BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang yang menjadi titik tolak penelitian, identifikasi, tujuan penelitian, manfaat dan signifikansi penelitian serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang dikenal sebagai gaya hidup modern. Hal ini terlihat dengan banyaknya restoran yang menyediakan menu khas mancanegara, gaya berpakaian yang dipengaruhi oleh perancang kelas dunia, kosmetik, aksesoris, pernak-pernik, dll. Kondisi ini dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat menuju kearah kehidupan mewah
yang
cenderung
terlalu
berlebihan,
yang
menyebabkan pola hidup cenderung menjadi konsumtif.
pada
akhirnya
akan
Menurut Lina & Rosyid
(1997: 7) perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kehidupan mewah yang cenderung berlebihan, penggunaan pada segala sesuatu yang dianggap mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik semata. David Chaney (Novita, 2008:16) menjelaskan masyarakat konsumen tumbuh
beriringan
dengan
sejarah
globalisasi
ekonomi
dan
transformasi
kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan. Melalui majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup mewah diseputar perkembangan trend busana, pacaran, shopping dan acara mengisi waktu senggang, semua itu perlahan tapi pasti akan ikut membentuk budaya gaya hidup fun. Remaja merasa perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food, fashion, and fun, dan tanpa disadari terdapat ketentuan untuk memenuhi ketiga hal tersebut. Usaha untuk mengikuti perkembangan dan perubahan dari lingkungan sosial ini adalah karena remaja ingin diterima oleh teman-temannya dan lingkungan sosialnya (Tambunan, 2001, hlm 1). Keadaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasanMega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
alasan lain seperti sekadar mengikuti arus mode, mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarwono (Farida, 2006, hlm 40) yang menjelaskan perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitik beratkan pada status sosial, mode,dan kemudahan dari pada pertimbangan ekonomis. Lubis (Sumartono, 2002, hlm 117) mengatakan perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Lina & Rosyid (1997: 7) yang menyatakan perlaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasional, pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Remaja
merupakan
kelompok
yang
berorientasi konsumtif karena
kelompok ini suka mencoba-coba hal-hal yang dianggap baru (Sumartono, 2002: 204). Selain itu Lahmanindra (2006: 1) mengemukakan beberapa alasan mengapa perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan ramaja. Salah satunya karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Remaja menurut Piaget (Ali dan Asrori, 2004, hlm 268) adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Pada masa peralihan ini, status remaja dapat dikatakan tidak jelas dan terdapat peran yang harus dilakukan. Selain itu Santrock (2003, hlm 334) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa tubuh. Sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia 2
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
lain,dalam emosi, dalam kepribadian,dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Tambunan (2001, hlm 1) menjelaskan bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, remaja menjadi pasar penting bukan hanya karena mereka menguntungkan, tetapi karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Remaja cenderung memiliki keinginan untuk tampil menarik. Hal tersebut dilakukan remaja dengan menggunakan busana dan aksesoris, seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berlaku, karena jika tidak mereka akan dianggap kuno, kurang “gaul” dan tidak trend. Akibatnya, para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli barang. Hal tersebut senada dengan pendapat Sumartono (2002, hlm 110) secara kasat mata beberapa remaja yang larut dalam pembiusan keadaan hanya sekedar ingin memperoleh legimitasi “modern” atau setidaknya mereka senang apabila stempel “kuno” atau “kuper” (kurang pergaulan) tidak diberikan kepada mereka. Hal itulah yang membuat mereka cenderung membeli barang yang mereka inginkan bukan yang mereka butuhkan secara berlebihan dan tidak wajar. Sikap atau perilaku remaja yang mengkonsumsi barang secara berlebihan dan tidak wajar inilah yang disebut dengan perilaku konsumtif. Fenomena
ini menarik
untuk
diteliti mengingat perilaku konsumtif
dikalangan remaja merupakan salah satu fenomena yang sedang marak terjadi terutama peserta didik yang bersekolah dan tinggal di kota-kota besar yang sebenarnya
belum
memiliki
kemampuan
finansial
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar didalam gaya hidup sekelompok peserta didik, dan menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar dilakukan secara berlebihan. Masalah ini juga dapat menimpa sebagian besar peserta didik dikota Bandar Lampung, khususnya para peserta 3
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
didik yang duduk di bangku SMA (Sekolah Menengah Atas). Hal ini didukung oleh kondisi kota Bandar Lampung yang merupakan salah satu kota di Indonesia yang
secara
geografis berdekatan dengan ibukota Jakarta dan memiliki
kecenderungan selalu mengikuti trend yag sedang marak di kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Di kota Bandar Lampung dapat dengan mudah ditemukan mall-mall yang berdiri dengan megah, factory outlet, atupun café, yang mana merupakan adaptasi dari trend di kota besar. Tempat-tempat itulah yang kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para peserta didik di kota Bandar Lampung.
Banyak
peserta
didik
yang
rela
mengeluarkan
uang
untuk
membelanjakan segala keperluannya dengan tidak memikirkan terlebih dahulu apa manfaat dari barang tersebut karena peserta didik membeli barang hanya karena keinginan semata bukan karena kebutuhan. Penelitian Nurasyiah (2007) kepada 100 peserta didik di beberapa sekolah SMA di Kota Bandung menyebutkan rata-rata pengeluaran peserta didik SMA dari uang saku yang diperoleh selama satu bulan yaitu 61,61% digunakan untuk jajan (makanan dan minuman), 21,26% digunakan untuk kebutuhan lainlain/bersifat kesenangan (isi pulsa untuk handphone, jalan-jalan, nonton di bioskop, membeli barang baru), 16,23% digunakan untuk kebutuhan belajar (ongkos transport, alat tulis, buku, mengerjakan tugas) sedangkan sisanya hanya 0,88% digunakan untuk menabung. Selain itu, dalam penelitiannya menemukan peserta didik SMA di Kota Bandung cenderung memiliki perilaku konsumtif dalam menggunakan uang saku yang diperolehnya dari orangtua. Hal ini diketahui mereka yang terbiasa makan direstoran-restoran fastfood (KFC, McD, Popeyes, dsb) dengan data 1-3 kali selama satu bulan sebanyak 53,4%, jalanjalan dan belanja di mall (BIP, BSM , IP, dsb) sebanyak 47,9%. Peserta didik yang menyatakan“sering” jalan-jalan dan belanja di mall lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan peserta didik yang menyatakan “kadang-kadang”.Selain itu, jenis HP yang dimiliki peserta didik mayoritas 67% berkamera. Padahal perilaku peserta didik tersebut dianggap konsumtif karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang masih mengandalkan keuangan orangtua.
4
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Dapat diketahui pengeluaran konsumsi peserta didik untuk kebutuhan yang sifatnya kesenangan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran peserta didik untuk kebutuhan belajar yang merupakan investasi bagi masa depan mereka. Selain itu kecenderungan peserta didik untuk menabung sangat rendah. Dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal, remaja dengan berbagai karakteristiknya akan membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk memfasilitasi remaja dengan cara yang tepat, sehingga remaja tidak mengalami penyimpangan dalam melakukan proses perkembangan dan pertumbuhannya untuk tidak berperilaku konsumtif (Nurasyiah, 2007). Bantuan
dapat
dilakukan
melalui institusi pendidikan yaitu
sekolah
salah satunya dengan bimbingan dan konseling. Pendekatan yang dapat dilakukan yaitu
melalui Konseling Kognitif untuk
permasalahan
terkait
perilaku
membantu siswa dalam mengatasi
konsumtifnya.
(CBT) atau Konseling Kognitif Perilaku
Cognitive-Behavioral
merupakan salah
Therapy
satu rumpun aliran
konseling direktif yang dikemukakan oleh Williamson dengan modifikasi bersama teknik kognitif.
Konseling Kognitif Perilaku
merupakan salah satu bentuk
konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit untuk dapat menentukan tujuan hidup saya). Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang dialaminya. Dengan kata lain, konseling kognitif memfokuskan pada kegiatan mengelola dan memonitor pola fikir klien sehingga dapat mengurangi pikiran negatif dan mengubah isi pikiran agar dapat diperoleh emosi yang lebih positif. Konseling Kognitif Perilaku memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong 5
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
klien untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan,
guna
mencegah
klien
melakukan
tindakan
yang
tidak
dikehendaki. Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling. Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh
konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama
yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli. Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, Konseling Kognitif Perilaku memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana.
No. Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Konseling
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
11-12
Oemarjoedi (2003:12) Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi
pertemuan
dirasakan
sulit
untuk
dilakukan.
Oemarjoedi
(2003:12)
mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya: a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
6
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
b.
Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c.
Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit.
d.
Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling. Berdasarkan beberapa alasan tersebut,
penerapan konseling kognitif
behavior di Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi. Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia sebagai berikut.
No. Proses 1. Assesmen dan Diagnosa 2. Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan 3. Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli 4. Menata kembali keyakinan yang menyimpang 5. Intervensi tingkah laku 6. Pencegahan dan Training Self Help Self-management merupakan salah satu model dalam
Sesi 1 2
3 4 5 6
Konseling Kognitif
Perilaku. Self-management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya
7
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
sendiri dengan suatu teknik
atau kombinasi teknik
teurapetik
(Cormier &
Cormier,1985, hlm 519). Self-management
bertujuan
untuk
membantu
peserta
didik
yang
mengalami perilaku konsumtif untuk berpikir lebih rasional. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan peserta didik yang akhirnya dapat menurunkan perilaku konsumtif peserta didik lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau antecedent atau respon tertentu, serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti
respon
management
yang
untuk
diinginkan.
mengubah
Dalam
perilaku,
menggunakan
konseli
strategi
berusaha
self-
mengarahkan
perubahan perilakunya dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan atau mengadministrasikan konsekuensi-konsekuensi (Jones,
Nelson,
& Kazdin,1977,
hlm 151). Dalam menggunakan strategi self-management, disamping konseli dapat
mencapai perubahan
perilaku
sasaran yang diinginkan juga dapat
berkembang kemampuan self-managementnya (Karoly & Kanfer, l982). B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenai kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Penanggulangan kebiasaan berperilaku konsumtif pada siswa dapat dilakukan dengan pendekatan Konseling Kognitif Perilaku. Konseling Kognitif Perilaku memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong klien untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan, guna mencegah klien melakukan tindakan yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik
manajemen diri (self-
management) dalam upaya mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik. Berdasarkan bagi peserta
didik
latar belakang tersebut, diperlukan teknik self-management yakni merupakan sebuah prosedur dimana seseorang 8
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
mengarahkan
atau
mengatur
perilakunya
sendiri.
Penggunaan
pendekatan
konseling menggunakan teknik self-management dalam menangani remaja yang berperilaku konsumtif menekankan pada modifikasi pola perilaku penyalahgunaan dan dependen, (Nevid, Rathus, dan Greene, 2005, hlm 36). Berdasarkan kajian fenomena-fenomena diatas mengenai perilaku konsumtif pada remaja, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pemberian teknik self-management dalam upaya mengembangkan
perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3
Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah. 1) Bagaimana profil perilaku konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? 2) Bagaimana
rancangan
intervensi
teknik
self-management
untuk
mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? 3) Apakah pendekatan Konseling Kognitif Perilaku dengan menggunakan teknik self-management efektif mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik melalui self-management. Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Memberikan gambaran empirik tentang profil perilaku konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015 2. Memberikan gambaran empirik tentang rancangan intervensi teknik selfmanagement untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015 3. Memberikan gambaran empirik efektivitas teknik self-management untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015. 9
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian Signifikansi penelitian yang dimaksud dalam hal ini adalah manfaat atau kegunaan hasil penelitian baik secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat dari teknik selfmanagement di sekolah untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik. Hal ini sangat penting dalam upaya mengoptimalkan pemberian layanan untuk membantu peserta didik dalam mengoptimalkan potensi dan mempersiapkan diri secara psikologis. 2. Manfaat Praktis a. Guru Bimbingan dan Konseling Guru bimbingan dan koseling di sekolah dapat memanfaatkan hasil studi untuk
menambah
pengetahuan
dan
keterampilan
terkait
teknik
self-
management untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik, sehingga
diharapkan
menambah
kemampuan
teknik
konseling
dalam
melaksanakan layanan responsif khususnya konseling individual. b. Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi yang berkaitan dengan perilaku konsumtif peserta didik dan teknik selfmanagement
sebagai
teknik
untuk
mengembangkan
perilaku
tidak
konsumtif peserta didik.
E. Struktur Organisasi Tesis Tesis ini terdiri dari lima bagian, yang terdiri dari sebagai berikut. Bab I: Pendahuluan: Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan Bab II: Tinjauan Pustaka: Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan merupakan teori yang terkait dengan perilaku konsumtif, remaja, modifikasi kognitif perilaku, serta penerapan modifikasi kognitif perilaku dengan teknik restrukturisasi kognitif dan visualisasi untuk meningkatkan perilaku konsumtif peserta didik. 10
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Bab III: Metode Penelitian: Bab ini berisi gambaran mengenai metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan intervensi. Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan analisis data. Bab IV: Temuan dan Pembahasan: Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan dengan
penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data
berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan
permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan
temuan penelitian untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi: Bab implikasi,
dan rekomendasi,
yang
menyajikan
ini berisi
simpulan,
penafsiran dan pemaknaan
peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut. Ada dua alternatif cara penulisan simpulan, yakni dengan cara butir demi butir atau dengan cara uraian
padat.
11
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mega Aria Monica, 2015 EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu