KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
K O L A
E
A
S
A S A R JA
N
PA
C
H
S
CYPRIANA SIAGIAN 077030008/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh CYPRIANA SIAGIAN 077030008/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Judul Tesis
: KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI DANAU TOBA BALIGE SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa
: Cypriana Siagian
Nomor Pokok
: 077030008
Program Studi
: Biologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ing. Ternala. A. Barus, MSc) Ketua
(Dr. Tini Sembiring, MS) Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal lulus: 6 Juli 2009
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Telah diuji pada Tanggal: 6 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, MSc
Anggota
: 1. Dr. Tini Sembiring, MS 2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 3. Prof. Dr. Retno Widyastuti, MS
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di Perairan Danau Toba Balige serta keterkaitannya dengan kualitas Perairan di Danau Toba Balige, telah diteliti pada bulan Desember 2008 – Februari 2009. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah “Purpose Random Sampling” dan sampel diambil dengan menggunakan jaring. Identifikasi sampel dilakukan di Puslitdal dan di Laboratorium PSDAL FMIPA USU. Hasil penelitian menunjukkan sifat fisika kimia dan biologi Perairan Danau Toba Balige (Temperatur, pH, BOD, COD, DO dan Coliform, masih berada dalam batas yang layak bagi kehidupan ikan kecuali NO3 dan pHs, sedangkan berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan Metode Storet. Perairan Danau Toba Balige tergolong tercemar ringan dan sedang. Berdasarkan parameter biologis Colifecal Perairan Danau Toba Balige tergolong tercemar ringan. Di Perairan Danau Toba Balige ditemukan 1 kelas ikan yaitu kelas Osteicthyes dengan 3 ordo antara lain Cypriniformes, Perciformes, Ostariophysii dan 5 family yaitu Cyprinidae, Chichilidae, Eleotridae, Claridae, Cebitidae serta 7 genus dan 7 spesies yang meliputi Cyprinus Carpio, Mystacoleucus padangensis, Tilapia mossambica, Oreochromis sp, Opheocephalus striatus, Oxyeleotris marmorata dan Clarias batracus. Kepadatan ikan tertinggi dari jenis ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) 0,116 per m2 sedangkan yang terendah adalah ikan Gabus (Opheocephalus striatus) dengan nilai 0,003 per m2. Jenis ikan dengan frekuensi kehadiran tertinggi ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) sebesar 100% sedangkan terendah adalah Oreochromis sp, sebesar 33,33%. Indeks keanekaragaman ikan pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 1,12 – 1,37 dengan keseragaman 0,63 – 0,70. Indeks similaritas antara keempat stasiun berkisar antara 83,33% – 100%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa temperatur, BOD5,, Nitrat, Fosfat dan Coliform berkorelasi searah terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan Perairan Danau Toba Balige, DO, pH, COD dan kejenuhan, berkorelasi berlawanan arah terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan di Perairan Danau Toba Balige.
Kata Kunci: Keanekaragaman, Ikan, Danau Toba.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The diversity and overflowing of fish in the Balige Toba Lake Waterway and the relation with the quality of water in Lake Toba, has been analyzed in December 2008 – February 2009. In order to determine sample location is using “Purpose Random Sampling” and sample taken by using net. Sample identification held in the center of Environment Effect Research (PUSLITDAL) and in The Laboratory of PSDAL FMIPA USU. The result of this research showed physical, chemical and biology nature in Balige Toba Lake Waterway (temperature, BOD, COD, DO, phosphate, Coliform) still in appropriate limitation for fishes, meanwhile based on PP No. 82 year 2001 and Storet Method. Balige Toba Lake Waterway including low and middle pollutant. Based on biological parameter colifecal Balige Toba Lake Waterway tend to low pollutant. In Balige Toba Lake Waterway have been found I class of fish such as Osteicthyes with 3 ordo such as Cypriniformes, Perciformes, Ostariophysii and 5 family such as Cyprinidae, Chichilidae, Eleotridae,Claridae, Cebitidae also 7 genus and 7 species including Cyprinus Carpio, Mystacoleucus padangensis, Tilapia mossambica, Oreochromis sp, Opheocephalus striatus, Oxyeleotris marmorata and Clarias batracus. The highest fishes density come from Pora-pora fish (Mystacoleucus padangensis) with grade 0,116 perm2, whereas the lowest is Gabus fish (Opheocephalus striatus) with grade 0,005 perm2. Fish type with the highest presentation is Pora-pora fish (Mystacoleucus padangensis) for about 100% meanwhile the lowest is for about 33,33%. The diversity index of fish in the four research stations are between 1,12 – 1,37 with diversity index 0,63 – 0,70. Similarity index among four stations are about 83,33%-100%. The result of Pearson correlation test showed that temperature, BOD5 nitrate, PO4, and Coliform correlated or same course with unreal effect toward. Diversity and the over flowing of fish in Balige Toba Lake Waterway, DO, pH, saturation and COD, not correlated or contrary with unreal effect toward diversity and the amount of fish in Balige Toba Lake Waterway.
Keywords: Diversity, Fish, Toba Lake.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala berkat dan kasih-Nya
penulis
dapat
menyelesaikan
penelitian
“Keanekaragaman
dan
Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara”. Penelitian dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Dr. Tini Sembiring, MS sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini. 2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda Sumatera Utara yang telah memberikan Beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi S2. 5. Suami tercinta (Ir. John M. Sianturi) dan anak-anakku tercinta (Yos dan Vina). 6. Keluarga Besar SMA St. Thomas 3 Medan terutama Bapak Kepala Sekolah Drs. Dimar Sinabutar, M.Si. 7. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa yang telah meluangkan waktunya menemani penulis sejak awal survei sampai pada saat penelitian. Akhir kata semoga Tuhan selalu memberi anugerah-Nya dalam seluruh aktivitas kita dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Medan, Mei 2009 Penulis
Cypriana Siagian
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Balige, Sumatera Utara pada tanggal 31 Desember 1963. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Sekolah Dasar (SD) Katolik Balige, tahun 1969-1975. 2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Katolik Budi Darma Balige, tahun 1975-1979. 3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Bintang Timur Balige, tahun 1979-1982. 4. Tingkat Sarjana (S1) Fakultas Pertanian jurusan Agrobisnis, Institut Pertanian Bogor tahun 1982-1988 (memperoleh gelar Insinyur). 5. Akta IV UNIMED tahun 2000-2001. 6. Tahun 2007 mendapat kesempatan belajar pada Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Biologi dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Medan Riwayat pekerjaan sebagai berikut: 1. Tahun 2001 sebagai guru honorer pada SMA Santo Thomas 3 Medan. 2. Tahun 2002 sebagai guru tetap pada SMA Santo Thomas 3 Medan. 3. Tahun 2007 sampai sekarang sebagai Wakil Kepala Sekolah pada SMA Santo Thomas 3 Medan.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ............................................................................................... ABSTRACT .............................................................................................. KATA PENGANTAR............................................................................. RIWAYAT HIDUP ................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
i ii iii v vi viii ix
BAB I
1 1 3 3 4 4
PENDAHULUAN ................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................. 1.2. Permasalahan.................................................................... 1.3. Tujuan ............................................................................. 1.4. Hipotesis .......................................................................... 1.5. Manfaat ............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 2.1. Ekosistem Danau ............................................................. 2.2. Danau Toba ...................................................................... 2.3. Ekologi Ikan ..................................................................... 2.4. Penggolongan Ikan .......................................................... 2.5. Karakteristik Ikan ............................................................ 2.6. Ikan di Danau Toba ......................................................... 2.7. Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Ikan .....................................................
5 5 7 8 10 13 14
BAB III BAHAN DAN METODE ........................................................ 3.1. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan .............................. 3.2. Alat dan Bahan ................................................................. 3.3. Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan... 3.4. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ........ 3.5. Pengambilan Sampel Ikan................................................ 3.6. Analisis Data ....................................................................
26 26 28 28 32 33 34
16
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ 4.1. Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan ....................... 4.2. Coliform Perairan Danau Toba Balige ............................. 4.3. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Danau Toba
38 38 46
Balige Berdasarkan Metode Storet ................................... 4.4. Keanekaragaman Jenis Ikan Hasil Penelitian................... 4.5. Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan
47 49
Frekuensi Kehadiran........................................................ Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E).......... Nilai Kesamaan (IS) ......................................................... Nilai Distribusi Morista (Id)............................................. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Indeks Keanekaragaman dengan Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi .............................................................................
53 57 58 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 5.1. Kesimpulan ...................................................................... 5.2. Saran .............................................................................
64 64 65
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
66
4.6. 4.7. 4.8. 4.9.
61
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Nomor 3.1.
Judul
Halaman
Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika/Kimia dan Biologi Perairan ................................
31
3.2.
Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air....
33
4.1.
Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada Masing-masing Lokasi Pengambilan Sampel ...........................
38
Hasil Uji Coliform pada Empat Stasiun Penelitian di Perairan Balige ........................................................................................
47
Kondisi Fisik, Kimia, dan Biologi Air yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet .....................
48
Keanekaragaman dan Klasifikasi Ikan Hasil Penelitian di Danau Toba, Kecamatan Balige ............................................
49
Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan di Danau Toba Balige ......................................
53
Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman dari Komunitas Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan .......................................
57
Nilai Kesamaan (%) Komunitas Ikan antar Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba, Balige ............................
59
4.8.
Nilai Distribusi Morista.............................................................
60
4.9.
Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan dengan Sifat Fisika-Kimia, dan Biologi Perairan Danau Toba Balige......................................................
61
Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor.............
62
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.10.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1
Peta Lokasi Penelitian ..............................................................
70
2
Lokasi Penelitian ......................................................................
71
3
Gambar Sampel Ikan ................................................................
73
4
Data Ikan di Setiap Stasiun .......................................................
77
5
Korelasi antara Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan dengan Keanekaragaman Ikan...................................................
81
6
Contoh Perhitungan ..................................................................
82
7
Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO ...............
83
8
Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 ............
84
9
Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) .....................................
85
10
Bagan Kerja Analisa Fosfat (PO43-) .........................................
86
11
Metode Kerja Pengukuran COD ...............................................
87
12
Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/I) pada Berbagai Besaran Suhu Air.....................................................................................
88
13
Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ..............
89
14.
Hasil Perhitungan Metode Storet...............................................
90
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat
dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water) yang berarti perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, telaga dan sebagainya; dan perairan lotik (lotic water) yang berarti perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004). Menurut Connel (1987), diantara komponen biotik, ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap jenis ikan agar dapat hidup dan berkembang biak dengan baik harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di mana ikan itu hidup. Menurut Anwar, et al, (1984), komposisi dan distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh perubahan fisik, kimia, dan biologi sepanjang perairan tersebut. Odum (1986), menyatakan bahwa keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh adanya eksplorasi.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Danau Toba merupakan ekosistem yang memiliki sumberdaya akuatik yang bermanfaat bagi manusia sehingga harus diperhatikan kelestariannya. Secara geografis Danau Toba terletak di antara 980-990 Bujur Timur dan 20-30 Lintang Utara dan terletak pada ketinggian 995 meter (Dinas Perikanan, 1993). Luas permukaan danau ini lebih kurang 1.100 km persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer kubik, merupakan danau paling luas di Indonesia (Barus, 2007). Danau Toba merupakan suatu perairan yang banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar Danau Toba akan memberikan dampak negatif terhadap ekosistem danau tersebut, sehingga Danau Toba akan mengalami perubahan-perubahan ekologis di mana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alami yang semula (Barus, 2007). Diantara komponen biotik, ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah bahan buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia tersebut mempengaruhi kualitas perairan baik fisik, kimia, dan biologis diantaranya terhadap penyebaran ikan (Rifai, et al, 1983). Dengan adanya perubahan ekologis pada perairan Danau Toba maka diperkirakan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman makhluk hidup di dalamnya, khususnya ikan. Keragaman jenis yang tinggi di suatu perairan menunjukkan keadaan komunitas yang baik, sebaliknya keragaman yang kecil berarti
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
telah terjadi ketidakseimbangan ekologis di perairan tersebut (Koesbiono, 1989). Namun sejauh ini belum diketahui keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada perairan Danau Toba khususnya di daerah Balige, Kabupaten Toba Samosir, berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan.
1.2.
Permasalahan Danau Toba sebagai perairan yang cukup luas dimanfaatkan untuk berbagai
aktivitas seperti pertanian, perikanan, perhubungan dan pariwisata. Pemanfaatan tersebut menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama keanekaragaman ikan. Sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman dan kelimpahan ikan di perairan Danau Toba Balige.
1.3.
Tujuan a. Untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologi air di perairan Danau Balige dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Danau Toba Balige. b. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada perairan Danau Toba Balige. c. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman dan kelimpahan ikan yang terdapat di perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisik, kimia, dan biologi yang dimilikinya.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1.4.
Hipotesis a. Terdapat perbedaan keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Danau Toba Balige. b. Perbedaan parameter faktor fisik, kimia, dan biologi perairan mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman ikan di perairan Danau Toba Balige.
1.5.
Manfaat
a. Sebagai sumber informasi bagi penduduk dan pihak-pihak yang ingin melakukan analisis lebih lanjut mengenai keanekaragaman dan kelimpahan ikan di kawasan perairan Danau Toba Balige khususnya pada setiap stasiun pengamatan. b. Memberi informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan ikan di kawasan perairan Danau Toba Balige khususnya pada setiap stasiun pengamatan.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ekosistem Danau Sistem perairan yang menutupi hampir 70 persen bagian dari permukaan bumi
dibagi dalam dua kategori utama yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari dua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 1996). Menurut Heddy & Kurniati (1996), ekosistem danau terdiri dari tiga zona, yaitu: a. Zona litoral yaitu daerah perairan yang dangkal dan biasanya terdapat di tepi danau di mana sinar matahari masih dapat tembus sampai ke dasar dan ditempati biasanya oleh tumbuhan yang berakar. b. Zona limnetik yaitu zona yang terletak antara permukaan air dengan lapisan di mana sinar matahari bisa tembus secara efektif sehingga kadar fotosintesis sama dengan kadar respirasi. c. Zona propundal yaitu daerah perairan yang dalam dan dasar, daerah ini tidak dapat lagi ditembus oleh sinar matahari. Selanjutnya Payne (1986) & Smith (1992), membagi danau atas 3 jenis berdasarkan keadaan nutrisinya, yaitu:
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
a. Danau Oligotrofik yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi. b. Danau Eutrofik yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya Nitrat dan Fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. c. Danau Distrofik yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini. Pada danau juga terjadi stratifikasi thermal yang menyebabkan danau terbagi atas 3 lapisan secara vertikal yaitu lapisan epilimnion (bagian permukaan danau) di mana air lebih hangat dan tersirkulasi; lapisan mesolimnion (bagian tengah danau) di mana pada lapisan ini terjadi termoklin; dan lapisan hipolimnion (bagian bawah danau) di mana air lebih dingin (Odum, 1994, 1996).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2.2.
Danau Toba Sumber air Danau Toba berasal dari puluhan sungai yang mengalir dan
berasal dari tepi luar Danau Toba dan Pulau Samosir yang bermuara ke Danau Toba sebagai sumber air permukaan. Air Danau Toba mengalir ke arah Pantai Timur Pulau Sumatera melalui Sungai Asahan sepanjang sekitar 150 Km (Dinas Perikanan Daerah Tkt I Sumut, 1993). Danau Toba yang terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut merupakan danau terluas di Indonesia. Luas danau ini sekitar 1.129,7 Km2, dengan ukuran keliling 194 Km, panjang 87 Km, lebar 31 Km, dan kedalaman maksimum 455 m. Danau Toba berbentuk elips dengan jumlah teluk yang sedikit dan daerah litoralnya sempit, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Keadaan ini didukung oleh pantainya yang sangat curam, dasar perairan litoral umumnya pasir berbatu dan daerah sekelilingnya merupakan daerah perbukitan yang gundul (Ruttner, 1930 dalam Tjahjo, et al, 1998). Secara geografis, Danau Toba terletak antara 98° - 99°BT dan 2° - 3°LU. Bagian yang landai terletak di sebelah Tenggara dan Selatan daratan Sumatera, serta bagian Barat dengan daratan Pulau Samosir. Di samping letaknya yang strategis meliputi 7 (tujuh) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan. Faktor alam sekitar juga sangat mendukung keindahan alam kawasan Danau Toba tersebut (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Danau Toba sebagai aset nasional, di samping berfungsi sebagai sumber air minum bagi masyarakat kawasan Danau Toba, juga berfungsi sebagai sumber air untuk keperluan pertanian, pengembangbiakan flora dan fauna danau, suplai air untuk berbagai jenis industri hilir serta sangat potensial dalam kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan di Sumatera Utara (Siregar, 2008). Usaha budidaya ikan di kawasan Danau Toba dilakukan masyarakat melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA) karena jenis usaha ini merupakan cara yang menjanjikan untuk meningkatkan produksi ikan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dengan tujuan dan harapan akan mampu menambah dan menggantikan komponen dari hasil perikanan alami atau perikanan tangkap, sekaligus memperluas kesempatan kerja. Pengembangan keramba jaring apung bisa menambah beban oleh sisa pakan ikan, karena sisa pakan ini menjadi limbah yang dibuang ke permukaan Danau Toba (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).
2.3.
Ekologi Ikan Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata
yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang. Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga ia tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich, 1992). Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ekor disebut anus. Kulit terdiri atas dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat yang dilapisi dari sebelah luar epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Radiopoetra, 1978). Ikan
merupakan
vertebrata
yang
paling
banyak
jumlahnya
yang
menghabiskan seluruh hidupnya pada perairan. Sekarang ini ada sekitar 20.000 sampai 30.000 spesies yang telah diketahui, hampir setengah dari jumlah vertebrata. Kebanyakan ikan adalah ikan bertulang sejati terutama teleostei dan sisanya 50 spesies ikan jawless dan 800 spesies ikan bertulang rawan (Marshall & Bone, 1982). Penyebaran ikan di perairan laut sebanyak 51% dan di perairan tawar 48% dan sisanya 1% bergerak dari lingkungan air laut ke perairan air tawar dan sebaliknya. Banyaknya ikan yang terdapat di air tawar disebabkan daerahnya terisolasi sehingga mempunyai kesempatan yang besar untuk membentuk spesies baru sedangkan pada laut saling berhubungan satu sama lain sehingga kondisinya hampir sama sehingga pembentukan spesies baru lebih kecil. Kebanyakan spesies ikan ditemukan pada lingkungan yang lebih panas di mana perubahan temperatur tahunan kecil (Moyle & Cech, 1989). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sebesar 15 mm seperti pada ikan Goby (Eviota sp) sampai dengan yang besar seperti ikan Hiu yang dapat mencapai 21 meter dengan berat sekitar 25 ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur (Marshall & Bone, 1982).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Salah satu ciri ikan yang khas yaitu letak vertikal sirip ekor yang sama pada setiap ikan umumnya, kecuali pada ikan Paus. Cara perkembangbiakan kebanyakan bertelur (ovivar) tetapi beberapa diantaranya juga menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya (ovovipar), bahkan ada yang melahirkan anak berupa individu baru (vivipar). Tubuh ikan asal mulanya tertutup oleh suatu lapisan lempeng-lempeng tulang yang pada banyak spesies sedikit demi sedikit berkurang sehingga tubuh lebih lentur, kemudian sama sekali tidak bersisik atau tertutup oleh suatu lapisan sisik yang tipis dan kecil (Ensiklopedia Indonesia, 1988).
2.4.
Penggolongan Ikan Lalli & Parron (1993), membagi ikan menjadi tiga kelas berdasarkan
taksonomi, yaitu: a. Kelas Agnatha yang meliputi ikan primitif seperti Lamprey. Kelompok ikan ini berumur 550 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor. b. Kelas Chondrichthyes memiliki ciri-ciri adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik. Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya mempunyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan Pari dan Hiu dan biasanya makanannya adalah plankton dan organisme bentik.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
c. Kelas Osteichthyes meliputi ikan Teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, di mana melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300 juta tahun yang lalu. Selanjutnya Mujiman (1994), membagi ikan berdasarkan jenis makanan dan cara makan sebagai berikut: a. Ikan berdasarkan jenis makanannya: 1) Ikan Herbivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
(nabati)
seperti:
ikan
Pora-pora
(Mystacoleocus
padangensis), ikan Nilem (Osteochilus hasselti), ikan Karper Rumput (Ctenopharyngodon idelus), ikan Bandeng (Chanos chanos), ikan Sepat Siam (Tricogaster pectoralis). 2) Ikan Karnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan Gabus (Ophiocephalus striatus), ikan Kakap (Lates calcarifer), ikan Kerapu (Ephinephelus spp), ikan Lele (Clarias batracus) dan ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). 3) Ikan Omnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan maupun hewan. Seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata), ikan Nila Merah (Oreochromis sp) dan ikan Gurami (Osphronemus goramy). 4) Ikan pemakan plankton yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan pokoknya terdiri dari plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan berbutir
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
sehingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjang seperti ikan Silanget (Dorosoma chacunda), ikan Terbang (Cypsilurus sp), ikan Lemuru (Clupea leiogaster), ikan Cucut (Rhynodon typicus). 5) Ikan pemakan detritus yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa-sisa bahan organik yang sudah membusuk di dalam air yang berasal dari hewan dan tumbuhan misalnya ganggang, bakteri dan protozoa. Seperti ikan Belanak (Valamugil sp). b. Ikan berdasarkan cara makan dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu: 1) Ikan Predator. Ikan ini disebut juga ikan buas di mana dia menerkam mangsanya hidup-hidup. Ikan ini dilengkapi dengan gigi rahang yang kuat. Seperti ikan Alu-alu (Sphyraena jello), ikan Layur (Trichiurus sacvla), ikan Tuna (Thunus albaceros). 2) Ikan Grazier yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggerogotinya. Seperti ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Kupu-kupu (Chaetodon lineolatus), ikan Nilem (Ostheochilus hasselti). 3) Ikan Stainer yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan cara menggelesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa plankton. Seperti ikan Lemuru (Clupea longiceps), ikan Layang (Depterus russeli). 4) Ikan Sucker yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menghisap lumpur atau pasir di dasar perairan seperti ikan Mas (Cyprinus carpio).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
5) Ikan Parasit yaitu ikan yang mendapat makanannya dengan jalan mengisap sari makanan dari tubuh hewan besar lainnya seperti ikan Belut Laut (Simenchelys parasiticus).
2.5.
Karakteristik Ikan Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernapas dengan insang.
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus (Radiopoetro, 1990). Lebih lanjut Radiopoetro (1990) menyatakan bahwa kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat dilapisi oleh epithelium. Di antara sel-sel epithelium terdapat kelenjar uniselluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin. Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio, dan dibungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan). Telinga hanya terdiri dari
telinga
dalam,
berupa
saluran-saluran
semisirkularis,
sebagai
organ
keseimbangan (equilibrium). Jantung berkembang baik. Sirkularis menyangkut aliran sebuah darah dari jantung melalui insang kaki ke seluruh bagian tubuh lain. Tipe ginjal pronefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, et al, 1995). Menurut Rifai (1983), ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan mempunyai operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk topedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur. Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan, temperatur dan lain sebagainya, Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator (Nybakken, 1992).
2.6.
Ikan di Danau Toba Komunitas ikan di perairan Danau Toba terdiri dari 14 jenis, yang sebagian
besar merupakan jenis ekonomis penting. Ikan Batak (Neolissochilus sp) merupakan salah satu jenis ikan asli Danau Toba yang populasinya mulai langka (kurang dari 5%). Menurut masyarakat setempat, menurunnya populasi ikan Batak disebabkan oleh adanya introduksi ikan Mas dan Mujair. Di samping itu perkembanganbiakan ikan Batak yang relatif lambat juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan langkanya ikan Batak (Kartamiharja, 1987). Jenis ikan yang hidup di Perairan Danau Toba selain merupakan ikan asli yaitu ikan Batak (Neolissochilus sp) juga terdapat ikan hasil introduksi antara lain: ikan Mas (Cyprinus carpio), Mujair (Tilapia mossambica), Nila (Oreochromis sp), Pora-pora
(Mystacoleucus
padangensis),
Nilem/Paetan
(Osteochillus
sp),
Gabus/Haruting (Ophaiocephallus sp), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Sepat (Trichogaster sp) dan ikan Buncit (Rasbora sp), (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Cyprinus carpio didatangkan ke Danau Toba dari Jawa pada tahun 1905. lebih dari 30 tahun terakhir, ikan ini telah dikembangkan walaupun demikian masih sulit ditangkap. Setelah kedatangan ikan Mujair, ikan Mas makin menurun populasinya. Sampai pada tahun 1980-1984 hanya berkisar sekitar 7,2% dari jumlah total tangkapan ikan Danau Toba (Sarnita, 1986 dalam Nontji 1990). Rusaknya ekosistem Danau Toba diakibatkan masuknya spesies baru seperti ikan Betutu yang pertama kali ditabur oleh TB Silalahi pada tahun 2001. Hal ini mengakibatkan ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair (Tilapia mosambica) hampir punah (Manurung, 2008). Kegiatan budidaya ikan, terutama keramba jaring apung mulai berkembang di Perairan Danau Toba. Pengembangan keramba jaring apung akan menambah beban oleh sisa pakan ikan, karena sisa pakan ikan ini menjadi limbah yang dibuang ke Perairan Danau Toba. Berbahayanya budidaya keramba jaring apung jika melebihi daya dukung (carrying capacity) lingkungan. Bahaya keramba jaring apung yang mengerikan adalah terjadinya penyuburan (eutrofikasi) danau. Penyuburan terjadi akibat sisa-sisa pakan itu. Sisa-sisa pakan itu berfungsi sebagai pupuk yang menjadi sumber makanan bagi tumbuh-tumbuhan di dalam Danau Toba. Penyuburan danau mengakibatkan phytoplankton bertumbuh secara tidak terkendali (blooming). Ketika terjadi blooming plankton, maka ketika plankton mati mengalami proses pembusukan. Proses pembusukan ini membutuhkan oksigen. Karena proses pembusukan plankton membutuhkan oksigen maka terjadi persaingan oksigen antara
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
pembusukan plankton dengan kebutuhan oksigen dengan ikan-ikan di danau. Tidak heran, jika tiba-tiba ikan-ikan banyak yang mati (Manurung, 2008). Transportasi air yang berlangsung di Danau Toba merupakan bagian dari aktivitas ekonomis dan sosial masyarakat, termasuk kegiatan pariwisata. Aktivitas tersebut walaupun dalam jumlah terbatas berpotensi menambah bahan pencemar ke dalam perairan melalui ceceran minyak dan oli kapal atau perahu motor. Lapisan minyak di permukaan air akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air (Bapedalda - SU & Lp – ITB, 2001). Melalui fungsi Danau Toba yang sangat penting dan strategis, maka ekosistem akuatik ini mutlak harus dijaga kelestariannya agar pemanfaatan Danau Toba untuk kepentingan tersebut dapat berkesinambungan dan berkelanjutan dalam waktu yang lama, dengan tetap dapat menjaga fungsi ekologis secara seimbang (Ginting, 2002).
2.7.
Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Ikan Setiap organisme yang hidup dalam suatu perairan tergantung terhadap semua
yang terjadi pada faktor abiotik. Adanya hubungan saling ketergantungan antara organisme-organisme dengan faktor abiotik dapat digunakan dengan mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 1996). Faktor fisik perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Temperatur Temperatur merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan (Michael,
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1994). Secara umum kenaikan temperatur perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas fisiologis organisme (Asdak, 1995). Menurut hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C akan meningkatkan aktivitas fisiologis organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsentrasi oksigen meningkat dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 1996) dan organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994). Kenaikan temperatur yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992). Seperti pada ikan Nila (Oreochromis sp), dia membutuhkan temperatur optimal pada 25-30 o
C sehingga ikan Nila cocok dipelihara pada dataran tinggi dan rendah (Suyanto,
1995). Lain halnya dengan Ikan Bloater, ia hidup dan berkembang baik pada temperatur 5-10 oC (Moyle & Cech, 1988). b. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran dari ikan pada danau. Kebanyakan danau yang hangat mengakibatkan warna air menjadi keruh sehingga ikan yang tinggal di perairan yang dalam semakin sulit di dalam menangkap mangsanya (Stickney, 1979). Produktivitas ikan pada danau juga dipengaruhi oleh cahaya. Ikan yang aktif pada siang hari biasanya mengambil makanan pada malam hari ketika invertebrata
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
muncul. Jika intensitas cahaya rendah maka penglihatan mereka akan berkurang, setelah malam ikan akan beristirahat pada bagian bawah atau diantara tumbuhan akuatik, sedangkan ikan yang aktif pada malam hari akan bergerak ke perairan dangkal pada musim panas karena air dangkal lebih dingin di malam hari. Pada musim panas, ikan ditemukan pada bagian termoklin (Moyle & Cech, 1988). Menurut Landau (1992) jika intensitas cahaya matahari menurun maka akan mempengaruhi proses fotosintesis dalam suatu perairan di mana jumlah plankton dapat mengalami penurunan sehingga mengakibatkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan. Intensitas cahaya matahari juga mempengaruhi produktivitas primer, apabila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air berkurang, di mana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisma (Barus, 1996). Cahaya matahari berperan bagi kehidupan ikan melalui rantai makanan. Ikan yang mendiami daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya. Selain penting dalam membantu penglihatan, cahaya juga penting dalam metabolism ikan dan pematangan gonad (Rifai, et al., 1983). Faktor kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Dissolved Oxygen (DO)/Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan (Fardiaz, 1992). Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Wardana, 1995). Oksigen terlarut juga merupakan faktor penting dalam menetapkan kualitas air, karena air yang polusi organiknya tinggi memiliki oksigen terlarut yang sangat sedikit (Michael, 1994). Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata dan yang terkecil adalah bakteri. Biota di perairan tropis memerlukan oksigen terlarut minimal 5 mg/l, sedangkan biota beriklim sedang memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati (Fardiaz, 1992). Barus (1996), menyatakan bahwa kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur 0 oC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air. Mahida (1993), mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air alamiah adalah (1) pergolakan di permukaan air, (2) luasnya daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, (3) tekanan atmosfer, dan (4) persentasi
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
oksigen di udara sekelilingnya. Kenaikan temperatur pada perairan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Hickling dalam Asmawi (1986), bahwa bila jumlah oksigen terlarut perairan hanya 1,5 mg/l maka kecepatan makan ikan Mujair akan berkurang atau jika kadar oksigen kurang dari 1 mg/l ikan tersebut akan berhenti makan. Menurut Wardana (1995), kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat mentolerir kandungan oksigen terlarut. b. Biochemical Oxygen Demand (BOD). Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah bahan organik. Penguraian organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardana, 1995). Pengujian BOD yang dapat diterima adalah pengukuran jumlah oksigen yang akan dihabiskan selama lima hari inkubasi sudah memperlihatkan besar persentase yang cukup yaitu kurang lebih 70% dari seluruh bahan organik telah terurai (Sastrawijaya, 1991). Selanjutnya Fardiaz (1992) menyatakan bahwa air murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l dan air yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2001). c. Chemycal Oxygen Demand (COD). COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan sacara biologis (Barus, 2004). COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD5 tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air. Karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah teroksidasi. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, maka COD contoh dapat dihitung. Dalam pengujian ini tiga hal yang diperhatikan: 1) Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang biasanya dapat diuraikan oleh bakteri dalam uji BOD5.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2) Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang tidak dapat diuraikan oleh bakteri dalam wakru lima hari, tetapi akhirnya akan terurai dan menurunkan kualitas air. 3) Zat organik yang tidak dapat mengalami biodegradasi (Sastrawijaya, 2000). d. pH pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan (Asdak, 1995). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7-8,5. kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 1996). Kebanyakan ikan di danau hidup pada pH 5-8,5. Pada pH di atas 8,5 dan di bawah 5 toleransi pada ikan sudah semakin berkurang (Moyle & Cech, 1988). Produksi ikan lebih tinggi di danau yang memiliki pH basa dibanding dengan pH yang asam (Stickney, 1979). Pada ikan Nila (Oreochromis nilotica), nilai pH berkisar antara 6-8,5 tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 Suyanto, 1995). Reproduksi atau perkembangan ikan biasanya akan naik pada pH 6,5 walaupun hal itu tergantung juga pada jenis ikannya (Effendie, 2003).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
e. Kandungan Nitrat Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein, sebelum masuk ke badan perairan akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme akan mengoksidasikan ammonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi (Borneff, 1982, Schwoerbel, 1987 dan 1994, Hotter, 1990 dalam Barus 2004). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis-jenis bakteri seperti Nitrosomonas. NH4+ + O2 (Amonium) Nitrosomonas
NO2(Nitrit)
+
4H+ (Hidrogen)
+ 2e-
Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter sp akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat. NO2- + (Nitrit)
½O2 Nitrobacter
NO3(Nitrat)
Nitrat adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Sementara, nitrit merupakan senyawa toksis yang dapat mematikan organisme air. Dalam kondisi di mana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi di mana nitrit melalui nitrat akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk amonium/amoniak melalui proses Amonifikasi nitrat (Barus, 2004). f. Kandungan Fosfat Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004). Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan. Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut: H3PO4
H+ + H2PO4-
H2PO4- H+ + HPO42HPO4-
H+ + PO43-
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Barus, 2004). Faktor biologis perairan yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah: a. Bakteri Coli (Colifekal) Colifekal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk keperairan bila ada buangan feses yang masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifekal di dalam air maka air itu kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000). Pencemaran air oleh pembuangan kotoran yang belum diolah dapat ditemukan dengan menguji air tersebut untuk mengetahui adanya bakteri-bakteri berbentuk coli yang hanya ditemukan di dalam saluran pencernaan mamalia. Tidak semua bentuk coli berasal dari feses. Karena bentuk coli feses tidak tumbuh normal diluar saluran pencernaan, maka kehadiran mereka di air tanah merupakan petunjuk yang pasti dari pencemaran oleh pembuangan kotoran (Michael, 1994).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB III BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009 di Perairan Danau Toba Kecamatan Balige Kabupaten Tobasa Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Berdasarkan rona lingkungan yang ada ditetapkan 4 stasiun pengamatan yang berbeda. Perairan ini banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain: Transportasi air, budidaya ikan, pariwisata, perhotelan, pemukiman penduduk, peternakan dan pertanian (Lampiran 2). Metode untuk menentukan kualitas air berdasarkan baku mutu menggunakan metode Storet.
3.1.
Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan
a. Stasiun I Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2,o20′09,7″LU dan 99,o03′39,2 ″BT. Pada lokasi daerah ini merupakan Dermaga Kapal yang datang dari Nainggolan, Muara, Sigaol, Panamean, Porsea bahkan dari Parapat. Di sekitar pelabuhan ini banyak dijumpai eceng gondok dan sepanjang pinggiran lokasi ini terdapat pemukiman penduduk. Dari pantauan terhadap permukaan air banyak ditemukan sampah berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, pekan, parit dan limbah berupa minyak yang berasal dari kapal-kapal yang bersandar.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
b. Stasiun II Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o20′42,2″LU dan 99o03′59,3″BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan usaha peternakan ikan dalam bentuk keramba yang dimiliki oleh penduduk Lumban Bulbul tersebut. Di sekitar lokasi ini juga ditemukan pemukiman penduduk, persawahan dan mereka langsung membuang limbahnya ke danau. Pada sekitar perairan ini banyak ditemukan eceng gondok dan tumbuhan hydrilla. Lokasi ini juga didominasi oleh substrat berlumpur dan sedikit pasir, diperkirakan terindikasi tercemar limbah domestik dan sisa pakanpakan ikan yang terlarut masuk ke dalam perairan Danau Toba. c. Stasiun III Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o20′56,2″ LU dan 99o,02′34,1″BT. Pada lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk di Lumban Binanga dengan daerah pemandian untuk wisata dan banyak dibangun pondok-pondok untuk bersantai. Pada lokasi ini juga ditemukan eceng gondok dan hydrilla beserta tumbuhan lainnya. Lokasi ini diperkirakan terindikasi limbah domestik yang masuk kedalam perairan Danau Toba. d. Stasiun IV Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 2o21′38,3″LU dan 99o01′30,7″ BT. Stasiun IV merupakan lokasi pembanding, di mana pada daerah ini cukup jernih dan jauh dari pemukiman penduduk berada di sekitar Tara Bunga. Lokasi ini didominasi oleh substrat pasir berbatu.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3.2.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah jaring ikan I
dengan ukuran panjang 50 meter, lebar 2 m, dan mata jaring 2 x 2 cm, dan jaring II dengan ukuran panjang 50 meter, lebar 2 m dan mata jaring 3 x 3 cm, pH meter, termometer, keping sechii, Lamnot, botol Winkler gelap dan terang, pipet tetes, erlenmeyer 125 ml, split, ember 5 liter, botol film, aluminium foil, termos es, tali plastik, plastik 5 kg, lakban, kertas label, pensil, spidol, botol alkohol dan GPS. Sedangkan bahan yang digunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, alkohol dan amilum.
3.3.
Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Faktor fisika, kimia dan biologi perairan diukur dengan cara:
a. Temperatur air (0C) diukur dengan termometer merkuri, yakni dengan cara mencelupkan termometer ke dalam sampel air 10 menit lalu dibaca skala temperaturnya. b. Derajat Keasaman diukur dengan pH meter dengan mencelupkan elektrodap H meter ke dalam sampel air kemudian dibaca angka yang tertera. c. Penetrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping Secchi, dengan cara menenggelamkan keping secchi ke dalam air hinggga batas kenampakan keping Secchi. Kemudian diukur kedalam penetrasi cahaya dengan cara menghitung jumlah bulatan pada tali yang masing-masing berjarak 20 cm.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
d. Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan Lux meter. Menurut Nybakken (1988) fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan. e. Kelarutan Oksigen (DO) (mg/l) diukur dengan metode Winkler, dengan cara: ke dalam sampel air (dalam botol winkler) dimasukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH – KI lalu dihomogenkan, didiamkan sebentar sehingga terbentuk endapan putih. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 dihomogenkan dan didiamkan sehingga terbentuk endapan coklat. Diambil 100 ml sampel (yang tidak mengendap) dan dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu ditetesi dengan 1 ml amilum, dihomogenkan hingga terbentuk larutan berwarna biru. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terlihat bening dan dihitung kadar oksigen terlarut, yaitu dari banyaknya Na2S2O3 yang terpakai (Lampiran 7). f. BOD5 (mg/l) diukur dengan metode Winkler, dengan cara sampel air dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian diinkubasi selama lima hari dalam inkubator. Setelah lima hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti perhitungan kadar oksigen terlarut. Kadar BOD5 dihitung dengan cara mengurangkan DO awal dengan DO akhir (Lampiran 8).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
g. COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004), (Lampiran 11). h. Kejenuhan Oksigen (%) diukur dengan menggunakan rumus kejenuhan oksigen dengan membagikan nilai konsentrasi oksigen (DO) hasil pengukuran di lapangan dengan nilai konsentrasi yang sebenarnya (pada Tabel 3) kemudian dikalikan dengan 100 (Lampiran 12). i. Kandungan Nitrat. Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCl selanjutnya ditambahkan 5 ml H2SO4 75% dan 4 tetes asam Brucine Sulfat Sulfanik. Larutan ini dipanaskan selama 25 menit pada suhu 95 0C kemudian didinginkan, selanjutnya kandungan nitrat diukur dengan spektrofotometer (Lampiran 9). j. Ortofosfat. Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 2 ml, selanjutnya ditambahkan asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer (Lampiran 10).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
k. Uji Colifecal. Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) Uji pendugaan (Presumptive Test). 2) Uji penegasan (Confirmed Test). 3) Uji lengkap (completed Test). Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 13. Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Parameter Fisika – KimiaBiologi Temperatur Air Penetrasi Cahaya Intensitas cahaya BOD5 COD pH Air Oksigen Terlarut Kejenuhan Oksigen Nitrat Fosfat Total Coliform
Satuan °C cm Candella mg/l mg/l mg/l % mg/l mg/l -
Alat Termometer Air Raksa Keping Sechii Lux meter Metoda Winkler Refluks Titrimetri pH meter Metoda Winkler Spektrofotometri Spektrofotometri MPN
Tempat Pengukuran In - situ In - situ In - situ Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU In - situ Lab. Kimia PuslitUSU In - situ Lab. Uji Mutu-LP USU Lab. Uji Mutu-LP USU Lab. Mikrobiologi USU
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3.4.
Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air
dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Untuk Danau Toba, peruntukannya adalah air golongan I karena Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari “US- EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas, yaitu: 1. Kelas A : Baik sekali, skor = 0 → memenuhi baku mutu 2. Kelas B : Baik, skor = -1 s/d -10 → tercemar ringan 3. Kelas C : Sedang, skor = -11 s/d -30 → tercemar sedang 4. Kelas D : Buruk, skor ≥ -31 → tercemar berat Prosedur penggunaan: 1. Dilakukan pengumpulan data kualitas air sehingga membentuk data. 2. Dibandingkan data hasil pengukuran dan masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor: dapat dilihat pada Tabel 3.2. 5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Parameter Jumlah Parameter
< 10 ≥ 10
3.5.
Nilai Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata
Fisika
Kimia
Biologi
-1 -1 -3 -2 -2 -6
-2 -2 -6 -4 -4 -12
-3 -3 -9 -6 -6 -18
Pengambilan Sampel Ikan Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan 2 jaring yang mempunyai
ukuran, panjang 50 meter, lebar 2 m dengan ukuran mata jaring yang berbeda yaitu 2 x 2 cm dan 3 x 3 cm. Pada bagian atas jaring (tali ris atas) terdapat pelampung sebanyak 1 buah tiap meternya, sedangkan pada bagian bawahnya (tali ris bawah) dikaitkan dengan pemberat sebanyak 1 buah tiap meternya. Pelampung dan pemberat berguna untuk menegakkan posisi jaring selama di dalam air agar tidak terbawa arus atau gelombang. Jaring dengan mata jaring ukuran 2 x 2 cm dipasang sebanyak 3 buah pada masing-masing stasiun dan jaring dengan mata jaring ukuran 3 x 3 cm dipasang 3 buah, di mana jarak antara 1 jaring dengan ukuran mata jaring yang sama 100 m dan jarak antara mata jaring yang berbeda 50 m tegak lurus pantai. Pemasangan jaring dilakukan pada sore hari pukul 16.00 WIB dan diambil pada pagi hari pukul 09.00 (17 jam). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sampel yang diperoleh dikelompokkan berdasar ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis diambil beberapa ekor sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diisi formalin 4% sebagai pengawet selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi label (Saanin, 1989). Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium PSDAL FMIPA USU untuk diamati dan diidentifikasi dengan buku acuan menurut Saanin 1986, Ambak 1991, Kottelat 1993.
3.6.
Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menghitung kepadatan populasi,
kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon Wiener, Indeks keseragaman, indeks kesamaan. Analisis korelasi menurut Kreb (1985), Michael (1994) dengan persamaan sebagai berikut: a. Kepadatan Populasi (KP) KP (ind/m2) =
Jumlah Individu Suatu Jenis Luas Area / Plot
b. Kepadatan Relatif (KR) KR (%) =
Kepadatan Suatu Jenis x 100% Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis
c. Frekuensi Kehadiran (FK) FK
=
Jumlah Plot yang Ditempati Suatu Jenis x 100% Jumlah Total Plot
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Di mana:
FK = 0-25%
: Kehadiran sangat jarang
FK
= 25-50%
: Kehadiran jarang
FK
= 50-75%
: Kehadiran sedang
FK
> 75%
: Kehadiran sering/absolut
H = Pi In Pi Di mana: H1 = Indeks Diversitas Pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis In = Logaritma nature Jika nilai :
H1 = 0 – 2,302
: Keanekaragaman rendah
H1 = 2,302 – 6,907
: Keanekaragaman sedang
H1 6,907
: Keanekaragaman tinggi
d. Indeks Equitabilitas(E) H1 E= H max Di mana: H1
= Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
Hmax
= Keanekaragaman spesies maximum
S
= Jumlah spesies
Nilai E berkisar antara 0 – 1 Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman (Krebs, 1985).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
e. Indeks Similaritas (IS) IS =
2c x 100% ab
Di mana: a
= Jumlah spesies pada stasiun A
b
= Jumlah spesies pada stasiun B
c
= Jumlah spesies yang sama pada stasiun A dan B
IS = 75 – 100% =
sangat mirip
50 – 75%
=
mirip
25 – 50%
=
tidak mirip
< 25%
=
sangat tidak mirip (Michael, 1994)
g. Indeks Morista Untuk mengetahui distribusi atau sebaran ikan apakah berkelompok, acak dan teratur di dalam perairan dicari melalui indeks Morista dengan rumus sebagai berikut (Krebs, 1989): N 2 N Id = n N N 1
Di mana: Id = Indeks Morista n = Jumlah plot N2 = Kuadrat jumlah individu per plot untuk total n plot N = Jumlah total individu per plot untuk total n plot Dengan kriteria sebagai berikut (Bengen, 1998)
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Id = 0 ... distribusi acak atau random Id > 1 distrbusi berkelompok Id < 1 distribusi normal f. Analisa Korelasi (r) Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan ikan yang terdapat di Perairan Danau Toba Balige dengan sifat fisika-kimia, dan biologi perairan. Analisis dilakukan dengan metoda komputerisasi SPSS Versi 16.00.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Faktor fisik, kimia dan biologi perairan yang diamati pada penelitian ini
adalah temperatur, pH, BOD5, COD, DO, penetrasi cahaya, fosfat, nitrat dan coliform. Hasil pengamatan faktor fisik kimia dari perairan Danau Toba, Balige disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai Rata-rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada MasingMasing Lokasi Pengambilan Sampel Parameter 1. Temperatur (0C) 2. DO (mg/l) 3. BOD5 (mg/l) 4. NO3 (mg/l) 5. PO4 (mg/l) 6. pH 7. COD (mg/l) 8. Kej. O2 (%) 9. Penetrasi Cahaya (meter) 10. Intensitas Cahaya (Cd) 11. Coliform
Pelabuhan 24,50 6,82 1,42 0,37 0,02 7,12 11,15 85,90 10,00 741 1100
Lumban Bulbul 24,87 6,82 0,75 0,47 0,01 7,25 9,56 84,84 10,00 767 23
Lumban Binanga 25,00 6,87 1,35 0,44 0,01 7,27 3,18 85,08 10,00 915 93
Tara Bunga 24,37 7,10 0,67 0,25 0,01 7,44 6,37 90,46 10,00 505 5
4.1.1. Temperatur Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh perairan berbeda, maka temperatur atau jumlah panas yang dimiliki oleh perairan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
tersebut pun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur pada perairan Danau Toba, Balige berkisar antara 24,37-25,000C. Temperatur tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga dan terendah pada lokasi Tara Bunga. Perbedaan temperatur air pada empat lokasi penelitian tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba, Balige tidak mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi terdapat pada lokasi Lumban Binanga sebesar 25,000 C dan terendah pada lokasi Tara Bunga sebesar 24,370C. 4.1.2. Dissolved Oxygen (DO) Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisma akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfer. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari oksigen ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin. Menurut Wetzel dan Likens (1979) tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut perairan Danau Toba Balige berkisar 6,82-7,10 mg/l. Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian berkisar antara 6,82-7,10 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada lokasi Tara Bunga sebesar 7,10 mg/l hal ini disebabkan karena pada stasiun ini ditemukan banyak tumbuhan air yang dapat menyumbangkan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
lebih banyak oksigen melalui proses fotosintesis dan belum tercemar oleh limbah dan masih bersifat alami, oksigen terlarut terendah pada lokasi Pelabuhan dan Lumban Bulbul sebesar 6,82 mg/l, rendahnya nilai oksigen terlarut pada lokasi ini menunjukkan bahwa terdapat banyak senyawa organik serta senyawa kimia yang masuk ke dalam badan perairan tersebut, dimana kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme yang akan berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen). Schwoerbel (1987) dalam Barus (2004), menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman, yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan DO Danau Toba berada di atas batas minimal yang diperbolehkan 6 mg/l, kandungan DO Danau Toba 6,82-7,10 mg/l berarti tidak tercemar. 4.1.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD) Nilai rata-rata BOD5 perairan Danau Toba Balige berkisar 0,67-1,42 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 1,42 mg/l diperoleh pada lokasi pelabuhan, sedangkan yang terendah sebesar 0,67 mg/l diperoleh pada lokasi Tara Bunga. Adanya perbedaan nilai BOD5 di setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan nilai BOD5 meningkat. Tingginya nilai BOD5
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
pada lokasi pelabuhan dikarenakan adanya berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada lokasi tersebut, sedangkan pada lokasi Tara Bunga tidak terlalu banyak ditemukan adanya aktivitas masyarakat. Terjadinya penambahan nilai BOD5 pada lokasi pelabuhan karena buangan limbah organik yang memberikan fluktuasi terhadap nilai BOD5 tersebut. Hal ini disebabkan masuknya limbah organik ke badan perairan, sehingga menyebabkan kebutuhan oksigen terlarut oleh biota air (bakteri) untuk mengurainya akan meningkat. Nilai BOD5 yang diperoleh pada lokasi pengamatan pada prinsipnya menunjukkan indikasi tentang rendahnya kadar bahan organik di dalam air, karena nilai BOD5 merupakan parameter indikator pencemaran oleh zat organik, di mana semakin tinggi nilainya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya (Barus, 2001) dan (Haerlina, 2005). Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan BOD Danau Toba berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan 2 mg/l Kandungan BOD Danau Toba 0,67-1,42 mg/l berarti tidak tercemar. 4.1.4. Nitrat Nilai rata-rata nitrat (NO3-N) di perairan Danau Toba Balige, berkisar 0,250,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi dijumpai pada lokasi Lumban Bulbul dan terendah pada lokasi Tara Bunga. Menurut Mackentum (1969) dalam Haerlina (1987), menyatakan bahwa kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9-15,5 mg/l. Tingginya unsur nitrat pada lokasi Lumban Bulbul disebabkan lokasi ini merupakan lokasi pemukiman penduduk dan banyaknya aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
di badan perairan. Konsentrasinya di dalam perairan akan semakin bertambah bila semakin dekat dari titik pembuangan (semakin berkurang bila jauh dari titik pembuangan yang disebabkan aktifitas mikroorganisme). Mikroorganisme akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit yang akhirnya menjadi nitrat. Sebaliknya kandungan nitrat di lokasi Tara Bunga lebih rendah karena lokasi ini berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan Nitrat Danau Toba berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan dalam hal ini 10 mg/l, kandungan Nitrat Danau Toba berkisar 0,25-0,47 mg/l berarti tidak tercemar. 4.1.5. Fosfat Fosfat yang terukur pada perairan Danau Toba Balige sewaktu penelitian berkisar antara 0,01-0,02 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada lokasi pelabuhan sedangkan nilai terendah ditemukan pada ketiga lokasi lainnya. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fosfat di lokasi ini. Menurut Alaerts (1987), terjadinya penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (badan perairan). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004). Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) kandungan Fosfat Danau Toba berada pada batas
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,2 mg/l dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar. 4.1.6. pH pH merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael 1984). Hasil penelitian menunjukkan nilai pH perairan Danau Toba Balige berkisar 7,12-7,44. pH tertinggi ditemukan pada lokasi Tara Bunga dan terendah pada lokasi pelabuhan. Cole (1983), menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukkan larutan tersebut asam atau basa (Barus, 1996; Michael, 1984). Hawkes (1979) dalam Effendie (2003), menyatakan bahwa kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan biota perairan. Menurut Barus (2004), menyatakan bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7- 8,5. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai pH Danau Toba berada pada batas minimum dan batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 6-9 dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4.1.7. Chemical Oxygen Demand (COD) Nilai rata-rata COD perairan Danau Toba Balige sewaktu penelitian berkisar 3,18-11,15 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada lokasi Pelabuhan dan terendah pada lokasi Lumban Binanga. Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Pada Tabel 4.1 terdapat nilai COD dengan rata-rata 3,18 – 11,15 mg/l, yang tertinggi di lokasi Pelabuhan yaitu 11,15 mg/l dan nilai COD terendah di lokasi Lumban Binanga yaitu 3,18,mg/l, dengan memperhatikan kadar COD yang cukup tinggi, maka perairan memerlukan kadar oksigen untuk proses oksidasi kimia, hal ini menurunkan cadangan oksigen dalam air. Konsentrasi karbondioksida ini cukup untuk menunjang kebutuhan akan karbon dioksida oleh tumbuhan air untuk proses fotosintesis. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air metode Storet (menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai COD Danau Toba lewat batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 10 mg/l dalam hal ini berarti Danau Toba belum tercemar. 4.1.8. Kejenuhan Oksigen Nilai kejenuhan oksigen yang didapatkan pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 84,15%-91,48%. Nilai kejenuhan oksigen tertinggi terdapat pada lokasi Tara Bunga sebesar 91,48% dan terendah pada lokasi Lumban Binanga sebesar 84,15%. Dari nilai kejenuhan yang diperoleh pada masing-masing stasiun terlihat
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
bahwa lokasi Tara Bunga kondisinya lebih baik dibandingkan tiga stasiun lainnya. Dari nilai kejenuhan terlihat bahwa lokasi Lumban Binanga mempunyai defisit oksigen yang lebih rendah, sehingga dapat kita simpulkan bahwa kondisinya terdapat senyawa organik yang menyebabkan defisit oksigen dibandingkan dengan tiga stasiun lainnya. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob, artinya membutuhkan oksigen. Oleh sebab itu jika di dalam suatu lingkungan perairan, jumlah kehadiran senyawa organik tinggi, maka mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak dan hal ini akan mengakibatkan defisit oksigen bagi lingkungan perairan tersebut, dan dengan kata lain bahwa di lingkungan tersebut sudah terdapat senyawa organik (pencemar) yang dapat diketahui dari defisitnya nilai oksigen pada perairan tersebut. 4.1.9. Penetrasi Cahaya Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penetrasi antara keempat stasiun penelitian ini rata-rata sebesar 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara keempat stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat yang tersuspensi pada perairan tersebut. Menurut Nybakken (1992), menyatakan bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan
ini akan
mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok. Menurut Odum (1998), bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat-zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4.1.10. Intensitas Cahaya Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 915 Cd pada lokasi Lumban Binanga. Sedangkan intensitas cahaya terendah sebesar 505 Cd pada lokasi Tara Bunga. Faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka intensitas cahaya akan megalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Barus, 2004). Secara umum nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh stasiun maupun kedalaman di perairan Danau Toba, Balige masih cukup baik untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk keanekaragaman ikan.
4.2.
Coliform Perairan Danau Toba Balige Hasil uji parameter biologis berupa coliform pada 4 Stasiun Pengamatan
(Tabel 4.2) hasilnya sebagai berikut, colifekal dan coliform yang tertinggi ada pada stasiun 1 sebanyak 1100 apm/ml. Dan yang terendah ada pada stasiun 4 yaitu 3 apm/ml.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.2. Hasil Uji Coliform pada Empat Stasiun Penelitian di Perairan Balige No
Parameter Mikroba
1
Total Coliform APM/100 ml
Stasiun I 1100
Stasiun II 23
Stasiun III 93
Stasiun IV 3
Colifekal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifekal di dalam air maka air itu tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000) dengan demikian perairan Danau Toba Balige terindikasi tercemar. Namun demikian ada batas toleransi sesuai dengan standar baku mutu air untuk air minum yang disyaratkan 1000 APM/100ml baku mutu air PP No.82 tahun 2001 dalam Barus (2004), artinya Stasiun 1 (sekitar Dermaga) airnya masuk kriteria kelas C, tidak layak untuk diminum.
4.3.
Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Danau Toba Balige Berdasarkan Metode Storet Sifat fisik, kimia dan biologi air yang terdapat di perairan Danau Toba
dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal dengan metode Storet tercantum pada Tabel 4.3 dan Lampiran 14.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.3. Kondisi Fisik, Kimia, dan Biologi Air yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet Metode Storet Lumban Lumban Tara No Paramete Satuan Pelabuhan Bulbul Binanga Bunga r Skor Skor Skor Skor 0 0 1 Temperatur C Deviasi 3 0 0 0 2 DO mg/l 6 0 0 3 BOD5 mg/l 2 -2 -2 0 4 NO3 mg/l 10 0 0 0 5 PO4 mg/l 0,2 0 0 0 6 pH 6-9 0 0 0 7 COD mg/l 10 -8 0 0 8 Coliform MPN 100 -12 0 0 JUMLAH -22 -2 0 Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lampiran 14a) Baku Mutu Air Gol. I*
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4.3, nilai fisik kimia air yang terdapat pada lokasi pelabuhan, Lumban Bulbul, Lumban Binanga, dan Tara Bunga menurut metode Storet secara berturut-turut adalah -22, -2, 0 dan 0. Skor tertinggi terdapat pada stasiun Pelabuhan, di mana terdapat pemukiman penduduk dan ditemukan sampah berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, pekan, parit dan limbah berupa minyak yang berasal dari kapal-kapal yang bersandar dan diperkirakan terindikasi limbah domestik yang masuk ke perairan tersebut, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun Lumban Binanga dan stasiun Tara Bunga yakni daerah tengah danau yang dijadikan lokasi pembanding dan bersifat lebih alami serta jauh dari pemukiman penduduk. Tingginya nilai Storet pada lokasi pelabuhan tersebut dapat dihubungkan dengan kondisi lokasi pelabuhan sebagai tempat pembuangan limbah domestik dan banyaknya pembuangan minyak kapal.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai Storet yang diperoleh pada keempat stasiun penelitian, yaitu lokasi pelabuhan, lokasi Lumban Binanga, Lumban Bulbul -22, -2 termasuk tercemar sedang dan tercemar ringan, Lumban Binanga dan Tara Bunga dengan skor 0 termasuk kelas A yaitu tidak tercemar.
4.4.
Keanekaragaman Jenis Ikan Hasil Penelitian Keanekaragaman jenis ikan yang berhasil diperoleh selama pelaksanaan
penelitian berikut dengan taksonominya disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Keanekaragaman dan Klasifikasi Ikan Hasil Penelitian di Danau Toba, Kecamatan Balige Filum
Kelas
Ordo
Famili
Cypriniformes
Cyprinidae
Genus Cyprinus Mystacoleucus
Chordata
Osteichthyes
Chichilidae Perciformes Eleotridae Ostariophysii
Claridae
Tilapia Oreochromis Opheocephalus Oxyeleotris Clarias
Spesies
Nama Lokal
Mas Cyprinus carpio Mystacoleucus Pora-pora padangensis Tilapia mossambicha Mujair Oreochromis sp Nila merah Opheocephalus Gabus striatus Oxyeleotris marmorata Betutu Clarias batracus Lele
Dari data yang tersaji pada Tabel 4.4 dapat dikemukakan terdapat 7 genus/ spesies ikan di Danau Toba Balige dan ketujuh jenis yang didapat merupakan ikan ekonomis, ikan kecil seperti ikan Kepala Timah, dan Ikcor yang berukuran kecil tidak didapat dengan menggunakan mata jaring 2 x 2 cm dan mata jaring 3 x 3 cm. Adapun deskripsi dari ketujuh ikan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) Panjang total 20 cm, panjang kepala 3 cm, tinggi badan 6 cm, panjang ekor 1.5 cm. Warna tubuh merah keemasan, bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulutnya terletak diujung tengan (terminal), bagian ujung perut memiliki 4 pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun dari tiga baris gigi geraham. Hampir seluruh tubuh ikan Mas ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid. Lineal lateralis (gurat sisik) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Tipe ekor heterocercal memiliki sirip punggung (dorcal), sirip dada lateral, sirip perut (ventral), sirip dubur (anal) yang bergerigi dan sirip ekor (Gambar pada Lampiran 3). 2. Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) Panjang total 7.5 cm, panjang kepala 1.4 cm, panjang badan 5.4.cm, panjang ekor 1.5 cm, tinggi badan 1.2 cm, tinggi batang ekor 2.4 cm, lebar bukaan mulut 0.8 cm, tinggi sirip punggung 0.6 cm, panjang batang ekor 8.9 cm, gurat sisi 39. Perut membundar, sirip punggung berjari-jari keras, bertulang dan terletak di muka atau bertepatan dengan sirip perut. Sirip punggung dengan 7 jari lemah bercabang. Jari-jari keras sirip dubur tidak bergigi sebelah belakang. Sirip dubur dengan 8 jari-jari lemah bercabang (Gambar pada Lampiran 3). 3. Ikan Mujair (Tilapia mossambica) Panjang total 17 cm, panjang kepala 4.3 cm, tinggi badan 5.4 cm. Bentuk badan pipih dan hampir seluruh tubuh ikan ini berwarna gelap. Warna tubuh coklat
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
kehitaman tergantung kepada keadaan lingkungan hidupnya. Khusus ikan mujair jantan yang telah dewasa warna lebih tajam. Tubuhnya selalu berlendir dan bersisik stenoid, bagian kepala, tengkuk, dan dada bersisik sikloid. Kepala tidak mempunyai sungut, sirip perut berdekatan, gigi pada baris sebelah luar lebih besar. Mulut lebar, perut luas, mata besar dan dapat bergerak (Gambar pada Lampiran 3). 4. Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Bentuk tubuh agak pipih ke samping, berwarna kuning kemerahan. Warna tubuh di bagian punggung (dorsal) lebih merah dibandingkan dengan bagian tengah (lateral) dan bawah (ventral) yang cenderung berwarna merah muda hingga kuning keputihan. Bentuk kepala relatif lancip dan bentuk punggungnya (dorsal) agak membujur. Mata berukuran sedang, bulat, tampak sedikit condong ke arah atas. Seluruh tubuh ditutupi sisik stenoid. Di belakang overkulum terdapat sirip dada. Sirip punggung berukuran panjang dan ujungnya melewati pangkal ekor, terdiri dari 15 jari-jari keras di bagian depan dan 11 jari-jari lemah di bagian belakangnya (Gambar pada Lampiran 3). 5. Ikan Gabus (Opheocephalus striatus) Panjang total 14 cm, panjang kepala 3.2 cm dan tinggi badan 4.3 cm. Bentuk tubuh agak bulat di bagian depan dan pipih di bagian belakang. Punggung berwarna coklat tua hampir hitam, pada bagian perut berwarna putih kecoklatan. Bentuk muka ikan Gabus cekung dan kepalanya lebar dengan mulut bersudut tajam. Seluruh tubuh ditutupi oleh sisik dengan tipe sisik stenoid. Sirip ekor ikan Gabus bagian atas dan bagian bawah panjangnya sama (homocercal). Ikan Gabus memiliki sirip punggung
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
(dorsal), sirip dada (lateral), sirip perut (ventral), sirip dubur (anal), dan sirip ekor. Sirip punggung ikan Gabus tidak dapat dibedakan antara jari-jari keras dan jari-jari lemah. Sirip punggung terdiri dari 41 jari-jari di mana tingginya hampir sama dengan sirip dubur (Gambar pada Lampiran 3). 6. Ikan Betutu (Oxyoleotris marmorata) Panjang total 15 cm, panjang kepala 2,3 cm, tinggi badan 3 cm. Bentuk tubuh agak bulat dibagian depan dan agak pipih di bagian belakang. Moncong runcing, rahang bawah lebih ke depan daripada rahang atas. Gigi terdiri dari beberapa deret, pada deret terluar ukurannya lebih besar dan beberapa gigi mempunyai taring. Sisik kecil dan teratur rapi, sebagian besar tubuhnyaditutupi oleh sisik stenoid, bagian kepala tengkuk dan dada ditutupi oleh sisik sikloid. Memiliki dua buah sirip punggung yang bentuknya melebar. Sirip punggung yang di belakang lebih tinggi sedikit atau lebih panjang dari yang di depan. Sirip anal lebih pendek dari sirip punggung belakang. Sirip perut sangat pendek, sirip dada dan sirip ekor membundar. Tipe sirip ikan betutu adalah protocercal (Gambar pada lampiran 3) 7. Ikan Lele (Clarias batracus) Panjang total 24 cm, panjang bahu 22 cm, panjang kepala 3 cm, dan tinggi badan 2.8 cm. Umumnya bagian punggung ikan lele berwarna kehitam-hitaman sedangkan bagian perutnya relatif terang. Bentuk badan memanjang, bagian depan membulat, makin ke belakang makin pipih dengan kepala besar dan gepeng. Mulut terminal melintang, mempunyai 4 pasang sungut. Sungut perut (abdomen) tidak bersatu dengan sirip dubur, jari-jari sirip dubur dan sirip punggung (dorsal) relatif
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
sedikit. Kulit licin, tidak bersisik dan tipe ekor homosersal (Gambar pada Lampiran 3).
4.5.
Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada keempat stasiun di Danau Toba
Balige diperoleh data kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran dari spesies-spesies ikan seperti pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Nilai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan di Danau Toba Balige
No. Species
Pelabuhan K KR FK
1. Cyprinus carpio
0,005
2. Mystacoleucus 3. 4. 5.
6. 7.
Lokasi Lumban Bulbul Lumban Binanga K KR FK K KR FK
0,25 33,33 0,006
2,87 33,33 0,005 2,487 33,33
padangensis Tilapia mossambica
0.083
51,55
0,017
10,55 66,66 0,031 14,48 66,66 0,016
Oreochromis sp Opheocephalus striatus Oxyeleotris sp
0,003
Clarias batracus
1,33
∑ Taksa
0,005 0,042
100 0,108 50,46 66,66 0,116 57,714
1,86 33,33 0,006
Tarabunga K KR FK
2,87 33,33
100
8,23 66,66
-
-
-
-
-
-
0,08 59,701
100
0,03 22,388 66,66 -
-
-
0,25 33,33 0,003 14,354 33,33 0,005 2,46 33,33 0,005 3,731 33,33 26,08 66,66 0,005 23,36 66,66 0,057 28,24 66,66 0,016 11,94 66,66 0,006 66,66
7
0,01
4,6 33,33 0,003
7
1,47 33,33 0,003
2,23 33,33
6
5
Berdasarkan Tabel 4.5, dapat dikemukakan bahwa pada stasiun pelabuhan dan Lumban Bulbul ditemukan masing-masing tujuh spesies ikan, pada stasiun Lumban Binanga terdapat enam spesies ikan dan pada stasiun Tara Bunga
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
terdapat lima spesies ikan. Lebih banyaknya jenis ikan pada stasiun pelabuhan dan Lumban Bulbul dapat diakibatkan oleh kondisi perairan yang mendukung bagi kehidupan ikan. Jenis ikan yang terdapat pada stasiun pelabuhan dan Lumban Bulbul adalah Mas (Cyprinus carpio), Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Mujair (Tilapia mossambica), Nila Merah (Oreochromi sp), Gabus (Opheocephalus striatus), Betutu (Oxyeleotris marmorata) Lele (Clarias batracus). Pada stasiun Lumban Binanga terdapat jenis ikan seperti Mas (Cyprinus carpio), Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Mujair (Tilapia mossambica), Gabus (Opheocephalus striatus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele (Clarias batracus). Pada stasiun Tara Bunga terdapat Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Mujair (Tilapia mossambica), Gabus (Opheocephalus striatus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele (Clarias batracus). Data ini memberikan gambaran bahwa jenis ikan memiliki relung ruang yang tumpah tindih atau beberapa ikan dapat berkoeksintensi ataupun berkohabitasi. Ikan nila merah (Oreochromis sp) hanya terdapat pada stasiun pelabuhan dan Lumban Bulbul dan ikan Mas (Cyprinus carpio) tidak terdapat pada stasiun Tara Bunga. Data ini memberikan gambaran bahwa terjadi pemisahan relung atau “niche segregation” dalam pemanfaatan ruang oleh ikan-ikan yang terdapat di Danau Toba Balige. Sementara itu, ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Mujair (Tilapia mossambica), Gabus (Opheocephalus striatus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele (Clarias batracus) dapat ditemukan pada keempat stasiun. Data ini menunjukkan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
bahwa kelima jenis ikan memiliki daerah edar ataupun daerah jelajah yang lebih luas di Danau Toba Balige. Dapat juga disebutkan kelima jenis ikan tersebut memiliki toleransi yang lebih lebar terhadap sifat fisik, kimia, biologi perairan Danau Toba Balige dibandingkan dengan kedua jenis ikan lainnya. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan jenis ikan yang memiliki kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang paling tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya pada seluruh stasiun penelitian. Kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi ditemukan pada stasiun Lumban Binanga, yakni masing-masing 0,116 individu/m2, 59,714% dan 100%. Hal ini disebabkan kondisi perairan yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) di Danau Toba Balige. Dominasi ikan pora-pora juga disebabkan ikan ini cepat beranak pinak dalam jumlah yang banyak sekali bereproduksi, sehingga mengalahkan ikan-ikan lainnya. Jenis ikan yang memiliki kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekwensi kehadiran urutan kedua yaitu ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). Menurut Komaruddin (2000) jenis makanan ikan Betutu berubah dengan bertambahnya umur. Ikan dewasa memangsa ikan lain, udang-udangan (crustacea), serangga air (insekta), ikan yang masih muda memakan dapnia, cladocera, copecoda jentik-jentik serangga dan rotifera. Pada stadia larva Betutu juga memakan plankton, bila tidak ada makanan ikan ini juga memakan ikan lain sesamanya, di mana sejak masih kecil berupa benih berukuran 2 cm sifat ini sudah mulai nampak. Hal ini dibuktikan dengan membelah
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perut Betutu tangkapan, di dalam perutnya sering ditemukan Betutu yang lebih kecil. Habitat yang disenangi adalah perairan berlumpur dan berarus tenang. Ikan ini juga hidup di dasar perairan, dan menggali lubang di dalam lumpur dan juga sering berada di sekitar tumbuhan air untuk melindungi diri dan menangkap mangsa. Jika hari menjelang malam ikan ini sering menyembulkan moncongnya di permukaan tempat persembunyiannya (Komaruddin, 2000). Jenis ikan yang memiliki kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang paling rendah di Danau Toba Balige adalah Nila Merah (Oreochromis sp), kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran masing-masing hanya 0,003 individu/m2, 1,492 dan 33,33%. Kecilnya kepadatan populasi ikan Nila Merah (Oreochromis sp) diduga disebabkan kalahnya ikan ini berkompetisi dalam hal mendapatkan makanan dan juga habitat dengan ikan jenis lainnya. Ikan Nila mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan pada temperatur air yang berada pada kisaran optimal yaitu 22-23°C dan pH air 7,27-7,57. Ikan Nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding dengan ikan Nila yang sudah besar. Nilai pH air berkisar antara 6-8,5, namun pertumbuhan optimalnya adalah pada pH 7-8,5 (Suyanto, 1995). Masa berpijah ikan Nila butuh suhu 22-27 0C. Jenis makanan yang paling disukai adalah fitoplankton, oleh tumbuhan air dan organisme renik yang melayanglayang (Rukmana, 1997).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4.6.
Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) Nilai indeks keseragaman (H’) komunitas ikan yang terdapat di empat stasiun
di perairan Danau Toba Balige berikut dengan indeks keseragamannya (E) dicantumkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Nilai keanekaragaman (H’) dan Keseragaman dari Komunitas Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan Indeks Keanekaragaman (H’) Keseragaman (E)
Pelabuhan 1,35
Lumban Bulbul 1,37
Lumban Binanga 1,13
Tara Bunga 1,12
0,69
0,70
0,63
0,69
Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman yang terlihat pada Tabel 4.6 bahwa indeks keanekaragaman ikan tertinggi terdapat pada stasiun Lumban Bulbul sedangkan yang terendah pada stasiun Tara Bunga. Lebih tingginya indeks keanekaragaman ikan pada stasiun Lumban Bulbul disebabkan lebih banyaknya jenis ikan yang ditemukan pada stasiun tersebut yakni tujuh jenis, sedangkan di stasiun Tara Bunga hanya 5 jenis. Lebih tingginya indeks keanekaragaman ikan pada stasiun Lumban Bulbul juga memberikan gambaran bahwa jaring-jaring makanan pada stasiun tersebut lebih kompleks dibandingkan dengan stasiun lainnya. Menurut Rifai (1993) keanekaragaman ikan pada habitatnya didukung oleh faktor biotik lingkungan dan faktor abiotik. Indeks keseragaman ikan pada stasiun Lumban Bulbul dengan nilai (0,70) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Oleh karena indeks keseragaman ini merupakan gambaran sebaran dari kepadatan ikan-ikan pada ekosistem di mana ikan tersebut ditangkap dan selanjutnya digunakan sebagai
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
gambaran tingkat dominasi suatu jenis dan juga kestabilan ekosistem, maka keseragaman jumlah ikan pada stasiun Lumban Bulbul lebih tinggi dibandingkan ketiga stasiun penelitian lainnya, artinya sifat mendominasi dari takson ikan tertentu pada stasiun Lumban Bulbul lebih rendah dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Sebaliknya, oleh karena nilai keseragaman ikan pada stasiun Lumban Binanga lebih rendah dengan nilai (0,63) berarti sifat mendominasi ikan dari kelompok tertentu lebih tinggi pada stasiun tersebut dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Hal ini berarti komunitas ikan di stasiun Lumban Binanga lebih tidak stabil dibandingkan dengan stasiun lainnya. Ketidakstabilan komunitas ikan di stasiun Lumban Binanga juga sangat dimungkinkan oleh adanya spesies eksotis. Menurut Barus (2007) bahaya potensial yang tidak kalah pentingnya yang mengancam spesies-spesies asli Danau Toba Balige adalah masuknya spesies eksotik, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Sebaliknya komunitas ikan pada stasiun Lumban Bulbul lebih stabil dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Menurut Rifai (1993) keanekaragaman jenis ikan pada habitat aslinya sangat didukung oleh faktor biotik lingkungan dan faktor abiotik.
4.7.
Nilai Kesamaan (IS) Nilai indeks kesamaan komunitas ikan antar stasiun pengamatan pada perairan
di Danau Toba, Balige tercantum pada Tabel 4.7.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.7. Nilai Kesamaan (%) Komunitas Ikan antar Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba, Balige Stasiun I II III IV Keterangan: Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
I -
II 100,00 -
III 92,30 83,33 -
IV 83,33 83,33 90,90 -
: Daerah dekat pemukiman penduduk dan dekat pelabuhan kapal : Daerah Budidaya ikan (Jaring Apung) : Daerah pemandian dan wisata : Daerah yang relatif alami jauh dari pemukiman penduduk
Nilai Indeks Similaritas (IS) tertinggi terdapat pada stasiun Pelabuhan dan Lumban Bulbul sebesar 100%. Berdasarkan Indeks Similaritas dari ikan pada masing-masing lokasi penelitian yang diamati, dapat dibuat klasifikasi sebagai berikut: IS =
75 – 100
: sangat mirip
50 – 75
: mirip
25 – 50
: tidak mirip
IS < 25
: sangat tidak mirip
Berdasarkan kriteria Michael, (1994) tersebut, dapat dinyatakan bahwa ikan antara stasiun Pelabuhan dan Lumban Bulbul sangat mirip, dan ikan antara satu stasiun penelitian dengan stasiun penelitian lainnya memiliki tingkat hubungan yang sangat mirip juga.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4.8.
Nilai Distribusi Morista (Id) Data mengenai bagaimana sebaran ataupun distribusi ke tujuh jenis ikan yang
terdapat di Danau Toba, Balige yang ditunjukkan oleh nilai distribusi Morista (Id) terdapat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Nilai Distribusi Morista No 1 2 3 4 5 6 7
Spesies Cyprinus carpio Mystacoleucus padangensis Tilapia mossambica Oreochromis sp Opheocephalus striatus Channa lucius Clarias batracus
Nilai 3,22 1,26 1,77 7,80 3,28 1,73 3,35
Keterangan Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok Berkelompok
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa Cyprinus carpio, Mystacoleucus padangensis, Tilapia mossambica, Oreochromis sp, Opheocephalus striatus, Oxyeleotris marmorata, Clarias batracus tersebar dalam bentuk berkelompok di perairan Danau Toba Balige. Fenomena hidup berkelompok pada jenis-jenis ikan yang telah disebutkan disebabkan ikan tersebut memilih hidup pada habitat yang sesuai pada perairan baik dari segi faktor fisik, kimia dan biologi perairan maupun tersedianya nutrisi. Suin (2002) menyatakan bahwa faktor fisik, kimia dan biologi yang hampir merata pada suatu habitat serta tersedianya makanan bagi organisme yang hidup di dalamnya sangat menentukan organisme tersebut hidup berkelompok atau acak maupun normal.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4.9.
Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Indeks Keanekaragaman dengan Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik, kimia, dan biologi perairan yang
telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan selanjutnya dikorelasikan dengan keanekaragaman dan kelimpahan ikan maka didapatkan nilai indeks korelasi (r) seperti yang disajikan pada Tabel 4.9 berikut ini.
COD
PO4
NO3
0,508
pH
0,056 -0,732 0,090 -0,707 -0,491 0,527 -0,344 -.560
BOD5
T.coliform
Keanekar ragaman
DO
Kej.O2
Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan Kelimpa han Ikan dengan Sifat Fisika-Kimia, dan Biologi Perairan Danau Toba Balige
Temperatur
Tabel 4.9.
Keterangan: Nilai + = Arah Korelasi Searah Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi Pearson antara beberapa faktor fisik kimia, dan biologi perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks diversitas. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik, kimia dan biologi maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan nilai negatif (-) menunjukan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor, kimia, dan biologi perairan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia, dan
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
biologi perairan maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik, kimia, dan biologi maka nilai H’ akan semakin besar. Dari hasil uji korelasi Pearson antara faktor fisik, kimia, dan biologi perairan dengan keanekaragaman ikan dapat dilihat bahwa temperatur, BOD5, Nitrat, Fosfat dan Coliform berkorelasi positif terhadap keanekaragaman ikan, DO, pH, Kejenuhan, dan COD berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman ikan. Berdasarkan Interval Koefisien Korelasi menurut (Sugiyono, 2005) seperti tertera pada tabel Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor, sebagai berikut: Tabel 4.10. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor No 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat
Maka hubungan korelasi antara temperatur, BOD5, PO4, dan coliform terhadap keanekaragaman Ikan (H’) masing-masing sebesar 0,056, 0,090, 0,527 dan 0,508 dinyatakan memiliki tingkat hubungan berkorelasi searah (positif), sedangkan nilai korelasi DO, pH, NO3, Kejenuhan O2 dan COD terhadap keanekaragaman ikan (H’) masing-masing sebesar –0,732, -0,737, -0,491, -0,560 dan –0,344 dinyatakan mempunyai tingkat hubungan berlawanan arah (negatif).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya dari hasil uji korelasi Pearson diperoleh bahwa parameter temperatur dan BOD5, mempunyai tingkat hubungan sangat rendah dengan H’, COD mempunyai tingkat hubungan rendah, NO3, PO4, kejenuhan Oksigen dan coliform mempunyai tingkat hubungan sedang, DO dan pH mempunyai hubungan kuat terhadap keanekaragaman ikan (H’).
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan untuk melihat keanekaragaman dan
kelimpahan ikan serta kaitannya dengan kualitas perairan di Danau Toba Balige, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sifat fisik, kimia, dan biologi perairan Danau Toba Balige masih berada dalam batas yang layak bagi kehidupan ikan yang di perairan tersebut. 2. Sifat fisik, kimia, dan biologi perairan Danau Toba Balige berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan metode storet untuk kategori air gol. 1, maka perairan Danau Toba Balige tergolong ke dalam kelas A (tidak tercemar), kelas B (tercemar ringan) dan kelas C (tercemar sedang). Di perairan Danau Toba Balige dapat ditemukan tujuh jenis ikan yakni, Mas (Cyprinus carpio), Pora-pora (Mystacoleucus sp), Mujair (Tilapia mossambica), Nila Merah (Oreochromis sp), Gabus (Opheocephalus striatus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Lele (Clarias batracus). 3. Nilai indeks keanekaragaman ikan yang tertinggi terdapat pada stasiun Pelabuhan dan terendah pada stasiun Tara Bunga dengan nilai masing-masing 1,37 dan 1,12. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun Lumban Bulbul dan terendah pada stasiun Lumban Binanga dengan nilai masing-masing 0,70 dan 0,63. 4. Pola penyebaran jenis ikan yang diperoleh tergolong berkelompok.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
5. Jenis ikan yang memiliki kepadatan tertinggi di Danau Toba Balige adalah Mystacoleucus padangensis dengan kepadatan 0,116/m2 dan jenis ikan yang memiliki kepadatan terendah adalah (Oreochromis sp), dengan kepadatan 0,003/m2. 6. Jenis ikan dengan frekwensi kehadiran tertinggi di Danau Toba Balige adalah (100%) sedangkan terendah adalah Clarias batracus (33,33%). 7. Temperatur, BOD5, mempunyai hubungan yang sangat rendah, NO3 mempunyai hubungan yang rendah, PO4, COD, kejenuhan O2 dan coliform mempunyai hubungan
sedang,
DO
dan
pH
mempunyai
hubungan
kuat
dengan
keanekaragaman ikan di Danau Toba Balige.
5.2.
Saran
1. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan dan melanjutkan penelitian mengenai keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta keterkaitannya dengan kualitas perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara dengan menggunakan mata jaring yang lebih bervariasi. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan perihal ekologi pakan dari ikan-ikan yang ada di perairan Danau Toba.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Alaert, G. &, Sri, S. 1987. Metode Penelitian Air: Usaha Nasional. Surabaya. Ambak, A.M. 1991. Ikan Air Tawar di Semenanjung Malaysia. Universiti Pertanian Malaysia. Kualalumpur. Anwar, J., A.J. Whitten, S.J. Damanik & N. Hisyam. 1984. Ekologi ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Fakultas Pertanian PPSDAL. UGM Press. Yogyakarta. Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia. Jakarta. Barus, T.A. 1996. Metode Ekologis untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan. _________. 1996. Metodologi Ekologi untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Program Studi Biologi USU FMIPA-USU. Medan. _________. 2001. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan. _________. 2004. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan. _________. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Limnologi pada Fakultas MIPA, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Gelanggang Mahasiswa. Kampus USU. 3 Februari 2007. Bapedalda-SU & LP-ITB 2001. Pengkajian Teknis Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba. Bengen, D.G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/Multidimensi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Brotowidjoyo, M. D., D. Tribawono & E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberti. Yogyakarta.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Cole, G.A. 1983. Buku Teks Limnologi Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kualalumpur. Connel, R.H.L. 1987. Ecological Studides in Tropical Fish Communities. Cambridge University Press. Cambidge. Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. 1993. Laporan Kegiatan dalam Rangka Persiapan Penetapan Zona Reservat Danau Toba. Medan. Effendie, M.I. 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Ensiklopedia Indonesia. 1989. Seri Fauna: Ikan. Intermasa. Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. ________. 1995. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Haerlina, E. 1987. Komposisi dan Distribusi Vertikal Harian Fitoplankton pada Siang Hari dan Malam Hari di Perairan Pantai Bojonegoro. Teluk Banten. Fakultas Perikanan. IPB Bogor. Haryadi, S. 2003. Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS). Di dalam Workshop Pengembangan Konsep Bioregional Sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Secara Berkelanjutan. Bogor, 4-5 Nopember 2002. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. Heddy, S & Kurniati. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kartamiharja. 1987. Potensi Produksi dan Pengelolaan Perikanan di Danau Toba Sumatera Utara. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. 6 No. 1. Medan. Koesbiono, 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum. IPB. Bogor. Krebs, C.J. 1989. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Second edition. Harper and Row Publisher. New York. pp 500-514. Lalli, C.M. & T.R. Parson. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Edisi keempat. PT Rajawali Grafindo Persada. Jakarta. Landau, M. 1992. Introduction to Aquaculture. John Wiley & Sons, Inc. USA.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Mahida. U.N. 1993. Water Polution and Disposal of Waste Water on Land. Tata Mc. Cran – Hill. New York. Manurung, Gurgur, Pengelolaan Danau Toba Secara Berkelanjutan (Sustainable Development). http://Ispl.or.id/?p=45 diakses 15 Juni 2009. Marshall, N.B. 1982. Biology of Fishes. Chapman and Hall. New York. Michael, P. 1994. Metoda Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press. Jakarta. Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes and Introduction to Ichtyology. Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey. Mujiman, A. 1998. Makanan Ikan. Seri Perikanan. Swadaya. Jakarta. Nontji, A. 1990. Review on The Limnology of Lake Toba, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta. Pardede, C.H. & P. Sianturi. 1999. Pengetahuan Lingkungan. FPMIPA IKIP. Medan. Payne, A.I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Willey and Sons. Chichester. Radopoetra. 1978. Zoologi. Erlangga. Jakarta. Rifai, S.A.N., N. Sukaya & Z. Nasution. 1983. Biologi Perikanan. Edisi I Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Rukmana, H.R 1997. Ikan Nila: Budidaya dan Prospek Agrobisnis. Kanisius. Yogyakarta. Ruttner. 1977. Fundamental of Limnology. University of Toronto Press. Canada Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. Santoso, B. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius. Yogyakarta Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Cetakan kedua. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Siregar, Z. 2008. Pengelolaan Ekosistem Danau Toba Tanggung Jawab Siapa?. USU Reprository. Medan. Stickney, R.R. 1979. Principles Warmwater Aquacultur. A Wiley-Inter Science Publication. John Wiley and Sons. New York. Sumich, J.L. 1992. An Introduction to The Biology of Marine Life. Fifth edition. WCB Wm.C.Brown Publishers. United States of America. 2460 Kerper Boulevard Dubuque. Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Suin, M.N. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. Suseno, S. 1976. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Kanisius. Yogyakarta. Suyanto, R. S. 1999. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjahjo, D: A. S. N.,K. Purnomo, Kartamiharjo & A. S. Sarnita. 1998. Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan Danau Toba. Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Wardana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.
Cypriana Siagian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009