KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN DI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (KPPT) KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh: WAHYU PRASETYO HARIBOWO NIM D1108518
SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
PROGRAM S-1 ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 18 Juni 2010
Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si NIP. 197505052008011033
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : Selasa Tanggal
: 27 Juli 2010
Panitia Penguji 1. Drs. Sudarto, M.Si.
(…………………………...)
NIP. 195502021985031006
Ketua
2. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si.
(……………………………)
NIP. 195909071987021001
Sekretaris
3. Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si
(...........................................)
NIP. 197505052008011033
Pe nguji
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, S.U. NIP. 195301281981031001
iii
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah (urusan yang lain) dengan sungguh-sungguh. (Q. S. Alam Nasyrah : 6-7)
Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi indah dan dengan agama hidup menjadi terarah. (H. A. Mukti Ali)
Meski terdengar konyol, aku berkata bahwa revolusi yang sejati itu pada dasarnya digerakkan oleh perasaan cinta. Adalah tidak mungkin untuk memikirkan revolusi yang sebenarnya tanpa cinta. (Ernesto ”Che” Guevara)
iv
PERSEMBAHAN
Dengan
segala
kerendahan
hati,
karya
sederhana ini kupersembahkan untuk: Ø Bapak dan ibuku tersayang yang telah memberi banyak kasih sayang, semangat, dan doa sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang, Ø Adikku tersayang, Ø Keluarga besarku, Ø Almamaterku yang membuat aku bangga.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta”. Penyusunan skripsi ini dilaksanakan untuk melengkapi tugas-tugas sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka hambatan tersebut dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Herwan Parwiyanto, S. Sos, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktunya, kesabarannya untuk membimbing dan memberi arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Rino Ardhian Nugroho, S.Sos, M.TI selaku pembimbing akademis dan sekaligus sebagai Sekretaris Jurusan S1 Non-Reguler yang telah memberi bimbingan akademis dan bantuan dalam menyelesaikan studi. 3. Bapak Drs, Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vi
4. Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian 5. Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan KPPT Kota Surakarta yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang diperlukan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh pegawai di KPPT Kota Surakarta yang telah memberikan bantuan terhadap penulisan skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan ST-AN ’08 terima kasih untuk persahabatannya selama ini, tidak akan ku lupakan kenangan indah bersama kalian, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi secara moril dan spirituil sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga atas bantuan dan kebaikannya, Allah SWT melimpahkan anugerah dan karunia-Nya. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan skripsi ini walaupun segala upaya telah dilakukan untuk menyusun dengan sebaik mungkin, atas saran dan kritik yang disampaikan diucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum wr. wb
Surakarta, 16 Juni 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
v
KATA PENGANTAR ................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xii
ABSTRAK ..................................................................................................
xiii
ABSTRACT ................................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Perumusan Masalah .............................................................
13
C. Tujuan Penelitian .................................................................
13
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
14
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
16
BAB II
A. Kualitas, Pelayanan, Jasa, Kualitas Pelayanan Jasa, Pelanggan Dan Kepuasan Pelanggan .....................................................
16
1. Kualitas ...........................................................................
16
2. Pelayanan ........................................................................
20
viii
BAB III
3. Jasa ...............................................................................
22
4. Kualitas Pelayanan Jasa ................................................
25
5. Pelanggan ......................................................................
28
6. Kepuasan Pelanggan .....................................................
31
B. Kerangka Pemikiran ............................................................
35
METODE PENELITIAN DAN DESKRIPSI LOKASI ..................................................................................
38
A. Metode Penelitian ...............................................................
38
1. Jenis Penelitian .............................................................
38
2. Lokasi Penelitian ...........................................................
38
3. Tehnik Pengumpulan Data ............................................
39
4. Sumber Data …………………………………...............
40
5. Validitas Data .................................................................
42
6. Tehnik Analisis Data …………………………………...
43
B. Deskripsi Lokasi ....................................................................
45
1. Sejarah Pembentukan KPPT Pemerintah Kota Surakarta .. 45 2. Perkembangan KPPT Pemerintah Kota Surakarta ………
47
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi KPPT ……………
49
4. Struktur Organisasi dan Kepegawaian KPPT Pemkot Surakarta ………………………………………………… 50 BAB IV
PEMBAHASAN.........................................................................
54
A. Kualitas Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta .......
54
1. Bukti Langsung (tangibles) .............................................
56
ix
2. Kehandalan (reliability) ...................................................
66
3. Daya Tanggap (responsiveness) .......................................
77
4. Jaminan (assurance) .......................................................... 83 5. Empati (empathy) ..............................................................
88
B. Faktor Penghambat Dalam Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta .......................................................................
91
C. Upaya Yang Dilakukan KPPT Kota Surakarta Untuk Mengatasi Hambatan .............................................................................. BAB V
93
PENUTUP ...................................................................................
95
A. Kesimpulan ...........................................................................
95
1. Faktor Kualitas Pelayanan ................................................
95
2. Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan ..................... B. Saran ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
98 100
DAFTAR TABEL
Tabel
I. 1
Durasi Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Tahun 2009 ..................................... 9
Tabel
I. 2
Rekapitulasi Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Tahun 2008-2009 ........................... 11
Tabel
IV. 1 Daftar Barang Inventaris Di KPPT Kota Surakarta .............. 58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II. 1
Model Kerangka Pemikiran .................................................. 37
Gambar III. 1
Model Analisis Interaktif ...................................................... 44
Gambar III. 2
Struktur Organisasi KPPT Kota Surakarta ............................ 53
Gambar IV. 1 Prosedur Pelayanan Perizinan KPPT Kota Surakarta ........... 68
xii
ABSTRAK WAHYU PRASETYO HARIBOWO, D1108518, Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, 96 Halaman. Pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan. Pelayanan umum adalah hak bagi setiap warga negara, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk mewujudkannya. Selaras dengan adanya kebijakan otonomi daerah juga tuntutan masyarakat yang semakin besar untuk mewujudkan good governance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha untuk mengungkapkan fakta sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sumber data meliputi: Kepala Kantor, Seksi Evalap, Back Office, Customer Service, Front Office, Kasir, Orang yang mengurus IMB, IUP, IUI, TDG, TDP, Izin Reklame dan Izin Rumah Makan. Uji validitas data menggunakan teknik pemeriksaan triangulasi. Dalam mengukur kualitas pelayanan menggunakan lima indikator yaitu: Bukti langsung, Kehandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan indikator: Bukti langsung yaitu penggunaan alat yang modern, komputer dan anjungan informasi mandiri (touch screen) dalam menunjang pelayanan perizinan, Kehandalan yaitu kemudahan prosedur perizinan dan ketepatan durasi waktu dalam penyelesaian izin sudah sesuai dengan janji, Daya tanggap yaitu pemberian informasi yang jelas kepada pengguna jasa dan segera menindaklanjuti komplain dari pengguna jasa, Jaminan yaitu biaya yang dikenakan sesuai dengan aturan dan transparan, izin yang dikeluarkan dijamin legal, Empati yaitu kemudahan instansi untuk dihubungi via telpon, sikap baik dan sopan juga perhatian kepada pengguna jasa. Faktor penghambat antara lain: kerusakan pada komputer, printer dan kendaraan operasional, belum ada mesin penghitung otomatis, pemohon sulit ditemui ketika dilakukan survey, tidak segera diambil dan dibayar izin yang telah jadi. Cara mengatasi hambatan dengan memperbaikinya dan menggunakan komputer serta printer yang masih bisa dipakai, menggunakan kendaraan dari salah satu tim survey, menggunakan mesin hitung manual, menghubungi pemohon izin sehari sebelum survey, menghubungi pemohon izin lewat telpon atau surat kalau izinnya sudah jadi dan dapat diambil. Kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta sudah berjalan dengan baik, hambatan dari pihak KPPT Kota Surakarta sendiri sebagian besar sudah dapat diatasi. Para pengguna jasa relatif merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti dalam memperoleh pelayanan perizinan.
xiii
ABSRTACT WAHYU PRASETYO HARIBOWO, D1108518, The Service Quality of License in Integrated Permitting Service Office Surakarta: Thesis. Administration Science Department, Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta, 2010, 96 Pages. Service to society constitutes important thing and has to be noticed. Public service is citizen’s rights and the government is a facilitator to implement, in line with the regional autonomy policy and the great society’s demand to create Good Governance. This research is to find out the service quality of license in the Integrated License Service Office Surakarta. This is a qualitative descriptive research to reveal the facts and to describe the situation objectively. The data is collected with interview, observation and documentation. Data source includes: Head of Office, Field Evaluation Section, Back Office, Customer Service, Front Office, Cashier, and License Crews. Data Validity uses source triangulation. To measure the service quality uses five indicators: tangibles, reliability, responsiveness, assurance and empathy. Based on the research, tangibles is the using of modern tools, computer and touch screen. Reliability is the easiness of the procedure and the time accuracy in handling the license. Responsiveness is the employee’s respond in giving the information and in handling the complaint. Assurance is the transparency of administration fee. Empathy is the good attitude of the employees and the easiness of the institution to be reached by phone. The obstacles factors are the damage of the computer, printer and operational vehicles; there is no automatic counting machine, difficulty to meet the applicants and the paying method. The obstacles can be solved by using the unbroken computer and printer, using one of the surveyor’s vehicles, using manual counting machine, and contact the applicant before surveying. The conclusion is the service quality of license in the Integrated License Service Office Surakarta runs well enough and most of the obstacles have been solved. The applicants are satisfied the service.
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan. Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, pemerintah daerah di berikan keleluasaan untuk mengelola daerahnya sendiri. Otonomi daerah mengandung maksud bahwa pemerintah daerah lebih mengetahui berbagai permasalahan yang ada di kabupaten/kota dimana masyarakatnya langsung bersinggungan dengan pemerintah daerah. Otonomi daerah ini juga menimbulkan berbagai macam dampak terhadap masyarakat. Salah satunya adalah terbukanya komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat yang selama ini terkesan tidak berjalan baik. Di satu sisi pemerintah daerah menjadi
lebih
terbuka
terhadap
masyarakat
menyangkut
proses
penyelenggaraan pemerintahan sedangkan di sisi lain kekuatan tawar masyarakat yang semakin besar. Apa yang menjadi keinginan dan tuntutan mereka lebih di dengar serta diperhatikan oleh pemerintah daerah, dimana salah satu keinginan serta tuntutan masyarakat adalah peningkatan pelayanan umum bagi masyarakat. Pemerintah
daerah
kaitannya
dengan
sistem
penyelenggaraan
pemerintahan yang otonom menimbulkan kemandirian daerah itu sendiri dalam mengelola tata pemerintahan yang lebih baik lagi. Tata pemerintahan yang baik diantaranya adalah bagaimana memberikan pelayanan prima kepada
xv
publik sehingga yang dirasakan adalah bentuk pelayanan yang semakin memuaskan masyarakat. Dampaknya adalah daerah satu dengan daerah yang lain semakin berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan yang baik, murah, cepat, nyaman serta transparan kepada masyarakat. Pelayanan umum merupakan hak bagi setiap warga negara. Pemerintah hanyalah sebagai fasilitator untuk mewujudkan hak-hak masyarakat guna mendapatkan pelayanan yang baik dan hal tersebut merupakan salah satu fungsi dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Standart Pelayanan Minimal Bidang Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota Pasal 1 ayat (2) yaitu ”Pelayanan dasar kepada Masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat”. Namun Pada kenyataannya menunjukkan bahwa pelayanan belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat. Dengan demikian pemerintah daerah harus menyadari bahwa pemberian otonomi pada setiap daerah hakekatnya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat umum, tanpa memandang status mereka, maksudnya adalah pemerintah dan aparatur negara merupakan abdi masyarakat yang salah satu tugasnya adalah untuk melayani masyarakat secara baik tanpa memandang orang tersebut kaya atau miskin. Penekanan dari otonomi daerah adalah untuk menyediakan dan memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat sehingga pembangunan daerah bisa berjalan
xvi
dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta memberikan dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam praktek good governance, pelayanan publik dalam hal perizinan maupun non perizinan merupakan wujud pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat seperti diketahui bahwa kebanyakan masyarakat memerlukan dokumen-dokumen untuk mendukung berbagai aktivitasnya, bahkan beberapa diantaranya merupakan kebutuhan yang vital bagi semua orang. Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah juga mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya pada suatu daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, murah serta tarif yang jelas, karena selama ini masih sering ditemui pelayanan umum yang lambat, mahal, berbelit-belit dan tidak jelas. Dalam pra survey yang dilakukan peneliti di KPPT Kota Surakarta masih ditemukan beberapa permasalahan, walaupun pihak KPPT telah berusaha memberikan pelayanan yang baik, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Siti Khotimah, S. Sos selaku customer service: ”Pihak KPPT telah berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin, cepat, mudah serta transparan kepada pengguna jasa, namun ternyata masih ada juga beberapa masukan, kritikan dan saran dari penerima pelayanan bahwa pelayanannya kurang cepat, terutama pada saat jumlah pemohon izin yang harus dilayani cukup banyak (Sumber: Wawancara 12 Maret 2010).”
xvii
Terdapat juga pengguna jasa yang merasa pelayanan yang diterimanya kurang optimal. Menurut Bapak Rudi yang sedang mengurus SIUP sebagaimana termuat dalam wawancara berikut: ”Saya masih kesulitan dalam memenuhi syarat pembuatan SIUP, kurang menyertakan fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mas, jadi ya butuh waktu agak lama, saya tidak tahu kalau itu dibutuhkan (Sumber: Wawancara 12 Maret 2010).” Dengan demikian masih ditemui masalah dalam pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta. Hal tersebut akan menimbulkan persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tersebut tentunya mengharapkan pelayanan yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Moenir (2008: 41-44) mengatakan tentang pelayanan yang baik yaitu: 1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat. 2. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan. 3. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”. 4. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena
suatu
masalah
yang
tidak
dapat
dielakkan
hendaknya
diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu.
xviii
Agar pelayanan yang ideal tersebut dapat terwujud, maka ada beberapa faktor yang mendukungnya, menurut Moenir (2008: 88) mengatakan bahwa: ”Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor pendukung yang penting, diantaranya faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup minimum, faktor ketrampilan petugas dan faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan”. Berbicara tentang pelayanan publik maka tidak lepas dari birokrasi karena pemerintah menggunakan birokrasi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, tetapi kenyataan membuktikan sejak agenda reformasi birokrasi digulirkan, masyarakat belum merasakan perubahan yang cukup signifikan pada pelayanan publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah dan aparaturnya. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mewujudkan birokrasi yang baik dengan aparatur pemerintah yang baik pula dalam melayani masyarakat memang tidak mudah, yang ada justru sebaliknya yaitu adanya praktek aparat yang tidak berorientasi pada
xix
masyarakat, akan tetapi pada dirinya sendiri. Aparat semacam ini tidak memahami hakekat jabatan dan tugas yang sedang mereka sandang, yaitu sebagai abdi masyarakat. Akibatnya sering ditemui aparat yang justru ”melayani diri sendiri”. Dampak nyata dari permasalahan tersebut seperti yang kita ketahui bersama bahwa masih sering ditemui birokrasi menjadi komoditi bagi aparatur pemerintah sehingga pelayanan umum menjadi lambat, mahal, berbelit-belit dan tidak jelas, bahkan untuk hal kecil sekalipun seperti pembuatan KTP. Berdasarkan kenyataan tersebut perlu dikembangkan satu sistem dan mekanisme baru yang memungkinkan pelayanan umum bisa berjalan lebih baik. Satu sistem yang lebih cepat, tepat, murah, mudah, jelas dan transparan sehingga fungsi aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat benar-benar bisa terwujud. Berbagai upaya dan terobosan telah dilakukan Pemerintah Surakarta untuk mewujudkan good governance dengan perubahan paradigma baru dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat maupun dunia usaha. Salah satu contoh pelayanan di bidang kesehatan dengan produk unggulan berupa pengobatan
gratis
dengan
pelayanan
program
Pelayanan
Kesehatan
Masyarakat Surakarta (PKMS). Perubahan kemajuan lain dalam bidang administrasi dunia usaha adalah kemudahan dalam penerbitan izin usaha seperti SIUP, HO, TDP, izin pariwisata, IMB maupun izin usaha lainnya.
xx
Langkah nyata yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan perizinan dunia usaha berada pada instansi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Dengan adanya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu yang menangani berbagai jenis perizinan secara terpadu dalam satu tempat diharapkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dapat lebih baik lagi. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu ini merupakan wujud dari Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Pemerintah Kota Surakarta. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa ”Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu”. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu
Pintu,
pada
pasal
2
menyebutkan
tentang
tujuan
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah: 1. Meningkatkan kualitas layanan publik 2. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik.
xxi
Sedangkan pada pasal 3 menjelaskan sasaran penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu adalah: 1. Terwujudnya sasaran penyelenggaraan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau. 2. Meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik. Terdapat 22 jenis pelayanan perizinan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta yang terdiri dari 21 jenis perizinan yaitu:
Izin Mendirikan/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB),
Izin Penggunaan Bangunan (IPB), Advice Planning (AP), Ijin Lokasi, Rekomendasi Lokasi, Izin Usaha Perdagangan (IUP), Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Gudang (TDG), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Gangguan Tempat Usaha (HO), Izin Pemasangan Reklame, kemudian ada jenis perizinan pariwisata antara lain: Izin Industri, Izin Jasa Biro Perjalanan Wisata, Izin Jasa Pemandu Wisata, Izin Jasa Impresariat, Izin Jasa Informasi Pariwisata, Izin Jasa Konvensi, Izin Hotel, Izin Pondok Wisata, Izin Rumah Makan, Izin Gedung Pertemuan Umum dan 1 pelayanan yang non perizinan yaitu Pelayanan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan perizinan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu telah menetapkan standar waktu pelayanan dimana bagi setiap pengguna layanan diharapkan mengetahui akan kejelasan waktu perizinan selesai atau jadi. Bukti komitmen pemerintah Kota Surakarta dengan pemberian standar waktu penyelesaian perizinan dengan dibuktikan pemberian papan informasi tentang standar waktu perizinan di depan pintu
xxii
masuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Maksud pemberian papan informasi ini adalah agar adanya kontrol bagi setiap pengguna layanan dunia usaha di Kota Surakarta. Berikut tabel durasi waktu terhadap pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta: Tabel I. 1 Durasi Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Tahun 2009 No
Jenis Perizinan
Durasi Waktu
1.
Izin Mendirikan/ Merubah/ Merobohkan Bangunan
6 Hari
(IMB) 2.
Izin Penggunaan Bangunan (IPB) + Rekomendasi
6 Hari
Lokasi 3.
Advice Planning (AP)
4 Hari
4.
Izin Lokasi
6 Hari
5.
Izin Usaha Perdagangan (IUP)
4 Hari
6.
Izin Usaha Industri (IUI)
4 Hari
7.
Tanda Daftar Gudang (TDG)
4 Hari
8.
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
4 Hari
9.
Izin Gangguan Tempat Usaha (HO)
6 Hari
10. Izin Pemasangan Reklame
1 Hari
11. Izin Industri
4 Hari
12. Izin Jasa Biro Perjalanan Wisata
5 Hari
13. Izin Jasa Pemandu Wisata
5 Hari
14. Izin Jasa Impresaria
5 Hari
15. Izin Jasa Informasi Pariwisata
5 Hari
16. Izin Jasa Konvensi
5 Hari
17. Izin Hotel
7 Hari
xxiii
18. Izin Pondok Wisata
5 Hari
19. Izin Rumah Makan
5 Hari
20. Izin Gedung Pertemuan Umum
5 Hari
Sumber : KPPT Kota Surakarta Berdasarkan data tabel di atas menunjukkan bahwa Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta telah menetapkan kebijakan mengenai standar waktu atau durasi waktu dalam proses penyelesaian pelayanan perizinan. Papan informasi yang ada di depan kantor pelayanan memberikan sebuah informasi kepada masyarakat pengguna layanan tentang mudah dan begitu cepatnya dalam pembuatan perizinan. Reformasi pelayanan yang ada di Pemerintah Kota Surakarta khususnya di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu telah menuju kearah kemajuan yang sangat berarti bagi pengguna layanan perizinan di Kota Surakarta apabila dibanding dengan model pelayanan tempo dulu yang sangat memakan waktu yang lama. Sampai saat ini kondisi pelayanan publik di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta setelah menjadi sebuah kantor tersendiri tentunya akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Struktur organisasi birokrasi pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta sudah menunjukkan adanya tanggung jawab terhadap kewajiban tugas pekerjaan yang dilakukan secara pasti. Koordinasi pekerjaan dari berbagai seksi akan lebih mudah dalam mewujudkan pelayanan publik khususnya di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta. Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah Kota Surakarta melalui Kantor Pelayanan Perizinan
xxiv
Terpadu harus diberikan berdasarkan standar tertentu termasuk diantaranya adalah durasi waktu layanan. Berikut ini adalah Rekapitulasi pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta pada tahun 2008 dan 2009: Tabel I. 2 Rekapitulasi Pelayanan Perizinan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Tahun 2008-2009 Tahun 2008 No
Jenis Perizinan
Tahun 2009
Pemohon
Cetak SK
Pemohon
Cetak SK
1.
IMB
1320
1340
1202
1125
2.
IPB + Lokasi
1431
1343
1264
1207
3.
AP
257
245
261
234
4.
SIUP
1752
1622
1798
1719
5.
SIUI
157
137
169
160
6.
TDP
1510
1372
1428
1336
7.
TDG
24
22
64
51
8.
HO
1498
1419
1365
1337
9.
REKLAME
2972
2972
2441
2441
10.
PARIWISATA
74
66
123
113
10995
10538
10115
9723
Jumlah
Sumber : KPPT Kota Surakarta Berdasarkan data di atas dapat dilihat bagaimana terselenggaranya perizinan di KPPT Kota Surakarta dari perizinan IMB sampai izin pariwisata juga jumlah pemohon dan SK yang telah dicetak. IMB pada tahun 2008, dari pemohon yang berjumlah 1320 akan tetapi SK yang dicetak melebihi
xxv
pemohon dengan jumlah 1340, hal ini disebabkan adanya pemohon yang tercatat di tahun 2007 baru dapat membayar di tahun 2008. Kemudian untuk izin IPB + Lokasi, AP, SIUP, SIUI, TDP, TDG, HO dan pariwisata banyak yang tidak seimbang antara jumlah pemohon izin dengan jumlah SK yang dicetak, hal ini disebabkan karena faktor dari konsumen yang belum bisa segera membayar retribusinya ketika semua proses administrasinya sudah selesai atau bisa juga pada saat mau minta tanda tangan kepada Kepala KPPT, yang bersangkutan tidak berada ditempat, seperti ada urusan keluar kota atau sedang sakit. Sehingga SK tidak bisa di cetak pada akhirnya akan manambah waktu atau durasi proses penyelesaian layanan perizinan. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan yang ada di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta dalam menyambut era reformasi administrasi publik. Sedangkan untuk izin pariwisata dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 telah seimbang antara jumlah pemohon izin dengan jumlah SK yang dicetak, hal ini disebabkan karena durasi waktu penyelesaian izin cuma satu hari saja. Dengan bukti seperti ini menunjukkan komitmen serta jaminan KPPT Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian ini mengungkapkan masih adanya kesulitan yang dialami pengguna jasa dalam memenuhi sebagian persyaratannya dalam memperoleh izin yang dibutuhkan, dikarenakan kekurangtahuan pemohon izin mengenai syarat-syarat apa saja yang dibutuhkan dalam mendapatkan izin tersebut. Sedangkan penelitian yang
xxvi
terdahulu
hanya
mengungkapkan, bahwa
dokumen-dokumen
tersebut
diperlukan oleh hampir semua orang untuk mendukung kelancaran aktivitasnya. Belum memunculkan permasalahan yang ada di KPPT Kota Surakarta.
B. Perumusan Masalah Dengan melihat uraian diatas maka rumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta? b. Faktor apa saja yang menghambat Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta serta upaya apa yang dilakukan KPPT Kota Surakarta untuk mengatasi hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian pasti punya tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. b. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang menghambat Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta?
xxvii
c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan KPPT Kota Surakarta untuk mengatasi hambatan tersebut.
D. Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan manfaat yang dapat diperoleh adalah: a. Manfaat Teoritis 1. Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengetahuan Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta dan faktor yang mempengaruhinya. b. Manfaat Praktis 1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran kepada instansi dalam upaya mengoptimalkan Kualitas Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. 2. Bagi peneliti berikutnya merupakan salah satu pertimbangan yang digunakan untuk mengembangkan penelitian yang serupa agar dimanfaatkan lebih luas lagi. 3. Bagi praktisi merupakan penambahan pengetahuan yang akan dapat menambah wawasan dalam rangka meningkatkan kinerjanya sendiri.
xxviii
4. Bagi peneliti dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
xxix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas, Pelayanan, Jasa, Kualitas Pelayanan Jasa, Pelanggan Dan Kepuasan Pelanggan 1. Kualitas Hal yang kerap dihubungkan disaat seseorang mengkonsumsi suatu produk adalah kualitas dari produk itu. Apakah kualitas produk itu baik sesuai dengan pengorbanan untuk memperolehnya ataukah sebaliknya. Sementara itu belum banyak dari kita, dalam hal ini sebagai konsumen, yang belum tahu apa itu kualitas. Kata kualitas itu sendiri mengandung banyak arti tergantung orang yang mendefinisikannya. Definisi mengenai kualitas menurut Goeths Davis, dalam Zulian Yamit yang mengatakan bahwa kualitas adalah “Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Goeths Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan” (Zulian Yamit, 2004: 8).
xxx
Sedangkan Endar Sugiarto (1999: 39) pada bukunya yang berjudul Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa berpendapat mengenai kualitas. “Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku ditempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen”. Konsep kualitas itu sendiri pada dasarnya tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasinya. Banyak para pakar mengemukakan hal-hal atau dimensi-dimensi yang berkaitan dengan kualitas. Menurut John Sviokla dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 146-147) kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: a. Kinerja (Performance). Kinerja disini menunjuk kepada karakter produk inti yang meliputi merk, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kerja individu. b. Keragaman Produk (Features). Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Features suatu produk biasanya diukur secara subyektif oleh masing-masing individu (komponen) yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk/jasa. Karena itu, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan dengan permintaan pasar.
xxxi
c. Kehandalan (Reliability). Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk yang mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode. Kehandalan suatu produk yang menandakan kualitas suatu produk. Hal ini semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak reliable mengalami kerusakan. d. Kesesuaian (Conformance). Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga penghitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak bisa diantisipasi dan beberapa kesalahan lain. e. Daya tahan/Ketahanan (Durability). Ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk adalah sejumlah kegunaan yang diperoleh seseorang sebelum penurunan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat melalui jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk. f. Kemampuan pelayanan (Serviceability). Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan kualitas suatu produk tapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadualan pelayanan, proses komunikasi dengan staff, frekuensi pelayanan perbaikan akan suatu produk dan pelayanan lainnya.
xxxii
Variabel-variabel tersebut merefleksikan adanya perbedaan standart perorangan mengenai pelayanan yang diterima. g. Estetika (Aesthetic). Estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu produk, rasa maupun bau. Jadi estetik merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen. h. Kualitas yang dipersepsikan (Percieved Quality). Konsumen tidak selalu mempunyai informasi yang lengkap mengenai atribut suatu produk dan jasa, tapi biasanya ia mempunyai informasi tidak langsung mengenai produk tersebut. Sementara itu menurut Joseph S. Martinich 1997, dalam Zulian Yamit (2004: 11) mengemukakan bahwa spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dalam enam dimensi, yaitu: a. Performance. Hal yang paling penting bagi pelanggan adalah apakah kualitas produk menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau apakah pelayanan diberikan dengan cara yang benar. b. Range and Type of Features. Selain fungsi utama dari suatu produk dan pelayanan, pelanggaran seringkali tertarik pada kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk dan pelayanan. c. Reliability dan Durability. Kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan hingga perbaikan diperlukan.
xxxiii
d. Maintainability and Serviceability. Kemudahan untuk mengoperasikan produk dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti. e. Sensory Characteristic. Penampilan, corak, rasa, daya tarik bau, selera, dan beberapa faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting dalam kualitas. f. Ethical Profile and Image. Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap produk dan pelayanan. Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas dari suatu produk adalah kemampuan suatu produk baik itu barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen baik individu atau kelompok, internal maupun eksternal dengan cara penyampaian yang sesuai dengan keinginan pelanggan dalam artian kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan/pengguna jasa.
2. Pelayanan Menurut Kotler dalam Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008: 4-5) pengertian pelayanan adalah “Setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”. Sedangkan Sampara Lukman dalam Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008: 5) berpendapat bahwa pengertian pelayanan adalah “Suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
xxxiv
interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan”. Sementara itu, pengertian pelayanan menurut Endar Sugiarto, (1999: 36) yang mengatakan bahwa “Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani”. Di dalam perkembangannya pelayanan ini tidak terbatas pada kebutuhan pribadi saja, akan tetapi juga kebutuhan yang bersifat kolektif, disamping berkembang pula jenis maupun intensitasnya. Kegiatan pelayanan bisa dilakukan antar individu, individu kelompok, maupun antar kelompok. Kebutuhan pelayanan menjadi semakin kompleks terutama kebutuhan terhadap hal-hal yang bersifat umum. Dari situ muncullah adanya kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Sementara itu Moenir (2008: 26-27) menyampaikan pendapatnya mengenai pelayanan umum, bahwa “Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”. Sedangkan Agus Dwiyanto (2006: 136) mengutarakan pendapatnya lebih kearah pelayanan publik, yaitu “Pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara
xxxv
yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, sertifikat tanah, ijin usaha, ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin gangguan (HO), ijin pengambilan air bawah tanah, berlangganan air minum, listrik dan sebagainya”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan mengenai pengertian pelayanan adalah suatu tindakan atau aktivitas dari seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan, kepentingan dan harapan orang lain yang tingkat kepuasannya hanya bisa dirasakan oleh pihak yang terlibat secara langsung yaitu pengguna layanan atau biasa disebut konsumen dan pemberi pelayanan. Pelayanan dapat berjalan dengan baik apabila petugas yang melakukan pelayanan bisa mengerti bahwa kedudukannya sebagai abdi masyarakat.
3. Jasa Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit, kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti. Definisi mengenai jasa masih belum ada satu definisi yang bisa diterima secara bulat walaupun sejumlah ahli telah berupaya untuk merumuskan definisi jasa secara konsklusif. Menurut Kotler dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 5) mengatakan bahwa jasa adalah “A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangiable and does not result in the ownership of anything. Its production may or may not be tied to physical product”. (Jasa
xxxvi
adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan kepindahan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Selanjutnya, Valarie A. Zethaml dan Mary Jo Bitner (1996) dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 5) memberikan batasan tentang
service (jasa)
sebagai berikut “Service is all economic activities whose output is not a phisical product or construction is generally consumed at that time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusemen, comfort or health)”. (Jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya
dalam
bentuk
(kenyamanan,
liburan,
kesenangan,
dan
kesehatan). Menurut McColl, Callaghan & Palmer, 1998 dalam Gilmore & D’Souza, 2006 dalam Service Excellence In E-Governance Issues: An Indian Case Study, JOAAG, Vol. 1. No. 1 mengatakan bahwa “Services have characteristics that distinguish them from products including intangibility, inseparability, variability, perishability and inability to own a service. These characteristics are described in order to understand the nature of a service offered. ISO 9004 has highlighted the fact that a good quality service can lead to improvements in market share, cost reduction, improved productivity and efficiency and customer satisfaction (McColl, Callaghan & Palmer, 1998)”.
xxxvii
(Jasa memiliki karakteristik yang membedakan mereka dari produk yang mencakup hal yang tak mudah dimengerti, tidak dapat dipisahkan, hal yang berubah-ubah, dapat rusak dan ketidakmampuan untuk memiliki suatu layanan. Ciri-ciri dijelaskan dalam rangka memahami sifat dari layanan yang ditawarkan. ISO 9004 telah menyoroti fakta bahwa pelayanan yang berkualitas baik dapat mengarah pada peningkatan pangsa pasar, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas dan efisiensi dan kepuasan pelanggan (McColl, Callaghan & Palmer, 1998). (http://www.joaag.com/uploads/1_Gilmore_D_ Souza.pdf). Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang atau produk fisik. Zulian Yamit (2004: 21) mengemukakan ada beberapa karakteristik jasa pelayanan yang dapat memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa pelayanan, karakteristik jasa tersebut adalah: a. Tidak dapat diraba (intangibility) b. Tidak dapat disimpan (inability to inventory) c. Produksi dan konsumsi secara bersama. d. Memasukinya lebih mudah. e. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Sedangkan Griffin (1996) dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 6) menyebutkan karakteristik tersebut sebagai berikut: a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini
xxxviii
adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman. b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. c. Customization. Jasa juga seringkali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam setiap jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, walaupun kadang pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari dengan interaksi yang dilakukan. Jasa bukan merupakan suatu barang atau materi yang bersifat fisik, jasa merupakan suatu proses atau aktivitas, dimana aktivitas tersebut tidak berwujud dan hanya bisa dirasakan bersamaan dengan ketika ia diproduksi dan menimbulkan kesan tertentu pada sisi emosional seseorang, seperti kesenangan, kenyamanan, kepuasan, yang tingkatnya berbeda-beda antara individu satu dengan individu yang lain, hal ini karena kepuasan bersifat subyektif.
4. Kualitas Pelayanan Jasa Secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan yang prima. Menurut Moenir (2008: 41-44), masyarakat sebagai
xxxix
pengguna jasa pelayanan tersebut tentunya mengharapkan pelayanan yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Moenir mengatakan tentang pelayanan yang baik yaitu: a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat. b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan. c. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”. d. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu. Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lenvine (1990) dalam Agus Dwiyanto (2006: 143-144) untuk menilai kualitas pelayanan itu sendiri, setidaknya harus memenuhi tiga indikator, yaitu: a. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan.
xl
b. Responsibility atau
responsibilitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan. c. Accountability
atau
akuntabilitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan Zeithaml, Berry dan Parasuraman, 1985 dalam Zulian Yamit (2004: 10-11) berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. c. Responsiveness (daya tangkap) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.
xli
e. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. Dari berbagai macam definisi diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan jasa yaitu kemampuan organisasi pemberi jasa, dengan aktivitasnya yang tidak bersifat fisik untuk memenuhi kebutuhan/harapan para konsumen baik itu individu maupun kelompok, secara langsung atau tidak, dimana tingkat kualitasnya bisa dirasakan oleh konsumen ketika jasa disaajikan, serta kualitas pelayanan jasa ini dapat diukur melalui beberapa indikator yang mengakibatkan seseorang tersebut dapat merasa puas atau tidak puas.
5. Pelanggan Pada saat instansi pemerintah berusaha untuk mendefinisikan siapa pelanggannya/pengguna jasanya, mungkin akan bingung. Kadang kala, pelanggannya adalah publik atau masyarakat secara keseluruhan. Selalu ada produk yang disebut sebagai “public goods” (barang umum), tapi ada juga “private goods” (barang pribadi). Namun demikian, banyak pelayanan publik yang mengkombinasikan baik aspek publik maupun aspek pribadi. Menurut Endar Sugiarto (1999: 33) mendefinisikan pelanggan adalah “Orang-orang yang datang kepada anda (para petugas) dengan maksud, tujuan, dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan”.
xlii
Dalam Total Quality Management in Government, Steven Cohen dan Ronald Brand dalam David Osborne dan Plastrik, (2000: 172) mengatakan “Kita mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang memanfaatkan barang yang kita hasilkan”. Dengan pengertian tersebut maka pelanggan semacam itu bisa disebut sebagai complier atau subyek penegakan. Jika demikian kita akan mengatakan bahwa penjahat adalah pelanggan dari polisi dan sipir penjara. Kita juga akan menganggap bahwa organisasi bisnis yang berusaha mendapatkan ijin kelayakan lingkungan sebagai pelanggan dari badan pemerintah pengatur dan perlindungan lingkungan. Tetapi akan sangat riskan jika mencampuradukkan antara complier dan pelanggan, karena itu perlu dibedakan diantara pengertian-pengertian diatas menurut Osborne dan Plastrik, (2000: 172) sebagai berikut: a. Pelanggan Utama. Individu atau kelompok dimana pekerjaan anda terutama dirancang untuk membantu mereka. b. Pelanggan Sekunder. Individu atau kelompok lain dimana pekerjaan anda dirancang untuk memberi manfaat kepada mereka tetapi sifatnya tidak langsung pelanggan utama. c. Complier. Adalah subyek penegakan, mereka yang harus mematuhi hukum dan peraturan: misalnya, wajib pajak dalam kaitannya dengan Kantor Pembayaran Pajak. d. Stakeholder. Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kinerja organisasi atau sistem pemerintah. Sebagai contoh,
xliii
guru dalam sekolah negeri, organisasi buruh atau kelompok bisnis dalam kaitannya dengan badan yang mengurusi keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa stakeholder mungkin pelanggan tetapi tidak seluruhnya. Sementara itu Zulian Yamit (2004: 75) mengatakan bahwa “Dalam perusahaan yang bergerak di bidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan.. pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk”. Lebih lanjut lagi, Zulian Yamit (2004: 77) membagi pelanggan menjadi tiga jenis, antara lain: a. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produksi dalam perusahaan atau organisasi. b. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan sebagai pemakai akhir. c. Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Dari berbagai definisi yang dikemukakan diatas menandakan bahwa pelanggan tidak sekedar ingin memperoleh apa yang dibutuhkannya, tetapi juga proses pemberian pelayanan yang menyenangkan dari pemberi
xliv
pelayanan. Jadi para pemberi pelayanan, khususnya jasa juga harus memperhatikan bagaimana mereka bisa memberikan pelayanan terbaiknya dan menyenangkan bagi para pelanggan. Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa pelanggan adalah seseorang atau sekelompok orang atau dapat juga instansi yang menggunakan, memanfatkan juga mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh produsen berupa barang maupun jasa baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
6. Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan/penguna jasa menjadi isu sentral karena produk institusi pelayanan adalah jasa. Dalarn industri jasa, pelanggan, merupakan kunci keberhasilan organisasi. Semakin organisasi bisa memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggan, maka organisasi tersebut akan dikatakan berhasil. Tentang kepuasan pelanggan, Endar Sugiarto (1999: 39) memberikan pandangan sebagai berikut “Agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kehendak pemakai jasa, maka ukuran keberhasilan pelayanan tidak muncul dari pihak manajemen tapi dari pemakai jasa itu sendiri. Untuk mengetahui tentang mutu pelayanan, perlu diketahui pendapat dari para pemakai jasa tentang pelayanan yang diberikan”. Menurut Fornell et al dalam Michael D. Johnson yang berjudul Joy and disappointment in the hotel experience: managing relationship segments Vol 19 No 1 Tahun 2009 menyatakan bahwa “Customer satisfaction is the hub in a system that connects customer perceptions and emotional responses
xlv
to subsequent behaviors and business performance. Customer satisfaction is defined as a customer’s overall evaluation of an offering’s performance to date (Fornell et al., 1996)”. (Kepuasan pelanggan adalah pusat dalam suatu sistem yang menghubungkan pelanggan dan persepsi emosional tanggapan terhadap perilaku berikutnya dan kinerja bisnis. Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan seseorang pelanggan terhadap kinerja penawaran saat ini) (Fornell et al., 1996). (http://www.emeraldinsight. com/Insight/viewPDF.jsp?Filename=html/Output/Published/EmeraldFullText Article/Pdf/1080190101.pdf) Mendefinisikan kepuasan bukanlah hal yang mudah karena pelanggan memiliki berbagai macam karakteristik, baik pengetahuan, kelas sosial, pengalaman, pendapatan maupun harapan. Jika harapan tersebut sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan, bahkan melebihi, maka pelanggan tersebut akan merasa puas demikian pula sebaliknya. Kepuasan pelanggan hanya bisa diketahui setelah mereka menggunakan produk atau jasa pelayanan. Dengan kata
lain,
kepuasan
pelanggan
merupakan
hasil
evaluasi
setelah
membandingkan apa yang dirasakan. dengan harapannya. Dan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.
xlvi
Tidak jauh dari pendapat tersebut, Kotler dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 158) mengatakan bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan dimana seorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yag diterima dan diharapkan”. Sedangkan menurut Engel, et al (1990) dalam Fandy Tjiptono (2002: 146) mengungkapkan bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan”. Dari beberapa definisi kepuasan pelanggan tersebut, maka setiap instansi harus mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa yang dihasilkan. Hal itu dapat diketahui dengan tepat jika perusahaan mengerti persepsi pelanggan akan kepuasan. Mengetahui persepsi pelanggan akan kepuasan sangatlah penting agar tidak terjadi kesenjangan persepsi antara perusahaan dengan pelanggan. Mengenai persepsi pelanggan Zulian Yamit (2004: 78) mengatakan bahwa “Persepsi pelanggan terhadap kepuasan merupakan penilaian subyektif dari hasil yang diperolehnya. Harapan pelanggan merupakan referensi standart kinerja pelayanan, dan sering diformulasikan berdasarkan keyakinan pelanggan tentang apa yang terjadi”. Setelah kepuasan tercapai, hal lain yang perlu dilakukan adalah mengukur sejauh mana pelayanan telah memuaskan pelanggan. Dengan kata lain, bagaimana para penyedia jasa mengukur kepuasan pelanggannya. Untuk melakukan pengukuran ini, Philip Kotler dalam Zulian Yamit (2004: 80)
xlvii
mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Metode tersebut adalah: a. Sistem pengaduan. Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan
untuk
memberikan
saran,
keluhan,
dan
bentuk
ketidakpuasan lainnya melalui kotak saran. b. Survei pelanggan. Survei Pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, baik melalui surat pos, telepon. atau wawancara langsung. c. Panel pelanggan. Perusahaan mengundang pelanggan yang setia dan telah berhenti membeli produk atau kalah pindah ke perusahaan lain. Terkait dengan semua penjelasan diatas, pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perzinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta merupakan bentuk nyata dari penerapan teori-teori tersebut. Dikatakan demikian karena produk yang dihasilkan oleh KPPT adalah jasa, khususnya bidang perizinan dan non perizinan. Dalam hal ini KPPT bertindak sebagai institusi pemerintah yang berfungsi sebagai pemberi/penjual jasa, sementara konsumennya adalah masyarakat Surakarta yang menggunakan atau memanfaatkan produk dari KPPT. Langkah nyata dari KPPT Kota Surakarta dalam mewujudkan semua itu terlihat dari misi yang dicanangkan yaitu: 1) Meningkatkan kualitas pelayanan publik. 2) Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan publik.
xlviii
3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik. 4) Meningkatkan citra aparatur negara menjadi semakin positif. Apa yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta tersebut bertujuan untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Menurut Endar Sugiarto (1999: 217) pelayanan prima adalah “Upaya maksimal yang mampu diberikan oleh petugas pelayanan dari suatu perusahaan industri jasa pelayanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai suatu kepuasan”. Berawal dari hal itu, KPPT berusaha untuk memberikan pelayanan yang memuaskan, dengan terus-menerus mengadakan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya dengan menerapkan standart waktu pelayanan. Dalam hal ini KPPT memberikan jaminan bahwa dokumen yang diminta akan selesai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan atau ditetapkan.
B. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran ini dijelaskan proses berfikir peneliti dalam rangka mengadakan penelitian tentang kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta. Berkaitan dengan kebutuhan akan perizinan dan non perizinan, masyarakat membutuhkan adanya pelayanan yang mudah, murah, jelas, cepat, dan transparan. Hal ini mengingat di masa lalu, pengurusan surat-surat semacam itu cenderung mempunyai
xlix
prosedur yang kaku, artinya pelayanan yang diberikan oleh aparat cenderung lama, berbelit-belit, mahal, dan tidak jelas. Disamping itu juga perilaku disfungsiona1 dan para birokrat yang ditandai dengan adanya pungutan ilegal yang semakin membebani masyarakat. Maka dari itu diperlukan upaya dari pemerintah untuk mengurai masalah tersebut dan memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat dalam pengurusan perizinan dan non perizinan. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta adalah membentuk instansi yang menangani bidang perizinan dan non perizinan dengan menyederhanakan prosedur yang panjang dan berbelit-belit serta mencegah adanya pungutan ilegal. Realisasi dan hal tersebut adalah terbentuknya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dengan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. KPPT ini berfungsi melaksanakan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan perizinan dan non perizinan. Fokus dari instansi ini adalah pelayanan jasa kepada masyarakat. Kemampuan KPPT untuk menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu secara baik menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan KPPT. Penentuan kualitas ini didasarkan oleh beberapa aspek kualitas yang nantinya digunakan untuk mengukur tingkat kualitas yang meliputi bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan yang ditawarkan, dan empati pemberi pelayanan. Dalam pelayanan, tentunya akan ditemui beberapa faktor penghambat yang akan menjadi permasalahan tersendiri KPPT Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan.
l
Dengan aspek-aspek tersebut peneliti bisa menilai tingkat kualitas yang diberikan oleh KPPT berdasarkan persepsi pengguna jasa. Persepsi pengguna jasa yang positif ditandai dengan adanya kepuasan terhadap layanan yang diberikan. Kepuasan merupakan wujud rasa senang, bahagia karena terpenuhinya kebutuhan pengguna jasa terhadap pelayanan yang mereka terima. Berikut adalah model gambar kerangka pemikiran tersebut: Gambar II. 1 Model Kerangka Pemikiran Pelayanan perizinan dengan syarat dan prosedur yang kaku, berbelit-belit serta membutuhkan waktu yang lama.
Pelayanan KPPT dengan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Kualitas pelayanan perizinan KPPT Kota Surakarta sesuai dengan 5 faktor yaitu: Bukti langsung
(tangibles), Kehandalan (reliability), Daya tanggap (responsivenes), Jaminan (assurane), dan Empati (empathy).
Terciptanya kebutuhan masyarakat akan pelayanan perizinan yang cepat, mudah, murah, jelas dan transparan
li
Faktor penghambat
kualitas pelayanan
BAB III METODE PENELITIAN DAN DESKRIPSI LOKASI
A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dan menekankan pada kualitas pelayanan dalam pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta, maka jenis penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau peristiwa sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi.
2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Surakarta yang berada di kompleks Balaikota Surakarta Jl. Jendral Sudirman No. 2 Surakarta. Diambil lokasi tersebut karena kantor tersebut merupakan kantor yang melayani perijinan di Kota Surakarta dengan sistem Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yaitu kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat.
lii
3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Teknik wawancara merupakan salah satu pengumpulan data melalui tanya jawab dengan informan atau pejabat dengan menggunakan pedoman wawancara. Kemudian jawaban yang diperoleh akan menjadi data yang dilengkapi dengan menggunakan teknik lain. Adapun narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah: 1) Kepala KPPT Kota Surakarta 2) Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan KPPT Kota Surakarta 3) Back Office KPPT Kota Surakarta 4) Customer Service KPPT Kota Surakarta 5) Front Office KPPT Kota Surakarta 6) Kasir KPPT Kota Surakarta 7) Beberapa pengguna jasa perizinan KPPT Kota Surakarta b. Observasi Teknik ini dilakukan dengan cara mendatangi lokasi penelitian untuk melihat secara langsung mengenai kegiatan yang ada dan sedang berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan observasi tak berperan atau teknik observasi non partisipasi, dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitan Dalam hal ini peneliti hanya melakukan pengamatan mengenai fenomena pelayanan perizinan yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dengan
liii
tidak ikut dalam peristiwa atau kegiatan yang diteliti, observasi ini dilakukan tidak sekali saja, tetapi beberapa kali. c. Dokumentasi Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengambil arsip, catatan, gambar, grafik, foto, buku literatur, dan lain-lain yang relevan dengan obyek penelitian.
4. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2002: 112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata atau tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan utama atau melalui rekaman audio tapes atau foto. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Pada penelitian kualitatif, kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui wawancara dengan pihak yang berkompeten. Adapun sumber data primer penelitian ini adalah:
liv
1) Pegawai KPPT Kota Surakarta antara lain: Kepala Kantor, Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan, Back Office, Customer Service, Front Office, dan Kasir. 2) Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan KPPT Kota Surakarta antara
lain:
Orang
yang
mengurus
izin
Mendirikan/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB), Izin Usaha Perdagangan (IUP), Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Gudang (TDG), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Pemasangan Reklame, Izin Rumah Makan. b. Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi data yang secara tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut mendukung data primer. Data sekunder tersebut terdiri dari: 1) Dokumen berupa laporan rekapitulasi izin yang masuk, izin yang terselesaikan dan izin yang telah diterbitkan (Surat Keputusan) KPPT Kota Surakarta, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan KPPT Kota Surakarta. 2) Buku-buku mengenai kualitas pelayanan Sumber data sekunder ini berfungsi untuk melengkapi dan sekaligus mempermudah dalam menganalisa variabel penelitian serta untuk memperkuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.
lv
5. Validitas Data Dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan yang lain untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam tehnik triangulasi menurut Patton (1984) dalam H. B Sutopo (2002: 78), yaitu: (1) triangulasi data (data triangulation), (2) triangulasi peneliti
(investigator
triangulation),
(3)
triangulasi
metodologis
(methodological triangulation), dan (4) triangulasi teoretis (theoritical triangilation). Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2000: 178) dapat dicapai dengan langkah sebagai berikut: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu d. Membandingkan keadaan dan perspektif seorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
lvi
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang pemerintah. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Berdasarkan
langkah
diatas
maka
dalam
penelitian
ini
pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang berbeda yang tersedia. Dengan demikian data satu akan dikontrol oleh data sumber yang berbeda.
6. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif. Dimana analisa data disajikan berdasarkan konsep tertentu dalam kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya. Data yang diperoleh dalam obyek penelitian ini ditemukan, diolah dan dikonfirmasikan dengan opini dari responden yang sedang diamati. Berdasarkan paparan tersebut kemudian ditarik kesimpulan dan saran. Selain itu juga bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang telah disebutkan dalam rumusan masalah. Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat model analisa yang meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
lvii
Gambar III. 1 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/verifikasi (H. B. Sutopo, 2002: 96) 1. Reduksi Data Merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga dapat membuat kesimpulan akhir. 2. Sajian Data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. 3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Dari awal pengumpulan data, peneliti harus sudah memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan
lviii
dan
konfigurasi
yang
mungkin, arahan, sebab-akibat dan berbagai proporsi, kesimpulan perlu diverifikasi agar penelitian yang dilakukan benar dan bisa dipertahankan.
B. Deskripsi Lokasi 1. Sejarah Pembentukan KPPT Pemerintah Kota Surakarta Pelayanan kepada masyarakat adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas dari pemerintah tak bisa dilepaskan dari sejarah pembentukan KPPT Pemkot Surakarta. Masyarakat yang trauma dengan birokrasi pemerintahan dimasa lalu yang lambat, mahal, berbelitbelit dan tidak jelas, merasa sudah saatnya mendapatkan haknya sebagai warga Negara untuk mendapatkan pelayanan umum yang baik, mudah, cepat, tepat dan transparan. Keinginan tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah. Wujud nyata dari perhatian tersebut adalah diundangkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Pemberian Ijin Mendirikan Bagunan (IMB) dan Undang-Undang Gangguan Usaha (HO) bagi perusahaan industri. Peraturan tersebut diperjelas dalam instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pedoman Penyederhanaan dan
lix
Pengendaliaan Perijinan di Bidang Usaha dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kota Surakarta kemudian berusaha untuk merumuskan dan membentuk sebuah sistem pelayanan terpadu yang kemudian dikenal dengan Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah Kota Surakarta. Terbentuknya Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah Kota Surakarta tak lepass dari peran BUILD (Breakthrought Urban Initative for Local Development), yaitu suatu program yang disponsori oleh UNDP yang bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri dan Kementrian Otonomi Daerah. Dalam hal ini BUILD berperan sebagai fasilitator yang mengenalkan sistem pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat. BUILD memberikan kesempatan kepada Bapak Imam Sutopo selaku Walikota Surakarta pada saat itu beserta jajarannya untuk studi banding ke Kota Kendari sebagai kota percontohan. Selain Kendari, Pemkot Surakarta juga mengadakan studi banding ke kota-kota lain seperti Sidoarjo, Jawa Timur dan Kabupaten Gianyar, Bali. Studi banding ini bertujuan agar jajaran Pemkot Surakarta bisa melihat dan belajar langsung dari praktek pelaksanaan pelayanan terpadu di kota-kota tersebut. Setelah pulang dari studi banding ini, Walikota beserta jajarannya mengadakan public hearing untuk mengetahui keinginan masyarakat Surakarta. Dari public hearing tersebut, Pemerintah Kota Surakarta memperoleh masukan yang kemudian dengan bantuan BUILD berusaha merancang desain sistem pelayanan terpadu bagi masyarakat
lx
Surakarta. Akhirnya berdasarkan hasil dari studi banding dan masukan dari masyarakat Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta kemudian merumuskan
kebijakan
yang
tertuang
dalam
surat
Keputusan
Walikotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 004 tahun 1998 Tanggal 8 September tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
2. Perkembangan KPPT Pemerintah Kota Surakarta Pada awal pendiriannya, KPPT Pemerintah Kota Surakarta merupakan Unit Pelayanan Umum masyarakat yang kemudian menjadi Kantor Bersama dengan sistem pelayanan Satu Atap (Pendaftaran dilakukan di UPT, namun proses penyelesaian sampai dengan penerbitan ijin dilakukan oleh masing-masing SKPD teknis). Dengan demikian, UPT merupakan unit kerja yang didalamnya terdiri dari wakil-wakil dinas atau instansi Pemerintah Kota Surakarta yang menangani perijinan. Pelayanan umum yang diberikan dalam Kantor Bersama Satu Atap ini sebatas menerima masuknya surat-surat perijinan yang kemudian diteruskan dan ditindaklanjuti oleh wakil atau staff dari masing-masing dinas/instansi yang menjadi kewenangan dinas/instansinya. Jadi proses pengurusan ijinnya masih terpisah-pisah. Sebagai unit yang menyelenggarakan pelayanan perizinan secara terpadu, UPT Kota Surakarta dipimpin oleh seorang Koordinator, yang membawahkan Subbag TU dan Seksi Pelayanan.
lxi
Seiring keluarnya Keputusan Walikota Surakarta Nomor: 065/187/1/2005 Tentang Tata Laksanan Pelayanan Perijinan pada Unit Pelayanan Terpadau (UPT) Kota Surakarta dan Keputusan Walikota Surakarta Nomor: 066/188/1/2005 Tentang Tim Pembina dan Tim Pertimbangan Perijinan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta Tanggal 29 September 2005, menandai berubahnya UPT Pemkot Surakarta dari Kantor Bersama Satu Atap menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Pendaftaran Proses penyelesaian sampai dengan penerbitan ijin dilakukan oleh UPT). Kedua Keputusan Walikota Surakarta ini diperjelas dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tanggal 10 Oktober 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator
Unit
Pelayanan
Terpadu
Kota
Surakarta.
kewenangan yang dilimpahkan tersebut terdiri dari: 1. Pemberian informasi pelayanan publik 2. Penerimaan dan validasi berkas permohonan 3. Penelitian/pemeriksaan lapangan 4. Penandatanganan pelayanan/perijinan 5. Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik 6. Pencetakan dokumen pelayanan publik 7. Penyimpanan arsip elektronik 8. Lain-lain yang berkaitan dengan pelayanan publik.
lxii
Sebagian
Yang kemudian peraturan tersebut diperbaharui lagi dengan keluarnya Peraturan Walikota Surakarta Nomor 2 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta, dengan 21 (dua puluh satu) jenis perizinan. Pada Bulan Desember 2008, berdasarkan Perda Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta status kelembagaan UPT diubah dan ditingkatkan menjadi Kantor dengan nama Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kinerjanya, saat ini KPPT Kota Surakarta tengah menyempurnakan teknologi informasinya dan sedang dilaksanakan proses sertifikasi ISO 9001: 2008 di badang pelayanan. Dengan petugas yang berpenampilan menarik dan ramah, menjamin bahwa setiap masyarakat yang datang ke KPPT Kota Surakarta akan terlayani dengan baik.
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi KPPT KPPT Pemkot Surakarta berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Secara lebih tegas, tugas pokok dan fungsi KPPT dipertegas berdasarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas
lxiii
Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta adalah menyelenggarakan pelayanan perizinan. Lebih lanjutlagi, pada Pasal 3 menjelaskan bahwa: Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai fungsi: 1. Penyelenggaraan kesekretariatan kantor 2. Pelaksanaan perencanaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan 3. Penyelenggaraan pendaftaran, verifikasi dan penerbitan perizinan 4. Penyelenggaraan evaluasi, pelaporan dan pengaduan 5. Penyelenggaraan sosialisasi 6. Pembinaan jabatan funngsional.
4. Struktur Organisasi dan Kepegawaian KPPT Pemkot Surakarta Sebagai
SKPD
yang
mempunyai
tugas
pokok
menyelenggarakan pelayanan perizinan, KPPT Kota Surakarta dipimpin oeh Kepala Kantor yang membawahi: 1. Sub Bagian Tata Usaha 2. Seksi Pendaftaran 3. Seksi Verifikasi
lxiv
4. Seksi Penerbitan Perizinan 5. Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan 6. Tim Teknis 7. Kelompok Jabatan Fungsional Kepala kantor memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPPT Kota Surakarta. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan dibidang Tata Usaha, meliputi: koordinasi perencanaan, pengelolaan keuangan, umum dan kepegawaian. Seksi Pendaftaran mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendaftaran, meliputi: perumusan dan penyelenggaraan kebijakan teknis pelayanan perizinan. Seksi Verifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang verifikasi, meliputi: perumusan dan penyelenggaraan kebijakan teknis verifikasi perizinan, mengkoordinasikan Tim Teknis dibidang perizinan. Seksi Penerbitan Perizinan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penerbitan perizinan meliputi: perumusan dan penyelenggaraan kebijakan teknis penerbitan SKRD dan dokumen perizinan lainnya.
lxv
Seksi Evaluasi. Pelaporan dan Pengaduan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang evaluasi, pelaporan dan pengaduan masyarakat. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan struktur organisasi KPPT Kota Surakarta sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar berikut ini:
lxvi
Gambar III. 2 Struktur Organisasi KPPT Kota Surakarta Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Sekretariat
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Pendaftaran
Seksi Verifikasi
Seksi Penerbitan Perizinan
Seksi Evaluasi Pelaporan & Pengaduan
Tim Teknis
Tim Teknis
Tim Teknis
Tim Teknis
Sumber: Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.
lxvii
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kualitas Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta Berdirinya KPPT Kota Surakarta merupakan wujud nyata dari peningkatan kualitas kinerja pelayanan Pemerintah Kota Surakarta kepada masyarakatnya. KPPT berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik bagi masyarakat dengan menggabungkan berbagai jenis pelayanan perizinan yang dahulunya terpisah di berbagai instansi pemerintah menjadi satu di KPPT Kota Surakarta saja, jadi masyarakat tidak perlu repot-repot lagi mengurus perizinan di berbagai instansi pemerintah, cukup di satu tempat saja, yaitu KPPT Kota Surakarta. Penggabungan ini berarti penyederhanaan birokrasi yang harus dilalui oleh masyarakat untuk mendapatkan suatu perizinan. Program pelayanan ini dikenal dengan nama Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau yang lebih dikenal dengan OSS (One Stop Service) merupakan pola perizinan satu pintu dimana berkas perizinan diterima, diproses, dan ditandatangani oleh pimpinan perangkat daerah yang telah diberikan kewenangan untuk tugas tersebut, dalam hal ini Kepala KPPT Kota Surakarta. Menanggapi hal itu Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan hal sebagai berikut: “Ketika pelayanan yang masih satu atap, KPPT hanya menerima berkas permohonan kemudian diteruskan ke instansi yang menangani izin tersebut untuk diproses dan ditandatangani oleh Kepala instansi terkait kemudian dikembalikan kembali ke KPPT, jadi KPPT hanya
lxviii
memberikan izin yang sudah jadi. Setelah adanya One Stop Service, proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen perizinan dilakukan di KPPT karena KPPT sudah mempunyai kewenangan untuk melakukan hal itu” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Dengan konsep Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau yang lebih dikenal dengan OSS (One Stop Service) pemohon cukup datang ke satu tempat dan bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari adanya pungutan liar di luar biaya yang telah ditentukan oleh pihak KPPT Kota Surakarta. Sejalan dengan hal ini, Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta memberikan penjelasan sebagai berikut: “Program Pelayanan Satu Pintu (One Stop Service) ini bertujuan untuk memangkas birokrasi dan menghapus adanya pungutan-pungutan liar bagi masyarakat yang mengurus perizinan. Selain itu masyarakat tidak perlu kesana kemari, mencari kantor-kantor yang melayani, dan diharapkan pelayanan akan lebih efektif dan efisien” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Sesuai dengan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa dengan adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau OSS (One Stop Service), membawa dampak yang positif, sehingga pemohon tidak perlu lagi mencari Unit atau Kantor yang melayani perizinan satu persatu untuk melengkapi persyaratan, cukup satu tempat saja yaitu KPPT Kota Surakarta. Selain menghemat waktu, juga dapat menghemat biaya. Sasaran utama dari sebuah pelayanan adalah kepuasan pelanggan. KPPT selaku instansi pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa perizinan dan non perizinan, tentunya juga menginginkan agar semua masyarakat yang membutuhkan pelayanan mendapat kepuasan.
lxix
Sebagai instansi publik yang berfalsafah “Pelopor Kemudahan dan Kepastian Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik” maka KPPT Kota Surakarta berkewajiban
mempertanggungjawabkan
segala kegiatan
pelayanannya
kepada masyarakat. Sebaik apapun konsep yang ditawarkan oleh aparat pemerintah mengenai pelayanan masyarakat, serta sekuat apapun usaha yang dilakukan untuk mewujudkannya, tetap saja penilaian akhirnya dikembalikan lagi kepada masyarakat sebagai pengguna jasa layanan. KPPT Kota Surakarta adalah instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanana jasa perizinan dan non perizinan, untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan perizinan dari KPPT Kota Surakarta maka dapat di nilai dari beberapa faktor yang mencerminkan seberapa baik kualitas layanan jasa yang diberikan. Faktor tersebut antara lain: 1. Bukti langsung (tangibles) 2. Kehandalan (reliability) 3. Daya tanggap (responsiveness) 4. Jaminan (assurance) 5. Empati (empathy) Untuk lebih lengkapnya berikut penjelasan mengenai penilaian tersebut, yaitu: 1. Bukti Langsung (tangibles) Bukti langsung (tangibles) adalah keadaan fisik dari gedung kantor, peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya yang
lxx
dimiliki oleh penyedia layanan dalam hal ini KPPT Kota Surakarta. Keadaan fasilitas sarana dan prasarana baik yang fisik maupun keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan oleh pemberi pelayanan jasa. Dari keadaan fisik KPPT Kota Surakarta seperti ruang tunggunya bersih, dilengkapi dengan AC dan terdapat televisi, juga kursi yang empuk guna menunjang kenyamanan pemohon izin maka hal tersebut akan memberikan kesan bahwa instansi tersebut telah memberikan salah satu kualitas pelayanan yang baik, dengan sendirinya masyarakat akan mengabarkan kepada orang lain akan salah satu keunggulan yang ada di KPPT Kota Surakarta. Sarana
pendukung
lain
dari
dimensi
tangibles
yang
mempengaruhi pandangan pemohon izin dalam menilai kualitas pelayanan adalah tersedianya formulir permohonan yang mudah dimengerti, booklet, leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen) dan poster tentang petunjuk pelayanan. Pemohon izin akan kecewa apabila saat mereka datang membutuhkan pelayanan, petugas tidak berada ditempatnya sehingga ketersediaan pegawai pelayanan merupakan salah satu aspek tangibles yang harus diperhatikan oleh penyedia pelayanan jasa. Dari uraian diatas dalam penelitian ini, tangibles diukur dari tersedianya sarana pelayanan, fasilitas penunjang pelayanan dan petugas pelayanan.
lxxi
a. Tersedianya Sarana Dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana merupakan daya tarik bagi pemohon izin, selain itu juga faktor pendukung kelancaran kerja bagi para pegawai sebagai pemberi layanan. Oleh sebab itu KPPT Kota Surakarta berusaha melengkapi institusinya dengan sarana dan prasarana yang bisa mengakomodasi kebutuhan para pengguna jasa. Peralatan kerja tersebut lebih jelas dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel IV. 1 Daftar Barang Inventaris Di KPPT Kota Surakarta No
Nama Barang
Jumlah Barang
Keterangan
1.
Tanah Bangunan Kantor
1
Baik
2
1 Baik &
Pemerintah 2.
Mobil Dinas
1 Kurang Baik 3.
Sepeda Motor Dinas
1
Rusak
4.
Lemari Arsip
11
Baik
5.
Filling Cabinet
6
Baik
6.
White Board
1
Baik
7.
Kursi Besi/Metal
9
Baik
8.
Kursi Putar
2
Baik
9.
AC Unit
7
Baik
10. Televisi
1
Baik
1
Baik
12. PC Unit
13
Baik
13. Note Book
3
Baik
14.
1
Rusak
11. Local
Area
Network
(LAN)
Scanner
lxxii
15. Printer
21
17 Baik & 4 Rusak
16. Server
1
Baik
17. Meja Kerja
24
Baik
18. Kursi Kerja
21
Baik
19. Meja Rapat
1
Baik
20. Kursi Panjang Pemohon
6
Baik
21. Telepon
4
Baik
22. Tempat Leaflet
2
Baik
23. Mesin Tik Double
1
Baik
24. Mesin Tik Manual
1
Baik
25. Staples Besar
1
Baik
26. Pelubang Kertas Besar
1
Baik
27. Calculator 12 Digit
1
Baik
28. Calculator 16 Digit
1
Baik
29. Stafol
2
Baik
30. UPS
1
Baik
2
Baik
32. Papan Informasi
2
Baik
33. Speaker
1
Baik
31. Anjungan
Informasi
Mandiri (touch screen)
Sumber: KPPT Kota Surakarta Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa KPPT Kota Surakarta telah melengkapi instansinya dengan sarana dan prasarana untuk menunjang pelayanan. Untuk kondisi sarana dan prasarana yang rusak/kurang baik antara lain: 1 mobil dinas Daihattsu Zebra, 1 sepeda motor dinas Honda GL Max, 4 printer canon dan 1 scanner, sedangkan untuk kondisi prasarana yang lain masih baik dan dapat berfungsi
lxxiii
sebagaimana mestinya dan diharapkan kesemuanya itu dapat mendukung kelancaran petugas pelayanan
dalam memberikan
kepuasan bagi pengguna layanan dalam hal ini masyarakat. Berikut komentar dari Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai sarana dan prasarana yang ada di KPPT Kota Surakarta: “Sarana dan prasarana yang ada disini sudah mencukupi untuk melayani perizinan yang ada saat ini, kalau komputer misalnya perlu untuk ditambah lagi. Fasilitas penunjang pelayanan yang lain seperti ruang tunggu yang dilengkapi dengan AC, terdapat televisi dan kebersihan ruangan yang selalu dijaga, dapat membuat pengunjung nyaman. KPPT juga memiliki anjungan informasi mandiri (touch screen) agar pemohon izin yang malu bertanya kepada kami dapat memperoleh informasi tentang pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta ini” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pegawai di bagian back office KPPT yaitu Bapak Andy Nur Husain, S. Sos: “Anda bisa lihat sendiri keadaan sarana dan prasarana disini, semua dalam keadaan relatif baik serta memadai untuk sarana dan prasarana diruang pelayanan. Pada saat ini pengunjung sedang banyak, padahal tempat duduk yang ada terbatas, jadi menurut saya masih perlu adanya penambahan tempat duduk bagi pemohon” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di KPPT Kota Surakarta sudah mencukupi untuk melakukan proses pelayanan, karena semua sarana dan prasarana itu memang dirancang untuk mendukung kelancaran pelayanan perizinan, dengan peralatan yang modern dapat meningkatkan kualitas pelayanan di KPPT Kota Surakarta. Ada beberapa kekurangan seperti kurangnya
lxxiv
tempat duduk untuk pemohon izin pada saat KPPT sedang ramai, hal itu mungkin perlu untuk dipertimbangkan agar pemohon izin lebih merasa nyaman. Pendapat dari masyarakat sebagai pengguna layanan jasa di KPPT Kota Surakarta berbeda-beda menanggapi sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung pelayanan yang terdapat di KPPT Kota Surakarta. Salah satu pendapat disampaikan oleh Bapak Munawar yang mengurus izin SIUP memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Sarana yang ada disini sudah cukup bagus dan memadai sesuai dengan yang dibutuhkan, apalagi terdapat anjungan informasi mandiri (touch screen), menunjukkan disini telah menggunakan telnologi yang modern” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Pendapat sedikit berbeda di ungkapkan oleh Bapak Sudarto yang juga sedang mengurus izin SIUP dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut: “Untuk sarana dan prasarana di KPPT Kota Surakarta sudah cukup bagus, hanya untuk toiletnya masih jauh mas, mungkin banyak orang yang belum tahu, saya tadi sempat bingung mencari toiletnya dimana, ternyata harus keluar kantor. Perlu juga adanya bacaan seperti koran atau majalah, agar pemohon izin yang antri tidak bosan” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Pendapat lain juga di ungkapkan oleh Ibu Retno yang mengurus izin SIUI dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut: “Sarana dan prasarana sudah cukup bagus, penataan ruangannya juga rapi, dan kebersihannya terjaga. Tapi sayangnya di ruang tunggu kursinya masih kurang kalau pas banyak pemohon, sampai ada yang berdiri di dalam dan ada juga yang diluar” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
lxxv
Sesuai dengan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan di lapangan, sarana dan prasarana pelayanan yang terdapat di KPPT Kota Surakarta dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat selaku pengguna jasa beranggapan bahwa sarana yang dimiliki KPPT Kota Surakarta sudah memadai untuk pelayanan, sesuai dengan yang dibutuhkan dan kondisinya masih baik. Ruang pelayanan KPPT Kota Surakarta diatur sedemikian rupa agar memudahkan pemohon dalam meminta pelayanan, dengan menggunakan meja panjang dan berhadapan dengan tempat duduk pemohon. Pelayanan seperti ini dilakukan untuk menghilangkan kesan birokratis yang selama ini melekat pada instansi pemerintah, selain itu juga menunjukkan adanya kesungguhan KPPT Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Untuk menghindari antrian yang panjang terdapat ruang tunggu yang di lengkapi dengan 6 kursi panjang yang terletak di depan meja pelayanan. Hal ini dimaksudkan agar di dalam ruangan terlihat rapi. Tapi sayangnya apabila KPPT Kota Surakarta sedang ramai kursi yang ada di ruang tunggu tidak mencukupi untuk menampung para pemohon, sehingga ada pemohon yang berdiri untuk menunggu giliran mendapatkan pelayanan maka dari itu masih perlu penambahan lagi kursi tunggu supaya pada saat keadaan ramai tidak terdapat pemohon izin yang berdiri, serta belum tersedianya bahan bacaan untuk mengurangi kejenuhan selama mengantri.
lxxvi
Ruang tunggu terlihat cukup rapi, bersih, sejuk serta peralatan yang digunakan masih terlihat bagus dan masih berfungsi sebagaimana mestinya. Adanya TV di ruang tunggu dapat mengurangi kejenuhan selama menunggu giliran dan semakin membuat nyaman para pengunjung. Guna mempermudah masyarakat pengguna layanan untuk mendapatkan informasi, disediakan anjungan informasi mandiri (touch screen), papan bagan alur pelayanan, papan jumlah penarikan retribusi, leaflet, booklet, papan janji waktu penyelesaian dan meja pelayanan customer service yang letaknya di dekat pintu masuk KPPT Kota Surakarta, selain itu juga terdapat speaker untuk memanggil nama pemohon yang sedang mengantri. Terdapat juga kotak saran yang disediakan oleh KPPT Kota Surakarta,
yang
dapat
dimanfaatkan
oleh
pengunjung
untuk
menyampaikan kritik atau saran kepada KPPT Kota Surakarta apabila masyarakat pengguna jasa merasa enggan menyampaikannya secara langsung, akan tetapi sarana ini jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. b. Tersedianya Pegawai Pelayanan Selain faktor sarana dan prasarana, faktor sumber daya manusia juga mempengaruhi kelancaran kinerja pelayanan. Faktor manusia merupakan salah satu peran yang penting di dalam suatu instansi juga yang berperan dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki.
lxxvii
Sebagai
SKPD
yang
mempunyai
tugas
pokok
menyelenggarakan pelayanan perizinan, KPPT Kota Surakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang membawahi: 9. Sub Bagian Tata Usaha 10. Seksi Pendaftaran 11. Seksi Verifikasi 12. Seksi Penerbitan Perizinan 13. Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan 14. Tim Teknis 15. Kelompok Jabatan Fungsional Mengenai jumlah pegawai yang ada di KPPT Kota Surakarta Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta memberikan penjelasan sebagai berikut: “Jumlah pegawai KPPT Kota Surakarta adalah 31 orang, sementara untuk izin yang dikelola saat ini ya bisa berjalan, nanti kalau izinnya ditambah lagi ya perlu SDM lagi, perlu peralatan lagi, perlu ruangan lagi, tapi untuk saat ini sudah bisa berjalan secara optimal” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Menurut Ibu Endah Setyaningsih selaku front officer di KPPT Kota Surakarta mengemukakan mengenai pembagian tugas, bahwa: “Pembagian tugas disini fleksibel mas, dalam artian ketika ada yang luang dia ikut membantu melayani pemohon yang datang, walaupun itu bukan tugas pokoknya” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
lxxviii
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa dengan jumlah pegawai yang 31 orang sudah mencukupi untuk melaksanakan tugas. Selain itu adanya kerjasama antar pegawai dalam menunjang kelancaran tugas juga terdapat di KPPT Kota Surakarta. Hal ini terlihat dari pembagian tugas yang sifatnya fleksibel, dengan saling membantu satu sama lain sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif dan pegawai selalu ada di ruang pelayanan. Sedangkan mengenai ketersediaan pegawai pelayanan di KPPT Kota Surakarta, pengguna jasa pelayanan memberikan pendapatnya, seperti halnya Bapak Zulkifli yang sedang mengurus izin IMB sebagai berikut: “Petugas disini jumlahnya sudah mencukupi mas, petugas selalu ada saat dibutuhkan, tidak pernah ada meja pelayanan yang kosong” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Pendapat senada juga diungkapkan oleh Bapak Supri yang sedang meminta izin pemasangan reklame: “Petugasnya saya rasa sudah cukup, malah kadang ada satu pemohon dilayani 2 pegawai itu kalau pas sedikit pemohon izinnya. Yang saya tahu sih tidak ada meja pelayanan yang kosong dari petugasnya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa sebagian besar pemohon izin berpendapat bahwa dengan jumlah petugas yang ada sudah mencukupi untuk melakukan pelayanan, dan petugas selalu ada pada saat pemohon izin membutuhkan pelayanan selain itu jarang sekali ada meja pelayanan yang kosong dari petugas pelayanan, karena
lxxix
pembagian tugasnya yang fleksibel, sehingga apabila ada pegawai yang luang waktunya akan memabantu di bagian pelayanan. Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara dan observasi, dapat diketahui bahwa dimensi tangibles pada KPPT Kota Surakarta relatif telah sesuai dengan harapan para pengguna jasa, sehingga dapat memperlancar proses pelayanan. Namun demikian pihak KPPT Kota Surakarta juga harus menindaklanjuti beberapa hal yang masih kurang, seperti masih perlunya tempat duduk lagi, juga beberapa bahan bacaan untuk para pemohon izin.
2. Kehandalan (reliability) Kehandalan
(reliability)
yakni
kemampuan
memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan sesuai dengan apa yang ditawarkan. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan harapan pengguna jasa yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pengguna tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan akurasi yang tinggi. Kehandalan KPPT Kota Surakarta dalam melayani para pemohon izin ditunjukkan dengan berusaha memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu sesuai dengan standart pelayanan minimal, KPPT Kota Surakarta bahkan berusaha mempercepat waktu penyelesaian pelayanan perizinan. Pemberian pelayanan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses pelayanan.
lxxx
Kehandalan dalam penelitian ini meliputi kemudahan pengurusan serta ketepatan jadwal pelayanan. a. Kemudahan Prosedur Perijinan Prosedur perizinan yang mudah dan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan sebelumnya merupakan komitmen dalam menjalankan profesionalisme dan meningkatkan kepuasan pengguna jasa layanan. KPPT Kota Surakarta menerapkan prosedur yang sederhana agar masyarakat pengguna jasa layanan dapat dengan mudah memahami dan menerapkannya dalam mengurus izin yang diperlukan serta menghindari birokrasi yang berbelit-belit. Selain prosedur yang sederhana, persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh ijin usaha juga disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Prosedur pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 065/187/1/2005 dapat dilihat pada keterangan gambar di bawah ini:
lxxxi
Gambar IV. 1 Prosedur Pelayanan Perizinan KPPT Kota Surakarta 1. Proses Masuk
2. Penelitian Validasi
3. Komputer 11. Penyerahan Dokumen
4. Tim Pemeriksa Lapangan
10. Agenda/Administrasi
5. Rapat Tim Pertimbangan
9. Proses Penandatanganan Pejabat
8. Cetak Dokumen
6a. Ditolak Dikembalikan berkasnya
6b. Ditunda Diberi waktu melengkapi syarat 7. Pembayaran Kas Daerah
6c. Diterima Dihitung biayanya
Sumber: KPPT Kota Surakarta
lxxxii
6. Out Put: 1. Ditolak 2. Ditunda 3. Diterima
Keterangan kegiatan pada masing-masing proses Proses 1 1. Pemohon megambil formulir 2. Pemohon mengisi formulir 3. Pemohon menyerahkan berkas permohonan kepada petugas penerima 4. Pemohon menunggu informasi dari petugas 5. Petugas Penerima menyerahkan berkas permohonan kepada petugas tehnis Proses 2 1. Petugas tehnis meneliti berkas-berkas permohonan 2. Petugas tehnis membubuhkan paraf apabila berkas lengkap atau membuat catatan kekurangan kelengkapan berkas (BTL) 3. Petugas tehnis menyerahkan catatan kekurangan kelengkapan berkas kepada petugas penerima 4. Petugas penerima menginformasikan kepada petugas penerima bahwa berkas sudah lengkap 5. Petugas penerima mencatat dan membuat tanda terima berkas 6. Petugas penerima menginformasikan kepada pemohon bahwa berkas permohonan lengkap atau tidak lengkap 7. Petugas penerima mengirim berkas yang telah lengkap kepada Tim Pemeriksa Lapangan yang sebelumnya telah direkam dalam komputer.
lxxxiii
Proses 3 Operator komputer merekam berkas ke dalam aplikasi masing-masing ijin Proses 4 1. Tim Pemeriksa Lapangan yang terdiri dari petugas-petugas unit kerja terkait mengadakan pencocokan berkas di lapangan dengan ketentuan: a. Pemeriksa Lapangan dilaksanakan setiap hari atau sesuai kebutuhan b. Anggota Tim Pemeriksa Lapangan sebelum melaksanakan pemeriksaan lapangan harus hadir terlebih dahulu pada pukul 08.00 WIB c. Membuat berita acara pemeriksa lapangan 2. Berita
acara
pemeriksaan
dan
rekomendasi
persetujuan
disampaikan kepada Kepala KPPT setelah pemeriksaan. Proses 5 1. Tim Pertimbangan atas undangan Kepala KPPT mengadakan rapat memutuskan permohonan 2. Rapat dilaksanakan setiap hari atau sesuai kebutuhan 3. Tim
Penyusun
rekomendasi
penerimaan/
penolakan
yang
didalamnya berisi pertimbangan teknis, yuridis dan sosial 4. Tim Pertimbangan menyusun alasan penolakan dan atau alasan penundaan proses permohonan
lxxxiv
Proses 6 1. Tim Pertimbangan menyerahkan kepada kepala: a. Rekomendasi penolakan beserta alas an-alasannya b. Rekomendasi penundaan disertai catatan-catatan yang harus dipenuhi c. Rekomendasi penerimaaan untuk diproses lebih lanjut kepada petugas cetak Proses 7 1. Petugas penghitung biaya yang harus dibayar serta mencetak SK pembayaran 2. Petugas menyerahkan SK pembayaran kepada pemohon 3. Pemohon membayar di kas daerah kepada petugas penerima 4. Petugas menerima resi pembayaran dan memasukkan kedalam berkas kepada petugas penerima. Proses 8 1. Petugas pencetak menerima berkas permohonan yang telas dilengkapi rekomendasi penerimaan dan resi pembayaran 2. Petugas penerima mencetak dokumen izin dan dokumen pelengkap lainnya 3. Dokumen yang telah lengkap dimintakan paraf Kepala KPPT untuk selanjutnya diproses permohonan tanda tangan izin pejabat yang berwenang
lxxxv
4. Petugas mengirim kembali berkas permohonan yang ditolak atau ditunda. Proses 9 1. Dokumen
izin
dimintakan
paraf
Kepala
KPPT
sebelum
ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja yang berwenang atau Pejabat yang ditunjuk menandatangani izin oleh Walikota 2. Tata Usaha KPPT memonitor proses penandatanganan izin Proses 10 1. Dokumen izin yang telah ditandatangani diagenda oleh Tata Usaha KPPT 2. Dokumen izin diserahkan kepada petugas Front Office. Proses 11 1. Petugas menyusun tanda terima dokumen izin 2. Petugas menyerahkan dokumen izin kepada pemohon dan membuat rekap pengambilan izin pada hari itu serta menyerahkan kepada Tata Usaha KPPT 3. Kepala membuat laporan ke Walikota. Berikut tanggapan dari Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai prosedur pelayanan: “Mengenai prosedur pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta sudah sederhana mas, pelaksanaannya sesuai dengan Keputusan Walikota Nomor 065/187/1/2005. Disitu juga terdapat keterangan, bagaimana pemohon harus melalui beberapa alur agar bisa mendapatkan pelayanan di KPPT. Selama pemohon izin paham akan alurnya, maka tidak akan mendapatkan kesulitan dalam memperoleh pelayanan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
lxxxvi
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Endah Setyaningsih selaku front officer di KPPT Kota Surakarta yang mengemukakan bahwa: “Prosedur untuk mendapatkan perizinan disini sudah sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga kami sebagai front officer di KPPT Kota Surakarta merasa diuntungkan dengan prosedur tersebut, buktinya dengan cepatnya proses pelayanan sehingga pekerjaan saya tidak menumpuk” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Berdasarkan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa para petugas KPPT telah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, dengan pemberian prosedur yang sederhana juga mudah untuk dilaksanakan sehingga proses pelayanannya dapat cepat. Hal itu mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh KPPT Kota Surakarta. Peneliti juga mengkonfirmasi mengenai prosedur pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta kepada pemohon izin, salah satunya adalah Bapak Sudarto yang juga sedang mengurus izin SIUP dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut: “Prosedur pelayanan disini mudah, saya tidak menemui kesulitan. Saya hanya perlu melengkapi berkas syarat-syarat, terus diserahkan ke petugas, menunggu pemberitahuan petugas sudah lengkap atau belum, terus diberitahu kapan cek lapangan, kalo sudah jadi saya ditelpon buat bayar dan mengambil SIUP saya” (Sumber: Wawancara 6 April 2010).
lxxxvii
Menurut
Ibu
Elisabet
Diana
yang
mengurus
SIUP
memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Prosedur pelayanannya sudah cukup sederhana kok mas, kalau pemohon datang memenuhi semua persyaratan saya rasa tidak akan menemui permasalahan. Tidak ada yang dipersulit dalam prosedur pelayanan disini” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta sudah cukup sederhana juga mudah dilaksanakan. Sebagian besar pemohon izin tidak menemui kendala yang berarti, juga petugas tidak mempersulit pemohon izin di dalam melaksanakan prosedur yang di terapkan oleh KPPT Kota Surakarta. Hal ini disebabkan karena KPPT berusaha menjalankan prosedur pelayanan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga mudah dilaksanakan. b. Ketepatan Jadwal Pelayanan Ketepatan jadwal pelayanan atau durasi waktu pelayanan yang sesuai dengan apa yang telah dijanjikan merupakan unsur penting dalam penilaian dari masyarakat terhadap kinerja pelayanan dari instansi publik, dengan tepatnya jadwal penyelesaian pelayanan membuat masyarakat pengguna jasa akan merasa jelas dan ada kepastian. Semakin cepat waktu penyelesaiannya pelayanannya menunjukkan bahwa pelayanan pada instansi tersebut baik. Selama ini KPPT Kota Surakarta memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat pengguna jasa layanan berusaha memberikan pelayanan
lxxxviii
secepat mungkin tanpa menunda-nunda sehingga waktu yang diperlukan sesuai dengan janji pelayanan bahkan dapat lebih cepat. Berikut ini tanggapan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai ketepatan jadwal pelayanan: “Waktu penyelesaian untuk permohonan izin secara umum sudah baik, sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan dan standart pelayanan minimal, hal ini untuk menunjang kualitas pelayanan agar lebih baik, kita juga mengusahakan agar permohonan izin itu kurang dari waktu yang telah dijanjikan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Pendapat senada juga diungkapkan Ibu Siti Khotimah, S. Sos selaku customer service mengenai ketepatan jadwal pelayanan: “Kalau mengenai durasi waktu penyelesaian perizinan, ambil contoh SIUP ya mas, biasanya penyelesaiannya 4 hari. Kita mengusahakan antara janji penyelesaian dengan realita penyelesaiannya sama atau bahkan ada yang lebih cepat, asal semua syaratnya terpenuhi juga pada saat di survey semua data tentang perizinan itu sesuai, maka dapat tepat waktu” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Sedangkan tanggapan dari pemohon izin mengenai hal ketepatan jadwal pelayanan di ungkapkan oleh Bapak Supri yang mencari izin pemasangan reklame bahwa: “Sudah bagus mas, daripada kantor perizinan yang lain, saya kan juga pernah mencari izin yang sama di daerah lain, masih kalah dengan pelayanan yang ada di Surakarta ini. Durasi waktunya cepat, setengah jam sudah jadi, kalau suasananya seperti saat ini tidak ramai. Kalau ramai juga nggak ada 1 jam sudah jadi” (Sumber: Wawancara 28 April 2010).
lxxxix
Pendapat yang sama datang dari Bapak Hengky, yang juga mencari izin pemasangan reklame sebagai berikut: “Cepat kok mas disini, tidak sampai setengah jam sudah jadi izin yang saya perlukan, pokoknya kerjanya tepat waktu, sesuai dengan harapan saya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Pendapat lain juga di ungkapkan oleh Ibu Retno yang mengurus izin SIUI dan Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai berikut: “Menurut saya sudah cepat waktu penyelesaian izinnya, dan cukup simpel, semoga pelayanan yang seperti ini terus dipertahankan dan ditingkatkan agar pemohon izin merasa puas akan pelayanan KPPT Kota Surakarta ini” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kehandalan pegawai dalam hal ketepatan durasi waktu pelayanan telah memuaskan pemohon izin. Keterlambatan durasi pelayanan perizinan sangat jarang terjadi apabila disebabkan dari pihak pegawai, akan tetapi lebih banyak disebabkan dari pihak pemohon izin itu sendiri, yaitu saat penyerahan data dan waktu pengecekan lapangan tidak sama dengan yang dicantumkan pada formulir permohonan. Maka dari itu antara pemohon izin dan petugas KPPT Kota Surakarta perlu adanya kerjasama agar terwujud pelayanan yang berkualitas baik, sesuai dengan harapan pemohon izin. Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara serta observasi dilapangan tentang kehandalan petugas KPPT Kota Surakarta, sudah sesuai dengan harapan pemohon izin. Prosedur pelayanan sudah sederhana, hal ini terbukti dengan dapat selesainya
xc
pelayanan perizinan yang dimohonkan oleh pengguna jasa kepada pihak KPPT Kota Surakarta, malahan ada juga yang sebelum tenggat waktu yang dijanjikan, perizinan tersebut sudah selesai. Realitas
penyelesaian
pelayanan
ini
terbukti
dengan
terpenuhinya janji durasi waktu yang diberikan KPPT Kota Surakarta bagi pemohon izin. Hal ini juga disebabkan karena KPPT Kota Surakarta menerapkan Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu sehingga lebih efektif dan efisien waktunya. Sejauh ini batas waktu penyelesaian permohonan izin sudah sesuai dengan standart pelayanan minimal yang ditetapkan, selain itu kualitas yang baik ditunjukkan dengan minimnya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai KPPT Kota Surakarta.
3. Daya Tanggap (responsiveness) Daya tanggap (responsiveness), yakni suatu respon atau kesigapan para petugas untuk membentu para pengguna jasa layanan dan memberikan layanan dengan tanggap dan cepat, yang meliputi kesigapan dan kecepatan karyawan dalam menangani pelayanan juga dalam penanganan keluhan pelanggan. KPPT Kota Surakarta merupakan instansi publik yang bergerak di bidang pelayanan jasa, oleh karena itu faktor daya tanggap (responsiveness) sangat penting untuk mendukung kualitas pelayanan di instansi tersebut. Daya tanggap (responsiveness) ini terlihat dari
xci
bagaimana pegawai KPPT Kota Surakarta dalam menanggapi kebutuhan, serta keluhan para pengguna jasa pelayanan, dengan cara pemberian pelayanan yang sebaik mungkin sesuai dengan standart pelayanan minimal. a
Ketanggapan Melayani dan Memberikan Informasi Daya tanggap pegawai dalam melayani para pengguna jasa merupakan salah satu indikator kinerja serta kualitas pelayanan pada suatu instansi. Pada intsansi pemerintah, dalam hal ini KPPT Kota Surakarta harus bisa memberikan juga menjelaskan semua informasi, peraturan serta prosedur yang dibutuhkan oleh para pengguna jasa dengan benar. Berkaitan dengan daya tanggap pegawai dalam melayani serta memberikan informasi kepada pengguna jasa, KPPT Kota Surakarta harus lebih proaktif menjelaskan tentang semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa. Seberapa tanggap respon yang diberikan oleh pegawai KPPT Kota Surakarta. Menurut Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta memberikan pernyataan sebagai berikut: “Dalam hal pemberian informasi mengenai perizinan yang ada di KPPT ini, kami lakukan dengan sosialisasi ke masyarakat lewat media massa, juga lewat seminar. Di KPPT ini juga disediakan leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen), booklet dan juga ada customer service yang siap untuk memberikan penjelasan jika masyarakat masih belum jelas mengenai pelayanan perizinan yang ada disini. Jadi informasi yang didapatkan masyarakat lebih akurat” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010).
xcii
Pernyataan senada juga disampaikan oleh ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan yang mengemukakan hal sebagai berikut: “Apabila pemohon izin butuh informasi mengenai pelayanan di KPPT ini bisa melalui via phone, atau kalau pengen lebih jelasnya lagi datang ke kantor, di ruang pelayanan sudah ada leaflet, anjungan informasi mandiri (touch screen), booklet dan juga ada customer service yang siap untuk memberikan penjelasan kepada para pemohon izin” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Berikut penilaian masyarakat pengguna jasa mengenai bagaimana ketanggapan pegawai dalam memberikan pelayanan dan informasi yang dibutuhkan oleh pemohon izin, hal ini dapat dilihat dari pendapat Bapak Suyadi yang datang ke KPPT untuk mengurus izin IMB yaitu: “Tadi saya masih ada beberapa kekurangan mengenai gambar situasi bangunan, petugas memberitahukan kekurangan itu dengan ramah, waktu saya datang juga disambut dengan ramah. Jadi saya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Bapak Arif Baskoro yang sedang mengurus SIUI: “Saya rasa sudah cukup tanggap mas, semua yang saya butuhkan dijelaskan sama petugasnya. Informasi yang diberikan juga sudah jelas” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
xciii
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Rita yang sedang mengurus izin rumah makan yang termasuk dalam jenis izin usaha pariwisata, yang mengatakan bahwa: “Petugas disini menurut saya sudah cukup tanggap. Sebelum saya datang kemari saya telpon dulu mas, syarat-syarat apa saja yang perlu saya lengkapi, petugasnya memberikan informasi sesuai dengan yang saya butuhkan, juga ramah mas” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa KPPT Kota Surakarta dalam menanggapi kebutuhan pemohon izin sudah baik. Terdapat kesesuaian antara harapan pemohon izin dengan tanggapan yang diberikan oleh pihak KPPT dalam memberikan penjelasan serta melayani pemohon izin. b Ketanggapan Menghadapi Komplain KPPT Kota Surakarta adalah instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan jasa, hal ini tentu saja tidak lepas dari komplain atau keluhan dari pelanggan. Hal ini terjadi karena karakteristik pelanggan yang berbeda-beda. Keluhan dari pelanggan merupakan salah satu ungkapan penilaian akan kualitas yang diperoleh pengguna jasa. Hal ini muncul karena rasa ketidakpuasan dari pihak pengguna jasa. Untuk menampung semua keluhan dari pemohon izin KPPT Kota Surakarta menggunakan quesioner, yang dibagikan kepada pemohon izin setelah ia membayar SKRD. Dengan demikian KPPT Kota Surakarta dapat mengetahui keluhan para pemohon izin. Sejauh ini jarang terdapat
xciv
keluhan dari pemohon izin yang disampaikan kepada KPPT Kota Surakarta. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Drs. Toto Amanto, MM mengenai komplain dari pemohon izin: “Sejauh ini pihak KPPT Kota Surakarta jarang sekali mendapatkan komplain, kalaupun ada petugas kami siap menerima dengan sabar dan ramah. Hal itu dapat disampaikan dengan menulis di kotak saran, bisa juga langsung kepada petugas kami yang ada di depan mas. Kalau ada yang sampai perlu segera diselesaikan, biasanya koordinator ikut turun tangan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Sedangkan tanggapan Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan hal sebagai berikut: “Ya namanya keluhan itu pasti ada mas, tapi selama ini kami jarang sekali menerima komplain dari masyarakat. Kami ada quesioner dengan mengukur IKM yaitu Indeks Kepuasan Masyarakat agar kami tahu apa yang dibutuhkan oleh pemohon izin. Kalaupun ada keluhan biasanya seperti salah ketik saja. Harapan kita ada kesesuaian antara harapan pemohon izin dengan pelayanan yang kami berikan” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Siti Khotimah, S. Sos selaku customer service mengenai ketanggapan menghadapi komplain: “Selama ini tidak ada keluhan dari pemohon, kalaupun ada pasti kami akan menindak lanjutinya dengan segera. Tapi kita lihat dulu hal apa yang menjadikan keluhan, selama keluhannya rasional pasti kami tindak lanjuti mas” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Dari wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa ketika pemohon izin ingin mengajukan komplain, cukup dengan menulis pada kertas, dan dimasukkan pada kotak saran atau bisa langsung di
xcv
sampaikan pada petugas pelayanan. Tindakan KPPT Kota Surakarta dalam menanggapi komplain dengan segera menindaklanjuti, tapi dilihat dulu, apakah komplain tersebut rasional atau tidak. Berikut ini tanggapan dari para pemohon izin, seperti pendapat dari Ibu Elisabet Diana yang mengurus izin SIUP: “Saya pribadi belum pernah komplain mas, sebab saya sudah puas dengan pelayanan yang ada sekarang. Ya semoga saja pelayanan yang seperti ini terus ditingkatkan” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Rita yang sedang mengurus izin rumah makan yaitu: “Saya belum pernah komplain, menurut saya para petugas disini sudah bagus kok mas dalam melayani, dan hasilnya juga sesuai dengan yang saya harapkan, jadi ya saya tidak perlu komplain lagi” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Dari hasil wawancara diatas, maka kita dapat mengetahui bahwa para pemohon izin relatif puas dengan pelayanan yang diterapkan oleh KPPT Kota Surakarta sehingga mereka tidak ada yang komplain. Kalaupun ada petugas akan segera menanggapinya dengan sabar dan ramah, sehingga pemohon izin tidak terlalu kecewa dengan pelayanan yang diberikan. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa kemampuan, kesiapan dan kesigapan petugas KPPT Kota Surakarta dalam memberikan informasi kepada pemohon izin sudah baik, hal ini ditunjukkan dengan mudahnya pemohon izin dalam mendapatkan informasi yang diperlukan. Selain itu petugas selalu memberikan kesan
xcvi
yang baik dengan sikap yang responsif kepada pemohon izin, hal ini didukung oleh pemohon izin yang lebih aktif bertanya jika ada yang belum jelas melalui telepon atau datang langsung ke kantor. Meskipun
sejauh
ini
KPPT
Kota
Surakarta
jarang
mendapatkan komplain dari pemohon, tetapi ketika pemohon izin ingin menyampaikan komplain dapat melalui telepon, kotak saran atau bisa juga dengan menyampaikannya langsung ke petugas. Selain itu pihak KPPT Kota Surakarta juga mengadakan quesioner untuk melihat tingkat kepuasan dari para pemohon izin. Dengan cara demikian diharapkan bahwa KPPT dapat mengetahui harapan dan keinginan dari para pemohon izin, dengan masukan yang ada akan menjadi bahan masukan yang baik bagi KPPT Kota Surakarta dalam meningkatkan kualitas pelayanannya.
4. Jaminan (assurance) Jaminan (assurance), mencakup kemampuan pegawai atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap instansi dalam hal ini KPPT Kota Surakarta. Sikap seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik kepada pengguna jasa. Sedangkan dalam penelitian di KPPT Kota
xcvii
Surakarta jaminan ini dapat diukur melalui kejujuran serta keramahan dan kesopanan petugas. a
Kejujuran Petugas Kejujuran merupakan salah satu modal yang penting untuk membangun citra baik instansi tersebut. Dengan kejujuran akan menimbulkan rasa percaya pada setiap pemohon izin. Semakin dapat dipercaya petugas dalam menjalankan tugasnya maka semakin baik pula citra instansi itu didepan masyarakat, dengan begitu masyarakat akan menggunakan jasa instansi tersebut berulang kali. Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta mengenai jaminan yang diberikan oleh KPPT Kota Surakarta pada para pemohon izin: “Kalau kita bicara jaminan sebetulnya begini, bahwa izin-izin yang diterbitkan di KPPT itu ternyata diluar sudah sah legal, dulu yang teken adalah pak walikota, tapi sekarang tanpa pak walikota cukup KPPT izin itu nilainya sama kalo jaminan yang lain sama seperti tadi yaitu mudah, cepat, ramah dan transparan. Untuk masalah biaya yang dibayarkan pemohon izin, tentunya kami mengacu pada Perda yang berlaku dan penghitungannya dilakukan dengan transparan. Kami tidak memungut biaya tambahan mas, di daerah lain masih ada yang memungut biaya tambahan, tetapi kami tidak, kalau ada petugas yang meminta biaya di luar biaya yang seharusnya, akan diberi sanksi” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Berikut Pernyataan Bapak Andy Nur Husain, S. Sos salah satu pegawai di bagian back office KPPT yaitu: “Pelayanan di sini sudah sesui dengan peraturan yang berlaku, soal biaya kami transparan pada pemohon izin. Di papan jumlah penarikan retribusi, leaflet dan booklet kami juga ada rincian biaya yang dikenakan sesuai dengan perizinan yang dimintakan. Pada saat cek lapangan juga kami
xcviii
memberitahukan bahwa tidak ada biaya tambahan. Dengan demikian diharapkan semuanya menjadi transparan dan tertanam rasa percaya dari pemohon izin kepada kami” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa KPPT Kota Surakarta berusaha memberikan yang terbaik bagi pelayanan juga transparan dalam mengenakan biaya. Semua hal mengenai biaya telah di informasikan kepada pemohon izin, begitu juga dengan survey lapangan yang tidak memungut biaya sama sekali. Diharapkan dengan pelayanan yang diterapkan di KPPT Kota Surakarta dapat memberikan kepuasan kepada para pemohon izin. Terdapat beberapa tanggapan dari pemohon izin mengenai jaminan (assurance) ini. Berikut ini pendapat dari Bapak Hengky yang sedang mengurus izin pemasangan reklame: “Petugas disini dalam menetapkan tarif sesuai ketentuan yang berlaku, mereka tidak memungut biaya tambahan, jadi jika biayanya segitu ya dibayar segitu. Untuk tahun ini yang saya rasakan nilai pajaknya naiknya hampir 200%, saya pribadi merasa keberatan dengan hal itu, tapi kalau sudah ketentuannya mau bagaimana lagi” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Bapak Widodo yang sedang mengurus SIUP menyampaikan pendapatnya sebagai berikut: “Tidak ada biaya tambahan mas, saya bayar sesuai dengan izin saya yang sudah dihitung oleh petugas. Sewaktu mengecek ke tempat saya petugas juga tidak meminta biaya tambahan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
xcix
Ibu Elisabet Diana juga memberikan pendapatnya ketika sedang menunggu giliran mengurus izin SIUP: “Biaya yang dikenakan pada saya sudah sesuai dengan ketentuan. Pada saat cek lapangan, petugasnya juga cepet kerjane kok mas. kalo sekedar nyediain makanan dan minuman sudah sewajarnya” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Dari beberapa pendapat diatas dapat di ketahui bahwa apa yang telah dilakukan petugas KPPT Kota Surakarta dalam melayani pemohon izin sudah sesuai dengan ketentuan, mereka jujur, tidak memungut biaya tambahan. Selain itu dengan koordinasi yang baik antar petugas, juga antara petugas dengan pemohon izin tentunya dapat mempercepat waktu proses penyelesaian permohonan izin yang dibutuhkan. b Keramahan dan Kesopanan Petugas Dalam memberikan jaminan atas pelayanan kepada pemohon izin selain kejujuran ada hal yang tidak kalah penting yaitu sikap petugas dalam memberikan pelayanan. Dengan keramahan dan kesopanan para petugas KPPT Kota Surakarta diharapkan dapat menimbulkan citra yang baik bagi instansi dan petugas itu sendiri. Sebagai instansi publik, KPPT Kota Surakarta berusaha merubah citra lama yang terkesan formal, terlalu birokratis dan sekarang menjadi lebih mendekatkan kepada masyarakat dengan keramahtamahannya para petugas.
c
Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta: “Untuk keramahtamahan ini saya meminta para petugas yang ada di depan agar selalu menjaga penampilan dan keramahannya ketika melayani pemohon izin. Saya selalu mengingatkan untuk selalu bersabar ketika menghadapi pemohon izin” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Ibu Endah Setyaningsih selaku front officer di KPPT Kota Surakarta: “Kalau soal kesopanan mas, kami berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin, memberikan penjelasan yang mudah dimengerti untuk pemohon izin. Mengedepankan keramahan pada pemohon izin, agar pemohon izin juga senang” (Sumber: Wawancara 27 Maret 2010). Mengenai keramahan dan kesopanan petugas, Bapak Arif Baskoro yang sedang mengurus SIUI mengemukakan pendapatnya: “Petugas disini ramah-ramah, waktu saya datang saya langsung dilayani dengan baik dan sopan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Sementara itu tanggapan dari Bapak Hengky mencari izin pemasangan reklame: “Menurut pandangan saya, pelayanan disini sudah cukup bagus, ramah, sopan, baik petugasnya, jadi sudah cukup baiklah pelayanannya” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Pendapat dari Bapak Wardoyo yang sedang mengurus SIUP sebagai berikut: “Petugas disini ramah dan sopan mas, setiap ada pemohon izin yang datang selalu disapa dengan senyuman. Penampilan mereka juga bagus” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
ci
Dari berbagai wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa petugas dalam memberikan pelayanan telah dapat memberikan jaminan keramahan serta kesopanan. Hal ini ditunjukkan dengan sikap petugas yang murah senyum, langsung menyapa para pemohon izin yang datang dan segera dilayani. Penampilan mereka juga sudah bagus. Dengan begitu pemohon izin merasa nyaman saat mengurus izin di KPPT Kota Surakarta.
5. Empati (empathy) Empati meliputi perhatian secara individual yang diberikan instansi terhadap pengguna jasa, seperti kemudahan untuk menghubungi instansi, kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dengan pengguna jasa dan usaha instansi untuk memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam hal ini pengguna jasa layanan KPPT Kota Surakarta. Ada ungkapan bahwa pelanggan adalah raja. Pemohon akan merasa
demikian
bila
semua
kepentingannya
diutamakan
dan
kebutuhannya terpenuhi. Apabila hal itu dapat terwujud, maka akan menjadi daya tarik, pelengkap kegiatan promosi sehingga pemohon izin akan merasa puas dan loyal kepada instansi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa suatu komunikasi merupakan hal yang penting dalam suatu hubungan. Jika terjadi kesenjangan dalam hal komunikasi antara petugas dengan pemohon izin, maka akan timbul persepsi yang negatif terhadap pelayanan yang ada pada instansi tersebut.
cii
Komunikasi ini dimaksudkan untuk memberikan informasi terbaru jika terjadi perubahan dalam pelayanan di instansi tersebut. Dengan terbangunnya komunikasi yang baik antara petugas dengan pemohon izin, diharapkan instansi tersebut dapat mengetahui apa yang menjadi keluhan selama proses pelayanan dan dapat mengetahui pula apa yang menjadi harapan para pemohon izin. Dalam hal kemudahan petugas untuk dihubungi adalah, para pemohon izin dapat dengan mudah untuk menemui atau menghubungi petugas KPPT Kota Surakarta dan dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang diperlukan tentang pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta. Petugas KPPT Kota Surakarta harus memberikan kesan pada para pemohon bahwa dalam mendapatkan izin di KPPT Kota Surakarta merupakan sesuatu yang mudah, cepat, transparan, dan tepat waktu. Berikut ini pernyataan Bapak Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala KPPT Kota Surakarta: “Kalau masalah petugas yang mudah dihubungi, kami akan memberitahukan kepada konsumen jika keesokan harinya akan mengadakan cek lapangan dengan menelepon mereka. Atau kalau ada konsumen yang membutuhkan informasi lewat telepon, langsung kami berikan informasi yang dibutuhkan. Kami juga memberikan kesempatan konsumen untuk memberikan masukan salah satunya lewat questioner yang kami berikan mas”. (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Hal senada juga di ungkapkan oleh salah satu pegawai di bagian back office KPPT yaitu Bapak Andy Nur Husain, S. Sos: “Untuk mempermudah masyarakat mengenai perizinan yang ada di KPPT, kami mensosialisaikan lewat media massa, selain itu kami juga memberikan informasi selengkap mungkin kepada
ciii
masyarakat agar mereka dengan mudah mendapatkan pelayanan tanpa ada lagi syarat yang kurang. Kami juga memberikan nomor telpon KPPT, jika sewaktu-waktu butuh informasi yang lain lagi” (Sumber: Wawancara 6 April 2010). Mengenai kemudahan untuk dihubungi dan berkomunikasi, beberapa pemohon izin memberikan pendapatnya. Berikut pendapat Bapak Hengky yang sedang mencari izin pemasangan reklame: “Mudah, lihat saja sendiri mas, disini selalu ada petugas yang didepan, jadi kalau saya perlu bertanya tinggal menghampiri mereka. Mereka juga memberikan informasi yang saya butuhkan” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Bapak Arif Baskoro yang sedang mengurus SIUI juga memberikan tanggapannya sebagai berikut: “Mudah kok mas, kalau soal informasi ya petugas menjawab sejauhmana pertanyaan kita, saya juga sudah puas dengan pelayanan mereka yang seperti ini” (Sumber: Wawancara 29 April 2010). Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Bapak Susilo yang sedang mengurus izin IMB: “Mudah mas, seperti ini tadi waktu saya mau mengambil izin IMB saya, kemarin saya sudah ditelpon oleh pihak KPPT kalau IMB saya sudah jadi” (Sumber: wawancara 29 April 2010). Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa di dalam hal pelayanan, petugas KPPT Kota Surakarta sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang mudah, cepat, dan transparan. Selain itu pihak KPPT juga berusaha untuk mencari tahu apa yang menjadi harapan dari para pemohon izin, baik itu lewat telepon, kotak saran maupun dengan berdialog secara langsung. Para petugas KPPT Kota Surakarta mudah untuk dihubungi. Petugas KPPT juga lebih pro aktif jika ada izin-izin yang
civ
telah selesai dengan memberitahukannya kepada pemohon izin lewat telepon. Apabila ada pemohon izin yang bertanya lewat telepon, mereka juga memberikan informasi dengan jelas.
B. Faktor Penghambat Dalam Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan yang ada di KPPT Kota Surakarta dari faktor internal KPPT sendiri adalah, kadang terjadi kerusakan pada sarana dan prasarana yang ada seperti komputer yang rusak atau juga printernya yang rusak. Selain itu juga dalam hal akomodasi, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan mengemukakan sebagai berikut: “Kendaraan operasional untuk survey lapangan, yang zebra itu ya mas kondisinya rusak, karena sudah tua. Kita sudah 2 tahun mengajukan tapi belum disetujui. Jadi kadang kalau posisi sedang rusak kita memakai kendaraan salah satu tim survey, mobil pribadi. Kemudian sepeda motor, kita punya hanya satu, itu juga kondisinya sudah rusak, jadi kalau mau mengirim surat gitu pake kendaraan pribadi, terus petugas yang belanja alat-alat tulis juga pribadi” (Sumber: wawancara 27 Maret 2010). Selain itu Bapak Sukardi, SE pada bagian kasir juga mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “Khusus hambatan yang ada dikasir mas, belum adanya alat penghitung otomatis seperti yang ada di bank. Mesin hitung kita masih manual. Kalau pas ada pembayaran yang puluhan juta gitu mas, kita masih kesulitan dan tidak dapat cepat” (Sumber: wawancara 28 April 2010).
cv
Sedangkan faktor penghambat dari pihak ekternal atau pemohon izin itu sendiri seperti belum lengkapnya persyaratan yang dibutuhkan dan ketika dilakukan survey lapangan, mereka sulit ditemui. Hal tersebut akan menghambat proses pelayanan perizinan yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta. Selain itu, ada juga kasus seperti ketika izinnya sudah jadi, pihak pemohon izin tidak segera membayar dan mengambilnya, pada akhirnya izinizin tersebut menumpuk, hal itu yang sering terjadi di KPPT Kota Surakarta. Selama penelitian di KPPT Kota Surakarta, masyarakat pengguna jasa yang ditemui serta diwawancarai relatif puas dengan pelayanan perizinan yang diberikan oleh pihak KPPT Kota Surakarta dan mereka tidak menemui hambatan dalam memperoleh pelayanan perizinan yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak Supri yang sedang meminta izin pemasangan reklame: “Selama saya mencari perizinan reklame disini tidak pernah mendapat hambatan yang berarti mas, kalau pemohon izin melengkapi persyaratannya, akan mudah dan cepat” (Sumber: Wawancara 28 April 2010). Hal tersebut juga dikuatkan oleh Bapak Arif Baskoro yang sedang mengurus SIUI: “Saya sudah puas dengan pelayanan perizinan di KPPT ini, soale cepat mas, saya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan. Kalau hambatan yang saya hadapi selama mengurus izin disini tidak ada mas, mungkin karena saya sudah melengkapi berkas yang dibutuhkan. Petugas disini tidak mempersulit saya dalam mengurus izin yang saya perlukan” (Sumber: Wawancara 29 April 2010).
cvi
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat pengguna jasa KPPT Kota Surakarta relatif sudah merasa puas dengan pelayanan yang ada dan tidak menghadapi hambatan yang berarti dalam mengurus izin yang dibutuhkan. Petugas KPPT Kota Surakarta bekerja sesuai dengan prosedur, tidak mempersulit masyarakat pengguna jasa untuk mendapatkan izinnya.
D. Upaya Yang Dilakukan KPPT Kota Surakarta Untuk Mengatasi Hambatan Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, seperti dalam hal sarana prasarana yang rusak dengan jalan memperbaikinya. Kalau komputer atau printer yang rusak tidak dipakai dulu, diperbaiki dulu, dalam mengerjakan pekerjaan yang menggunakan komputer dengan komputer yang kondisinya masih bisa dipakai atau yang baik kondisinya, sehingga tidak menghentikan pekerjaan yang harus diselesaikan. Mengenai kondisi kendaraan operasional yang sudah rusak, seperti disebutkan Ibu Erma Suryanti, S. Sos. MT selaku Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan tadi, menggunakan kendaraan pribadi salah satu tim survey. Dengan demikian pekerjaan survey lapangan tetap dapat berlangsung dan pekerjaan penyampaian surat-surat dari KPPT ke instansi lain atau masyarakat dapat tetap berjalan. Mengatasi belum adanya mesin penghitung otomatis yang ada di bagian kasir, petugas kasir memakai mesin penghitung manual. Walaupun lambat penghitungannya kalau ada pembayaran yang
cvii
banyak, tapi dengan sarana itu mereka masih bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik. Sedangkan untuk faktor dari pemohon izin sendiri, pihak KPPT Kota Surakarta sudah mengajukan persyaratan yang mudah didapatkan oleh pemohon izin. Untuk hal pemohon izin yang sulit dicari pada waktu survey, pihak KPPT Kota Surakarta, sehari sebelumnya telah menghubungi pihak pemohon izin, kalau besok akan mengadakan survey lapangan. Dalam hal mengatasi kasus pemohon izin yang belum membayar dan mengambil izinnya, pihak KPPT juga menghubungi lewat telepon atau juga lewat surat, petugas telah berusaha memberikan pemberihatuan kepada pemohon izin bila semua izinnya telah selesai dan dapat untuk diambil. Dengan demikian setiap masalah yang timbul akan dapat ditekan. Diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta, tidak menghambat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai instansi yang memberi jasa ke pada masyarakat serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat sehingga tercipta kepuasan masyarakat, dengan begitu dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di KPPT Kota Surakarta.
cviii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan penulis pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kualitas Pelayanan Perizinan Di KPPT Kota Surakarta sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai perizinan sudah berjalan dengan baik, hal ini di nilai dari berbagai faktor yaitu: Bukti langsung (tangibles), Kehandalan (reliability), Daya tanggap (responsiveness), Jaminan (assurance), Empati (empathy). 1. Faktor Kualitas Pelayanan 6. Bukti langsung (tangibles) Bukti langsung (tangibles) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan seperti komputer dalam memasukkan data serta adanya anjungan informasi mandiri (touch screen) untuk menuntun masyarakat mengetahui lebih jauh lagi tentang KPPT Kota Surakarta, prosedur pelayanan, durasi waktu penyelesaian perizinan. Terdapat ruang tunggu yang nyaman dilengkapi dengan televisi, tempat duduk yang empuk, AC, booklet, leaflet juga kotak saran bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keluhan dan sarannya bagi KPPT Kota Surakarta. Sedangkan jumlah pegawai untuk saat ini dengan jenis pelayanan
cix
perizinan yang ada sudah memadai untuk melaksanakan tugasnya, pembagian tugas yang sifatnya fleksibel, dengan saling membantu satu sama lain sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif serta pegawai selalu ada di ruang pelayanan. 7. Kehandalan (reliability) Kehandalan (reliability) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari kemudahan prosedur perizinan yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat pengguna jasa. Selain itu ketepatan jadwal pelayanan atau durasi waktu dalam penyelesaian suatu izin sudah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, bahkan ada penyelesaian perizinan yang selesai lebih cepat daripada jadwal waktu yang ditetapkan. Hal ini dikarena KPPT Kota Surakarta menerapkan Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu sehingga lebih efektif dan efisien waktunya, kualitas yang baik ditunjukkan dengan minimnya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai KPPT Kota Surakarta. 8. Daya tanggap (responsiveness) Daya tanggap (responsiveness) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari daya tanggap pegawai dalam melayani para pengguna jasa juga pada saat pegawai memberikan informasi kepada pengguna jasa. Para pegawai KPPT Kota Surakarta selalu berusaha dengan baik untuk menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan dari masyarakat pengguna jasa tentang pelayanan yang ada. Hal ini tercermin dengan adanya customer service yang siap untuk memberikan penjelasan. Sejauh ini
cx
KPPT Kota Surakarta jarang sekali mendapatkan komplain, kalaupun ada, petugas siap menerimanya dengan sabar dan ramah. Komplain dapat disampaikan dengan menulis di kotak saran, bisa juga langsung kepada petugas yang ada di depan. Kalau ada yang perlu segera diselesaikan,
biasanya
koordinator
ikut
turun
tangan
untuk
menyelesaikannya. Dari sini terlihat bahwa pegawai KPPT tidak menyepelekan komplain dari pengguna jasa. 9. Jaminan (assurance) Jaminan (assurance) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari petugas KPPT Kota Surakarta yang bersikap transparan dalam menentukan biaya perizinan, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, petugas juga tidak memungut biaya tambahan. Selain itu jaminan yang diberikan KPPT Kota Surakarta bahwa izin-izin yang diterbitkan di KPPT, diluar sudah sah dan legal, tanpa tanda tangan dari walikota cukup KPPT izin tersebut nilainya sama. Sikap petugas yang murah senyum, langsung menyapa para pemohon izin yang datang dan segera dilayani serta penampilan mereka yang bagus dan rapi termasuk juga jaminan yang diberikan oleh KPPT Kota Surakarta. Dengan begitu pemohon izin merasa nyaman saat mengurus izin di KPPT Kota Surakarta.
cxi
10. Empati (empathy) Empati (empathy) KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari perhatian secara individual yang diberikan instansi terhadap pengguna jasa, seperti kemudahan untuk menghubungi instansi, kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dengan pengguna jasa dan usaha instansi untuk memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat. Petugas KPPT Kota Surakarta berusaha untuk mencari tahu apa yang menjadi harapan dari para pemohon izin, baik itu lewat kotak saran, quesioner yang diadakan pihak KPPT Kota Surakarta maupun dari lembaga pendidikan yang melakukan penelitian di KPPT Kota Surakarta, atau juga dengan berdialog secara langsung. Selain itu salah satu faktor pendukung empati ini adalah para petugas KPPT Kota Surakarta yang mudah untuk dihubungi. Petugas KPPT juga lebih pro aktif jika ada izin-izin yang telah selesai dengan memberitahukannya kepada pemohon izin lewat telpon.
2. Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan Faktor penghambat dalam pelayanan perizinan yang ada di KPPT Kota Surakarta dari faktor internal KPPT itu sendiri adalah, terjadi kerusakan pada sarana dan prasarana yang ada seperti komputer, printer, kendaraan operasional sehingga tidak memadai untuk melaksanakan tugas.
cxii
Khusus untuk hambatan yang ada dikasir, belum adanya alat penghitung otomatis seperti yang ada di bank. Faktor penghambat dari pihak ekternal atau dari pemohon izin itu sendiri seperti belum lengkapnya persyaratan yang diperlukan, ketika dilakukan survey lapangan mereka sulit ditemui, ketika izinnya sudah jadi, pihak pemohon izin tidak segera membayar dan mengambilnya, akhirnya izin-izin tersebut menumpuk di KPPT Kota Surakarta. Sedangkan bagi pemohon izin, mereka relatif sudah merasa puas dengan pelayanan yang ada dan tidak menghadapi hambatan yang berarti dalam mengurus izin yang dibutuhkan. Cara mengatasi hambatan tersebut seperti dalam hal sarana prasarana yang rusak dengan jalan memperbaikinya dan menggunakan komputer yang kondisinya masih bisa dipakai. Mengenai kendaraan operasional yang sudah rusak, menggunakan kendaraan pribadi salah satu tim survey. Mengatasi belum adanya mesin penghitung otomatis yang ada di bagian kasir, petugas kasir memakai mesin penghitung manual. Pihak KPPT Kota Surakarta sudah mengajukan persyaratan yang mudah didapatkan oleh pemohon izin. Dalam hal pemohon izin yang sulit dicari pada waktu survey, pihak KPPT Kota Surakarta, sehari sebelumnya telah menghubungi pihak pemohon izin, kalau besok akan mengadakan survey. Mengatasi kasus pemohon izin yang belum membayar dan mengambil izinnya, pihak KPPT juga menghubungi lewat telepon atau
cxiii
juga lewat surat, petugas lebih pro aktif berusaha memberitahukan kepada pemohon izin bila semua izinnya telah selesai dan dapat untuk diambil.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan saran dalam rangka lebih meningkatkan kualitas pelayanan di KPPT Kota Surakarta. Dalam hal sarana dan prasarana pelayanan perizinan seperti perlu adanya penambahan tempat duduk di ruang tunggu, karena masih kurangnya tempat duduk yang ada saat ini supaya tidak ada pemohon izin yang berdiri ketika kondisi sedang ramai. Selain itu belum tersedianya bahan bacaan untuk mengurangi kejenuhan disaat mengantri. Dilakukan perbaikan sesegera mungkin terhadap alat-alat kantor yang rusak seperti komputer dan printer, mengingat komputer dan printer sangat vital dalam mempengaruhi kelancaran proses pelayanan. Perlu segera adanya penggantian kendaraan operasional yang ada, dikarenakan kondisinya yang rusak juga mengingat umur kendaraan yang sudah tua. Dengan demikian diharapkan kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta lebih meningkat lagi seiring dengan terciptanya kepuasan pengguna jasa.
cxiv
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Endar Sugiarto. 1999. Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Fandy Tjiptono. 2002. Manajemen Jasa. Andi: Yogyakarta. Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction. Andi: Yogyakarta H. A.S. Moenir. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. H. B Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Lexy
J.
Moleong.
2001.
Metode
Penelitian
Kualitatif.
PT.
Remaja
Rosdakarya.Bandung Lijan Poltak Sinambela, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, Dan Implementasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Osborne, David dan Plastrik, Peter. 2000. Banishing Bureaucracy (Memangkas Birokrasi). Terjemahan PPM. Jakarta. Rambat Lupiyoadi. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba Empat: Jakarta. Zuliant Yamit. 2004. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. EKONESIA. Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.
Sumber lain: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Standart Pelayanan Minimal Bidang Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota. Gilmore & D’Souza. 2006. “Service excellence in egovernance issues: An Indian case study”, JOAAG, Vol. 1. No. 1. http://www.joaag.com/uploads/1_Gilmore_D_ Souza.pdf. 31/3/2010.
cxv
Michael D. Johnson. 2009. “Joy and disappointment in the hotel experience: managing relationship segments”, Managing Service Quality, Vol. 19 No 1. http://www.emeraldinsight.com/Insight/viewPDF.jsp?Filename= html/Output/Published/EmeraldFullTextArticle/Pdf/1080190101.pdf.
cxvi