkoordinasi dengan DPP. Verifikasi dan pendaftaran Balon merupakan tahapan kedua yang dilakukan didalam proses penjaringan Balon setelah terbentuknya Tim 9 yang merupakan instrument penting didalam proses ini. Ada beberapa tahapan dan proses yang dilaksanakan oleh Tim 9 pada pendaftaran dan verifikasi yang diatur didalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007. Adapun beberapa tahapan tersebut antara lain,
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) diharuskan memberitahukan program Pilkada didaerahnya kepada DPP partai Demokrat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan Pilkada didaerah tersebut.
Tim 9 (ad Hoc) membuka pendaftaran Bakal Calon (Balon) dengan seluasluasnya, bila diperlukan melalui iklan di media massa.
Meneliti persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan partai Demokrat antara lain, o Memiliki nilai jual (dikenal masyarakat). o Berpendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
66
o Mempunyai komitmen terhadap partai. o Memiliki kemampuan secara moril dan materil.
Memproses penjaringan Bakal Calon (Balon) secara transparan sehingga mendapatkan minimal 3 (tiga) Bakal Calon (Balon).
Membuat berita acara proses penjaringan Bakal Calon (Balon) melalui rapat Tim 9. Pendaftaran dan verifikasi yang dilakukan Tim 9 dalam kerjanya dibantu oleh
DPD setempat. Bantuan yang diberikan oleh DPD setempat diantaranya seperti dalam proses pendaftaran Bakal Calon (Balon) yang dilakukan Tim 9 berkoordinasi dengan DPD setempat. Hasil dari proses penjaringan awal yang dilakukan oleh Tim 9 dan DPD setenpat akan dibawakan kedalam rapat internal Tim 9 yang akan digodok lagi. Hasil pengodokan yang dilakukan Tim 9 ini akan menjadi sebuah rekomendasi yang nantinya akan diberikan kepada DPP untuk dibahas kembali. Proses yang dilakukan Tim 9 hanya sampai tahapan rekomendasi nama Bakal Calon (Balon) saja, dan setelah tahapan ini peran DPP yang lebih dominant dalam Proses Penetapan dan Pengusulan Bakal Calon (Balon). Tahapan proses selanjutnya adalah penetapan dan pengusulan Balon ke DPP. Proses ini dilakuka setelah keluarnya berita acara rapat yang dilakukan oleh Tim 9. berita acara rapat yang dibuat oleh Tim 9 lebih kepada sebuah rekomendasi nama Bakal Calon (Balon) yang akan diusulkan kepada DPP. Ada beberapa tahapan yang dilalui didalam proses penetapan dan pengusulan Bakal Calon (Balon) yang dijalankan, antara lain,
Hasil penjaringan Bakal Calon (Balon) oleh Tim 9 diteruskan ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai Demokrat untuk ditetapkan sebagai calon. Dalam hal tertentu dapat dilakukan dengan cara meknisme poling, terutama mengenai
67
pandapat dan tanggapan masyarakat terhadap calon hasil penjaringan, poling dipimpin oleh Balitbang Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
partai Demokrat
dibantu oleh bidang-bidang/lembaga-lembaga Dewan Piminan Pusat (DPP) partai Demokrat, apabila dianggap perlu bisa menggunakan lembaga poling independent.
Penetapan Bakal Calon (Balon) menjadi calon diputuskan dalam rapat pengurus harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai Demokrat.
Hasil keputusan tersebut menjadi rekomendasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai Demokrat yang ditandatanganin oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral sebagai dasar bagi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD)/Dewan Pimpinan Cabang (DPC) partai Demokrat.
Untuk melakukan pendaftaran ke KPUD, rekomendasi kepada calon Kepala Derah dan calon Wakil Kepala Daerah dapat dibuat secara terpisah. Kerja yang dilakukan oleh Tim 9 hanya sebatas pada merumuskan
rekomendasi untuk kemudian dibahas oleh DPP. Rekomendasi yang dihasilkan hanya berupa rekomendasi awal ataupun dapat dikatakan hanya sebuah bahan acuan bagi DPP nantinya. Semua keputusan kembali kepada DPP sebagai institusi tertinggi yang terdapat di partai Demokrat. Partai Demokrat menganut sistem kepartaian semiotonom (dimana adanya pelimpahan kewenangan). Semi-otonom yang digunakan partai Demokrat merupakan sebuah keharusan bila melihat system politik sekarang serta kondisi geopolitik Indonesia saat ini. Berdasarkan sistem kepartaian semi-otonom yang dianut oleh partai Demokrat menjelaskan ketegasan garis kepartaian yang dimiliki oleh partai Demokrat. Garis kepartaian menjadi arahan yang dimiliki oleh DPP terhadap DPD dan DPC seindonesia. Garis kepartaian yang ditetapkan oleh partai Demokrat sifatnya cukup
68
mengikat, dimana ketegasan garis partai yang dibentuk oleh partai Demokrat sudah menjadi sebuah kewajaran bagi seluruh fungsionaris partai. Semi-otonom partai Demokrat melahirkan sebuah garis kepartaian yang tegas. Ketegasan garis kepartaian partai Demokrat ini merupakan kekuatanbagi partai Demokrat dalam melaksanakan tugas untuk mecapai tujuan bersama partai ini. Ketegasan garis kepartaian partai Demokrat ini jelas diatur didalam AD/ART, dimana AD/ART merupakan rule of the game partai Demokrat. Adapun beberapa pasal yang terkandung garis kepartaian yang tegas didalam AD/ART partai Demokrat adalah sebagai berikut,
Pasal 11 AD : Tentang dewan pimpinan pusat (DPP), adapun beberapa hal yang diatur didalamnya sebagai berikut, o Dewan pimpinan pusat (DPP) adalah badan pelaksana tertinggi partai yang kepengurusannya bersifat kolektif. o Dewan pimpinan pusat (DPP) berwenang menentukan kebijakan tingkat nasional sesuai dengan AD/ART, keputusan kongres, rapat tingkat nasional serta peraturan partai lainnya o Dewan pimpinan pusat (DPP) berkewajiban melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART, keputusan kongres, rapat tingkat nasional dan peraturan partai lainnya.
Pasal 12 AD : Tentang dewan pimpinan daerah (DPP). Adapun beberapa hal yang diatur adalah, o Dewan pimpinan daerah (DPD) adalah pelaksana partai tingkatan provinsi yang kepengurusannya bersifat kolektif.
69
o Dewan pimpinan daerah (DPD) berwenang menentukan kebijakan tingkat provinsi sesuai dengan AD/ART, keputusan kongres, rapat tingkat nasional serta peraturan partai lainnya. o Dewan pimpinan daerah (DPD) berkewajiban melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART, keputusan kongres, rapat tingkat nasional, keputusan musyawarah daerah tingkat provinsi dan peraturan partai lainnya.
Pasal 17 AD : Tentang dewan Pembina. Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Partai Demokrat mempunyai dewan Pembina untuk tingkatan pusat. o Dewan Pembina merupakan badan yang memberikan pembinaan, saran dan nasehat kepada dewan pimpinan pusat (DPP) partai Demokrat.
Pasal 2 ART : Tentang kewajiban anggota. Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Menaati AD/ART o Menaati keputusan-keputusan partai yang telah diambil dengan sah serta menjalankan langkah-langkah yang ditetapkan oleh dewan pimpinan partai berdasarkan keputusan-keputusan tersebut. o Menunjang kegiatan partai dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya.
Pasal 3 ART : Tentang hak-hak anggota partai. Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Mengikuti kegiatan partai yang diperuntukkan bagi seluruh anggota. o Memilih dan dipilih menjadi anggota pimpinan partai atau jabatanjabatan lain yang ditetapkan oleh partai.
70
o Memberikan usul, saran ataupun koreksi kepada dewan pimpinan partai dengan cara sebaik-baiknya dan sesuai mekanisme partai.
Pasal 8 ART : Tentang kedudukan dan tugas dewan Pembina. Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Tugas dewan Pembina adalah mengarahkan perjuangan partai Demokrat untuk mencapai visi dan misi partai. o Memberikan pembinaan kepada dewan pimpinan pusat (DPP) partai Demokrat dan seluruh jajaran partai agar tetap konsisten dengan konstitusi dan program partai. o Menerima laporan berkala dewan pimpinan pusat (DPP) partai Demokrat.
Pasal 11 ART : Tentang kewajiban dewan pimpinan pusat (DPP). Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Melaksanakan AD/ART, keputusan kongres dan keputusan partai. o Menetapkan strategi perjuangan partai dan memimpin pelaksanaan garis-garis kebijaksanaan partai. o Memberikan petunjuk kepada daerah-daerah dan cabang-cabang partai didalam melaksanakan keputusan-keputusan dan garis-garis kebijakan partai serta ketentuan-ketentuan organisasi partai.
Pasal 12 ART : Tentang hak-hak dewan pimpinan pusat (DPP). Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Membuat peraturan-peraturan pelaksanaan AD/ART serta kebijakan demi kelancaran usaha-usaha partai dalam rangka pelaksanaan keputusan kongres.
71
o Melalui rapat pleno membatalkan keputusan dewan pimpinan daerah dan dewan pimpinan cabang atau musyawarah daerah dan musyawarah cabang, apabila keputusan tersebut bertentangan dengan AD/ART atau membahayakan partai , negara dan bangsa.
Pasal 20 ART : Tentang badan pemenangan pemilu (BAPPILU). Adapun beberapa hal yang dijelaskan didalamnya adalah, o Badan pemenangan pemilu (BAPPILU) adalah badan tetap yang dibentuk dalam jangka waktu tertentu oleh dewan pimpinan pusat (DPP) sesuai dengan tingkat kebutuhan. o BAPPILU bertugas menyusun program, strategi dan cara pemenangan pemilu khususnya yang berkaitan dengan kegiatan kampanye. o BAPPILU berfungsi sebagai badan yang dapat memberikan konsepkonsep pemenangan pemilu baik tingkat daerah maupun tigkat cabang, diharapkan sampai pada tingkatan ranting sebagai kantong suara.
Pasal 22 ART : Tentang kewajiban dewan pimpinan daerah (DPD). Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah, o Melaksanakan AD/ART, keputusan kongres dan keputusan partai. o Menetapkan strategi dari perjuangan partai dan memimpin pelaksanaan garis-garis kebijaksanaan partai di daerahnya. o Memberikan petunjuk-petunjuk kepada cabang dan anak cabang didalam
melaksanakan
keputusan-keputusan
dan
garis-garis
kebijaksanaan partai sertaketentuan partai.
Pasal 23 ART : Tentang hak-hak dewan pimpinan daerah (DPD). Adapun beberapa hal yang diatur didalamnya adalah,
72
o Membuat peraturan-peraturan pelaksanaan AD/ART dan garis-garis kebijaksanaan bagi kelancaran usaha-usaha partai dalam rangka pelaksanaan keputusan-keputusan kongres, musyawarah daerah dan keputusan-keputusan partai. o Membatalkan suatu keputusan yang diambil oleh dewan pimpinan cabang (DPC) maupun dewan pimpinan anak cabang (DPAC) ataupun keputusan musyawarah cabang dan musyawarah anak cabang, apabila keputusan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan AD/ART ataupun membahayakan keselamatan partai, negara dan bangsa 41.
3.3. Pembentukan panitia penjaringan dan penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Partai politik memiliki sejumlah fungsi ideal dalam memperjuangkan kepentingan publik melalui suatu kompetisi kekuasaan (Pilkada). Para ilmuwan politik mengidentifikasikan fungsi tersebut sebagai fungsi komunikasi politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, rekruitmen politik, dan pengatur konflik. Partai politik merupakan embrio demokrasi perwakilan modern. Melalui sistem demokrasi, partai politik menampung berbagai aspirasi dan kepentingan yang berkembang di masyarakat untuk dapat diartikulasikan menjadi sebuah kebijakan. Selain itu, partai politik juga berfungsi sebagai agen untuk mereproduksi kader-kader pimpinan bangsa. Oleh karena itu, pertumbuhan partai politik pada hakikatnya merupakan cermin aspirasi masyarakat, yang membutuhkan wadah untuk mengelola berbagai kepentingan dan konflik. Pengelolaan konflik dan kepentingan dapat
41
Sumber AD/ART Partai Demokrat.
73
dipecahkan secara damai, dan menjadi salah satu tugas partai politik untuk menjembataninya. Partai politik juga dikenal sebagai organisasi yang mewadahi aspirasi dan kepentingan yang berkembang di masyarakat, sekaligus wadah untuk menempatkan kader yang potensial untuk meraih kekuasaan politik. Mekanisme meraih kekuasaan politik melalui mekanisme pemilu yang diadakan secara berkala. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang merupakan mekanisme baru rekruitmen kekuasaan di daerah terus bergulir. Dinamika demokrasi yang berkembang di Indonesia pasca Orde Baru telah membawa wacana baru, bahwa ternyata penataan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak efektif apabila dikelola secara sentralistik. Oleh karena itu, muncullah wacana desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola daerahnya secara lebih luas namun bertanggung jawab dalam koridor wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wujud semangat desentralisasi adalah terciptanya pemimpin daerah yang langsung dipilih oleh rakyat melalui Pilkada. Penyerapan aspirasi rakyat juga dilakukan melalui mekanisme demokrasi yang sehat dengan membuka peluang, bahwa keterwakilan dalam partai politik betul-betul mencerminkan keterwakilan masyarakat. Pilkada inilah yang pada akhirnya akan menjembatani aspirasi rakyat daerah untuk memilih figur-figur yang dekat dan mewakili masyarakatlah yang berhak untuk duduk memimpin daerah tersebut. Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki
74
kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatanjabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut, merupakan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik berjalan secara efektif. Rekruitmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan nasib rakyat untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara. Kesalahan dalam pemilihan kader yang duduk dalam jabatan strategis bisa menjauhkan arah perjuangan dari cita-cita kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi masyarakat luas. Pemaparan singkat mengenai Pilkada serta fungsi partai politik (terutama mengenai rekrutmen politik) menjadi alasan utama partai Demokrat untuk berpartisipasi dalam Pilkada Sumut 2008. Pilkada Sumut 2008 bagi partai Demokrat merupakan sebuah ujian untuk memantapkan peran partai Demokrat secara nasional umumnya dan Sumut khususnya. Keinginan untuk mematapkan peran partai Demokrat ini didukung dengan keluarnya peraturan organisasi (PO). Peraturan organisasi (PO) yang dikeluarkan tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ini bernomor PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007. PO No. 10/PO02/DPP/PD/II/2007 ini menjelaskan semua hal yang digunakan sebagai acuan tambahan yang lebih terinci setelah AD/ART. Pengeluaran PO merupakan hal yang biasa dilakukan oleh partai Demokrat dalam mendukung kerja-kerja kepartaiannya. Ada dua alasan mendasar DPD partai Demokrat melakukan penjaringan Bakal Calon (Balon). Pertama, berdasarkan UU No. 32 tahun 2005, PP No. 06 tahun 2006 dan PP No. 17 tahun 2007 Tentang pelaksanaan Pilkada dimana partai politik
75
diharuskan melakukan sebuah system penjaringan terhadap calon yang akan diusung. Kedua, berdasarkan peraturan KPU No. 02 tahun 2007 tentang persyaratan pencalonan pasangan calon yang harus memenuhi 15 % suara Pemilu 2004 atau 15% jumlah kursi DPRD Sumut. Kedua alasan inilah yang mengharuskan DPD partai Demokrat Sumut melakukan penjaringan sehingga keluarnya PO No. 10/PO02/DPP/PD/II/2007, dimana salah satunya mengatur pembentukan Tim 9 sebagai pelaksana penjaringan Bakal Calon (Balon) tersebut. Jauh sebelum kerja Tim 9 dan PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 ini berjalan DPD partai Demokrat bekerja sama dengan LSI melakukan polling awal untuk mengetahui figur calon Gubernur yang diinginkan oleh masyarakat. Polling ini merupakan hasil kesepakatan antara partai Demokrat dengan beberapa partai koalisi awal partai Demokrat seperti PNBK dan partai Buruh (PBSD). Melalui polling ini diharapkan Partai Demokrat dan beberapa partai lainnya yang tergabung dalam koalisi awal partai Demokrat mendapat gambaran real mengenai keadaan lapangan serta aspirasi masyarakat. Pada PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 ini mengatur secara terperinci mengenai tata cara penjaringan bakal calon gubernur dan wakil gubernur sampai pada pendaftaran dan kampanye calon. Tata cara penjaringan yang diatur dalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 seperti pembentukan Tim (yang dinamakan Tim 9), pendaftaran dan verifikasi bakal calon dan rekomendasi dan penetapan calon. Hal lain yang diatur adalah mengenai pendaftaran calon ke KPU dan kampanye calon. Sesuai
dengan
apa
yang
dimandatkan
didalam
PO
No.
10/PO-
02/DPP/PD/II/2007 tentang Pilkada, maka dalam tahapan penjaringan hal pertama yang harus dlakukan adalah pembentukan Tim 9. Tim 9 bertugas untuk melakukan penjaringan nama Balon (bakal calon) mulai dari tahapan pendaftaran dan verifikasi
76
sampai pada penetapan dan pengusulan Balon ke DPP partai Demokrat. Tim 9 berisikan 9 orang yang berasal dari DPP partai Demokrat dan DPD partai Demokrat setempat. Unsur DPP partai Demokrat diwakilkan 5 orang terdiri dari Korwil, Wakil Korwil dan Anggota Korwil. Sedangkan Unsur DPD partai Demokrat setempat diwakilkan 4 orang yang terdiri dari usulan DPD partai Demokrat setempat yang kemudian disahkan oleh DPP partai Demokrat. Tim 9 akan diketuai oleh Korwil (utusan DPP partai Demokrat) dan sekretaris oleh ketua DPD Daerah setempat. Kedua orang inilah yang akan dimandatkan memimpin Tim 9. Korwil dimandatkan sebagai ketua Tim 9 dikarenakan fungsinya sebagai penyambung antara DPD partai Demokrat Sumut dengan DPP partai Demokrat dan sebaliknya. Fungsi Korwil inilah maka Korwil dipercaya sebagai ketua Tim 9. Adapun susunan Korwil untuk Sumatera Utara adalah, Tabel 8 Susunan Korwil Sumut
(sumber, WWW. Demokrat.org.id)
77
Berdasarkan dari table yang diatas maka ketua Tim 9 dijabat oleh Jhonny Allen Marbun selaku Korwil Sumut, Sedangkan sebagai sekretaris dijabat oleh Palar Nainggolan selaku ketua DPD partai Demokrat Sumut. Anggota Tim 9 lainnya diputuskan oleh DPP partai Demokrat Sumut, dan untuk anggota yang berasal Dari DPD partai Demokrat Sumut akan diusulkan oleh DPD partai Demokrat Sumut dan kemudian disahkan oleh DPP partai Demokrat. Penetapan nama-nama yang akan diusulkan DPD partai Demokrat Sumut kepada DPP partai Demokrat diputuskan melalui surat keputusan yang merupakan hasil pembahasan DPD partai Demokrat Sumut. Fungsi pemandatan dilaksanakan oleh DPP partai Demokrat, dengan kata lain mandat yang dipengang dan dijalankan oleh Tim 9 adalah mandat dari DPP partai Demokrat. Adapun susunan Tim 9 yang dimandatkan oleh DPP partai Demokrat untuk melakukan proses penjaringan adalah sebagai berikut,
Ketua
: drh. Jhonny Allen Marbun. (Korwil)
Sekretaris
: Palar Nainggolan, SH (Ketua DPD Sumut).
Anggota
: Drs. H. Rahmad P. Hasibuan. (Sekretaris DPD Sumut). H. Farianda Putra Sinik, BBA.(Wakil Ketua DPD Sumut). Nurhasanah, S.Sos (Wakil Sekretaris DPD Sumut). Ruhut P. Sitompul, SH. (Ketua Departemen DPP). Drs. Saidi Butar-butar. (Anggota Korwil). Drs. H. Sutan Bhatoegana, SH. (Anggota Dewan Pakar DPP). Drs. Tahan M. Panggabean, MM. (Wakil Ketua DPD Sumut).
Melihat dari susunan Tim 9 yang dimandatkan tidak sesuai dengan apa yang tertulis didalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007, dimana didalam PO tersebut dijelaskan bahwasanya dari 9 anggota Tim 9 lima orang diantaranya berasal dari DPP yang
78
meliputi Korwil, Wakil Korwil dan Anggota Korwil. Sedangkan yang dimandatkan oleh DPP partai Demokrat hanya berisikan 4 orang yang berasal Dari DPP partai Demokrat dan 5 orang lainnya berasal dari DPD partai Demokrat. Ketidak sesuaian lainnya adalah dalam hal unsur-unsur yang terdapat didalam Tim 9, dimana unsur yang berasal dari DPP partai Demokrat tidak keseluruhannya merupakan Korwil, Wakil Korwil ataupun Anggota Korwil. Ruhut P. Sitompul, SH adalah salah satu yang masuk kedalam Tim 9 akan tetapi bukan merupakan bagian dari Korwil. Selain Ruhut P. Sitompul, SH kesemua yang berasal dari utusan DPP partai Demokrat untuk masuk kedalam Tim 9 adalah bagian dari Korwil. Ketidak sesuaian ini menurut Farianda Putra Sinik selaku salah satu anggota Tim 9 merupakan suatu hal yang cukup dipahami mengingat Ruhut P. Sitompul sebagai salah satu ketua Departemen DPP partai Demokrat yang fokusnya pada pendidikan dan pembinaan politik. Disisi lain Ruhut P. Sitompul juga merupakan salah satu putra daerah Sumut yang dianggap cukup memahami kondisi Sumut dan juga peta politik Sumut. Rahmat P.Hasibuan selaku sekretaris DPD partai Demokrat Sumut dan juga anggota Tim 9 dalam memandang ketidak sesuaian ini cukup dingin, dimana Rahmat P. Hasibuan memandang ini merupakan keputusan DPP, oleh karena itu untuk apalagi dipertanyakan. “keputusan ini keputusan DPP mana kita tahu apa pertimbangannya, ini sudah menjadi keputusan DPP kita DPD hanya bisa mengikutinya saja” Rahmat P. Hasibuan menambahkan. Kerja pertama yang dilakukan oleh Tim ini adalah melakukan penyebaran surat edaran kesemua DPC se-Sumatera Utara. Penyebaran surat edaran ini dilaksanakan bekerja sama dengan DPD partai Demokrat Sumut. Surat edaran ini fungsinya untuk mengetahui aspirasi yang ada ditataran daerah-daerah di Sumatera
79
Utara. Fungsi lainnya selain melihat aspirasi konstituen partai Demokrat didaerahdaerah, juga ingin melihat popularitas figur siapa saja yang cukup menonjol. Hasil surat edaran ini akan menjadi pertimbangan nantinya bagi Tim 9 dalam melakukan penjaringan. Pertimbangan yang dimaksud disini adalah dimana Tim 9 tidak ingin Bakal Calon yang nantinya akan mengikuti proses penjaringan tidak dikenal oleh konstituen partai Demokrat. Harus dikenalnya Bakal Calon (Balon) oleh konstituen dimaksudkan agar tetap terjaganya kepentingan partai dan tujuan dari partai sendiri. Akan tetapi surat edaran ini tidak dapat terlaksanakan, ini dikarenakan setelah terbentuknya Tim 9 semua kerja yang bersangkut paut dengan penjaringan menjadi terpusat pada Tim 9. Berbekal dari surat edaran inilah Tim 9 dengan dibantu oleh DPD partai Demokrat membuka pendaftaran Bakal Calon (Balon). Pendaftaran Bakal Calon (Balon) mulai dibuka pada tanggal 16 juli 2008 sampai dengan tanggal 27 agustus 2008. Selama pendaftaran Bakal Calon (Balon) ini dibuka cukup banyak Bakal Calon (Balon) mendaftar baik Bakal Calon Gubernur maupun Bakal Calon Wakil Gubernur. Beberapa Bakal Calon yang mendaftar tersebut adalah,
H.T. Milwan pada saat mendaftar Bakal Calon (Balon) ini masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Labuhan Batu.
R.E. Siahaan mendaftar pada tanggal pada saat medaftar Bakal Calon (Balon) ini masih menjabat sebagai Walikota Kotamadya Pematang Siantar. Bakal Calon (Balon) ini juga merupakan ketua DPC partai Demokrat Kotamadya Pematang Siantar.
Chairuman Harahap pada saat mendaftar Bakal Calon (Balon) ini masih menjabat sebagai Deputi Menhunkam
80
Abdul Wahab Dalimnthe pada saat mendaftar Bakal Calon (Balon) ini masih menjabat sebagai ketua DPRD Sumut periode 2004-2009. Bakal Calon (Balon) ini juga merupakan salah satu Dewan Penasehat partai Golkar Sumut.
Syamsul Arifin pada saat mendaftar Bakal Calon (Balon) ini masih menjabat sebagai Bupati Langkat. Bakal calon ini juga merupakan salah satu Dewan Penasihat partai Golkar Langkat.
Tritamtomo pada saat mendaftar Bakal Calon ini merupakan pensiunan TNI.
Nama-nama yang mendaftar di partai Demokrat telah diprediksi oleh DPD partai Demokrat Sumut dan Tim 9 akan mendaftar ke partai Demokrat, ini dikarenakan wacana mengenai nama-nama para Bakal Calon (Balon) diatas sudah mulai dihubunghubungkan dengan DPD partai Demokrat Sumut. Para calon yang mendaftar bukan hanya calon yang ingin maju sebagai calon Gubernur akan tetapi ada juga yang mendaftar ingin menjadi calon wakil Gubernur dari partai Demokrat. “ini wajar saja, karena partai Demokrat membuka pendaftaran bukan hanya mencari calon Gubernur saja, calon wakilnya juga kita cari” ujar sekretaris DPD partai Demokrat Sumut yang juga anggota Tim 9. pernyataan sekretaris DPD partai Demokrat Sumut ini juga diperkuat dengan kouta 10 kursi DPRD Sumut yang dimiliki oleh DPD partai Demokrat, dimana hanya kekurangan 3 kursi lagi untuk memenuhi persyaratan KPU sebanya 15% kursi DPRD Sumut (13 kursi). Adapun urutan tahapan penetapan Bakal Calon (Balon) dimulai dari tahapan pendaftaran dan verifikasi Bakal Calon, dimana disini dilakukan pembukaan pendaftaran oleh DPD partai Demokrat dan Tim 9. Tahapan yang kedua perumusan sebuah rekomendasi oleh Tim 9, setelah Tim 9 mendapatkan nama-nama yang mendaftar dan melakukan verifikasi maka Tim 9 melaksanakan rapat untuk
81
merumuskan tiga nama yang akan direkomendasikan ke DPP partai Demokrat. Tahapan ketiga adalah penggodokan nama ditataran DPP partai Demokrat, dimana hasil rekomendasi Tim 9 dibicarakan kembali ditataran DPP partai Demokrat untuk menghasilkan sebuah rekomendasi. Tahapan keempat adalah hasil ketetapan rekomendasi DPP partai Demokrat dibicarakan dengan ketua Dewan Pembina yang nantinya mengesahkan nam calon yang akan didukung lewat surat keputusan DPP partai Demokrat. Rekomendasi yang dihasilkan oleh Tim 9 maupun DPP partai Demokrat dilakukan dengan berlandaskan atas dua hal yaitu, PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 dan AD/ART partai Demokrat. Kedua landasan ini digunakan dengan melihat hal-hal yang berkaitan dengan keduanya, seperti persyaratan Bakal Calon (Balon), wewenang, hak dan kewajiban DPD maupun DPP, tujuan partai dan agenda nasional partai Demokrat. Hasil pembahasan rekomendasi ditingkatan Tim 9 sampai pada tingkatan DPP dan ketua Dewan Pembina merupakan sebuah ketetapan yang mengikat sifatnya. Bila melihat dari tahapan-tahapan diatas ada sebuah keganjilan, dimana adanya peran ketua Dewan Pembina didalamnya. Keganjilan ini dikarenakan pada PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 tidak diatur adanya peran ketua Dewan Pembina, kewenanga yang tertinggi hanya sampai pada tingkatan DPP partai Demokrat saja. Walaupun pada AD/ART partai Demokrat pada pasal 8 ART tentang kedudukan dan tugas Dewan Pembina salah satunya untuk memberikan arahan terhadap perjuangan partai Demokrat ini cukup menjadi sebuah pertanyaan, dikarenakan lembaga pelaksana partai yang tertinggi adalah DPP partai Demokrat. Ini menunjukkan masih sangat sentralistiknya pengambilan keputusan didalam internal partai Demokrat.
82
Permasalahan sentralistinya sistem pengambilan keputusan ditubuh partai Demokrat mengimbas pada kinerja Tim 9, dimana keputusan DPP partai Demokrat menunjuk utusan DPP dari Korwil dinilai tidak tepat. Tidak tepatnya penunjukkan korwil ini dikarenakan korwil yang ditunjuk tidak memahami kondisi sebenarnya Sumatera Utara. Ini ditunjukkan pada kinerja Tim 9 sampai pada tahapan pendaftaran dan verifikasi ini kinerja dari Tim 9 masih dapat dikatakan baik walaupun sudah tampak ketidak sinergisan diantara Tim 9 yang ada. Ketidak sinergisan antara sesama Tim 9 ini dapat dilihat dengan beberapa kegagalan Tim 9 dalam menjalankan beberapa fungsinya seperti, fungsi polling. Fungsi polling dari Tim 9 jelas diatur didalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007. Polling ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat tingkat popularitas Bakal Calon yang mendaftar di DPD partai Demokrat. Fungsi ini tidak dapat dilaksanakan dikarenakan kurangnya koordinasi diantara sesama Tim 9 dan juga dengan DPD partai Demokrat Sumut. Ketidak harmonisan dan kurangnya koordinasi diantara sesama Tim 9 ini menyebabkan semuanya berjalan sendiri-sendiri dalam pelaksanaan kerjanya. Kurang sinergisnya Tim 9 ini juga menyebabkan tidak adanya yang dihasilkan Tim 9 ini dalam proses penjaringan yang dilakukan. Munculnya nama Abdul Wahab Dalimunthe sebagai calon Gubernur yang direkomendasikan oleh DPP partai Demokrat bukan merupakan hasil kerja Tim 9 melainkan hasil kerja dari DPP partai Demokrat. Ketidak sinergisan antara sesama Tim 9 juga disebabkan para anggota Tim 9 ini baru bertemu menjelang dilaksanakannya proses penjaringan. Munculnya ketetapan ini hanya 2 hari sebelum ditutupnya pendaftaran pasangan calon di KPU. 3.4. Koalisi partai pendukung calon. Keputusan KPU Sumut Nomor 2 Tahun 2008 pasal 2 ayat (3) menetapkan parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon apabila
83
menggunakan ketentuan perolehan jumlah kursi yang ada di DPRD Sumut minimal mendapat 13 kursi atau 15% dari 85 kursi dan jika menggunakan akumulasi perolehan suara sah minimal sebanyak 787.303 suara atau 15% dari total 5,24 juta suara sesuai dengan jumlah suara sah hasil Pemilu DPRD Sumut tahun 2004. Berdasarkan keputusan KPU ini maka hanya 2 partai saja yang dapat memenuhinya yaitu partai Golkar dan PDI-P, sedangkan partai lainnya belum dapat mencukupi ketentuan diatas. Partai Demokrat adalah salah satunya, dimana partai Demokrat hanya memiliki 10 kursi saja di DPRD Sumatera Utara, sedangkan secara jumlah suara yang didapat pada Pemilu 2004 silam hanya sekitar 12,50 % (379.860 suara) saja. Belum mencukupinya partai Demokrat akan ketentuan tersebut maka partai Demokrat diharuskan melakukan koalisi bila ingin mengusung satu pasang calon. Tabel 9 Perolehan Suara Daerah Pemilihan Sumatera Utara No. Nama Partai
Perolehan Suara
% Suara
1.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
64.648
1,23%
2.
Partai Buruh Sosial Demokrat
101. 235
1,93%
3.
Partai Bulan Bintang
138.306
2,64%
4.
Partai Merdeka
63.408
1,21%
5.
Partai persatuan Pembangunan
377.476
7,19%
6.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
64.474
1,23%
7.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
146.846
2,80%
8.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
116.232
2,21%
9.
Partai Demokrat
379.860
7,24%
10.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
86.856
1,65%
11.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
56.013
1,07%
84
12.
Partai
Persatuan
Nahdlatul
Ulama 36.896
0,70%
Indonesia 13.
Partai Amanat Nasional
313.555
5,97%
14.
Partai Karya Peduli Bangsa
87.501
1,67%
15.
Partai Kebangkitan Bangsa
93.973
1,79%
16.
Partai Keadilan Sejahtera
376.834
7,18%
17.
Partai Bintang Reformasi
221.492
4,22%
18.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
779.455
14,85%
19.
Partai Damai Sejahtera
315.795
6,02%
20.
Partai Golongan Karya
1.089.810
20,76%
21.
Partai Patriot Pancasila
122.455
2,33%
22.
Partai Sarikat Indonesia
65.002
1,24%
23.
Partai Persatuan Daerah
55.827
1,06%
24.
Partai Pelopor
94.732
1,80%
TOTAL
5.248.681
100%
(Sumber, Keputusan KPU No. 04/SK/KPU/tahun 2004, keterangan dengan bilangan pembagi pemilih 656.085 suara). Sesuai dengan keadaan DPD partai Demokrat Sumut baik secara perolehan suara maupun persentase kursi di DPRD maka dipandang perlu oleh partai Demokrat untuk melakukan koalisi dengan beberapa partai. Koalisi merupakan kewajiban, hak dan wewenang DPD untuk menentukannya. Kewenangan DPD untuk menetapkan strategi dari perjuangan partai dan memimpin pelaksanaan gari-garis kebijakan partai didaerah (pasal 22 dan 23 ART). DPD partai Demokrat Sumut jauh hari sebelum Pilkada sudah melakukan koalisi dengan beberapa partai, seperti PNBK, partai Patriot, PBSD dan partai
85
Pelopor. Koalisi ini terbentuk dikarenakan adanya kesamaan akan garis ideologi yaitu nasionalis, dimana partai Demokrat sendiri memiliki garis ideologi nasionalis-religius seperti yang tercantum dalam AD/ART partai Demokrat. Pembentukan koalisi ini merupakan inisiatif dari DPD dan bukan merupakan koalisi yang menjadi arahan dari DPP. Legalitas dari inisiatif yang berujung pada sebuah kebijakan untuk melakukan koalisi awal ini jelas termaktub dalam AD/ART partai pada pasal 12 ayat 2a mengenai Dewan Pimpinan Daerah “ Dewan Pimpinan Daerah berwenang menentukan kebijakan tingkat provinsi sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan kongres, rapat tingkat nasional serta peraturan partai lainnya”. Pasal 12 ayat 2a inilah yang menjadi dasar pijakan DPD untuk melakukan koalisi awal partai Demokrat di Sumatera Utara. Ada beberapa hal yang paling mendasar DPD partai Demokrat Sumut melakukan koalisi diawal dengan beberapa partai seperti, kesamaan garis ideologi, kesamaan visi perjuangan partai dan kesamaan fraksi di DPRD Sumut. Beberapa kesamaan ini sudah menjadi cukup alasan mengapa koalisi ini terbentuk. Koalisi ini sendiri dimulai oleh para anggota legeslatif partai Demokrat di DPRD Sumut. Koalisi ini dimulai dengan pembentukan fraksi yang sama (dimana partai Patriot, PBSD dan PNBK bergabung pada fraksi Demokrat). Penggabungan fraksi ini menjadi cikal bakal terbentuknya koalisi ini. Menjelang pelaksanaan Pilkada koalisi yang dibangun mengalami perbedaan visi (pandangan) dalam melihat pencalonan kedepan. Perbedaan visi ini menyebabkan koalisi ini pecah dan berjalan masing-masing. Permasalahan lainnya adalah tidak dilibatkannya keempat partai lainnya dalam proses penjaringan calon menjadi penyebab lainnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengurus partai yang termasuk dalam koalisi tersebut, “Memang kami sudah sempat berkoalisi dengan
86
Partai Demokrat (perolehan 10 kursi di DPRD Sumut), tapi mereka tidak melibatkan kami dalam penjaringan calon. Akhirnya PBSD, Partai Pelopor, dan PNBK (masingmasing satu kursi) mencalonkan masing-masing. Kami tidak mau gara-gara ulah Partai Demokrat kami kehilangan hak mencalonkan dalam Pilkada Gubernur Sumut secara langsung yang baru pertama dilaksanakan,” kata Harmen. Kekecewaan inilah yang menjadi klimaks buyarnya koalisi yang telah lama dibangun oleh kelima partai ini. Buyarnya koalisi awal yang dibangun oleh partai Demokrat mengharuskan partai Demokrat untuk membentuk koalisi baru untuk menghadapi Pilkada Sumut 2008. Secara garis ideologi partai Demokrat menginginkan koalisi yang memiliki ideologi yang sama yaitu nasionalis. Keinginan untuk membentuk koalisi yang sama secara garis ideologi ini agar menjamin samanya cara pandang dalam melihat Pilkada kedepan. Dalam pelaksanaannya ternyata sulit bagi partai Demokrat untuk mewujudkannya, ini disebabkan kebanyakan partai-partai yang nasionalis telah mengusung calon lainnya. Faktor terlalu lamanya keluarnya nama calon yang akan diusung oleh partai Demokrat menjadi hambatan lainnya. Akibat keterlambatan tersebut menyebakan sedikitnya waktu bagi DPD untuk melakukan lobi-lobi politik. DPD partai Demokrat sendiri telah mencoba melakukan beberapa lobi-lobi politik dengan partai lainnya, dan semuanya gagal. Kegagalan ini dikarenakan banyak partai yang menganggap partai Demokrat terlalu memaksakan bahwa calon Gubernur yang akan diusung merupakan calon yang di majukan oleh partai Demokrat, keinginan untuk mengusung calon gubernur ini dianggap wajar dikarenakan partai Demokrat secara persyaratan yang dikeluarkan KPU hanya kekurangan 3% saja untuk dapat memenuhinya. Agenda dan tujuan nasional partai Demokrat menjadi alasan lainnya partai Demokrat ingin mengusung calon gubernur dari partainya.
87
Buyarnya koalisi awal yang dibangun oleh partai Demokrat sebelum Pilkada Sumut 2008 penyebab lainnya dikarenakan larinya ketiga partai lainnya mendukung pasangan calon lainnya. Larinnya beberapa partai lainnya ini disebabkan dikarenakan partai Demokrat tidak melibatkan mereka dalam penetapan calon. Setiawan G. Sirait mengatakan keinginan ketiga partai lainnya untuk ikut didalam penetapan calon yang akan diusung merupakan hal yang tidak masuk akal, dikarenakan ketiga partai lainnya yang hanya memiliki 1 kursi saja berbanding jauh dengan partai Demokrat yang memiliki 10 kursi, “darimana ceritanya 10 kursi ngikut sama yang satu kursi” Setiawan G. Sirait menggatakan. Pernyataan dar ketua Bapillu DPD partai Demokrat Sumut diatas menengaskan bahwasanya partai Demokrat dalam membangun koalisi merujuk pada hal yang realiatis, dimana bukan hal yang secara materil yang dicari melainkan tujuan-tujuan yang bersifat politis yang ingin dicapai oleh DPD partai Demokrat yang ingin dicari. Hal yang sangat relistis inilah yang makin memperjelas buyarnya koalisi ini. Saat penetapan akan siapa calon Gubernur yang akan didukung oleh DPD partai Demokrat makin memperjelas buyarnya koalisi ini. Penyebabnya dikarenakan tidak satu pandangannya partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini dalam melihat calon yang diusung oleh partai Demokrat. Ketiga partai lainnya mendukung calon yang berbeda dengan calon yang didukug oleh partai Demokrat. Adapun calon yang akhirnya didukung oleh partai Demokrat adalah Abdul Wahab Dalimunthe, sedangkan ketiga partai lainnya mendukung calon yang berbeda seperti partai Pelopor mendukung Syamsul Arifin sedangkan PNBK dan PBSD mendukung R.E. Siahaan. Keluarnya ketetapan DPD partai Demokrat Sumut mendukung Abdul Wahab Dalimunthe menjadi akhir dari koalisi yang telah terbentuk jauh hari sebelum Pilkada Sumut ini.
88
Buyarnya koalisi dengan partai Pelopor, PNBK dan PBSD menyebabkan DPD partai Demokrat Sumut harus membentuk koalisi kembali agar dapat mendaftarkan calon yang telah ditetapkan untuk mengikuti Pilkada Sumut 2008. DPD partai Demokrat Sumut kekurangan 3 (tiga) kursi lagi untuk mencalonkan satu pasang calon, inilah yang menyebabkan partai Demokrat harus melakukan koalisi dengan partai lainnya agar terpenuhi kouta 15% kursi DPRD Sumut (13 kursi). Partai Demokrat dalam membangun koalisi menggunakan teori minimum size coalition menurut Arend Lijphart, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekedar mencapai suara mayoritas. Pembuktian teori ini dapat dilihat pada koalisi awal yang dibangun oleh DPD partai Demokrat Sumut. Teori ini kemudian digunakan kembali oleh DPD partai Demokrat Sumut dalam membangun koalisi untuk menghadapi Pilkada Sumut 2008, dimana DPD partai Demokrat Sumut cenderung mendekati partai-partai kecil hanya untuk memenuhi kouta untuk dapat mencalonkan pasangan calon. Keinginan DPD partai Demokrat Sumut untuk mecalonkan Abdul Wahab Dalimunthe sebagai gubernur menjadi alasan lain DPD partai Demokrat Sumut menggunakan teori ini. Permasalahan yang timbul pada pembentukan koalisi pendukung calon ini adalah lamanya waktu keluarnya ketetapan DPP partai Demokrat calon gubernur yang akan diusung. Lamanya ketetapan ini menyebabkan sedikitnya waktu yang dimiliki oleh DPD partai Demokrat Sumut dan Tim 9 untuk melakukan lobi-lobi pembentukan koalisi pendukung calon.akibat panjangnya waktu yang digunakan untuk penetapan calon gubernur ini juga menyebabkan DPD partai Demokrat Sumut dan Tim 9 ketinggalan langkah dalam membangun koalisi dari pendukung calon lainnya, atau dapat dikatakan DPD partai Demokrat Sumut dan Tim 9 banyak kecolongan.
89
Untuk pembentukan koalisi calon Tim 9 dibantu oleh DPD partai Demokrat Sumut dalam pembentukannya. Kewenangan Tim 9 untuk pembentukan koalisi ini diatur didalam PO No. 10/PO-02/DPP/PD/II/2007 pada point mengenai kampanye, dimana Tim 9 secara otomatis merupakan Tim kampanye dari calon dan segala hal yang menyangkut mengenai suksesi calon. Peran Tim 9 dalam membangun koalisi ini dibantu oleh DPD partai Demokrat Sumut dalam membuka langkah awal serta dalam melihat peta politik Sumatera Utara menjelang Pilkada Sumut 2008. Proses pembentukan koalisi pendukung calon ini dalam pelaksanaannya beberapa kali mengalami kegagalan, beberapa kegagalan ini disebabkan tidak sesuainya bargaining serta visi dalam memandang Pilkada Sumut 2008 dan Sumut kedepan. Ini merupakan sebuah hal yang wajar, dimana varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Koalisi partai hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan oleh kedua pihak. Teori koalisi yang harus dilandasi oleh pemikiran yang realistis dan rasional menjadi landasan DPD partai Demokrat dalam membangun koalisi, dan paham mengenai koalisi ini juga yang menyebabkan buyarnya koalisi yang terdahulu. Salah satunya adalah koalisi yang coba dibentuk dengan PAN, dimana PAN menginginkan calon Wakil Gubernur berasal Dari mereka. Keinginan PAN tersebut dapat saja terpenuhi bila saja keadaan internal DPD PAN Sumut tidak sedang mengalami dualisme, dimana dualisme yang terjadi diakibatkan permasalahan pencalonan. Keinginan Kamaluddin Harahap untuk menjadi salah satu kandidat Gubernur tidak disepakati oleh fungsionaris lainnya yang lebih condong untuk mendukung calon lain. Pencalonan Kamaluddin Harahap dianggap oleh fungsionaris
90
lainnya terlalu cepat serta tidak menguntungkan bagi DPW PAN Sumut. Oleh karena inilah terjadi perpecahan ditubuh internal DPW PAN Sumut. Ketua Bapillu DPD partai Demokrat Sumut mengatakan “partai Demokrat tidak akan berani untuk membawa kapal yang sedang hancur untuk pertarungan ini”. Kondisi internal PAN ini dianggap sangat tidak menguntungkan untuk membangun koalisi. Masalah lainnya adalah keinginan untuk mencalonkan Kamaluddin Harahap sebagai Cawagub dianggap tidak relistis terhadap keadaan internal PAN. Beberapa pertimbangan diatas terutama mengenai kondisi internal PAN menyebabkan partai Demokrat mengalihkan pandangannya untuk membentuk koalisi yang lain. Koalisi yang coba dibangun lainnya adalah koalisi dengan PBR, koalisi ini merupakan koalisi kedua yang coba dibangun oleh partai Demokrat. Koalisi ini coba dibangun dengan PBR merupakan koalisi yang dapat memenuhi kouta persyaratan pencalonan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Secara persyaratan kouta 15% kursi DPRD Sumut (13 kursi) koalisi yang coba dibangun oleh DPD partai Demokrat ini sudah memenuhi persyaratan tersebut (dimana partai Demokrat 10 kursi dan PBR 5 kursi). Koalisi yang akan dibangun dengan PBR ini juga telah sesuai dengan teori koalisi yang digunakan oleh DPD partai Demokrat Sumut yaitu minimum size coalition (dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekedar mencapai suara mayoritas). Koalisi yang dibangun dengan PBR ini bukan tanpa masalah dalam membangunnya. Masalah yang dihadapi DPD partai Demokrat dalam membangun koalisi ini tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi DPD partai Demokrat Sumut saat membangun koalisi dengan PAN, dimana permasalahan internal PBR yang menjadi masalahnya. Menjelang Pilkada Sumut 2008 kondisi internal DPW PBR Sumut mengalami dinamika ditataran kepengurusan internalnya. Dinamika internal DPW PBR Sumut
91
terjadi dikarenakan rencana pencalonan ketua umum DPW PBR Sumut Raden Syafi’I sebagai salah satu calon Gubernur dari koalisi umat yang digagas PBR dengan beberapa partai islam lainnya. Koalisi yang coba dibangun oleh PBR dan beberapa partai islam lainnya ini diharapkan dapat menghasilkan satu suara untuk satu pasangan calon dari partai-partai islam. Koalisi ini terbentuk sebagai sebuah keinginan untuk menyatukan pandangan dalam melihat Sumut kedepan. Adapun beberapa nama yang beredar sebagai calon pada koalisi umat adalah seperti, Syamsul Arifin, Abdul Wahab Dalimunthe, Raden Syafi’i, Kamaluddin Harahap dan beberapa nama lainnya. Nama ini masuk melalui partai-partai ataupun secara personal, dimana nantinya nama-nama ini akan digodok didalam koalisi umat ini. Akan tetapi akhirnya koalisi umat ini tidak kuat secara landasan serta komitmen dari partai-partai yang tergabung didalamnya. Masalah lainnya koalisi umat ini dianggap hanya sebagai suksesi dari salah satu calon dan partai saja, inilah yang menyebabkan banyaknya partai-partai yang berbasis islam menolak untuk bergabung. Setelah gagalnya koalisi yang coba dibangun, PBR coba mengalihkan pandangannya untuk membangun koalisi yang lainnya. Koalisi yang nantinya akan dibangun oleh PBR tetap akan mengusung ketua umum DPW PBR Sumut sebagai salah satu calonnya. Koalisi yang dibangun oleh PBR akhirnya dilakukan dengan partai Demokrat, dimana koalisi ini dilakukan dikarenakan kedua partai ini memiliki kesamaan dalam beberapa pandangan dan salah satunya kepentingan yang sama. Kepentingan yang sama inilah yang paling mendorong terjadinya koalisi ini, dimana partai Demokrat yang mencalonkan Abdul Wahab Dalimunthe sudah cukup mengenal Raden Syafi’i sebagai calon yang ditawarkan untuk mendampingi Abdul Wahab Dalimunthe sebagai calon Wakil Gubernur. Kedua nama ini sebenarnya sudah lama muncul, terutama pada koalisi umat yang terdahulu. Pada koalisi umat terdahulu
92
pasangan Abdul Wahab Dalimunthe dan Raden Syafi’i merupakan nama pasangan terdepan didalam pencalonan koalisi ini. Koalisi antara partai Demokrat dan PBR ini dianggap hanya melanjutkan apa yang telah dirintis oleh koalisi umat. Melanjutkan koalisi umat yang dimaksud disini adalah pasangan calon yang diusung oleh koalisi ini merupakan hasil dari koalisi umat sebelumnya. Koalisi ini dianggap cukup menjanjikan kedepannya, ini dikarenakan secara kebutuhan yang sama-sama saling membutuhkan serta secara bargaining dapat tercapai kesepakatan. Koalisi ini dianggap sangat realistis dan rasional mengingat kedua partai ini dihadapkan hanya pada sedikit pilihan saja dalam membangun koalisi. Seperjalanan koalisi ini mengalami sedikit masalah, dimana PBR mengalami kondisi internal yang terpecah dan bahkan mengalami dualisme kepengurusan. Dualisme kepengurusan ini terjadi dikarena ketidak sepemahaman akan kebijakan yang diambil menjelang pelaksanaan Pilkada Sumut 2008.ketidak sepemahaman ini terjadi dikarenakan calon yang diusung oleh PBR tidak disepakati seluruh kepengurusan, serta adanya wacana keputusan sepihak ketua umum dalam menentukan arah kebijakan PBR dalam menghadapi Pilkad Sumut 2008. Melihat adanya masalah yang dihadapi PBR ditataran internalnya memaksa partai Demokrat mengambil langkah dalam menanggapinya. Langkah yang diambil partai Demokrat adalah dengan membicarakan ulang mengenai kebijakan koalisi yang dibangun diantara partai Demokrat dan PBR. Pembicaraan ulang yang dilakukan oleh partai Demokrat dan PBR dengan memberikan ultimatum bagi PBR untuk menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan internal DPW PBR Sumut. Keputusan ini sedikit berbeda dengan keputusan yang diambil DPD partai Demokrat Sumut terhadap kasus PAN. Perbedaan pengambilan keputusan ini dikarenakan koalisi yang
93
dibangun dengan PBR lebih menguntungkan ketimbang koalisi yang dibangun dengan PAN. Keuntungan itu dilihat dengan teori yang melandasi koalisi yang dibangun oleh DPD partai Demokrat yaitu, minimum size coalition. Permasalahan dualisme kepengurusan DPW PBR Sumut terselesaikan dengan keputusan DPP PBR yang menyatakan kepengurusan dibawah kepengurusan Raden Syafi’i yang sah. Keluarnya pernyataan DPP PBR ini menjawab keraguan DPD partai Demokrat Sumut terhadap DPW PBR Sumut dalam melanjutkan koalisi yang dibangun sebelumnya. Keluarnya pernyataan ini juga makin memperjelas koalisi yang akan dibangun dan dijalankan menuju Pilkada Sumut 2008. Koalisi ini juga secara resmi mencalonkan pasangan calon Abdul Wahab Dalimunthe dan Raden Syafi’i sebagai calon gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2008-2013. Pendeklarasian pasangan calon ini makin memperjelas koalisi ini. Setelah memastikan kesepakatan antara 2 partai ini, koalisi ini mendaftarkan pasangan calon yang sudah ditetapkan koalisi ini. Akan tetapi menjelang pendaftaran PAN kembali ingin membangun koalisi dengan kedua partai lainnya. Keinginan koalisi yang ditawarkan PAN menjelang akhir masa pendaftaran calon direspon cukup dingin oleh kedua partai lainnya, respon dingin ini disebabkan koalisi yang sudah terjadi diantara partai Demokrat dan PBR sudah dianggap cukup bahkan melebihi kouta yang telah ditetapkan KPU. Respon dingin ini juga muncul dikarenakan keadaan internal PAN yang dianggap belum cukup sehat pada saat itu. Setelah melalui beberapa pertemuan dan penjelasan dari fungsionaris DPW PAN Sumut serta adanya jaminan telah terselesaikannya dinamika internal DPW PAN Sumut, akhirnya kedua partai yang membangun koalisi awal menyetujui PAN gabung dalam koalisi ini. Kepasttian bergabungnya PAN dalam koalisi ini dengan ikutnya PAN dalam menandatangani dukungan terhadap pasangan calon Abdul Wahab
94
Dalimunthe dan Raden Syafi’i yang dilaksanakan di KPU Sumut. Sesudah penandatanganan tersebut pembicaraan lebih lanjut dilaksanakan oleh koalisi partai ini. Bergabungnya PAN dalam koalisi ini dianggap hanya sebatas keinginan ingin ikut berpartipasi dalam Pilkada Sumut 2008, ini dikarenakan sudah cukup tertinggalnya PAN dalam konstalasi Pilkada Sumut 2008.
95
BAB IV KESIMPULAN
Rakyat semakin berdaulat dengan diakhirinya monopoli pemilihan kepala daerah oleh sekelompok kecil orang di lembaga perwakilan (DPRD) dan menggantinya dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Pilkada langsung sebenarnya tidak dapat dilihat hanya sebagai sebuah mekanisme atau prosedur demokratis untuk memilih kepala daerah, sebagaimana diamanatkan pasal 18 UUD 1945. Hadirnya kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif. Jika pilkada langsung, demokratisasi, dan good governance di tingkat lokal adalah sebuah rangkaian yang tak terpisahkan, maka perlu ada evaluasi apa saja yang mendukung dan menghambat pencapaian ketiga hal tersebut. Satu dari sekian evaluasi yang diperlukan adalah evaluasi terhadap kinerja partai politik dalam pilkada langsung. Hal ini terutama terkait dengan peran partai politik dalam proses nominasi atau pencalonan, sebagaimana diatur dalam ketentuan penyelenggaraan pilkada langsung yang berlaku hingga saat ini. Meskipun kini kepala daerah tidak lagi ditentukan oleh perwakilan partai-partai di DPRD, tetapi satu-satunya jalan bagi pencalonan dalam pilkada langsung adalah melalui partai politik. Pasal 36 ayat (1) PP Nomor 6 Tahun 2005 menyebutkan, “Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”. Selain itu, meskipun di banyak pilkada yang lalu faktor popularitas dianggap lebih menentukan, partai politik tetap merupakan salah satu mesin mobilisasi dukungan bagi calon. Infrastruktur partai politik yang tersebar hingga ke pelosok desa tetap merupakan instrumen yang potensial bagi mobilisasi dukungan, terutama bagi calon yang tidak mempunyai sumber daya yang memadai. Setidaknya dari kedua hal
96
tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa kualitas pilkada langsung serta pencapaian demokratisasi dan good governance di tingkat lokal bergantung. Partai Demokrat adalah sebuah partai politik Indonesia yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono Didirikan pada 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003, partai ini pertama kali mengikuti Pemilu pada tahun 2004 dan memenangkan suara sebanyak 7,45% (8.455.225) dari total suara dan mendapatkan kursi sebanyak 57 di DPR. Menjelang Pemilu 2004, popularitas partai ini cukup terdongkrak dengan naiknya popularitas Yudhoyono waktu itu. Bersama PKS, partai ini menjadi the rising star pada Pemilu kedua di era reformasi itu. DPD Partai Demokrat Sumut melalui rapat kordinasi (Rakor) menetapkan sistem kandidat Demokrat pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sumut periode 2008-2013, yaitu, menampung serta mendukung dan mengusung lebih dari satu pasang calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) Sumut nantinya. Terobosan Partai Demokrat yang menetapkan penjaringan dengan sistem menerima kandidat siapa dan dari mana saja. Ini merupakan kebijakan majemuk yang menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dalam arti sebenarnya, sehingga sekaligus menjadi spektakuler. Partai Demokrat (PD) justru bersilaturahmi dengan para baris bawah untuk sama-sama menjaring calon pemimpin dari semua kandidat yang layak dukung. Partai ini (PD) tampak maju selangkah. Hal senada juga dicetuskan Ketua DPD Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) Sumut Joshua Napitupulu, dan Sekretaris DPD Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) Sumut Drs H Ramli J Marpaung, bahwa sistem penjaringan kandidat (Cagub/Cawagub SU) yang ditetapkan PD pada Rakor Tim-9 Plus Senin malam (9/7), juga menunjukkan adanya kesamaan aspirasi antar
97
partai untuk menampilkan kandidat dari masing-masing partai, baik partai yang masuk dalam koalisi PD di Sumut sendiri, maupun partai di luar koalisi. Lebih dari itu, menurut Ketua DPC Partai Demokrat Kota Pematang Siantar Ir RE Siahaan (Walikota Pematang Sianturi) dan Wakil Ketua DPD PD Sumut Drs Tahan Manahan Panggabean, pola yang ditetapkan PD Sumut itu juga merupakan sikap menyahuti aspirasi politik masyarakat dan kondisi politik daerah yang kian menuntut adanya sistem penjaringan secara independen. Selain merupakan terobosan interaktif untuk membesarkan partai mulai dari tingkat daerah hingga pusat, sistem atau pola Partai Demokrat yang siap mendukung dan mengusung semua calon atau kandidat yang melamar (baca : mendaftar di PD Sumut) juga merupakan penjaringan para calon independen dengan gaya Partai Demokrat sendiri. Artinya, pola penjaringan di partai ini mirip sistem pencalonan independen, wajar saja kalau nantinya semakin banyak kandidat yang akan maju menuju kursi SU-1 menjelang Pilkada Sumut nanti. Pada proses penjaringan yang dilakukan oleh partai Demokrat banyak memiliki kenganjalan, dimana banyak langkah-langkah yang tidak dijalankan seperti pembentukan Tim 9 yang tidak sesuai dengan peraturan organisasi yang dikeluarkan. Kejanggalan lainnya adalah proses penetapan calon yang ternyata bukan dilakukan oleh DPP melainkan oleh ketua Dewan Pembina partai Demokrat. Mengenai koalisi dan pengusungan nama juga menjadi kejanggalan lainnya dalam proses yang dijalankan oleh partai Demokrat. Semua kejanggalan ini dapat terbukti dengan hasil yang didapat pasangan calon yang diusung serta koalisi yang tidak berjalan dengan semestinya.
98
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintahan Daerah, Jakarta, CV. Eko Jaya, 2004. PP
Nomor
06 Tahun 2005,
Pemilihan,
Pengesahan,
pengangkatan
Dan
Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, Jakarta, CV. Eko Jaya, 2005 Buku
:
Amirudin dan Ahmad Zaini Bisri, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek (Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006. Abidin, Said Zainal, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Siwah,Jakarta, 2004. Budiarjo, Miriam (penyunting), Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai (Revisi), Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998. Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991. Bulkin, Farchan, Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1988. Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, 2001. Carley, Michael, Rational Techniques In Policy Analysis. London Heinemann, 1980. Cipto, Bambang, Partai, Kekuasaan dan militerisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. Dunn, William N, Analisa Kebijakan Publik, Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 1999. Fuchan, Arief, Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
99
Khoirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi (Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004. Macridis, Roy C, Teori-teori Mutakhir partai politik (editor :ichlasul amal), Tiara wacana, yogya, 1996. Nawawi, Hadari, Penelitian Terapan,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994. Nurhasim, Moch, Konflik Antar-Elit Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala Daerah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005. Prihatmoko, Joko J, Pemilihan Kepala Daerah Langsung : Filosofi, system dan problema penerapan di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005. Rauf, Maswadi, Jurnal Politika (Partai Politik Dan Sistem Kepartaian Di Indonesia Antara Kenyataan Dan Harapan), Jakarta, Akbar Tandjung Institute, 2006. Salossa, Daniel S, Mekanisme persyaratan dan tata cara pilkada langsung menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Yogyakarta, Media Pressindo, 2005. Simon, Herbert A, ‘A Behavioral Model Of Rational Choice’, Quarterly Journal Of Economics 69, 1, 1955. Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989. Thubany, Syamsul Hadi, Pilkada Bima, Yogyakarta, Nuansa Aksara, 2005. Internet
:
www.kompas.com www.burukab.go.id http://www.wedangjae.com/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Ite mid=30 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik
100
http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080915264/Koalisi-untukPemerintahan-yang-Kuat.html Indivudu
:
Setiawan G. Sirait, Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (BAPPILU) DPD Partai Demokrat Sumatera Utara. Rahmad P. Hasibuan, Sekretaris DPD Partai Demokrat Sumatera Utara menjabat juga sebagai Anggota Tim 9. Farianda Putra Sinik, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara menjabat juga sebagai Anggota Tim 9.
101