HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM DRAMA ROMANTIS DENGAN KECENDERUNGAN SEKS PRANIKAH PADA REMAJA Ardhi Pratama Putra Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK
Media masa mempunyai pengaruh yang positif maupun negatif
yang dapat
mempengaruhi perilaku remaja. Salah satu pengaruh negatif media masa pada remaja yaitu kecenderungan seks pranikah pada remaja. Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris adakah hubungan antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah pada remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berstatus mahasiswa fakultas psikologi tingkat awal semester 1 Universitas Gunadarma, Depok. Sampel yang dipilih adalah remaja akhir yang mempunyai rentang usia 18 sampai 21 tahun yang menyukai film drama romantis dan menonton televisi lebih dari 4 jam dalam sehari sebanyak 60 orang. Dari hasil analisis data diketahui kecenderungan seks pranikah dan intensitas menonton film drama romantis pada uji korelasi sebesar 0,658 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (ρ<0,01), dengan demikian terlihat
adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah pada remaja.
Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (Sri Rumini & Siti Sundari, 2004) . Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002). Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin & Hidayana, 1999). Ward, Gorvine dan Cytron-Walker (dalam Steven, Rebecca, David, Marc & Sandra, 2005) melakukan penelitian yang mempelajari persepsi remaja tentang hubungan seksual berdasarkan acara-acara yang memiliki waktu tayang utama (prime-time). Mereka menemukan bahwa para penonton yang memiliki sikap rekreatif atau permisif terhadap hubungan seksual cenderung mengidentifikasi diri secara kuat dengan banyak potret seksual TV, sehingga membenarkan dan memperkokoh keyakinan mereka tentang seks. Selain itu, remaja cenderung mengidentifikasikan dirinyai dengan tokoh utama dari program TV sehingga dapat mengidentifikasikan perilaku seksual yang digambarkan dalam program tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2003). Hubungan seksual diantara sepasang manusia merupakan suatu proses keintiman heteroseksual. Menurut Walker (1996) terdapat suatu proses peningkatan dalam keintiman tersebut, yaitu: a) Sentuhan, biasanya berupa pegangan tangan, pelukan. b) Ciuman, biasanya berupa kecupan sampai deep kissing. c) Bercumbu, merupakan gerakan meraba-raba daerah erotik dari pasangan. d) Hubungan seksual/sexual intercourse yaitu hubungan fisik yang dicirikan dengan terjadinya penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Sebuah studi yang dilakukan melibatkan 1.762 remaja berusia antara 12 hingga 17 tahun, menemukan bahwa mereka yang lebih banyak menonton pertunjukan TV yang secara eksplisit mengandung adegan-adegan seksual, cenderung melakukan hubungan seksual dalam waktu 12 bulan, dibandingkan rekan-rekannya yang kurang banyak menonton pertunjukan serupa (Collins, dalam Santrock 2007). Berdasarkan teori kultivasi dan seksualitas, terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seksual. Dalam teori kultivasi diuraikan sebuah proses dimana isi media mempengaruhi informasi, keyakinan, sikap dan nilai para penonton, dan selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku penonton. Dampak sosial televisi terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan seiring dengan waktu, terakumulasi dengan paparan yang berulang-ulang pada pesan-pesan televisi (Dorr & Rabin dalam Lackner, 2000).
Metode Subjek Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berstatus mahasiswa fakultas psikologi tingkat awal semester 1 di Universitas Gunadarma yang menyukai film drama romantis dan menonton televisi lebih dari 4 jam dalam sehari, dimana responden memiliki rentang usia antara 18 sampai 21 tahun sehingga peneliti bisa mendapatkan jumlah responden yang lebih banyak pada rentang usia tersebut.
Alat Alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Skala kecenderungan seks pranikah yang disusun berdasarkan dimensi seks pranikah menurut Walker (1996) yaitu sentuhan, ciuman, bercumbu dan hubungan seksual/sexual intercourse. 2. Skala intensitas menonton yang diukur menggunakan parameterparameter baku seperti frekuensi, durasi dan atensi pemirsa atau penonton.
Hasil Penelitian Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Bivariate Pearson satu ekor pada program SPSS ver. 16 for windows, diketahui intensitas menonton dan kecenderungan seks pranikah pada uji korelasi Bivariate sebesar 0,680 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (ρ<0,01). Dari hasil tersebut, terlihat adanya hubungan positif yang sangat
signifikan antara intensitas menonton film drama romantis dan kecenderungan seks pranikah pada remaja yang berstatus sebagai mahasiswa semester satu fakultas psikologi di Universitas Gunadarma, artinya tinggi rendahnya kecenderungan seks pranikah pada remaja dapat dijelaskan dengan tinggi rendahnya intensitas menonton film drama romantis. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hipotesis penelitian ini diterima, artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara intensitas menonton film drama romantis dan kecenderungan seks pranikah pada remaja yang berstatus sebagai mahasiswa semester satu fakultas psikologi di Universitas Gunadarma, artinya tinggi rendahnya kecenderungan seks pranikah pada remaja dapat dijelaskan dengan tinggi rendahnya intensitas menonton film drama romantis. Berdasarkan perhitungan ini diketahui bahwa mean empirik pada skala intensitas menonton film drama romantis lebih besar dari pada mean hipotetik MH – SDH < x ≤ MH + SDH (24 < x ≤ 28). Standar deviasi hipotetik (SDH) yang diperoleh sebesar 8. Artinya, secara umum subjek penelitian memiliki intensitas menonton film drama romantis dalam kategori rata-rata atau sedang. Berdasarkan perhitungan ini pula diketahui bahwa mean empirik pada skala kecenderungan seks pranikah lebih besar dari pada mean hipotetik MH – SDH < x ≤ MH + SDH (42 < x ≤ 46). Standar deviasi hipotetik (SDH) yang diperoleh sebesar 14. Artinya, secara umum subjek penelitian ini juga memiliki kecenderungan seks pranikah dalam kategori rata-rata atau sedang.
Kesimpulan Analisis menunjukan bahwa hipotesis yang telah dirumuskan diterima, dapat dilihat pada tabel korelasi di atas bahwa hasil analisis data antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah menunjukan koefisien korelasi sebesar 0,680 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (ρ<0,01). Hal ini menunjukan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah, artinya semakin tinggi intensitas menonton film drama romantis, maka semakin tinggi pula kecenderungan seks pranikah. Sebagai informasi tambahan dari hasil penelitian ini, Hasil dari penelitian ini sejalan dengan beberapa teori yang mengatakan bahwa ada keterkaitan antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah.
Salah satunya teori yang dikemukakan oleh Gerbner (1976). Ia menguraikan sebuah proses dimana isi media mempengaruhi informasi, keyakinan, sikap, dan nilai para penonton, dan selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku penonton.
Saran 1. Bagi Subjek Penelitian Dari riset ini didapat bahwa ada keterkaitan antara intensitas menonton film drama romantis dengan kecenderungan seks pranikah. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini akan memberikan pengetahuan baru bagi para remaja bahwa secara umum remaja memiliki kecenderungan seks pranikah yang ratarata/sedang yang dipengaruhi oleh informasi negatif dalam siaran-siaran atau film di televisi. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menonton film-film yang berisikan informasi yang positif dan juga melakukan aktifitas positif lainnya untuk mengalihkan keseringan dalam kegiatan menonton. Dengan demikian remaja akan lebih dapat terjauh dari dampakdampak negatif yang didapat dari siaran-siaran atau film yang ditonton. 2. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang intensitas menonton film drama romantis dan kecenderungan seks pranikah, diharapkan agar dapat lebih memfokuskan pada item-item yang kurang mendekati kriteria untuk ditinjau lebih lanjut serta hal-hal yang mungkin memiliki pengaruh terhadap kedua variabel diatas, misalnya dengan subjek penelitian remaja yang bertempat dikos-kosan, atau dengan menggunakan subjek penelitian dengan jumlah yang lebih banyak jika tersedia waktu, tenaga dan biaya yang mencukupi sehingga hasil penelitian akan lebih representatif dalam menggambarkan populasi yang hendak diteliti. Peneliti juga menyarankan, jika peneliti selanjutnya hendak menggunakan angket sebagai alat pengumpul data agar mengurangi jumlah item pada skala yang hendak dijadikan sebagai alat ukur. Dengan demikian diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan baik yang sekarang maupun terdahulu khususnya dibidang Psikologi Perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Gerbner. (1976). Cultivation theory. Diakses pada tanggal 24 juni 2011, dari http://en.wikipedia.org/wiki/Cultivation_theory
Lackner, T.M. (2000). Enchaning children’s educational television with design rationales and justifications. Los Angeles: University of California.
Mu’tadin Z. (2002). Pendidikan seksual pada remaja. Diakses tanggal 23 juni 2011, dari http//:www.epsikologi.com
Rumini S. & Sundari S. (2004). Perkembangan anak dan remaja. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Saifuddin, A.F & Hidayana, I.M. (1999). Seksualitas remaja. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Santrock, J.W. (2007). Adolescence: Perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Alih bahasa oleh : Benedictine W
Sarwono, W.S. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: Grafindo Pers.
Steven C.M., Rebecca L.C., David E.K., Marc E., & Sandra H.B. (2005). Social cognitive processes mediating the relationship between exposure to television’s sexual content and adolecent’s sexual behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 89(6), 914-924
Syafrudin. (2008). Remaja dan hubungan seksual pranikah. Diakses pada tanggal 23 juni 2011, dari http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799376remaja-dan-hubungan seksual-pranikah/.
Walker, R. (1996). Sex and relationship: The complete family guide. London: Sage Publication. Ltd.