KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN Abdul Kadir Abstrak Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendefenisikan makna daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 angka 6 UU No. 32 Tahun 2004).Dalam rangka mengimplementasikan kewenangan tersebut dibutuhkan pembiayaan yang besar yaitu berupa sumber keuangan yang sangat penting perannya, dan juga sebagai upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya baik dalam peningkatan tugastugas pelayanan kepada masyarakat maupun untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan dan tugas-tugas pemerintahan lainnya. Kata kunci: Pembiayaan dan Pembangunan berkelanjutan Pendahuluan Salah satu sumber keuangan tersebut berasal dari sumber pendapatan daerah. Pendapatan daerah ini merupakan tolok ukur keberhasilan daerah dalam menjaga kesinambungan otonomi daerah maupun kemampuan daerah terutama pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu tentu dalam upaya menjaga kesinambungan dimaksud diperlukan peningkatan peran serta masyarakat antara lain dalam bentuk melaksanakan kewajiban membayar Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan pungutan daerah lainnya. Kondisi tersebut dapat memunculkan upaya meningkatkan pendapatan daerah, daerah harus mampu melaksanakan pemungutan yang intensif, wajar dan layak dengan tetap berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan kebijakan/kepentingan nasional baik terhadap sumber-sumber yang ada maupun dalam menggali sumber-sumber pendapatan baru. Mengingat pentingnya peranan Pendapatan Daerah sebagai sumber pembiayaan bagi daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen yang mempunyai peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi penyelenggaraan pemerintahan: berfungsi sebagai soko guru kelestarian otonomi daerah. 2. Dari segi pelaksanaan pembangunan: berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan berkelanjutan di daerah. Dalam hubungan tersebut banyak hal yang diperlukan dan dibutuhkan diantaranya di bidang kebijakan perencanaan sumber pendapatan untuk membiayai pembangunan berkelanjutan di samping untuk penyelenggaraan pemerintahan, tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut akan memberikan jaminan dan perlindungan terhadap keteraturan dan kelancaran dari keseluruhan proses pembiayaan pembangunan. Dengan adanya sumber pendapatan tersebut, pembiayaan dapat diarahkan seoptimal mungkin dengan menumbuh kembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, dengan memperhatikan aspek kelestarian sumber daya yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian sangat diperlukan pemberdayaan dalam pengembangan potensi antar daerah, Kabupaten/kota dalam lingkup wilayah provinsi bahkan lebih jauh lagi antar provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pembangunan dan pengembangan sentra-sentra dan sektor-sektor
27
unggulan, melalui pembiayaan berupa konsorsium atau saling dukungan bersama secara bergulir akan memberikan daya guna yang optimal pemanfaatannya, sehingga dampak langsung akan memberikan daya dukung meningkatkan perekonomian masyarakat termasuk mendukung prasarana/sarana infrastruktur pengembangan sentra-sentra produksi industri dan perekonomian dari karakteristik potensi berupa sektor-sektor unggulan di wilayah perkotaan atau di perdesaan yang bersangkutan. Konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah salah satu dasar kebijakan yang mutlak ditetapkan dalam menyikapi perkembangan dalam menetapkan kebijakan pembangunan dari semua tingkatan secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Dengan demikian, maka pembangunan berkelanjutan merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan dan masyarakat tetapi juga bagi pemerintah yang berkewajiban dalam menetapkan kebijakan pembangunan, dengan tujuan fungsi lingkungan hidup dan kesamaan derajat antar generasi serta menumbuhkan kesadaran terhadap hak dan kewajiban dari segenap komponen pemerintahan, stakeholder dan masyarakat secara keseluruhan dalam melindungi dan melestarikan lingkungan hidup secara terpadu. Hal ini juga memberi instrumen kebijakan dalam setiap menetapkan kebijakan di bidang pengelolaan sumber pajak dan retribusi daerah harus memperhatikan aspek lingkungan. Perumusan Masalah Kebijakan di bidang pembiayaan daerah yang secara spesifik sumber pendapatan daerah secara khusus telah diatur oleh undang-undang baik mengenai sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga mengenai jenis kewenangan bagi provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah. Hal ini merupakan dilematis bagi daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan sumber pembiayaannya sebagai implementasi penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga daerah berupaya menggali potensi sumber pembiayaan dari peluang dan celah-celah kewenangan yang ada bahkan kadang kala rambu-rambu atau koridor yang ditetapkan kurang dicermati, sehingga dapat
28
mengakibatkan beban masyarakat yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi terutama bagi pelaku ekonomi dan dunia usaha. Oleh sebab itu dalam makalah yang singkat ini penulis ada membuat dua permasalahan yang berkaitan dengan judul makalah di atas: 1. Bagaimana kebijakan perencanaan pembiayaan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam pembangunan berkelanjutan di wilayah perkotaan dan perdesaan? 2. Bagaimana penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dengan kenyataan perekonomian yang terjadi dalam masyarakat perkotaan maupun masyarakat perdesaan? Analisis dan Pembahasan a. Kebijakan Perencanaan Pembiayaan yang Dilakukan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan. Konsistensi kebijakan dalam era globalisasi dalam ekonomi yang makin terbuka, meskipun untuk meningkatkan efisiensi perekonomian harus makin diarahkan ke ekonomi pasar, namun intervensi pemerintah harus menjamin bahwa persaingan berjalan dengan berimbang dan pemerataan terpelihara. Yang terutama harus dicegah terjadinya proses kesenjangan yang semakin melebar, karena kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh wilayah, sektor atau golongan ekonomi yang lebih maju (golongan ekonomi kuat). Peranan pemerintah makin di tuntut untuk lebih dicurahkan pada upaya pemerataan dan pemberdayaan. Penyelenggara pemerintah negara harus mempunyai komitmen yang kuat kepada kepentingan rakyat, kepada cita-cita keadilan sosial (Pasal 33 UUD 1945). Untuk itu, keserasian dan keterpaduan antarberbagai kebijakan pembangunan harus diupayakan baik pada tingkat nasional dan daerah. Pengentasan kemiskinan, kesenjangan, pengangguran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemeliharaan prasarana dasar, serta peningkatan kuantitas, kualitas dan diversifikasi produksi yang berorientasi ekspor ataupun yang dapat mengurangi impor harus pula dijadikan prioritas dalam agenda kebijakan pembangunan nasional dan daerah.
Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU•Vol.1•No.1•Agustus 2005
Wawasan pembangunan berkelanjutan yang mengandung arti sebagai suatu proses pemenuhan generasi mendatang dan pentingnya menumbuhkan rasa memiliki dari setiap pelaku atau pemeran pembangunan segenap bangsa Indonesia diantaranya dari komponen pemerintahan, dunia usaha/pelaku ekonomi dan masyarakat luas. Dengan demikian dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui upaya mengejar pertumbuhan ekonomi secara maksimal harus dibarengi dengan aspek pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat mengantisipasi dan meningkatkan adanya upaya untuk pemanfaatan sumber daya alam secara berkelebihan, di mana sumber daya alam itu semakin bersifat terbatas. Dalam hubungan tersebut bahwa setiap kebijakan perencanaan pembiayaan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah harus diarahkan pada wawasan pembangunan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan keseimbangan arah dan program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat pada masa kini dan masa mendatang, baik yang hidup di dalam wilayah perkotaan maupun hidup di wilayah perdesaan. Dalam melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan di daerah dalam pembangunan dimulai dengan perencanaan (planning), pemrograman (programming) dan diikuti dengan penganggaran (budgeting). Setiap program perlu dirinci lebih lanjut ke dalam proyek-proyek pembangunan dan realisasinya perlu anggaran. Perencanaan diperlukan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan tersusun dan dituangkan dalam anggaran. Adapun bahan perencanaan yang baik adalah data dan ramalan (forecasting). Dalam hubungan dengan perencanaan pembiayaan, tentunya berhubungan dengan kebijakan di bidang pembiayaan. Untuk mencapai target jumlah pembiayaan pembangunan seperti dijelaskan di muka. Maka perlu ditempuh beberapa kebijaksanaan yang dapat mendorong tercapainya peningkatan sumber pembiayaan tersebut. Kebijaksanaan ini terutama mencakup aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek pemerintahan. Mengingat sebagian besar dari sumbersumber pembiayaan pemerintah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka koordinasi perencanaan antara
sektoral, baik tingkat daerah maupun pusat sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai target pembiayaan tersebut. Pada sisi yang lain eksistensi pemerintah daerah adalah juga sebagai instrumen untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal sebagai basis bagi penciptaan kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan masyarakat di capai melalui penyediaan pelayanan publik baik yang bersifat pelayanan dasar (basic services) maupun penyediaan pelayanan untuk mengembangkan sektor unggulan daerah (core competence). Pada akhirnya muara dari kebijakan desentralisasi adalah bagaimana pemerintah daerah mampu menyediakan pelayanan-pelayanan publik baik yang berbentuk pelayanan dasar untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) dari masyarakat maupun untuk menyediakan pelayanan dalam mengembangkan sektor unggulan yang ada di daerah yang bersangkutan. Penyediaan pelayanan publik dilakukan melalui proses yang demokratis yang ditandai oleh adanya transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan masyarakat dalam proses pelayanan publik tersebut. (Sabarno 2004). Pencapaian sasaran target perencanaan pembiayaan Pemerintah Daerah akan dilakukan melalui kebijaksanaan yang serasi antara usaha meningkatkan pendapatan atau penerimaan daerah dengan usaha untuk lebih menghemat belanja rutin. Kebijaksanaan dari segi penerimaan di bagi atas : 1. Kebijaksanaan untuk mengusahakan peningkatan bantuan Pemerintah Pusat, baik dalam bentuk subsidi rutin terutama sekali dalam bentuk subsidi pembangunan. 2. Kebijaksanaan dalam usaha meningkatkan pendapatan asli daerah. (Kamaluddin 1987). Perencanaan pembiayaan dewasa ini tidak mendorong pada pemerintah daerah dari euforia otonomi menjadi otonomi yang berorientasi untuk menggali sumber pungutan baru, yang kadang kala lebih memfokuskan aspek budgetair (pembiayaan) dibanding aspek regeling (pengaturan/pengendalian) terutama terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Salah satu untuk tidak banyaknya aneka ragam jenis sumber pungutan daerah diperlukan pengkajian dengan mengutamakan pengembangan pertumbuhan ekonomi masyarakat sebagai subjek pungutan, yang pada gilirannya mempunyai ketahanan ekonomi yang
Abdul Kadir: Kebijakan Perencanaan Pembiayaan dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan…
29
ampuh dan mapan, sehingga meningkatkan kemampuan dalam penyisihan penghasilannya atau sebagai pembayaran atas pelayanan pemerintah yang diterimanya, yang dalam hal ini lebih adanya penonjolan yang bersifat partisipatif dan pada gilirannya akan meningkatkan perannya dalam pembangunan sebagaimana yang diharapkan maksud dari pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya sumber bagi hasil pajak provinsi yang cukup signifikan kontribusinya sebagai sumber pembiayaan pada APBD kabupaten/kota setiap tahunnya, dimana pemanfaatannya secara penuh melalui kebijakan pemerintah yang bersangkutan. Hal ini tentunya bagi hasil, yang diperoleh pemerintah kabupaten/kota yang potensi objek pungutan pajak tersebut relatif kecil, maka perolehannya dari aspek potensial kecil pula dan tentu berharap akan di topang dari perhitungan aspek pemerataan. Oleh karenanya diasumsikan dana yang diperoleh pada 1 (satu) tahun anggaran terkesan kurang mencukupi pembiayaan program atau kegiatan pembangunan di daerahnya. Dengan demikian kontribusi yang diperoleh kurang bermakna jika diperuntukkan dalam membiayai prioritas kawasan sentra pengembangan dan produksi potensi dari karekteristik/spesifikasi di wilayah tersebut terutama pengembangan pusat-pusat ekonomi dan merupakan sektor unggulan daerah dengan memperhatikan aspek pemberdayaan ekonomi kerakyatan. b. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dengan Kenyataan Perekonomian yang Terjadi dalam Wilayah Masyarakat Perkotaan Maupun Masyarakat Perdesaan. Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional mengatakan pengertian wilayah mengacu pada ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif, melalui sebuah perencanaan komprehensif dalam mendorong tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu kesatuan geografis maka wilayah memiliki potensi bagi
30
dijalankannya aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah, dimana wilayah dalam suatu daerah terdapat 2 yaitu wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Setiap wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda, yang memerlukan analisis dan kebijakan serta manajemen pengelolaan yang berbeda, yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan wilayah adalah daerah yang homogen dan daerah perencanaan. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai hal sebagai berikut : 1. Tidak tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam secara merata, termasuk di dalamnya kondisi fisik wilayah. 2. Terdapatnya keterbatasan prasarana dan sarana ekonomi seperti jalan, jembatan, pelabuhan (akses ke luar wilayah) energi listrik, lembaga keuangan, telekomunikasi dan lain sebagainya. 3. Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi, biaya transportasi, pasar, pendidikan, kesehatan serta tekonologi dan lain sebagainya. Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sederhana dan sangat mudah dicerna. Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi itu ada batasnya dan bahwa perekonomian yang terlalu mengandalkan hasil ekstraksi sumber daya alam, tidak akan bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti apa-apa jika degradasi lingkungan yang ditimbulkannya ikut diperhitungkan dalam perhitungan pendapatan nasional. Lalu para ahli mulai memadukan antara aspek ekologis dan aspek ekonomis dalam perumusan kebijaksanaan nasional. Pada tingkat aplikasi dan pelaksanaan, pemerintah bersama-sama rakyat banyak juga ikut bertanggung jawab, tidak saja terhadap degradasi lingkungan tetapi juga terhadap kebijakan publik yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan (Arifin 2001). Menurut Korten (1985) dan Friedmann (1992), kegagalan perencanaan dan pembangunan di berbagai belahan dunia selama ini disebabkan antara lain karena orientasi perencanaan yang terlalu keatas, dalam artian terlalu diperuntukkan bagi kepentingan pemerintah, sektor swasta, serta sekelompok masyarakat yang telah mapan. Perencana cenderung mengagungkan kemampuan “profesionalnya” dan menyusun rencana-
Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU•Vol.1•No.1•Agustus 2005
rencana pembangunan dari belakang meja, tanpa berusaha memahami aspirasi dan kemampuan rakyat kebanyakan. Program-program pembangunan yang diusulkan dan diimplementasikan cenderung tidak kena sasaran dan kurang direspon dan bermanfaat bagi rakyat kebanyakan. Lebih lanjut, programprogram pembangunan juga cenderung tidak berkelanjutan, oleh karena tidak seoptimal mungkin memobilasasi sumber daya rakyat. Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi, pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya. Di sini mulai kelihatan masalah dasarnya, yaitu motivasi. Ia lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Suatu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam usaha pengembangan wilayah ialah aspek lingkungan hidup. Masalah-masalah lingkungan hidup sudah muncul pada tahap desa, kecamatan, kabupaten dan terus ke tingkat perkotaan. Pada tingkat awal itulah aspek lingkungan hidup harus diintersep, dan aturanaturannya diterapkan dalam kehidupan seharihari. Ini memintakan pengertian, kesadaran dan disiplin hidup. Pembangunan berkelanjutan merupakan standar yang tidak hanya ditunjukkan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi kebijaksanaan pembanguan. Artinya, dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan. Sumber daya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antargenerasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang destruktif (merusak) yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. (Syahrin 2003).
Perencanaan Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan Kota bukan saja merupakan konsentrasi kegiatan ekonomi tapi juga merupakan konsentrasi dari semua aspek kegiatan kehidupan manusia. Bagi yang telah mendalami masalah yang dihadapi pembangunan ekonomi secara makro, tentu tidak jauh beda dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pembangunan ekonomi secara mikro. Masalah ekonomi adalah masalah dari suatu aspek kehidupan manusia, yang saling terkait dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang lain (sosial, politik, dan budaya). Aspek-aspek tersebut melahirkan sejarah, kelembagaan, pandangan hidup dan sebagainya yang khas. Sebuah kota dalam hubungan tata ruang meliputi hubungan ke dalam (internal relationship) dan hubungan ke luar (eksternal relationship), atau intra regional relationship dan inter regional relationship atau endogenious dan eksogenious. Berbagai faktor dapat menimbulkan dampak terhadap kondisi dan lingkungan suatu kota, berupa kemacetankemacetan di segala bidang dan pencemaran. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh urbanisasi, seperti kemiskinan, kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah, transportasi yang tidak lancar, kekumuhan lingkungan pemukiman dan sebagainya. Adapun rincian dari masalah-masalah perkotaan adalah sebagai berikut: 1. masalah perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan; 2. masalah pengangguran di wilayah perkotaan; 3. masalah pendapatan di wilayah perkotaan, baik pendapatan kota maupun pendapatan perkapita penduduk kota; 4. masalah pemanfaatan tanah (land use) dan nilai tanah; 5. masalah pengangkutan (transportasi); 6. masalah infrastruktur 7. masalah fasilitas pelayanan 8. masalah-masalah lain yang khas Semua masalah di atas dapat diangkat aspek ekonominya sebagai suatu aspek ekonomi yang khas, baik mikro maupun makro. Masalah kota di Indonesia dinilai lebih kompleks. Ada 3 (tiga) masalah pokok yang diidentifikasikan Sukanto, yaitu: a. Masyarakat kota di Indonesia masih memperlihatkan ciri-ciri masyarakat
Abdul Kadir: Kebijakan Perencanaan Pembiayaan dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan…
31
pedesaan yang lebih menonjol yaitu sikap acuh tak acuh. b. Masyarakat kota di Indonesia masih lemah dalam kesadaran hukum. c. Penegakan hukum masih lemah. Menurut Samuelson (1980) bahwa kotakota tumbuh dengan pesat dan urbanisasi dipandang sebagai suatu proses yang saling menguntungkan antara desa dan kota. Namun sekitar abad 20-an, urbanisasi mulai dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya. Tingkat penghidupan di wilayah perkotaan tidak lagi dapat mempertahankan lingkungan yang layak dan sehat. Di Indonesia masih perlu mendorong pertumbuhan dan pembesaran kota-kota. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Artinya, aktifitas ekonomi di wilayah perkotaan perlu didorong dengan penawaran tenaga kerja yang cukup. Sektor-sektor ekonomi perkotaan memang memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan kalau didorong perkembangannya akan mengangkat pendapatan rata-rata penduduk yang semakin meningkat. Dengan keterkaitan yang baik antara kegiatan ekonomi perkotaan dan pedesaan di sekelilingnya maka akan mendorong pula peningkatan pendapatan rata-rata penduduk pedesan. Hal ini merupakan bagian dari rencana pembangunan, di mana dari waktu ke waktu jumlah penduduk yang berdiam di kota-kota akan didorong ke arah yang semakin seimbang dengan yang berdiam di wilayah pedesaan. Dalam sejarah perkembangan ekonomi makro keterkaitan wilayah ini telah menjadi dasar bagi berkembangnya perdagangan yang saling menguntungkan baik antar wilayah maupun diantara sub-sub wilayah sendiri baik disebabkan oleh adanya faktor perbedaan yang bersifat mutlak ataupun perbedaan sifat relatifnya, seperti perbedaan sumber daya, perbedaan biaya, dan perbedaan keuntungan (comparative advantage). Terdapat kurang lebih 1,9 – 2,2 milyar masyarakat di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin yang hidup pada wilayah perdesaan yang marginal, dengan kondisi ekologi yang mengkhawatirkan. Sebagian besar dari mereka bergantung pada sistem pertanian dengan hasil yang rendah (kurang dari 1 ton per hektar) dan memiliki tingkat resiko kegagalan yang tinggi dalam proses produksinya (Gubbels 2003).
32
Pembangunan perdesaan merupakan proses yang dicirikan dengan keterlibatan sejumlah aktor pada berbagai sektor yang berbeda-beda seperti para petani, eksekutif pemerintahan, legislatif, serta para pelaku bisnis, dimana kesemuanya memberikan kekuatan penggerak pada pembangunan desa itu sendiri. Pembangunan di perdesaan akan bersifat khas antara satu dengan yang lainnya (European Rural Development 2003). Pembangunan perdesaan pada dasarnya lebih dari hanya sekedar membangun sektor pertanian. Strategi pembangunan perdesaan menitikberatkan pada upaya untuk membangun sektor pertanian yang lebih “sehat”. Tujuan utama dari pembangunan di perdesaan adalah: a. Menumbuhkan output dan pendapatan lokal. b. Penciptaan lapangan pekerjaan. c. Peningkatan distribusi pendapatan. d. Peningkatan kualitas hidup masyarakat. e. Pemberdayaan masyarakat (Schutjer 1991). Ciri-ciri pembangunan ekonomi perdesaan yang didasarkan pada prinsip pembangunan ekonomi yang berbasiskan masyarakat (Carry 1970): a. Masyarakat sendiri yang membuat dan mengimplementasikan keputusan mengenai apa yang ingin dicapai dari pembanguna. b. Pembangunan didasarkan pada inisiatif dari masyarakat itu sendiri, (proses leadership). c. Masyarakat dapat menggunakan sumber daya yang berasal baik dari internal atau eksternal wilayah untuk mencapai perubahan yang dimaksud. d. Adanya partisipasi masyarakat (sistem yang demokrasi). e. Merupakan proses yang komprehensif. f. Perubahan pada masyarakat merupakan sesuatu yang penting sebagai dasar pencpaian tujuan yang diharapkan. Pertumbuhan pusat-pusat metropolitan yang besar selalu menghasilkan back wash effect kepada wilayah sekelilingnya. Trickling down effect dari modernisasi telah gagal meningkatkan kesejahteraan golongan miskin, khususnya mereka yang berada di pedesaan. Pertumbuhan ekonomi telah menyedot pendapatan wilayah (capital fligt from rurals to urbans) memang telah terbukti sebagai suatu kenyatan.
Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU•Vol.1•No.1•Agustus 2005
Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sederhana dan sangat mudah dicerna. Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat perkotaan dan masyarakat perdesaan sangat jauh berbeda. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai hal sebagai berikut: 1. Tidak tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam secara merata, termasuk di dalamnya kondisi fisik wilayah. 2. Terdapatnya keterbatasan prasarana dan sarana ekonomi seperti jalan, jembatan, pelabuhan (akses ke luar wilayah) energi listrik, lembaga keuangan, telekomunikasi dan lain sebagainya. 3. Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi, biaya transportasi, pasar, pendidikan, kesehatan serta tekonologi dan lain sebagainya. 2. Saran 1. Perlunya program yang terperncana dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan. Pembiayaan berupa konsorsium atau saling mendukung bersama secara bergulir dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah perkotaan atau perdesaan di dalam sektor-sektor unggulan yang merupakan suatu gagasan yang cerdas untuk di-actionkan oleh pemerintah daerah. 2. Perlunya pemerintah wilayah (provinsi) untuk menjembatani (turun langsung dalam setiap kebijakan perencanaan pembiayaan pembangunan dengan memperhatikan serta mengaplikasikan kehendak dari masyarakat dan bukan hanya membuat kebijakan perencanaan pembangunan melalui belakang meja) perbedaan yang terjadi antara perkembangan pembangunan di wilayah perkotaan dengan pembangunan yang ada di perdesaan. Agar terciptanya pembangunan yang berkelanjutan secara merata dan bukan tidak berlanjutnya pembangunan
Ekonomi, Etika dan Praktis Kebijakan. Airlangga. Jakarta. Friedmann, J. 1992. “Empowerment: The Politics of Alternative Development.” Dalam Jurnal Perencanaan Kota dan Daerah. Volume 1. Nomor 1. Edisi 2005. Jurnal Perencanaan Kota dan Daerah. Volume 1. Nomor 1. Edisi 2005 Kamaluddin, Rustian. 1987. Beberapa Aspek Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Korten, F. 1985. “Community Participation: A Management Perspective on Obstackles and Options”. Dalam Jurnal Perencanaan Kota dan Daerah. Volume 1. Nomor 1. Edisi 2005 Mustopadidjaja, AR. 2003. Dimensi-Dimensi Pokok Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. LAN-RI. Jakarta. Syahrin, Alvi. 2003. Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan. Pustaka Bangsa Press. Tjiptoherijanto, Prijono. 2003. Kependudukan Birokrasi dan Reformasi Ekonomi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Wirutomo, Paulus. 2003. Membangun Masyarakat “Adab”: Memanusiakan Manusia. CV. Cipruy, Jakarta Zen, M.T. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah: Memberdayakan Manusia. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah.
Daftar Pustaka Arifin, Bustanul. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia: Perspektif
Abdul Kadir: Kebijakan Perencanaan Pembiayaan dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan…
33