PEMBAHASAN UMUM Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Sulawesi yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.1068/Kpts-11/1992 tanggal 18 novemver 1992 dengan luas kawasan 287.115 ha. Secara geografis terletak antara 0025’ – 0044’ LU dan 16024’ – 16040’ BT sedangkan secara administrative pemerintahan terletak di dua wilayah yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow (Provinsi Sulawesi utara) dan Provinsi Gorontalo. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, fungsi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan alam dan satwa liar, serta fungsi pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan TNBNW merupakan habitat dari 127 jenis mamalia sulawesi, 79 (62%) di antaranya merupakan jenis endemik, juga terdapat 235 jenis burung darat, 84 jenis (36%) di antaranya unik; dan dari 104 jenis reptilia, 29 (28%) di antaranya endemik Sulawesi; 17 dari 38 (45%) jenis tikus asli; 20 dari 24 (83%) jenis kelelawar buah. Inilah yang membuat kawasan ini merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di dunia secara umum dan khusus Sulawesi bagi keanekaragaman biologi atau keanekaragaman hayati (Lee R.J. et al. 2001 ). Komposisi jenis floristik pada setiap lokasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone cukup bervariasi. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, tercatat sebanyak 301 jenis flora yang tergolong kedalam 114 marga dan
45 suku.
Kekayaan jenis flora pada masing-masing tingkatan bervariasi pula. Tingkat semai dan tumbuhan bawah, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Torout. Tingkat sapihan, kekayaan jenis tertinggi adalah Di hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Doloduo. Sedangkan untuk tingkat tiang, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Doloduo dan terendah adalah hutan G.Kabila. Tingkat pohon, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Doloduo. Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya terjadi peningkatan jumlah jenis yang sangat signifikan. Menurut Whitmore (1989), keberadaan TNBNW memiliki arti yang sangat penting bagi dunia secara umum dan Indonesia secara khusus karena
TNBNW merupakan kawasan
konservasi keanekaragaman hayati terpenting di Sulawesi karena memiliki
170
keanearagaman hayati yang unik, endemik dan khas sebagai perwakilan “Wallaceae Area”. Hal ini menunjukkan bahwa TNBNW mempunyai sumberdaya hayati tumbuhan yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Kawasan TNBNW perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan keberadaannya sebagai kawasan lindung mengingat kawasan TNBNW tidak saja mempunyai arti penting bagi konservasi keanekaragaman hayati dalam melestarikan spesies langka dan endemik akan tetapi juga berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pada umumnya jenis-jenis pohon endemik Sulawesi merupakan salah satu komponen mata rantai ekosistem karena merupakan habitat dan sumber makanan pokok bagi satwa yang juga khas/endemik Sulawesi seperti Macaca nigra (yaki/monyet), anoa (Anoa quarlesi), kus-kus, tarsius (tarsius spectrum) dan aneka jenis burung. Selain itu juga jenis-jenis pohon endemik Sulawesi (beberapa jenis kayu seperi kayu hitam/eboni (Diospyros celebica), kayu besi (Intisia bijuga), kayu linggua, meranti ,dan cempaka (Emmerillia ovalis), Knema celebica, Ficus minahassae (lengkusei), Cinnamomum celebicum; hasil non kayu seperti rotan, dammar (Agathis celebica), berbagai jenis bambu, anggrek khas seperti
Vanda
speciosum,
celebica,
Dendrobium
Cymbidium indivisum,
finlaysonianum,
Phalaenopsis
Grammatophyllum
amabilis,
Dendrobium
macrophyllum. Dendrobium macrophyllum merupakan salah satu anggrek langka yang dilindungi undang-undang. Jenis palem endemik seperti Areca vestiaria, Pigafeta elata/wanga, Livistonya rotundifoli/woka, Pinanga caesia/palem hitam, Arenga pinnata/aren, memiliki mutu yang tinggi sehingga bernilai ekonomi yang tinggi pula baik di pasar lokal maupun internasional (Yuzami & Hidayat, 2002; Mogea, 2002). Melihat kekayaan dan potensi yang tersimpan di dalam kawasan TNBNW, sudah seharusnya dilakukan upaya bioprospeksi. Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian, pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab mengeksploitasi habis
171
kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan dianalisa. Berdasarkan hasil pengamatan pada ke lima lokasi penelitian, analisis terhadap jumlah jenis yang ada dalam berbagai tingkat flora, terlihat bahwa secara umum jumlah jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah di kelima wilayah mempunyai jumlah jenis yang paling tinggi, selanjutnya jumlah jenis tersebut berkurang untuk tingkat sapihan, tiang dan tingkat pohon. Hal ini menunjukkan pola umum vegetasi hutan tropik yang senantiasa mengalami proses dinamika. Hal ini memunjukkan bahwa flora TNBNW masih mencerminkan struktur hutan tropik yang ditandai oleh tidak pernah dijumpai jenis tunggal dengan frekwensi tinggi dan merajai dalam suatu wilayah hutan seperti yang diungkapkan (Kartawinata et al., 1983; Ogawa et al., 1965; Yamada, 1975). Persebaran kelas frekwensi jenis flora masing-masing tingkatan pada setiap lokasi terlihat sebading. Seluruh wilayah memiliki heterogenitas yang tinggi, hal ini terlihat dari data secara keseluruhan sebagian besar jenis flora memiliki jenis flora dengan frekwensi < 5 %, namun terdapat 3tiga jenis yaitu Eboni / Diospyros celebica, Maumar / Nauclea celebica,dan Maranthes corymbosa yang mempunyai frekwensi relatif < 10 %. Hasil analisis terhadap Indeks Nilai Penting (INP) flora yang ada, terlihat bahwa regenerasi flora di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone cukup baik, hal ini diketahui dari dominasi jenis-jenis yang ada. Lokasi Doloduo, Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Diospyros celebica, yang diikuti jenis kayu raja (Cassia fistula); cempaka (Emerrellia ovalis); Sangkongan (Ochrosia acuminata); tanjung (Mimusops sp); Kapuraca (Callophyllum inophyllum) ; Nantu (Cynometra ramiflora. Jenis Nauclea celebica/maumar merupakan jenis yang mendominansi lokasi
hutan
Torout,
diikuti
jenis
Ficus
benjamina/beringin,
Cedrela
celebica/dolipoga, Octomeles sumatrana/binuang, Celtis philippensis, Diospyros ebenum/buniok. Lokasi hutan Tumokang didominasi oleh jenis
sumeding/
Pangium edule, diikuti jenis Nephellium lapaceum/bolangat; Baccaurea javanica; Macaranga sp., Caryota sp. Nilai INP tertinggi di hutan Matayangan ditemukan pada jenis pala hutan
Knema
celebica, diikuti jenis Canarium hirtusum /
papako; C. balsamiferum/, Celtis phillipinensis, Palaquium obtusifolium/Nantu; Dyospyros hiernii /kayu eboni hitam. Nilai INP tertinggi lokasi G.Kabila, ditemukan pada jenis Dracontomelon dao/Rao, diikuti jenis kayu batu (Maranthes
172
corymbosa); kayu nantu Palaquium obtusifolium, jenis cempaka Elmerillia ovalis, Nauclea celebica/ maumar; Pomosion Polyalthia rumphii, Dyospyros hiernii/kayu eboni hitam, kayu wasian/Elmerillia celebica. Pada masa yang akan datang, pada jangka pendek tidak terdapat kecenderungan akan terjadi perubahan dominansi dari jenis flora yang memiliki INP tertinggi pertama ke INP tertinggi kedua, tetapi pada jangka panjang terlihat adanya kecenderungan perubahan tersebut, meskipun demikian jenis-jenis yang dominan saat ini masih akan ditemukan. Disamping itu terdapat kemungkinan terjadi perubahan dominansi ketiga, keempat dan kelima. Indeks keanekaragaman flora untuk masing-masing lokasi beragam. Gunung Kabila mempunyai indeks keanekaragaman tertinggi untuk flora tingkat semai dan flora tingkat sapihan.
Sedangkan untuk Indeks keanekaragaman
tertinggi flora tingkat tiang dan flora tingkat pohon terdapat pada lokasi hutan Tumokang.
Keanekaragaman yang tinggi tersebut tercermin dari kelimpahan
dan persebaran frekwensi masing-masing jenis yang umumnya relatif rendah (Dony dan Denhalm, 1985). Berdasarkan
data
analisis
vegetasi,
dilakukan
inventarisasi
keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat di sekitar TNBNW. Hasil inventarisasi tumbuhan obat di kawasan TNBNW, tercatat 121 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai ramuan obat. Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, data tumbuhan obat di kawasan TNBNW masih sangat sedikit. Hasil inventarisasi Pangemanan (1992), terdapat 169 jenis tumbuhan obat, tetapi hanya 20 % (34 jenis) berasal dari kawasan TNBNW. Sedangkan Zuhud (1994) mencatatat
terdapat 99 jenis
tumbuhan obat, tapi hanya 11 jenis yang berasal dari hutan TNBNW. Nasution (1995) mencatat 51 jenis tumbuhan obat di kawasan sebelah Timur TNBNW. Laporan terakhir pada tahun 2004 Simbala dan kawan-kawan mencatat 65 jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow. Ditinjau dari segi kwantitas atau tingkat keanekaragaman tidak jauh berbeda. Tetapi jika dilihat dari kajian kwalitas pemanfaatan tumbuhan terlihat bahwa kajian yang dilakukan umumnya masih terbatas pada kajian empirik sedangkan aspek ekologi, etnobotani, dan fitokimia jenis tumbuhan masih sangat terbatas bahkan belum ada yang mengkaji dari sudut pandang (ekologi, etnobotani, dan fitokimia) secara bersamaan.
173
Studi pengetahuan
etnobotani
sangat
masyarakat
tentang
diperlukan
untuk
pemanfaatan
mengungkap
tumbuhan
sistim
sebagai
obat
tradisional. Pengungkapan sistim pengetahuan ini sangat mendesak untuk dilaksanakan karena masih banyak pemanfaatan tumbuhan oleh berbagai suku di kawasan ini namun belum didata. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aspek ekologi dan etnobotani secara bersamaan sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang keanekaragaman tumbuhan obat di sekitar TNBNW sebagai acuan untuk konservasi dan pengembangan ilmu serta untuk penelitian lebih lanjut. Kehidupan masyarakat di kawasan TNBNW masih sangat tergantung dari sumberdaya alam yang tersedia disekitarnya. Seperti halnya masyarakat pedalaman lainnya di Indonesia, masyarakat di sekitar kawasan TNBNW juga memiliki sistim pengetahuan tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan dan lingkungan di sekitarnya. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNBNW, tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan obat baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Atau dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Persepsi masyarakat tentang sakit adalah apabila anggota tubuhnya mengalami gangguan yang dapat mempengaruhi aktifitasnya. Berdasarkan pada penyebabnya, mereka mengelompokkan sebagai berkut : a.
Sakit akibat adanya gangguan yang berasal dari alam lingkungannya (misalnya pohon, batu, air, hutan, dan angin).
b.
Sakit yang disebabkan karena “kirman orang/guna-guna”
c.
Penyakit
umum
yaitu
sakit
yang
dapat
disembuhkan
dengan
mengkonsumsi bahan tradisional atau pergi berobat ke Puskesmas. Dalam hal ini ramuan obat merupakan langkah awal dalam pengobatan. Masing-masing penyembuhannya disebabkan
kelompok
sesuai
karena
penyakit
penyebabnya.
gangguan
dari
tersebut
memiliki
Penyembuhan alam
atau
cara
penyakit
yang
guna-guna,
maka
penyembuhannya harus meminta bantuan kepada ahli pengobat tradisional yang biasa dikenal dengan istilah “dukun”. Kesembuhan penderita sangat tergantung dari keahlian dan kekuatan ahli pengobat tradisional tersebut.
174
Tidak semua masyarakat lokal memiliki tingkat pengetahuan yang sama tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Hal tersebut sangat berkaitan dengan ilmu dan pengetahuan seseorang. Umumnya pengetahuan dan kepercayaan tentang kegunaan/khasiat
suatu
jenis
tumbuhan
tidak
hanya
diperoleh
dari
pengalamannya, tetapi keampuhan seringkali dikaitkan dengan nilai-nilai magis. Dukun tidak sembarangan mengajarkan atau menurunkan pengetahuan, seni dan ketrampilannya kepada orang lain kecuali kepada keluarganya, dan itupun ada persyaratan tertentu, bahkan ada yang hanya lewat mimpi sang dukun. Seperti halnya yang ada di Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow ini ada beberapa dukun yang memperoleh cara pengobatan tradisional ini dari mimpi mereka, dan sampai sekarang sudah banyak masyarakat yang mdengandalkan jasa Dukun tersebut dan ternyata sembuh padahal banyak di antara penderita yang sudah berobat ke Dokter tapi tidak sembuh. Lain halnya dengan dukun
yang ada di Kecamatan Modayag yaitu
daerah yang berada di kawasan antara Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Gunung Ambang,
pengetahuan obat tradisional diwariskan
secara turun temurun dari orang tua kepada anak atau cucunya akan tetapi juga harus melalui beberapa persyaratan tertentu dimana anak yang diwariskan harus mendampingi sang ayah selama pengobatan penderita dan saat mencari dan mengumpulkan ramuan obat tersebut dari kebun terdekat atau bahkan dari dalam hutan yang jaraknya jauh dari tempat pemukiman penduduk. Dalam mengobati penderita/pasien,ada beberapa persyaratan
yang tidak boleh
dilanggar oleh sang Dukun seperti tidak boleh menerima pemberian uang atau barang dari penderita. Hal ini jika dilanggar maka akan mengurangi khasiat dari ramuan yang dibuat oleh sang Dukun sehingga penyakit tidak sembuh. Berdasarkan hasil pengamatan, masyarakat setempat memandang alam sebagai suatu sistem yang teratur, seimbang dan harmonis. Timbulnya penyakit disebabkan adanya pengaruh faktor fisik (makanan, cuaca, racun,kuman dan lain sebagainya) dan faktor non fisik yaitu yang berhubungan dengan alam supranatural (kekuatan gaib dan sejenisnya). Oleh sebab itu dalam pengobatan suatu penyakit, selain memanfaatkan tumbuhan obat, juga mengandalkan kemampuan para dukun yang menggunakan mantra, jimat atau kepercayaan pada benda-benda yang dianggap keramat. Selain itu juga masih banyak aturanaturan yang harus dipatuhi atau
berbagai pantanggan yang tidak boleh
dilanggar. Pandangan masyarakat mengenai sakit dan sehat sangat berkaitan
175
erat dengan kepercayaan yang dianutnya. Mereka menganggap bahwa seorang yang menderita sakit, disebabkan oleh seseorang dan datangnya gaib. Pandangan ini menyebabkan reaksi terhadap setiap penyakit seringkali bukan berusaha mencari obatnya tetapi terlebih dahulu mencari penyebab atau latar belakang penyakit tersebut. Dalam hal ini pemikiran masyarakat tersebut nampak rasional, karena adanya asumsi bahwa penyakit itu pasti ada penyebabnya. Bagi masyarakat modern yang berpikir positif, memberikan pola pikir yang berlainan bahwa penyakit itu disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk dalam tubuh orang yang bersangkutan. Jika dilihat dari pola pikir masyarakat, terlihat bahwa ada persamaan yaitu bahwa sesuatu yang terjadi pasti ada penyebabnya. Perbedaannya adalah bahwa pola pikir mereka masih sangat erat kaitannya dengan alam gaib. Sedangkan pola pikir positif yang didasarkan pada penalaran, orang akan berusaha mencari realitas dari suatu masalah atau peristiwa. Apabila penyebab masalah penyakitnya telah ditemukan maka langkah berikut yang dilakukan adalah menghubungi orang yang menyebabkan sakit guna memohon maaf. Biasanya kepada penderita akan diberikan air untuk diminum agar penyakitnya sembuh. Persepsi masyarakat tentang kondisi sehat adalah apabila dalam aktivitasnya, tubuh tidak mengalami gangguan dan hambatan untuk bekerja. Sehat menurut mereka adalah keadaan dimana hubungan antara masyarakat dengan linkungannya berjalan harmonis atau
lancar dan tidak mengalami
gangguan. Oleh sebab itu berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, pelaksanaan upacara adat, dianggap sebagai upaya menjaga hubungan dengan alam tetap serasi. Meskipun dunia pengobatan modern makin bertambah pesat, bahkan telah mempengaruhi pola hidup masyarakat di pedalaman, bukan berarti pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan sebabagai ramuan obat
telah
menghilang.
Masyarakat
setempat
masih
memanfaatkan
keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai bahan obat. Pengetahuan tradisional masyarakat ini merupakan aset bangsa dalam pengelolaan adatif pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan obat untuk pengembangan obat asli Indonesia di masing-masing wilayah, sesuai dengan karakteristik sumberdaya tumbuhan obat dan masyarakat di masing-masing wilayah Indonesia. Potensi ini merupakan aset nasional yang bernilai sangat
176
strategis dan sangat tinggi untuk mengembangkan manfaat baru dari berbagai hasil tumbuhan untuk kepentingan manusia di dunia obat-obatan. Menurut Ervizal (1994) masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih banyak yang menggunakan obat tradisional yang bersumber dari alam dan sebagaian dari tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat potensial. Selanjutnya Franswort dan Soejarto (1993) mengemukakan bahwa 74 % dari 121 bahan senyawa aktif yang telah menjadi obat-obat modern yang penting di USA seperti digitoxin, reserpin, tubocurarine dan ephedrin berasal dari pengetahuan obat tradisional
dari kawasan hutan tropika.
Tetapi ironisnya
sampai saat ini tidak satupun masyarakat tradisional di kawasan hutan tropika memperoleh imbalan dari hasil pengembangan dan komersialisasi pengetahuan obat tradisional mereka. Para cendekiawan Indonesia masih menganggap sepele akan kehebatan obat-obatan yang berasal dari tanaman Indonesia, belum ada Fakultas Kedokteran yang khusus mengajarkan tanaman obat-obatan; di Indonesia tanaman yang dikenal sebagai tanaman obat baru 500 spesies, sedangkan di Cina 11.146 spesies tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Di Cina ada 140.396 orang sarjana yang ahli tanaman obat dan 30 buah rumah sakit sudah menggunakan obat-obat tradisional sebagai obat.
Sedangkan di
Indonesia sarjana Kedokteran yang ahli akan tanaman obat masih relative sedikit, demikian pula belum ada rumah sakit terkenal yang menggunakan obat tradisional sebagai obat andalan. Sedangkan di Cina, obat-obatan tradisional sudah dimasukkan sebagai kurkulum di 30 perguruan tinggi Kedokteran. Penduduk juga menggunakan obat tradisional sebagai pencegahan penyakit. Ada perbedaan penerapan khasiat tumbuhan obat antara Traditional Chinese Medicine (TCM) dengan modern Chinese medicine, penerapan penggunaan herbal menurut kedokteran konvensional.
Pada kedokteran konvensional,
tumbuhan obat semata-mata dipandang dari khasiatnya seperti analgetik, antipiretik anti radang, anti neoplasma, hemostatik diuretic, imuno stimulator, peluruh kentut(karminatif), peluruh dahak, peluruh haid, peluruh keringat (diaforetik), dan sebagainya. Sedangkan pada konsep pengobatan tradisional cina (TCM) penggunaan Chinese herbal untuk pengobatan didasari oleh sifat dan kemampuan
tanaman
obat.
Tanaman
obat
itu
sendiri
diklasifikasikan
berdasarkan energi (sifat), rasa, gerakan, dan rute meridian (Soemitro, 2003).
177
Berdasarkan hasil deskripsi 121 jenis jenis tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan TNBNW, dilakukan penentuan jenis tumbuhan obat yang paling berpotensi untuk penelitian lebih lanjut karena tidak semua tumbuhan yang ditemukan di lanjutkan sampai pada uji fitokimia, hal ini berkaitan erat dengan waktu dan dana yang tersedia. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, dari 121 jenis tumbuhan obat yang di temukan, dilakukan penentuan jenis tumbuhan berpotensi yang diperoleh dengan cara memilih 10 jenis tumbuhan obat berdasarkan beberapa kriteria berikut : (1) nilai budaya (ICS), (2) nilai penting (INP), (3) nilai ekologi, (4) nilai ekonomi, (5) pemasaran, (6) nilai tambah, (7) syarat tumbuh, (8) budidaya, (9) pengembangan. Selanjutnya dengan metode perbandingan eksponensial
ditentukan satu jenis tumbuhan
yang paling berpotensi. Sepuluh jenis tumbuhan obat yang dimaksud adalah Diospyros
celebica
/eboni/k.hitam,
Knema
celebica/pala
hutan,
Areca
vestiaria/pinang yaki, Calamus sp. /rotan, Arenga pinnata /seho, Mangostana indica/manggis hutan, Ficus minahassae/dumpagon, Aglaia minahassae/pisek, Pandanus sp. /pondang, Remusativa vivipara/Talas Jenis-jenis
tumbuhan
tersebut
merupakan
jenis
tumbuhan
yang
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan taman nasional untuk kebutuhan sebagai obat tradisional. Keberadaan atau ketersediaan jenis-jenis tumbuhan tersebut di atas untuk sementara masih cukup melimpah terutama di kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone.
Berdasarkan hasil penelusuran
pustaka, jenis Pinang Yaki (Areca vestiaria) dan Pala hutan (Knema celebica), Nauclea celebica, merupakan jenis tumbuhan endemik Sulawesi ( Lee et al, 2001; Whitmore, 1989; Yuzammi dan Hidayat, 2002; Mogea, 2002 ). Pada umumnya jenis-jenis pohon yang endemik Sulawesi merupakan salah satu komponen mata rantai ekosistem karena merupakan habitat dan sumber makanan pokok bagi satwa yang juga khas/endemik. Diospyros celebica / eboni merupakan jenis tumbuhan yang banyak dicari orang secara legal maupun illegal. Jenis kayu yang sudah terkenal di dalam dunia perdagangan kayu internasional karena berkualitas tinggi untuk indusri rumah, kerajinan tangan termasuk kerajinan patung Bali menggunakan bahan kayu hitam ini (Yuzammi, 2002). Diospyros celebica
merupakan suku Ebenaceae, status
langka karena sering diburu untuk kayunya. Ficus minahasae
merupakan
maskot flora Sulawesi utara, di kawasan TNBNW merupakan habitat kuskus, buahnya merupakan makanan satwa hutan. Sedangkan Areca vestiaria / pinang
178
yaki merupakan habitat monyet hitam yang juga merupakan salah satu satwa endemik Sulawesi. Buah pinang yaki merupakan makanan bagi monyet hitam dan satwa hutan lainnya. Hasil perhitungan Metode Perbandingan Eksponesial (MPE) terhadap kesepuluh tumbuhan berdasarkan kriteria tingkat nilai penting jenis (INP), nilai pemanfaatan jenis tumbuhan (ICS), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran, dampak nilai tambah jenis kepada masyarakat, syarat tumbuh yang sesuai, ketersediaan teknologi budidaya yang memadai, dan potensi pengembangan jenis. Jenis tumbuhan yang mencapai jumlah tertinggi adalah . Areca vestiaria (pinang yaki), diikuti Knema celebica /pala hutan, Diospyros celebica / eboni, Calamus sp./rotan, Remusativa vivipara/talas, Pandanus sarasinorum/pondang, Mangostana
indica/manggis
hutan,
.Aglaia
minahassae/pisek,
Ficus
minahassae/dumpagon. Dengan demikian maka jenis tumbuhan obat paling berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Areca vestiaria (pinang yaki). Pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) merupakan tumbuhan yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Untuk itu pengkajian terhadap aspek ekologi, fenologi, dan pemanfaatan tumbuhan pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) perlu dilakukan. Penelitian ini akan membawa terobosan baru dalam penemuan senyawa-senyawa bioaktif unggulan khas tropis, khususnya Daerah Sulawesi Utara yang merupakan kawasan peralihan antara Zona Malaysia dan Australia yang
dikenal
dengan
"Wallaceae
Area"
yang
memiliki
beranekaragam
karakteristik dan keunikan jenis tumbuhan. Sesungguhnya setiap tumbuhan mengandung zat aktif yang biasa digunakan untuk pengobatan. Didalam satu tanaman terdapat fitokimia (kandungan kimia organik dari tumbuhan) yang kadang kala berkhasiat obat, fitohormon (nutrisi, hormone estrogen, vitamin, dan mineral). Penapisan senyawa bioaktif dari jaringan tumbuhan memerlukan metode yang tepat, sederhana dan cepat. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi.
Pemeriksaan
toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan
keracunan
sehingga
dapat
diketahui
jumlah
penggunaan
konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Hasil uji toksisitas
179
terhadap larva udang A.salina Leach diperoleh nilai 334.988 ppm. Nilai LC50 di bawah
1000 ppm, ini menunjukkan bahwa biji pinang yaki memiliki potensi
bioaktif. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara farmakologis toksik terhadap hewan uji. Menurut Meyer et al. 1982, Solis et al. 1983 penelitian National Centre Institut (NCl) Amerika Serikat, suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman dianggap mempunyai potensi bioaktif terhadap kematian larva udang jika dinilai LC50 < 1000 ppm, hanya spektrum keaktifannya masih sangat luas, semakin kecil nilai LC50nya, maka ekstrak tadi akan semakin toksik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pinang yaki oleh masyarakat Suku Bolaang Mongondow yang tinggal dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai obat untuk penyakit diabetes dan juga dipakai sebagai obat kontrasepsi. Caranya biji dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah mendidih didinginkan lalu diminum. Pinang yaki bersifat reversible sehingga apabila pria yang bersangkutan menginginkan keturunan lagi maka pemakaian obat tradisional biji yaki dihentikan ( personal kontak). Hal ini sejalan dengan pernyataan Elya B dan Kusmana D (2002) bahwa penggunaan kontrasepsi asal tanaman perlu diperhatikan sifat merusak atau pengaruhnya terhadap sistem reproduksi pria maupun wanita. Sebaiknya digunakan tanaman yang pengaruhnya terhadap sistem reproduksi yang sifatnya sementara (reversible) yaitu bila obat tidak digunakan lagi, sistem reproduksinya normal kembali, sehingga tidak terjadi kemandulan. Ditinjau dari zat aktif yang dikandungnya (flavonoid, saponin, tannin, terpenoid), pinang yaki dapat digunakan untuk mendukung penggunaan tanaman sebagai kontrasepsi atau sebagai salah satu alternatif kontrasepsi
pria yang
paling ideal adalah penggunaan bahan alam yaitu tanaman, yang sejalan dengan Undang-Undang no.23 tahun 1992 tentang pengobatan tradisional.
Hal ini
sesuai dengan kondisi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan iklim tropika basah yang kaya dengan jenis flora. mencari bahan kontrasepsi
yang
Selain itu dalam
ideal bagi pria, selain harus mencegah
terjadinya pembuahan, juga harus memenuhi kriteria aman, reversibel, cepat kerjanya, mudah digunakan, dan tanpa efek. Penelitian ini diharapkan diperoleh temuan baru untuk menunjang program Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) guna menemukan metode baru KB Pria yang aman, efektif, reversibel dan tanpa efek samping yang berarti bagi kesehatan pemakainya, terutama potensi seks dan libido.
180
Tanaman obat yang memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi alternatif alat kontrasepsi pria, mempunyai kandungan bahan aktif yang mampu menhambat
pertumbuhan
spermatozoa (spermatogenesis), menggagalkan
pematangan sperma, menghambat transportasi sperma, dan menghalangi penyimpanan spermatozoa. Penggunaan alat kontrasepsi pria belum membudaya seperti halnya pada kaum perempuan. Namun Pemerintah Indonesia berusaha keras untuk meningkatkan kesetaraan ini agar populasi penduduk Indonesia dapat kembali ditekan. Jumlah penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak negatif terhadap pola prilaku penduduk sehingga sulit mencapai kesejahteraan. Program Keluarga Berencana yang pernah sukses besar, beberapa tahun terakhir ini kurang berhasil. Selain rendahnya kesadaran serta minat kaum pria untuk berpartisipasi dalam program KB, persoalan
lainnya disebabkan
terbatasnya pilihan kontrasepsi pria. Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak menyediakan jenis kontrasepsi untuk pria, sehingga kaum pria memiliki berbagai alternatif yang sesuai pilihannnya. Upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas sudah dilakukan dengan cara konvensional yaitu pemakaian kondom, vasektomi dan hormon namum cara ini masih terdapat masalah yang cukup kompleks yaitu kondom mempunyai efek psikis, penggunaan vasektomi dapat menimbulkan inveksi dan biayanya mahal. Sedangkan penggunaan hormon dapat menyebabkan kanker pada kelenjar prostat . Priastini
et
al.,
(2003)
mengemukakan
bahwa
dalam
rangka
meningkatkan peran aktif laki-laki dalam keluarga berencana (KB), maka perlu metode kontrasepsi laki-laki yang aman dan reversible. Salah satu usaha yang sedang diupayakan adalah usaha mencari obat antifertilitas laki-laki yang dapat diberikan per oral. Hal ini disebabkan karena kontrasepsi oral dilaporkan menduduki tempat teratas dalam jumlah penggunaannya, dan akan terus meningkat pada masa yang akan datang sesuai dengan meningkatnya akseptor. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian Uji efek antifertilitas ekstrak pinang yaki (Areca vestiaria) terhadap kualitas spermatozoa (jumlah, motilitas, dan bentuk normal) tikus jantan galur Spraque - Dawley. Hasil analisis statistik terhadap parameter yang diamati menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pinang yaki tidak berpengaruh terhadap
181
pertumbuhan berat badan maupun berat testis tikus jantan. Berat badan tikus jantan tetap bertambah secara normal, demikian pula berat testis. McDonald (1990) mengemukakan bahwa, bila kadar plasma testosteron normal dalam tubuh maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap berjalan, sehinga proses pembentukan jaringan tetap berjalan
dalam tubuh. Hal ini juga mungkin
disebabkan karena tikus yang dgunakan dalam penelitian ini masih dalam masa perkembangan pertumbuhannya sehingga pertambahan berat badan dan berat testis masih berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Kerr (1988) yang mengemukakan bahwa tikus setelah berumur 3 bulan masih dapat terjadi peningkatan berat badan dan berat testis. Selain itu juga mungkin disebabkan sifat sitotoksik belum berpengaruh terhadap sel-sel atau jaringan testis. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah pinang yaki berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa (P<0.01). Sehubungan dengan adanya penurunan jumlah spermatozoa, hal ini terkait dengan proses pembentukan spermatozoa. Proses pembetukan spermatozoa dipengaruhi oleh hormone androgen (testosterone yang dihasilkan oleh sel Leydig). Penurunan testosterone mengakibatkan proses spermatogenesis terganggu, sehingga terjadi penurunan jumlah spermatozoa. Penurunan jumlah spermatozoa dapat disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam buah pinang yaki yang bersifat
toksik. Buah pinang yaki
mengandung senyawa aktif triterpen, flavonoid, saponin, dan tannin menurunkan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat tercegah. Hasil analisa statistik motilitas spermatozoa, pemberian ekstrak biji pinang yaki berpengaruh nyata terhadap jumlah spermatozoa (P<0.01). Demikian pula perlakuan interaksi (H – D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap motilitas spermatozoa (P<0.01). Jika gerakan sperma pelan atau bentuknya tidak normal atau berenang menuju arah yang salah, maka akan terjadi kesulitan dan kegagalan dalam pembuahan (WHO, 1988). Penurunan motilitas (kemampuan gerak) dapat disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam buah pinang yaki yang bersifat toksik. Seperti diketahui, buah pinang yaki mengandung senyawa aktif triterpen, flavonoid, saponin, dan tannin. Senyawa aktif yang terkandung dalam buah pinany yaki berpengaruh terhadap motilitas sperma tikus. Seperti golongan terpen bekerja pada proses transportasi sperma, yaitu dapat menggumpalkan sperma sehingga menurunkan
182
motilitas dan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat tercegah. Sedangkan Tanin kerjanya hampir sama yaitu menggumpalkan semen (air mani). Kedua zat aktif tersebut untuk kontrasepsi sangat menguntungkan karena mencegah kehamilan bukan menggugurkan sehingga sangat sesuai dengan program keluarga berencana. Telah
disebutkan
sebelumnya
bahwa
terjadinya
pembuahan
membutuhkan sperma yang sehat, sedangkan kriteria sperma yang sehat adalah bentuk sempurna, lincah dan mempunyai gerakan (motilitas) cepat. Jika gerakan sperma (motilitas) pelan atau berenang menuju arah yang salah, maka akan terjadi kesulitan dan kegagalan dalam pembuahan (WHO, 1988). Penurunan motilitas juga dapat disebabkan oleh terganggunya permeabilitas membrane sperma pada bagian tengah ekor, sehingga akan mengganggu transport zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh sperma untuk pergerakan maupun daya tahan hidupnya. Parameter terakhir yang diamati adalah bentuk abnormal sperma. Hasil pengamatan pemberian ekstrak biji pinang yaki ternyata dapat mempengaruhi abnormalitas spermatozoa. Peningkatan jumlah sperma yang abnormal mungkin disebabkan adanya golongan senyawa saponin yang terdapat dalam ekstrak biji Pinang yaki. Bentuk normal sperma yaitu kepala sperma oval dengan ekor yang langsing seperti cemeti. Sedangkan bentuk sperma yang abnormal (infertil) jika < 13,5 juta sperma/ml, < 32% bergerak bebas, bentuknya normal < 9%, bentuk kepala sperma bulat, melebar dengan ekor pendek atau terlipat, gerakan sperma lambat. Hasil pengamatan secara mikroskopis terlihat adanya dominansi sel-sel kelamin jantan tikus yang tidak normal yaitu adanya sperma tanpa ekor dan kepala. Bentuk tidak normal sperma tersebut dapat menyebabkan impotensi ( Dalimarta, 1998). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sel-sel sperma tersebut mengalami degenerasi (Resang
(1994). Degenerasi merupakan perubahan-
perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang nonfatal di mana perubahan tersebut bersifat reversibel atau dapat pulih kembali Selanjutnya Himawan (1998). Menurut Hafez (2000), bentuk abnormalitas sperma terdiri atas beberapa kategori yaitu kelainan kepala sperma, kerusakan pada ekor sperma dan gangguan pada struktur dan ukuran sel, kepala sperma terlalu besar, pendek, atau mempunyai dua kepala, droplet pada leher atau putusnya kepala sel. Sedangkan kerusakan pada ekor berupa hilangnya ekor, putusnya ekor pada
183
bagian leher atau bagian tengah
sehingga ekor menggulung, serta bentuk
kembar dan kombinasi kerusakan pada kepala atau ekor sel. Menurunnya kwalitas sperma sangat mempengaruhi tingkat fertilitas tikus. Hal ini sangat berkaitan erat dengan adanya penurunan motilitas dan peningkatan jumlah sperma yang abnormal. Motilitas (gerakan) sperma sangat mempengaruhi keberhasilan fertilisasi. Selain itu juga penurunan kualitas sperma disebabkan oleh gangguan hormonal. Menurut Sri Nita (2003), fertilitas pada hewan mamalia jantan non-primata sangat tergantung pada hormon testosteron, sehingga menurunnya fertilitas dapat terjadi karena penurunan sintetis hormon testosteron. Penurunan sintesis testosteron dapat juga disebabkan oleh aktivitas biologis senyawa aktif yang terkandung pada tanaman seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpen, tannin, dan saponin. Seperti diketahui, pinang yaki mengandung senyawa aktif antara lain saponin. Saponin yang tergolong dalam kelompok steroid
bersifat
menghambat
spermatogenesis,
menurunkan
kualitas
spermatozoa yaitu morfologi, jumlah dan motilitas tetapi tidak menurunkan berat badan (Risnawati, 2002). Beberapa zat kimia dapat menggangu sistim reproduksi hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda-beda di antaranya menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis yaitu spermatozoa cacat, tidak aktif bahkan mati karena setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian (Lu 1995). Pemberian dosis yang tidak tepat bukan mengobati tetapi sebaliknya akan menjadi racun. Oleh sebab itu hal ini digunakan sebagai dasar penilaian toksikologis suatu zat kimia (Indriyati, 2004). Menurut Nita (2002), bahan aktif yang mempengaruhi fertilitas umumnya mempunyai sifat menghambat spermatogenesis dengan cara merusak sel spermatogenik ataupun prekursornya sehingga akan menyebabkan spermatozoa yang diproduksi testis menjadi berkurang. Penurunan tingkat fertilitas tikus karena menurunnya kualitas sperma. Tingkat fertilitas tikus jantan menurun karena adanya penurunan motilitas dan peningkatan jumlah sperma yang abnormal . Pada tikus, motilitas sperma sangat mempengaruhi keberhasilan sterilisasi. Itulah sebabnya menurunnya motilitas sperma ditambah dengan adanya peningkatan jumlah sperma abnormal. Selain itu juga penurunan kualitas sperma disebabkan oleh gangguan hormonal. Menurut Sri Nita (2003), fertilitas pada hewan mamalia jantan non-primata sangat tergantung pada hormone testosterone, sehingga menurunnya fertilitas dapat
184
terjadi karena penurunan sintetis hormon testosteron. Menurunnya konsentrasi testosterone ini karena terjadi penghambatan terhadap fungsi hipofisis. Penurunan sintesis testosterone dapat juga disebabkan oleh aktivitas biologis senyawa aktif yang terkandung pada tanaman. Belum diketahui secara pasti tentang pengaruh ekstrak biji pinang yaki terhadap fertilitas tikus jantan, tetapi tampaknya penurunan kualitas spermatozoa sebagai akibat dari senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak biji pinang yaki. Hal ini erat kaitannya dengan menurunnya jumlah, motilitas, serta bentuk normal spermatozoa. Ditinjau dari zat aktif yang dikandungnya (alkaloid, flavonoid,saponin,
tannin,
steroid)
pinang
yaki
dapat
digunakan
untuk
mendukung penggunaan tanaman sebagai alat kontrasepsi alternatif. Penelitian ini merupakan dasar pengetahuan atau langkah awal untuk penelitian selanjutnya tentang pemanfaatan pinang yaki sebagai salah satu sumber daya alam hayati tumbuhan yang berpotensi untuk penemuan obat baru. Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan nasional yang memberi peluang yang besar bagi pendayagunaan sumberdaya alam, untuk berbagai keperluan antara lain “chemical prospecting” yang potensial. Umumnya kandungan kimia tersebut mempunyai efek fisiologi dan bioaktif yang bermanfaat bagi manusia dalam menghadapi penyakit (Zuhud, 1994). Kawasan TNBNW memiliki potensi sumberdaya obat-obatan dari tumbuhan. Kekayaan alam ini memiliki nilai yang penting terutama dalam rangka menemuan jenis obat baru. Selain itu beberapa jenis yang endemik memiliki nilai ekologi yang penting dan merupakan tantangan untuk melakukan konservasi (insitu dan eksitu) untuk pengembangan selanjutnya. Beberapa jenis di antaranya termasuk jenis yang dilindungi dan langka. Dengan demikian perlu suatu upaya perlindungan menyeluruh dan terpadu. Pemanfaatan ekosistem alami yang menyebabkan terjadinya perubahan habitat berjalan dengan cepat, sehingga diperkirakan terjadi proses kelangkaan berbagai spesies tumbuhan obat yang saat ini belum diketahui manfaat langsungnya, dan tidak sempat diketahui peranannya dalam ekosistem karena hilang tanpa sempat didokumnetasikan secara tertulis keberadaanya. Adanya pemanfaatan flora di dalam wilayah taman nasional oleh masyarakat sekitar, berarti keanekaragaman flora tersebut mendapat ancaman. Ancaman yang utama adalah pengambilan kayu bakar untuk kebutuhan hidup sehari-hari, diikuti dengan pengambilan kayu untuk bangunan, rotan, pakis dan
185
tumbuhan obat. Ancaman lain adalah adanya aktivitas penambangan emas liar (PETI) oleh masyarakat yang saat ini semakin meluas di sebagian besar kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Kegiatan ini dapat menimbulkan pengrusakan habitat flora dan fauna serta ekosistem yang ada melalui pembuatan jalan setapak, pembuatan base camp, kegiatan pengambilan batu yang mengandung biji emas dan pengolahannnya. Kegiatan penambangan emas ini selain merusak habitat flora dan fauna, juga menimbulkan pencemaran air dengan limbah penambangan emas pada sungai-sungai yang ada disekitar daerah penambangan. Kerusakan habitat tersebut saat ini terus terjadi seperti penebangan flora tingkat pohon dan tiang. Hal inilah kemungkinan yang menjadi penyebab banjir besar pada tahun 2006 yang lalu, yang menenggelamkan sebagian besar kecamatan dan desa-desa yang ada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yaitu : DAS Ongkag – Dumoga dan DAS Mongondow yang ada di sekitar TNBNW dan merusak hampir seluruh areal persawahan yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow yang merupakan pusat lumbung padi bagi Provinsi Sulawesi Utara.
Kejadian ini mengindikasikan bahwa Pemerintah
setempat dalam hal ini Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sudah mulai kurang memperhatikan status dan fungsi sebagai taman nasional. Dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama antar instansi terkait guna memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang status dan fungsi taman nasional. Seluruh kegiatan masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan peruntukkannya tidak diperkenankan. Kegiatan pelestarian sangat penting artinya dalam melindungi populasi jenis tumbuhan dan satwa untuk tetap hidup bebas pada habitat aslinya. Pengelolaan suatu kawasan pelestarian alam yang luas merupakan suatu proses yang kompleks dan banyak ancaman dari luar, sehingga menjamin kelestarian habitat, harus dijaga kelangsungan hubungan yang ada di dalam kawasan seperti dengan masyarakat lokal. Perkembangan pemanfaatan obat tradisional pada kurun waktu ini sangat pesat dari pada kurun waktu sebelumnya. Sejalan dengan perkembangan ini, maka permintaan terhadap tumbuhan obat semakin meningkat dan tentu hal ini akan mempengaruhi kelestarian tumbuhan obat. Eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya hayati yang sangat ekstensif, menyebabkan kepunahan berbagai jenis dan varietas serta terjadinya penyusutan keanekaragaman. Kepunahan dan penyusutan tersebut bukan saja akibat punahnya sumber daya hayati diambil
186
atau dipanen, tetapi juga akibat kerusakan karena perubahan ekosistem. Jika perkembangan ini tidak diperhatikan maka sumberdaya hayati tumbuhan obat Indonesia akan terancam punah. Dalam situasi politik sekarang ini, meningkatnya kebutuhan pangan manusia (akibat pertumbuhan penduduk yang pesat), berakibat terjadinya penjarahan dan penebangan serta pembakaran hutan tidak terkendali dan tidak bertanggung jawab, dapat menyebabkan punahnya berbagai sumberdaya hayati (plasma nutfah). Meskipun berdasarkan penggunaanya oleh masyarakat diketahui bahwa potensi spesies tumbuhan obat hutan tropika di Indonesia sangat tinggi, namun untuk setiap lokasi penyebarannya belum diketahui status populasinya di alam. Disisi lain, laju kerusakan (deforestasi) yang cenderung meningkat dari tahun ketahun dan pemanenan berlebihan dikawatirkan akan mengancam kelestarian spesies-spesies tumbuhan obat di dalamnya. Pemanfaatan tumbuhan obat dari setiap suku/ daerah memiliki perbedaan dari segi spesies, jumlah spesies maupun cara penggunaan dan komposisi ramuannya. Hal ini merupakan daya tarik bagi berkembangnya usaha pemanfaatan tumbuhan obat yang menguntungkan dari segi ekonomi karena adanya peluang diversifikasi produksi, namun juga menciptakan kondisi yang merangsang tingginya pemanenan tumbuhan obat dari alam dan sekaligus memperluas skala geografis permasalahan yang dihadapi dalam upaya pelestarian pemanfaatannya. Perkembangan industri obat tradisional dan jamu yang pesat yang diikuti permintaan terhadap simplisia yang berasal dari hutan; dilain pihak upaya pengaturan pemanenan tumbuhan obat dari alam dan budidaya belum diatur. Kondisi ini dapat menjadi penyebab kepunahan spesiesspesies tumbuhan obat yang pemanenannya menyebabkan kematian dan terhambatnya regenerasi atau pertumbuhannya. Belum adanya data yang akurat tentang potensi tumbuhan obat serta tingginya tingkat permintaan pada saat ini, merupakan salah satu titik kritis upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia, ditinjau dari segi ekologi (kepunahan), sosial budaya maupun ekonomi. Kebijakan mengenai tumbuhan obat masih terfokus pada pemanfaatan dan belum secara tegas menyentuh upaya pelestarian tumbuhan obat sebagai bahan baku. Penelitian tumbuhan obat yang saat ini masih terfokus pada aspek farmakologi/fitokimia secara efektif merangsang berkembangnya pemanfaatan
187
tumbuhan, namun masih lemahnya penelitian aspek lainnya (ekologi, budidaya, sosial-ekonomi,
teknologi
pasca
panen,
dan
pemasaran)
menyebabkan
rendahnya perhatian terhadap kelestarian tumbuhan obat. Pada umumnya aspek sosial budaya kurang memperoleh posisi yang seharusnya dalam kegiatan penelitian keanekaragaman hayati tumbuhan obat, padahal aspek ini memegang peranan penting dalam tata niaga tumbuhan obat, kelembagaan tumbuhan obat; pengembangan alternative teknologi budidaya; pengembangan peran serta masyarakat dalam pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat, dan pengembangan industri tumbuhan obat. Oleh sebab itu di masa yang akan dating, penelitian di bidang sosial budaya perlu ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan strategi keanekaragaman hayati, ketidak seimbangan antara unsur konservasi, yakni perlindungan, pengkajian, dan pemanfaatan. Unsur pemanfaatan dalam hal ini mempunyai bobot sangat tinggi , sehingga dapat diduga bahwa upaya pemanfaatan tersebut belum mengikuti azas pelestarian Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhirakhir ini generasi muda di daerah mulai meninggalkan seni dan pengetahuan penggunaan pengobatan tradisional ini karena mereka mdenganggap sudah kuno. Akibatnya sulit mendapatkan pewaris dukun yang professional.. Hal ini akan
sangat
memprihatinkan
sebab
kalau
tidak
segera
dicatat
dan
didokumentasikan, seni dan pengetahuan pemanfaatan tumbuhan hutan untuk memelihara kesehatan akan lenyap. Di samping itu dengan menyatunya keberadaan sumber daya alam dengan budaya masyarakat, habitatnya akan terancam oleh ulah maysarakat itu sendiri dalam mengeksploitasi sumber daya alam tersebut dengan tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini masyarakat perlu membudidayakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut yang pada gilirannya akan mendukung kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan keanekaragaman jenis tumbuhan obat tersebut. Jika tidak demikian akan akan terjadi kepunahan keragaman jenis tumbuh-tumbuhan tersebut. Guna kepentingan pengobatan tradisional, baik untuk keluarga maupun untuk umum, masyarakat suku Bogani telah melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman yang berkhasiat obat, tanaman tersebut sudah dibudidayakan dipekarangan rumah dan di kebun dekat pemukiman penduduk. Namun demikian ada beberapa jenis tumbuhan obat yang tergolong endemik yang harus diprioritaskan untuk segera dibudidayakan karena tumbuhan tersebut
188
semakin sulit dijumpai keberadaanya seperti Diospyros celebica, Areca vestiaria, Musa sp, Ficus minahassae. Tumbuhan tersebut hampir punah sehingga diperlukan alternatif yang tepat untuk pelestariannya. Hasil pengamatan di lokasi penelitian, umumnya penduduk pedesaan sebagaian masih tergantung pada alam sekitarnya untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan terutama dari tumbuhan yang sejak dahulu sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang mereka dan mereka hanya akan pergi ke dokter kalau dalam keadaan terpaksa. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini generasi muda di wilayah ini mulai meninggalkan seni dan pengetahuan penggunaan pengobatan tradisional ini karena mereka menganggap sudah kuno. Akibatnya sulit mendapatkan pewaris dukun yang professional, sedangkan para dukun umumnya sudah lanjut usia. Hal ini
sangat
memprihatinkan
sebab
kalau
tidak
segera
dicatat
dan
didokumentasikan, seni dan pengetahuan pemanfaatan tumbuhan hutan untuk memelihara kesehatan khususnya di Kabupaten Bolaang Mongondow akan lenyap. Disamping itu dengan menyatunya keberadaan sumber daya alam dengan budaya masyarakat, habitatnya akan terancam oleh ulah maysarakat dalam mengeksploitasi sumber daya alam dengan tidak bertanggungjawab. Benteng terakhir ekosistem hutan alam tropika Indonesia sebagai tempat penyimpanan kekayaan
keanekaragaman hayati tumbuhan obat adalah
dikawasan pelestarian alam dimana salah satu kegiatan pelestarian alam adalah insitu seperti di Taman Nasional, Cagar alam, Taman Hutan raya dan Taman Suaka alam. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk pengelolaan kawasan pelestarian harus mencakup : a.
Mengidentifikasi kawasan pelestarian untuk pelestarian tumbuhan obat, masyarakat lokal/tradisional, termasuk pengetahuan tradisionalnya.
b.
Tehnik pendataan dan monitoring tumbuhan obat dalam kawasan pelestarian.
c.
Tehnik dan prosedur untuk pengkoleksian dari tumbuhan obat dalam kawasan pelestarian.
d.
Mekanisme legal untuk menjamin masyarakat lokal mendapatkan keuntungan ekonomi.
e.
Mengadakan pelatihan untuk pengelola kawasan mengenai tumbuhan obat dan penggunaanya.
189
Kawasan pelestarian merupakan habitat bagi berbagai jenis tumbuhan obat yang tumbuh secara liar dan juga merupakan laboratorium lapangan untuk program penelitian tumbuhan obat. Jenis tumbuhan obat yang langka atau endemik harus diberkan prioritas dalam perencanaan pengelolaan habitatnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Mengetahui penyebaran jenis tumbuhan obat dalam kawasan
2.
Mengetahui karakteristik ekologi dan morfologi jenis dan
3.
Status dan keberadaan kawasan termasuk ancaman dari luar. Pengelola kawasan hendaknya dapat mengizinkan masyarakat lokal
untuk memanen tumbuhan obat secara terbatas dalam wilayah perlindungan. Hal ini dapat merubah citra kawasan pelestarian dan bisa mengurangi kegiatan illegal dan kegiatan pengrusakan, tetapi hal ini diizinkan hanya pada tingkat yang lestari dan persentase dari pendapatan atau keuntungan dari tumbuhan obat hendaknya dikembalikan untuk pengeloaan kawasan yang dilindungi. Idealnya semua tumbuhan obat harus dilestarikan meliputi semua populasi di alam (pelestarian insitu) dan penangkaran di luar habitatnya (pelestarian exsitu). Tujuan pelestarian exsitu adalah (a) untuk diintroduksikan kembali ke habitat aslinya, (b) untuk pemuliaan tumbuhan, (c) untuk penelitian dan pendidikan. Kerugian pelestarian exsitu adalah jenis tumbuhan yang dilestarikan memiliki variasi genetik yang lebih sempit dibandingkan genetik aslinya di alam. Jenis yang di lestarikan exsitu dapat mengalami erosi genetik dan sangat tergantung pada perawatan kontinyu dari manusia. Prioritas pelestarian exsitu diberikan untuk jenis yang habitatnya telah rusak atau digunakan untuk meningkatkan jenis lokal yang hampir punah sehingga menjadi tersedia kembali dialam. Sebenarnya bangsa Indonesia memiliki asset abadi berupa sinar matahari dan laut, dan hutan tropis dengan keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang luar biasa. Berdasarkan modal tersebut di atas sebetulnya, Indonesia layak menjadi gudang pangan dan obat-obatan dunia, tujuan wisata dunia dan paru-paru dunia. Indonesia sebenarnya nenpunyai peluang untuk segera keluar dari himpitan krisis sekaligus membangkitkan hakikat, martabat dan harga diri bangsa dalam pergaulan dunia.
190
Dapatlah disimpulkan bahwa sumber daya alam hayati menduduki tempat yang strategis untuk Bangsa Indonesia ke depan. Namun kita dihadapkan pada masalah kerusakan lingkungan hidup termasuk di dalamnya kerusakan atau bahkan kehancuran sumberdaya alam hayati terus berlangsung akibat penebangan hutan yang merajalela dan tidak terkendali. Disamping itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah pendapatan dan daya beli masyarakat menurun karena dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sebelum kekayaan sumber daya alam hayati satu-satunya lenyap, diperlukan berbagai kebijakan pemerintah termasuk kebijakan riset dan pengembangan, pengujian hasil riset dan sosialisasi hasil riset teruji kepada masyarakat melalui penyuluhan harus segera dilaksanakan. Pemerintah harus berdaya upaya untuk memberkan segala kondisi kondusif agar manfaat sumber daya alam hayati bagi masyarakat, baik untuk pangan, obat-obatan dan kegiatan ekonomi melalui partisipasi rakyat segera terwujud tanpa tenggang waktu. Peraturan Perundang-undangan untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati harus segera dibuat. Sementara itu perauturan perundang-undangan yang mengarah pada kehancuran sumber daya alam hayati termasuk pemberia izin HPH (Hak Penguasaan Hutan) harus segera ditinjau kembali. Pemberian insentif kepada masyarakat melalui dana reboisasi merupakan alternative untuk menyelamatkan sumber daya alam hayati sekaligus mendidik masyarakat untuk turut melindungi sumber daya alam hayati.
191