M odu l 2 Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan Dan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan
D i k l a t Te k n i s Pe la ya n a n Publik , Ak unt a bilit a s da n Pe nge lola a n M ut u (Public Service Delivery, Accountability, and Quality Management)
Eselon II
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan (SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelatihan di daerah masing-masing.
i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara berkelanjutan. Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.
ii
KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai. Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas (Capacity Building Action Plan/CBAP).
iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modulmodul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspekaspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan. Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.
iv
DAFTAR ISI
Sambutan Depuy IV - LAN ........................................................................................ i Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri .............................................iii Daftar Isi ..................................................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................... 1 A. Diskripsi Singkat ................................................................................... 1 B. Hasil Belajar .......................................................................................... 2 C. Indikator Hasil Belajar .......................................................................... 2 D. Pokok Bahasan ...................................................................................... 3
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU ...................... 4 A. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................................... 4 B. Unit Pelayanan Terpadu ...................................................................... 11 C. Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu ........ 13 D. Konsekuensi Pemberian Perizinan ...................................................... 15 F. Latihan/Diskusi ................................................................................... 18 F. Rangkuman.......................................................................................... 19
BAB III
KEBIJAKAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) ........................................................ 22 A. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) ............................................................................................... 22 B. Organisasi Berorientasi Pelayanan ..................................................... 25 C. Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) ............................................................................. 32 D. Latihan/Diskusi ................................................................................... 54 E. Rangkuman.......................................................................................... 55
BAB IV
KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN PELAYANAN PERIZINAN ............................................................................................ 57 A. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik ............................................. 57 B. Analisis SWOT dan Analisis HGSL ................................................... 59
v
C. Analisis Perijinan................................................................................ 60 D. Latihan................................................................................................. 68 E. Rangkuman.......................................................................................... 69 Daftar Pustaka
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Diskripsi Singkat 1.
Relasi Bahan Ajar dan Kompetensi Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah dalam kerangka mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik. Lingkup pelayanan publik sangat luas, mencakup penyelenggaraan public good dan public regulation dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Dalam kerangka penyelenggaraan fungsi public regulation, Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidang pelayanan perizinan, diantaranya mengatur mengenai pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu dan penyederhanaan pelayanan perizinan, untuk tujuan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di daerah. Pada umumnya, Daerah belum melakukan restrukturisasi organisasi perangkat daerah yang diarahkan untuk lebih berorientasi pada pelayanan. Hal ini dapat ditengarai belum adanya langkah terobosan dan pola pikir progresif yang mengarah pada perubahan dalam merumuskan dan menyusun tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang berorientasi pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat. Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah saat ini terikat pada ketentuan normatif dan lebih berorientasi pelayanan kedalam berdasarkan pendekatan urusan, hak dan wewenang yang cenderung untuk kepentingan organisasi dan melayani pimpinan. Relasi bahan ajar dengan peningkatan kompetensi peserta, terutama memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kebijakan dan pola penyelenggaraan pelayanan perizinan, serta meningkatkan kemampuan melakukan analisis, merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan lembaga pelayanan perizinan dan penyederhanaan perizinan, untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik.
2.
Bahan Ajar Bahan Ajar Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan dan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan disusun berdasarkan hasil penelusuran kebutuhan daerah melalui proses DACUM yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi peserta di dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Bahan ajar, menjelaskan mengenai; kebijakan pelayanan perizinan yang mencakup pola penyelenggaraan pelayanan perizinan dan pengertian unit pelayanan terpadu, komimen pimpinan penyelenggara
1
pelayanan dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan organisasi yang berorientasi pelayanan, melalui pembentukan lembaga pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) dan penyederhanaan pelayanan perizinan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahamam kepada peserta untuk mampu mengambil langkah kebijakan operasional; melakukan analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan perizinan. Selain itu, bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta sebagai pimpinan manajerial dalam merumuskan dan menyusun kebijakan pengembangan organisasi dan pembentukan lembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP), dengan analisis SWOT serta analisis HGSL untuk penyederhanaan pelayanan perizinan dan analisis perizinan. B. Hasil Belajar Setelah peserta memahami arah kebijakan pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk mewujudkan terselengggaranya kepemerintahan yang baik (good governance), diharapkan dapat meningkatkan komitmen pimpinan manajeral (eselon II) untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan/atau perizinan. Peserta juga diharapkan memahami perlunya strategi dan kebijakan untuk melakukan pengembangan organisasi yang berorientasi pelayanan dan penyederhanaan perizinan., serta pengetahuan melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan. Disamping itu memahami cara merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan daerah dalam pengembangan kelembagaaan dan pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu dengan analisis SWOT, serta pemahaman analisis HGSL untuk melakukan penyederhanaan pelayanan perizinan. Selain itu, peserta mampu mengambil langkah kebijakan operasioal, kerjasama dan koordinasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Diharapkan pada akhir pembelajaran, peserta memiliki kompetensi pengetahuan, pemahaman dan kemampuan merumuskan dan menyusun strategi memperbaiki kualitas pelayanan dan kebijakan pengembangan organisasi serta penyederhanaan pelayanan perizinan. C. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu: 1. Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayanan publik, unit pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan; 2. Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaan pelayanan perizinan; 3. Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dan kebijakan pengembangan kelembagaan yang berorientasi pelayanan 4. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukan lembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) 5. Merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan penyederhanaan perizinan;
2
6. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis penyederhanaan pelayanan Perizinan dan analisis perizinan, dan 7. Mengambil langkah kebijakan operasional memperbaiki kualitas pelayanan perizinan. D. Pokok Bahasan Pokok Bahasan diklat ini dapat diringkas sebagai berikut: 1.
Kebijakan Pelayanan Perizinan Terpadu a. b. c. d.
2.
Pola penyelenggaraan Pelayananan Publik Unit Pelayanan Terpadu Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Konsekuensi Pemberian Perizinan
Kebijakan Pembentukan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) a. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) b. Organisasi Berorientasi Pelayanan c. Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
3.
Kebijakan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan a. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik b. Analisis SWOT dan HGSL Penyederhanaan Perizinan c. Analisis Perizinan
3
BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
Setelah mempelajari Bab II ini, peserta dapat: Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayanan public, unit pelayanan terpadu, kebijakan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan;
A. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik 1.
Pengantar Masyarakat kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, yang dirasakan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan dan kepastian waktu dalam proses dan penyelesaian, dan adanya biaya extra yang dikeluarkan. Pemerintahan Daerah, merespon keluhan masyarakat dan dunia usaha, dan melakukan perubahan dengan menyelenggarakan pelayanan terpadu dengan membentuk unit pelayanan terpadu, untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan perizinan. Namun, dikalangan dunia usaha masih mengeluhkan dan merasakan dalam proses dan pelaksanaan pemberian layanan di kebanyakan daerah, masih belum banyak perubahan signifikan. Keluhan dan ketidak puasan dunia usaha belum teratasi, terutama berkaitan keluhan yang berhubungan dengan biaya tinggi dan ketidak pastian hukum bagi pengusaha, akibat belum berubahnya pola pikir dan cara pandang pemerintahan daerah yang menempatkan perizinan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, dan tarik menarik kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah. Dalam proses perkembangannya, penyelenggaraan pelayanan oleh unit pelayanan terpadu di beberapa daerah mengalami pasang surut, dan cukup banyak yang mati suri atau tidak berfungsi sesuai harapan.
2.
Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik Berdasarkan permasalahan dan kebehasilan pelaksanaan pelayanan perizinan terpadu sebagaimana diuraikan diatas, serta mempertimbangkan keberagaman dan kebutuhan daerah, tuntutan kebutuhan penyelenggaraan pelayanan prima, dan upaya menciptakan iklim kondusif yang dapat mendorong peningkatan investasi, pemerintah telah menerbitkan beberapa kebijakan yang mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain:
4
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu; a. Pola Pelayanan Fungsional Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Pola ini mengakomodir kondisi daerah dengan beban tugas, volume dan intensitas kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan yang relatif tidak terlalu tinggi, sehingga cukup realistis untuk dilaksanakan oleh Dinas/Instansi yang membidanginya. Pertimbangan lain, pola ini disesuaikan dengan; kondisi geografis, luas wilayah, tersedianya aparat pelaksana dilihat dari kualitas dan kuantitasnya, dan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kegiatan pelayanan publik secara terpadu. Penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pola fungsional, harus disesuaikan dengan tujuan mewujudkan kepemerintahan yang baik dengan mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti azas pelayanan publik, prinsip-prinsip pelayanan publik, standar pelayanan publik, pengelolaan kepuasan dan keluhan masyarakat atas pelayanan yang diberikan pemerintah daerah/penyelenggara pelayanan publik. Perhatian; Pola Fungsional, secara psikologis, relatif sangat disenangi oleh Instansi/pejabat yang kurang setuju apabila tugas, fungsi dan wewenang proses dan pelaksanan pemberian izin menjadi berkurang atau dihapuskan karena dilimpahkan kepada unit kerja lain (UPT). b. Pola Pelayanan Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. Pola pelayanan terpusat, dapat diselenggarakan oleh Dinas/Kantor atau lembaga independen (unit pelayanan) yang dibentuk oleh pemerintah daerah, untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan tertentu. Dinas/ Kantor atau lembaga independen diberi tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan secara terpusat. Pelayanan perizinan yang memiliki proses keterkaitan, proses pengajuan permohonan perizinan dan proses penyelesaiannya dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau paralel disatu tempat atau terpusat pada satu Dinas atau Kantor, atau Unit Kerja penyelenggara pelayanan.
5
Contoh; Kota Tangerang dapat dikatagorikan menerapkan pelayanan terpusat yang diselenggarakan di Kantor Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal (KPPPM), diberi pelimpahan kewenangan pemberian perizinan tertentu secara terpadu, yaitu proses yang berkaitan dengan pelayanan perizinan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yaitu seperti: HO. Tujuan dari pola pelayanan terpusat, adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat pengguna atau penerima layanan, pemberian layanan dapat lebih efisien dan efektif, dilihat dari sisi waktu, masyarakat/ pengguna pelayanan cukup datang kesatu tempat, dan berhadapan dengan satu penyelenggara, tidak perlu datang ke Dinas/Instansi lain terkait yang lokasinya tersebar. (Pemangkasan waktu dan biaya untuk bolak balik, biaya extra, duplikasi berkas persyaratan). Berpikir Cerdas: Pelimpahan wewenang menurut KepMenPan tersebut diatas, dapat diiasumsikan, bahwa pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/Instansi lain yang bersangkutan. Artinya pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/ Instansi yang memiliki tugas, fungsi dan wewenang memberikan perizinan Konsep desentralisasi menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU 5/74, UU 22/1999, dan UU 32/2004) secara tegas dan jelas mengatur, bahwa penyerahan sebagian urusan pemerintahan diberikan kepada daerah otonom, dan menjadi urusan dan kewenangan (otonomi daeah) daerah otonom. Pemahamannya, Dinas/Instansi tidak memiliki hak dan wewenang untuk melimpahkan sebagian wewenang pelaksanaan urusannya kepada Dinas/Instansi atau unit kerja lain, karena Dinas/Instansi adalah perangkat daerah yang membantu KDH, dalam melaksanakan sebagian tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan oleh Kepala Daerah. Artinya, bahwa yang berhak mengatur kewenangan perangkat daerah dan secretariat daerah, adalah Kepala Daerah. Kepala Daerahlah yang berwenang memberikan pelimpahan dan/atau pencabutan/pengurangan sebagian wewenang perangkat daerah. Rincian tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur organisasi dan tata kerja (pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui restrukturisasi kelembagaan).
c. Pola Pelayanan Terpadu 1) Pelayanan Terpadu Satu Atap Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu di satuatapkan. Pola pelayanan terpadu satu atap, ditujukan untuk memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan layanan, dan tidak perlu mendatangi ke Dinas/Instansi pemberi izin yang lokasinya tersebar.
6
Pola pelayanan satu atap memiliki persamaan dengan pola pelayanan fungsional yaitu, prinsipnya kewenangan proses dan penyelesaian layanan tetap dilakukan oleh Dinas/Instansi terkait. Sedangkan perbedaannya adalah, pada pelayanan terpadu satu atap, masing-masing Dinas atau Instansi membentuk counter atau loketloket atau pintu pelayanan untuk masing-masing jenis perizinan, dan menempatkan staf sebagai Front Office/front line yang dikoordinir oleh seorang Kepala Kantor Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA). Staf tersebut ditugasi; menerima, meneliti berkas kelengkapan dan persyaratan, meneruskan berkas yang lengkap dan memenuhi persyaratan untuk diproses, menolak berkas permohonan yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan perizinan, menerima penjelasan atau keluhan dari pemohon/penerima layanan, memberikan informasi dan penjelasan kepada penerima layanan. Proses dan penyelesaian perizinan, dilakukan oleh dinas/instansi terkait, dan yang kita kenal dengan sebutan Back Office/Back Line. Perbedaan lainnya, masyarakat yang datang kesatu lokasi/tempat pelayanan dapat memperoleh informasi, konsultasi dengan unit kerja lainnya, dan/atau dapat mengajukan permohonn perizinan lainnya yang dibutuhkan pada satu lokasi/tempat yang sama. Proses pelayanan tidak dilakukan paralel atau terpadu (mengurus ijin trayek dan membuat akte kelahiran). Berpikir Cerdas; Pengertian jenis pelayanan tidak terkait dengan pelayanan lainnya menurut Konsep Pelayanan Terpadu Satu Atap dimaksud, dapat diasumsikan sebagai front office, yaitu menempatkan staf dari masing-masing dinas/instamsi pada satu tempat.Pengertian terpadu disini tidak dalam kontek proses, pengertian terpadu lebih tepat menyatukan pelayanan pada satu tempat. Perlu kearifan dalam penerapannya, karena kalau asumsinya seperti itu, hanya akan memperpanjang birokrasi.
Beberapa Daerah telah melaksanakan Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap yang dikenal dengan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), dengan berbagai variant lingkup bidang tugas dan kewenangannya, terutama untuk jenis pelayanan tertentu yang prosesnya memiliki keterkaitan dengan perizinan lainnya. Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) merupakan unit kerja yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dengan lokasi tempat/kantor tersendiri dan ditetapkan koordinator dan susunan organisasinya. Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) umumnya, selain menyelenggarakan pelayanan perizinan yang memiliki keterkaitan dengan perizinan lain, juga menyelenggarakan pelayanan perizinan yang tidak memiliki keterkaitan, serta pelayanan non perizinan. Di beberapa Daerah, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) mendapat pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan perizinan
7
tertentu dan/atau mengkoordinasikan proses pelayanan perizinan dengan dinas/ instansi yang terkait. Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap yang dilaksanakan di daerah, tidak sama dengan yang diatur dalam KepMenpan, atau beberapa Daerah membuat inovasi atau pengembangan sesuai dengan kebutuhan daerah. 2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Pola ini hakekatnya hampir sama dengan pola penyelenggaraan pelayanan terpusat, penyelenggaraan dilakukan pada satu tempat atau lokasi tertentu, dilayani melalui satu pintu. Asumsinya penyelenggaraan pelayanan dilakukan secara tunggal oleh Dinas/ Instansi tertentu atau oleh Unit kerja tertentu yang mandiri, (UPTSP), dan diselenggarakan pada satu tempat atau lokasi tertentu. Jenis pelayanannya meliputi pelayanan yang prosesnya memiliki keterkaitan dengan perizinan yang lain, artinya, ada keterkaitan antara kewenangan pelayanan perizinan yang dimilki oleh satu atau lebih dari dinas/instansi tertentu yang dipadukan dan dikoordinasikan oleh satu Dinas/Instansi atau UPTSP. Alternatif konsep pelimpahan wewenang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; pertama; kewenangan dilimpahkan secara penuh kepada Dinas/Instansi atau Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP), keuntungannya kemungkinan tercapainya tujuan peningkatan kualitas layanan publik akan lebih baik dan pertanggung jawabannya jelas. Dinas/Instansi teknis, berperan dalam tim teknis peninjauan lapangan (yang bersifat teknis dan/atau memilki dampak berskala lebih luas, seperti pencemaran lingkungan). Dinas/instansi tersebut akan lebih berfungsi pada pengawasan pelaksanaan pemberian izin, dan Monev. Kedua; pelimpahan wewenang, dilakukan berdasarkan pembagian tugas, fungsi dan wewenang bersama (concurrent), antara UPTSP dengan Dinas/Instansi yang memiliki kewenangan pelayanan pemberian perizinan yang terkait. Pola ini tidak berbeda jauh dengan pola UPTSA atau One Stop Service yang saat ini dilakukan di beberapa daerah. 3) Gugus Tugas Petugas pelayanan publik secara perseorangan atau dalam bentuk gugus tugas, ditempatkan pada Instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
8
Pola ini, hampir mendekati konsep pola penyelenggaraan pelayanan satu atap dalam skala lebih kecil, dengan menempatkan orang atau gugus tugas sebagai front office/front line, pada Kantor Dinas/ Instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, seperti; Dinas Pendapatan, di Kantor Kecamatan, di Desa/Kelurahan atau pada Instansi lain diluar Pemda, seperti PLN, Kantor Pos, BRI dan lainnya. Contoh; Kabupaten Solok, dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, melakukan langkah inovasi dengan mengembangkan penyelenggaraan pelayanannya dengan memanfaatkan akses dan jaringan Kantor Pos di Desa dan Kecamatan, untuk bertindak sebagai front office/front line UPT. Keputusan Menpan tersebut diatas, selain menetapkan beberapa pola penyelenggaraan pelayanan, juga memberikan peluang dan kesempatan kepada Instansi yang melakukan pelayanan publik, untuk dapat mengembangkan pola penyelengaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi untuk meningkatkan pelayanan publik. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud, pada hakekatnya dalam kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Beberapa poin penting Peraturan Mendagri tersebut yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah, antara lain mengatur dan memberi arahan bagi daerah, secara garis besar diuraikan sebagai berikut: 1) Penyederhanaan Pelayanan dengan membentuk Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu. 2) Penyederhanan pelayanan mencakup; a) pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh PPTSP; b) percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; c) kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
9
d) kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap waktu, proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya; e) mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan; f) pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan g) pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan perizinan. 3) Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada Kepala PPTSP untuk mempercepat pelayanan. 4) PPTSP mengelola administrasi perizinan dan non perizinan dengan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan keamanan berkas. 5) Perangkat Daerah yang secara teknis terkait dengan PPTSP berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan atas pengelolaan perizinan dan non perizinan sesuai dengan bidang tugasnya. 6) Proses penyelenggaraan pelayanan perizinan dilakukan untuk satu jenis perizinan tertentu atau perizinan paralel. 7) Pemeriksaan teknis di lapangan dilakukan oleh Tim Kerja Teknis di bawah koordinasi Kepala PPTSP. 8) Tim Teknis tersebut beranggotakan masing-masing wakil dari perangkat daerah teknis terkait dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. 9) Tim Teknis tersebut, memilki kewenangan unuk mengambil keputusan dalam memberikan rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu permohonan perizinan. 10) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh kelengkapannya. 11) Pegawai yang ditugaskan di lingkungan PPTSP diutamakan yang mempunyai kompetensi di bidangnya, dan diberikan tunjangan khusus yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan kemampuan daerah. 12) PPTSP memiliki basis data dengan menggunakan sistim manajemen informasi dan data dari setiap perizinan dan non perizinan yang diselesaikan oleh PPTSP disampaikan kepada perangkat daerah teknis setiap bulan, dan 13) Pengaturan lainnya yang berhubungan dengan penyebarluasan informasi, kepuasan pelanggan, pengelolaan pengaduan, pembinaan dan pengawasan dan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi, asosiasi, lembaga sosial, dalam pengembangan PPTSP.
10
Pengertian Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu menurut Peraturan Mendagri dan Keputusan Menpan terdapat perbedaan mendasar, dalam KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah dalam menerapkan pola pelayanan. Dalam KepMenpan dimaksud, juga ditegaskan bahwa PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu, tidak seluruh perizinan dan non perizinan, dan tidak ditegaskan sebagai perangkat daerah. Sedangkan Permendagri secara tegas menyatakan bahwa Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu. Dengan ditetapkannya PPTSP sebagai perangkat daerah yang diberi wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan non perizinan, dapat diasumsikan; pertama, membentuk lembaga perangkat daerah baru, kedua, jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan atau disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSA. Dengan demikian akan terjadi perubahan mendasar pada struktur organisasi pemerintah daerah. Perubahan organisasi memerlukan kebijakan daerah untuk melakukan pengembangan lembaga pelayanan perizinan melalui restrukturisasi Organisasi Pemerintah Daerah. Perubahan juga terhadap Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Daerah yang ada saat ini, termasuk perumusan dan penysunan kembali Tupoksi yang lebih tegas dan jelas berorientasi pelayanan masyarakat (eksternal). B. Unit Pelayanan Terpadu 1.
Apa itu Unit Pelayanan Terpadu? Untuk lebih memberikan pemahaman dan memiliki persepsi yang sama, kita mulai dengan pertanyaan apa itu Unit Pelayanan Terpadu? Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yang merupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/ dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah (otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan, daripada harus mengajukan permohonan ke beberapa institusi pemerintahan yang tersebar. Keberadaan UPT-UPT sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat umum dan dunia usaha, karena dengan demikian masyarakat umum dan para pengusaha dapat mengajukan permohonan izin dan mendapatkan izin-izin
11
dengan lebih mudah, terjangkau, waktu penyelesaian yang cepat, biaya pelayanan yang pasti dan transparan. 2.
Apa Tujuan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu? Tujuan dibentuknya unit pelayanan terpadu, adalah penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dilakukan secara terpadu, untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat memperoleh pelayanan publik. UPT diselenggarakan oleh satu penyelenggara pelayanan pada satu tempat, masyarakat umum dan pengusaha cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan pelayanan satu atau lebih pelayanan perizinan.
3.
Apakah penting Status Hukum sebuah Unit Pelayanan Terpadu? Ada tiga status hukum yang bebeda bagi suatu UPT, yaitu Dinas, Kantor dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dibawah Dinas, kemudian Kantor UPT yang mandiri. Secara teoritis, dikaitkan dengan struktur organisasi (jabatan struktural dan fungsional) yang mempunyai tingkatan status tertinggi dalam jabatan adalah Dinas (eselon II), kemudian Kantor dengan status dalam jabatan eselon III, UPTD dengan status dalam jabatan eselon IV, dan Kantor UPT umumnya tidak berstatus (struktural maupun fungsional). Status atau kedudukan organisasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang mengatur Struktur Organisasi Pemerintah Daerah, dan dilaksanakan oleh Kepala Daerah dengan Peraturan atau Keputusan Kepala Daerah, Keberagaman daerah dan keberagaman komitmen KEPALA DAERAH, berpengaruh terhadap pemberian status UPT dimaksud, dan ditemui berbagai macam status yang diberikan terhadap UPT. Contoh UPT di Malang berstatus Dinas, UPT di Kota Tangerang berstatus Kantor, dan UPT di Sragen berstatus Kantor UPT mandiri yang diberi kewenangan penuh untuk memberikan pelayanan perizinan. Dalam praktek, status atau kedudukan UPT-UPT yang tinggi, tidak terkait dengan otoritas/kewenangan yang lebih tinggi, seperti Sragen meskipun statusnya rendah, tetapi diberi atau memiliki otoritas tinggi untuk melakukan koordinasi dan pemberian perizinan (dilihat dari jumlah dan jenis pelayanan, Malang menawarkan 9 jenis pelayanan, Sragen menawarkan 28 jenis pelayanan, dengan otoritas yang sama). Keberhasilan UPT dalam menyelenggarakan pelayanan perizinan, tidak mutlak ditentukan oleh status atau tingkat kedudukan organisasi, akan tetapi sangat ditentukan oleh Komitmen Kepala Daerah dan institusi pemerintah daerah yang terkait, dan pelimpahan wewenang dari Kepala Daerah untuk memberikan layanan perizinan.
12
Manajemen Cerdas; Keberhasilan Unit Pelayanan Terpadu tidak ditentukan oleh status dalam organisasi, tetapi ditentukan oleh; 1) Komitmen Kepala Daerah dan Aparat pelaksananya, dan 2) pelimpahan kewenangan atau otoritas untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan.
C. Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Proses pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan besarnya biaya dan kepastian waktu dalam proses dan penyelesaian, lokasi atau tempat yang tersebar dan adanya biaya extra yang dikeluarkan, menjadi sorotan dan keluhan masyarakat umum dan swasta/dunia usaha baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat dan dapat menghambat masuknya investasi serta pengembangan perekonomian daerah. Pada gilirannya, tidak menguntunkan daerah dan akan melemahkan atau mengganggu kemampuan daerah untuk membiayai otonominya. Perubahan paradigma kebijakan otonomi daerah, menjadi keharusan untuk ditindaklanjuti oleh daerah. Perubahan pola pikir dan komitmen dari pimpinan dan pimpinan manajerial daerah yang lebih progresif sangat dibutuhkan dan menentukan di dalam melakukan perubahan kebijakan dan startegi meningkatkan pelayanan publik. Perubahan strategi dan kebijakan pelayanan publik menjadi prioritas untuk dilakukan, dalam upaya memberikan solusi mengatasi permasalahan buruknya pelayanan publik, dan upaya meningkatkan investasi dan perekonomian daerah guna tujuan mensejahterakan masyarakat. Kebijakan pelayanan publik diarahkan untuk pertama; penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan publik, melalui restrukturisasi kelembagaan, kedua, melakukan penyederhanaan pelayanan perizinan yang berkaitan dengan persyaratan, prosedur, proses dan penyelesaian perizinan. Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhanan penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk lembaga unit pelayanan terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT, penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan tidak sesederhana teori dan semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lain, dan dilandasi komitmen serta kerjasama untuk meningkaka kualitas pelayanan publik. Dalam praktek pelaksanaannya, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu, mengalami pasang surut, bahkan dibeberapa daerah UPT tidak berfungsi sebagaimana diharapkan, dan penyelenggaraan pelayanan kembali dilakukan secara tradisional di masing-masing Dinas/Instansi. Di beberapa daerah, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu satu atap/pintu, telah berhasil dilaksanakan dengan baik, bahkan keberhasilan praktek terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan diakui dan mendapat penghargaan
13
dari pemerintah dan lembaga internasional (ISO). Dalam proses perkembangannya, daerah-daerah tersebut telah mampu menciptakan iklim kondusif bagi kegiatan dunia usaha mengembangkan usaha dan meningkatkan investasi. Disisi lain, dampak positifnya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintahan daerah. Dari penelusuran atas keberhasilan daerah seperti Jembrana, Sragen, Solok, ParePare, dan daerah lainnya, penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui pelayanan terpadu dan atau dengan nama lainnya, ternyata sangat ditentukan oleh kebijakan dan komitmen pimpinan daerah. Komitmen Kepala Daerah dan jajaran aparat pelaksana yang didukung oleh DPRD, telah berhasil melakukan restrukturisasi organisasi yang berorientasi pada peningkatan pelayanan dan kontribusinya sangat tinggi dalam meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan yang efisien dan efektif, mengefektifitaskan sistem, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta ketegasan dan kejelasan pengawasan, sanksi dan reward. Demikian pula, langkah kebijakan pimpinan daerah dalam meningkatkan kompetensi aparat penyelenggara pelayanan dalam pelaksanaan tugas, fungsi, kewajiban dan tanggungjawab memberikan pelayanan publik, cukup berhasil mengubah mind set aparat menjadi lebih progresif, terutama di dalam membangun komitmen dan kebersamaan melaksanakan visi, misi dan tujuan organisasi. Dalam kontek kesejahteraan pegawai, di beberapa daerah seperti Gubernur Gorontalo dan Bupati Solok, telah menetapkan kebijakan dan komitmen untuk mengambil langkah-langkah pemangkasan hambatan birokrasi seperti, prosedur dan persyaratan, kepastian waktu proses dan penyelesaian, dan beban biaya extra atau pungli. Langkah tersebut, dibarengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai, baik dalam bentuk bonus, penghargaan dan tunjangan, serta menghapuskan kesan atau pandangan adanya “meja air mata dan meja mata air”, dengan kebijakan pemerataan kesejahteraan aparat secara proporsional. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, memperjelas dan mempertegas bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dlaksanakan secara terpadu satu pintu. Permendagri dimaksud mendapat respon positif dari daerah, dan saat ini menjadi bahan pembahasan alot di daerah, karena restrukturisasi kelembagaan yang ada dapat menimbulkan banyak masalah dan perlu dipecahkan bersama, terutama yang berkait dengan (seperti, konsekuensi hapusnya jabatan, penempatan pegawai dan distribusi kewenangan). Disisi lain, kendala bagi daerah, adalah belum ditetapkannya Peraturan Presiden yang mengatur pembagian urusan dan kewenangan (penganti PP 25/2000) dan Peraturan Presiden yang mengatur Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah (penganti PP 8/2002, menjadi kendala daerah dalam mempersiapkan dan merumuskan desain dan srtuktur Organisasi Pemerintah Daerah yang berorientasi pelayanan.
14
Saran; Sementara menunggu PerPres tentang Pembagian Urusan dan Wewenang, dan PerPres tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Daerah yang baru, sebaiknya Daerah merintis persiapan pengembangan lembaga PPTP, dengan melakukan evaluasi terhadap stuktur organisasi pemerintah daerah, organisasi dan tata kerja perangkat daerah dan secretariat daerah yang ada, terutama yang berkaitan tugas dan fungsi, uraian tugas yang masih berorientasi kedalam, dan menyamakan persepsi yang berorientasi pelayanan. Melakukan identifikasi urusan yang nyata ada di daerah yang memiliki beban tugas dan volume kegiatan tinggi, jenis perizinan yang sesuai dengan kondisi daerah yang berhubungan dengan urusan dan kewenangan daerah ( urusan daerah, concurrent dan pembantuan) dan kegiatan lainnya.
Pembentukan PPTSP, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintahan daerah, untuk merumuskan strategi dan kebijakan organisasi yang semula berorientasi kedalam yaitu; urusan, hak dan kewenangan organisasi dan/atau pejabatnya, diubah menjadi organisasi yang berorientasi pada pelayanan atau pelanggan. Yang harus dipahami dan disepakati bersama bahwa, tidak semua jenis pelayanan perizinan dan/atau non perizinan sertamerta tepat, efisien dan efektif diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pertimbangan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya menjadi dasar menetapkan kebijakan pelimpahan wewenang penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan tertentu kepada perangkat daerah. Untuk jenis pelayanan tertentu dimaksud, akan lebih baik dan lebih layak untuk dilimpahkan penyelenggaraannya ke unit pemerintahan tertentu (seperti; Kecamatan, Desa/Kelurahan atau UPTD tingkat Kecamatan). Dengan pertimbangan jangkauan pelayanan yang luas (untuk Kabupaten tertentu), maka untukmendekatkan pelayanan pada masyarakat, unit organisasi tersebut perlu difungsikan mendapat pelimpahan wewenang sebagai front office/front line pelayanan terpadu. Disamping itu, perlu dipertimbangkan, bahwa ada jenis pelayanan perizinan yang sifatnya teknis, seperti; tempat dan peralataan untuk uji kelaikan kendaraan bermotor, karena memerlukan biaya besar apabila dipindahkan dan/atau membangun baru dilokasi PPTSP. Demikian pula ada jenis pelayanan non perizinan yang di terpadukan, karena sifatnya temporer, seperti izin praktek dokter, izin menggunakan jalan umum dan lain sebagainya. Peraturan Mendagri mengenai kelembagaan PPTSP dimaksud, menjadi dilematis untuk daerah, disatu sisi harus mengikuti aturan yang seragam, disisi lain kondisi kebutuhan di lapangan beragam dan memerlukan diskresi. Sementara kegiatan pembinaan, pengawasan dan penilaian kinerja pemerintahan daerah oleh pemerintah, di dasarkan pada pendekatan aspek legalitas (rule government), atau mengutamakan faktor ketaatan. D. Konsekuensi Pemberian Perizinan 1. Pemberian otonomi kepada daerah, pada dasarnya memberikan sebagian urusan dan wewenang pemerintahan kepada daerah, untuk menjalankan hak,
15
wewenang, tanggungjawab dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri kebutuhan masyarakatnya. Konsekuensinya adalah tanggungjawab dan kewajiban daerah memberikan dan menyediakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ada dua varian pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu; pelayanan yang menghasilkan “public goods” dan pelayanan yang menghasilkan “public regulations” Public goods, pada umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk “hardware”, seperti penyediaan; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumah sakit, transportasi, terminal, listrik, tilpon dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Disamping menghasilkan barang, Public goods juga menghasilkan jasa, seperti; pemadam kebakaran, ketertiban, persampahan, pertamanan dan lainnya. Produk public goods, pada hakekatnya merupakan salah satu kewajiban yang harus disediakan oleh Pemerintahan Daerah, dalam kerangka menjalankan hak dan wewenang mengurus daerah dan masyarakatnya, untuk kesejahteraan masyarakat. Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya. Produk public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur daerah dan masyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di daerahnya. Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan penduduknya, seperti harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan. Konsekuensi public regulations bagi Pemerintah Daerah adalah kewajiban memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan periizinan dan non perizinan yang diperlukan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaan masyarakat. Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah bersama aparat penyelenggaraannya untuk melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan, dan untuk itu harus: a. mampu mengetahui dan memahami jenis perizinan apa yang dibutuhkan dan diperlukan oleh masyarakat; b. mampu menganalisis jenis perizinan apa saja yang tersebar di Dinas/ Instansi Pemerintah Daerah dan mengetahui proses dan prosedur pelaksanaan pemberian perizinan;
16
c. mampu menyiapkan kebijakan dan strategi memangkas; birokrasi pelayanan, prosedur dan persyaratan perizinan, d. mampu menganalisis dan menyiapkan rumusan kebijakan dan strategi penyederhanaan pelayanan perizinan; e. mampu mengambil langkah kebijakan operasional untuk memberikan pelayanan dan mengarahkan staf untuk memberikan pelayanan prima, cepat, tidak berbelit-belit, transparan yang berkait; informasi, kepastian biaya, kepastian waktu proses dan penyelesaian, akuntabel dan memuaskan masyarakat; f. mampu merumuskan kebijakan pimpinan untuk memberikan ruang bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan melakukan pengawasan; g. mampu memberikan masukan kepada pimpinan untuk tidak tebang pilih dalam penegakan hukum (law enforcement), terhadap aparat penyelenggara dan pelaksana pelayanan yang melanggar hukum dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum/kebijakan, berbuat tercela dan tidak melaksanakan komitmen;. 2. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan PerundangUndangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, izin juga memiliki implikasi hukum. Konsekuensi hukum pemberian izin dan/atau akibat izin yang diterbitkan, perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah dan/atau pejabat penyelenggara pelayanan perizinan, agar tidak keliru dalam melakukan langkah terobosan atau inovasi dalam upaya mewujudkan pelayanan yang prima dan/atau untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan perizinan atau pemberian izin yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, atau merugikan masyarakat luas, pemerintah daerah dan negara, berakibat berurusan dengan hukum. Contoh; Dibeberapa Daerah banyak pejabat yang dijadikan saksi atau tersangka dan bahkan terpidana, karena memberikan izin (seperti; penambangan timah, batubara, perkebunan, penebangan hutan, dan lainnya).
Permasalahan yang dikeluhkan dunia usaha dibidang pelayanan perizinan dan dianggap menghambat investasi di daerah, sebenarnya tidak sepenuhnya sebagai akibat dari kebijakan daerah, karena banyak masalah perizinan yang timbul sebagai akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau Provinsi. Namun masyarakat dan dunia usaha, tidak mau mengerti dan/atau tidak mau tahu, sehingga sasaran ketidakpuasan tetap diarahkan kepada Pemerintah Daerah.
17
Konsekuensinya, daerah harus berusaha optimal untuk mengubah pola pikir yang progresif untuk memperbaiki dan menberikan pelayanan perizinan yang prima, antara lain dengan memangkas berbagai hambatan birokrasi, prosedur dan persyaratan, kepastian waktu dan biaya, serta transparansi untuk mendapatkan informasi, serta adanya jaminan keamanan. Manajemen cerdas: Pertama, Mengubah pola pikir pemberian perizinan yang berorientasi Pendapatan Asli Daerah, karena izin tidak tepat menjadi tumpuan (target) Pendapatan Asli Daerah. Perizinan merupakan salah satu alat untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban, agar masyarakat tentram dan tertib dalam menjalankan kehidupan dan usahanya, tertib dan taat terhadap aturan dan tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum; Kedua, Pemberian izin, memiliki implikasi hukum, artinya harus ada kepastian bahwa Pemda tidak akan mengubah kebijakan perizinan dan memberi jaminan atau perlindungan hukum terhadap orang perorangan atau badan hukum untuk melaksanakan kegiatannya; Ketiga, Pemberian izin membawa konsekuensi bagi Pemda, Pemda harus menjamin kepastian perencanaan (tidak ada perubahan rencana peruntukan tanah/lokasi, dan penggusuran). Pemda juga berkewajiban untuk menyediakan pelayanan publk berupa sarana dan fasilitas pendukung pengembangan investasi, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, tilpon, dan lainnya (koordinasi perencanan dengan Instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah non Departemen dan BUMN dan terintegrasi dalam RPJMD dan RKPD). Keempat, Pemda harus memiliki orientasi atau naluri bisnis dalam memberikan pelayanan, artinya memahami apa yang dibutuhkan dan diperlukan dunia usaha untuk berbisnis, dan memahami tujuan pengusaha adalah mencari rente atau keuntungan yang setinggi-tingginya. Diperlukan strategi dan trick bagaimana modal masuk dan kegiatannya tetap bertahan dan berkembang di daerah, karena oreintasi pebisnis/pengusaha akan mencari tempat atau lokasi lain yang kondusif, aman dan menguntungkan, serta tidak dibebani biaya pengeluaran tinggi diluar kepentingan usahanya. Kelima, Menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat/swasta dapat berkembang, dan melakukan kerjasama dan/atau bermitra dengan pengusaha untuk menciptakan pasar kerja dan tumbuh kembangnya kegiatan usaha pendukungnya termasuk UMKM. Terbukanya lapangan kerja dan usaha, akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan, pada gilirannya masyarakat mampu membayar pajak dan retribusi untuk mendukung kemampuan Pendapatan Asli Daerah (income generating).
F.
Latihan/Diskusi Topik Bahasan Diskusi Diskusi Pleno, dengan Topik diskusi: “Pelaksanaan Kebijakan pembentukan UPT atau UPTSA dibeberapa daerah tidak berjalan optimal“.
18
Diskusikan; Mengapa kebijakan tersebut tidak berjalan baik, bagaimana dan apa yang seharusnya dilakukan oleh anda sebagai pimpinan manajerial eselon II di dalam menyikapi pelaksanaan kebijakan tersebut. Strategi dan kebijakan seperti apa yang anda siapkan untuk meyakinkan pimpinan dan menyamakan persepsi aparat dilingkungan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik (komitmen, kelembagaan, kewenangan, sumber daya aparat pelaksana, dana, sarana dan prasarana). Brainstorming, identifikasi masalah, problem pokok masalah dan solusinya (buat notulen dan hasil rumusannya/handout bagi peserta). F.
Rangkuman 1. Kebijakan pelayan peizinan diatur dalam berbagai perturan perundangundangan, antara lain a. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu; Pola Pelayanan Fungsional, Pola Pelayanan Terpusat, dan Pola Pelayanan Terpadu mencakup; Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) dan Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Pola Pelayanan Gugus Tugas. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang ditetapkan dalam kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Terdapat perbedaan mendasar, antara pengertian Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu menurut Peraturan Mendagri dan menurut Keputusan Menpan, KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah sesuai pola pelayanan, untuk membentuk lembaga penyelenggara pelayanan, dan penyelenggara PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu (tidak seluruh perizinan dan non perizinan). Dalam Permendagri secara tegas dinyatakan bahwa Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu. Permendagri dimaksud, menegaskan bahwa PPTSP sebagai perangkat daerah yang diberi wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan non perizinan, dapat diasumsikan; pertama, membentuk lembaga perangkat
19
daerah baru, kedua, jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan atau disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSP. Akan terjadi perubahan mendasar pada struktur organisasi pemerintahan daerah, yaitu dilakukannya penataan Organisasi dan TUPOKSI Perangkat Daaerah yang ada saat ini. 2. Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yang merupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/ dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah (otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan. Keberadaan UPT, dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau swasta/ dunia usaha untuk mendapatkan pelayanan perizinan yang diselenggarakan di satu tempat, sehingga tidak perlu lagi mendatangi ke beberapa institusi pemerintahan yang tersebar di berbagai tempat/lokasi. 3. Konsekuensi pemberian hak dan wewenang otonomi kepada daerah, adalah tanggungjawab dan kewajiban pemerintahan daerah, untuk memberikan dan menyediakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ada dua variant pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu; pelayanan yang menghasilkan “public goods” dan pelayanan yang menghasilkan “public regulations” Public goods, pada umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk “hardware”, seperti penyediaan ; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumah sakit, transportasi, terminal, listrik tilpon dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa Peraturan Perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya. Produk public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur daerah dan masyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di daerahnya. Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan penduduknya, seperti harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan. 4. Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhanan penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk unit pelayanan terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT di beberapa daerah, penyederhanaan pelayanan perizinan tidak sesederhana teori dan semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan
20
perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lain. 5. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundangundangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, perizinan juga memilki implikasi hukum. 6. Konsekuensi public regulations bagi Pemerintah Daerah adalah kewajiban memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan perizinan dan non perizinan yang diperlukan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaan masyarakat. Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah bersama aparat penyelenggaranya untuk melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan.
21
BAB III KEBIJAKAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) Setelah mempelajari Bab III ini, peserta mampu; 1. Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaan pelayanan perizinan; 2. Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dan kebijakan pengembangan kelembagaan yang berorientasi pelayanan; 3. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukan lembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP)
A. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) 1.
Pengantar a. Masyarakat umum dan kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan perijinan oleh pemerintah yang berbelit-belit, tidak transparan, dan perlu biaya extra. Mereka sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk mengurus suatu layanan perijinan, kondisi tersebut membuat masyarakat kecewa dan merasa dipermainkan dan dibohongi oleh janji aparat penyelenggara pelayanan umum (pemerintah), sehingga masyarakat menilai kinerja pelayanan umum secara keseluruhan buruk dan tidak memuaskan. Bagi kalangan dunia usaha, masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidakjelasan prosedur, kepastian biaya dan waktu proses dan penyelesaian perizinan, sehingga secara rata-rata biaya yang dikeluarkan pada akhirnya tinggi. Kondisi pelayanan perizinan yang buruk, menyebabkan menurunnya atau berkembangnya ketidak kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Berdasarkan fakta ini Departemen Dalam Negeri meminta kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan pelayanan perijinan yang terpadu melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perijinan di Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1998 tentang Pelayanan Perijinan Satu Atap di Daerah. Demikian pula, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan berbagai Peraturan Perundang-undangan/pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan pelayanan, melalui berbagai model pelayanan publik (termasuk pola pelayanan terpadu satu atap (PTSA) dan pola pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)). b. Merespon permasalahan tersebut, beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijaksanaan untuk membentuk pelayanan terpadu satu atap,
22
dimana dengan model tersebut masyarakat dalam mengurusi perijinan hanya perlu mendatangi kantor PT-SA untuk mengurus semua pelayanan perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), ditetapkan dalam kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dan untuk melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut diatas, maka untuk memudahkan peserta dan daerah melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP), khususnya pembentukan perangkat daerah PPTP, dalam bab ini dicontohkan beberapa proses dan bentuk LPTSP. Secara garis besar diuraikan beberapa Alternatif Bentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (LPTSP), dan analisis bentuk LPTSP yang dianggap paling sesuai untuk dikembangkan dalam proses pembentukan PPTSP.
2. Komitmen Pimpinan dan Penyelenggara Pelayanan a. Buruknya pelayanan di daerah bukan semata-mata karena merupakan hasil dari kegagalan atau ketidakmampuan atau rendahnya pengetahuan teknologi yang dimiliki pada sebagian staf pemerintah daerah, tetapi juga karena banyak faktor seperti peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pelayanan publik yang diterbitkan oleh pemerintah yang berubah-ubah atau tidak konsisten, sehingga mempengaruhi kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah. Faktor lain, sebagian penyelenggara pelayanan di daerah, perpandangan bahwa pelayanan publik bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya, dan menganggap pelayanan publik sebagai tugas tambahan. Salah satu faktor penyebabnya adalah, tugas pelayanan publik dan/atau pelayanan perizinan tidak jelas dan tidak tegas tersurat dalam struktur organisasi pemerintahan daerah dan/atau organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang mengatur dan mendistribusikan tugas pokok, fungsi dan uraian tugas (job deskription) kepada satuan kerja atau penjabatnya. Demikian pula, inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah, pada dasarnya tidak menggambarkan sepenuhnya karena semata-mata kekurangan atau ketidak mampuan sumber daya manusia, tetapi juga karena problem manajemen, komitmen dan kebijakan top pimpinan dan pimpinan bawahnya, serta pendekatan yang digunakan di dalam melaksanakan otonomi daerah masih di dasarkan pada pendekatan proyek.
23
b. Hampir kebanyakan pimpinan dan aparat penyelenggara pelayanan publik ”menganggap” bahwa memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai suatu rangkaian dari pergerakan teknik pemadam kebakaran, daripada sebuah strategi dan usaha yang sistimatik. Anggapan demikian, dapat dilihat dari usaha yang dilakukan oleh organisasi pemerintahan daerah dan/ atau jabatan individu penyelenggaranya, di dalam menghadapi masalah pelayanan, kesannya secara umum dalam bertindak seperti petugas pemadam kebakaran. Ilustrasi; Diyakini bahwa semua pimpinan dan jajaran aparat penyelenggara di daerah, mengerti dan memahami bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik. Seharusnya, pemerintahan daerah merespon dan menindaklanjutinya dengan membuat strategi dan kebijakan pelayanan publik. Dalam kontek tujuan pemberian otonomi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya kebijakan dibidang pelayanan perizinan dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu. Dalam praktek, tidak semua daerah melaksanakan kebijakan tersebut, dari hasil penelusuran dan evaluasi (sumber; Depdagri) permasalahan pokoknya adalah rendahnya komitmen dan kepedulian dari top pimpinan, pimpinan menengah dan bawah di daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Permasalahan lainnya adalah; pertama, kebanyakan aparat pemerintahan daerah ”lupa” terhadap fungsi utamanya sebagai aparat pelayanan, dan menganggap pelayanan adalah tugas atau fungsi tambahan dari pekerjaan lainnya (dapat dilihat dari tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang lebih berorientasi kedalam yaitu kepentingan urusan dan wewenangnya). Umumnya aparat baru bergerak setelah terjadi suatu masalah pelayanan. Kedua, Ketika pelayanan publik mengarah pada kualitas pelayanan, banyak aparat atau organisasi ”melihatnya sebagai cahaya atau lampu hijau suatu keberhasilan” dan umumnya ”tidak melihat bahwa kualitas pelayanan sebagai suatu area yang nyata dan penting dilaksanakan”. Ketiga, kualitas pelayanan biasanya tidak pernah diintegrasikan kedalam kegiatan sehari hari satuan unit kerja, maupun satuan kerja dalam satu kesatuan organisasi. Bahkan pelayanan publik dianggap tidak menjadi tugas dan kewajibannya yang dapat membentuk perilaku dan sikap aparat sebagai abdi pelayanan. Hal ini tidak terlihat atau tidak pernah ditunjukkan atau menjadi budaya kerjanya.
24
c. Inisiatif memulai untuk membuat strategi dan kebijakan, serta melaksanakan perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan sangat mudah dilakukan. Tetapi melaksanakan atau melakukan perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan secara rutin dan berkelanjutan bukan perkara mudah dan menjadi sesuatu yang berbeda. Memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan adalah proses yang berkelanjutan, kualitas pelayanan bukan tujuan akhir, kualitas pelayanan akan berubah dan terus meningkat sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Kualitas pelayanan yang sekarang diterima dan memuaskan masyarakat, mungkin dimasa mendatang tidak lagi dianggap memuaskan masyarakat. Kata Kunci Pelayanan yang berkelanjutan, adalah menggunakan pendekatan sistimatik dan terencana untuk mengimplementasikan usaha perbaikan atau peningkatan pelayanan dalam satu sistim pelayanan untuk mencapai kualitas pelayanan.
Sistim pelayanan, adalah keterkaitan semua aparat, secara fisik dan prosedur pegawai harus memiliki sikap melayani untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat dan menyampaikan layanan secara berkelanjutan. Salah satu strategi memperbaiki kualitas pelayanan perizinan adalah perubahan pola pikir (mindset) dari top pimpinan dan aparatnya, untuk membangun komitment. Tanpa komitmen dan dedikasi dari top pimpnan dan pimpinan bawahnya, tanpa dukungan dan partisipasi seluruh aparat penyelenggara pemerintahan daerah, sebaik apapun rencana, strategi, design dan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan, akan siasia dan gagal dilaksanakan. B. Organisasi Berorientasi Pelayanan 1. Struktur dan desain organisasi merupakan bagian penting dalam pekerjaan manajemen publik, tanpa desain organisasi yang efektif, pelayanan yang disampaikan hanya akan menjadi fenomena tugas penyedia saja. Banyak komentar atau kritik dari para akademisi terhadap desain organisasi yang dianggap cenderung mengikuti trend, termasuk kritik terhadap aktivitas aspek lainnya dalam organisasi. Pandangan atau kritik (masukan) yang diterima saat ini, terutama pada area struktur organisasi dapat dirangkum sebagai berikut : a. Birokrasi bersifat rigid atau kaku dan kurang responsif terhadap tuntutan perubahan; b. Struktur desentralisasi (mendekatkan pada konsumen) adalah bentuk organisasional yang paling tepat; c. Unit organisasi yang tidak besar atau kecil dan sederhana dianggap lebih efisien dan efektif, daripada unit organisasi yang lebih besar atau gemuk. 2. Bagaimana organisasi pemerintahan daerah kita? Struktur dan design organisasi pemerintahan daerah, cenderung banyak dipengaruhi oleh konsep birokasinya Weber. David Mc Kevitt dalam bukunya, “Managing Core Public Service”, hal 124”, menanggapi konsep Birokrasi Weber yang secara singkat sebagai berikut:
25
“Weber menjelaskan bahwa birokrasi adalah representasi dari peraturan yang rasional untuk mengambil keputusan yang tetap dan informasi diproses secara efisien sebagai persyaratan untuk setiap pengambilan keputusan. Birokrasi patut dicontoh oleh organisasi pelayanan publik dan birokrat, sebagai model administrator yang professional. Weber secara jelas lebih tertarik pada rasionalitas formal daripada gambaran efisensi, tetapi karakteristik yang di identifikasikan seringkali di interpretasikan seperti itu. Elemen utama dari rangkuman kajian tentang birokrasi yang Weber ungkapkan antara lain : a. Peraturan dan prosedur yang memungkinkan organisasi untuk menjalankan fungsinya dalam memprediksi perilaku rutin dan spesialisasi serta pembagian tenaga kerja. b. Sebagai rantai hierarki perintah. c. Seleksi untuk menentukan kompetensi dasar. d. Pemisahan antara kepemilikan dan administrasi. e. Mencatat atau menulis atau mendokmnetasikan tentang tindakan-tindakan, keputusan dan peraturan. Menurut David Mc Kevitt, formulasi Weber ini digambarkan secara sederhana, dan pre-demokratis terhadap kondisi yang langka informasi di abad ke-19. Oleh karena itu, gambaran yang diberikan Weber adalah valid dalam beberapa konteks, namun tidak dapat dilihat sebagai representasi kompleksitas, lingkungan yang tidak stabil. Kekurangan dari model birokrasi klasik seperti ini dapat dirangkum sebagai berikut: a. Kaku dan defensif, lebih berorientasi kedalam; b. Menekankan pada pengertian menerima tingkat kinerja minimum; c. Sasaran Sub unit lebih mengutamakan mengatasi tujuan akhir organisasi ; d. Melampaui fungsi departemen/bagian. 3. Organisasi adalah alat sosial untuk menangani/mengelola informasi, pada kondisi hubungan sosial yang stabil antara professional dan staf administrasi, dengan pengertian di mana pelayanan telah disampaikan kepada masyarakat sebagai klien. Tidak semua masyarakat memerlukan jenis pelayanan yang sama, dan organisasi pengelola pelayanan publik harus mampu menggabungkan keragaman dengan kebutuhan dan permintaan. Sebagai contoh, Suatu Rumah Sakit besar utama sangat penting memiliki waktu 24 jam, dan 365 hari untuk mengadakan/menyediakan pelayanan bagi pasien kecelakan dan keadaan darurat, sementara itu juga harus menyediakan fasilitas tambahan perawatan intensif yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan pendapatan khusus. Sebagaimana yang terjadi pada sektor privat/swasta, organisasi publik harus mendesain struktur untuk menyampaikan tujuan strategisnya, untuk menciptakan cara menentukan kebutuhan dari keseluruhan arah dan pengawasan, dengan
26
persyaratan yang fleksibel untuk mengakomodir fungsi lainnya yang bersifat khusus. Organisasi, seperti halnya manusia, hidup dan berkembangnya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial, budaya dan kesejarahan, artinya dalam membentuk atau merevitalisasi suatu organisasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi sosial budaya dan sejarah serta lingkungan yang mempengaruhinya. Sayangnya, berbagai usaha yang mendorong dilakukannya reformasi organisasi, sering mengabaikan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, terutama dalam konteks faktor-faktor; ekonomi, sosial, budaya dan perkembangan lingkungan. 4. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, para pimpinan/manager dan staf professional tidak hanya digerakkan oleh keinginan sendiri, tetapi terkait dengan landasan konseptual, kebijakan peraturan perundang-undangan, dan tuntutan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Bagaimanapun juga, tantangan yang dihadapi oleh para pimpinan/manajer pelayanan publik yang bekerja dalam konteks profesionalitas sangat tinggi, secara umum sama dengan setiap warga negara yang memiliki hak untuk mengharapkan pelayanan dan dukungan dari berbagai struktur organisasi yang bertugas menyampaikan pelayanan. Penyampaian pelayanan yang professional membutuhkan otonomi atau keleluasaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, otonomi atau keleluasaan di sini termasuk juga kebijakan politik dan ekonomi yang mengatur prioritas kepentingan daerah. Pimpinan manajerial menengah merupakan pemain kunci untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan, dan untuk itu mereka membutuhkan pelatihan dan pengembangan kompetensinya secara khusus, untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya menyelenggarakan pelayanan publik. Seorang pimpinan manajerial menengah, baik yang profesional dan administratif, perlu diberikan perhatian dalam hal keterampilan, teknik, dan pendekatanpendekatan yang mampu menghasilkan level pelayanan yang pantas sesuai dengan jiwa pelayanan publik. Kerangka penilaian institusional/kelembagaan yang terkait dengan sumber daya dan legitimasi/pengakuan merupakan hal yang dominan, kegiatan pelayanan publik membutuhkan kejelasan persyaratan yang efektif untuk mengakomodir pendapat masyarakat dan keterlibatan aktifnya dalam menyusun persyaratan pelayanan. Lebih lanjut, seorang pimpinan/manajer menengah harus bisa menghargai bahwa pelayanan yang efektif adalah hasil seleksi permintaan dari pelayanan teknis tertentu di dalam level toleransi kebiasaan dan praktek organisasi yang telah ada. Pihak pembuat keputusan atau kebijakan, juga harus diberikan informasi dan pemahaman tentang hal strategis dan inovasi yang ditawarkan staf untuk memperbaiki kualitas pelayanan. 5. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa bentuk organisasi yang secara rasional dapat menciptakan kepantasan, sangat tergantung pada hubungan
27
antara tugas dan lingkungan yang dilayani dan/atau mempengaruhi. Tidak ada satupun “desain struktur organisasi yang terbaik”, tetapi desain struktur organisasi yang baik menunjukkan adanya relevansi apa yang tepat dipilih oleh struktur organisasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan permintaan dari lingkungan eksternal (pelayanan publik). Tugas manajemen selanjutnya adalah, memilih struktur organisasi yang tepat, terlepas dari jenis pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi dan jenis lingkungan yang dihadapi oleh organisasi. Sebagai tambahan yang juga perlu dipertimbangkan, adalah kebutuhan pekerja/karyawan yang memenuhi persyaratan untuk mampu menjalankan tugas dan fungsinya guna tercapainya tujuan organisasi. Untuk menambah pengetahuan, beberapa tip organisasi dan karakteristiknya, antara lain : a. Organisasi mekanistik Organisasi ini sangat tepat digunakan untuk menstabilkan kondisi eksternal dan jenis prosesnya yang berkelanjutan, dan karakteristiknya adalah: 1) Spesialisasi tugas dan fungsi yang dibedakan berdasarkan masalah dan tugas untuk menghadapi organisasi yang secara keseluruhan memburuk; 2) Secara natural, abstraksi dari setiap tugas individu diikuti dengan metode, teknik dan tujuan yang kurang lebih berbeda dari tujuan organisasi secara keseluruhan, dalam arti fungsionaris cenderung untuk mengejar peningkatan teknisnya, ketimbang menyelesaikan tugas dari organisasi; 3) Definisi yang tepat mengenai hak, kewajiban dan metode teknis yang terkait dengan masing-masing peranan fungsinya; 4) Hierarki Struktur yang jelas dari pengawasan, kewenangan dan komunikasi; 5) Kecenderungan untuk operasional dan perilaku bekerja yang diatur dalam instruksi dan keputusan pimpinan; 6) Kekuatan yang mendorong tumbuh kembannya loyalitas terhadap organisasi dan kepatuhan terhadap pihak yang lebih tinggi. b. Organisasi Organik Karakteristik organisasi organik yang tepat untuk mengantisipasi kondisi perubahan lingkungan dan tugas non rutin, termasuk; 1) Pengetahuan khusus seperti pengalaman, memiliki kontribusi terhadap tugas umum organisasi; 2) Penyesuaian yang berkelanjutan untuk meredefinisi tugas individu, melalui interaksi dengan orang lain; 3) Membangun komitmen bersama terhadap organisasi diluar definisi teknis organisasi 4) Kejelasan Struktur jaringan pengawasan, kewenangan dan komunikasi; 5) Tidak ada masukan untuk pimpinan organisasi; seperti pengetahuan mengenai teknik atau keuangan; 6) Substansi isi komunikasi yang terdiri dari informasi dan saran, daripada keputusan institusi.
28
Bentuk organisasi organik tidak memiliki hierarki seperti halnya dalam organisasi yang mekanistik, namun tetap terstratifikasi dan memiliki komitmen terhadap sasaran dan tujuan organisasi yang lebih luas dalam tipe organik. Jenis organisasi organic juga lebih mengarah pada suatu institusi, dibandingkan dengan hanya sekedar organisasi sederhana, dengan gambaran seperti yang terdapat dalam aturan, perilaku dan prosedur yang berasal dari luar organisasi yang berdasarkan pada pengetahuan teknikal atau khusus. Lingkungan institusional sebagai inti pelayanan publik merupakan hal yang penting seperti yang dikontribusikan secara signifikan untuk membentuk proses internal dari organisasi pemerintahan daerah. Tujuan dari Pemerintah Daerah, adalah untuk memberikan pelayanan yang prima, dan dalam hal pelayanan yang dapat mendukung kesatuan sosial dan interdependensi, dapat dipromosikan secara luas kepada masyarakat. Organisasi Pemerintah Daerah, adalah organisasi yang besar, cakupan tugas dan fungsinya luas, termasuk di dalamnya jumlah aparat penyelenggaraannya yang besar, dari mulai aparat adminsitratif, teknis, professional dan lainnya. Sebagaimana organisasi mekanistik, mereka bekerja dalam mutualisme dan kerjasama, khususnya dalam hal hierarki, kewenangan dan pengawasan. Bentuk organisasi pemerintah daerah yang baik, tergantung pada strukturstruktur internalnya yang tepat, jelas tugas dan fungsinya, jelas fungsi dan efektifitas pengawasannya, serta mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang mempengaruhinya. 6. Organisasi Pemerintah Daerah, memiliki uraian tugas bagi setiap pegawainya yang memiliki jabatan. Pertanyaannya, “Apa itu Uraian Tugas” Uraian tugas adalah statemen yang biasanya dijelaskan sebagai tanggungjawab, tugas dan pekerjaaan dan tingkatan kewenangan untuk setiap posisi jabatan. Pertanyaan lain, bagaimana uraian tugas digunakan dalam manajemen kinerja dan perencanaan kinerja untuk meningkatkan kualitas pelayanan? Uraian tugas pada dasarnya menggambarkan garis besar tanggungjawab tugas dan pekerjaan dari setiap unit kerja dan/atau penjabatnya. Ada masalah yang harus dipikirkan bersama, sementara banyak ahli menyarankan untuk menggunakan uraian tugas sebagai pedoman dalam mengatur tercapainya tujuan, dalam kenyataan umumnya unit satuan kerja dalam organisasi pemeritahan daerah tidak memiliki uraian tugas yang jelas melaksanakan pelayanan apa atau tidak berorientasi pada pelayanan. Disamping itu, masih ditemui uraian tugas yang tumpang tindih satu dengan lainnya, bahkan apabila dilihat dari kebutuhan dan tuntutan meningkatkan pelayanan, uraian tugas yang ada sudah usang dan kaku, sehingga tidak mampu mengantisipasi tuntutan perubahan dan perkembangan. Dalam kenyataannya, perubahan kerja dan tanggungjawab serta tuntutan perubahan lingkungan yang begitu cepat, dalam waktu singkat dapat membuat uraian tugas menjadi cepat usang. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi organisasi untuk
29
memperbaharui uraian tugasnya, khususnya biaya, waktu dan tenaga yang harus dikeluarkan organisasi Karyawan sering bicara tidak ada pekerjaan atau tidak ada yang dikerjakan, ini menunjukkan mereka menyerah untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan tidak memahami uraian tugasnya, atau mungkin uraian tugasnya tidak jelas atau mungkin juga uraian tugasnya tumpang tindih dengan tugas unit kerja lain. Jadi, jika anda menggunakan sebuah uraian tugas sebagai langkah awal untuk mereview dan memodifikasi lebih cepat terhadap proses kinerja perencanaan, maka anda akan mendapatkan gambaran apa yang dikerjakan karyawan. Peringatan: Banyak uraian tugas yang sudah usang, ketinggalan jaman atau tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan lingkungan yang mempengaruhi. Jangan begitu yakin terhadap apa yang anda baca. Verifikasi dulu dengan karyawan anda, apakah anda yakin saat ini, bahwa uraian tugas tersebut sudah mengambarkan tingkat ketepatan dan kejelasan untuk meningkatkan kinerja pelayanan.
7. Kita sering bicara tentang hubungan diantara tujuan organisasi, tujuan Satuan Kerja dan tujuan setiap pegawai, kita menetapkan bahwa uraian tugas yang ada sudah akurat dan sesuai dengan apa yang diinginkan untuk mecapai tujuan organisasi. Kita ingin tahu, bagaimana anda memberikan kontribusi yang besar untuk tercapainya tujuan organisasi, Bersama-sama karyawan, anda akan menetapkan beberapa target pencapaian untuk setiap pegawai. Perlu kesepakatan pemahaman, bahwa suatu tujuan adalah pernyataan dari hasil atau tujuan akhir yang diharapkan oleh karyawan untuk menciptakan atau memberi kontribusi tertentu. Tujuan juga dapat mencakup batas waktu atau sumber daya. Beberapa point penting sebagai contoh, dalam menetapkan suatu tujuan : a. Buat setiap tujuan secara spesifik dan memungkinkan untuk dicapai; b. Fokus pada masing-masing tujuan sebagai tanggung jawab pekerjaan individu atau hasil akhir yang ingin dicapai; c. Spesifik ketika hasil yang seharusnya terjadi dengan beberapa keterbatasan sumber daya yang dimiliki; d. Buat tujuan yang sependek atau sesingkat mungkin, terfokus, dan langsung (singkat, padat, jelas); e. Tujuan harus difokuskan pada hasil atau outcome, dan bila mungkin tidak hanya fokus pada bagaimana karyawan mencapai hasil akhir tersebut. 8. Anda sebagai pimpinan dianggap ahli dibidang pekerjaan anda, beberapa pertanyaan mengenai uraian tugas anda; a. Yakinkah anda uraian tugas sudah tepat dan jelas? Apakah perlu untuk diperbaharui agar lebih berorientasi pada pelayanan? b. Bagaimana anda melihat besarnya kontribusi diri anda terhadap pencapaian tujuan dari Satuan Kerja/Unit satuan kerja anda? c. Apakah ada cara terbaik yang dapat mengukur kontribusi anda dalam mencapai tujuan organisasi? d. Bagaimana anda memutuskan target anda? Apakah anda memerlukan bantuan orang lain atau unit kerja lain?
30
e. Apakah anda hambatan yang dapat menggambarkan pengaruhnya terhadap kinerja tugas anda? f. Tingkat kewenangan seperti apa yang anda butuhkan untuk melaksanakan tugas operasional pekerjaan anda? g. Apa yang menjadi bagian penting dari pekerjaan anda? Pertanyaan diatas, dimaksudkan untuk membuka cara pandang di dalam memahami dan mendalami peran anda dalam melaksanakan uraian tugas yang di atur dalam Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja, dan untuk membantu anda membangun komitmen, komunikasi dan kerjasama terselenggaranya tujuan otonomi daerah. Secara khusus pertanyaan tersebut diatas, juga diharapkan dapat mendorong pola pikir anda untuk lebih progresif menerapkan pendekatan urusan dan kewenangan di dalam penyempurnaan organisasi yang berorientasi pelayanan, khususnya di dalam kerangka memperbaiki pelayanan perizinan. Contoh Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unsur Organisasi Kepala Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, mengatur, mengendalikan dan mengkoordinasikan kegiatan Dinas serta melaksanakan urusan rumah tanggga Dinas dan tugas-tugas yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Kepala Dinas mempunyai Fungsi: a. Menetapkan visi, misi dan rencana strategis Dinas; b. Menetapkan rancangan program kerja dan kegiatan serta anggaran tahunan Dinas untuk selanjutnya mengusulkan kepada Walikota; c. Mempelajari dan melaksanakan kebijakan yang diberikan oleh Walikota; d. Membina, memotivasi dan melaksanakan pengawasan melekat terhadap bawahan dalam rangka peningkatan kinerja dan produktivitas kerja serta pengembangan karier; e. Memantau dan mengevaluasi realisasi program kerja dan kegiatan serta penggunaan anggaran Dinas f. Mengkoordinasikan kegiatan Dinas dalam rangka mendukung pencapaian sasaran program kerja dan kegiatan dinas g. Menetapkan petunjuk opersional pelaksanaan kegiatan Dinas; h. Mermuskan dan menjabarkan kebijakan stragtegis dan teknis di bidang industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata; i. Melaksankan pengawasan dan pengendalian di bidang industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata j. Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain baik Pemerintah maupun Swasta di bidang industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata k. Melaksanakan kebijaksanaan strategis dan teknis di bidang pemberdayaan industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata l. Menyelenggarakan pelayanan teknis administrasi kepada semua Perangkat Daerah dan masyarakat di bidang industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata m. Menyelenggarakan koordinasi dengan Instansi terkait di bidang pemberdayaan industri, perdagangan, koperasi dan pariwisata
31
n. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada Walikota di bidang perizinan. o. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada Bupati/Walikota di bidang perizinan; p. Dan seterusnya. Dari contoh Tupoksi tersebut diatas, pelayanan cenderung berorientasi kedalam (pimpinan dan organisasi), dan tidak menunjukkan secara jelas dan tegas, mengenai tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab organisasi/ penjabatnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tujuan pemberian otonomu daerah. Menjadi bahan diskusi di dalam penyusunan strategi dan kebijakan pengembangan organisasi yang berorientasi pelayanan eksternal. 9. Tugas, pekerjaan dan tujuan dari karyawan akan menjadi sejalan dengan tujuan dan sasaran dari unit kerja dan organiasi, manakala karyawan mengerti hubungan antara tanggungjawab anda dan keseluruhan tujuan organisasi. Penyempurnaan uraian tugas dan tanggungjawab yang berorientasi pelayanan, akan menjadi model untuk menggambarkan setiap perubahan dalam hubungan kerja. C. Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu dapat dilakukan dengan berbagai pola sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya, seperti Pelayanan Terpadu Satu Atap atau Satu Pintu. Pembentukan lembaga PPTSP, dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu: (1) bentuk Dinas; (2) bentuk Kantor, dan (3) bentuk Unit. Ketiga bentuk PPTSP tersebut masing-masing mempunyai dasar hukum pembentukannya, dengan besaran organisasi, cakupan urusan/kewenangan dan jenjang jabatan (eselon) yang berbeda. Untuk memudahkan peserta di dalam mempersiapkan rencana pembentukan perangkat daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Sebagai contoh dalam sub bab ini diuraikan mengenai proses Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Bentuk “Dinas” a. Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah; b. Mempunyai tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi;
32
c. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Dinas Daerah Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi: 1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; 2) pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum; dan 3) pembinaan terhadap unit pelaksanaan teknis dinas dalam lingkup tugasnya. 2.
Bentuk “Kantor” a. Merupakan lembaga teknis daerah yang mempunyai fungsi koordinasi dan perumusan kebijakan pelaksanaan serta fungsi pelayanan masyarakat; b. Merupakan unsur pelaksana tugas tertentu, yang karena sifatnya tidak tercakup oleh Sekretariat Daerah dan Dinas Daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui Sekretaris Daerah.
3.
Bentuk “Unit” Merupakan unsur pelaksana gabungan operasional Dinas/Lembaga Teknis Daerah (badan, lembaga, kantor); Dipimpin oleh kepala unit yang secara struktural berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas/Kantor/Badan, dan secara fungsional/ bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Ketiga bentuk lembaga PTSP tersebut, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam proses dan pelaksanaan pelayanan perijinan kepada masyarakat (lebih jelasnya lihat Matrik SWOT dalam rangka menganalisis bentuk kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu). Bahwa bentuk lembaga pelayanan terpadu yang akan dikembangkan di daerah sangat tergantung dengan keputusan Pemerintah Daerah setempat, terutama komitmen dari pimpinan dan aparat penyelenggara pelayanan publik. Alternatif-alternatif bentuk lembaga pelayanan yang akan dipilih dan ditetapkan struktur, tugas, fungsi dan kewenangannya, organisasi pelaksanaannya maupun mekanisme dan prosedur pelayanan perijinan, sangat ditentukan oleh komitmen dan kondisi sumber daya yang ada di daerah.
33
(Contoh Untuk Bahan Analisa SWOT PPTSP) Analisa SWOT Lembaga Pelayanan Terpadu (PPTSP)
Peluang (Opportunities-O)
Matrik SWOT LPT-SP berbentuk: “DINAS”
Kekuatan (Strengths-S) Berwenang untuk memberikan keputusan perijinan; Prosedur pelayanan perijinan lebih pendek, sehingga prosesnya cepat selesai;
Kelemahan (Weaknesses-W) Ketersediaan SDM yang menguasai teknis tentang prosedur perijinan sangat terbatas;
Dengan proses pelayanan yang lebih cepat, mudah dan transparan, minat dan kesadaran masyarakat untuk sadar perijinan semakin meningkat; Meningkatnya investasi di daerah karena kemudahan dalam proses pelayanan perijinan; Strategi S-O Membentuk Kelembagaan PTSA (Perda); Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan yang dituangkan dalam “protap”; Mempercepat proses pelayanan perijinan. Strategi W-0 Menyediakan personil (staf) yang cukup (kuantitas) untuk bekerja di LPT-SP; Meningkatkan kemampuan personil LPT-SP dalam teknis prosedur pelayanan perijinan;
Ancaman (Threats-T) Instansi Teknis yang biasa melayani perijinan akan keberatan melimpahkan tugastugas mereka; Adanya pembatasan jumlah Dinas di daerah sesuai dengan PP No. 8 Tahun 2003.
Strategi S-T Mendapatkan Komitmen Kepala Daerah (Bupati/ Walikota) dukungan DPRD dan partisipasi masyarakat; Meningkatkan transparansi perijinan; Pelaksanaan Sosialisasi PT-SP.
Strategi W-T Menempatkan Personil (“mutasi”) dari Dinas/Instansi Teknis yang biasa melayani perijinan ke LPTSP;
Meningkatkan kemampuan personil dalam pemberian pelayanan perijinan (sikap/perilaku)\ Peluang (Opportunities-O)
Matrik SWOT LPT-SP berbentuk:
Proses-proses pelayanan perijinan semakin jelas penanganan dan penyelesaiannya;
“KANTOR” Membuka kesempatan investasi karena kemudahan proses dan transparasi prosedurnya.
34
Ancaman (Threats-T) Dinas/Instansi Teknis yang biasa menangani (melayani perijinan) masih memberlakukan mekanisme dan prosedur yang lama dalam proses perijinan.
Strategi S-O Strategi S-T Kekuatan (Strengths-S)
Meningkatkan koordinasi dengan Instansi Teknis terkait;
Berwenang untuk melakukan koordinasi dengan instansi teknis terkait untuk menyelesaikan perijinan.
Mempercepat proses pelayanan perijinan;
Kelemahan (Weaknesses-W) Keputusan pemberian perijinan masih tergantung pada Dinas Teknis yang bersangkutan; Kemampuan SDM terbatas.
Meningkatkan transparansi proses pelayanan perijinan.
Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan; Melaporkan secara reguler/ berkala perkembangan kantor PT-SP kepada Kepala Daerah.
Strategi W-0 Meningkatkan koordinasi dengan Instansi Teknis terkait; Meningkatkan kemampuan personil dalam pemberian pelayanan perijinan (sikap/perilaku)
35
Strategi W-T Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan;
Peluang (Opportunities-O)
Matrik SWOT LPT-SP bembentuk: “UNIT”
Kekuatan (Strengths-S) Dukungan dari instansi lebih optimal; Personil/Staf diambil dari masing-masing Dinas yang menangani perijinan; Transparansi proses pelayanan perijinan; Kelemahan (Weaknesses-W) Keputusan pemberian perijinan masih tergantung pada Dinas/ Instansi Teknis yang bersangkutan; Fungsinya hanya sebagai tempat utuk mengajukan permohonan dan tempat pengambilan ijin Akan menambah birokrasi pelayanan perijinan, karena proses penyelesaian perijinan masih tetap dilaksanakan di Dinas Teknis yang bersangkutan.
Proses-proses pelayanan perijinan semakin jelas penanganan dan penyelesaiannya; Membuka kesempatan investasi karena kemudahan proses dan transparasi prosedurnya.
Ancaman (Threats-T) Instansi Teknis yang biasa menangani perijinan masih memberlakukan mekanisme dan prosedur yang lama dalam proses perijinan; Masyarakat menganggap keberadaan UPT tidak merubah lama proses pelayanan perijinan.
Strategi S-O
Strategi S-T
Menjalin koordinasi dengan Satuan Kerja Tekis terkait;
Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan;
Meningkatkan kemampuan personil dalam pemberian pelayanan perijinan (sikap/perilaku). Melaksanakan Sosialisasi
Mempercepat proses pelayanan perijinan; Meningkatkan transparansi proses pelayanan perijinan.
Strategi W-0 Menjalin koordinasi dengan Satuan Kerja Teknis terkait; Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan; Mempercepat proses pelayanan perijinan; Menjaga dan atau meningkatkan transparansi proses pelayanan perijinan; Membangun komitmen besama.
36
Strategi W-T Menyederhanakan persyaratan, dan mekanisme pelayanan perijinan; Mempercepat proses pelayanan perijinan; Meningkatkan transparansi proses pelayanan perijinan.
4.
Alternatif Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Berbentuk Dinas Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PT-SP) adalah perangkat daerah, sebagai usur pelaksana Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan perijinan kepada masyarakat. Dinas PT-SP dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah (lihat bagan berikut): a. Contoh Struktur Organisasi Pemerintah Daerah
Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Sekretaris Daerah
Lembaga Teknis Daerah (Badan, Kantor)
Asisten I (Pemerintahan)
Asisten 2 (Administrsi Pembangunan)
Asisten 3 (Administrasi Umum)
Bagian-Bagian
Bagian-Bagian
Bagian-Bagian
Dinas-Dinas Daerah
Dinas PT-SP
b. Tugas Pokok Dinas PT-SP mempunyai tugas pokok membantu Walikota/Bupati dalam penyelenggaraan sistem pelayanan perijinan di daerah. c. Fungsi Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas PT-SP mempunyai fungsi: 1) Perencanaan: yaitu melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan dibidang layanan perijinan (terutama mekanisme, prosedur dan persyaratan, serta
37
2) 3) 4)
5)
6)
pemberian ijin) sehingga masyarakat (pemohon) akan terlayani secara baik, transparan, dan tepat waktu; Pengkoordinasian: yaitu melakukan kegiatan koordinasi dengan dinasdinas terkait dalam pelaksanaan pemberian ijin kepada masyarakat; Pelayanan: yaitu memberikan layanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP; Pengendalian, yaitu mengendalikan kegiatan-kegiatan layanan perijinan, sehingga sesuai dengan mekanisme, prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan. Monitoring dan Evaluasi, yaitu melakukan kegiatan monitoring untuk melihat sejauhmana pelaksanaan perijinan dilaksanakan, dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan perijinan, sehingga dapat diketahui dimana terdapat kendala atau permasalahan, serta mencari solusi pemecahannya. Hasil monitoring dan evaluasi, dilaporkan secara rutin (bulanan) kepada Kepala Daerah. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Daerah.
Adapun struktur organisasi Dinas PT-SP, Mekanisme pelayanan perijinan serta Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Perijinan, dapat dicontohkan sebagai berikut: d. Struktur Organisasi Dinas PT-SP Untuk memperoleh bentuk yang ideal sebagai organisasi yang khusus melayani masyarakat dalam pemberian perijinan, maka struktur organisasi Dinas PT-SP selayaknya terdiri: 1) 1 (satu) Bagian Tata Usaha, terdiri atas; a) Sub Bagian Umum; dan b) Sub Bagian Keuangan. 2) 3 (tiga) Bidang, yaitu: a) Bidang Pendataan dan Penetapan, terdiri dari 2 (dua) seksi, yaitu seksi pendataan dan seksi penetapan; b) Bidang Pelayanan Perijinan, terdiri dari 2 (dua) seksi, yaitu: Seksi Administrasi Program dan Seksi Pelayanan dan Perijinan; dan c) Bidang Evaluasi dan Penyuluhan, terdiri dari 2 (dua) seksi, yaitu: Seksi Evaluasi dan Seksi Penyuluhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan pada halaman berikut:
38
Contoh : Struktur Organisasi LPT-SP Berbentuk “DINAS” Kepala Daerah Setda
Dinas Teknis Terkait
Kepala Dinas PT-SP
Bagian Tata Usaha
0 Subbagian Umum
Bidang Pendataan dan Penetapan
Seksi Pendataan
Bidang Pelayanan Perijinan
Seksi Penetapan
Seksi Administrator Program
Loket Informasi
Subbagian Keuangan
Bidang Evaluasi dan Penyuluhan
Seksi Pelayanan Perijinan
Loket-loket Pelayanan Perijinan
Seksi Evaluasi
Loket Pembayaran (Bank/Kasir)
Seksi Informasi dan Penyuluhan
Loket Pengambilan Berkas Ijin
Uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian dan seksi (job description) adalah sebagai berikut: 1) Dinas PT-SP Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pelayanan perijinan baik disisi administrasi maupun mekanisme dan prosedur pelayanan perijinan; bertanggung jawab terhadap layanan perijinan yang dikeluarkan, baik secara administrasi maupun teknis pelaksanaan. 2) Bagian Tata Usaha Menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana kegiaan, menerima dan memberikan informasi serta mengelola urusan tata usaha dan rumah tangga Dinas PT-SP
39
a) Sub Bagian Umum Melaksanakan urusan surat menyurat, rumah tangga, pemeliharaan barang inventaris, perlengkapan, hubungan masyarakat, dokumentasi, ketatalaksanaan dan kepegawaian. b) Sub Bagian Keuangan o Melaksanakan pengolahan keuangan yang meliputi penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran serta melaporkan pendapatan; o Memberikan dukungan keuangan untuk keperluan rumah tangga Dinas PT-SP. 3) Bidang Pendataan dan Penetapan a) Bertanggung jawab terhadap data-data pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP; b) Menyiapkan jenis-jenis pelayanan perijinan termasuk prosedur mekanisme dan persyaratan serta dukungan perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaannya. Dalam melaksanakan kegiatannya Bidang Pendataan dan Penetapan ada 2 seksi, yaitu; a) Seksi Pendataan o Bertanggung jawab terhadap data-data pelayanan perijinan yang telah dilaksanakan di Dinas PT-SP; o Bertanggung jawab terhadap data-data pendukung pelayanan perijinan, seperti data pemohon, berkas-berkas persyaratan; o Menyiapkan data-data perkembangan pelayanan perijinan sebagai bahan untuk pelaksanaan evaluasi c) Seksi Penetapan o Bertanggung jawab terhadap jenis-jenis pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP; o Bertanggung jawab dalam menyusun mekanisme dan prosedur serta persyaratan-persyaratan terhadap jenis-jenis pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP; o Bertanggung jawab dalam memberikan dukungan perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaan pemberian perijinan, seperti Perda, SK Kepala Daerah. 4) Bidang Pelayanan Perijinan a) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP; b) Menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana kegiatan pelayanan perijinan. Bidang Pelayanan Perizinan masih dibagi lagi menjadi beberapa seksi, yaitu; a) Seksi Administrator Program
40
o Bertanggung jawab untuk mengembangkan alat bantu program aplikasi (sistem) pelayanan terpadu; o Bertanggung jawab dan mengawasi atas berjalannya program aplikasi pelayanan terpadu; o Secara periodik melakukan evaluasi untuk pengembangan program aplikasi pelayanan terpadu; o Melakukan proses pemeliharaan database perijinan. b) Seksi Pelayanan & Perijinan o Bertanggung jawab terhadap Pelaksanaan Pelayanan Perijinan Terpadu; o Bertanggung Jawab terhadap layanan perijinan yang dikeluarkan o Penyiapan bahan dan kegiatan pelayanan umum o Pengelolaan pelayanan umum o Pelaksanaan koordinasi dengan petugas pelayanan umum o Penyusunan bahan laporan. Dalam melayani masyarakat disediakan beberapa macam loket pelayanan, yaitu ; a) Loket Informasi Memberikan informasi kepada pemohon yang berkaitan dengan perijinan, mekanisme, dan persyaratan. b) Loket Pelayanan & Perijinan o Menerima permohonan pelayanan perijinan dari pemohon, o Memeriksa persyaratan pelayanan perijinan dari pemohon o Memproses permohonan ke dalam Sistem, dan menindaklajuti untuk dianalisis apakah disetujui atau ditolak o Mendata permohonan perijinan o Membuat laporan perkembangan pemohon ijin. c) Loket Kasir/Bank o Menerima pembayaran retribusi ijin dari pemohon o Mendata pembayaran ke dalam sistem o Membuat laporan penerimaan retribusi d) Loket Pengambilan Berkas Perijinan o Memberikan kepada pemohon atas ijin yang telah selesai (jadi). o Mencatat tanda terima penyerahan berkas perijinan yang telah diselesaikan 5) Bidang Evaluasi dan Penyuluhan a) Bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan evaluasi terhadap pemberian pelayanan perijinan yang dilakukan di Dinas PT-SP; b) Bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan penyuluhan, pemberian informasi kepada masyarakat serta menangani pengaduan-pengaduan yang
41
muncul sebagai akibat pelaksanaan pelayanan perijinan yang dilakukan di Dinas PT-SP. Dalam melaksanakan kegiatannya Bidang Evaluasi dan Penyuluhan ada 2 seksi, yaitu; a) Seksi Evaluasi o Menyiapkan bahan-bahan untuk kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pelayanan perijinan kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh Dinas PT-SP; o Melakukan kegiatan evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan pemberian pelayanan perijinan kepada masyarakat. b) Seksi Informasi dan Penyuluhan o Penyiapan bahan-bahan informasi dan penyuluhan; o Memberikan informasi (publikasi secara luas) pelayanan dan perijinan bagi masyarakat dan instansi baik pemerintah maupun swasta, baik melalui media masa; o Melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat luas, agar sadar betapa pentingnya perijinan (sadar “perijinan”) sebagai dasar untuk melakukan aktivitas kegiatan usaha masyarakat; o Menerima pengaduan yang datang dari masyarakat dan instansi, baik pemerintah maupun swasta; o Pelaksanaan tindak lanjut pengaduan dari masyarakat dan instansi, baik pemerintah maupun swasta.
42
43
e.
Contoh Mekanisme pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Dinas PT-SP MEKANISME LAYANAN PERIJINAN DI ”DINAS” PT-SP
Pemohon
Loket Informasi
Mencari Informasi
Memberikan Informasi dan Formulir
Loket Pelayanan
Dinas Teknis
Kepala Daerah
Loket Kasir/ Bank
Loket Pengambilan
Pemeriksaan Lapangan
Rapat Koordinasi Isi Formulir Permohonan dan Persyaratan
Pemeriksaan Permohonan dan Persyaratan
Pengembalian Formulir
Pemeriksaan Permohonan dan Persyaratan
Sesuai Informasi
Lengkap Informasi
Penerbitan Ijin
Menerima info Surat Ijin Telah Selesai
Biaya Administrasi
PelimpahanWewena ngPenandatanganan ijin kpd Dinas
Surat Ijin
Konfirmasi Surat Ijin Telah Selesai
Transaksi Pembayaran
Bukti Pembayaran Surat Ijin
Tanda Terima Surat Ijin
44
Langkah-langkah untuk mendapatkan perijinan (layanan) melalui Dinas PTSP adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mencari informasi pada “loket informasi” untuk mendapatkan informasi (penjelasan) tentang persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan layanan perijinan. 2. Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi segala persyaratan perijinan. 3. Pemohon mengajukan permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke “loket pelayanan” 4. Petugas di loket pelayanan melakukan pemeriksaan berkas permohonan dan persyaratan. 5. Jika “tidak lengkap” maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk melengkapinya. 6. Jika “lengkap”: a. Pemohon menerima berkas tanda terima, b. Dinas PT-SP akan melakukan pemeriksaan (pembahasan) terhadap berkas-berkas tersebut, apakah permohonan ijin tersebut disetujui atau tidak. c. Jika hasil pemeriksaan berkas tersebut ternyata tidak sesuai dengan peraturan (PERDA, RT/RW, Peraturan lainnya), maka permohonan di “tolak” dan berkas-berkas permohonan akan dikembalikan kepada pemohon. d. Jika hasil pemeriksaan berkas permohonan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka permohonan perijinan “di setujui” dengan: e. Naskah perijinan diterbitkan (dicetak) di Dinas PT-SP f. Petugas membawa naskah perijinan untuk dimintakan “tanda tangan” kepada Pejabat yang berwenang. g. Pemohon menerima informasi bahwa surat ijin selesai h. Pemohon melakukan pembayaran di loket kasir/bank i. Petugas loket kasir/bank memberi bukti pembayaran j. Pemohon mengambil surat ijin k. Petugas Loket pengambilan menyerahkan tanda terima dan surat ijin. Melihat bagan mekanisme pelayanan perijinan seperti tersebut diatas, terlihat bahwa dari proses permohonan dengan penyeleksian berkas, pemeriksaan berkas dan proses persetujuan permohonan cukup dilakukan oleh “Dinas PTSP. Bagi ijin-ijin yang memerlukan rekomendasi teknis harus mendapatkan persetujuan dari tim teknis/ahli dalam bidangnya. Dalam melaksanakan mekanisme pelayanan perijinan ini dituntut “kesadaran hukum” yang tinggi. Dari sisi pemohon, harus melampirkan persyaratan yang benar (tidak memalsukan dokumen) dari sisi petugas, harus teliti dalam memeriksa berkas permohonan. Kesesuaian dengan peruntukannya, kebenaran berkas, dan keseriusan petugas lapangan (Tim Teknis dan Dinas Instansi) dalam meneliti kondisi yang ada, tetap menjadi kunci penting dalam proses pelaksanaan perijinan.
5.
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Perijinan
Pemohon
Dinas PT-SP
Persyaratan Persyaratan Persyaratan
Salinan Berkas
Lengkap
Dinas Teknis
Tidak Ya Tidak
Setuju
Pemohon Pengembalian Berkas
Ya
Pemohon
Pemberitahuan
Surat Ijin
Dinas Teknis
Pelaksanaan Aktivitasi Pembangunan
Pemohon Pemohon Pemohon
Persyaratan Persyaratan Surat Ijin
Monitoring Evaluasi
Tidak
Sesuai Ijin
Dinas Teknis
Pelaksanaan Aktivitasi Pembanguna n
Ya
Pelaksanaan Aktivitasi Pembangunan
6.
Contoh Alternatif PTSP berbentuk Kantor Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PT-SP) adalah unsure penunjang pelaksana Pemerintah Daerah dalam pemberian pelayanan perijinan kepada masyarakat. Kantor PT-SP dipimpin oleh seorang kepala kantor yang berada
45
di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah. Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah
Sekretaris Daerah
Asisten I (Pemerintahan Umum)
Bagianbagian
Lembaga Teknis Daerah (Badan, Kantor)
Kantor PTSP
Asisten 2 (Pembangun)
Bagianbagian
Asisten 3 (Pemerintahan Desa/Kelurahan)
Bagianbagian
Dinas-dinas Daerah
Gambar Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah a. Tugas Pokok Kantor PT-SP mempunyai tugas pokok membantu Walikota/Bupati dalam penyelenggaraan sistem pelayanan perijinan di daerah. b. Fungsi Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, kantor PT-SP mempunyai fungsi dalam hal : 1) Perencanaan: yaitu melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan di bidang layanan perijinan (terutama mekanisme, prosedur dan persyaratan, serta pemberian ijin) sehingga masyarakat (pemohon) akan terlayani secara baik, transparan, dan tepat waktu. 2) Pengkoordinasian: yaitu melakukan kegiatan koordinasi dengan dinasdinas terkait dalam pelaksanaan pemberian ijin kepada masyarakat; 3) Pelayanan: yaitu memberikan layanan perijinan yang dilaksanakan di kantor PT-SP. 4) Pengendalian, yaitu mengendalikan kegiatan-kegiatan layanan perijinan, sehingga sesuai dengan mekanisme, prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan. 5) Monitoring dan Evaluasi: yaitu melakukan kegiatan monitoring untuk melihat sejauhmana pelaksanaan pelayanan perijinan dilaksanakan,
46
dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan perijinan, sehingga diketahui dimana terdapat kendala atau permasalahan, serta mencari solusi pemecahannya. Dari hasil monitoring dan evaluasi ini dilaporkan secara rutin (bulanan) kepada Kepala Daerah. c. Struktur Organisasi Kantor PT-SP Untuk memperoleh bentuk yang ideal organisasi yang khusus melayani masyarakat dalam pemberian perijinan, maka bentuk organisasi Kantor PT-SP direkomendasikan terdiri dari 1 (satu) Sub Bagian Tata Usaha dan 3 (tiga) Seksi, yaitu Seksi Pendataan dan Penetapan, Seksi Pelayanan Perijinan, serta Seksi Evaluasi dan penyuluhan. Sub Bagian Tata Usaha menangani urusan uum dan urusan keuangan, Seksi Pendataan dan Penetapan menangani Urusan Pendataan dan Urusan Penetapan, Seksi Pelayanan dan Perijinan menangani urusan Administrator Program dan Urusan Pelayanan Perijinan, Sedang Seksi Evaluasi dan Penyuluhan menangani urusan evaluasi dan urusan Informasi dan Penyuluhan (lihat bagan berikut). Kepala Daerah Setda
Kepala Kantor PT-SP
Garis Koordinasi
TimTeknis Terkait
Sub Bagian Tata Usaha
Urusan Umum
Seksi Pendataan dan Penetapan
Urusan Pendataan
Urusan Keuangan
Seksi Pelayanan Perijinan
Urusan Penetapan
Loket Informasi
Urusan Administrator Program
Seksi Evaluasi dan Penyuluhan
Urusan Pelayanan Perijinan
Loket-loket Pelayanan Perijinan
Urusan Evaluasi
Loket Pembayaran (Bank/Kasir)
47
Urusan Informasi dan Penyuluhan
Loket Pengambilan Berkas Ijin
d. Organisasi Kantor PTSP Uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian dan seksi (job description) adalah sebagai berikut: 1) Kantor PT-SP o Bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan perijinan baik disisi administrasi maupu teknis mekanisme dan prosedur pelayanan perijinan; o Bertanggung Jawab terhadap layanan perijinan yang dikeluarkan, baik secara administrasi maupun teknis. 2) Sub Bagian Tata Usaha o Menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana kegiatan, menerima dan memberikan informasi srta mengelola urusan tata usaha dan rumah tangga Kantor PT-SP; o Dalam pelaksanaan kegiatannya, Sub Bagain Tata Usaha dibantu staf yang menangani urusan umum dan urusan keuangan; o Urusan umum; melaksanakan urusan surat menyurat, rumah tangga, pemeliharaan barang inventaris, perlengkapan, hubungan masyarakat, dokumentasi, ketatalaksanaan dan kepagaian; o Urusan keuangan; melaksanakan pengolahan keuangan dan meliputi penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran serta melaporkan pendapatan. Memberikan dukungan keuangan untuk keperluan rumah tanggal Kantor PT-SP 3) Seksi Pendataan dan Penetapan o Bertanggung jawab terhadap data-data pelayanan perijinan yang dilaksanakan di Kantor PT-SP; o Menyiapkan jenis-jenis pelayanan perijinan termasuk prosedur, mekanisme dan persyaratannya, serta dukungan perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaannya; o Dalam pelaksanaan kegiatanya seksi pendataan dan penetapan dibantu staf yang menangani urusan pendataan dan urusan penetapan; Seksi Pendataan dan Penetapan dibagi menjadi dua bagian, yaitu; a) Urusan Pendataan o Bertanggung jawab terhadap data-data pelayanan perijinan yang telah dilaksanakan di Kantor PT-SP; o Bertanggung jawab terhadap data-data pendukung pelayanan perijinan, seperti data pemohon, berkas-berkas persyarata; o Menyiapkan data-data perkembangan pelayanan perijinan sebagai bahan untuk pelaksanaan evaluasi b) Urusan Penetapan o Bertanggung jawab terhadap jenis-jenis pelayanan perijinan yang dilaksanakan di kantor PT-SP;
48
o Bertanggung jawab dalam menyusun mekanisme dan prosedur serta persyaratan-persyaratan terhadap jenis-jenis pelayanan perijinan yang dilaksanakan di kantor PT-SP; o Bertanggung jawab dalam memberikan dukungan perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaan pemberian perijinan, seperti Perda SK Kepala Daerah. 4) Seksi Pelayanan Perijinan o Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan perijinan yang dilaksanakan di kantor PT-SP; o Menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana kegaitan pelayanan perijinan; o Dalam melaksanakan kegaitannya seksi pelayanan perijinan dibantu staf yang menangani urusan administrator program dan urusan pelayanan perijinan Seksi Pelayanan Perizinan dibagi menjadi dua bagian, yaitu; a) Urusan Administrator Program o Bertanggung jawab untuk mengembangkan alat bantu program aplikasi (sistem) pelayanan terpadu; o Bertanggung jawab dan mengawasi atas berjalannya program aplikasi pelayanan terpadu; o Secara periodik melakukan evaluasi untuk pengembangan program aplikasi pelayanan terpadu; o Melakukan proses pemeliharaan database perijinan. b) Urusan Pelayanan Perijinan o Bertanggung jawab terhadap Pelaksanaan Pelayanan Perijinan Terpadu; o Bertanggung Jawab terhadap layanan perijinan yang dikeluarkan o Penyiapan bahan dan kegiatan pelayana umum o Pengelolaan pelayanan umum o Pelaksanaan koordinasi dengan petugas pelayanan umum o Pengelolaan pelayanan umum o Pelaksanaan koordinasi dengan petugas pelayanan umum o Pengawasan terhadap petugas pelayanan umu o Penyusunan bahan laporan Dalam Pelayanan Perizinan yang beberapa loket yang tersedia adalah sebagai berikut a) Loket informasi Memberikan informasi kepada pemohon yang berkaitan dengan perijinan, mekanisme, dan persyaratan. b) Loket Pelayanan & Perijinan o Menerima permohonan pelayanan perijinan dari pemohon o Memeriksa persyaratan pelayanan perijinan dari pemohon
49
o Memproses permohonan ke dalam Sistem, dan menindaklanjuti untuk dianalisis apakah disetujui atau ditolak; o Mendata permohonan perijinan; o Membuat Laporan perkembangan pemohon ijin. c) Loket Kasir/Bank o Menerima pembayaran retribusi ijin dari pemohon o Mendata pembayaran ke dalam sistem o Membuat laporan penerimaan retribusi d) Loket Pengambilan Berkas Perijinan o Memberikan kepada pemohon atas ijin yang telah selesai (jadi) o Mencatat tanda terima penyerahan berkas perijinan yang telah diselesaikan. 5) Seksi Evaluasi dan Penyuluhan o Bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan evaluasi terhadap pemberian pelayanan perijinan yang dilakukan di Kantor PT-SP; o Bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan penyuluhan, pemberian informasi kepada masyarakat serta menangani pengaduan-pengaduan yang muncul sebagai akibat pelaksanaan pelayanan perijinan yang dilakukan di Kantor PT-SP Dalam pelaksanaan kegiatannya, seksi evaluasi dan penyuluhan dibantu staf yang menangani urusan evaluasi dan penyuluhan; a) Urusan Evaluasi o Menyiapkan bahan-bahan untuk kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pelayanan perijinan kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh kantor PT-SP; o Melakukan kegiatan evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan pemberian pelayanan perijinan kepada masyarakat. b) Urusan Informasi dan Penyuluhan o Penyiapan bahan-bahan informasi dan penyuluhan; o Memberikan informasi (publikasi secara luas) pelayanan dan perijinan bagi masyarakat dan instansi baik pemerintah maupun swasta, baik melalui media masa; o Melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat luas, agar sadar betapa pentingnya perijinan (sadar “perijinan”) sebagai dasar untuk melakukan aktivitas kegiatan usaha masyarakat; o Menerima pengaduan yang datang dari masyarakat dan instansi, baik pemerintah maupun swasta; o Pelaksanaan tindak lanjut pengaduan dari masyarakat dan instansi, baik pemerintah maupun swasta.
50
e. Mekanisme Pelayanan Perijinan di Kantor PT-SP Untuk mendapatkan pelayanan perijinan di kantor PT-SP, pemohon akan mengajukan permohonan ijin di kantor PT-SP, dengan (telah) melengkapi persyaratan yang dibutuhkan. Oleh petugas berkas permohonan diproses lebih lanjut dengan memeriksa berkas persyaratannya. Setelah proses pemeriksaan awal ini petugas kantor PT-SP akan melakukan koordinasi secara terpadu dibawah satu tim koordinasi dengan instansi terkait denga perijinan tersebut, lihat pada bagan yang terdapat pada halaman berikut ini;
51
52
MEKANISME LAYANAN PERIJINAN DI ”KANTOR” PT-SP
Pemohon
Loket Informasi
Mencari Informasi
Memberikan Informasi dan Formulir
Loket Pelayanan
TIM Teknis
Kepala Daerah
Loket Kasir/ Bank
Loket Pengambilan
Pemeriksaan Lapangan
Rapat Koordinasi Isi Formulir Permohonan dan Persyaratan
Pemeriksaan Permohonan dan Persyaratan
Pengembalian Formulir
Pemeriksaan Permohonan dan Persyaratan
Sesuai Informasi
Lengkap Informasi
Penerbitan Ijin
Menerima info Surat Ijin Telah Selesai
Biaya Administrasi
Pelimpahan Wewenang Penandatanganan ijin kpd Dinas
Surat Ijin
Konfirmasi Surat Ijin Telah Selesai
Transaksi Pembayaran
Bukti Pembayaran Surat Ijin
Tanda Terima Surat Ijin
53
Langkah-langkah untuk mendapatkan perijinan (layanan) melalui kantor PT-SP, seperti yang tertera dalam bagan tersebut, adalah sebagai berikut: 1) Pemohon mencari informasi pada “loket informasi” untuk mendapatkan informasi (penjelasan) tentang persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan layanan perijinan. 2) Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi segala persyaratan perijinan 3) Pemohon mengajukan permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke “ loket pelayanan” 4) Petugas di loket pelayanan melakukan pemeriksaan berkas permohonan dan persyaratan. 5) Jika “tidak lengkap” maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk melengkapinya. 6) Jika “lengkap”: a) Pemohon menerima berkas tanda terima; b) Kantor PT-SP akan memberitahukan (memberikan) kepada “Tim Koordinasi” untuk mengkoordinasikan lebih lanjut kepada “Tim Teknis”; c) “Tim Teknis” melakukan pemeriksaan lapangan; d) “Tim Teknis” melaporkan kepada “Tim Koordinasi” tentang hasil pemeriksaan lapangan untuk dibahas lebih lanjut e) “Tim Koordinasi” melakukan rapat koordinasi, untuk membahas hasil pemeriksaan lapangan dan membuat berita acara pemeriksaan, apakah ditolak atau diterima, dengan dasar-dasar hukum dan peraturan sebagai acuannya. f) Jika hasil rapat koordinasi menyatakan “penolakan” maka berkasberkas permohonan dikembalikan kepada pemohon. g) Jika hasil rapat koordinasi menyatakan “persetujuan” maka: (1) Naskah perijinan diterbitkan (dicetak) di Kantor PT-SP. (2) Petugas Kantor PT-SP membawa naskah perijinan untuk dimintakan “tanda tangan” kepada Pejabat yang berwenang. (3) Kepala Daerah/Kepala Dinas mempertimbangkan (secara makro atau politis) apakah perijinan disetujui atau ditolak, (4) Jika “ditolak” berkas dikembalikan ke pemohon melalui Kantor PT-SP (5) Jika “disetujui” akan dilakukan penandatanganan surat perijinan (6) Pemohon menerima informasi bahwa surat ijin selesai (7) Pemohon melakukan pembayaran di loket kasir pada Kantor PT-SP (8) Petugas loket kasir memberi bukti pembayaran (9) Pemohon mengambil surat ijin (10) Petugas loket pengambilan menyerahkan tanda terima dan surat ijin.
7.
Contoh Alternatif LPPTSP berbentuk Unit a. Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam bentuk Unit, dapat dibentuk dan berada di lingkungan Dinas tertentu (sebagai unit kerja dalam lingkungan satuan kerja perangkat daerah). b. Sebagai Unit Pelaksana Dinas yang khusus menangani pelayanan perizinan satu pintu, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. c. Struktur Organisasinya disesuaikan dengan kebutuhan daerah, mekanisme kerja dan tanggung jawabnya disesuaikan dan/atau mengacu pada pembentukan Dinas Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP).
D. Latihan/Diskusi 1.
Diskusi 1: Topik Diskusi “Kebijakan Pengembangan Daerah Berorientasi Pelayanan”
Organisasi Pemerintah
Tinjauan bahasan; Mengapa perlu membangun Komitmen untuk memperbaiki kualitas pelayanan perizinan; perubahan kebijakan pelayanan Publik dan tuntutan pelayanan (pengaruh lingkungan) terhadap Perubahan Organisasi Pemerintah Daerah (struktur, tugas, fungsi dan uraian tugas yang berorientasi pelayanan). Pelanggan (penerima jasa pelayanan) dapat dikatagorikan pelanggan internal dan eksternal, Organisasi Pemerintah Daerah melaksanakan fungsi pelayanan internal dan eksternal. Evaluasi organisasi Pemerintah Daerah anda, apakah organisasi satuan kerja baik line maupun staf, Tupoksinya (uraian tugas) sudah secara tegas, jelas sesuai dengan organisasi berorientasi pelayanan masyarakat ( eksternal). Diskusikan : Proses persamaan persepsi, strategi dan perumusan kebijakan yang disiapkan untuk pimpinan menetapkan Kebijakan Pengembangan Organisasi Pemerintah Daerah Berorientasi Pelayanan. 2.
Diskusi 2 Topik Bahasan : “Kebijakan Pembentukan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sebagai Salah Satu Strategi Untuk Memperbaiki Kualitas Pelayanan Perizinan” Tinjauan Bahasan : Membangun komitmen dan persamakan persepsi dan pola pikir perlunya meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Rumuskan kebijakan yang dapat dilaksanakan dan berkesimbungan, bentuk lembaga PPTSP dan analisis dampaknya terhadap perbaikan dan/atau Peningkatan
kualitas pelayanan perizinan. Analisis pengaruh pembentukan LPPTSP terhadap perubahan Organisasi Pemerintah Daerah/Organisasi Satuan Kerja line dan staf yang berkait dengan struktur, tugas pokok, fungsi, uraian tugas dan wewenang. Analisis SWOT dapat digunakan. Catatan: Fasilitator dan/atau Peserta (kesepakatan) dapat menentukan Topik Bahasan lain/aktual di daerah yang berkaitan dengan Kebijakan restrukturisasi kelembagaan dan pembentukan Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pembahasan tetap dalam koridor materi bahasan Modul ini.
E. Rangkuman Inisiatif memulai untuk membuat strategi dan kebijakan, serta melaksanakan perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan sangat mudah dilakukan. Tetapi melaksanakan atau melakukan perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan secara rutin dan berkelanjutan bukan perkara mudah dan menjadi sesuatu yang berbeda. Memperbaiki atau meningkatkan kalitas pelayanan adalah proses yang berkelanjutan, kualitas pelayanan bukan tujuan akhir, kualitas pelayanan akan berubah dan terus meningkat sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Kualitas pelayanan yang sekarang diterima dan memuaskan masyarakat, mungkin dimasa mendatang tidak lagi dianggap memuaskan masyarakat. Kata Kunci Pelayanan yang berkelanjutan, adalah menggunakan pendekatan sistimatik dan terencana untuk mengimplementasikan usaha perbaikan atau peningkatan pelayanan dalam satu sistim pelayanan yang berkelanjutan untuk mencapai kualitas pelayanan. Sistim pelayanan, adalah keterkaitan semua aparat, secara fisik dan prosedur pegawai harus memiliki sikap melayani untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat dan menyampaikan layanan secara berkelanjutan. Salah satu strategi memperbaiki kualitas pelayanan perizinan adalah perubahan pola pikir (mind set) dari top pimpinan dan aparatnya, untuk membangun komitmen. Tanpa komitmen dan dedikasi dari top pimpnan dan pimpinan bawahnya, tanpa dukungan dan partisipasi seluruh aparat penyelenggara pemerintahan daerah, sebaik apapun rencana, strategi, desain dan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan, akan sia-sia dan gagal dilaksanakan. Ketiga bentuk lembaga PTSP (Dinas, Kantor, Unit), masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam proses dan pelaksanaan pelayanan perijinan kepada masyarakat (lebih jelasnya lihat Matrik SWOT dalam rangka menganalisis bentuk kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu). Bahwa bentuk lembaga pelayanan terpadu yang akan dikembangkan di daerah sangat tergantung dengan keputusan Pemerintah Daerah setempat, terutama
komitmen dari pimpinan dan aparat penyelenggara pelayanan publik. Alternatifalternatif bentuk lembaga pelayanan yang akan dipilih dan ditetapkan struktur, tugas, fungsi dan kewenangannya, organisasi pelaksanaannya maupun mekanisme dan prosedur pelayanan perijinan, sangat ditentukan oleh komitmen dan kondisi sumber daya yang ada di daerah.
57
BAB IV KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN PELAYANAN PERIZINAN Peserta diharapkan mampu; 1. Merumuskan dan menyiapkan kebijakan dan strategi penyederhanan pelayanan perizinan; 2. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis penyederhanaan pelayanan perizinan dan analisis perizinan; 3. Mengambil langkah kebijakan operasional memperbaiki kualitas pelayanan perizinan.
A. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik 1.
Pengantar Seiring dengan tuntutan peningkatan pelayanan masyarakt dan tentang persaingan bebas, maka penyederhanaan perijinan merupakan keharusan. Namun disadari bahwa penyederhanaan perijinan tersebut tidak mudah karena menyangkut berbagai kepentingan dan terkait dengan kondisi wilayah yang berbeda. Karena itu, penyederhanaan merupakan proses yang membutuhkan waktu cukup panjang dan dilaksanakan secara bertahap. Proses dan keberhasilan penyederhanaan perijinan di setiap wilayah bisa berbeda tergantung pada kondisi setiap daerah. Bercermin dari pengalaman, pelaksanaan penyederhanaan perijinan tidak sesederhana menyusun konsepnya. Penyederhanaan perijinan merupakan proses berkelanjutan yang harus dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lainnya. Proses penyederhanaan dimulai dari Pemerintah dengan kata lain Pemerintah harus mengalami proses pembaruan (reinvention), bukan sekedar kata lain dari reformasi, juga tidak bersinonim dengan perampingan, swastanisasi, atau sekedar menekan pemborosan dan kecurangan. Pembaruan jauh lebih mendalam dari semua itu. Pembaruan adalah mengubah “semangat” Organisasi Pemerintah sehingga memiliki perilaku inovatif, secara terus menerus memperbaiki kinerjanya tanpa harus didorong dari luar. Pembaruan menciptakan “enterpreneur minded” dalam organisasi dan menciptakan organsisasi pemerintah yang memiliki sistem pembaruan diri. Pola pikir pendekatan perijinan dapat dijelaskan pada gambar berikut
POLA PIKIR PENYEDERHANAAN PERIJINAN MELALUI HASIL HGSL
Perbahan paradigma pelayanan publik
Jumlah, Identitas, Jenis dan Mekanisme pelayanan perijinan yang ada saat ini
Reinventing Government Banishing Bureaucravy
Analisa HGSL
Analisa SWOT
Jumlah, Identitas, Jenis dan Mekanisme pelayanan perijinan yang baru. Sesuai dengan prinsip : Sederhana, Jelas, Efisien, Efektif, Ekonomis, Kepastian Hukum, Transparan, dan Tepat waktu
KEPUASAN PUBLIK
Pengaruh lingkungan internal dan eksternal
2.
Perubahan Paradigma Pelayanan Publik Dalam menyederhanakan perijinan perlu berpegangan pada perubahan paradigma pelayanan publik, yaitu: Reinventing Government (Semangat Wirausaha Birokrasi) Proses transformasi sektor publik seharusnya didasari prinsip-prinsi yang mengacu kepada: a. Pemerintah lebih diarahkan sebagai pengatur dan pengendali daripada menjadi pelaksana; b. Pemerintah lebih diarahkan untuk memberdayakan daripada memenuhi langsung kebutuhan masyarakat; c. Pemerintah hendaknya mendorong iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan; d. Pemerintah yang bekerja karena misi yang lebih kongkrit lebih efisien dan efektif dibanding bekerja karena peraturan; e. Dalam bekerja Pemerintah sebaiknya lebih berorientasi kepada hasil; f. Pemerintah dibentuk untuk dapat melayani masyarakat secara optimal, bukan masyarakat melayani birokrasi; g. Pemerintah tidak terfokus kepada bagaimana membelanjakan tetapi harus lebih terfokus untuk menghasilkan; h. Pemerintah berupaya mencegah masalah yang akan timbul dibanding dengan mengatasi masalah;
i. j.
Pemerintah harus lebih banyak melimpahkan tugasnya kepada partisipasi masyarakat kepada Kerja Tim; Pemerintah harus berorientasi kepada pasar, mengurangi hambatan birokrasi dan meningkatkan daya saing
Banishing Bureaucracy (memangkas birokrasi), sebagai implementasi Reinventing Government, ditetapkan 5 (lima) strategi sebagai berikut: a. Strategi Inti: Pendekatan kepada kejelasan tujuan, peran dan arahan; b. Strategi Konsekuensi: Pendekatan kepada penilaian kinerja, (performance appraisal); c. Strategi pelanggan: Pendekatan kepada pilihan pelanggan, kompetisi dan kualitas; d. Strategi Kekuatan: Pendekatan kepada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat; e. Strategi Kultur: Pendekatan kepada nilai, kebiasaan, visi dan nurani. Tujuan Hakiki Reformasi adalah peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat). Perubahan paradigma organisasi yang berorientasi pelayanan, harus disepakati bersama, dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh top pimpinan, pimpinan dan seluruh aparat pemerintah daerah. B. Analisis SWOT dan Analisis HGSL 1.
Analisis SWOT Analisis SWOT adalah salah satu cara untuk melakukan analisis yang cermat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) terhadap berbagai hal yang menyangkut perijinan saat ini. Langkah selanjutnya melakukan identifikasi berbagai faktor secara sistematis, untuk merumuskan strategi yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Analisis SWOT, harus didasarkan pada logika yang dapat memanfaatkan kekuatan (strength) untuk meraih peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat menyadari kekurangan atau kelemahan (weaknesses) untuk mengatasi ancaman (threats).
2.
Analisis HGSL Analisis HGSL (Penghapusan, Penggabungan, Penyederhanaan, dan Pelimpahan) yang dikenal juga dengan istilah studi ACSD (Abolish, Combine, Simplified, Decentararlize) dapat dilakukan langkah-langkah dibawah ini:
Melakukan identifikasi jumlah, jenis perizinan dan mekanisme pemberian perijinan yang dilakukan saat ini. Persamakan persepsi tentang perubahan paradigma pelayanan publik berdasarkan Analisis SWOT di bidang perijinan. Analisis HGSL adalah inti dari penyederhanaan perijinan, yang terdiri dari alternatif solusi berupa: a. Penghapusan, yaitu mengurangi jenis perijinan yang selama ini diberlakukan, dengan dihapuskannya perijinan tersebut; b. Penggabungan yaitu penggabungan beberapa perijinan yang dipandang sama secara substansi menjadi satu perijinan; c. Penyederhanaan yaitu penyederhanaan persyaratan yang selama ini diberlakukan karena dipandang sudah tidak sesuai atau tidak lelevan lagi untuk mendapatkan ijin tersebut; d. Pelimpahan yaitu melimpahkan proses pemberian ijin kepada instansi dibawahnya dengan pertimbangan jangkauan pelayanan lebih dekat dan lebih cepat. Sasaran analisis HGSL adalah pelayanan perizinan yang sederhana, jelas, efisien, efektif, ekonomis, memberikan kepastian hukum, transparan, tepat waktu dan akuntabel (better, cheaper dan faster). Langkah selanjutnya proses analisis HGSL, adalah membuat matrik analisis HGSL yang digunakan sebagai bahan dalam mengambil keputusan terhadap sebuah ijin. Dalam mengambil keputusan terhadap suatu izin, secara garis besar dapat berpatokan pada contoh tabel sebagai berikut; Gambar Matrik Total Score Total Score Rendah
Tinggi
Positif Penggabungan, dan atau Penyederhanaan, dan atau Pelimpahan (apabila mungkin) Pelimpahan (apabila mungkin)
Negatif Penggabungan, dan atau Penyederhanaan, dan atau Penghapusan (apabila mungkin) Penghapusan
C. Analisis Perijinan 1.
Analisis SWOT Analisis HGSL terhadap Pelayanan Perijinan dilakukan dengan Metode SWOT Analisis. Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) mengenai berbagai hal yang
menyangkut perijinan saat ini. Selanjutnya, secara sistimatis melakukan identifikasi berbagai faktor, untuk merumuskan strategi Pemerintah Daerah. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat memahami kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Terdapat beberapa langkah utama yang harus dilakukan satu persatu dalam melakukan analisis SWOT terhadap pelayanan perijinan, yaitu: o Mendefinisikan terlebih dahulu pelayanan perijinan yang sedang berlangsung, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya; o Menentukan kesempatan dan ancaman saat ini sesuai dengan pertimbangan terhadap lingkungan eksternal pelayanan perijinan o Menentukan secara akurat faktor-faktor yang menjadi kunci sukses dalam melaksanakan mekanisme pelayanan perijinan. o Lembaga penanggungjawab pelayanan perijinan harus mampu melihat kedalam dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan perijinan tersebut, sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. o Memadukan kemampuan yang dimiliki dengan kunci-kunci sukses yang sudah dipahami, merumuskan dengan baik tentang kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang ada. a. Faktor Lingkungan Internal 1) Kekuatan o Memiliki Dasar Hukum (peraturan) yang jelas; o Bertujuan untuk melaksanakan ketertiban, baik tertib lingkungan sesuai dengan rencana induk pengembangan kota (rencana tata ruang dan wilayah RT/RW) o Bertujuan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) 2) Kelemahan o Dasar Hukum (peraturan) tidak kuat dan bertentangan dengan peraturan yang lain (tumpang tindih) dan juga terjadi duplikasi persyaratan; o Mekanisme (prosedur) yang berbelit, membutuhkan waktu yang relatif panjang untuk mengurusnya; o Dengan target pemasukan PAD, maka faktor (aspek) yang lain akan diabaikan dalam pelaksanaan pelayanan perijinan. b. Faktor Lingkungan Eksternal 1) Peluang o Dalam Era Otonomi terbuka peluang bagi daerah untuk berinovasi menyederhanakan prosedur perijinan untuk memancing minat dalam dunia usaha (investasi); o Membuka peluang (kesempatan) kerja; o Menambah/meningkatkan PAD
2) Ancaman o Daerah dapat rusak lingkungannya (tidak sesuai dengan RT RWnya) apabila aspek-aspek tertib lingkungan diabaikan hanya untuk mengejar target PAD; o Peluang dunia usaha dan tenaga kerja akan berkurang apabila prosedur perijinan terlalu sulit untuk dilaksanakan; o PAD akan berkurang dengan berkurangnya investor atau dengan rendahnya minat untuk berusaha. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka strategi yang harus dilakukan oleh daerah adalah sebagai berikut (lihat contoh Matrik SWOT Analisis Perijinan) Contoh ; Tabel Matrik SWOT Analisis Perijinan 1)
Matrik SWOT ”Analisis Perijinan”
Peluang (Opportunities-O) Dalam Era Otonomi terbuka peluang bagi daerah untuk berinovasi menyederhaakan prosedur perijinan untuk memancing minat dalam dunia usaha (investasi);
1)
2) 2) 3)
Membuka peluang (kesempatan) kerja; Menambah/ meningkatkan PAD 3)
1) 2)
3)
1)
2)
3)
Kekuatan (strengths-S) Memiliki Dasar Hukum yang jelas Bertujuan untuk melaksanakan ketertiban, baik tertib lingkungan sesuai dengan RTRW; Bertujuan untuk menambah PAD Kelemahan (Weakness-W) Dasar Hukum tidak kuat dan bertentangan dengan peraturan yang lain (tumpang tindih) dan juga terjadi duplikasi persyaratan; Mekanisme waktu berbelit, membutuhkan waktu yang relatif panjang untuk mengurusnya; Dengan target pemasukan PAD, maka faktor yang lain akan diabaikan dalam pelaksanaan pelayanan perijinan,
Strategi S-O : Penyederhanaan dan atau Pelimpahan
Strategi W-O : Penyederhanaan dan atau Penggabungan
Ancaman (Threats-T) Daerah dapat rusak lingkungannya (tidak sesuai dengan RTRW) apabila aspekaspek tertib lingkungan diabaikan hanya untuk mengejar target PAD; Peluang dunia usaha dan tenaga kerja akan berkurang, apabila prosedur perijinan terlalu sulit untuk dilaksanakan; PAD akan berkurang dengan berkurangnya investor atau dengan rendahnya minat untuk berusaha
Strategi S-T : Penyederhanaan dan atau Penggabungan dan atau Pelimpahan
Strategi W-T : Penghapusan
2.
Matrik Penilaian Dari hasil identifikasi terhadap pelayanan perijinan dengan analisis SWOT tersebut diatas, maka dapat disusun kriteria penilaian untuk masing-masing perijinan. Kriteria penilaian ini didasarkan pada faktor-faktor internal maupun eksternal (SWOT Analisis) seperti tersebut diatas. Berdasarkan faktor-faktor tersebut,maka disusun kriteria penilaian perijinan yang terdiri dari: a. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan (yang lebih tinggi), yaitu menilai sejauhmana perijinan tersebut didukung dengan Peraturan Perundangan; b. Duplikasi persyaratan, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut terjadi duplikasi persyaratan; c. Kemiripan dengan perijinan lainnya, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut dari segi maksud dan tujuan, serta prosedur sama dengan perijinan yang lain; d. Dampak terhadap perkembangan dunia usaha dan lapangan kerja, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut berdampai terhadap perkembangan dunia usaha; e. Dampak terhadap ketertiban lingkungan, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut berdampak terhadap ketertiban lingkungan; f. Dampak terhadap tertib administrasi, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut berdampak terhadap tertib administrasi; g. Dampak terhadap daya tarik investasi, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut berdampak terhadap daya tarik investasi; h. Dampak terhadap Pariwisata, yaitu untuk menilai sejauhmana perijinan tersebut berdampak terhadap perkembangan dunia pariwisata; i. Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu untuk menilai sejauhaman perijinan tersebut berdampak terhadap PAD. Dari kriteria penilaian tersebut dilakukan penilaian positif dan negatf (interval -2 sampai dengan +2) sehingga diperoleh rincian penilaian sebagaimana tabel berikut ini. Berdasarkan tabel kriteria penilaian tersebut, diperoleh interval penilaian yang paling rendah adalah -10 (negatif sepuluh) dan paling tinggi +14 (positif empat belas) Contoh; Tabel Kriteria Penilaian Dari Masing-Masing Perijinan No.
Kriteria Penilaian
1
Sesuai Dengan Peraturan Perundangan (yg lebih tinggi)
Nilai
Keterangan
-2 -1 0
Bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi Dasar Hukum yang digunakan tidak relevan Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang equivalen Didukung dengan SK Kepala Daerah yang Sesuai Didukung dengan UU, PerDa yang sesuai
1 2
No.
2
Kriteria Penilaian
Duplikasi Persyaratan
Nilai
Keterangan
-2
Banyak terjadi duplikasi persyaratan dengan pelayanan perijinan yang lain Sedikit terjadi duplikasi persyaratan dengan pelayanan perijinan yang lain Tidak ada hbungan, atau pengaruh yang ekuivalen Tidak ada duplikasi persyaratan Dari segi maksud dan tujuan serta prosedur banyak terjadi persamaan dengan objek yang sama Dari segi maksud dan tujuan serta terjadi persamaan, dengan objek yang berbeda Tidak ada hubungan atau pengaruh yang ekuivalen Dari segi maksud dan tujuan tidak terjadi persamaan Dari segi maksud dan tujuan serta prosedur tidak terjadi persamaan Menghambat perkembangan dunia usaha, sehingga lapangan kerja tidak tersedia Tidak ada hubungan atau pengaruh yang ekuivalen Memacu untuk pertumbuhan (perkembangan) dunia usaha, sehingga membuka lapangan kerja Sangat memacu untuk pertumbuhan (perkembangan) dunia usaha, banyak membuka lapangan kerja Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang ekuivalen Diperlukan untuk pengaturan tertib lingkungan (dampak lingkungan) Sangat diperlukan untuk pengaturan tertib lingkungan , sesuai dengan RTRW Kota Blambangan Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang ekuivalen Diperlukan untuk pengaturan tertib administrasi, Identitas, dll Menghambat investor untuk berinvestasi, karena menambah biaya dan persyaratan yang harus dipenuhi Menghambat investor untuk berinvestasi, keraguan untuk berinvestasi karena ijin bersifat sementara Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang ekuivalen Mendukung investasi dengan adanya kepastian untuk berusaha (ijin yang mendukung) Sangat mendukung usaha (investasi), mekanisme dan prosedur yang tidak rumit, serta kepastian hukum untuk melakukan usaha.
-1 0 1 2 -2 -1
3
Kemiripan dengan perijinan lainnya
0 1 2 -2 -1
4
Dampak terhadap perkembangan dunia usaha dan lapangan kerja
0 1 2
-2 -1 0 5
Dampak terhadap ketertiban lingkungan
1 2
6
Dampak terhadap tertib administrasi
-2 -1 0 1 2 -2
-1
7
Dampak terhadap daya tarik investasi
0 1 2
Kriteria Penilaian
No.
Dampak terhadap Pariwisata
8
Nilai
Keterangan
-2 -1 0
Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang ekuivalen Berdampak terhadap pariwisata, meskipun kecil pengaruhnya Sangat mempengaruhi usaha pariwisata dengan tersedianya sarana dan prasarana (fasilitas) pariwisata Tidak ada kontribusi untuk income daerah, baik langsung maupun tidak langsung serta menambah beban bagi masyarakat yang mengurus perijinan Tidak ada kontribusi untuk income daerah, baik langsung maupun tidak langsung Tidak ada hubungan, atau pengaruh yang ekuivalen Kecil kontribusi untuk income daerah (PAD), baik langsung maupun tidak langsung Besar kontribusi untuk income daerah (PAD), baik langsung maupun tidak langsung
1 2
-2
-1 Kontribusi terhadap PAD
9
0 1 2
Untuk memutuskan apakah perijinan tersebut akan dihapus, digabung, disederhanakan atau dilimpahkan, dengan berpedoman pada jumlah penilaian, yaitu: No. 1 2.
Interval Penilaian -10 s/d -7 -6 s/d -1
3.
1 s/d 8
4.
9 s/d 14
Rekomendasi Penghapusan Penggabungan, dan atau penyederhanaan Penggabungan, dan atau Penyederhanaan, dan atau Pelimpahan (apabila mungkin) Penyederhanaan, dan atau Pelimpahan (apabila mungkin)
Berikut disampaikan contoh analisis HGSL terhadap salah satu jenis perijinan SITU dan HO dari Kota Blambangan. .No.
Tolok Ukur
Nilai
1.
Dasar Hukum
2
2.
Duplikasi Persyaratan
-1
3.
Kemiripan dengan Perijinan Lainnya
2
Keterangan Didukung dengan Peraturan: Staatsblad 1926-236 dan perubahannya Staatsblad 1940-14 dan staatsblad 1940-450 tentang Hinder Ordenantie (HO), dan Perda No. 9 Tahun 2001, tentang Ijin Tempat Usaha dan Ijin Undang-Undang Gangguan (HO) Terjadi Duplikasi persyaratan dengan IMB yaitu pada syarat Surat-surat Kepemilikan Tanah, dan dengan Ijin Prinsip Usaha, pada syarat surat-surat Kepemilikan Tanah, copi lunas PBB, Gambar Lokasi dan Pernyataan penyanding. Dari maksud dan tujuan tidak ada kemiripan dengan perijinan lainnya.
.No. 4.
5.
6.
7.
Tolok Ukur Dampak terhadap perkembangan dunia usaha dan lapangan kerja Dampak terhadap ketertiban lingkungan Dampak terhadap tertib administrasi Dampak terhadap daya tarik investasi
Nilai
Keterangan
2
Akan memacu pertumbuhan dunia usaha dengan adanya jaminan tempat untuk berusaha yang berwawaskan lingkungan, dan konsekuensinya akan menambah lapangan kerja yang tersedia.
2
Lingkungan dari lokasi empat usaha akan terjaga, dari dampak-dampak negatif usaha tersebut
0
Secara administrasi tidak ada korelasiny atau pengaruh yang ekuivalen.
1
8.
Dampak terhadap Pariwisata
1
9.
Kontribusi terhadap PAD
1
Rekomendasi
10
Adanya kepastian investor utuk melakukan investasi pada usaha yang berwawaskan lingkungan. Lingkungan akan terjaga dari dampak-dampak buruk, sehingga secara tidaklangsung akan meningkatkan kunjungan wisatawan (pariwisata akan berkembang). Akan menambah income (PAD) dari hasil usaha di bidang industri (usaha) yang telah mendapatkan ijin (SITU/HO) dan juga kontribusi dari biaya pengurusan SITU/HO. Penyederhanaan, yaitu penyederhanaan mekanisme dan waktu penyelesaian.
Keterangan: SITU dan HO, direkomendasikan “penyederhanaan” penyederhanaan mekanisme dan percepatan pada proses penyelesaian perijinan.
3.
yaitu
Persyaratan Dari persyaratan yang ada sekarang ini (gambar diatas) untuk memperoleh SITU dan HO diperlukan copy KTP, Surat-surat tanah, Copy pelunasan PBB, Gambar Lokasi, Akte Pendirian Perusahaan, Neraca Perusahaan, Pernyataan Penyanding (untuk SITU dan HO yang umum). Dan Ijin Prinsip Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum (untuk ijin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum) dengan melihat bagan diatas, maka dilihat dari segi persyaratan terjadi duplikasi (secara tidak langsung), seperti copy KTP 3 kali, sertifikat tanah 3 kali, copy lunas PBB 3 kali, gambar lokasi 3 kali, pernyataan penyanding 3 kali, dan akte perusahaan sebanyak 2 kali. Contoh ; Matrik Jenis dan Persyaratan Perizinan Jenis Ijin SITU & HO (untuk Usaha yang sifatnya Umum)
Persyaratan Copy KTP Surat-surat Tanah Copy Pelunasan PBB Gambar Lokasi tempat usaha Akte Pendirian Perusahaan Neraca Perusahaan Pernyataan Penyanding IMB Copy KTP Sertifikat Tanah Copy Lunas PBB
Keterangan Persyaratan: - Utama: 8 - Sub: 6 Duplikasi: - Copy KTP - Sertifikat Tanah - Copy luas PBB - Gambar Lokasi - P. Penyanding
2 2 2 2 2
Gambar Tampak Bangunan Gambar / sket Lokasi Pernyataan Penyanding SITU & HO (Khusus yang memerlukan ijin Prinsip Gubernur, seperti: Restauran, Hotel, Hiburan dan sejenisnya.
Copy KTP Surat-surat Tanah Copy Pelunasan PBB Gambar Lokasi tempat usaha Akte Pendirian Perusahaan Neraca Perusahaan Pernyataan Penyanding IMB Copy KTP Sertifikat Tanah Copy Lunas PBB Gambar Tampak Bangunan Gambar/sket Lokasi Pernyataan Penyandanding
Persyaratan: - Utama: - Sub:
9 13
Duplikasi: - Copy KTP - Sertifikat Tanah - Copy luas PBB - Gambar Lokasi - P. Penyanding - A. Perusahaan
3 3 3 3 3 2
Ijin Prinsip Usaha Rekreasi & Hiburan Umum 1. Copy KTP 2. Bukti Kepemilikan Tanah 3. Copy Lunas PBB 4. Gbr. Lokasi tempat usaha 5. Pernyataan Penyanding 6. Akte Pendirian Bdn Usaha 7. Studi Kelayakan
Dalam mekanisme yang baru persyaratan ijin prinsip usaha direkomendasikan dihilangkan sehingga akan mengurangi duplikasi persyaratan, dan diganti dengan lampiran hasil “AMDAL” (Analisis mengenai Dampak Lingkungan) kaitannya berdirinya usaha tersebut, yang lebih bersifat umum untuk segala jenis usaha. Amdal yang harus dilampirkan dalam persyaratan harus dikeluarkan oleh pihak yang telah diakui keberadaanya oleh Pemerintah Kota Blambangan, seperti Perguruan tinggi, Bapedalda atau Lingkungan Hidup dan lain-lain. Untuk persyaratan yang sebelumnya telah dipergunakan/dipenuhi untuk proses suatu perijinan, direkomendasikan untuk proses perizinan lainnya yang terkait, tidak perlu dimintakan/dilampirkan lagi, karena sudah terarsipkan di Dinas PT-SA (catatan. Arsip berkas permohonan izin harus ditangani khusus). 4.
Waktu Penyelesaian Dalam mekanisme lama, untuk proses penyelesaian dibutuhkan waktu selama 32 hari (normal, dalam arti lengkap persyaratannya). Hal ini disebabkan tenggang waktu yang lama tersebut dipergunakan untuk pemeriksaan lapangan dengan melihat dampak-dampak adanya usaha tersebut terhadap lingkungan alam sekitarnya, penduduk, dan sebagainya.
Mekanisme baru, dengan telah dipenuhinya atau dicantumkan persyaratan “AMDAL” mengenai usaha tersebut, maka petugas sudah tidak memerlukan pemeriksaan lapangan lagi, cukup dengan data “Amdal” tersebut sudah diketahui dampak-dampak terhadap lingkungan alam, penduduk dan sebagainya. BAGAN Mekanisme Lama dan Rekomendasi Mekanisme Baru
Mekanisme Lama
Dinas Lingkungan Hidup
Pemohon SITUHO
1 hari
Persyaratan tidak
Rekomendasi Mekanisme Baru Pemohon SITU-HO
Kantor UPT
Lengkap ya
1 hari
Persyaratan
Pemeriksaan Lokasi 25 hari
tidak
Lengkap ya
Memenuhi Syarat
tidak
tidak
ya Proses Persetujuan ijin SITU & HO
ya
6 hari
Pemohon Walikota Blambangan Pemohon Catatan : Waktu yang dibutuhkan 32 hr
Ijin SITU & HO
Sesuai
Penerbitan IMB
Catatan : Waktu yang dibutuhkan 4 hari
Catatan;Waktu yang dibutuhkan 4hari
Dengan tidak adanya pemeriksaan lapangan tersebut, maka waktu yang dibutuhkan jauh sangat singkat, yaitu 32 hari menjadi 4 hari, dengan pertimbangan 1 hari untuk melihat kelengkapan persyaratan (pendaftaran) dan 3 hari untuk proses persetujuan, yaitu memeriksa berkas persyaratan. D. Latihan Topik Diskusi; “ Kebijakan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan Sebagai Strategi Memperbaiki Kualitas Pelayanan Perizinan” Tinjauan bahasan; Penyederhanaan Pelayanan Perizinan adalah salah satu strategi atau cara yang dianggap paling sederhana untuk memperbaiki kualitas pelayanan (pelayanan prima).
3 hari
Brainstrorming jenis pelayanan yang dikeluhkan masyarakat dunia usaha di daerah masing-masing, identifikasi permasalahan dan pokok masalah (persyaratan, kecepatan waktu penyelesaian, biaya dan lainnya). Persamakan persepsi dalam merumuskan strategi dan kebijakan penyederhanaan pelayanan perizinan yang paling memadai untuk memperbaiki kualitas pelayanan perizinan di daerah anda. Komitmen anda (pimpinan manajerial) sebagai pemegang kunci perumus kebijakan dan keberhasilan pelaksanaan pelayanan perizinan. Analisis dampaknya terhadap kelembagaan, seperti urusan, wewenang dan kinerja satuan kerja, kualitas SDM pelaksana operasional pelayanan perizinan dan lainnya. Analisis SWOT dan HGSL dapat digunakan. Catatan; Fasilitator dan/atau Peserta dapat menentukan Jenis Pelayanan Perizinan aktual di daerah untuk menjadi topik bahasan yang perlu disederhanakan. Pembahasan tetap dalam koridor materi bahasan Modul ini. E. RANGKUMAN Bercermin dari pengalaman, pelaksanaan penyederhanaan perijinan tidak sesederhana menyusun konsepnya. Penyederhanaan perijinan merupakan proses berkelanjutan yang harus dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lainnya. Proses penyederhanaan dimulai dari Pemerintah dengan kata lain Pemerintah harus mengalami proses pembaruan (reinvention), bukan sekedar kata lain dari reformasi, juga tidak bersinonim dengan perampingan, swastanisasi, atau sekedar menekan pemborosan dan kecurangan. Pembaruan jauh lebih mendalam dari semua itu. Pembaruan adalah mengubah “semangat” Organisasi Pemerintah sehingga memiliki perilaku inovatif, secara terus menerus memperbaiki kinerjanya tanpa harus didorong dari luar. Pembaruan menciptakan “enterpreneur minded” dalam organisasi dan menciptakan organsisasi pemerintah yang memiliki sistem pembaruan diri. Melakukan identifikasi jumlah, jenis perizinan dan mekanisme pemberian perijinan yang dilakukan saat ini. Persamakan persepsi tentang perubahan paradigma pelayanan publik berdasarkan Analisis SWOT di bidang perijinan. Analisis HGSL adalah inti dari penyederhanaan perijinan, yang terdiri dari alternatif solusi berupa: a. Penghapusan, yaitu mengurangi jenis perijinan yang selama ini diberlakukan, dengan dihapuskannya perijinan tersebut; b. Penggabungan yaitu penggabungan beberapa perijinan yang dipandang sama secara substansi menjadi satu perijinan;
c. Penyederhanaan yaitu penyederhanaan persyaratan yang selama ini diberlakukan karena dipandang sudah tidak sesuai atau tidak lelevan lagi untuk mendapatkan ijin tersebut; d. Pelimpahan yaitu melimpahkan proses pemberian ijin kepada instansi dibawahnya dengan pertimbangan jangkauan pelayanan lebih dekat dan lebih cepat. Sasaran analisis HGSL adalah pelayanan perizinan yang sederhana, jelas, efisien, efektif, ekonomis, memberikan kepastian hukum, transparan, tepat waktu dan akuntabel (better, cheaper dan faster). Langkah selanjutnya proses analisis HGSL, adalah membuat matrik analisis HGSL yang digunakan sebagai bahan dalam mengambil keputusan terhadap sebuah ijin. Terdapat beberapa langkah utama yang harus dilakukan satu persatu dalam melakukan analisis SWOT terhadap pelayanan perijinan, yaitu: o Mendefinisikan terlebih dahulu pelayanan perijinan yang sedang berlangsung, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya; o Menentukan kesempatan dan ancaman saat ini sesuai dengan pertimbangan terhadap lingkungan eksternal pelayanan perijinan o Menentukan secara akurat faktor-faktor yang menjadi kunci sukses dalam melaksanakan mekanisme pelayanan perijinan. o Lembaga penanggungjawab pelayanan perijinan harus mampu melihat kedalam dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan perijinan tersebut, sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. o Memadukan kemampuan yang dimiliki dengan kunci-kunci sukses yang sudah dipahami, merumuskan dengan baik tentang kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang ada.
71
DAFTAR PUSTAKA
A.
Undang-Undang 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890). 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839). 3. Undang-Undang Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4018) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4194) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4019) 5. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46 A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil.
B.
Daftar Buku 1. Bacal, Robert, Performance Management, McGraw – Hill, 1999. 2. BKKSI, Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Atap, Panduan Praktis, 2000. 3. Connellan, Thomas. K and Ron Zemke, Sustaining Knock Your Socks Off Service, Amacom (American Management Association), 1993. 4. Depdagri, Modul Pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Atap, 2004. 5. Gasperz, Vincent, Total Quality Management (TQM), untuk Praktisi Bisnis dan Industri, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006. 6. Heller Robert, Effective Leadership, Dian Rakyat, 2002.
7. Heller Robert, Motivating People, Dian Rakyat, 2000. 8. Heller Robert, Managing People, Dian Rakyat, 2006. 9. Jurnal Ilmiah, Administrasi Publik, Birokrasi Era Reformasi, Vol. V No 1, September 2004 – Februari 2005. 10. Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002, Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan. 11. Jurnal Desentralisasi, Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Volume 5 No. 3, Tahun 2004 12. McKevitt, David, Managing Core Public Services, Blockwell Publisher, 1998. 13. Milakovich Michaele, Improving Service Quality, St. Lucie Press, Florida, 1995. 14. Leach, Steve; Stewart, John and Kieron Walsh, The Changing Organization and Management of Local Government, McMillan Press Ltd, 1994. 15. Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta, LAN, 2006. 16. Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Penyusunan Standar Operating Procedure, Jakarta, LAN, 2005 17. Osborne David, Ted Gabler, Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government), Pustaka Binawan Pressindo, 1996. 18. Sentana Aso, DR, Exelent Service & Customer Satisfication, Elex Media Komputindo, Jakarta 2006
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.