2. Untuk Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum bahwa kebiasaan merokok dapat menjadi salah satu faktor penyebab penyakit hipertensi.
3. Untuk Penelitian Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya tentang upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi dalam hubungannya dengan merokok.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merokok 2.1.1. Kebiasaan Merokok Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Mangku S., 1997).
2.1.2. Kategori Perokok 1. Perokok Pasif
Universitas Sumatera Utara
Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996). 2. Perokok Aktif Menurut (Bustan,M.N., 2000) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
2.1.3. Jumlah Rokok yang Dihisap Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1. Perokok Ringan disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari. 2. Perokok Sedang disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari. 3. Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang per hari (Bustan,M.N., 2000). Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Mangku S., 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Lama Menghisap Rokok Menurut (Bustan,M.N., 2000) lamanya seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Smet B., 1994). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku S., 1997). Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan . dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun, tetapi terbukti merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan (Mangku S., 1997).
2.1.5. Cara Menghisap Rokok Menurut Bustan (2000), cara manghisap rokok dapat dibedakan menjadi : 1. Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal). 2. Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja). 3. Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam). Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Bustan, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Jenis Rokok yang Dihisap Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan–bahan lain dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis rokok yang dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu, rokok pipa, rokok kretek, rokok klobot dan rokok tembakau tanpa asap (tembakau kunyah) (Mangku S., 1997). Menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain. Cengkeh mengandung eugenol yang dianggap berpotensi menjadi penyebab kanker pada manusia dan terkait dengan zat kimia satrol yang menjadi salah satu penyebab kanker ringan. Sesuai data Diperindag volume eksport rokok per november 2002 mencapai 6.463 ton dengan nilai 75,8 juta dolar AS. Kadar nikotin yang ada pada rokok seharusnya adalah 1,5 mg dan kadar tar sebesar 20 mg dan menggunakan tembakau Virginia. Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku S., 1997). Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok (Bustan,M.N., 2000). Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun. Antara lain Karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000). Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis
Universitas Sumatera Utara
(pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat CO merokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (Sianturi,G., 2003).
2.1.7. Bahan-Bahan yang Terkandung Dalam Rokok Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersamasama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (Sianturi,G.,2003). Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap No Bagian partikel
Bagian gas
1.
Tar
Karbon monoksida
2.
Indol
Ammoniak
3.
Nikotin
Asam hydrocyanat
4.
Karbolzol
Nitrogen oksida
5.
Kresol
Formaldehid
Catatan :
Catatan :
Keseluruhan bersifat karsinogen dan
Keseluruhan zat ini bersifat
iritan serta bersifat toksik yang lain.
karsinogen, mengiritasi, racun bulu getar alat pernafasan, dan bersifat racun yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: (Mangku S., 1997).
1. Nikotin Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya. Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan, lamanya isapan, dan menggunakan filter rokok atau tidak. 2. Karbon Monoksida Karbon monoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO, sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%6% pada saat merokok, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Mangku S., 1997). 3. Tar Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan kanker). Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan bahan kimia yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kanker. Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru.
Universitas Sumatera Utara
Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Mangku S., 1997). 4. Timah Hitam (Pb) Merupakan Partikel Asap Rokok Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 mikro gram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari menghasilkan 10 mikro gram. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh antara 20 mikro gram per hari. Bisa dibayangkan bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Mangku S., 1997).
2.2. Hipertensi 2.2.1. Pengertian Hipertensi Menurut WHO, hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah sistole sama dengan atau diatas 140 mmHg, diastole di atas 90 mmHg (Mansjoer A., 2000). Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (dilakukan 4 jam sekali). Dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (Corwin,Elizabeths J.2000).
2.2.2 Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi factor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan,
Universitas Sumatera Utara
jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Sustrani L., 2006). Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH Klasifikasi
Sistolik(mmHg)
Diastolik(mmHg)
Normotensi
<140
<90
Hipertensi ringan
140-180
90-105
Hipertensi perbatasan
140-160
90-99
Hipertensi sedang dan berat
>180
>105
Hipertensi sistolik terisolasi
>140
<90
Hipertensi sistolik perbatasan
140-160
<90
Sumber: (Mansjoer A., 2000) Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih (Robbins & Coatran, 2005 ).
Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 Tahun Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Sistolik dan Diastolik(mmHg)
Universitas Sumatera Utara
Normal
<120 dan <80
Prehipertensi
120-139 atau 80-89
Hipertensi stadium I
140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium II
>160 atau <100
Hipertensi stadium III
>180 atau >110
Sumber: (Mansjoer A., 2000) Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan hipertensi diastolik. Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga (Arjatmo T, Hendra U, 2001). Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer merupakan jenis yang penyebab spesifik tidak diketahui. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui. Penderita hipertensi sekunder ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab dan patofisiologinya sudah diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan (Arjatmo T, Hendra U, 2001). Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah adanya kelainan dan keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerolus nefritis akut), kelainan endokrin (tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta bisa diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan (kortikosteroid dan hormonal) (Sustrani L., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Wardoyo, 1996).
2.2.3. Patogenesis Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002). Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membrane sel, aktivitas saraf simpatis dan renin,
Universitas Sumatera Utara
angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel. (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002). Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan(Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002). Menurut Sustrani L. (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.
2.2.4. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Hipertensi 1. Faktor Keturunan atau Gen Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi. Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanakkanak (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002).
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan) Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2) (Soeharto I., 2001). 3. Stres Pekerjaan Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut tanggungjawab bagi manusia.Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan (Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Smet B., 1994). Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18 jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’ mur, 1998) Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian,
Universitas Sumatera Utara
stres yang muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tibatiba (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002). 4. Faktor Jenis Kelamin (Gender) Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi (Sustrani L., 2004) 5. Faktor Usia Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002). 6. Faktor Konsumsi Garam WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002).
Universitas Sumatera Utara
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik (Sustrani L., 2004). 7. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien (Soeharto I., 2001). 8. Aktivitas Fisik (Olahraga) Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Arjatmo T. dan Hendra U., 2001). Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang melakukan olah raga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali (Beevers, Gareth, D.,Lip, Gregory Y.H., Eoin, O.,2002).
2.3. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak
Universitas Sumatera Utara
baik seperti merokok. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani L., 2004). Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “cramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Soeharto I., 2001). Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluhdarah). Dengan demikian CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah sehingga mempermudah penggumpalan darah. Selain zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard (Soeharto I., 2001). Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga menggangu kerja otak, saraf dan bagian tubuh yang lain (Soeharto I., 2001). Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombo (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah penggumpalan darah. Akibat penggumpalan (trombosit) akan merusak pembuluh darah perifer. Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Bila mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain
Universitas Sumatera Utara
pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok. Selain itu juga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer maupun pembuluh darah di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan mengakibatkan tekanan darah sistole 10-25 mgHg dan menambah detak jantung 5-20 kali persatu menit (Mangku S., 1997).
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Faktor resiko : - Jumlah rokok yang dihisap - Cara menghisap rokok - Lama menghisap rokok - Jenis rokok
Hipertensi
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Hipertensi Menurut WHO, hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah sistole sama dengan atau diatas 140 mmHg, diastole di atas 90 mmHg (Mansjoer A.,2000). Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (dilakukan 4 jam sekali). Dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (Corwin, Elizabeths J., 2001).
3.2.2. Jumlah Rokok yang Dihisap
Universitas Sumatera Utara
Jumlah rokok yang dihisap adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita per hari. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden. Jumlah rokok yang dihisap dikelompokan menjadi: 1. Perokok ringan bila menghisap rokok < 10 batang per hari. 2. Perokok sedang bila menghisap rokok 10-20 batang per hari. 3. Perokok berat bila menghisap rokok >20 batang per hari (Bustan,M.N., 2000). 3.2.3. Cara Menghisap Rokok Cara menghisap rokok adalah cara atau sikap responden dalam menghisap rokok. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Cara menghisap rokok dapat dikelompokkan menjadi: 1. Menghisap dimulut saja yaitu dihisap kemudian ditelan ke dalam mulut 2. Menghisap dangkal yaitu begitu menghisap langsung dihembuskan. 3. Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai kedalam kerongkongan (Bustan,M.N., 2000).
3.2.4. Lama Menghisap Rokok Lama menghisap rokok adalah waktu pertama kali merokok sampai dengan penderita terdiagnosis sebagai penderita hipertensi. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1. Menghisap rokok < 10 tahun. 2. Menghisap rokok > 10 tahun (Bustan,M.N., 2000).
3.2.5. Jenis Rokok yang Dihisap Jenis rokok yang dihisap adalah bentuk sediaan rokok yang dihisap oleh responden. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1. Non Filter. 2. Filter (Bustan,M.N., 2000).
Universitas Sumatera Utara