KEBIJAKAN KEAMANAN NASIONAL FILIPINA DALAM KONTRA-TERORISME
THE PHILIPPINE NATIONAL SECURITY POLICY IN THE COUNTER TERRORISM Erwin Yusup Sitorus1 (
[email protected])
Abstrak - Permasalahan keamanan Filipina terkait dengan terorisme yaitu berasal di Filipina bagian Selatan yang bersumber dari gerakan Muslim Moro yang berusaha memisahkan diri dari Filipina. Jika seluruh serangan terorisme yang terjadi baik itu berasal dari domestik maupun transnasional dikalkulasikan, maka Filipina merupakan negara ASEAN yang paling banyak mengalami insiden terorisme. Pemerintah Filipina mendefinisikan terorisme sebagai tindakan yang ditujukan untuk menciptakan ketakutan dan kepanikan yang meluas dan luar biasa di kalangan penduduk guna memaksa pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka yang tidak seusai dengan hukum. pemerintah Filipina telah mengeluarkan dokumen Kebijakan Keamanan Nasional yaitu periode 2011-2016 yang memfokuskan ancaman terorisme sebagai prioritas keamanan kedua setelah kelompok insurjensi di Mindanao. Kata kunci : Filipina, Kebijakan Nasional, Terorisme. Abstract - Security issues Philippines subscribe with namely terrorism originating in the philippines southern yang sourced of the moro islamic movement sought to separate yourself from philippines. If entire terrorist attacks happens whether it comes from domestic and transnational calculated, then the philippines is gatra ASEAN the most experienced terrorism incident. The Philippine government defines terrorism as acts intended remedy that creates fear and panic the pervasive and extraordinary among residents to force the government to meet the demands of their review its not after the law. The Philippine government has issued a national security policy document that period 2011-2016 the focus threat of terrorism as a priority second only to the security group of insurgency in mindanao. Keywords : Philippines , national policy , terrorism
1
Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Peperangan Asimetris Cohort-4 TA. 2016 Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan. Penulis dapat dihubungi melalui email penulis
[email protected] Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 25
Pendahuluan
F
Khatolik,
mengalami
teror-teror
dan
ilipina merupakan salah satu
pemberontakan yang dilakukan oleh
negara kepulauan yang besar
bangsa Moro yang notabene bergama
dan terdiri dari lebih 7.000
muslim di bagian negara Filipina Selatan
pulau serta memiliki garis pantai yang
selama berpuluh-puluh tahun yang ingin
km2.
berusaha memisahkan diri dari Filipina.
yang
Sejak tahun 70-an, gerakan insurjensi ini
kepulauan
dipimpin oleh Moro Islamic Liberation
mengakibatkan Filipina hanya memiliki
Front (MNLF), lalu kemudian pada tahun
hanya sedikit luas wilayah daratan, yaitu
80-an didominasi oleh Moro Islamic
mencapai 30.000 km persegi dan juga
Liberation Dront (MILF) yaitu pecahan
tidak memiliki perbatasan darat, dan
dari MNLF yang lebih radikal. Abu Sayyaf
akses
di
Group kemudian muncul akibat dari dari
dominasikan oleh jalur maritim 3. Oleh
sempalan dua gerakan sebelumnya pada
sebab itu, pengawasan perbatasan dan
tahun 90-an4. Dapat juga dikatakan
pengamanan wilayah maritim menjadi
bawah banyaknya serangan terorisme
dua hal yang sangat penting dan menjadi
transnasional yang terjadi di Indonesia
tantangan
berkaitan langsung dengan penyelesaian
sangat
panjang
Keberadaan
negara
merupakan
keluar
yaitu
36.289 Filipina
negara
masuk
di
Filipina
tersendiri
dalam
penanggulangan terorisme di Filipina. Perkembangan Filipina
tidak
jauh
terorisme berbeda
konflik di Filipina Selatan yang berlarutdi
dengan
larut dan juga akibat dari penutupan kamp-kamp insurjensi di Filipina Selatan5.
perkembangan terorisme di Indonesia,
Filipina sendiri mengakui betapa
walupun secara mendasar Indonesia dan
besarnya ancaman organisasi teroris di
Filipina berbeda dari segi suku, ras dan
Filipina
agama.
dinegaranya.
Filipina
yang
penduduknya
dan
juga
teroris
Ancaman
asing
utama
yang
didominasi oleh penduduk dengan agama
diwaspadai oleh Filipina terkait dengan
2
teroris
3
Larasati, A. (2015). Kerjasama Keamanan Indonesia - Filipina dalam Mengataasi Masalah Terorisme Tahun 2005-2011. Riau: Universitas Riau. Mendoza, L. R. (2014). Retrieved Juni 22, 2016, from "Transportation Security in the Philippines 6th APEC Transportation Ministerial Meeting": http://www.apectptwg.org.cn/.../Transportation%20Securit y%20Philippines
transnasional
adalah
transfer
pengetahuan dan keterampilan dalam hal melakukan teror kepada kelomopk teroris
4
Eusaquito, M. P. (2004). The Philippine Respon to Terrorism : The Abu Sayyaf Groip. 5 Ibid.
26 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
lokal
sehingga
bantuan
atau
dapat
memberikan
memfasilitasi
aktivitas
Council
atau
kerja
sama
operasional
diantara kelompok teror. Indonesia negara-negara
dan
menangani
masalah
penanggulangan terorisme di Filipina.
teroris domestik dengan adanya bantuan dana
untuk
Terorisme merupakan kemajuan cara peperangan yang sudah masuk kedalam 4th Generation Warfare, yaitu
Filipina
adalah
berkembang
yang
dimana
tidak
combatan
ada
dan
kejelasan
antara
non-combatan
keduanya terdapat di Asia Tenggara.
menggunakan
Kedua negara ini memiliki kesamaan
asimetris yaitu bahwa perang asimetris
ataupun ciri khas yaitu sama-sama negara
adalah suatu model peperangan yang
kepulauan
daerah
dikembangkan dari cara berpikir yang
perbatasan yang merupakan perairan. Hal
tidak lazim dan diluar aturan peperangan
ini menjadi tantangan keduanya untuk
yang berlaku, dengan spektrum perang
menjaga
yang sangat luas dan mencakup aspek-
negara
yang
memiliki
kedaulatan dari
masing-masing
serangan-serangan
yang
aspek
cara-cara
juga
astagatra
peperangan
(perpaduan
antara
berasal dari dalam maupun dari luar
trigatra : geografi, demografi, sosial, dan
negara
Kesamaan
budaya)6. Peperangan asimetris selalu
lainnya yang dimiliki oleh Indonesia dan
berkaitan dengan si kuat melawan si
Filipina
lemah, namun tidak selalu pihak yang
mereka
adalah
tersebut.
keduannya
organisasi-organisasi
radikal
memiliki yang
mengancam kedaulatan negara mereka. Kesamaan yang dimiliki oleh kedua
lemah
yang
kalah
karena
cara-cara
asimetris tersebut salah satunya seperti terorisme.
negara ini menjadi penting bagi Indonesia
Filipina
memiliki
dewan
anti
dalam membantu pemerintah Indonesia
terorisme yang membawahi Sekretariat
dalam
penanggulangan
(NICA) dan juga Program Management
terorisme. Filipina memiliki sebuah badan
Center yang memiliki struktur langsung
untuk penanggulangan terorisme yang
kebeberapa institusi yaitu : National
bernama The National Counter-Terrorism
Terrorism
Action Group (NCTAG) yang berdiri sejak
Capability Building Office (CBO), Legal &
2007. Filipina juga memiliki lembaga yang
Internatiol Affairs Office (LIAO), Opn’l
melakukan
Prevention
Office
(NTPO),
lebih besar yaitu dewan Anti-Terrorism 6
Dewan RisetNasional, (2008). Suatu Pemikiran Tentang Perang Asimetris. Jakarta.
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 27
Readiness Assessment & Monitong Office
mencapai tujuan7. Kata “teroris” dan
(ORACMO) dan juga Office for Special
terorisme berasal dari kata latin “terrere”
Corcerns (OSC).
yang kurang lebih berarti membuat
Penulisan ini akan menggunakan
gemetar atau menggetarkan. Namun
metode kualitatif dalam makalah ini.
hingga pada saat ini belum ada definisi
Metode ini dilakukan dalam memperoleh
mengenai
terorisme
data-data yang diperlukan melalui studi
digunakan
secara
literatur, studi pustaka serta wawancara
perbedaan
pendapat
langsung yang telah dilakukan di kantor
negara
The
belum ada batasan yang jelas untuk
Anti-Terrorism
Management
Council-Program
Center
(ATC-PMC)
di
mengenai
mendefinisikan
yang
dapat
universal
karena
dimasing-masing
definisi
terorisme
terorisme,
dikarenakan
Filipina. Penelitian ini akan membahas
terorisme merupakan pandangan yang
mengenai kerjasama antar institusi yang
subjektif seperti yang dikatakan oleh Prof.
terkait
Brian Jenkins, Ph.d8.
dengan
kontra
terorisme
di
Filipina.
Departemen Pertahanan Amerika
Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
Serikat belakang
diatas,
memberikan
definisi
akan
terorisme yaitu:
penelitian ini hanya terbatas pada ruang
”The Calculated use of violence or the
lingkup yang berkaitan dengan kebijakan
threat of violence to incukcate fear,
keamanan
intended
nasional
Filipina
terhadap
to
coerce
or
intimidate
terorisme dengan pertanyaan penelitian
governments or societties as to the pursuit
sebagai berikut :
of goals that are generally political
Bagaimana kebijakan keamanan nasional
religius,or ideological.”
Filipina terhadap terorisme?
Dalam suatu diskusi antara para
Teori Terorisme Terorisme
akademisi, profesional, pakar, pengamat
merupakan
yang
politik dan keamanan pada tanggal 15
berpendapat bahwa penggunaan cara-
September 2001, memberi kesimpulan
cara
7
kekerasan
dan
paham
menimbulkan
ketakutan adalah caraa yang sah untuk
Syafaat, M. A. (2003). Tindak Pidana Teror Belenggu Baru Bagi Kebebasan dalam “Terorisme, Definisi, Aksi, dan Regulasi”. Jakarta: Imparsial. 8 Adji, I. S. (2003). “Terorisme” Perpu Nomor 1 Tahunn 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana, dalam O.C. Kaligis (Penyusun), Terorisme: Tragedi Umat Manusia. Jakarta: O.C. Kaligis&Associates. Hlm. 35
28 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
bahwa terorisme adalah: “Terorisme
mereka sangat rapih dan terorganisir
dapat
dengan baik. Pettiford dan Harding
diartikan
sebagai
tindakan
kekerasan yang dilakukan sekelompok
menyatakan,
orang
untuk
membutuhkan suatu cara kerja yang
memperoleh keadilan, yang tidak dapat
matang dan terinci11. Teknik operasional
dicapai mereka melalui saluran resmi atau
persenjataan atau bom dikuasasi penuh
jalur hukum9.
oleh pelaku. Mereka juga mempunyai
sebagai
jalan
terakhir
Alex Schmid dan Albert Jongman melakukan
terhadap
yang
terorisme
menjadi
pos
ratusan
kegiatan mereka, banyak pos mereka
definisi terorisme dengan tujuan untuk
yang justru berada di luar negeri. Unit
menemukan
definisi
teroris idealnya kecil, karena mudah
terorisme. Terdapat lima elemen kunci
untuk mengaturnya. Di masa lalu, banyak
dengan presentase kemunculan di atas
kelompok teroris termasuk Japanese Red
40% yaitu: kekerasan atau kekuatan
Army di jepang, Baader Meinhorf di
(83,5%), politik (65%), ketakutan atau
Jerman dan Symbionese Liberation Army
teror (51%), ancaman (47%), dan efek
dengan anggota yang hanya delapan
psikologi serta reaksi antisipatif (41,5%).
orang.
Berdasarkan lima elemen kunci tersebut
membutuhkan dana yang juga besar,
maka tindakan terorisme meliputi: (a)
organisasi teroris masa lalu di abad-19
penggunaan kekerasan, kekuatan atau
dapat berjalan relatif tanpa uang, tidak
ancaman,
seperti organisasi teroris sekarang. Uang
tindakan
analisis
markas-markas
bahwa
elemen
(b)
kunci
terutama
politik,
besar
pasti
tersebut didapatkan dari orang-orang
menyebabkan ketakutan atau teror dalam
kaya yang mendukung mereka di dalam
rangka mencapai tujuan, (d) terjadi efek
negeri maupun di luar negeri, maupun
dan reaksi psikologis10.
bank atau bantuan dari pemerintah asing
yang
secara
yang
intens
Karakter
(c)
merupakan
Organisasi
terdapat
pada
yang mendukung kelompok teroris ini
kelompok terorisme dapat dikatakan
melawan
sangat kuat dan menonjol. Cara kerja
kelompok teroris memalsukan uang, yang
9
10
Hendropriyono, A. (2009). Terorisme Fundamentalis Kristen Yahudi Islam. Jakarta: Kompas. Milla, M. N. (2006). Perilaku Terorisme. Anima, Indonesian Psychological Journal.
11
musuh
bersama.
Beberapa
Ibid.
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 29
lainnya terlibat dalam pemerasan dan
larut dan juga akibat dari penutupan
penculikan serta bisnis ilegal12
kamp-kamp insurjensi di Filipina Selatan14.
Terorisme di Filipina
Jumlah terorisme di Filipina hampir
Perkembangan terorisme di Filipina tidak
mencapai 600 insiden tahun 1969 hingga
jauh berbeda dengan perkembangan
200915.
terorisme di Indonesia, walaupun secara
menyatakan bahwa korban dari serangan
mendasar Indonesia dan Filipina berbeda
kelompok-kelompok ekstrimis islam yang
dari segi suku, ras dan agama. Filipina
terdapat di Filipina sejak tahun 2000
yang
oleh
hingga tahun 2007 telah mencapai lebih
agama
Khatolik,
dari 1.700 orang16. Filipina merupakan
teror-teror
dan
penduduknya
penduduk mengalami
dengan
didominasi
negara
Human
ASEAN
Right
yang
Watch
paling
juga
banyak
pemberontakan yang dilakukan oleh
mengalami insiden penyerangan oleh
bangsa Moro yang notabene beragama
kelompok
muslim di bagian negara Filipina Selatan
sebelum tragedi 9/11, terorisme yang
selama berpuluh-puluh tahun yang ingin
dialami Filipina terdiri dari berbagai
berusaha memisahkan diri dari Filipina.
macam jenis, mulai dari
Sejak tahun 70-an, gerakan insurjensi ini
target-target lunak, pembajakan pesawat,
dipimpin oleh Moro Islamic Liberation
penyerangan instalasi militer dan juga
Front (MNLF), lalu kemudian pada tahun
penculikan. MNFL merupakan pelaku
80-an didominasi oleh Moro Islamic
teror yang paling banyak melakukan
Liberation Dront (MILF) yaitu pecahan
serangan meskipun kelompok MILF dan
dari MNLF yang lebih radikal. Abu Sayyaf
ASG yang dianggap paling ekstrim dan
Group kemudian muncul akibat dari
14
sempalan dua gerakan sebelumnya pada tahun 90-an13. Dapat juga dikatakan bawah banyaknya serangan terorisme transnasional yang terjadi di Indonesia berkaitan langsung dengan penyelesaian konflik di Filipina Selatan yang berlarut12
Wittaker, D. J. (2003). The terrorism Reader. London: Routledge. 13 Eusaquito, M. P. (2004). The Philippine Respon to Terrorism : The Abu Sayyaf Group.
terorisme,
bahkan
sejak
pengeboman
Ibid. Chalk, A. R. (2012). Non-Traditional Thresats and Maritime Domain Awareness in Tri-border Are of Shoutheast Asia : The Coast Watch System of The Philippines. Retrieved june 23, 2016, from http://www.rand.org/content/dam/rand/p ubs/occasional_papers/2012/RAND_OP372 .pdf 16 Permatasari, A. (2013). Penerapan Strategi Penggentaran dalam Upaya Penanggulangan Terorisme di Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Retrieved june 23, 2016, from http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334951T33026Anggalia%20Putri%20Permatasari.pdf 15
30 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
berbahaya17.
Dalam
era
globalisasi
theory (RSCT). Dua dasar pikiran dari
sekarang ini, ancaman bagi pemerintah
nasional security, yaitu19:
Filipina bukan hanya kepada terorisme
lokal saja tetapi juga kelompok terorisme
didefinisikan dalam pendekatan “radically
transnasional yang harus diwaspadai.
constructivist” yang menyatakan bahwa
Keamanan Nasional
ancaman
Pada dasarnya keamanan nasional adalah
threats are socially constructer. Artinya
merupakan kepentingan nasional yang
adalah meskipun secara militer tidak
paling hakiki yang dimiliki setiap bangsa,
dianggap mengancam keamanan, namun
dengan kata lain keamanan nasional
jika secara sosial dianggap mengancam
adalah
untuk
keamanan, maka yang bersangkutan
melindungi nilai hakiki negara terhadap
dapat dikenakan tindakan security. Jadi
berbagai ancaman dari dalam maupun
buzan melihat keamanan dalam konteks
luar negeri. Keamanan nasional dalam hal
“obyektif” dari “ancaman yang riil”,
ini
melainkan secara subjektif.
suatu
memiliki
kemampuan keselamatan
kemampuan
pertimbangan pertahanan negara
dan
dalam negara, kepastian
hukum.
Securitization.
mempunyai
Sekuritisasi
makna
social-
Sectoral analysis. Analisis sektoral
memahami bahwa security melampaui makna politik-militer, namun mencakup
Menurut Glenn Snyder, keamanan
pula ekonomi, sosiak dan lingkungan.
nasional menyangkut dua konsep yaitu
Meski tidak dianggap sebagai ancaman
penangkalan (deterrence) dan pertahanan
langsung, namun berpotensi mengarah
(defence)18. Menurut Buzan, Ole Weaver
kepada ancaman militer. Analisis sektoral
dan Jaap de Wilde, menyebutkan ada dua
digunakan untuk mensimplifikasi proses
dimensi pemahaman nasional security,
analisis dengan melihat suatu ancaman
yaitu classical security Complex Theory
sebagai kesatuan holistik yang dilihat
(CSCT) dan regional security comple
dalam sistem dan sub-sistem dimana ancaman tersebut mungkin berkembang. 19
17 18
Op.cit Viotti, D. J. (1985). The Defense Policies of Nations : A Comparative Study. Baltimore: The John Hopkins University.
Purwawidada, F. (2014, november 7). Kontra Terorisme Indonesia. Retrieved june 23, 2016, from Merumuskan UU Keamanan Nasional: http://analisishankamnas.blogspot.co.id/s earch?updated-max=2014-12-17T19:47:0008:00&max-results=7&start=3&bydate=false
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 31
Menurut Riant Nugroho dalam
satu program studi di bawah Fakultas
merumuskan keamanan nasional, hal
Strategi
yang paling utama harus dilakukan adalah
Pertahanan Indonesia. Prodi ini adalah
membangun pemikiran atau kerangka
program studi S2 yang mempelajari
berpikir perumusan kebijakan keamanan
tentang konsep, strategi dan jenis-jenis
nasional. pendekatan yang digunakan
perang
adalah sekuensi : pengumpulan kembali
mengembangkan
informasi,
menciptakan
peperangan asimetris yang mengarah
untuk
Pertahanan
Universitas
asimetris.
Prodi ilmu
ini
dibidang
pemahaman,
baru
kemudian
pada pencegahan dan penanggulangan
mengembangkan
kerangka
kebijakan
ancaman terhadap keamanan nasional.
yang lebih mantap20.
Ilmu yang dipelajari diantaranya tentang
Menurut La Ode “Konsep National Security lebih memuat makna yang mencakup ancaman
penanggulangan bagi
kelangsungan
hidup
dari
luar”21.
Apa
yang
Peperangan Cyber, dan
Insurgensi (pemberontakan)22.
atas
negara, baik yang datang dari dalam maupun
Terorisme,
Peperangan digambarkan dimana
asimetris
sebagai
pihak-pihak
dapat
suatu yang
konflik
berkonflik
memiliki sumber daya dan cara yang
dikemukakan oleh La Ode tentang adanya
berbeda.
ancaman dari dalam dan dari luar akan
sesungguhnya sudah dimulai semenjak
membantu
membagi
perang itu ada. Manakala terdapat dua
keamanan nasional ke dalam dua makna,
kekuatan yang tidak sama, maka salah
yaitu makna antara keamanan (untuk
satu
ancaman dari dalam) dan pertahanan
menggunakan cara-cara nonconvensional
(untuk ancaman dari luar).
war,
Studi Peperangan Asimetris
peperangan. Perang asimetries menurut
Program Studi Peperangan Asimetris
Dewan Riset Nasional (DRN), adalah
(Asymmetric Warfare) merupakan salah
suatu
kita
untuk
Peperangan
dari
yang
dalam
model
asimetris
berperang
rangka
akan
memenangkan
peperangan
yang
dikembangkan dari cara berpikir yang 20
21
Nugroho, R. D. (2004). Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: Elex Media Komputindo. Ode, M. D. (2006). Peran Militer dalam Ketahanan Nasional; Studi Kasus Bidang Hankam di Indonesia Tahun 1967 – 2000. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
22
Pertahanan, U. (2014, march 4). Peperangan Asimetris. Retrieved June 23, 2016, from http://idu.ac.id/index.php/fakultas/fakulta s-strategi-pertahanan/prodi/peperanganasimetris
32 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
tidak lazim, dan di luar aturan peperangan
banyak dari aksinya25. Hal ini juga
yang berlaku, dengan spektrum perang
termasuk
yang sangat luas dan mencakup aspek-
teknologi, nilai-nilai, organisasi-organisasi
aspek
dan perspektif waktu atau kombinasi dari
astagatra
(perpaduan
antara
metode
yang
berbeda,
trigatra; geografi, demografi, dan sumber
hal-hal tersebut.
daya alam, dan pancagatra; ideologi,
Hasil Analisis Dan Pembahasan
politik, ekonomi, sosial, dan budaya).
Hasil Analisis
Perang
melibatkan
Hasil penelitian ini meliputi tentang
peperangan antara dua aktor atau lebih,
bagaimana kebijakan kemanana nasional
dengan ciri menonjol dari kekuatan yang
negara Filipina dalam kontra terorisme
tidak seimbang23.
yang didapatkan dari hasil penelitian
asimetris
selalu
Perang asimetris dilakukan oleh
selama satu minggu di Filipina serta
pihak yang berada pada posisi lemah
pengumpulan informasi secara online.
melawan pihak yang berada di posisi kuat
Negara filipina masih berada dalam tahap
untuk
awal
menghasilkan
pengaruh
yang
pengembangan
kapasitas
dan
mendalam pada semua level peperangan
kemampuan dalam hal penanggulangan
baik taktis maupun strategis dengan
terorisme.
mengerahkan keunggulan yang dimiliki
Terrorism Council-Program Management
atau mengeksploitasi kelemahan pada
Center di Office of The President of
pihak lawan yang lebih kuat 24. Selain itu,
Philippine, Malacanang Palace, bahwa
peperangan asimetris juga merupakan
negara Filipina telah memiliki struktur
tindakan, mengorganisir, dan berpikir
oganisasi,
yang berbeda dengan lawan dengan
undangan dan juga bagan koordinasi
tujuan
yang memadai antar institusi dalam hal
untuk
kelebihannya
yang
mengeksploitasi memperoleh memperoleh
memaksimalkan
Menurut
presentasi
peraturan
Anti
perundang-
dia
miliki,
penanggulangan terorisme yang menjadi
kelemahan
lawan,
kebijakan nasional Filipina, namun ketiga
keuntungan
atau
hal tersebut belum dapat dimaksimalkan
lebih
lantaran Filipina masih belum memiliki
kebebasan
yang
sumber daya manusia yang mencukupi 23
24
Dewan RisetNasional, (2008). Suatu Pemikiran Tentang Perang Asimetris. Jakarta. Thornton, R. (2007). Asymmetric Warfare. UK: Polity Press.
25
Metz, Steven (2001). Asymmetry and U.S Strategy: Definition, Background, and Strategy Concepts. . US Army Strategic Studies Institute.
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 33
untuk ikut bergabung dan mengurusi
dari gerakan Muslim Moro yang berusaha
persoalan tentang terorisme.
memisahkan diri dari Filipina. Jika seluruh
Bagan koordinasi ini menjadi salah
serangan terorisme yang terjadi baik itu
satu bukti bahwa pemerintah Filipina
berasal
serius dalam menanggulangi terorisme di
transnasional dikalkulasikan, maka Filipina
negaranya, namun belum dapat berjalan
merupakan negara ASEAN yang paling
secara
banyak mengalami insiden terorisme26.
manksimal
diharapkan.
Menurut
seperti ketua
yang
dari
domestik
maupun
NCTAG,
Kurangnya sumber daya yang
bahwa pemerintah Filipina masih terus
dimiliki oleh pemerintah menyebabkan
belajar dengan sekutunya Amerika dan
program-program dan peraturan hukum
juga dengan negara Indonesia dalam
yang dibuat menjadi tidak maksimal, dan
penanggulangan terorisme.
respon
Pembahasan
terorisme selama ini cenderung lebih
Seperti yang sudah dijelaskan di Bab 2
bersifat ad hoc dan
bahwa permasalahan keamanan Filipina
strategis dan decisive27.
pemerintah
Filipina
terhadap
reaktif, bukan
terkait dengan terorisme yaitu berasal di Filipina bagian Selatan yang bersumber
26
Eusaquito, M. P. (2004). The Philippine Respon to Terrorism : The Abu Sayyaf Group. 27 Ibid. 34 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
Pemerintah Filipina mendefinisikan terorisme
sebagai
tindakan
internasionalnya, temasuk JI 28. Menurut
yang
pemerintahan sebelumnya yaitu Presiden
ditujukan untk menciptakan ketakutan
Aquino III, ada tiga arahan besar untuk
dan kepanikan yang meluas dan luar biasa
menanggulangi terorisme di Filipina yaitu:
dikalangan penduduk guna memaksa
Security
pemerintah untuk memenuhi tuntutan
untuk
mereka yang tidak seusai dengan hukum.
potensial. Dalam hal ini intelijen
Pemerintah Filipina percaya bahwa cara
memiliki peran yang sangat besar.
countermeasure: melindungi
Menjalankan
mengalahkan kelompok terorisme adalah dengan mencegah adanya peluang untuk
yaitu
target-target
law
enforcement
untuk penanggulangan terorisme. Pencegahan
melangsungkan serangan atau mengatasi
rekruitmen
warga
kerentanan negara terhadap terorisme.
negara Filipina menjadi anggota
Menurut Philippine National Police bahwa
kelompok
intelijen dan penanganan target-target
memperhatikan kebutuhan sosial-
yang rentan merupakan penangkalan di
ekonomi
tingkat taktis dan harus dilakukan adalah
yang dianggap rentan.
menghilangkan
Dalam
sebagai
daya
tarik
senjata
mengendalikan
terorisme
politik
untk
massa
dengan
menggunakan rasa takut. Dalam terorisme,
hal
mengeluarkan
komunitas-komunitas
hal di
dengan
penanggulangan
Filipina,
pemerintah
menggunakan militer sebagai basis utama meskipun menurut pemerintah Filipina
penanggulangan
pemerintah
terorisme
teroris
Filipina
adalah
Awalnya
memang
persepsi
kriminal.
penanggulangan
Kebijakan
terorisme di lakukan oleh kepolisian
Keamanan Nasional yaitu periode 2011-
namun kemudian dipindahkan ke militer
2016
ancaman
karena skala ancaman teradap terorisme
terorisme sebagai prioritas keamanan
dipandang membesar sehingga kepolisian
kedua setelah kelompok insurjensi di
hanya diberi mandat untuk mendukung
Mindanao. Kelomopok terorisme yang
militer dalam penanganan insurjensi dan
menjadi
teroris. Namun apabila diliat dari sistem
yang
dokumen
telah
terorisme
memfokuskan
ancaman
terbesar
menurut
Filipina adalah kelompok Abu Sayyaf Group
(SAG)
dan
jaringan
teroris
28
Philippines, A. F. (2010). Internal Peace and Security Plan. Retrieved from http://www.afp.mil.ph/pdf/IPSP%20Bayanih an.pdf
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 35
kelembagaan, pemerintah mengeluarkan aturan
implementasi
mengatur militer
kemitraan
dalam
bersama
yang
kepolisian
dan
menjalankan
c. Manajemen insiden. Sistem pertahanan merupakan hal yang
paling
utama
dalam
berbagai
penanggulangan terorisme yaitu pada
operasi keamanan internal29. Aturan ini
penguatan intelijen, pengamanan target
menjadi
rentan dan penguatan respon serta
penting
dalam
keamanan
nasional
mengatasi
celah
kebijakan
karena hukum
untuk diantara
pemulihan pasca serangan. Pemerintah Filipina
melakukan
strategi
peraturan yang lebih tinggi dan lebih
dinamakan
rendah dalam hal kerja sama militer dan
dengan cara memperketat keamanan di
kepolisian
sekitar target. Pengerasan target yang
dalam
penanggulangan
pengerasan
yang
dilakukan
militer untuk menanggulangi terorisme
sebagai salah satu kebijakan keamanan
adalah
nasional terhadap terorisme adalah di
menjalankan
pertempuran strategi
kelompok-kelompok
yaitu
mengisolasi teroris
dan
menggunakan kekuatan militer untuk menghancurkan
penerbangan,
Filipina
maritim,
transportasi publik, dan infrastruktur kritis.
terorisme
Oleh sebab itu, pemerintah Filipina
istilah
mengeluarkan UU Otoritas Keamanan
intelligence-driven combat operation. Di
Transportasi Filipina yang mendirikan
sisi yang lain, kepolisian mengambil peran
Kantor Keamanan Transportasi atau OTS
dan
lebih
di bawah departemen Transportasi dan
menekankan kepada anti terorisme atau
Komunikasi. Lembaga ini merupakan
langkah-langkah
terhadap
satu-satunya lembaga yang bertanggung
teroris. Sistem pertahanan yang dianut
jawab atas keamanan transportasi di
oleh kepolisian Filipina adalah pertahanan
Filipina
tiga lapis, yaitu:
menyusun, mengimplementasikan dan
a. Intelijen;
mengawasi penerapan standar-standar
b. Pengerasan target;
Organisasi
yang
kelompok
sektor
pemerintah
yaitu
terorisme. Strategi yang digunakan oleh
strategi
oleh
target
dinamakan
strategi
dengan
tersendiri
defensih
yang
yang
memiliki
tugas
Penerbangan
untuk
Sipil
Internasional (ICAO). 29
Philippine National Police (2006). Handbook on PNP : Three-tiered defense system against terrorism.
Selain melakukan
36 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2
itu,
pemerintah
pengetatan
kontrol
juga dan
pengelolaan perbatasan. Hal ini dilakukan
sifatnya luar biasa dan sekaligus dapat
karena akses keluar masuknya Filipina
menjadi keamanan nasional).
hanya
dapat
menggunakan
dilakukan kapal
atau
dengan
Upaya penanggulangan terorisme
pesawat.
di Indonesia didominasi oleh aktivitas
Mengingat Filipina merupakan negara
penegakan
kepulauan, perbatasan laut Filipina dinilai
pidana terorisme. Strategi Indonesia lebih
sangat mudah ditembus karena kondisi
kepada
geografis negara ini yang terdiri dari
penyelidikan,
banyak pulau dan kapasitas pengawasan
pemidanaan terhadap pelaku teror. Dapat
dan penegakan hukum pemerintah pusat
dikatakan bahwa upaya penanggulangan
masih sangat terbatas.
terorisme
Terkait dengan penanggulangan
hukum
terhadap
bagaimana
di
tindak
penangkapan,
penuntutan
Indonesia
dan
masih
lebih
bersifat reaktif dibandingkan strategis.
terorisme di negara Filipina, adanya
Indonesia
kesamaan dengan Indonesia yang masih
terorisme belum dapat menciptakan efek
sangat membutuhkan sumber daya untuk
jera
penanggulangan terorisme. Luas wilayah
hukuman
yang besar dan jumlah penduduk yang
terorisme, hal ini juga terkait dengan Hak
banyak di Indonesia tidak diimbangi
Asasi Manusia yang selalu didengung-
dengan kapasitas negara yang memadai
dengungkan oleh sekelompok orang atau
dalam
dan
beberapa komunitas yang menganggap
yang
bahwa hukuman terhadap pelaku tindak
merupakan
pidana terorisme harus juga berdasarkan
hal
pengawasan
penyelenggaraan efektif.
pemerintahan
Indonesia
juga
penduduk muslim terbesar di Asia dan hal inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik bagi terorisme transnasional. Sama Indonesia
halnya juga
dengan
Filipina,
menekankan
kerentanannya sebagai target serangan terorisme transnasional dan juga bagi Indonesia dan Filipina bahwa terorisme merupakan kejahatan (kriminal, meskipun
yang
dalam
cukup yang
penanggulangan
berarti diberikan
terhadap kepada
Hak Asasi Manusia. Daftar Pustaka Adji, I. S. (2003). In "Terorisme” Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana, dalam O.C. Kaligis (Penyusun), Terorisme : Tragedi Umat Manusia. Jakarta: O.C. Kaligis & Associates. Chalk, A. R. (2012). Non-Traditional Thresats and Maritime Domain Awareness in Tri-border Are of Shoutheast Asia : The Coast Watch System of The Philippines.
Kebijakan Keamanan Nasional Filipina dalam Kontra-Terorisme | Erwin Yusup Sitorus | 37
Retrieved june 23, 2016, from http://www.rand.org/content/dam /rand/pubs/occasional_papers/2012 /RAND_OP372.pdf Eusaquito, M. P. (2004). The Philippine Respon to Terrorism : The Abu Sayyaf Groip. Metz, Steven (2001). Asymmetry and U.S Strategy: Definition, Background, and Strategy Concepts. . US Army Strategic Studies Institute. Larasati, A. (2015). Kerjasama Keamanan Indonesia Filipina dalam Mengataasi Masalah Terorisme Tahun 2005-2011. Riau: Universitas Riau. Mendoza, L. R. (2014). Retrieved Juni 22, 2016, from "Transportation Security in the Philippines 6th APEC Transportation Ministerial Meeting": http://www.apectptwg.org.cn/.../Transportation%20 Security%20Philippines Nasional, D. R. (2008). Suatu Pemikiran Tentang Perang Asimetris. Jakarta. Nugroho, R. D. (2004). Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: Elex Media Komputindo. Ode, M. D. (2006). Peran Militer dalam Ketahanan Nasional; Studi Kasus Bidang Hankam di Indonesia Tahun 1967 – 2000. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Permatasari, A. (2013). Penerapan Strategi Penggentaran dalam Upaya Penanggulangan Terorisme di Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Retrieved june 23, 2016, from http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20 334951-T33026Anggalia%20Putri%20Permatasari.p df Pertahanan, U. (2014, march 4). Peperangan Asimetris. Retrieved June 23, 2016, from
http://idu.ac.id/index.php/fakultas/ fakultas-strategipertahanan/prodi/peperanganasimetris Philippines, A. F. (2010). Internal Peace and Security Plan. Retrieved from http://www.afp.mil.ph/pdf/IPSP%2 0Bayanihan.pdf Police, P. N. (2006). Handbook on PNP : Three-tiered defense system against terrorism. Purwawidada, F. (2014, november 7). Kontra Terorisme Indonesia. Retrieved june 23, 2016, from Merumuskan UU Keamanan Nasional: http://analisishankamnas.blogspot .co.id/search?updated-max=201412-17T19:47:00-08:00&maxresults=7&start=3&by-date=false Syafa'at, M. A. (2003). Tindak Pidana Teror Belenggu Baru Bagi Kebebasan dalam "terrorism, definisi, aksi dan regulasi" . Jakarta: Imparsial. Thornton, R. (2007). Asymmetric Warfare. UK: Polity Press. Viotti, D. J. (1985). The Defense Policies of Nations : A Comparative Study. Baltimore: The John Hopkins University. Wittaker, D. J. (2003). The terrorism Reader. London: Routledge.
38 | Jurnal Prodi Peperangan Asimetris | Juni 2017 | Volume 3 Nomor 2