THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
KEBERTERIMAAN TERJEMAHAN TUTURAN DIREKTIF BAHASA INGGRIS KE BAHASA INDONESIA Dwi Haryanti, Siti Fatimah Sekolah Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected] FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstrak Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang bertujuan (1) mengklasifikasi bentuk dan fungsi tuturan direktif dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan (2) mendeskripsikan keberterimaan terjemahan dalam bahasa Indonesia. Data berupa semua tuturan dalam skrip film The Magic Belle Isle dan terjemahannya. Data dikumpulkan dengan analisis isi dan dianalisis menggunakan Catford’s theory, Nababan’s of acceptability and pragmatics of Searle, Yule, dan Prayitno. Berdasarkan analisis data, temuan pertama terdapat enam bentuk dan fungsi tuturan direktif, yakni perintah, permintaan, ajakan, nasihat, dan larangan. Tuturan tersebut diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan bentuk dan fungsi yang sama dengan bahasa aslinya. Terjemahan skrip film tersebut termasuk kategori berterima karena skor dari rater dan peneliti sama-sama tiga, yakni nilai tertinggi dalam mengukur keberterimaan hasil terjemahan. Kaidah dan istilah budaya serta norma terjemahan sudah mengikuti bahasa sasaran. Kata kunci: tuturan, direktif, keberterimaan, dan pragmatik. 1. PENDAHULUAN Keberterimaan menjadi salah satu unsur terjemaan yang berkualitas. Istilah keberterimaan mengacu pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran atau belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Konsep keberterimaan ini merupakan konsep penting karena meskipun suatu terjemahan sudah akurat dari segi isi atau pesannya, terjemahan tersebut bisa ditolak oleh pembaca sasaran apabila cara pengungkapannya bertentangan dengan kaidah-kaidah, norma, dan budaya bahasa sasaran (Nababan dkk, 2012:5260). Keberterimaan dapat diamati dalam teks atau wacana secara keseluruhan (makro) maupun setiap tuturan (secara micro). Tuturan dalam berkomunikasi tidak pernah terlepas dengan konteks karena berkomunikasi bukan hanya menyampaikan bahasa melalui susunan kata melainkan disertai dengan tindakan atau perilaku. Tindakan atau perilaku ketika bertutur disebut dengan tindak tutur. Oleh karena itu,
THE 5TH URECOL
tindak tutur merupakan perwujudan dari fungsi bahasa sehingga dapat dikatakan juga bahwa dibalik tuturan seseorang terdapat fungsi bahasa itu sendiri. Tindak tutur (speech acts) menurut Searle (www.coli.uni.searland.de) dibagi menjadi assertives, directives, commisives, expressive, dan declarative. Kelima jenis tindak tutur tersebut mempunyai wujud dan fungsi yang berbeda-beda. Dalam artikel ini hanya akan dibahas satu jenis tindak tutur direktif dalam skrip film The Magic Belle Isle berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Artikel ini bertujuan mengklasifikasi bentuk dan fungsi tuturan direktif dalam skrip film bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan mendeskripsikan keberterimaan terjemahan tuturan direktif dalam bahasa sasaran. Penelitian sebelumnya terkait dengan tindak tutur dengan pendekatan pragmatik dilakukan oleh Kristanti (2014) tetapi tidak terkait dengan penerjemahan. Penelitian yang dilakukannya mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif dan mengetahui fungsi tindak tutur
1617
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
direktif dalam dialog film “Ketika Cinta Bertasbih” karya Chaerul Umam. Data penelitiannya berupa tuturan lisan yang mengandung tindak tutur direktif yang meliputi bentuk tindak tutur direktif dan fungsi tindak tutur direktif dalam dialog film ”Ketika Cinta Bertasbih” karya Chaerul Umam. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat lima bentuk tindak tutur direktif, yaitu perintah, permintaan, ajakan, nasihat, kritikan, dan larangan. Fungsi tindak tutur direktif, adalah menyuruh, memerintah, mengharuskan, memaksa, menyilakan. meminta, memohon, mengharap, dan menawarkan. mengajak, membujuk, mendukung, dan mendesak. menasihati, menganjurkan, menyarankan, dan mengingatkan. menegur, menyindir, dan mengancam. melarang dan mencegah. 2. KAJIAN LITERATUR Tuturan direktif merupakan tuturan langsung yang mempunyai minimal ada enam, yakni tuturan direktif perintah, permintaan, ajakan, nasihat, kritikan, dan larangan. Yule (1996) menjelaskan bahwa dilihat dari sisi penutur dan mitra tutur, bahasa dapat berfungsi direktif, yakni jenis tindak tutur yang digunakan oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Prayitno (2011:42) menjelaskan enam bentuk tindak tutur direktif, yakni (a) perintah (menyuruh, memerintah, mengharuskan, memaksa, menyilakan); (b) permintaan (meminta, memohon, mengharap menawarkan), (c) ajakan (mengajak, membujuk, mendukung, mendesak); (d) nasihat (menasihati, menganjurkan, menyarankan, mengingatkan); (e) kritikan (menegur, mengancam); (f) larangan (melarang, mencegah). Lebih lanjut Prayitno (2011:51) menjelaskan bahwa direktif perintah merupakan tuturan yang bermaksud menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu. Direktif memerintah ini biasanya berupa tuturan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya ke bawahannya atau orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda umurnya, seperti komando atau perintah. Fungsi tindak tutur direktif perintah dapat memerintah, menyuruh, menginstruksikan, mengharuskan, memaksa, meminjam, dan menyilakan
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
Jenis tuturan kedua adalah Permintaan. Permintaan merupakan bentuk tuturan yang bermaksud mitra tutur memenuhi sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Prayitno (2011:46) menyatakan bahwa direktif permintaan adalah suatu tuturan yang bertujuan untuk memohon dan mengharapkan kepada mitra tutur supaya diberi sesuatu atau menjadi sebuah kenyataan sebagaimana yang diminta oleh penutur. Fungsi tindak tutur direktif permintaan antara lain meminta, mengharap, memohon, dan menawarkan. Jenis tuturan berikutnya adalah ajakan. Tuturan jenis ini merupakan bentuk tuturan yang bermaksud mitra tutur turut serta melakukan apa yang dituturkan dan dilakukan oleh penutur (Prayitno, 2011:52). Fungsi tindak tutur direktif ajakan mempunyai fungsi seperti mengajak, mendorong, merayu, mendukung, mendesak, menuntut, menantang, menagih, dan menargetkan. Bentuk berikutnya adalah nasihat menurut Prayitno (2011:70) adalah suatu petunjuk yang berisi pelajaran terpetik dan baik dari penutur yang dapat dijadikan sebagai alasan bagi mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Nasihat merupakan petunjuk atau caracara yang baik yang disampaikan oleh penutur yang ditujukan untuk mitra tutur agar bisa dilaksanakan untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap kurang. Fungsi tindak tutur direktif nasihat tindak tutur direktif nasihat mempunyai fungsi antara lain; menasehati, menganjurkan, menyarankan, mengarahkan, mengimbau, menyerukan, dan mengingatkan. Berdasarkan nasihat tersebut diharapkan sesuatu yang dituturkan oleh penutur dapat membangun kepercayaan mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan menjadi lebih baik. Kritikan merupakan bentuk tuturan kelima dimaksudkan untuk memberi teguran kepada mitra tutur atas tindakan yang dilakukannya. Kritikan disampaikan dengan tujuan memperbaiki agar apa yang dilakukan oleh mitra tutur tidak dilakukan lagi. Fungsi tindak tutur direktif kritikan adalah menegur, menyindir, mengumpat, mengecam, mengancam, dan marah. Jenis terahir adalah direktif Larangan yang merupakan tindak bahasa yang bertujuan supaya mitra tutur tidak melakukan sesuatu atau dilarang melakukan sesuatu. Fungsi tindak tutur direktif larangan
1618
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
berfungsi melarang dan mencegah (Prayitno, 2011:63). Berdasarkan uraian keenam bentuk tindak tutur direktif di atas diketahui bahwa setiap interaksi verbal terdapat beberapa faktor penting seperti penutur, mitra tutur, pokok pembicaraan, tempat bicara, bahasa yang digunakan, dan waktu berlangsungnya pembicaraan. Hymes (dalam Chaer, 2004: 48) menjelaskan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu Setting and scene (tempat an waktu), Participant, Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities, Norms, and Genre. Kedelapan unsur tersebut terkenal dengan akronim SPEAKING. Semua unsur di atas perlu dipahami oleh penerjemah baik lisan maupun tulis agar hasil terjemahan dan subtitle itu berkualitas lebih baik. Unsur kualitas terjemahan menurut Nababan ada 3, yakni keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan. Keberterimaan menjadi salah satu unsur kualitas terjemahan yang menjadi fokus artikel ini. Menerjemahkan merupakan proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan memperhatikan padanan, makna, dan ragam teks yang diterjemahkannya. Berkait dengan pengertian tersebut Nida dan Taber (1969:12) dan Wilss (1977:70) (dalam Nord, 2001:7) menjelaskan, Translating consisting in reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in the terms of style. Translation leads from a source language text to a target language text which is as close as possible and presupposes an understanding of the content and style of the original. Penerjemah yang baik harus memahami jenis ragam teks yang diterjemahkan agar kedua teks sepadan. Ragam baku sebaiknya diterjemahkan ke ragam baku, ragam santai sebaiknya diterjemahkan ke ragam santai, dan ragam intim sebaiknya diterjemahkan ke ragam intim. Penerjemah harus memahami ragam teks yang akan diterjemahkan untuk dituangkan kembali ke bahasa sasaran dengan
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
mempertimbangkan target pembaca yang ditujunya. Berdasarkan pengertian di atas, pesan, kesepadanan, dan ragam tampaknya menjadi kata kunci yang harus diperhatikan oleh penerjemah. Padanan yang harus diperhatikan oleh penerjemah adalah padanan pesan mulai dari satuan lingual terkecil, yakni kata sampai dengan satuan lingual terbesar, yakni teks. Larson (1984:159) menjelaskan bahwa dalam menentukan padanan leksikal antara bahasa sasaran dengan bahasa sumber merupakan proses yang rumit. Kerumitan tersebut disebabkan, antara lain bahwa konsep makna leksikal antara bahasa satu dan bahasa lain tidak selalu dapat sama persis. Misalnya, konsep leksikon kitchen dalam bahasa Inggris yang dipadankan dengan dapur dalam bahasa Indonesia. Konsep dua leksikon tersebut mengacu pada ruang atau tempat untuk kegiatan masak-memasak, namun setelah diamati bentuk, struktur, peralatan, dan orang-orang yang ada di dalamnya tidak semuanya sama persis. Contoh di atas hanyalah gambaran bahwa konsep leksikon dalam satu bahasa berbeda dengan bahasa lain sehingga tidaklah mudah bagi penerjemah untuk menentukan padanan secara tepat antara leksikon satu dan lainnya dalam bahasa yang berbeda. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa dalam menerjemahkan tidak pernah akan ada keselarasan yang mutlak antara bahasa sasaran dan bahasa sumbernya. Ketiadaan keselarasan mutlak tersebut juga disebabkan oleh adanya perbedaan budaya antara komunitas pengguna bahasa satu dengan komunitas pengguna bahasa yang lain. Dalam hal ini penerjemah juga diharapkan mempunyai pengetahuan budaya dalam kedua bahasa yang dihadapinya karena aktivitas tersebut melibatkan minimal dua bahasa dan dua budaya (James, 2002:1; Nida, 1969:130; Newmark, 1988:96; McGuire, 1991:13-14; Karamanian, 2002:1-3; Thriveni, 2002:1-6). Ungkapan tersebut mempunyai implikasi bahwa penerjemah pasti menghadapi istilah budaya dan/atau, kosakata yang maknanya tidak dapat dipisahkan dengan latar belakang sosial budaya, baik budaya bahasa sumber maupun budaya bahasa sasaran. Elemen budaya yang
1619
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
ada dalam suatu komunitas pengguna bahasa yang harus dipahami oleh penerjemah sangat beragam, antara lain nama, sejarah, agama, kepercayaan, tradisi, kebiasaan, pakaian, struktur sosial, kehidupan sehari-hari, hubungan sosial, makanan, dan bahasa. Oleh karena itu, untuk menjadi penerjemah yang baik harus mempunyai usaha yang keras agar dapat mencari dan menentukan padanan leksikal, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf hingga padanan keseluruhan teks yang diterjemahkannya sesuai dengan konteksnya. Dalam menerjemahkan teks atau mengalihkan pesan, seorang penerjemah tidak hanya menguasai bahasa sumber, bahasa sasaran, budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa tersebut, tetapi juga materi yang diterjemahkan, dan teori terjemahan tidak boleh diabaikan. Berkait dengan pernyataan tersebut McGuire (1991:54) menyatakan “translator should have a perfect knowledge of both source language and target language.” Pernyataan senada juga disampaikan oleh Razmjou (2004:3) “a good translator is someone who has a comprehensive knowledge of both source and target languages.” Brislin (1976:47) menjelaskan “Translator should know both the source and receptor languages, should be familiar with the subject matter, and should have facility of expression in the receptor language.” Di samping itu, Leonardi (2000:2) menyatakan “In fact, when a message is transferred from the SL to TL, the translator is also dealing with two different cultures at the same time.” Pernyataan para ahli tersebut menjelaskan bahwa materi, bahasa sumber, bahasa sasaran, dan budaya yang melatarbelakangi dua bahasa harus dipahami oleh penerjemah agar mereka dapat melakukan aktivitas penerjemahan secara baik dan pesan hasil terjemahan sepadan dengan pesan bahasa sumbernya. Kesepadanan pesan antara BSa dengan BSu tidak dapat dipisahkan dengan ketepatan penerjemahan, keberterimaan, dan keterbacaan bahasa yang digunakan penerjemah dalam bahasa sasaran. Oleh karena itu, karya terjemahan mempunyai tingkat keberterimaan pengungkapan yang berbeda-beda.
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
Tingkat keberterimaan yang disampaikan oleh Newmark (1988:24-25) menyebutkan bahwa terjemahan yang wajar merupakan terjemahan yang disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami pembaca target sesuai dengan konteksnya, bahasa yang digunakan bahasa yang umum, termasuk di dalamnya menyangkut pemilihan kosa kata, ejaan dan tanda baca benar, struktur sesuai, ungkapan idiom sesuai, ragam dan gaya sesuai, dan istilah yang digunakan sesuai dengan konteks. Sedangkan salah satu unsur keberterimaan terjemahan adalah apabila penerjemah memasukkan bahasa ketiga ke dalam terjemahannya, bahasa yang dimiliki oleh penerjemah tetapi bukan merupakan bahasa sumber dan bahasa sasaran, misalnya bahasa Jawa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keberterimaan tidak bersifat universal karena bergantung pada hubungan antara penulis, pembaca, topik yang disampaikan, dan situasi yang melatarbelakanginya. Wajar dalam bahasa sastra belum tentu wajar dalam bahasa ilmiah. Oleh karena itu, penilai harus dapat menentukan secara global, yakni lokal dan total teks yang dinilainya. Instrumen penilai tingkat keberterimaan terjemahan berterima dengan skor 3 memiliki parameter kualitatif tertentu, yakni terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Skor 2 kurang berterima dengan parameter kualitatif, pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal. Tingkat keberterimaan terendah adalah tidak berterima dengan skor 1, yakni terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidahkaidah bahasa Indonesia. Artikel hasil penelitian ini merupakan hasil penelitian lanjutan dari yang sudah dilakukan sebelumnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Haryanti dan Fatimah (2016). Artikel sebelumnya membahas wujud pengisi unsur subjek kalimat tunggal dan pergeseran
1620
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
terjemahan unsur subjek kalimat tunggal dalam novel The Hunger Games. Terdapat lima temuan wujud unsur subjek, yakni nomina, pronomina, dan frasa nomina. Ketiga wujud subjek tersebut diterjemahkan dengan menggunakaan pergeseran kategori, pergeseran intra-sistem, pergeseran tataran, dan pergeseran struktur. Penerjemah melakukan pergeseran untuk mencapai keakuratan terjemahan. Artikel hasil penelitian sebelumnya yang sudah disajikan dalam seminar terkait dengan artikel ini berjudul English into Indonesian Translation of Predicate Element in Simple Sentence, Haryanti dan Fatimah (2016). Artikel tersebut menjelaskan bahwa terdapat tiga wujud pengisi predikat, yakni main verb and any helping verb; and complete verb phrase. Ketiga wujud predikat tersebut diterjemahkan dengan menggunakan category shift, intra-system shift, level shift, and structure shift. Temuan lain menjlaskan bahwa ketiga jenis predikat diterjemahkan secara akurat. 3. METODE PENELITIAN Artikel ini merupakan hasil penelitian deskriptif kualitatif yang berobjek bentuk dan fungsi tuturan dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Data yang berupa semua tuturan direktif dan terjemahannya tersebut bersumber pada skrip film The Magic Belle Isle dan terjemahannya. Data yang dikumpulkan dengan analisis isi di analisis dengan menggunakan Catford’s theory, Nababan’s of acceptability and pragmatics of Searle, Yule, and Prayitno. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan klasifikasi dan analisis data, diperoleh hasil penelitian (1) lima bentuk dan fungsi tuturan direktif dan terjemahannya, yakni lima bentuk tuturan direktif perintah, permintaan, ajakan, nasihat, dan larangan. Fungsi tuturan tersebut adalah menyuruh, memohon, mengajak, menasehati, dan melarang. Temuan kedua menjelaskan bahwa terjemahan tuturan direktif dalam skrip film sumber data termasuk kategori berterima karena kaidah yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dan tidak penyimpangan dari sisi budaya. Kelima bentuk dan fungsi tuturan direktif dalam bahasa Inggris tersebut
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
diterjemahkan ke bentuk dan fungsi yang sama dalam bahasa Indonesia. 1. Bentuk dan Fungsi Tuturan a. Perintah Tuturan direktif perintah mempunyai fungsi dapat memerintah, menyuruh, menginstruksikan, mengharuskan, memaksa, meminjam, menyilakan. Berikut ini salah satu contoh tuturan direktif perintah. 0013-0014/TMBI1/TL1/V1 Bahasa sumber: Girls, go in the house. Bahasa sasaran: Anak-anak, masuklah ke rumah. Bahasa sumber: Fill up all the pots with water and bring it on the front porch. Bahasa sasaran: Isi semua panci dengan air dan bawa ke teras depan. Tuturan direktif perintah no data 0013 dalam bahasa Inggrsi dan bahasa Indonesia tidak berbeda yakni berfungsi menyuruh anakanak wanita untuk masuk rumah dengan ungkapan Girls, go in the house. Tuturan tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Anak-anak masuklah ke rumah. Pesan terjemahan dalam bahasa Indonesia diungkapkan lebih sopan dengan adanya tambahan lah sehingga menjadi imperatif masuklah. Data 0014 juga merupakan tuturan direktif perintah yang berfungsi memerintah, yakni Fill up all the pots with water and bring it on the front porch diterjemahkan menjadi Isi semua panci dengan air dan bawa ke teras depan. Berdasarkan analisis data dapat dijelaskan bahwa penutur mempunyai posisi lebih tua dari pada mitra tuturnya. Kedua bahasa tersebut mempunyai pesan yang sepadan sehingga terjemahan tuturan direktif perintah ke direktif perintah tersebut akurat. b. Permintaan Tuturan direktif permintaan berfungsi meminta, mengharap, memohon, dan menawarkan.Tuturan direktif permintaan merupakan tuturan yang bertujuan untuk memohon dan mengharapkan kepada mitra tutur supaya diberi sesuatu atau menjadi sebuah kenyataan sebagaimana yang diminta oleh penutur. 0475-0479/ TMBI7/TL17/ Bahasa sumber: How come you can't walk?
1621
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Bahasa sasaran: Kenapa kau tak bisa berjalan? Bahasa sumber: Who says I can't? Bahasa sasaran: Siapa yang bilang aku tak bisa berjalan? Bahasa sumber: Why are you in a wheelchair? Bahasa sasaran: Kenapa kau menggunakan kursi roda? Bahasa sumber: Can you keep a secret? Bahasa sasaran: Bisa jaga rahasia? Bahasa sumber: Even if they torture me. Bahasa sasaran: Bahkan jika mereka menyiksaku. Tuturan bahasa Inggris pada sumber data yang dicetak tebal termasuk tuturan direktif permintaan karena penutur meminta atau mengharapkan ke mitra tutur untuk dapat menjaga rahasia bahwa dia pura-pura tidak dapat berjalan. Berdasarkan konteknya Can you ke a secret ke Bisa jaga rahasia secara akurat merupakan terjemahan akurat karena kedua tuturan tersebut mempunyai maksud sama yakni mengharapkan. Penutur mengharapkan mitra tuturnya agar berjanji mengikuti apa yang diinginkan oleh penuturnya. Hasil terjemahan mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dengan bahasa sumbernya dan pesan secara kontekstual tidak berubah sehingga hasil terjemahan masuk kategori akurat. c. Ajakan Tuturan direktif ajakan ditemukan dalam sumber data dengan contoh analisis sebagai berikut. 0040/ TMBI1/TL2/VP1 Bahasa sumber: Come on, Uncle Monte. Bahasa sasaran: Ayolah, paman Monte. Tuturan ajakan dalam bahasa Inggris come on, uncle Monte berfungsi mengajak dengan halus seolah seperti merayu baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia. merayu dan mengajak bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Tuturan yang merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia Ayolah, paman Monte merupakan bentuk tuturan ajakan yang berfungsi mengajak sambil merajuk pada seorang paman. Dalam konteks tersebut mitra tutur turut dengan serta merta melakukan apa yang dituturkan dan dilakukan oleh penuturnya. d. Nasihat
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
Tuturan direktif yang berbentuk nasihat dalam sumber data dapat diberikan contoh analisis seperti berikut ini. 0361-0362/ TMBI5/TL13/ Bahasa sumber: So, if you would, just step outside as quickly as you can. Bahasa sasaran: Jadi, silahkan semuanya keluar. Bahasa sumber:Thank you so much. Bahasa sasaran: Terima kasih sekali. Tuturan So, if you would, just step outside as quickly as you can merupakan suatu tuturan nasihat yang bertujuan memberikan nasihat yag berfungsi menganjurkan. Di dalam terjemahan bahasa Indonesia Jadi, silakan semua keluar yang merupak tuturan direktif perintah tetapi dalam pesan secara kontekstual tidak berubah meskipun terjadi pergeseran tuturan dari nasihat ke perintah. Baik ungkapan dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia tuturan tersebut merupakan petunjuk baik yang disampaikan oleh penutur yang ditujukan untuk mitra tutur agar bisa dilaksanakan untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap kurang. Fungsi tuturan direktif nasihat dalam bahasa berfungsi menganjurkan atau menyarankan sedangkan dalam terjemahan berupa perintah yang berfungsi menyuruh dengan halus. e. Larangan Temuan kelima adalah tuturan direktif laranganterlihat dalam contoh analisis berikut ini. 0398-0400/ TMBI6/TL14/ Bahasa sumber:"We'll miss you, Don. Bahasa sasaran: "Kami akan merindukanmu, Don." Bahasa sumber:Watch over us." Bahasa sasaran: Awasilah kami dari sana." Bahasa sumber: Don't change a word. Bahasa sasaran: Jangan ganti sekatapun. Tuturan dalam bahasa Inggris Don’t change a word merupakan tuturan direktif larangan dengan dimulai dengan don’t. Tuturan dalam bahasa sumber tersebut bertujuan supaya mitra tutur tidak melakukan sesuatu atau mitra tutur dilarang melakukan sesuatu, yakni dilarang mengubah ungkapan yang sudah ada. Fungsi tindak tutur direktif larangan dalam bahasa Indonesia adalah melarang dan mencegah mitra tutur untuk tidak mengubah
1622
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
ungkapan sebelumnya dengan tuturan Jangan ganti sekatapun. Berdasarkan analisis kedua ungkapan tersebut, hasil terjemahan masuk pada kategori akurat sehingga pesan antara bahasa sumber sama dengan pesan bahasa sasaran. 2. Keberterimaan terjemahan tuturan direktif. Berdasarkan hasil analisis data terjemahan atau subtitling film sumber data masuk pada kategori terjemahan yang mempunyai keberterimaaan tinggi karena rater dan peneliti memberikan score 3. Hal ini beralasan karena secara kaidah, hasil terjemahan bahasa Indonesia mengikuti kaidah yang standar sebagai bahasa lisan. Tuturan yang ada sudah sesuai dengan budaya bahasa sasaran dan tidak ada pesan yang menyimpang dari pesan aslinya dalam bahasa Inggris. 0394-0397/ TMBI6/TL14/ Bahasa sumber: Mama, when we get home, can I work on my raft? Bahasa sasaran: Ibu, saat kita sampai rumah, boleh kulanjutkan membangun rakit-ku? Bahasa sumber: No, you promised you’d clean your room. Bahasa sasaran: Tidak, kau janji mau membersihkan kamarmu. Tuturan direktif larangan No, you promised you’d clean your room disampaikan seorang ibu yang melarang anaknya melakukan sesuatu yang tiaak seharusnya karena anak sdh janji sebelumnya mau membersihkan kamarnya. Tuturan tersebut di terjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi Tidak, kau janji mau membersihkan kamarmu. Penerjemah sudah menggunakan kaidah bahasa lisan yang jelas dan tidak menentang budaya dalam bahasa sasaran karena ungkapan dan kata yang digunakan semuanya wajar dan mudah
dipahami. 0720-0722/ TMBI10/TL25/ Bahasa sumber:"In my younger days, I was often complimented for my voice. Bahasa sasaran: Masa mudaku, aku dipuji karena suaraku. Bahasa sumber:"Would you like to sing for us? Bahasa sasaran: Mau bernyanyi untuk kami? Bahasa sumber:"It's the least I can do.
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
Bahasa sasaran: Itu yang bisa kulakukan. Tuturan direktif permintaan dlam bahasa Inggris Would you like to sing for us? diterjemahkan ke tuturan yang sama dengan Mau bernyanyi untuk kami?. Kedua tuturan tersebut tidak berubah makna dan termasuk kategori berterima karena kaidah bahasa Indonesia standar bahasa lisan dan kosa kata yang digunakan semua wajar, umum, dan mudah dipahami oleh pembaca. 5. KESIMPULAN Berdasarkan uraian analisis di atas dapat disimpulkan bahwa terjemahan atau subtitling skrip film dan terjemahan The Magic Belle Isle mempunyai lima bentuk tuturan direktif perintah, permintaan, ajakan, nasihat, dan larangan. Fungsi tuturan tersebut adalah menyuruh, memohon, mengajak, menasehati, dan melarang. Temuan kedua menjelaskan bahwa terjemahan tuturan direktif dalam skrip film sumber data termasuk kategori berterima karena kaidah yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dan tidak penyimpangan dari sisi budaya. Dalam penelitian ini penerjemah dapat melakukan terjemahan yang terbaik karena terjemahan masuk kategori akurat, berterima, danketerbacaan tinggi. Pembaca tiak mengalami kesulitan karena bahasa terjemahan yang digunakan sederhana. 6. REFERENSI Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Moerdardo Moeliono. (2003). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Al-Zoubi, Mohammad Q.R. and Ali Rasheed Al-Hassnawi. (2001). “Constructing a model for shift analysis in translation. Accurapid Translation Journal. Vol. 5 No. 4. October 2001. http://accurapid.com/journal/. Baker, Mona. (1992). In Other Words: A Coursebook on translation. London and New York: Routledge. Brockbank, Eileen. (2001). “The Translator is a Writer”. Accurapid Translation
1623
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Journal. Vol. 5 No. 2. . http://accurapid.com/journal/. Catford, John. Cunnison. (1974). Linguistics theory of translation. Oxford: Oxford University Press. Fetri Kristanti. 2014. Tindak tutur direktif dalam dialog film “Ketika Cinta Bertasbih” Karya Chaerul Umam. http://eprints.uny.ac.id/17276/ Haryanti, Dwi. (2007). Kaidah Pergeseran Kategori Kata dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. (Mandiri/Penelitian Fundamental/ DIKTI). Surakarta: Lemlit UMS. James, Kate. (2002). “Cultural implication for translation”. Accurapid Translation Journal. October. Vol. 6 No. 4. http://accurapid.com/journal/. Karamanian, Alejandro Patricia. (2002). “Translation and culture” Accurapid Translation Journal. January. Vol. 6 No. 1. http://accurapid.com/journal/. Leonardi, Vanessa. (2000). Equivalence in translation: between myth and reality. Accurapid Translation Journal. October 2000 Vol. 4 No. 4. (http:accurapid.com.journal. Leech, Geofree.1992. The Principles of pragmatics.Terjemahan Oka, M.D.D dan Setyadi Setyopranoto (Penerjemah). 1993. Prinsip-prinsip pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. McGuire, Susan Bassnett. (1991). Translation studies. London and New York: Routledge. Newmark, Peter. (1988). A Texbook of translation. Herdfordshire: Prentice Hall International. Nida, Eugene Albert. and Charles Russel Taber. (1969). The theory and practice of translation. Leiden: E.J. Brill Nord, Christiane. (2001). Translating as a pursposeful activity. Manchester: St. Jerome Publishing. Prayitno, Harun Joko. 2011. Kesantunan sosiopragmatik. Surakarta.Universitas Muhammadiyah Surakarta Press. Razmjou, Leila. (2004). “To be a good translator”. accurapid Translation
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
Journal. April 2004. Vol. 8 No. 2. http://accurapid.com/journal/. Thriveni, C. (2002). “Cultural elements in translation: the indian perspective”. Accurapid Translation Journal. Vol. 6 No. 1. http://accurapid.com/journal/. Wilss, Wolfram. (1977). English translation as translation science. problems and methods. Tubingen: Narr. Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford UniversityPress.
1624
ISBN 978-979-3812-42-7