Kau: Cinta Pada Pandangan Pertama by Sylvia L'-Namira
Membaca kisah ini seperti menonton film televisi yang ditayangkan di SCTV. Seorang gadis yang kaya tapi rendah hati dengan tambahan sedikit karakter unik. Untuk kasus ini si gadis itu suka dengan awan. Bahkan menjadikannya sebagai acuan dalam melangkah di hidupnya. Nah si gadis ini mencari seorang pria yang macho. Dalam artian si pria bertampang bule dengan dandanan cuek. Untuk FTV ini, saya agak sulit menentukan siapa yang pantas memerankan tokoh pria. Pengennya Nicholas Saputra atau Marchel chandrawinata, tentunya pas mereka lagi gondrong rambutnya. Paslah dengan muka 'indo'nya tapi sayang terlalu dengan muda. Cocoknya sih yang tampangnya setua Dwi Sasono. Oke, dia juga cocok dengan rambut gondrongnya. Sayang tampangnya Indonesah sekali. Untuk tokoh gadis, pemerannya saya pilih dari artis yang saya kenal. Siapa? Roos Ken Petung doooongggg. Dia artis kan yah? Pas, suka awan bahkan sering mengabadikannya dengan kamera. Lalu, dia juga punya topi-topi rajut. Cocoklah dia, tidak perlu pusing-pusing cari yang lain. Balik ke kisah ini, saya bisa membacanya dengan lancar. Dialognya juga asik dan lucu. Pergantian scene satu ke scene lainnya juga enak tanpa hambatan. Tapiiiiii, di akhir cerita kok ya aneh. Tidak jelas maksud, niat dan modus si tokoh pria menghilangkan diri. Kamu kenapa hai pria? Runtuh semua karakter keren yang dibangun untuk tokoh pria ini. Akhirnya si pria ini malah terlihat aneh. Terus dua hal lagi yang mengganjal: 1. Si Gadis bermarga sembiring. Marga ini didapatkan dari marga ibunya. Lah? Bagaimana bisa? Baru dengar ada cerita macam ini. Setau saya, jika seorang perempuan batak menikahi lelaki suku lain. Maka lelaki ini akan diberikan marga sama dengan ibu si perempuan. Tentunya dengan proses adat yang cukup menjelimet. Jadi sekali lagi, cukup aneh buat saya ada seseorang yang bermarga turunan dari ibunya. Batak itu patrilinieal lho. 2. Si Gadis di kisah ini merupakan fresh graduate yang baru bekerja selama setahun. Dan berapa umurnya? 25 Tahun. Ih, kamu ya lama banget lulus kuliahnya. Males ya mengerjakan skripsinya? Sama dong kayak saya.
2. Si Gadis di kisah ini merupakan fresh graduate yang baru bekerja selama setahun. Dan berapa umurnya? 25 Tahun. Ih, kamu ya lama banget lulus kuliahnya. Males ya mengerjakan skripsinya? Sama dong kayak saya. Sekian.|Nah, lho, mendadak saya ngereview ini. Hehe. Sebelum mulai review, saya mau ceritain beberapa background dulu, ya. Suatu hari, saya mau membuat novel tentang awan. Kemudian saya buat plotnya, dan saya kasih tahu sobat saya mbak Prisca Primasari soal plot itu. Sekalian saya tanya, (berhubung mbak Prisca pengalaman bacanya udah advance) "Ada nggak novel yang pernah membahas awan sebelumnya?" Prisca jawab, "Ada." Dan saya sempat kecewa karena berarti saya "mungkin" nggak bisa meneruskan novel tentang awan saya. Tapi Prisca bilang, plotnya beda, kok, so it should be fine. Maksudnya, ada berapa sih buku yang ngebahas tentang basket? Tentang sosial media? Tentang Paris (lirik Prisca, hihihi...)? Dan buku-buku itu tetap lahir karena plotnya berbeda. OK, berarti saya akan lanjut menulis novel tentang awan, dengan plot yang berbeda dari buku ini. Dan untuk memastikannya beda, Prisca dengan baik hatinya meminjamkan buku KAU ke saya buat dibaca. Sekalian jadi bahan referensi juga. Awalnya agak males, karena kerjaan banyak, dan novel awan ini pengin buru-buru diselesaikan. (BUkan males karena bukunya jelek atau apa.) Tapi ketika saya skimming di dalam bukunya, dan juga membaca review2 di Goodreads, saya menemukan hal-hal ini dimention: 1. BANGKA 2. PILOT Otomatis saya langsung bersemangat baca dan menyelesaikannya dalam seminggu. (Karena banyak kerjaan lho, ya. Jangan Suudzon dulu.) Dari hasil saya baca, saya nggak akan ngomenin ceritanya. Bahkan soal endingnya yang sangat disayangkan jutaan pembaca buku KAU di Goodreads. Karena cerita merupakan buah karya si penulis. Penulisnya bebas mau ngapa-ngapain juga. Maka dari itu, saya cuma mau ngomenin beberapa hal yang menggelitik saya: 1. Laut Bangka Berombak Sewaktu Igo mancing, laut Bangka berombak. Ini nggak salah. Cuma kebetulan aja saya, sebagai orang Bangka, dan pernah sekali ikut mancing di laut Bangka, kondisinya nggak kayak begini. Laut Bangka terkenal tenang dengan ombak yang unyu-unyu, karena nggak berada di Samudera. Tapi ini bukan berarti nggak mungkin ada ombak. Ombak bisa tetap datang, kok. Hanya saja, saya sih ngalaminnya nggak begitu. #curhatpengalamanpribadidong? 2. Pesawat Ada di Hangar Lokasi Halim, memang benar pesawat charter ngumpul di sana, karena Cengkareng udah crowded oleh scheduled airlines, dan slot takeoff maupun landing udah padet nggak ketulungan bikin pilot pengen bunuh diri. Yang menggelitik saya: Pesawat ada di hangar. lagi ngapain? Parkir? di Halim? Ini yang punya pesawat nggak ketulungan kaya rayanya, sampe-sampe parking pun di hangar. mestinya pesawat parkir di apron, jangan di hangar. Hangar biasa digunakan untuk maintenance. Tapi saya berpikiran positif: Oh, mungkin maksudnya pesawat emang baru maintenance. Case close. 3. Small planes to Ambon Jarak HLP-AMQ (Halim ke Ambon) 1.471 nautical miles, DIRECT FLIGHT, bukan waypoint to waypoint. Diceritakan pesawatnya adalah pesawat kecil. Saya membayangkan pesawat Cessna yang mungil dan unyu, dengan satu baling-baling di hidung, seperti ini dengan jarak yang bisa ditempuh: 970 nautical miles aja. Nggak nyampe dooong? Apa pesawatnya banyak transit, atau si Piyonya niupin baling-baling dari dalem supaya pesawat bisa tetep terbang? Karena nggak mungkin, ya udah, saya bayangin aja pesawatnya Jenis Embraer Private Jet kayak ini, yang bisa
Karena nggak mungkin, ya udah, saya bayangin aja pesawatnya Jenis Embraer Private Jet kayak ini, yang bisa terbang sampe 1.500 nautical miles, sehingga si Piyo bisa terbang sekali doang. (Itupun harus direct flight, nggak boleh belok2 ke sana kemari.) Tapiiii... nggak kebayang ya berjam-jam di pesawat kecil dan nggak bisa ngapa-ngapain? Kalo pake Cessna, berarti harus transit berkali-kali, landing takeoff berkali-kali, turnaround berkali-kali, dan pasti lamaaaa banget. Kalo pake Embraer berarti mewaaaahhh banget itu penerbangan. harus ada Wine dan five-star meals, dan obrolan2 ala pebisnis, dan tas Hermes di samping... Ini nih contoh kabin Embraer yang saya sebutin itu ... saya otomatis iri berat sama Piyo.. Mau dooong, jadi Piyo... Kesimpulan saya: Piyo memang naik pesawat Embraer ini. Semoga mbak Sylvia L'Namira memang bermaksud menerbangkan Piyo dgn pesawat ini. Amin. 4. Five seater plane, dengan pintu antara kabin dan kokpit Keterangan yang diberikan adalah five-seater plane di buku, yang otomatis dalam benak saya muncul pesawat2 single-prop yang mirip odong-odong, yang antara penumpang ama sopir kagak ada pintu. Jadi waktu baca bagian ini, "Hah? Kok bisa ada pintu antara kabin ma kokpit? Bagaimanakah rupa sebenarnya pesawat ini?" Saya heran tak tertolong. Sylvia mendeskripsikannya seolah ini adalah Boeing 747 yang kalo mau ke bagian bagasi bisa naik lift. tapi kemudian saya teringat: Oh, iya ya, pesawatnya kan Embraer. Nggak jadi mempermasalahkan ini, deh. 5. Halaman 107, Igo mengecek mesin pesawat di bawah pesawat. Nah, bagian ini, the best ngaco. Hehehe... Tapi nggak, saya nggak akan menganggap Sylvianya ngaco. Karena penulis adalah Tuhan untuk bukunya sendiri. Terserah Sylvia dong, mau nyimpen mesin pesawat di bawah pesawat, kek. Di toilet, kek. Di kaca spion, kek. Yang penting gue yang nulis. Indeed. Cuma sayanya aja yang kebetulan menggemari dunia pesawat, agak geli ngebayangin mesin pesawat ada di bawah. kalian pasti sering lihat pesawat, kan? Pernah lihat tabung bulat besar yang menggantung di bawah sayap atau di dekat ekor? Itulah mesin pesawat. Ketika Sylvia mendeskripsikannya di bawah pesawat, saya jadi susah ngebayanginnya juga. Tapi nggak apa-apa. Toh saya juga melakukan kesalahan dengan ngebikin kokpit Airbus A320 bisa dihuni rame-rame di buku saya sendiri, LOL. Jadi saya kembali ke prinsip saya, Penulis Adalah Tuhan Untuk Bukunya Sendiri, Jadi Terserah Penulis. Kesimpulan baru saya: Ini pesawat bukan Embraer. Karena Embraer mesinnya ada di bagian ekor di belakang, bukan di bawah pesawat. Lihat nih gambarnya yang ada tulisan M-INXY adalah mesin pesawat. Saya menyimpulkan pesawat ini tipenya Boeing Sylvia A700, yang bisa terbang dari Halim ke Ambon sekali terbang, dan mesin ada di bawah. Jadi, bagian ini akhirnya saya anggap wajar. 6. Adegan gempa di Ambon. Entah kenapa, saya anggap bagian ini lebay. (Udah mah lebay, diceritakan dalam format TELL, bukan SHOW, jadi ambience gempanya nggak kerasa ama saya sebagai pembaca.) Kenapa nggak pake unusual approach yang lain? Misal insiden dengan si rakyat Ambonnya sendiri? Atau tenggelam di laut? Tanpa mesti membawa-bawa bencana segede gempa? Then again: Gempa bukan berarti nggak boleh, hanya aja saya memutar bola mata pas baca bagian ini. 7. Eaglestrike punya hangar Beberapa maskapai yang saya tahu punya hanggar di Indonesia adalah: Garuda (di Cengkareng), Batavia Air (di Cengkareng), dan Merpati (di Juanda). Masih ada yang lain juga sebenarnya. Tapi melihat dari contoh-contoh itu, semuanya adalah maskapai2 berjadwal yang besar, bukan sekadar maskapai carteran yang pilotnya bahkan punya waktu sangat luang. Hangar-hangar di airport rata-rata milik airport tersebut, dan kalau sebuah maskapai ingin
semuanya adalah maskapai2 berjadwal yang besar, bukan sekadar maskapai carteran yang pilotnya bahkan punya waktu sangat luang. Hangar-hangar di airport rata-rata milik airport tersebut, dan kalau sebuah maskapai ingin melakukan maintenance, dia akan membayar ke pemilik hangar. Istilahnya, nyewa. Istilah aviasinya, A-check, atau C-check. Kecuali emang milik pribadi kayak Eaglestrike Air ini. Belum lagi bayaran si Igo yang nyampe 3000 untuk sebuah penerbangan ke daerah konflik. Man... All pilot will be killing for that dream salary! Pilot di Garuda aja gaji pokoknya 6000-8000 buat kerja sebulan, ini mah terbang ke Ambon semata 3000. saya berpikiran positif: Suatu hari saya akan bekerja di Eaglestrike. Karena bayarannya gede, dan mereka punya hangar pribadi. YES! Doakan aku, ya! 8. Biboy ngurusin cek in, bagasi, dan boarding untuk mamanya Piye Tho Pertama, ngurusin cek in dan bagasi. Okelah, Biboy bisa masuk sendirian, membawa tiket, sementara mama dan Piyo nunggu di luar. Kemudian Biboy keluar lagi buat ketemu mama dan Piyo, buat ngasihin boarding pass, karena gimanapun juga, yang boleh masuk departure hall kan cuma penumpang. Kedua, bagian yang bikin saya, "Hah???" saat dinyatakan Biboy juga mengurus Boarding si mamanya. Apa sekarang Biboy juga merangkap sebagai petugas groundhandling boarding maskapai? Atau Biboy mengantarkan mama sampe naik pesawat? Kalau ya, betapa asyiknya Biboy yang bukan penumpang diperbolehkan masuk ke area terminal untuk mengantar seorang penumpang. Then again: Ini novelnya mbak Sylvia. Bisa jadi dalam buku ini, Cengkareng memang sudah mengubah peraturannya menjadi seperti itu. Jangan nyalahin mbak Sylvia nya, dong! 9. Halaman 110, daratan Sumatera tampak di depan mata. Saya selalu main Flight Simulator di komputer, beberapa kali terbang dari Jakarta ke Padang. Namun, selama terbang, saya melewati Tanjung Karang, palembang, dan terbang di atas pulau Sumatera sampai akhirnya mendarat, sesuai arahan dari Air Traffic Controller. Dalam deskripsi buku ini: Piyo akhirnya melihat daratan Sumatera sebelum mendarat. Yang berarti, Piyo terbang di atas laut. yang berarti, kesimpulan saya: Pesawat mereka terbang di atas Samudera Hindia, jauuuuh bermil-mil dari Pulau Sumatera, kemudian akhirnya belok ke timur ke bandara Minangkabau. Case close. 10. Tawaran naik helikopter? Rating Igo apa aja? Ini bukan sebuah problem. Hanya rasa penasaran saya saja, "Rating Igo apa saja ya selain menerbangkan Boeing Sylvia 700 yang tadi? Kok bisa nerbangin Helikopter juga?" Apakah impossible? Nope. Anda-anda di sini bisa menerbangkan boeing, airbus, embraer, cessna, sejauh anda memang memiliki rating-rating itu. Sekali lagi, saya cuma penasaran, betapa hebatnya Igo ini karena multi-rated. Kesimpulan saya: Dia kan kerja di maskapai charter. Harus bisa terbang segala jenis pesawat charteran dong? 11. TV nasional, nggak punya koresponden per wilayah. Ini yang bikin saya geli. Kasihan banget yang jadi reporter pusat. Biasanya selalu ada responden lokal yang melaporkan sebuah berita ke pusat. Ini mah si Piyonya yang jalan2 keliling Indonesia buat nyari berita. Betapa asyiknya jadi Piyo, ya. 12. Adegan romantis Tell, bukan Show. Sayang banget, nih. Banyak adegan romantis yang dilakukan dengan memberitahu, bukan menggambarkan. Feelnya nggak dapet, mbak. Jadi sedih sayanya. Karena saya udah tahu adegannya, tapi saya nggak bisa merasakan adegan itu. T.T 13. Halaman 124, mempersoalkan kontrak dengan Eaglestrike, saat mau ke Palestina Satu, saya baru ngeh mereka bikin kontrak ternyata panjang juga, ya. Betapa kaya rayanya ini NTS TV. Dua, ke Palestina: saya penasaran, pesawat apa yang kira-kira bakal dipake? Apakah Boeing Sylvia 700 lagi?
14. Alur terlalu cepat Halaman 132-133 Di antara dua halaman ini, saya menemukan tiga adegan. Semua di-TELL, nggak di-SHOW, jadi feel-nya nggak dapet. 15. Mesin pesawat rusak, jatuh di perairan riau, pesawat belum ketemu, blackbox juga belum ketemu. Ini bener-bener bikin saya geli. Dari mana seseorang bisa menyimpulkan mesin pesawat rusak sementara blackbox masih dicari dan pesawat belum ketemu? Suatu keajaiban. Tapi saya berpikiran positif lagi: Mungkin sebelum jatoh, Igo sempet nengok ke bawah pesawat, ke arah mesin, dan menemukan mesinnya rusak, lalu dia laporkan ke ATC, dan dia kecelakaan. NICE. Pantesan Igo masih hidup. Berarti setelah dia tahu pesawatnya bakalan jatuh, dia dan co pilot melompat keluar menyelamatkan diri. 16. Turnoff banget halaman 196 Nggak perlu didefinisikan lagi. Silakan baca bagian ini. Saya ilfeel. Karena tiba-tiba aja dijelaskan soal Igo dari sudut pandang orang ketiga. Kelihatan banget penulisnya pengen ngasih tahu behind the scene sesuatu, tapi menggunakan cara yang menurut saya sih salah. Karena menghilangkan efek kejutannya. Saya jadi nggak bersemangat lagi untuk tahu kabar Igo atau terkejut saat Igo ada di arung jeram. Dan sekian review saya yang panjang, masih ada 7800 characters left, nih. hehehe... Capek ya bacanya? Nggak dibaca juga nggak apa-apa, kok. Kesimpulan utama saya adalah, buku ini sebenarnya nggak jelek. Hanya saja bukan bacaan favorit saya. Bahkan meski buku ini menyinggung masalah aviasi, saya tetap nggak bisa memfavoritkannya. Tapi dari segi cara menulis dan mendeskripsikan, udah sangat oke kok mbak Piyo... eh, mbak Sylvia.|---ide-nya seru, seorang gadis yang "terpengaruh" awan dalam menjalani hidupnya. Jadi inget dulu di kampung, semua-mua kejadian alam kuanggap sebagai firasat yang menentukan apa yang bakal terjadi di kehidupanku. Typo masih jadi penyakit di buku ini, too bad. Jadi gemes sendiri. Ada niat buka lowongan proofreader? Saya mau lho direkrut freelance... #ngarep|Pertama kali tau buku ini pas buka website GagasMedia. Pengen pesen d bukabuku.com tapi ngga ada, ya sudah, pas d mall, bawa uang pas-pasan lagi, langsung grab this book. Melirik sinopsisnya, well, sepertinya menarik nih. Tapi sinopsis ngga menggambarkan ceritanya nih. Tapi penasaran gara-gara covernya, hmm... awan... Pas baca, penasaran, dibaca terus... ooo... Viola -Piyo- ini suka liat awan, persis seperti daku. hahaha. Tapi, Piyo ini liatin awan buat liat tanda-tanda. Diperhatikan, tokoh Piyo ini keras kepala, karena suka make topi rajut warna warni buat menangkal bahaya, tapi dipake juga pas jadi reporter di TV, dan ngga mau mengalah -sama aja, apalagi terhadap bosnya, si pemimpin redaksi, Mona, yang keliatannya benciiii banget sama Piyo. Piyo juga sepertinya hanya menyukai cowo misterius, cool, dan menerima dia apa adanya -pokoknya tipe cowo Piyo dijelaskan di dalam novel, dan sama seperti tipe cowo saya!- #ditendang #ga penting Hampir 3/4 buku dihabiskan buat Piyo, kalo matematika saya bener, dan sisanya hubungan dia sama Igo -Giorgio Virganero. *mirip ma merek giorgio armani.hehe* yang seorang pilot tapi hidupnya free banget. Bisa mancing d Laut Bangka, melakukan olahraga ekstrem, dll. Diakhir cerita, kenapa endingnya , oke.. romantis, but, too short... akan lebih baik, ah, lebih bagus lagi klo ada epilognya! cerita tentang gmana mereka pacaran nantinya. pasti lucu banget. soalnya mama Igo yg suka awan, Igo yg pendiem, Piyo yg banyak omong, dan mama Piyo yang, hmmm, ngga bisa diem juga. hahaha. *maaf saya tipikal orang pengkhayal romance*
btw, panjang juga ni review, kayaknya rada spoiler nih. hehehe.
menurut saya, saya sendiri bingung kenapa Piyo sepertinya cinta mati sama Igo, karena mnurut saya, cinta pertama emang ga bisa dilupain, tapi menurut saya, Piyo seperti terobsesi sama Igo lantaran karena Igo senang mendengar cerita Piyo tentang awan jadi merasa ada seseorang untuk berbagi kisah, dan agak bingung bisa jadi cinta gini. hmm. karena saya emang belum pernah jatuh cinta, jadi ga tau gimana rasanya. sepertinya review saya berantakan dan emang aslinya saya hanya menuliskan apa yg tiba-tiba pop-out di kepala saya :)|Awalnya aku ragu mau baca buku ini. Covernya yang berwarna biru dengan awan putih berbentuk hati bikin aku mikir: wah ini pasti cerita cinta menye-menye. Bukan salah penulis dan bukunya sebenarnya, aku saja yang memang tidak begitu suka cerita cinta yang sedihnya berlebihan. Capek aja gitu bacanya. Tapi setelah aku baca buku ini, aku salah. SALAH BESAR.
Buku ini menceritakan seorang reporter sebuah televisi news yang adalah keponakan dari pemilik stasiun televisi tersebut, bernama Viola Sembiring yang biasa dipanggil Piyo. Piyo bisa aja langsung dapat jabatan tinggi di stasiun televisi itu, tapi Piyo nggak mau begitu saja dengan bantuan omnya, Piyo ingin bisa naik jabatan dengan kemampuannya sendiri. Piyo punya kebiasaan aneh. Dia sangat menyukai awan dan percaya awan akan memberikan pertanda kepadanya baik itu pertanda baik maupun buruk. Ketika pertanda baik, Piyo akan mengenakan topi rajut berwarna hijau. Ketika awan ‘memberitahunya’ untuk berhati-hati Piyo mengenakan topi rajut warna kuning, dan ketika pertanda buruk di’beritahu’ awan Piyo akan mengenakan topi rajut warna merah. Kebiasaan Piyo ini bahkan terbawa saat Piyo harus meliput dan masuk televisi. Hal ini membuat atasannya yang dia panggil Singa marah dan menyuruh Piyo melepaskannya saat liputan, tetapi Piyo menolak, tentu saja.
Viola ini umurnya sudah 25 tahun tapi dia belum punya pacar. Hal ini membuat mamanya kelabakan dan sibuk menjodohkan Piyo dengan anak teman-temannya. Tapi tentu saja Piyo menolak dan bilang bahwa dia sudah punya pacar. Dan ketika mamanya ingin bertemu dengan pacarnya, Piyo menyuruh sahabatnya pura-pura jadi pacarnya. Hal itu nggak berlangsung lama, Piyo yang nggak bisa berbohong terus akhirnya bilang kalau dia sudah putus dengan pacarnya.
Itu malah membuat mamanya kembali semangat menjodohkan Piyo dengan anak sahabatnya. Tapi Piyo yang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang pilot pesawat yang dicarter stasiun tv untuk meliput ke daerah konflik, tentu saja mati-matian menolak. Disinilah cerita cinta Piyo dimulai dengan pilot tersebut yang bernama Igo. Ada saja aral yang melintang untuk hubungan keduanya. Dan tiba-tiba sikap Igo dan mamanya berubah pada Piyo. Kenapa ya? Nggak aku kasih tahu ah, nanti gak seru. Baca saja sendiri ya
Novel ini sangat ringan untuk dibaca. Bukan karena jenis kertasnya yang membuat ringan untuk dibawa-bawa, tetapi gaya bahasa yang digunakan penulis sangat enak dibaca. Buku ini memiliki alur yang cepat dan nggak bertele-tele. Gaya bahasanya juga nggak terlalu baku hingga membuatku nyaman bacanya. Tiga bintang untuk buku ini. Kenapa tiga? Soalnya saya agak kecewa untuk endingnya. Berasa dipaksakan banget untuk cepat tamat.
tetapi gaya bahasa yang digunakan penulis sangat enak dibaca. Buku ini memiliki alur yang cepat dan nggak bertele-tele. Gaya bahasanya juga nggak terlalu baku hingga membuatku nyaman bacanya. Tiga bintang untuk buku ini. Kenapa tiga? Soalnya saya agak kecewa untuk endingnya. Berasa dipaksakan banget untuk cepat tamat. Padahal menuturku masih banyak yang bisa ditulis dan diceritakan untuk ending yang lebih baik. Tapi so far, buku ini aku rekomendasiin untuk dibaca ^^. (Resensi ini aku ikutkan dalam Sayembara Resensi Buku yang diadakan oleh http://www.yes24.co.id/SpecialEvents/... dan di post di blogku sendiri ^^)